BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
daya alam yang melimpah, baik itu sumber daya alam hayati maupun sumber daya
alam non-hayati (Dahuri, 2003). Sumber daya mineral merupakan salah satu jenis
sumber daya non-hayati. Sumber daya mineral yang dimiliki oleh Indonesia sangat
beragam baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Endapan bahan galian pada
umumnya tersebar secara tidak merata di dalam kulit bumi. Sumber daya mineral
tersebut antara lain : minyak bumi, emas, batu bara, perak, timah, dan lain-lain.
(Soemarwoto, 2005). Selain itu Soemarwoto (2005) juga menyatakan salah satu
dan fauna menjadi rusak, penurunan kualitas tanah, penurunan kualitas air atau
penurunan permukaan air tanah, timbulnya debu dan kebisingan (Ahyani, 2011).
10
Sumber daya mineral yang berupa endapan bahan galian memiliki sifat
khusus dibandingkan dengan sumber daya lain yaitu biasanya disebut wasting
assets atau diusahakan ditambang, maka bahan galian tersebut tidak akan
“tumbuh” atau tidak dapat diperbaharui kembali. Dengan kata lain industri
pertambangan merupakan industri dasar tanpa daur, oleh karena itu di dalam
yang serba terbatas, baik lokasi, jenis, jumlah maupun mutu materialnya (Saleng,
diperlukan penerapan sistem penambangan yang sesuai dan tepat, baik ditinjau
susunan terutama dari oksida aluminium, yaitu berupa mineral buhmit (Al 2O3.H2O)
dan mineral gibsit (Al2O3.3H2O) (BLH Kepri, 2012). Bijih bauksit terjadi di daerah
sangat kuat. Bauksit terbentuk dari batuan sedimen yang mempunyai kadar Al nisbi
tinggi, kadar Fe rendah dan kadar kuarsa (SiO 2) bebasnya sedikit atau bahkan
tidak mengandung sama sekali. Batuan tersebut misalnya sienit dan nefelin yang
berasal dari batuan beku, batu lempung, lempung dan serpih (Pusat Penelitian
Kandungan bijih bauksit yang terdapat di lokasi penelitian, terdiri dari Al 2O3
kandungan kandungan FeO3 berada pada nilai diatas 10 % (BLH Kepri, 2012).
Kualitas endapan bijih bauksit dapat dilihat berdasarkan hasil analisis sampel-
sampel tanah dari pemboran dan sumur uji yang dianalisis kandungan unsur kimia
11
dalam bentuk oksida di laboratorium dapat dilihat pada Tabel 2.1. Dari tabel
yang tipis, maka sistem yang diterapkan pada umumnya adalah sistem tambang
terbuka (surface mining) dengan metoda penambangan (open cash dan/atau atau
bertahap dari elevasi yang paling tinggi ke elevasi yang rendah sampai kedalaman
selanjutnya akan mengikuti arah penyebaran lapisan bauksit pada setiap open cut
dari pembersihan lahan (land clearing) dan pengupasan tanah penutup (stripping of
2010).
Ditinjau dari sistem pembuangan over burden, maka sistem yang dipakai
adalah sistem Back Filling di mana over burden dan tailing untuk tahun 1 dibuang
di disposal permanen dan untuk tahun berikutnya di buang di open cut tahun 1
yang telah selesai (mine out) dan selanjutnya dilakukan reklamasi (Pusat Penelitian
dari pembersihan lahan (land clearing) dan pengupasan tanah penutup (stripping of
2010).
lepas, pembukaan lahan akan menyebabkan material mudah terbawa aliran air
menuju laut (BLH Kepri, 2010). Ketika terjadi turun hujan, sebagian material lepas
(bijih bouksit) terbawa air hujan mengalir menuju ke laut, sehingga dapat
2010).
yaitu overburden dan limbah dari proses pengolahan bahan tambang yang disebut
dari tambang terbuka yang harus disisihkan terlebih dahulu untuk mencapai
cebakan yang kadar logamnya cukup tinggi. Batuan penutup dilepaskan dengan
cara peledakan pada kedalaman tertentu dan umumnya batuan ini tidak
mengandung logam. Sedangkan tailing adalah sisa batuan bijih / mineral yang
sudah diolah dan dibuang sebagai limbah dan berpotensi mencemari lingkungan.
