Anda di halaman 1dari 11

UJIAN TENGAH SEMESTER

GEOMORFOLOGI TERAPAN (GL5024)


Dosen: Dr. Eng. Imam A. Sadisun ST, MT
Dr. Astyka Pamumpuni ST, MT

Oleh:
Sitti Nurjennah
12016005

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
INSTITUT TEKNOLOGI BADUNG
2019
SOAL

1. Geomorfologi terapan berkembang sebagai bagian dari gagasan penerapan ilmu dan
teknik dalam geomorfologi untuk berbagai masalah yang timbul akibat interaksi manusia
dengan proses-proses geomorfologi dan bentuk lahan. Berikan contoh penerapan dari
gagasan tersebut.
2. Jelaskan sejauh mana gagasan awal terkait “geographical cycle” yang juga dikenal
sebagai “geomorphic cycle” yang merupakan teori modern dari evolusi bentangalam
dalam geomorfologi, masih relevan kah hingga hari ini?
3. Jelaskan lebih lanjut bahwa model dari suatu evolusi bentangalam dapat berupa model
kesetimbangan komponen-komponen (equilibrium components) dalam proses denudasi
yang progresif maupun model keseimbangan komponen-komponen berdasarkan pada
proses erosi yang bersifat episodic!
4. Jelaskan berbagai pendekatan yang digunakan dalam geomorfologi dan mengapa
geomorfologi harus mencakup berbagai pendekatan!
5. Jelaskan lebih lanjut pernyataan yang mengemukakan bahwa tanah sangat terkait erat
dengan bentangalam maupun bentuk lahan, tempat dimana tanah tersebut terbentuk!
6. Jelaskan sejauh mana pemahaman horizon tanah akan sangat bermanfaat untuk
memperoleh pemahaman terkait model denudasi yang dinamis!
JAWABAN

1. Contoh penerapan dari gagasan penerapan ilmu dan teknik dalam geomorfologi untuk
berbagai masalah yang timbul akibat interaksi manusia dengan proses geomorfologi dan
bentuklahan, yaitu:
• Proses erosi, erosi secara alamiah dapat dinyatakan tidak menimbulkan keseimbangan
bagi kehidupan manusia atau terganggunya keseimbangan lingkungan. Aktivitas
manusia dalam berbagai bidang pada umumnya tidak memperlambat erosi melaikan
mempercepat erosi;
• Gerak massa (mass movement), aktivitas manusia terhadap pengelolaan sumberdaya
lahan dalam wujud pemanfaatan dan pengelolaan tanah yang mencakup penterasan,
pencangkulan penanaman, penebangan kayu pada lahan-lahan yang mempunyai
kemiringan lereng miring hingga terjal tanpa memperhatikan kaidah-kaidah
konservasi tanah dan air akan menimbulkan masalah mass movement.

2. Siklus geomorfologi (Geomorphic cycle) merupakan teori modern pertama mengenai


evolusi bentangalam. Teori ini dikenalkan oleh William Morris Davis pada abad ke-20.
Mulanya siklus geomorfologi ini dianggap dapat menjelaskan perubahan bentangalam
yang ada di permukaan bumi akibat proses eksogen. Disumsikan bahwa pengangkatan
terjadi dengan cepa. Proses geomorfik tanpa komplikasi lebih lanjut dari pergerakan
tektonik, yang kemudian bertahap mengurangi topografi. Topografi dikurangi sedikit
demi sedikit menjadi datar. Siklus geografis dirancang untuk menjelaskan perkembangan
bentangalam beriklim sedang yang diproduksi oleh pemakaian yang lama pada batuan
yang terangkat dan tahan terhadap erosi.
Teori Davis ini ditentang oleh teori dari Walther Penck (1950). Penck tidak setuju jika
deformasi tektonik terjadi pada awal siklus saja. Penck menyarankan pola gelombang
tektonik yang mirip dengan gelombang melalui waktu. Dalam siklus Penck ini, deformasi
bertahap meningkat menuju klimaks dan kemudian perlahan menghilang. Untuk saat ini
teori Davis sudah tidak relevan.
Gambar 1. Model klasik dari gaya tektonik dan bentangalam (Modifikasi Summerfield
(1991) dalam Burbank dan Anderson (2012)).

