ii
ISSN 2086-7794
e-ISSN 2502-8804
Tiada kata yang dapat mewakili kegembiraan kami kecuali ucap syukur kepada Tuhan Yang
Maha Esa karena dapat menerbitkan Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Volume 10,
Nomor 3, Desember 2019. Lima makalah yang kami terbitkan kali ini dengan tema geofisika
untuk kebencanaan, geologi lingkungan, dan kebencanaan hidrometeorologis masing-masing
satu makalah, serta gempabumi dua makalah.
Makalah pertama menyajikan hasil analisis anomali medan magnet untuk identifikasi formasi
batuan dan struktur patahan di sekitar Sesar Oyo, dengan judul makalah; Pemodelan 2D dan
3D Metode Geomagnet untuk Interpretasi Litologi dan Analisis Patahan di Jalur Sesar Oyo.
Makalah kedua menjelaskan tentang ancaman bencana kekeringan meteorologis berdasarkan
atas analisis curah hujan di Pulau Bintan, dengan judul makalah; Ancaman Kekeringan
Meteorologis di Pulau Kecil Tropis akibat Pengaruh El-Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD)
Positif, studi kasus: Pulau Bintan. Makalah ketiga membahas tentang faktor geologi lingkungan
untuk analisis kelayakan lokasi bangunan pada daerah rawan longsor, dengan judul makalah;
Peranan Geomorfologi dalam Perencanaan Bangunan pada Zona Ancaman Longsor Tinggi di
Kawasan Geopark Karangsambung-Karangbolong Bagian Utara. Makalah keempat menyajikan
hasil analisis terhadap episenter dan hiposenter gempabumi tanggal 23 hingga 28 Januari 2018,
dengan judul makalah; Analisis Sumber Gempa Bumi Lebak 23 Januari 2018. Makalah terakhir
menganalisis probabilitas kejadian gempabumi di wilayah Pulau Sumatera pada rentang
magnitudo 5,6 – 6,7 dengan judul makalah; Mengukur Peluang Kejadian Gempa Bumi dengan
Lompatan Magnitudo di Wilayah Pulau Sumatera.
Atas nama Dewan Redaksi dan Dewan Penerbit, kami ucapkan terima kasih kepada mitra
bestari, editor, peneliti, fungsional, dan para ahli di bidangnya masing-masing yang ikut serta
mengirimkan buah karyanya ke jurnal kami. Semoga kerja sana yang telah berjalan dengan baik
ini tetap dipertahankan dan hasil penelitian yang telah dipublikasikan menjadi bermanfaat bagi
para pembacanya.
Salam,
iii
ISSN 2086-7794
e-ISSN 2502-8804
v
vi
ISSN 2086-7794
e-ISSN 2502-8804
vii
INDEKS ABSTRAK ARTIKEL Volume 10 No.3, Desember 2019
JURNAL LINGKUNGAN DAN BENCANA GEOLOGI
viii
ISSN 2086-7794
e-ISSN 2502-8804
ix
INDEKS ABSTRAK ARTIKEL Volume 10 No.3, Desember 2019
JURNAL LINGKUNGAN DAN BENCANA GEOLOGI
x
ISSN 2086-7794
e-ISSN 2502-8804
the rainfall analyzes that has produced information THE ROLE OF GEOMORPHOLOGY IN
about drought warning on Bintan island due to BUILDING PLANNING IN THE HIGH
climate phenomena. The basic data used are rainfal
LANDSLIDE
observation data of BMKG(Kijang) station in 1980 –
2017 periods and the CHIRPS rainfall data (Climate HAZARD ZONE IN THE GEOPARK
Hazard Infrared Red Precipitation with Station) in KARANGSAMBUNG-KARANGBOLONG
1981 – 2017 periods, which are satelite rainfall data
that have been corrected for in-situ stations, with a ABSTRACT
spatial resolution of 0.05 °. The relationship between
rainfall and climate phenomena has been analyzed Karangsambung is a Geological Nature Reserve
using time function statistics. The drought warning that is part of the National Geopark. The function
was analyzed by Standardized Precipitation Index of education, conservation, tourism and community
(SPI). The analysis shows that rainfall of Bintan island empowerment makes the development focus of the
is very sensitive to climate phenomena where there are local government on geopark. Equitable development,
a very strong correlation between rainfall and ENSO especially important sectors in the geopark area, is
(El-Nino Southern Oscillation) phenomenon of with needed. The threat of landslides in the northern part of
a value of R = - 0.75 and with the IOD phenomenon the Karangsambung Karangbolong Geopark area has
(Indian Ocean Dipole Mode ) with a value of R = - high to moderate threat criteria and only a few have
0.75. This caused a long dry season during El Nino in low criteria. Research on landslides that have been
1982, 1997 and 2015. The SPI analysis results showed carried out has a small scale. This makes development
that the 1997 El Nino phenomenon caused high barriers especially for services if not mapped in
intensity (extreme dry) drought, 2015 El Nino caused detail strategic locations on local government land
a long duration of drought. Different conditions ownership. Research on soil movement has been done
occurred in the weak El Nino event in 2002, which a lot but still on a small scale in the form of spatial, but
only slightly affected rainfall in Bintan Island. The still rarely do research on a large scale. This study aims
results of the study indicate that there is a drought to conduct a site feasibility analysis that has ownership
warning in Bintan Island in the event of El-Nino and status by the Kebumen Regional Government in an
IOD (+) climate phenomena. The drought warning area prone to landslide threats. Status of landslide
is even higher if both mode of climate phenomenon threat the location can be used as a consideration for
occur simultaneously. It is necessary to manage water the Kebumen Regency in planning strategic buildings.
resources in Bintan island that considers climate The methods used in this study is an approach with
phenomena (ENSO and IOD), so that the negative field data, laboratory data and a spatial analysis
impacts that will be caused can be reduced. approach. The results obtained that physical buildings
in the form of offices can still be planned at certain
Keywords: ENSO, IOD, meteorological drought,
locations in the threat zone of high landslides. This
tropical small island,. site selection can be used as a reference for regional
development in order to support the development of the
Karangsambung-Karangbolong National Geopark..
Keywords: Karangsambung-Karangbolong Geopark,
DDC : 551 Kebumen, Landslides, Planing, Site selection.
JLBG, Vol. 10 No. 3: 139 - 148
xi
INDEKS ABSTRAK ARTIKEL Volume 10 No.3, Desember 2019
JURNAL LINGKUNGAN DAN BENCANA GEOLOGI
xii
JURNAL LINGKUNGAN DAN BENCANA GEOLOGI
Ida Narulita 1,3) Rahmawati Rahayu 2), Eko Kusratmoko 3), Supriatna 3),
dan Muhamad R.Djuwansah 1)
1)
Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI,Komplek LIPI, Jl Sangkuriang,Bandung Jawa Barat – Indonesia,
2)
Prodi Studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, ITB Gedung Labtek XI,
Jl Ganesha no.10, Bandung, Jawa Barat - Indonesia, dan
3)
Departemen Geografi, FMIPA, Universitas Indonesia, Gedung H, Kampus UI, Depok, Jawa Barat – Indonesia.
Naskah diterima 07 Februari 2019, selesai direvisi 18 November 2019, dan disetujui 25 November 2019
e-mail : ida.narulita@lipi.go.id
ABSTRAK
Sumberdaya air Pulau Bintan sangat tergantung pada curah hujan, informasi ancaman kekeringan meteorologis sangat
diperlukan dalam pengelolaan sumberdaya air di masa mendatang. Faktor kekeringan meteorologi merupakan faktor
utama yang berpotensi menurunkan daya dukung sumberdaya air pulau. Pulau Bintan adalah pulau kecil dengan batuan
penyusunnya granit dan batupasir Tuf, mempunyai daya-simpan dan berkelulusan air rendah. Aktifitas perekonomian
dan tingkat pertumbuhan penduduknya yang tinggi, berpotensi menurunkan daya dukung sumberdaya air. Studi ini
melakukan analisis curah hujan yang menghasilkan informasi ancaman kekeringan di pulau Bintan karena fenomena
iklim El-Nino dan IOD+. Data dasar yang digunakan adalah data curah hujan observasi Kijang periode 1980 – 2017
serta data curah hujan satelit CHIRPS, dengan resolusi spasialnya 0,05 ° x 0,05 ° periode 1981 – 2017. Hubungan antara
hujan dan fenomena iklim dianalisis dengan metode statistik fungsi waktu. Ancaman kekeringan dianalisis dengan
Standardized Precipitation Indeks (SPI) periode defisit 3, 6 dan 12 bulan. Hasil analisis menunjukkan curah hujan di
pulau Bintan sangat sensitif terhadap fenomena iklim, korelasi sangat kuat antara curah hujan dengan ENSO dengan
nilai R= - 0,75 dan dengan IOD dengan nilai R=- 0,75. Hal ini menyebabkan musim kemarau yang cukup panjang saat
terjadi El-Nino di tahun 1982, 1997 dan 2015. Hasil analisis SPI menunjukkan fenomena El-Nino 1997 menyebabkan
kekeringan dengan intensitas yang sangat tinggi (ekstrim kering), El-Nino 2015 menyebabkan kekeringan dengan
intensitas tinggi, durasi panjang. El-Nino lemah tahun 2002, sedikit mempengaruhi curah hujan. Adanya ancaman
kekeringan di Pulau Bintan apabila terjadi fenomena iklim El-Nino dan IOD (+). Ancaman semakin tinggi bila kedua
moda fenomena terjadi bersamaan. Pengelolaan sumberdaya air di pulau Bintan perlu mempertimbangkan fenomena
iklim (ENSO dan IOD), agar dampak negatif yang akan ditimbulkan dapat ditekan.
Kata kunci : ENSO, IOD, kekeringan meteorologi, Pulau kecil tropis.
ABSTRACT
The information on the threat of the meteorological drought warning is needed on Bintan Island on the management
of water resources in the future. The water resources of Bintan Island are dependent on rainfall, so the meteorological
drought factor is the main factor that has the potential to reduce the carrying capacity of the island’s water resources.