14
lepas, pembukaan lahan akan menyebabkan material mudah terbawa aliran air
menuju laut (BLH Kepri, 2010). Ketika terjadi turun hujan, sebagian material lepas
(bijih bouksit) terbawa air hujan mengalir menuju ke laut, sehingga dapat
2010).
longsor atau erosi karena hilangnya vegetasi penutup lahan serta terjadinya
yaitu overburden dan limbah dari proses pengolahan bahan tambang yang disebut
dari tambang terbuka yang harus disisihkan terlebih dahulu untuk mencapai
cebakan yang kadar logamnya cukup tinggi. Batuan penutup dilepaskan dengan
cara peledakan pada kedalaman tertentu dan umumnya batuan ini tidak
mengandung logam. Sedangkan tailing adalah sisa batuan bijih / mineral yang
kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada ekosistem perairan yang akan
15
ekosistem perairan serta kesehatan manusia dan nilai guna lainnya dari ekosistem
pesisir adalah masuknya atau dimasukkanya makhluk hidup, zat, energi, dan atau
daripada di luar pertambangan. Keadaan tanah, air, dan udara setempat dari
tambang yang berlangsung pada suatu stasiun. Dampak pertambangan lebih besar
akibat kegiatan pencucian bauksit, air menjadi keruh dan dasar perairan terdapat
endapan partikel bauksit dan batuan bahan pengotor bauksit. Pencucian bauksit
bertujuan untuk memisahkan bauksit dengan bahan pengotor lain seperti lumpur,
tanah dan batuan lainnya. Perombakan mineral dan bahan organik akan
Logam adalah unsur alam yang dapat diperoleh dari laut, erosi batuan
alam ditemukan dalam bentuk persenyawaan dengan unsur lain, sangat jarang
Menurut Connell dan Miller (1995), logam berat adalah suatu logam dengan
berat jenis lebih besar. Logam ini memiliki karakter seperti berkilau, lunak atau
dapat ditempa, mempunyai daya hantar panas dan listrik yang tinggi dan bersifat
kimiawi, yaitu sebagai dasar pembentukan reaksi dengan asam. Selain itu logam
berat adalah unsur yang mempunyai densitas lebih besar dari 5 gr/cm 3, mempunyai
nomor atom lebih besar dari 21 dan terdapat di bagian tengah daftar periodik.
Di bumi ini sedikitnya terdapat 80 jenis dari 109 unsur kimia yang telah
pandang toksikologi, logam berat ini dapat dibagi dalam dua jenis. Jenis pertama
adalah logam berat esensial, di mana keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat
dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat
menimbulkan efek racun. Contoh logam berat ini diantaranya Zn, Cu, Fe, Co, dan
Mn. Jenis kedua adalah logam berat tidak esensial atau beracun, di mana
keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya atau bahkan dapat
dalam arti memiliki daya racun (toksisitas) yang tinggi (Suryanto, 2002).
beberapa jalan, yaitu: saluran pernafasan, pencernaan dan penetrasi melalui kulit
Darmono (2001), Di dalam tubuh hewan logam diabsorpsi darah berikatan dengan
logam yang tertinggi biasanya dalam detoksikasi (hati) dan ekskresi (ginjal).