3. Model dari suatu evolusi bentangalam dapat berupa model kesetimbangan komponen-
komponen, gambar berikut merupakan model-model yang ada dalam geomorfologi.
a. Kesetimbangan statis, kondisi ketika suatu benda memiliki gaya yang bekerja tetapi
benda tidak bergerak karena gaya seimbang. Contohnya, bongkah yang terletak di
lereng dan aliran sungai.
b. Kesetimbangan stabil, tendensi dari sistem untuk kembali ke keadaan semula setelah
mengalami gangguan, seperti butiran pasir yang berada di dasar depresi tergulung
oleh tiupan angina tetapi menggulung kembali ketika angin turun.
c. Kesetimbangan tidak stabil, terjadi ketika gangguan kecil mendorong sebuah sistem
menjauh dari keadaan setimbang yang lama dan mencari kesetimbangan baru.
Contohnya bongkah yang berada di atas bukit, dorongan gaya yang kuat akan
menyebabkan bongkah tersebut menggelinding menuruni lereng.
d. Kesetimbangan metastabil, keadaan statis secara episodic akan bergeser ketika
melebihi ambang batas. Contohnya aliran, jika dipaksa menjauh dari kondisi steady,
maka akan menyesuaikan dengan perubahan meskipun sifat penyesuaiannya
bervariasi di berbagai aliran dan pada waktu yang berbeda.

Gambar 2. Jenis kesetimbangan dalam geomorfologi (Chorley dan Kennedy (1971) dan
Renwick (1992) dalam Hugget (2007)).

e. Kesetimbangan steady-state, terjadi ketika banyak fluktuasi skala kecil terjadi pada
kondisi stabil rata-rata.
f. Kesetimbangan termodinamika, kecenderungan menuju entropi maksimum.
Kecenderungan tersebut dalam geomorfologi mengarah pada pengurangan gradien
energi (lereng) yang berkelanjutan dan bertahap serta mengurangi laju geomorfik.
Dataran akan berada dlam kondisi kesetimbangan termodinamika, tetapi hamper
semua bentangalam jauh dari kondisi tersebut.
g. Kesetimbangan dinamis, identic dengan steady-state, sistem tampak berada dalam
kesetimbangan tetapi pada kenyataannya berubah dengan sangat lamban.
h. Kesetimbangan dinamis metastabil, mrupakan kombinasi dari kesetimbangan dinamis
dan metastabil, yaitu menunjukkan ambang dalam sistem fluvial menyebabkan
perubahan dalam kondisi rata-rata.
4. Pendekatan dalam geomorfologi meliputi tiga model, yaitu hardware, conceptual, dan
mathematical.

Gambar 3. Jenis model pendekatan dalam geomorfologi (Hugget, 2007)


a. Model perangkat keras (hardware), model pendekatan ini merepresentasikan sebuah
sistem. Model ini dibagi menjadi dua, yaitu model skala dan model analog. Model
Skala, merupakan miniatur atau perbesaran, salinan dari sistem. Perbedaan dari
sistemnya hanya pada ukurannya saja. Model Analog yang paling umum digunakan
yaitu peta dan gambar penginderaan jauh. Pada peta, fitur permukaan bentangalam
dikurangi dengan skala dan direpresentasikan dengan symbol: sungai dengan garis,
relief dengan kontur, dan ketinggian tempat dengan titik, agar lebih instan.