127
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 10 No. 3, Desember 2019: 127 - 138
Bintan Island is a small island with its constituent rocks which mostly have low water storage and water permeability,
namely granite and tuff sandstones. On the other hand Bintan island have highly economic activity and a high
population growth rate currently, which has the potential to reduce the water resources carrying capacity of Bintan
Island. This study obtained the rainfall analyzes that has produced information about drought warning on Bintan
island due to climate phenomena. The basic data used are rainfal observation data of BMKG(Kijang) station in 1980
– 2017 periods and the CHIRPS rainfall data (Climate Hazard Infrared Red Precipitation with Station) in 1981 – 2017
periods, which are satelite rainfall data that have been corrected for in-situ stations, with a spatial resolution of 0.05
°. The relationship between rainfall and climate phenomena has been analyzed using time function statistics. The
drought warning was analyzed by Standardized Precipitation Index (SPI). The analysis shows that rainfall of Bintan
island is very sensitive to climate phenomena where there are a very strong correlation between rainfall and ENSO
(El-Nino Southern Oscillation) phenomenon of with a value of R = - 0.75 and with the IOD phenomenon (Indian
Ocean Dipole Mode ) with a value of R = - 0.75. This caused a long dry season during El Nino in 1982, 1997 and
2015. The SPI analysis results showed that the 1997 El Nino phenomenon caused high intensity (extreme dry) drought,
2015 El Nino caused a long duration of drought. Different conditions occurred in the weak El Nino event in 2002,
which only slightly affected rainfall in Bintan Island. The results of the study indicate that there is a drought warning
in Bintan Island in the event of El-Nino and IOD (+) climate phenomena. The drought warning is even higher if both
mode of climate phenomenon occur simultaneously. It is necessary to manage water resources in Bintan island that
considers climate phenomena (ENSO and IOD), so that the negative impacts that will be caused can be reduced.
Keywords: ENSO, IOD, meteorological drought, tropical small island,.
128
Ancaman Kekeringan Meteorologis di Pulau Kecil Tropis akibat Pengaruh
El-Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) Positif, studi kasus: Pulau Bintan
(Setiawan drr., 2017). Informasi ini berguna untuk dan IOD(+). Tingkat (intensitas) kekeringan
membangun strategi pengelolaan sumberdaya diidentifikasi melalui analisis “Standardized
air yang tepat untuk mengurangi kerugian dan Precipitation Indeks” (SPI) untuk memperoleh
kerusakan karena kekeringan akibat fenomena informasi surplus dan minus curah hujan tahunan
iklim. dalam satu perhitungan (Patel, drr., 2007).
Secara umum pulau-pulau kecil rentan terhadap Lokasi penelitian terletak antara 0° 48’ 12.4” - 1°
kelangkaan air bersih, kerentanannya bertambah 13’ 47 “ LU dan 104°12’ 44.6” - 104°39’ 55.6”
dengan adanya fenomena iklim (L.A. Nurse BT. Laju pertambahan penduduk di Pulau Bintan
drr., 2014) . Pulau Bintan dengan luas 1.175 km2 sekitar 1,34 persen (BPS, 2017) lebih tinggi dari
tergolong pulau kecil yang memiliki sumberdaya laju pertambahan penduduk rata rata Indonesia.
air yang terbatas dan rentan terhadap kondisi Pulau Bintan beriklim tropis dengan temperatur
ekstrim iklim. Tingginya aktifitas di Pulau Bintan rata-rata terendah 23,9°C, kelembaban udara 85%.
menyebabkan terjadi ketidak seimbangan antara Puncak hujan terjadi dua kali dalam satu tahun,
ketersediaan air dengan kebutuhan air. Ketersediaan yaitu bulan April dan Desember. Curah hujan
air di Pulau Bintan terus menurun sementara tahunan rata-rata berkisar antara 2.700 mm – 3.500
permintaan air terus meningkat (Santoso, 2015). mm. Curah hujan cukup tinggi (Manik drr., 2014).
Geologi Pulau Bintan tersusun oleh batuan tertua
Makalah ini membahas ancaman kekeringan
berumur Tersier berupa granit yang tersebar di
meteorologis (intensitas dan durasi) yang
pinggiran utara timur dan tenggara pulau, dan
diakibatkan oleh El-Nino dan IOD (+), melalui
sedikit andesit yang secara setempat terdapat di
analisis data curah hujan. Analisis data curah hujan
bagian tengah dan tenggara pulau. Bagian terluas
observasi digunakan untuk mencari nilai korelasi
pulau bagian tengah dan barat disusun oleh
antara curah hujan dengan indeks iklim ENSO dan
batupasir berumur Plio-Plistosen. Sedikit batuan
IOD untuk melihat respon curah hujan terhadap
sedimen resen terdapat di pelembahan sungai-
fenomena iklim. Hasil analisis berupa informasi
sungai yang mengalir ke arah selatan pulau. Pulau
durasi kekeringan akibat fenomena iklim El-Nino
Bintan memiliki daerah dengan jenis batuan
129
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 10 No. 3, Desember 2019: 127 - 138
dengan kesarangan yang berpotensi menyimpan dengan metode Statistical Bias Correction (Piani
air, tetapi dengan adanya sebaran batuan yang drr., 2010) atau Quantile Based Bias Correction
kedap serta lapisan-lapisan yang berkelulusan (Inomata drr., 2011). SPI adalah indeks normalisasi
rendah menghambat aliran airtanah sehingga yang mewakili peluang terjadinya jumlah curah
menurunkan daya simpan airtanah. Akibat dari hujan yang diamati dibandingkan dengan curah
kondisi geologi ini maka ketergantungan terhadap hujan di lokasi geografis stasiun tertentu selama
aliran permukaan akan sangat besar. Adanya periode waktu jangka panjang. SPI didasarkan pada
perubahan pola distribusi hujan akibat adanya probabilitas kumulatif dari peristiwa curah hujan
kondisi ekstrim akibat fenomena iklim berkaitan yang terjadi di stasiun selama minimal 30 tahun. SPI
degan aliran permukaan yang akan berpengaruh dibangun berdasarkan fungsi kepadatan peluang
terhadap ketersediaan sumberdaya air. (FKP) dari distribusi gamma guna mencocokkan
distribusi frekuensi dari jumlah curah hujan untuk
tiap stasiun. Data curah hujan stasiun selama 30
METODE PENELITIAN tahun dimasukkan ke distribusi Gamma (Wu, drr.,
Data dasar yang digunakan adalah data curah 2007) Nilai SPI negatif menunjukkan defisit hujan,
hujan satelit Climate Hazards Group InfraRed sedangkan nilai SPI positif menunjukkan surplus
Precipitation with Stations (CHIRPS), resolusi hujan.
waktu harian dan resolusi spasial 0.05o untuk
Penggunaan distribusi gamma digunakan dalam
periode 1981 – 2017. Resolusi spasial data satelit
proses transformasi karena paling ideal untuk
CHIRPS cukup detil (Dinku, drr., 2018), sehingga
menggambarkan data historis dari data hujan.
analisis yang dihasilkan diharapkan lebih akurat.
Perhitungan nilai SPI berdasarkan jumlah sebaran
Selain itu digunakan pula data curah hujan harian
gamma atau distribusi gamma adalah sebagai
observasi stasiun Kijang periode 1980 – 2017. Data
berikut:
satelit digunakan untuk analisis spasial kekeringan
meteorologis, untuk memahami tingkat kekeringan
G(x) = = α-1 −x β ⁄x
e dx ….........(1)
se pulau Bintan dengan periode minimal 30 tahun.
Respon curah hujan terhadap fenomena ENSO dan
Dipole Mode diperoleh dari nilai korelasi antara Dengan: α > 0 adalah bentuk parameter bentuk ,
curah hujan observasi dengan indeks iklim. Hal β > 0 adalah parameter skala dan X > 0 adalah
ini dilakukan karena indeks iklim yang digunakan jumlah curah hujan (mm).
berupa atu titik sehingga korelasi cukup dilakukan
Perhitungan SPI meliputi pencocokan fungsi
dengan data curah hujan observasi Kijang. Indeks
kepadatan probabilitas gamma terhadap distribusi
ENSO yang digunakan diambil dari Met Office
frekuensi dari jumlah curah hujan untuk setiap
Hadley Centre Observations datasets (Rayner drr.,
stasiun. Persamaan untuk mengoptimalisasi
2003). Indeks Dipole Mode (DMI) bulanan tahun
estimasi nilai α dan β sebagai berikut:
1980 – 2017 diunduh dari situs Jamstec: http://
www.jamstec.go.jp/ (Ashok drr., 2001). α= x £ ………….....................................……. (2)
Korelasi curah hujan terhadap Fenomena ENSO 𝑠 =√∑(𝑥−𝑥2) / (𝑛−1 ) …….........…………….. (3)
dan IOD diawali dengan “filtering” data observasi n = jumlah data pengamatan curah hujan
hujan menggunakan filter “high-pass“, untuk
memfokuskan pada signal-signal frekuensi Karena fungsi gamma tidak terdefinisi untuk x = 0
annual-interannual dan menghilangkan pengaruh maka, (𝑥) menjadi:
signal frekuensi rendah (decadal-interdecadal). H(x) = q+(1−q).G(x) ……. ……………....(4)
Nilai korelasi ditentukan antara anomali curah
hujan dengan indeks ENSO serta indeks IOD, Dengan: q = jumlah kejadian hujan = 0 (m) /
menggunakan persamaan korelasi untuk dua jumlah data (n).
kelompok data time series, dengan skala waktu Perhitungan Z atau SPI untuk 0 < H(x) ≤ 0,5 adalah
musiman (MAM, JJA, SON, dan DJF).