17
Akumulasi logam berat dalam tubuh organisme tergantung pada konsentrasi logam
berat dalam air/lingkungan, suhu, keadaan spesies dan aktifitas fisiologis (Connel
kehidupan organisme terutama yang menjadi topik disini adalah spesies ikan
Darmono (2001). Salah satu jenis unsur kimia yang bisa menyebabkan terjadi
Logam Pb secara alami tersebar luas pada batu-batuan dan lapisan kerak
bumi (Clark, 1986). Logam ini termasuk ke dalam kelompok logam-logam golongan
IV-A dengan nomor atom 82 dan bobot 207,2. Penyebaran Pb di bumi sangat
sedikit yaitu 0,0002 % dari seluruh lapisan bumi. Logam Pb terdapat di perairan
baik secara alamiah ataupun sebagai dampak dari aktifitas manusia. Logam ini
samping itu, proses korosifikasi dari batuan mineral akibat hempasan gelombang
dan angin, juga merupakan salah satu jalur sumber Pb yang akan masuk ke dalam
perairan (Palar, 2004). Konsentrasi Pb yang mencapai 188 mg/l, dapat membunuh
ikan. Sedangkan krustase setelah 245 jam akan mengalami kematian, apabila pada
sebagian besar diserap oleh ikan melalui insang sehingga akumulasinya paling
banyak didapatkan pada insang daripada organ lainnya. Kadar kromium pada
perairan tawar biasanya kurang dari 0,001 mg/l dan pada perairan laut sekitar
0,00005 mg/l. Kromium trivalen biasanya tidak ditemukan pada perairan tawar;
18
sedangkan pada perairan laut sekitar 50% kromium merupakan kromium trivalen
amanbagi kehidupan akuatik adalah sekitar 0,05 mg/l (Moore, 1991 dalam Effendi,
2003). Kadar kromium 0,1 mg/l dianggap berbahaya bagi kehidupan organisme laut
(Effendi, 2003). Kadar maksimum kromium untuk keperluan air baku air minum dan
organ respirasi, dan dapat juga menyebabkan timbulnya kanker pada manusia
(Palar, 2004).
mudah teroksidasi oleh udara bebas dan gas amonia (NH3) (Palar, 2004). Dalam
biota perairan jumlah logam yang terakumulasi akan terus mengalami peningkatan
(biomagnifikasi) dan dalam rantai makanan biota yang tertinggi akan mengalami
sakit, panas pada bagian dada, penyakit paru-paru akut dan menimbulkan
bebas, akan tetapi lebih banyak ditemukan dalam bentuk persenyawaan atau
sebagai senyawa padat dalam bentuk mineral seperti CuCO 3+ dan CuOH+ (Palar,
2004). Di perairan alami tembaga (Cu) terdapat dalam bentuk partikulat, koloid dan
terlarut. Fase terlarut merupakan Cu2+ bebas dan ikatan kompleks, baik dengan
kompleks dengan ligan organik, terutama adalah oleh material humus. Ikatan
kompleks Cu yang terjadi dalam sedimen laut adalah yang paling stabil, sementara
yang terbentuk dalam kolom air laut stabilitasnya paling rendah (Moore dan
debu, dan atau partikulat-partikulat Cu yang ada dalam lapisan udara yang dibawa
turun oleh hujan (Laws, 1993). Secara non alamiah, Cu masuk ke dalam suatu
tatanan lingkungan sebagai akibat dari aktivitas manusia seperti buangan industri
dalam tubuh sangat sedikit namun diperlukan dalam proses fisiologis organisme.
berbagai jenis alga, cyanobakteria, dan organisme perairan lainnya. Namun jika
Pada perairan alami, kadar tembaga biasanya < 0,02 mg/L. Air tanah dapat
dalam badan perairan laut adalah 0,002 mg/L sampai 0,005 mg/L (Palar,1994).
Batas konsentrasi dari unsur ini yang mempengaruhi pada air berkisar antara 1 – 5
Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004, Tentang Baku Mutu Air Laut, konsentrasi
20
tembaga yang diperbolehkan untuk biota laut (budidaya perikanan) adalah 0,008
mg/L.
suatu yang berhubungan erat dengan produktivitas perairan, sebagai nilai mutu
lingkungan yang ditimbulkan oleh interaksi dari semua unsur atau komponen
(fisika, kimia dan biologi) dalam suatu kesatuan ekosistem. Daya dukung (carrying
capacity) merupakan areal dimana populasi organisme akuatik akan ditunjang oleh
kawasan atau volume perairan tanpa mengalami penurunan mutu atau deteriorasi).