Gambar 4. Model analog untuk simulasi waktu evolusi bentangalam (Bonnet dan
Crave, 2003 dalam Hugget, 2007).
b. Model konseptual (conceptual), model pendekatan ini merupakan upaya awal untuk
mngklarifikasi pemikiran longgar tentang struktur dan fungsi sistem geomorfik.
c. Model matematika (mathematical), menerjemahkan ide yang dikemas dalam model
konseptual ke dalam logika simbolik matematika. Model matematika dalam sistem
geomorfik dibagi menjadi tiga, yaitu model stokastik, model statistik, dan model
determinastik.

Geomorfologi harus mencakup beberapa pendekatan karena pendekatan dalam


geomorfologi ini bertujuan untuk mensimulasikan proses geomorfologi yang terjadi di
permukaan. Model geomorfologi digunakan untuk mensimplifikasi bentangalam yang
nyata agar dapat menunjukkan proporsi yang dapat diatur dengan baik.

5. Tanah memiliki kaitan yang erat dengan bentuklahan dan bentangalam tempat tanah
tersebut terbentuk. Menurut Konsep Catena, rangkaian tanah dengan usia yang sama,
berasal dari bahan induk yang sama, dan terjadi di bawah kondisi iklim yang sama, tetapi
memiliki karakteristik yang berbeda karena variasi relief dan drainase .

Gambar 5. hubungan langsung dan tidak langsung terkait fluks dengan tanah pada suatu
catena (After Sommer dan Schlicking (1997) dalam Schaetzl, (2005)).

Tanah bervariasi di sepanjang Catena disebabkan oleh dua faktor, yaitu kemiringan
lereng yang mempengaruhi fluks air dan sedimen, pengaruh dari watertable. Sifat dan
geometri lereng dapat digunakan sebagai prediktor karakter tanah pada lereng tersebut.
a. Gradien atau kecuraman, mengacu pada kecuraman atau kemiringan lereng dari
bidang horizontal. Gradien mempengaruhi pergerakan air dan sedimen pada lereng,
sehingga lereng yang curam cenderung memiliki profil tanah yang lebih tipis dan
tanahnya kurang berkembang.
Gambar 6. Gradien lereng (After the Soil Survey Division Staff (1993) dalam Schaetzl
(2005)).

b. Panjang lereng, berkorelasi langsung dengan potensi erosi, sehingga berkorelasi


langsung juga dengan perkembangan tanah. Pada lereng yang lebih Panjang, runoff
lebih banyak dan lebih cepat sehingga lebih bnayak tebing atau colluvium yang
menumpuk pada dasar lereng.
c. Kelengkungan atau bentuk lereng, kelengkungan lereng mengacu pada perubahan
aspek di sepanjang permukaan lereng, dapat ditentukan dengan memperhatikan garis
kontur (garis dengan ketinggian yang sama) apakah menekuk atau melengkung.
d. Ketinggian, mempengaruhi suhu suatu lokasi, tingkat penurunan suhu normal yaitu
rata-rata sebesar sebesar 6,40C per 1000 m peningkatan ketinggian. Ketinggian
berperan secara lokal dan akan mempengaruhi jenis vegetasi yang tumbuh dan akan
mempengaruhi pembentukan tanah.
e. Slope elements

Gambar 7. Slope elements ((a) Ruhe (1960 dan 1975); (b) Wood (1942) dan Ruhe
(1960); (c) Milne (1936) dalam Schaetzl (2005)).

Selain kemiringan lereng, faktor lain seperti kerapatan dan jenis tutupan, tekstur
sedimen, kapasitas infiltrasi tanah, dan aktivitas biotik juga dapat mempengaruhi
erosibilitas lereng. Sedimen yag halus lebih mudah terkikis dan sedimen yang lebih
kasar biasanya tertinggal di atas punggungan lereng.