Z = SPI = −(t− c0+c1t+c2t2/1+d1+d2t2+d3t3 ) …….(5)
Analisis potensi kekeringan digunakan data
CHIRPS dengan metoda Standardized Precipitation Dengan t=√ln( 1/ (H(x))2)……….........………..(6)
Index (SPI). Data hujan satelit CHIRPS dikoreksi Perhitungan nilai SPI untuk 0,5 < H(x) ≤ 1,0 adalah
130
Ancaman Kekeringan Meteorologis di Pulau Kecil Tropis akibat Pengaruh
El-Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) Positif, studi kasus: Pulau Bintan
Z=SPI= (t- c0+c1t+c2t2 1+d1+d2t2+d3t3 ) ………(7) Tabel 1. Menunjukkan korelasi tertinggi terjadi
pada bulan Juli, Agustus dan September dengan
Dengan t=√ln( 1/ 1-(H(x))2) …………......……(8)
nilai korelasi – 0.75 dengan lag -1. Nilai lag-1
Dengan: berarti signal ENSO di bagian timur Samudera
c0 = 2,515517, c1 = 0,802853, c2 = 0,010328, d1 = pasifik direspons terlambat satu bulan di Pulau
1,432788, d2 = 0,189269, d3 = 0,001308 Bintan. Korelasi negatif artinya bila terjadi
kenaikan temperatur permukaan laut di wilayah
Probabilitas kumulatif H(x) tersebut kemudian bagian timur samudra Pasifik akan menurunkan
ditransformasikan ke dalam standar random jumlah curah hujan di daerah yang diamati.
variabel Z dengan nilai rata-rata 0 dan variasi Kenaikan temperatur permukaan laut di atas
1. Nilai yang diperoleh z tersebut merupakan normalnya di wilayah bagian timur samudra
nilai SPI. Nilai dalam SPI menunjukkan kondisi Pasifik mengakibatkan angin bergerak dari Barat
yang dibandingkan dengan curah hujan rata-rata. ke Timur sehingga konveksi akan terjadi cukup
Apabila nilai SPI positif berarti menunjukkan kuat di bagian Timur Samudera Pasifik (HENDON,
lebih besar dari curah hujan rata-rata. Apabila nilai 2003), mengakibatkan penurunan jumlah curah
SPI negatif maka menunjukkan kurang dari hujan hujan di Pulau Bintan. Dan sebaliknya penurunan
ratarata. Tingkat kekeringan atau kebasahan suatu temperatur permukaan laut di bawah normalnya di
daerah pada tahun tertentu dapat diklasifikasikan bagian timur Samudera Pasifik berkorelasi dengan
menjadi beberapa kategori nilai indeks kekeringan peningkatan jumlah curah hujan. Korelasi sangat
SPI (Hayes, drr., 1999) kuat terjadi di bulan Juli Agustus September yaitu
di masa transisi dari musim kemarau ke musim
hujan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Korelasi anomali hujan dengan indeks ENSO dapat Korelasi anomali hujan dengan indeks Dipole
dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. Mode dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 1. Nilai korelasi dan Tingkat Signifikasi anomali curah hujan Pulau Bintan dengan indeks ENSO.
131
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 10 No. 3, Desember 2019: 127 - 138
Tabel 2. Nilai korelasi dan Tingkat Siknifikasi anomali curah hujan Pulau Bintan dengan indeks Dipole Mode
Pada Tabel 2. menunjukkan korelasi tertinggi Respon curah hujan terhadap fenomena El-Nino
terjadi pada bulan Juli, Agustus dan September, dan IOD+ bersamaan pada tahun 1997/1998
dengan nilai korelasi – 0.75 dengan lag -2. Artinya (Gambar 2.) di pulau Bintan ditandai dengan
signal Dipole Mode direspon terlambat dua bulan anomali negatif curah hujan yang cukup tinggi
oleh curah hujan di Pulau Bintan. Korelasi yang (berarti) di sepanjang tahun. Pada tahun 1997/1998,
cukup kuat antara curah hujan bulanan dengan Pulau Bintan mengalami 12 bulan dengan curah
fenomena Dipole Mode di Pulau Bintan terjadi hujan di bawah nilai normalnya, dan hanya tujuh
pada bulan transisi dari musim kemarau ke musim bulan mengalami curah hujan di atas normalnya.
hujan. Korelasi negatif menunjukkan apabila Pada tahun-tahun normal, di Pulau Bintan tidak
terjadi Dipole Mode positif , yaitu suhu permukaan pernah ada bulan kering (curah hujan bulanan di
laut lebih menghangat dari normalnya di Samudera bawah 100 mm). Pada 1997/1998 terjadi musim
Hindia Barat, sedangkan di bagian Timur lebih kemarau yang cukup lama, pada bulan bulan
dingin dari normalnya (N. H. Saji, 2003), dimana curah hujan tinggi, jumlahnya menurun
mengakibatkan angin bergerak dari Timur ke Barat secara berarti (tinggi), meskipun nilainya masih
sehingga wilayah Indonesia mengalami penurunan dalam batas normal. Musim kemarau panjang
curah hujan, demikian juga di Pulau Bintan. Hasil dan berkurangnya pasokan air saat musim hujan,
korelasi menunjukkan bahwa pengaruh ENSO dan menjadi penyebab kekeringan di Pulau Bintan.
Dipole Mode sama sangat kuat di pulau Bintan.
Perbedaannya hanya ada jeda waktu respon curah
Respon Hujan terhadap Fenomena El Nino 2015
hujan yang terlambat satu bulan antara kedua Stasiun Kijang, pulau Bintan, Kepulauan Riau
400 3
fenomena tersebut.
Indeks Nino 3.4 dan Dipole Mode
300
2
200
1
100
Anomali Hujan
400 -2
-300
2
300
-400 -3
200 Anomali Hujan Indeks Nino 3.4 Indeks Dipole Mode
Anoma li Hujan
1
100
0 0
-100 1996 1997 1998 1999
-1
-200
Ta hun Gambar 3. Respon hujan terhadap fenomena El Nino tahun
-300
-2 2015.
-400
-500 -3
Anomali Hujan Indeks Nino 3.4 Indeks Dipole Mode
Fenomena El Nino tahun 2015 direspon dengan
musim kemarau yang panjang di pulau Bintan,
Gambar 2. Respon hujan terhadap fenomena El Nino dan yaitu selama delapan bulan yang ditandai dengan
Dipole Mode + thn 1997 , dan La Nina tahun 1998. nilai anomali hujan lebih kecil dari -100 (Gambar
132
Ancaman Kekeringan Meteorologis di Pulau Kecil Tropis akibat Pengaruh
El-Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) Positif, studi kasus: Pulau Bintan
3). Pada tahun 2015 hanya terdapat empat bulan Hasil perhitungan SPI 6, dan 12 di beberapa
dengan curah hujan yang normal. Gambar 3. titik di pulau Bintan menunjukkan adanya
menunjukkan bahwa fenomena El-Nino kuat tahun keterkaitan antara kekeringan dengan fenomena
2015 sangat mempengaruhi variabilitas curah hujan iklim. Fenomena El-Nino pada tahun 1982/1983,
di Pulau Bintan. Kondisi ini cukup mengganggu 1997/1998 dan 2015/2016 direspon dengan
ketersediaan sumberdaya air di Pulau Bintan. berkurangnya curah hujan yang diindikasikan
dengan nilai SPI < -1 dalam tahun tersebut. Nilai
Perhitungan Standardize Precipitation Indeks
SPI 6 dan 12 pada tahun 1982/1983 adalah -1
(SPI) dilakukan untuk melihat adanya ancaman
sampai -1,8 yang berarti Pulau Bintan dalam
kekeringan, analisis dilakukan di seluruh pulau
kondisi agak kering sampai kering. Sedangkan pada
Bintan. Di bawah ini diambil sebagai sampel dua
tahun 1997/1998 nilai SPI 6 dan 12 menunjukkan
titik yang berada di daerah pemukiman yaitu di kota
nilai -1,3 – (-3,9) yang berarti agak kering sampai
Tanjungpinang (AZ), dan di daerah dengan tutupan
sangat kering (ekstrim kering). Pada tahun
vegetasi di Gunung Kijang (CM). Pada makalah
2015/2016 terjadi kembali musim kering dengann
ini dilakukan perhitungan SPI untuk periode defisit
nilai SPI berkiar antara -1,2 – (-2,6) yang berarti
6 dan 12 bulan (SPI 6 dan SPI 12).
agak kering sampai sangat kering (ekstrim kering).
133
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 10 No. 3, Desember 2019: 127 - 138
Gambar 5. Distribusi spatial Nilai Indeks Kekeringan (SPI 3, SPI 6 dan SPI 12) Pulau Bintan
Durasi kekeringan tahun 2015/2016 termasuk Penggambaran distribusi spasial nilai indeks
paling panjang selama periode pengamatan (1981 kekeringan (SPI) Pulau Bintan dapat dilihat pada
– 2017). Sementara tahun 1997/1998 telah terjadi Gambar 5. di atas. Fenomena El Nino kuat tahun
kekeringan dengan intensitas kekeringannya 1982 direspon dengan bulan sangat kering –
paling tinggi selama periode tahun pengamatan kering pada SPI 3. Sedangkan pada SPI 6 dan 12
(Lihat Gambar 2.). menunjukkan kondisi kering. Artinya fenomena El
134
Ancaman Kekeringan Meteorologis di Pulau Kecil Tropis akibat Pengaruh
El-Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) Positif, studi kasus: Pulau Bintan
Nino 1982 direspon dalam variasi hujan bulanan IOD terhadap variabilitas hujan di Indonesia
kering sampai sangat kering. Pada tahun 1997 beragam antar wilayah. Menurut Aldrian drr.,
dimana terjadi El-Nino kuat nilai SPI 3, 6 dan 2007 variabilitas curah hujan di Indonesia sangat
12 pada bulan Agustus, September dan Oktober kuat dipengaruhi oleh ENSO kecuali untuk
menunjukkan nilai SPI < -3. Artinya fenomena El daerah bagian Barat Laut Indonesia (Widodo,
Nino 1997 menyebabkan musim kering ekstrim – drr., 2007). Berdasarkan penelitian (Widodo drr.,
kering sepanjang tahun. Demikian juga El Nino 2007) untuk daerah Indonesia bagian Barat Laut
kuat tahun 2015 direspon dengan bulan kering Indonesia fenomena yang kuat mempengaruhi
sepanjang tahun dengan nilai SPI < -2 . Intensitas bukanlah ENSO (El-Nino/LaNina) tapi IOD. Hasil
kekeringan di Pulau Bintan tertinggi terjadi pada penelitian Tjasyono drr., 2008 , menunjukkan
tahun 1997, dimana nilai SPI nya < -3. Pada tahun bahwa pengaruh El-Nino kuat pada daerah yang
2015 terjadi bulan kering yang cukup lama juga, mempunyai tipe hujan monsun, lemah pada
akan tetapi nilai intensitas kekeringannya lebih daerah dengan sistem equatorial dan tidak jelas
rendah dibandingkan tahun 1997. Hal ini sebagai pada daerah dengan sistim lokal. Akan tetapi hasil
akibat adanya 2 fenomena yang terjadi bersamaan analisis dalam makalah ini menunjukkan bahwa
yaitu El-Nino dan IOD+ di tahun 1997. Fenomena variabilitas curah hujan di Pulau Bintan yang
El-Nino lemah tahun 2002 direspon dengan bulan bertipe ekuatorial dan berada di Bagian Barat Laut
normal di setiap bulannya sepanjang tahun 2002 Indonesia, ternyata masih sangat kuat dipengaruhi
(Gambar 4 dan Gambar 5). oleh fenomena ENSO (El-Nino/La-Nina) maupun
IOD. Sejumlah studi yang berkaitan dengan
Informasi variabilitas curah hujan sangat penting
pengaruh ENSO dan IOD dengan kekeringan di
untuk Pulau Bintan karena sumberdaya airnya
Indonesia telah dilakukan sebelumnya (Aldrian
yang terbatas, dimana sumberdaya air di Pulau
and Susanto, 2003; Ashok drr., 2001; D’Arrigo
Bintan sangat tergantung pada curah hujan.