mutu dan sumber air (asin dan tawar), arus dan pasang surut (hidro-oceanografi),
topografi, klimatologi daerah pesisir dan hulu. Scone dalam Prasetyawati (2001)
membagi daya dukung lingkungan menjadi dua yaitu daya dukung ekologis
capacity). Daya dukung ekologis adalah jumlah maksimum organisme dalam suatu
dapat pula dibedakan atas kesesuaian lahan sekarang (present land suitability),
yaitu kesesuaian lahan yang dinilai berdasarkan keadaan lahan pada saat
lahan untuk tujuan penggunaan tertentu, melalui penentuan nilai (kelas) lahan serta
pola tata guna lahan yang dihubungkan dengan potensi wilayahnya, sehingga
dari lingkungan yang menggambarkan jumlah limbah yang dapat dibuang kedalam
kemampuan air atau sumber air dalam menerima pencemaran limbah tanpa
daya dukung lingkungan pesisir menjadi kemampuan badan air atau peraian di
Budidaya laut adalah budidaya biota laut yang hidup dalam air laut. Ini
berarti bahwa air laut merupakan medium dimana biota laut tersebut hidup, tumbuh
dan berbiak lebih baik. Air laut merupakan kebutuhan pokok, baik kuantitas maupun
Menurut Hamzah (2009) salah satu dampak yang dapat dilihat sebagai
pesisir. Hal ini merupakan konsekuensi logis adanya kegiatan pembukaan lahan
yang sangat masif pada wilayah-wilayah yang menjadi target eksploitasi. Lahan
yang semula bervegetasi, setelah dilakukan eksploitasi menjadi areal yang terbuka
tanpa vegetasi. fisik tanah rusak, sehingga mudah tererosi. Kondisi tanah yang
perkembangan organisme budidaya, dan pada kondisi yang ekstrim hal ini dapat
Selain itu, semakin masifnya sedimentasi di daerah pada perairan pesisir secara
Perikanan budidaya laut baru dimulai awal tahun 1980-an sehingga tingkat
optimal dibandingkan dengan potensi yang ada di perairan laut dan pantai. Di sisi
lain komoditi perikanan budidaya laut memiliki nilai ekonomis tinggi di pasar local
dan ekspor seperti ikan kerapu, baronang, kakap, kerang mutiara dan rumput laut
(Dahuri, 2001).
budidaya ikan untuk memanfaatkan potensi kekayaan laut secara produkif. Sejak
Apung (KJA) pada sekitar tahun 1978 di Indonesia, maka usaha budidaya laut terus
meningkat dari waktu ke waktu. Kondisi ini didukung oleh pemintaan pasar
komoditi ikan laut di pasar local maupun ekspor. Beberapa jenis ikan ikan laut yang
ekonomis yang dapat dibudidayakan antara lain ikan kerapu, kakap dan baronang
dinyatakan dalam suatu kisaran tertentu (Erlina, 2006). Sementara itu, perairan
menyelesaikan daur hidupnya (Boyd, 1982). Menurut Ismoyo (1994) kualitas air
adalah suatu keadaan dan sifat-sifat fisik, kimia dan biologi suatu perairan yang
untuk air minum, pertanian dan perikanan, rumah sakit, industri dan lain
dengan peruntukannya.
digunakan sebagai air sumber dan air pemeliharaan harus selalu memenuhi
persyaratan baik parameter fisik, kimia dan biologi (Sastrawijawa. Dkk, 2001).