Gambar 8. Simplifikasi diagram yang menunjukkan hubungan antara bentangalam dan


watertable (a) recharge (b) discharge (Schaetzl, 2005).
6. Jenis-jenis Horizon tanah, terdiri dari horizon O, A, E, B, C, D dan R
Horizon O: Lapisan didominasi oleh material organik (litter dan humus) di berbagai
tahap dekomposisi.
Horizon A: Horizon mineral yang terbentuk di permukaan atau dibawah horizon O,
karakteristik horizon ini (1) berupa akumulasi dari material organic yang
terhumifikasi secara intim yang bercampur dengan fraksi mineral, (2)
memiliki sifat yang dihasilkan dari penanaman, penggembalaan atau jenis
gangguan serupa.
Horizon E: Horizon mineral berwarna terang dengan ciri utamanya adalah hilangnya
mineral yang dapat lapuk, lempung silika, besi, aluminium, humus, atau
beberapa kombinasi, meninggalkan konsentrasi butiran kuarsa lepas atau
material resisten lainnya.
Horizon B: Horizon mineral bawah permukaan yang di dominasi oleh (1) akumulasi
illuvial dari lempung, besi, aluminium, humus, dll, (2) penghilangan
karbonat utama, (3) konsentrasi residu seskuoksida, (4) struktur khusus non
geologi, (5) brittleness.
Horizon C: Horizon mineal, tidak termasuk hard bedrock, yang sedikit telah
dipengaruhi oleh proses pedogenic dan kurangnya sifat horizon O, A, E
atau B. Kebanyakan horizon C adalah lapisan mineral tanah dan dan
menahan beberapa struktur batuan (jika dikembangkan dalam residu) atau
struktur sedimen (jika dikembangkan dalam regolith yang tertransport).
Termasuk lapisan C yang mengalami pelapukan dalam, soft saprolite.
Horizon D: Horizon dalam yang menunjukkan hamper tidak ada bukti alterasi
pedogenik, seperti leaching dari karbonat atau oksidasi. Horizon D
menahan struktur geologi dan seringkali padat dan sedikit permeable.
Seperti horizon C, horizon D terbentuk di sedimen tak terkonsolidasi.
Horizon R: Keras, dan batuan kontinyu yang cukup koheren untuk membuat
penggalian dengan tangan.
Sumber: Modifikasi dari Guthrie dan Witty (1982) dalam Schaetzl (2005).

Proses denudasional ditandai oleh adanya pengikisan permukaan tanah menjadi bentuk
lahan yang lebih rendah hingga mencapai level dasar. Proses denudasi berkaitan erat
dengan pelapukan, erosi, dan mass wasting. Proses pelapukan yang intensif
mengakibatkan material penyusun lereng semakin rapuh, sehingga mudah tereosi dan
mengalami longsor. Proses denudasi yang bekerja pada batuan awalnya terbentuk oleh
kontrol struktur dan proses vulkanik. Pemahaman terkait horizon tanah sangat diperlukan
untuk memperoleh pemahaman mengenai model denudasi. Horizon tanah yang berbeda
akan menghasilkan model denudasi yang berbeda karena setiap horizon memiliki
karakteristiknya masing-masing, tidak semua horizon resisten terhadap pelapukan. Pada
penjelasan mengenai jenis-jenis horizon diatas, dapat diketahui horizon apa saja yang
resiten dan tidak terhadap pelapukan. Satu sekuen tanah yang sempurna akan terdapat
seluruh horizon tanah. Jika sekuen tanah tidak sempurna, berarti tanah tersebut telah
mengalami proses denudasi yang menyebabkan salah satu horizon tanah tersebut hilang.
Dengan mengetahui hal tersebut, maka wilayah-wilayah yang terkena erosi aktif dapat
diketahui.
DAFTAR PUSTAKA

Schaetzl, R. dan Anderson, S., (2005): Soils genesis an geomorphology, Cambridge


University Press.
Hugget, J. R., (2007): Fundamental of geomorphology, Routledge, London and New
York.
Burbank, D. W., (2012): Tectonic geomorphology. Willey-Blackwell. 6-7.

Anda mungkin juga menyukai