and Smerdon, 2008; HENDON, 2003), hasil studi
Variabilitas curah hujan bulanan, dan musiman di
mereka menunjukkan bahwa kekeringan siknifikan
Pulau Bintan seperti pada umumnya di Indonesia,
berkorelasi dengan ENSO dan IOD dan akan
terutama dipengaruhi oleh dua sistem Monsun
bertambah intensitasnya apabila fenomena terjadi
yaitu Monsun basah/Monsun Asia yang bersamaan
secara bersamaan. Penelitian yang telah dilakukan
dengan perpindahan posisi zona konvergensi antar
masih sedikit yang melakukan kajian mengenai
tropik (ITCZ) pada bulan November – Maret dan
karakteristik spasial dan temporal dari kekeringan
Monsun kering/Monsun Australia dari bulan Mei –
meteorologi akibat pengaruh dari fenomena iklim
September (Aldrian and Susanto, 2003). Meskipun
global. Karena setiap daerah akan mempunyai
sistem monsun ini terjadi secara periodik, awal
dampak yang berbeda dalam ruang dan waktu
musim hujan dan musim kemarau tidak selalu
untuk fenomena global yang sama dan pada tahun
sama sepanjang tahun. Hal ini disebabkan oleh
yang sama (Setiawan drr., 2017).
adanya pengaruh fenomena iklim global, yaitu
El-Nino/La Nina (Tjasyono drr, 2008) dan Indian Secara geografis letak Pulau Bintan tidak langsung
Ocean Dipole Mode yang dikenal dengan IOD terbuka terhadap Samudera Hindia dan Samudera
(Ashok drr., 2001). El Niño dan IOD (+) yang Pasifik akan tetapi terbuka dengan Laut Cina
memberikan kontribusi terhadap penurunan curah Selatan. Posisi geografis ini seharusnya pengaruh
hujan sehingga menyebabkan kondisi yang lebih monsun lebih kuat dibandingkan pengaruh
kering dari normalnya di Indonesia (Halpert dan dari fenomena di Samudera Pasifik dan Hindia
Ropelewski, 1992; N. H. Saji, 2003), sebaliknya (Tjasyono drr., 2008) Akan tetapi hasil analisis
La-Nina dan IOD(-) menyebabkan kondisi yang dalam makalah ini menunjukkan bahwa pengaruh
sebaliknya. El Nino dan IOD (+) akan menurunkan fenomena iklim di Samudera Pasifik dan Samudera
jumlah curah hujan tahunan dan musiman di Hindia cukup kuat di Pulau Bintan ini. Pengaruh
Indonesia terutama pada bulan Juni-Juli-Agustus yang kuat dari kedua fenomena iklim dapat
dan September-Oktober dan Nopember. El Nino dilihat dari korelasi antara indeks ENSO dan IOD
dan IOD (+) akan memperpanjang musim kemarau terhadap curah hujan menunjukkan korelasi negatif
atau memperpendek musim hujan (Tjasyono drr., sama kuat yaitu -0.75 pada saat musim transisi
2008; Ashok drr., 2001). dari musim kemarau ke musim hujan (Tabel 1
dan Tabel 2). Akibatnya apabila terjadi anomali
Besar dampak kejadian El-Nino/La-Nina dan
135
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 10 No. 3, Desember 2019: 127 - 138
positif/negatif suhu permukaan laut di Samudera cukup siknifikan seperti yang terjadi pada tahun
Hindia dan Samudera Pasifik akan menyebabkan 1997/1998. Di sepanjang bulan pada tahun tersebut
penurunan/kenaikkan curah hujan yang cukup terjadi periode defisit. Apabila terjadi El-Nino
siknifikan. Adanya fenomena El-Nino dan IOD tanpa IOD (+) yang terjadi pada tahun 1982 dan
(+) yang terjadi secara bersamaan pada tahun 2015 telah mengakibatkan terlambatnya musim
1997/1998 mengakibatkan panjangnya musim hujan dan panjangnya musim kemarau dengan
kemarau di tahun tersebut, dimana dalam tahun intensitas kekeringan dari normal sampai kering.
1997 hanya tiga bulan yang mempunyai curah Hal ini menunjukkan bahwa fenomena iklim global
hujan sedikit di atas normal, sisa bulan yang lain (ENSO dan IOD), mempengaruhi variabilitas
mempunyai curah hujan di bawah normal. Kondisi curah hujan dan ini akan mempengaruhi suplai air
ini bisa dilihat pada Gambar 2. di Pulau Bintan.
Anomali positif suhu permukaan laut Samudera Saat tahun normal sebagai contoh di tahun 2017,
Pasifik (El-Nino) dan Samudera Hindia (IOD+) dimana tidak adanya fenomena iklim menunjukkan
yang terjadi secara bersamaan pada tahun bahwa Pulau Bintan selama bulan transisi adalah
1997/1998, telah menyebabkan kemarau sangat dalam kondisi normal sampai basah (Gambar 5).
panjang di tahun tersebut (Lihat Gambar 3). Hal ini dapat dilihat dari nilai SPI nya dimana SPI
Tingginya intensitas kekeringan pada tahun 3, 6 dan 12 adalah berkisar > 0. Wilayah bagian
1997/1998 ditunjukkan dengan nilai SPI 3 (defisit Utara dan Tengah Pulau Bintan menunjukkan
3 bulan), 6 (defisit 6 bulan) dan 12 (defisit 12 daerah yang relatif basah dibandingkan wilayah
bulan) berkisar antara -1,5 sampai - 3,9 yang berarti bagian Selatan.
telah terjadi kondisi kering sampai sangat kering
Kondisi geologi Pulau Bintan mempunyai daya
(ekstrim kering) pada tahun itu (Lihat Gambar
simpan air rendah, mengakibatkan ketergantungan
4.). Distribusi spasial kekeringan menunjukkan
terhadap aliran permukaan akan sangat besar dan
seluruh pulau Bintan mengalami kekeringan
adanya perubahan pola distribusi hujan akan sangat
dengan intensitas kering sampai sangat kering
berpengaruh terhadap ketersediaan sumberdaya
(ekstrim kering), lihat Gambar 5.
air. Informasi tentang karakteristik spasial dan
Fenomena El-Nino kuat pada tahun 2015/2016 temporal dari kekeringan akan bermanfaat untuk
tanpa diiikuti IOD (+) menunjukkan pengaruh menetapkan strategi yang tepat dalam pengelolaan
yang cukup kuat juga pada variabilitas curah hujan, sumberdaya air misalnya untuk melakukan
dimana pada tahun tersebut terjadi bulan sangat penampungan air yang akan digunakan dalam
kering sepanjang tahun dengan nilai SPI antara masa kekeringan, karena kebijakan pengelolaan
-0,5 sampai -2,5, yaitu kondisi agak kering sampai yang umum tidak dapat diterapkan untuk semua
sangat kering. El Nino kuat tanpa diikuti oleh IOD wilayah dan periode waktu. Setiap wilayah akan
(+) pada tahun 2015 menyebabkan panjangnya mempunyai pola pengelolaan sumberdaya air yang
musim kemarau dan terlambatnya musim spesifik terhadap ruang dan waktu.
hujan. El-Nino dan IOD (+) yang terjadi pada
tahun 1997/1998 telah menyebabkan intensitas
kekeringan sangat kering yang ditunjukkan dengan KESIMPULAN
nilai SPI nya sampai -3,9 (Gambar 4.). Besarnya Variabilitas curah hujan di Pulau Bintan yang
intensitas kekeringan akibat adanya fenomena merupakan Pulau kecil di equator dengan tipe hujan
iklim El Nino tahun 2015/2016 bervariasi di ekuatorial sangat kuat dipengaruhi oleh dua moda
sepanjang Pulau Bintan, wilayah yang relatif lebih fenomena iklim, yaitu ENSO (El-Nino/LaNina)
kering di musim transisi pada tahun 2015/2016 dan IOD. Akibatnya fluktuasi curah hujan antar
adalah di pulau Bintan bagian Selatan. tahunannya sangat dipengaruhi oleh dua moda ini.
Hal ini ditunjukkan dengan korelasi negatif yang
Tingginya ancaman kekeringan dengan intensitas
sangat kuat antara indeks iklim Nino 3.4 dan indeks
sangat kering di Pulau Bintan yang ditunjukkan
iklim Dipole Mode dengan curah hujan bulanan di
dengan nilai nilai SPI < -2, ini berkaitan dengan
Pulau Bintan. Analisis SPI menunjukkan bahwa
adanya fenomena iklim global El-Nino dan
adanya fenomena El-Nino dan IOD+ yang terjadi
IOD (+) yang terjadi secara bersamaan. Apabila
secara bersamaan ataupun tidak, akan menjadi
terjadi El Nino dan IOD (+) secara bersamaan
ancaman kekeringan di Pulau Bintan. El-Nino yang
akan menyebabkan penurunan curah hujan yang
136
Ancaman Kekeringan Meteorologis di Pulau Kecil Tropis akibat Pengaruh
El-Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) Positif, studi kasus: Pulau Bintan
137
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 10 No. 3, Desember 2019: 127 - 138
challenges and opportunities. International Patel, N. R., Chopra, P. and Dadhwal, V. K., 2007.
Journal of Disaster Resilience in the Built Analyzing spatial patterns of meteorological
Environment, 3(2), pp. 166–180. doi: drought using standardized precipitation
10.1108/17595901211245260. index. Meteorological Applications, 336(12
October), pp. 329–336. doi: 10.1002/met.
Hayes, M. J. et al., 1999. Monitoring the
1996 Drought Using the Standardized Piani, C. et al., 2010. Statistical bias correction
Precipitation Index. Bulletin of the American of global simulated daily precipitation
Meteorological So, 80(3), pp. 429–438. and temperature for the application of
hydrological models. Journal of Hydrology.
HENDON, H. H., 2003. Indonesian Rainfall
Elsevier B.V., 395(3–4), pp. 199–215. doi:
Variability : Impacts of ENSO and Local
10.1016/j.jhydrol.2010.10.024.
Air – Sea Interaction. Journal of Climate,
16(11), pp. 1775–1790. Rachmawati, L., 2015. Untuk Pemenuhan
Kebutuhan Air Bersih Di Pulau-Pulau Kecil
Inomata, H., Takeuchi, K. and Fukami, K.,
Belitung Dan Bintan’, Jurnal Kependudukan
2011. Developpment Of A Statistical Bias
Indonesia, 10(2), pp. 109–124.