Salah satu indikator penentu untuk mengetahui kualitas perairan yang memenuhi
persyaratan tersebut adalah nilai produktivitas primer. Menurut (Odum, 1971 dalam
matahari oleh organisme produsen dalam bentuk bahan organik melalui proses
air bervariasi; 4) Perubahan kualitas air secara alami; 5) Faktor-faktor khusus yang
teknologi untuk memperbaiki kualitas air; 9) Kualitas air yang sesuai untuk
dideteksi oleh panca indera manusia yaitu melalui visual, penciuman, peraba dan
perasa. Perubahan warna dan peningkatan kekeruhan air dapat diketahui secara
visual, sedangkan penciuman dapat mendeteksi adanya perubahan bau pada air
serta peraba pada kulit dapat membedakan suhu air, selanjutnya rasa tawar, asin
dan lain sebagainya dapat dideteksi oleh lidah (indera perasa). Hasil indikasi dari
panca indera ini hanya dapat dijadikan indikasi awal karena bersifat subyektif, bila
diperlukan untuk menentukan kondisi tertentu, misal kualitas air tersebut telah
apakah kualitas air pada suatu perairan masih baik atau sudah kurang baik. Hal ini
dinyatakan dalam jumlah dan jenis biota perairan yang masih dapat hidup dalam
perairan (Hardjojo dan Djokosetiyanto, 2005; Effendi, 2003). Secara singkat kriteria
kualitas air untuk lokasi budidaya ikan dengan sistem keramba jaring apung dapat
Tabel 2.2. Baku Mutu Kualitas Air Untuk Kegiatan Budidaya Laut
Sumber : Modifikasi dari DKP (2002); KLH (2004); Gufron dan Kordi
(2005); Wibisono (2005); Romimohtarto (2003); Radiarta et al
(2003)
2.4.1.1. arus
Penyebaran kualitas air di badan air penerima, baik sungai, waduk dan laut,
sangat dipengaruhi oleh kecepatan arus dan debit air. Semakin cepat arus dan
semakin besar debit air maka penyebaran kualitas air semakin cepat dan semakin
27
luas (Goldburg, 2001). Arus laut jauh lebih rumit karena adanya gaya Coriolis, yakni
gaya yang diakibatkan oleh perputaran bumi dan adanya pasang surut yang
Adanya arus di laut disebabkan oleh perbedaan densitas masa air laut,
tiupan angin terus menerus diatas permukaan laut dan pasang-surut terutama di
daerah pantai (Widowati, 2004). Pasang surut juga dapat menggantikan air secara
total dan terus menerus sehingga perairan terhindar dari pencemaran (Winanto,
2004).
Arus mempunyai pengaruh positif dan negatif bagi kehidupan biota perairan
akibat pengikisan atau teraduknya substrat dasar berlumpur yang berakibat pada
kekeruhan sehingga terhambatnya fotosintesa. Pada saat yang lain, manfaat dari
penghilangan CO2 maupun sisa-sisa produk biota laut Kenyataan yang tidak dapat
adalah suhu air yang memungkinkan makhluk hidup dapat melakukan metabolisme
dan berkembangbiak. Suhu merupakan faktor fisik yang sangat penting di air,
menentukan massa jenis air, dan bersama-sama dengan tekanan dapat digunakan
poikiloterm, yang mana suhu tubuhnya naik turun sesuai dengan suhu lingkungan,
sebab itu semua proses fisiologis ikan dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Suhu
al,1994).
Organisme akan hidup baik pada kisaran suhu optimal. Menurut Nybakken
kisaran yang terbesar, dan perairan yang lebih dalam kisaran suhunya lebih kecil.
Pada estuaria dengan salinitas tertinggi, perbedaan suhu vertikal ini juga
sedangkan perairan yang lebih dalam didominasi atau seluruhnya terdiri dari air
laut.
Suhu air yang layak untuk budidaya ikan laut adalah 27 – 32 0C (Sunaryanto
et al., 2001). Kenaikan suhu perairan juga menurunkan kelarutan oksigen dalam
2004)
2.4.1.3. Kecerahan
penentu proses fotosintesis, atau disebut sebagai faktor pembatas bagi fitoplankton
pada beberapa faktor, antara lain absorpsi cahaya oleh air, panjang gelombang
cahaya, kecerahan air, pemantulan cahaya oleh permukaan laut, lintang geografik
perairan. Intensitas cahaya matahari merupakan faktor abiotik utama yang sangat
partikelpartikel dan warna air. Pengaruh kandungan lumpur yang dibawa oleh aliran
yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter pori 0.45 μm. Keberadaan
muatan padatan tersuspensi di perairan dapat berupa pasir, lumpur, tanah liat,
koloid serta bahan-bahan organik seperti plankton dan organisme lain. (Effendi,
2003 ; Satriadi dan Widada (2004). Konsentrasi dan komposisi MPT bervariasi
secara temporal dan spatial tergantung pada faktor-faktor fisik yang mempengaruhi
deposisi dan resuspensi sedimen (Widowati 2004). Padatan tersupensi dalam air
yang dimaksud dengan jalan mengukur dengan berbagai periode. Suatu kenaikan
mendadak, padatan tersuspensi dapat ditafsir dari erosi tanah akibat hujan
(Sastrawijaya, 2000). Pergerakan air berupa arus pasang akan mampu mengaduk
sedimen yang ada (Satriadi dan Widada, 2004). TSS berasal dari zat organik dan
organisme renik lainnya, sedangkan komponen anorganik terdiri dari detritus dan
jasad nabati perairan menurun dan produktivitas hayati perairan tersebut menjadi
rendah.
kadar muatan padatan tersuspensi di dalam perairan tidak boleh melebihi 1000
mg/L. Sedang (Kangkan, 2006) menganjurkan agar kandungan tersebut lebih kecil
400 mg/L. DKP (2002) menyatakan bahwa muatan padatan tersuspensi bagi
Total padatan terlarut merupakan bahan-bahan terlarut dalam air yang tidak
tersaring dengan kertas saring millipore dengan ukuran pori 0,45 μm. Padatan ini
terdiri dari senyawa-senyawa anorganik dan organik yang terlarut dalam air,
adalah bahan anorganik berupa ion-ion yang umum dijumpai di perairan. Sebagai
contoh air buangan sering mengandung molekul sabun, deterjen dan surfaktan
yang larut air, misalnya pada air buangan rumah tangga dan industri pencucian
(Marganof, 2007).
31
TDS yang tinggi dapat mengganggu biota perairan seperti ikan karena
2.4.1.6. Kedalaman
yang tidak terlalu dalam dibandingkan dengan budidaya ikan kerapu dan tiram
mutiara. Ikan kerapu sangat tergantung dari pakan buatan (artificial food), maka
untuk menjaga terakumulasinya sisa pakan pada dasar perairan, diharapkan ada
perbedaan jarak antara dasar perairan dengan dasar jarring (Kangkan, 2006).
Akumulasi yang terjadi berupa proses dekomposisi dari sisa pakan menghasilkan
senyawa organik. Kedalaman yang dianjurkan adalah berkisar 5-25 meter (DKP,
2002).
Pada perairan yang terbuka, oksigen terlarut berada pada kondisi alami,
perairan tidak sama dan bervariasi berdasarkan siklus, tempat dan musim. Kadar
32
oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian, musiman, pencampuran masa air,
pergerakan masa air, aktifitas fotosintesa, respirasi dan limbah yang masuk ke
badan air (Effendi, 2003). Kebutuhan oksigen pada ikan mempunyai dua
konsumtif yang tergantung pada metabolisme ikan (Ghufron dan Kordi, 2005).
oksigen antara tiap spesies tidak sama. Hal ini disebabkan adanya perbedaan
struktur molekul sel darah ikan yang mempunyai hubungan antara tekanan partial
oksigen dalam air dan dengan keseluruhan oksigen dalam sel darah (Brown and
Gratzek, 1980). Variasi oksigen terlarut dalam air biasanya sangat kecil sehingga
perairan sangat penting terkait dengan berbagai proses kimia biologi perairan.
Oksigen diperlukan dalam proses oksidasi berbagai senyawa kimia dan respirasi
dekomposisi bahan organik dalam perairan. Kelarutan oksigen diperoleh dari difusi
air dan hasil fotosintesa. Kadar oksigen terlarut yang sesuai bagi organisme
sebagai faktor pembatas yang penting (limiting factor), dimana tanpa ketersediaan
oksigen terlarut dalam air, kehidupan organisme tidak berlangsung. Dari segi
tersebut, kadar oksigen sangat penting bagi kelangsungan dan pertumbuhan biota
air. Menurut (Suminto, 1984 ) bagi perairan yang belum tercemar dan produktif;
hasil proses produksi (Photocyntesa (P) akan selalu lebih besar daripada
tidak sama. Beberapa jenis ikan dapat bertahan pada kondisi oksigen yang sangat
ekstrim. Hal ini disebabkan beberapa ikan memiliki pernapasan tambahan yang
mampu mengambil oksigen langsung dari udara (Fujaya, 2004). Kadar oksigen
terlarut dan pengaruhnya terhadap kelangsungan hidup ikan dalam Effendi (2003)
sebagai berikut :
Tabel 2.4. Kadar Oksigen Terlarut dan Pengaruhnya pada Kelangsungan Hidup Ikan
Kadar Oksigen Terlarut
(mg/l) Pengaruh Terhadap Kelangsungan Hidup Ikan
<03 Hanya sedikit yang bertahan
Akan menyebabkan kematian pada ikan jika berlangsung
0.3 – 1.0 lama.