Correction Method For Daily Precipitation
Data of GCM 20. Journal of Japan Society Rayner, N. A. et al., 2003. Global analyses of
of Civil Engineers, 67(4), pp. 247–252. sea surface temperature , sea ice , and
night marine air temperature since the
Irawan, B., 2006. Fenomena anomali iklim el
late nineteenth century. JOURNAL OF
nino dan la nina: kecenderungan jangka
GEOPHYSICAL RESEARCH, 108(D14),
panjang dan pengaruhnya terhadap produksi
pp. 1–22. doi: 10.1029/2002JD002670.
pangan’, Forum Penelitian Agro Ekonomi,
24(1), pp. 28–45. Santoso, D. H., 2015. Kajian Daya Dukung Air
di Pulau Bintan, Propinsi Kepulauan Riau.
Kusnawa, K. S., 1994. Peta Geologi Lembar
Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan, 7
Tanjungpinang, Sumatera skala 1 : 250.000.
no 1, pp. 18–28.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi,
Bandung. Bandung: Pusat Penelitian dan Setiawan, A. M., Lee, W. S. and Rhee, J.,
Pengembangan Geologi, Bandung. 2017. Spatio-temporal characteristics of
Indonesian drought related to El Niño
L.A. Nurse, R.F.Mclean, J. Agard, L.P
events and its predictability using the multi-
Briguglio, V.Duvat-Magnan, N.Pelesikoti,
model ensemble. International Journal of
E.Tompkins, A. W., 2014. Small Islands.
Climatology, 37(13), pp. 4700–4719. doi:
Cambridge University Press, Cambridge,
10.1002/joc.5117.
United Kingdom and New York, NY, USA.
Available at: https://hal.archives-ouvertes. Tsakiris, I. N. G., 2009. Assessment of Hydrological
fr/hal-01090732 . Drought Revisited. Water Resources
Management, 23(5), pp. 881–882. doi:
Manik, T. K., Rosadi, B. and Nurhayati, E.,
10.1007/s11269-008-9305-1.
2014. Mengkaji dampak perubahan iklim
terhadap distribusi curah hujan lokal di Widodo, F. H., Aldrian, E. and Du, L., 2007.
propinsi Lampung. Forum Geografi, 28(1), Seasonal variability of Indonesian rainfall in
pp. 73–86. Available at: http://hdl.handle. ECHAM4 simulations and in the reanalyses :
net/11617/4793. The role of ENSO. Theoretical and Applied
Climatology, 87(1–4), pp. 41–59. doi:
Masnellyarti, H., 2008. TATA RUANG DAN
10.1007/s00704-006-0218-8.
PERUBAHAN IKLIM. Seminar Kerusakan
Lingkungan. Kementrian Lingkungan Wu, H. et al., 2007. Appropriate application of
Hidup, pp. 1–6. the Standardized Precipitation Index in arid
locations and dry seasons. International
Michael S. Halpert and Chester F. Ropelewski.,
Journal of Climatology, 21(1), pp. 65–79.
1992. Surface Temperature Pattern
doi: 10.1002/joc.
Associated with the Southern Oscillation.
Journal of Climate, 5(6), pp. 577–593.
N. H. Saji, T. Y., 2003. Possible impacts of Indian
Ocean Dipole mode events on global
climate. CLIMATE RESEARCH, 25(2), pp.
151–169.
138
ISSN 2086-7794
e-ISSN 2502-8804
Terima kasih
Kepada para penelaah/reviewers
Tim Penyunting/Scientific Editor
171
INDEKS ABSTRAK ARTIKEL Volume 10 No.1, April 2019
JURNAL LINGKUNGAN DAN BENCANA GEOLOGI
172
ISSN 2086-7794
e-ISSN 2502-8804
timur Bali. Potensi momen magnitudo (Mw) gempa pengarah aliran sungai (krib), membuat drainase
bumi yang dihasilkan oleh subduksi, sesar belakang bawah permukaan. Pada lokasi longsor perlu dibuat
Flores Barat, sesar belakang Flores Timur, sesar Selat terasering. Perlu dilakukan usaha mencegah longsor
Lombok, serta sesar lokal di pantai timur Bali masing- pada lokasi lain yang berpotensi longsor dengan
masing momen magnitudo Mw 7,1; Mw 6,6; Mw 6,8; mencegah terjadinya infiltrasi air permukaan ke dalam
Mw 5,8; dan Mw 5,2. tanah. Dari analisis stabilitas lereng, nilai FS = 0,306
Kata kunci: GPS, pergeseran, regangan, sumber dan apabila dilakukan penguatan tebing maka nilai
gempa bumi FS= 1,022
Kata kunci: Drainase Bawah Permukaan, Infiltrasi,
Longsor, Stabilitas Lereng
DDC : 551
JLBG, Vol. 10 No. 1: 19 - 27 DDC : 551
JLBG, Vol. 10 No. 1: 29 - 37
Rokhmat Hidayat1) dan Moh. Dedy Munir2)
Willy Hermawan1) dan Acep Ruchimat2)
1)
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi
Balai Litbang Sabo, Puslitbang Sumber Daya Air, Mineral dan Batubara
Badan Litbang, Kementerian PUPR Jalan Jenderal Sudirman 623 Bandung, Jawa Barat -
Sopalan, Maguwoharjo, Yogyakarta - Indonesia Indonesia
e-mail: rokhmathidayat33@yahoo.com 2)
Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan
Jalan Diponegoro No 57 Bandung, Jawa Barat -
Indonesia
e-mail : terrawilly@gmail.com ; acep_tg@yahoo.
LONGSOR DI SUNGAI co.id
CIPUNAGARA DAN DESAIN
PENANGANANNYA PEMODELAN GROUND
PENETRATING RADAR
MENGGUNAKAN SPLIT STEP
ABSTRAK
DAN FINITE DIFFERENCE TIME
Pada hari Jum’at, 18 Desember 2015, telah terjadi DOMAIN (FDTD) MODELLING
longsor pada tebing Sungai Cipunagara, Desa
Pesanggrahan, Kecamatan Kasomalang, Subang.
PADA SALURAN AIR SUNGAI
Longsor menyebabkan rusaknya lahan pertanian dan CIKAPAYANG
membendung sungai. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis penyebab longsor dan menentukan ABSTRAK
metode penanganannya. Lokasi longsor mempunyai
Pemodelan Ground Penetrating Radar (GPR)
karakteristik material tanah berupa material
diperlukan untuk membantu saat interpretasi data
lepas. Longsor terjadi pada tebing sungai dengan
dari profil GPR. Pemodelan ini bertujuan untuk
kemiringan lereng 1:1. Pemicu longsor diindikasikan
melihat respon GPR dan penjalaran gelombang medan
karena daerah tersebut merupakan zona infiltrasi air
listrik ketika menjalar pada saluran air dan melihat
dari saluran irigasi, hujan, genangan sawah, dan juga
pengaruh ada tidaknya air dari saluran air. Pemodelan
karena erosi pada tebing sungai. Berdasarkan faktor
ini menggunakan software MATGPR buatan
penyebab longsor maka untuk menjaga agar diperoleh
Tzanis dengan berbasis matlab. Pada penelitian ini
lereng yang stabil, disampaikan 5 (lima) rekomendasi
dilakukan pemodelan berdasarkan algoritma metode
yaitu membuat saluran irigasi kedap air, membuat area
split step modelling (Bitri dan Grandjean, 1998) dan
pertanian kering, membuat struktur penguat tebing/
173
INDEKS ABSTRAK ARTIKEL Volume 10 No.1, April 2019
JURNAL LINGKUNGAN DAN BENCANA GEOLOGI
Finite Difference Time Domain (FDTD) modelling pesisir yang sangat bagus untuk dikembangkan.
(Irving dan knight, 2006). Pemodelan ke depan Namun, pengembangan pariwisata tidak terlepas pada
menggunakan 2 model kasus yaitu saluran air berisi penyediaan sarana dan prasarana pariwisata, salah
air dan saluran air tidak berisi air. Pengukuran data satunya penyediaan air bersih. Penentuan karakteristik
dilaksanakan pada tanggal 16 Februari 2014. Lokasi hidrogeokimia dan penentuan indeks kualitas airtanah
pengukuran dilakukan di bagian barat kompleks (Water Quality Index) merupakan salah satu metode
gedung perkantoran Pusat Air Tanah dan Geologi Tata penilaian kelayakan airtanah di Simulue Timur. Air
Lingkungan (PATGTL) - Badan Geologi, Bandung tanah di kawasan pesisir Simulue Timur didominasi
Jawa Barat. Pada lokasi tersebut tersingkap saluran air oleh unsur HCO3, dengan nilai rasio Cl/HCO3 <0,5
Sungai Cikapayang yang tersingkap akibat amblesan yang mengindikasikan air tanah tidak terpengaruh
tanah. Dari hasil pemodelan dengan menggunakan air laut, sedangkan rasio Na/Cl >1 mengindikasikan
algoritma split step modelling dapat memperlihatkan air tanah mengalami proses hidrolisis airtanah. Fasies
pola refleksi hiperbola dari batas atas dan batas hidrokimia airtanah Simulue Timur terdapat 5 jenis
bawah saluran air masing – masing pada waktu t = fasies yaitu Mg-HCO3, Ca-HCO3, percampuran CaNa-
20 ns dan t= 50 ns, keberadaan air ditunjukan dengan HCO3, Na-HCO3, Na-SO4, tetapi secara keseluruhan
perlambatan waktu sebesar 5 ns sedangkan pada di dominasi oleh fasies Mg-HCO3. Rasio dari
pemodelan algoritma FDTD dari Irving dan Knight Na+K/ (Na+K+Ca) sebagai fungsi dari TDS juga
dapat memperlihatkan batas-batas saluran air dari menunjukkan bahwa kimia airtanah Simeulue Timur
medan listrik Ey yang menjalar di dalam saluran air. didominasi oleh interaksi batuan (formasi) dengan
Selain itu, keberadaan air dapat dibedakan dengan airtanah. Klasifikasi indek kualitas air tanah di pesisir
melihat penurunan amplitudo medan listrik. Simuelue menunjukkan bahwa secara keseluruhan air
Kata-kata kunci: FDTD modelling, GPR, Pemodelan tanah masuk dalam kategori excellent water (sangat
ke depan, Split – step modelling baik) dan kategori good water (baik).