Ikan akan hidup pada kisaran ini tetapi pertumbuhannya
1.0 – 5.0 akan lambat, bila berlangsung lama.
Pada kisaran ini, hampir semua organisme akuatik
>5.0 menyukainnya.
Sumber: Effendi (2003).
2.4.2.2. BOD5
jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk memecah
konsumsi oksigen tinggi yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen
suatu perairan (Hardjojo dan Djokosetiyanto, 2005). Perairan dengan nilai BOD5
tinggi mengindikasikan bahwa air tersebut tercemar oleh bahan organik. Lee et al.
(1978) dalam (Hartami, 2008). Bahan organik akan distabilkan secara biologi
perairan sampai pada tingkat terendah, sehingga kondisi perairan menjadi anaerob
Oxygen Demand) merupakan suatu uji yang menentukan jumlah oksigen yang
dibutuhkan oleh bahan oksidan. Uji COD biasanya menghasilkan nilai kebutuhan
oksigen yang lebih tinggi dibandingkan uji BOD karena bahan-bahan yang stabil
terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dengan uji COD.
dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat
35
didegradasi secara biologi maupun yang sukar didegradasi menjadi CO2 dan H2O.
Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organic
2.4.2.4. pH
dalam air, besarannya dinyatakan dalam minus logaritma dari konsentrasi ion H.
yang masam sedangkan nilai diatas 7 menunjukkan lingkungan yang basa, untuk
dan meningkatkan daya racun hasil metabolisme seperti NH3 dan H2S (Effendi,
2003). pH air berfluktuasi mengikuti kadar CO2 terlarut dan memiliki pola hubungan
terbalik, semakin tinggi kandungan CO2 perairan, maka pH akan menurun dan
36
demikian pula sebaliknya. Fluktuasi ini akan berkurang apabila air mengandung
anion dan kation, jenis dan daur hidup biota. Perairan basa (7 – 9) merupakan
perairan yang produktif dan berperan mendorong proses perubahan bahan organik
dalam air menjadi mineral-mineral yang dapat diassimilasi oleh fotoplankton (Cholik
et al., 2005).
sangat diperlukan dalam budidaya kultivan air payau. Bocek ed. (1991)
ikan, dimana secara umum pengaruh pH terhadap kultivan budidaya yaitu sebagai
air sumber untuk kegiatan budidaya, pH yang diperlukan adalah berkisar antara 7,0
2.4.2.5. Salinitas
oksida, semua bromida dan iodida digantikan dengan klorida dan semua bahan
organik telah dioksidasi (Effendi, 2003). Salinitas air laut bebas mempunyai kisaran
37
30-36 ppt (Brotowidjoyo et al, 1995). Sedangkan daerah pantai mempunyai variasi
salinitas yang lebih besar. Semua organisme dalam perairan dapat hidup pada
perairan yang mempunyai perubahan salinitas kecil (Hutabarat dan Evans, 1995).
berat garam dalam gram per kilogram air laut serta merupakan ukuran keasinan air
laut dengan satuan pro mil (0/00), salinitas merupakan parameter penunjuk jumlah
bahan terlarut dalam air. Zat-zat yang terlarut dalam air laut yang membentuk
garam adalah:
Unsur utama : Khlorida (Cl), Natrium/ Sodium (Na), Oksida Sulfat (SO4) dan
Magnesium (Mg).
Gas terlarut : gas Karbondioksida (CO2), gas Nitrogen (N2), gas Oksigen (O2).
Unsur hara : Silika (Si), Nitrogen (N), Phosphor (P).
Unsur runut : Besi (Fe), Mangan (Mn), Timbal (Pb) dan Air Raksa/ Merkuri (Hg).
faktor genetik spesies ikan tersebut. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran air
sungai (Presetiahadi, 1994). Di perairan lepas pantai yang dalam, angin dapat pula
kira-kira setebal 50-70 meter atau lebih tergantung dari intensitas pengadukan.
selanjutnya pada lapisan bawah terdapat lapisan pekat dengan degradasi densitas
yang besar yang menghambat pencampuran antara lapisan atas dengan lapisan
perairan, salinitas yang terlalu tinggi dan terlalu rendah dapat mengakibatkan
38
perairan laut maupun di perairan air tawar (Boney, 1983). Nutrien ini digunakan
dalam beberapa proses seperti fotosintesis, sintesa protein dan penyusun gen
serta pertumbuhan organisme (Weaton, 1977). (Bocek ed. 1991 dan Nybakken
hara yang potensial dalam pembentukan protein dan metabolisme sel. Kandungan
merupakan salah satu nutrien senyawa yang penting dalam sintesa protein hewan
ketersediaan nutrient (Alaerst dan Sartika, 1987). Konsentrasi nitrat berkisar antara
yang lebih tinggi dari batas toleransi dapat berakibat terhambatnya pertumbuhan.
Kandungan fosfat 0,1011 μg/l - 0,1615 μg/l merupakan batas yang layak untuk
organik dalam bentuk protoplasma, dan polifosfat atau senyawa organik terlarut
(Sastrawijaya, 2000). Fosfat dalam bentuk larutan dikenal dengan orthofosfat dan
merupakan bentuk fosfat yang digunakan oleh tumbuhan dan fitoplankon. Oleh
karena itu, dalam hubungan dengan rantai makanan diperairan ortofosfat terlarut
darat atau juga dari pengikisan batuan fosfor oleh aliran air dan dekomposisi
organisme yang sudah mati (Hutagalung dan Rozak, 1997). Seperti variable
oksigen dan salinitas, ortofosphat juga berada dalam nilai-nilai yang alami dalam
2.4.3.1. Plankton
mengikuti arus (Sastrawijaya, 2000), terdiri atas dua tipe yakni fitoplankton dan
karena menjadi bahan makanan bagi berbagai jenis hewan laut (Nybakken, 1992).
hidup melayang dalam air dan bergerak mengikuti arus. Plankton menurut jenisnya
terdiri dari plankton nabati (fitoplankton) dan plankton hewani (zooplankton). Dari
bersifat planktonik.
cukup, sehingga fitoplankton hanya dijumpai pada lapisan permukaan air atau
daerah-daerah yang kaya akan nutrien (Hutabarat dan Evans, 1995). Fitoplankton
sebagai pakan alami mempunyai peran ganda, yakni berfungsi sebagai penyangga
kualitas air dan dasar dalam rantai makanan di perairan atau yang disebut
makanan bagi zooplankton. Dalam jumlah yang tepat fitoplankton berperan penting
organik dari bahan anorganik. Salah satu cara untuk mengetahuinya adalah
2.4.3.2. Benthos
Benthos adalah biota yang hidup di atas atau di dalam sedimen dasar
2004), dan biasanya yang dianalisis adalah yang berukuran makro (> 1 mm),
bentos seringkali digunakan sebagai petunjuk bagi penilaian kualitas air (Susanto,
P. 2000).
41
benthos sebagai indikator adalah sifatnya relatif tidak bergerak (non-mobile), tidak
tingkat species meski sudah diawet dalam waktu lama (Supriharyono, 2004).
Penyebaran komunitas bentos ditentukan oleh sifat fisika, kimia dan biologi
perairan (Sumarto, 2005). Sifat fisik perairan seperti kedalaman, kecepatan arus,
warna, kecerahan dan suhu air. Sifat kimia perairan antara lain, kandungan gas
terlarut, bahan organik, pH, kandungan hara dan faktor biologi yang berpengaruh
adalah komposisi jenis hewan dalam perairan diantaranya adalah produsen yang
merupakan sumber makanan bagi hewan bentos dan hewan predator yang akan