Kata kunci: hidrokimia, indeks kualitas airtanah,
kualitas airtanah, pesisir, simeulue
DDC : 551
JLBG, Vol. 10 No.1: 39 - 50
DDC : 551
1) 2) JLBG, Vol. 10 No.1: 1 - 10
Wisnu Arya Gemilang , Hendra Bakti
1
Loka Riset Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir,
Ardli Swardana,
Kementerian Kelautan dan Perikanan Boedi Tjahjono, Sobri Effendy
2
Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Bandung, Jawa
Barat – Indonesia
Program Studi Mitigasi Bencana Kerusakan Lahan,
Institut Pertanian Bogor
Jalan Raya Padang-Painan KM.16, Padang, Sumatra
Jl. Raya Dramaga, Babakan, Dramaga, Babakan,
Barat – Indonesia
Dramaga, Bogor, Jawa Barat 16680 - Indonesia
e-mail: wisnu.gemilang@yahoo.co.id
e-mail : parthawardana@gmail.com
174
ISSN 2086-7794
e-ISSN 2502-8804
volcanic materials and caused damages in Kediri, ISLAND BASED ON GPS DATA
Blitar, and Malang to Yogyakarta. The purpose of this
research is to predict the pattern of distribution and
thickness of pyroclastic fall materials of Kelud Volcano
as hazard factor in the future. The research conducted ABSTRACT
from January to December 2016. The determination The periodic survey on Lombok Island shows a
of hazard is using Volcanic Risk Information System horizontal displacement of GPS site to the northeast
(VORIS) with u and v wind input as well as amount of at a velocity of 6.65 mm/yr to 22.76 mm/yr. Generally
volcanic material. The output of this modeling is the for vertical displacement is up with ranges at 2.40
thickness of volcanic material as hazard factor that is mm/yr to 559.86 mm/yr. Central and southern Lombok
classified into three classes i.e high, medium, and low. undergoes extensive negative dilatation, while in
The modeling results show that volcanic materials the northeast is positive one. Lombok Island is also
of Kelud volcano have various patterns which is experiencing a shear strain that is generally negative.
circular and elliptical with dominant to west and The result of modeling indicates that the deformation
southwest direction. Based on the VORIS modeling, in Lombok is mostly contributed by Indo-Australia
the furthest distribution of volcanic material reached subduction, West Flores back-arc Thrust, East Flores
Ponorogo, Trenggalek, and Indian Ocean. High back-arc Thrust, Lombok Strait Fault, and local fault
hazard distribution is concentrated around Kelud at eastern coast of Bali, with magnitude moment (Mw)
volcano and decreases with increasing distance from 7.1; 6.6; 6.8; 5.8; and 5.2 respectively.
the eruption center. If eruption happened in Southwest
Keywords: GPS, displacement, strain, earthquake
monsoon, all research site (31,403 Ha) will be hit by
source
volcanic material, so that hazard’s level be higher. If
eruption happened in northeast monsoon, the area hit
by volcanic materials is fewest among the others.
Keywords: hazards, Kelud Volcano, pyroclastic fall, DDC : 551
VORIS JLBG, Vol. 10 No. 1: 19 - 27
175
INDEKS ABSTRAK ARTIKEL Volume 10 No.1, April 2019
JURNAL LINGKUNGAN DAN BENCANA GEOLOGI
on the river bank which has 1:1 slope. Its triggers profiles. The aim of this research is to determine GPR
was because it was become infiltration zone of water response due to water channel and influence of presence
from irrigation canals, rain, inundation of rice fields, of water filled and not filled in the water channel. This
and also due to erosion on river banks. Based on the modeling using MATGPR software’s by Tzanis, which
causing factors, in order to increase slope stability, based on matlab code. In this research, the modelling
there are five (5) recommendations i.e. to create method based on the split-step modeling algorithms
the impermeable for irrigation channels, to make (Bitri and Grandjean, 1998) and Finite Difference
the dry farming area, to construct gabion to slope Time Domain (FDTD) modeling (Irving and Knight,
strengthness, to arrange directional flow of the river 2006). Forward modeling uses the two case models.
(crib), and to create a subsurface drainage. At the The first case of water channel filled with water and
location of landslide, it is needed also to make some the second case is not filled water. Data acquisition
terraces. In other locations, it is needed to prevent is held on February 16, 2014. Location measurements
water infiltration into the soil as well. Furthermore, conducted in the western part of the office building
from the slope stability analysis before the occurrence, Center of Groundwater and Environmental Geology
we have the value of FS = 0.306 and after making the (PATGTL) - Geological Agency, Bandung, West Java.
slope stronger by gabion, the value of FS becoming At those locations there is Cikapayang water channel
= 1.022 expose due to ground subsidence. The results of split-
Keywords: Subsurface Drainage, Infiltration, step algorithm show the hyperbole reflection pattern
Landslide, Slope Stability on top and bottom of water channel at t = 20 ns and t
= 50 ns respectively. In addition, the presence of water
filled in the water channel is determined by delay
time 5 ns. From the results of the FDTD algorithm
can determine boundaries of water channel from
DDC : 551 propagating the electric field Ey in the water channel.
JLBG, Vol. 10 No. 1: 29 - 37 In addition, the presence of water can be distinguished
by the reduction in electric wavefield amplitude.
Keywords: FDTD modelling , GPR, Forward
Willy Hermawan1) dan Acep Ruchimat2) modelling, split – step modelling
1)
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi
Mineral dan Batubara
Jalan Jenderal Sudirman 623 Bandung, Jawa Barat - DDC : 551
Indonesia JLBG, Vol. 10 No.1: 39 - 50
2)
Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan
Jalan Diponegoro No 57 Bandung, Jawa Barat - Wisnu Arya Gemilang1), Hendra Bakti2)
Indonesia
e-mail : terrawilly@gmail.com ; acep_tg@yahoo.
co.id 1)
Loka Riset Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir,
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Jalan Raya Padang-Painan KM.16, Padang, Sumatra
GROUND PENETRATING RADAR Barat – Indonesia
MODELLING USING SPLIT STEP AND
2)
Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Bandung, Jawa
Barat – Indonesia
FINITE DIFFERENCE TIME DOMAIN
e-mail: wisnu.gemilang@yahoo.co.id
(FDTD) ON WATER CHANNEL OF
CIKAPAYANG RIVER
ASSESSMENT OF HYDROCHEMISTRY
ABSTRACT AND UNCONFINED GROUNDWATER
Ground Penetrating Radar (GPR) forward modelling QUALITY AT EAST SIMEULUE
is required to help interpretation of the GPR data COASTAL AREA, ACEH PROVINCE
176
ISSN 2086-7794
e-ISSN 2502-8804
177
INDEKS ABSTRAK ARTIKEL Volume 10 No.2, Agustus 2019
JURNAL LINGKUNGAN DAN BENCANA GEOLOGI
178
ISSN 2086-7794
e-ISSN 2502-8804
merupakan struktur yang berfungsi sebagai bangunan Persebaran mata air di sekitar perbukitan karst
penangkap sedimen debris atau lahar yang biasa Watuputih menunjukkan kawasan tersebut memiliki
ditempatkan pada sungai di gunungapi. Bangunan potensi air tanah yang tinggi. Kehadiran mata air
ini bermanfaat dalam mengendalikan lahar atau karst tersebut sebagai akibat dari kondisi geologi
debris terutama yang terjadi disebabkan oleh hujan yang didominasi oleh batuan karbonat yang mudah
yang lebat. Keberadaan bangunan sabo tidak hanya larut dan struktur geologi yang intensif. Penelitian
berfungsi untuk mengendalikan bencana lahar tetapi ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik daerah
juga dapat dijadikan pembelajaran ataupun studi serta infiltrasi air tanah berdasarkan analisis tekanan parsial
masuk dalam bidang pariwisata. Tujuan dari kajian CO2 (Pco2) dan indeks kejenuhan CaCO3 (SIc),
ini adalah untuk memperkenalkan fungsi bangunan dikombinasikan dengan analisis fasies kimia air tanah
sabo dan mempelajari nilai bangunannya serta dan kelurusan morfologi. Hasil analisis menunjukkan,
mengeksplorasi lingkungannya sebagai objek yang pada densitas kelurusan morfologi tinggi memiliki
merupakan pendukung dari geowisata Gunung Merapi nilai Pco2 rendah dan air tanah dalam kondisi jenuh
di Yogyakarta. Dari penelitian ini diketahui terdapat sedangkan pada densitas kelurusan morfologi
potensi yang cukup baik dari bangunan sabo sebagai rendah nilai Pco2 tinggi dan air tanah dalam kondisi
pendukung dari wisata Gunung Merapi. Potensi jenuh hingga tidak jenuh. Korelasi Pco2 dengan SIc
pariwisata yang timbul tidak hanya menjadi sebuah dikombinasikan dengan kondisi geologi dan fasies
sarana rekreasi tetapi dapat dijadikan pembelajaran kimia air tanah menghasilkan tiga tipe mata air, yaitu
bagi masyarakat terhadap bencana baik bencana (1) Nilai Pco2 tinggi, nilai SIc jenuh hingga tidak jenuh,
letusan maupun banjir lahar. fasies hidrokimia dominan Ca-Mg-HCO3, densitas
Kata kunci: Geowisata, Gunung Merapi, Lahar, Sabo morfologi rendah, lapisan soil tebal, dan media aliran
dam air tanah dominan jaringan pori memiliki infiltrasi
rendah; (2) Nilai Pco2 rendah, nilai SIc jenuh, fasies
hidrokimia dominan Ca-HCO3, densitas morfologi
tinggi, lapisan tanah tipis, dan media aliran air tanah
dominan jaringan pori dan rekahan batuan yang rapat,
tetapi mulai berkembang jaringan rongga, memiliki
DDC : 551 infiltrasi tinggi; dan (3) Nilai Pco2 sangat tinggi, nilai
JLBG, Vol. 10 No. 2: 77 - 89 SIc tidak jenuh, fasies hidrokimia Ca-Na-HCO3 dan
Ca-Mg-Cl-HCO3, densitas morfologi tinggi, lapisan
soil tebal, media aliran air tanah jaringan pori, dan
Nofi Muhammad Alfan Asghaf1,2), litologi batuan nonkarbonatan, memiliki infiltrasi
Boy Yoseph CSSS Alam1), Hendarmawan1) rendah.
Kata kunci: Densitas kelurusan, Indeks Kejenuhan
1) CaCO3, Infiltrasi, Tekanan parsial CO2.
Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran
Jalan Dipatiukur No. 35 Bandung 40132 Indonesia
2)
Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan
Jalan Diponegoro No 57 Bandung, Jawa Barat -
Indonesia
e-mail: geologialvan@gmail.com
DDC : 551
JLBG, Vol. 10 No. 2: 91 - 100
IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK
DAERAH INFILTRASI AIR TANAH Pupung Susilanto, Drajat Ngadmanto,
BERDASARKAN NILAI TEKANAN Bambang Sunardi, Supriyanto Rohadi
PARSIAL CO2 DAN INDEKS
KEJENUHAN CACO3 (SIC) DI Puslitbang BMKG, Jalan Angkasa 1 No. 2
PERBUKITAN KARST WATUPUTIH Kemayoran, Jakarta Pusat - Inodnesia
ABSTRAK e-mail: pupungsusilanto@gmail.com
179
INDEKS ABSTRAK ARTIKEL Volume 10 No.2, Agustus 2019
JURNAL LINGKUNGAN DAN BENCANA GEOLOGI
180
ISSN 2086-7794
e-ISSN 2502-8804
Dari kelima kerucut sinder yang dianalisis diketahui Subang and Kaliwangu Formation with the main
bahwa kerucut sinder Bukit Telu yang terletak pada lithology of claystone. Characterization of durability
kaki Slamet memiliki kelas morfometri kerucut 1. Hal of rock types is important to be done to support the
ini berarti intensitas erosinya paling rendah. Sementara technical aspects of the engineering activities around
itu, kerucut sinder Bukit Siremeng yang terletak di the area. The research method used was undisturbed
tubuh Slamet masuk ke dalam kelas kerucut 4 dan sampling in the field, wetting and drying processes in
memiliki intensitas erosi paling tinggi dibandingkan the form of disintegration index test, test for the clay
dengan keempat kerucut lainnya. mineralogy through X-ray diffraction (XRD) and test
Kata kunci: erosi gunungapi, Gunung Slamet, intensitas for the physical properties of rocks which includes
erosi, kelas kerucut, kerucut sinder, morfometri. the natural water content, dry density, porosity and
absorption. Research results show durability indexes
of the claystones have low values. Disintegration of
rocks takes place rapidly and indicates the behavior
of body slaking. Factors that affect durability of the
DDC : 551 claystones consist of porosity and absorption. The
JLBG, Vol. 10 No.2: 51 - 64 disintegration ratio tends to fall along with the rise
in the value of the porosity and the absorption of the
claystones.
Misbahudin1, 2), Imam Achmad Sadisun1)
Keywords: Cisumdawu, claystones, disintegration
ratio, durability.
1
Kelompok Keahlian Geologi Terapan, Program
Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi
Kebumian, Institut Teknologi Bandung, Jalan
DDC : 551
Ganesha No. 10 Bandung 40132 Indonesia
2
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknologi
JLBG, Vol. 10 No. 2: 65 - 76
Eksplorasi dan Produksi, Universitas Pertamina, Jalan
Teuku Nyak Arief, Kawasan Simprug, Kebayoran
Lama, Jakarta Selatan 12220 Moh. Dedi Munir
e-mail: misbahudin@universitaspertamina.ac.id
(laharic flood disaster). Laharic flood is an event structures. This study aims to determine characteristic
that is used as a focus because this event occurred of groundwater infiltration based on analysis of CO2
within a long time span of eruption until sometime partial pressure (Pco2) and Calcite Saturation Indices
after the volcano erupted. Sabo dam structure is a (SIc), combined with analysis of groundwater chemical
building that serves as a building catcher of debris or facies and morphological alignment. The results of the
lava sediment which commonly placed on a river in a analysis show that the high morphological alignment
volcano. This structure is useful in controlling lahar has a low Pco2 value and saturated groundwater while
or debris especially caused by heavy rain. It is also the morphological density is low, the Pco2 value is high
used as learning or study center in the field of tourism. and groundwater is saturated to unsaturated. Pco2 and
The purpose of this study is to introduce function of SIc correlation combined with geological conditions
sabo dam structure as well as to learn its value and to and groundwater chemical facies produces three types
explore it as an object that is part of the geotourism of of springs, namely (1) High Pco2 value, supersaturated
the Merapi Volcano in Yogyakarta. From this study, it to undersaturated SIc value, dominant hydrochemical
is known that there is a good enough potential of sabo facies of Ca-Mg-HCO3, low morphological density,
structure as part of the volcano tourism of Merapi. thick soil layer, and dominant groundwater flow
media of pore network, and low infiltration. (2) Low
Keywords: Geotourism, Merapi Volcano, Lahar, Sabo
Pco2 value, supersaturated SIc value, dominant
dam
hydrochemical facies of Ca-HCO3, high morphological
density, thin soil layer, and dominant groundwater flow
media in pore network and dense rock fractures, but
cavity network begins to develop, and high infiltration;
DDC : 551 and (3) a very high Pco2, undersaturated SIc, high
JLBG, Vol. 10 No. 2: 77 - 89 morphological density of hydrochemical facies of Ca-
Na-HCO3 and Ca-Mg-Cl-HCO3, thick soil layer, pore
Nofi Muhammad Alfan Asghaf1,2), flow network, and non-carbonate rock lithology, and
low infiltration.
Boy Yoseph CSSS Alam1), Hendarmawan1)
Keywords: Lineament density, the Calcite Saturation
Indices, Infiltratio, the CO2 partial pressure.
1)
Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran
Jalan Dipatiukur No. 35 Bandung 40132 Indonesia
2)
Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan
Jalan Diponegoro No 57 Bandung, Jawa Barat -
Indonesia DDC : 551
e-mail: geologialvan@gmail.com JLBG, Vol. 10 No. 2: 91- 100
182
ISSN 2086-7794
e-ISSN 2502-8804
ABSTRACT ABSTRACT
Located near the subduction zone and the presence Slamet Volcano has 35 cinder cones on its eastern
of local faults, Kulonprogo often feels the impact of slopes. These cones scatter and appear both on the
the earthquake shocks. This study aims to analyze the flank of Slamet Volcano and a small portion appear
shear wave velocity (Vs) as one of earthquake disaster at the Slamet Volcano’s foot. Theese cinder cones
mitigation efforts in Kulonprogo Regency. Vs value are monogenetic parasitic cones that appear after
is generated by processing 28 points measurement the Old Slamet Volcano formed. Although the
of Multichannel Analysis of Surface Wave (MASW) appearance of the Slamet Cinder Cone morphology
which spread in Kulonprogo area. Data processing is is almost entirely the same, but by using high
undertaken by making a curve that relates the phase resolution image data, its differences will can be
velocity – frequency and then picking on fundamental identified. From this morphological appearance,
mode and inversion process to get 1 dimensional shear morphometry can be calculated to determine its cone
velocity (Vs 1D) profile. The result of Vs 1D is used classification. Taylor, et al. (2003) says that cinder
to analyze the earthquake hazard level. The analysis cone morphometry classification is related to the
itself is performed on spatial Vs value and cross level of degradation or erosion of a cone. This study
sectional technique based on Vs 1D value. The results aims to identify the erosion intensity of Slamet cinder
show that Wates, Panjatan, Galur, and northside of cones based on cone morphometric classification.
Temon areas have a higher degree of earthquake The method used in this study is the morphometric
shock hazard than other areas in Kulonprogo. It is analysis using TerraSar satellite imagery to calculate
because of the area has a relatively lower Vs value cone parameters, such as cone shape, crater shape,
(soft soil type sediment and moderately thick soil relief, cone slope angle, and ratio of cone height/
type) than other areas in Kulonprogo Regency. cone base diameter. Five cinder cones has been
Key words: Kulonprogo, Shear Wave Velocity (Vs), choosen in order to represent the cone group that
MASW present in the flank of Slamet (medial facies) and
in the Slamet’s foot (distal facies) both solitary and
groups. The five cinder cones are Mt. Lingi/Pisang,
Mt. Kandanggotong, Mt. Siremeng, Mt. Batusanggar
and Mt. Telu. The cone morphometric classification
DDC : 551 1 shows the lowest erosion intensity with its
JLBG, Vol. 10 No.2: 101 - 114 characteristic such as perfect cone shape, visible and
deep crater shape, large slope angle, quite smooth
relief, and the quite high ratio of cone base height
Wilda Aini Nurlathifah1,2), Ildrem Syafri2), diameter. The greater number in the cinder cone
Johanes Hutabarat2), Agustina Djafar1) morphometric classsification means that the erosion
intensity is getting larger. From the five analyzed
1 cinder cones, it was found that the cone morphometry
Museum Geologi, Sekretariat Badan Geologi,
of Mt. Telu that located at the Slamet’s foot is class
Badan Geologi
1. This means it has the lowest erosion intensity.
Jalan Diponegoro No. 57 Bandung 40122 Indonesia
2 Meanwhile, the cinder cone of Mt. Siremeng which
Universitas Padjadjaran, Fakultas Teknik Geologi
located on the flank of Slamet grouped into class
Jalan Dipatiukur No. 35 Bandung 40132 Indonesia
4 . Mt. Siremeng has the highest erosion intensity
e-mail: wildaaini_geologi07@yahoo.com
compared to the other four cones.
Keywords: volcano erotion, Slamet Volcano,
erosion intensity, cone classification, cinder cone,
EROSION INTENSITY OF SLAMET morphometry.
CINDER CONES BASED ON CONE
MORPHOMETRIC CLASSIFICATION
183
INDEKS ABSTRAK ARTIKEL Volume 10 No.2, Agustus 2019
JURNAL LINGKUNGAN DAN BENCANA GEOLOGI
185
INDEKS ABSTRAK ARTIKEL Volume 10 No.3, Desember 2019
JURNAL LINGKUNGAN DAN BENCANA GEOLOGI
186
ISSN 2086-7794
e-ISSN 2502-8804
1)
Program Studi Fisika, Fakultas MIPA Universitas DDC : 551
Negeri Yogyakarta JLBG, Vol. 10 No. 3: 127 - 138
2)
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Moh. Dedi Munir
Stasium Geofisika Yogyakarta
e-mail :nugrohobudiwibowo@gmail.com
Ida Narulita 1,3) Rahmawati Rahayu 2), Eko
Kusratmoko 3), Supriatna 3),
2D AND 3D MODELING OF dan Muhamad R.Djuwansah 1)
GEOMAGNETIC METHOD FOR
LITOLOGY INTEPRETATION 1)
Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI,Komplek LIPI,
AND FAULT ANALYSIS AT OYO FAULT Jl Sangkuriang,Bandung Jawa Barat – Indonesia,
2)
Prodi Studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan
ABSTRACT Teknologi Kebumian, ITB Gedung Labtek XI,
Jl Ganesha no.10, Bandung, Jawa Barat - Indonesia,
Aftershocks of 2006 Yogyakarta earthquake had dan
hypocenter not along Opak Fault, but fromunidentified 3)
Departemen Geografi, FMIPA, Universitas
fault within 10-15 km east of the Gunung Kidul Indonesia, Gedung H, Kampus UI, Depok, Jawa
Mountain Range. The unidentified fault correlates Barat – Indonesia.
with the presence of the Oyo fault line. So it is e-mail : ida.narulita@lipi.go.id
necessary to study related to the existence of the Oyo
fault line. One of the geophysical methods that can
be applied to identify the presence of fault lines is the
THREAT OF METEOROLOGICAL
geomagnetic method. The aims of this study were to
determine the distribution of magnetic field anomaly DROUGHT ON TROPICAL SMALL
around Oyo Fault line area, to determine the structure ISLANDS CAUSED BY EL-NINO AND
of rocks around Oyo Fault line area, and to identify POSITIVE INDIAN OCEAN DIPOLE
Oyo Fault line based on geomagnetic modeling. Data (IOD) EFFECTS, CASE STUDY: BINTAN
were acquired with 35 observation points and space
ISLAND
between each point was 1,5 km. Data were processed
using diurnal correction, IGRF correction, reduction
to pole, and upward continuation. The modeling was ABSTRACT
done by analyzing magnetic field anomaly which had The information on the threat of the meteorological
been reducted to pole and upward continuation at drought warning is needed on Bintan Island on the
2500 m height. The results showed that the range of management of water resources in the future. The
magnetic field anomaly in the study area is 180 nT – water resources of Bintan Island are dependent on
660 nT, which shows the contrast of fault block. The rainfall, so the meteorological drought factor is
result of 2D modeling showed that the study area is the main factor that has the potential to reduce the
dominated by 3 rock formations which are basalts- carrying capacity of the island’s water resources.
andesitic of Nglanggran Formation, sandstone of Bintan Island is a small island with its constituent
Sambipitu Formation, and limestone of Wonosari rocks which mostly have low water storage and water
Formation. The result of 3D modeling showed that Oyo permeability, namely granite and tuff sandstones. On
Fault is strike-slip fault with 150 – 300 m depth. The the other hand Bintan island have highly economic
fault is divided into 2 segments, which has direction activity and a high population growth rate currently,
N120°E with 5,8 km length, and N160°E with 2,5 km which has the potential to reduce the water resources
187
INDEKS ABSTRAK ARTIKEL Volume 10 No.3, Desember 2019
JURNAL LINGKUNGAN DAN BENCANA GEOLOGI
carrying capacity of Bintan Island. This study obtained THE ROLE OF GEOMORPHOLOGY IN
the rainfall analyzes that has produced information BUILDING PLANNING IN THE HIGH
about drought warning on Bintan island due to
LANDSLIDE
climate phenomena. The basic data used are rainfal
observation data of BMKG(Kijang) station in 1980 – HAZARD ZONE IN THE GEOPARK
2017 periods and the CHIRPS rainfall data (Climate KARANGSAMBUNG-KARANGBOLONG
Hazard Infrared Red Precipitation with Station) in
1981 – 2017 periods, which are satelite rainfall data
that have been corrected for in-situ stations, with a
ABSTRACT
spatial resolution of 0.05 °. The relationship between
rainfall and climate phenomena has been analyzed Karangsambung is a Geological Nature Reserve
using time function statistics. The drought warning that is part of the National Geopark. The function
was analyzed by Standardized Precipitation Index of education, conservation, tourism and community
(SPI). The analysis shows that rainfall of Bintan island empowerment makes the development focus of the
is very sensitive to climate phenomena where there are local government on geopark. Equitable development,
a very strong correlation between rainfall and ENSO especially important sectors in the geopark area, is
(El-Nino Southern Oscillation) phenomenon of with needed. The threat of landslides in the northern part of
a value of R = - 0.75 and with the IOD phenomenon the Karangsambung Karangbolong Geopark area has
(Indian Ocean Dipole Mode ) with a value of R = - high to moderate threat criteria and only a few have
0.75. This caused a long dry season during El Nino in low criteria. Research on landslides that have been
1982, 1997 and 2015. The SPI analysis results showed carried out has a small scale. This makes development
that the 1997 El Nino phenomenon caused high barriers especially for services if not mapped in
intensity (extreme dry) drought, 2015 El Nino caused detail strategic locations on local government land
a long duration of drought. Different conditions ownership. Research on soil movement has been done
occurred in the weak El Nino event in 2002, which a lot but still on a small scale in the form of spatial, but
only slightly affected rainfall in Bintan Island. The still rarely do research on a large scale. This study aims
results of the study indicate that there is a drought to conduct a site feasibility analysis that has ownership
warning in Bintan Island in the event of El-Nino and status by the Kebumen Regional Government in an
IOD (+) climate phenomena. The drought warning area prone to landslide threats. Status of landslide
is even higher if both mode of climate phenomenon threat the location can be used as a consideration for
occur simultaneously. It is necessary to manage water the Kebumen Regency in planning strategic buildings.
resources in Bintan island that considers climate The methods used in this study is an approach with
phenomena (ENSO and IOD), so that the negative field data, laboratory data and a spatial analysis
impacts that will be caused can be reduced. approach. The results obtained that physical buildings
Keywords: ENSO, IOD, meteorological drought, in the form of offices can still be planned at certain
locations in the threat zone of high landslides. This
tropical small island,.
site selection can be used as a reference for regional
development in order to support the development of the
Karangsambung-Karangbolong National Geopark..
DDC : 551 Keywords: Karangsambung-Karangbolong Geopark,
JLBG, Vol. 10 No. 3: 139 - 148 Kebumen, Landslides, Planing, Site selection.
188
ISSN 2086-7794
e-ISSN 2502-8804
189
JURNAL LINGKUNGAN DAN BENCANA GEOLOGI
PEDOMAN PENULISAN
190
ISSN 2086-7794
e-ISSN 2502-8804
Endo, E.T. and Murray, T., 1991, Real-time seismic amplitude measurement (RSAM): A volcano
monitoring and prediction tool: Bulletin qfVofcanology, v. 5, h. 533 - 545.
Buku
Van Bemmelen, R.W., 1949, The Geology qf Indonesia, v. 1 (A). Government Printing Office, The
Hague, 732 h.
Peta
Chaniago, R., Hadisantono, R.D., N as uti on, A., Martone, A., Purwoto, dan Santoso, M.S., 2004,
Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Colo, Provinsi Sulawesi Tengah. Direktorat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi.
Cantrell, c., 2006, Sri Lankans tsunami drive Blossom: Local Mans effort keeps on giving. Http:/ / www.
boston, com/news/local/articles/2006/01/26/Sri Lankans_tsuinami_drive_blossoms/ [26
Januari 2006].
Grafik, gambar/ sketsa, peta maupun foto yang melengkapi naskah harus dilampirkan secara terpisah
dalam format image (*.jpg) minimal resolusi 300 dpi, Corel Draw (*.cdr), atau Autocad (*.dwg).
Gambar dan tabel diletakkan di bagian akhir naskah masing-masing pada halaman terpisah, Gambar
dan tabel dan publikasi yang diacu dapat dicantumkan bila mendapat persetujuan dan penulisnya.
PENGIRIMAN. Penulis diminta mengirimkan satu eksemplar (print out) naskah asli beserta
dokumennya (soft copy) di dalam compact disk (CD) yang ditulis dengan program Microsoft Word Pada
CD dituliskan nama penulis dan nama dokumen. Naskah akan ditolak tanpa proses jika persyaratan
ini tidak dipenuhi.
Pengiriman naskah harus disertai dengan surat resmi dari penulis penanggung jawab/korespondensi
(corresponding author) yang berisikan nama penulis korespondensi, alamat kontak personal, termasuk
nomor telepon, faksimile, dan e-mail, jika harus dilakukan komunikasi.
Penulis korespondensi bertanggung jawab atas isi naskah dan legalitas pengiriman naskah yang ber-
sangkutan.
Naskah agar dikirimkan kepada:
191
JOURNAL OF ENVIRONMENT AND GEOLOGICAL HAZARDS
WRITING GUIDELINES
FORMAT
General. Manuscripts are typed in times new roman font of 12 point size, with 1,5 line space, the
manuscript is submitted in softcopy and hard copy print out in A4 HVS paper.
Each page of the manuscript has successive page numbers including the figure and tables pages. The
number of manuscripts detail as follows:
Title. Article title, each author name, institution name and address of each author, and if necessary
a footnote that consist of address, telephone, facsimile and email for correspondence should be
written in the title page. The article title should be bilingual.
Abstract. Abstract is written in two languages namely in Indonesian and in English, that contain
summary of the whole content of the manuscript without explaining every chapter in detail. The
abstract contains at most 250 words completed with keywords written below the abstract, and it
consist of 4-6 words.
Introduction. This chapter contains background that comprises understanding, evaluation of
the result which is achieved by the research.
Research methods. This chapter contains result and of the research and acknowledgement to
those who have given contribution during research and or writing the manuscript.
Results. It contains interpretation of the research.
Discussion. It contains conclusion and suggestion of the research result.
Acknowledgement. It contains the source of the fund used for the research, to give appreciation
to institution or anybody who has given assistance during research and or writing the manuscript.
Reference. References are written alphabetically, some of example are:
Journal/Bulletin
Endo, E.T. and Murray, 1991, Real-time seismic amplitude measurement (RSAM): A volcano monitoring
and prediction tool: Bulletin of Volcanology, v.5, p. 533-545.
Book
Van Bemmelen, R.\V, 1949, the geologi of lndonesia, v. 1 (A). Government Printing Office, The Hague,
732p.
192
ISSN 2086-7794
e-ISSN 2502-8804
Map
Chaniago, R., Hadisantono, R.D., Nasution, A., Martono, A., Purwoto, dan Santoso, M.S., 2004, Peta
Kawasan Rawan Bencana Gunung Colo, Provinsi Sulawesi Tengah. Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi.
Cantrell, c., 2006, Sri Lankans tsunami drive Blossom: Local Mans effort keeps on giving. Http:/ / www. boston.
com/news/local/articles/2006/01/26/Sri_Lankans_tsunami_drive_blossoms/ [26 January 2006].
DELIVERY
Author must submit the manuscript in hardcopy and softcopy in a CD using MS Word format. Author
name and title must be written in the face of CD. The manuscript will not be processed if all requirements
is not completed. The manuscript must be addressed to:
Article delivery must be accompanied by authentic letter from corresponding author consisting of
name/s, complete corresponding address, telephone, facsimile number, as well as email and mobile
phone number if any. Author is responsible in content and legality of the article. All of co-author must
give an agreement in written form to the article delivery.
193