Anda di halaman 1dari 63

MODUL 1

STRUKTUR BIDANG

1.1 Tujuan Pratikum

Pratikan dapat mengetahui unsur-unsur struktur bidang,agar dapat mengetetahui


geometri struktur bidang, dan menentukan kemiringan semu.

1.2 Deskripsi

Pada pratikum ini kita akan membahas :


1. Jurus (strike) :arah garis horisontal yang dibentuk oleh perpotongan
antara bidang yang bersangkutan dengan bidang bantu horisontal, dimana
besarnya jurus atau strike diukur dari arah utara.
2. Kemiringan (dip) :besarnya sudut kemiringan terbesar yang dibentuk
oleh bidang miring yang bersangkutan dengan bidang horizontal dan
diukur tegak lurus terhadap jurus atau strike.
3. Kemiringansemu:sudut kemiringan suatu bidang yang bersangkutan
(apparent dip) dengan bidang horisontal dan pengukuran dengan arah
tidak tegak lurus jurus.
4. Arah kemiringan:arah tegak lurus jurus yang sesuai dengan arah (dip
direction) miringnya bidang yang bersangkutan dan diukur dar iarah utara.

1.3 Landasan Teori

Kedudukan(attitude) adalah batasan umum untuk orientasi dari bidang atau garis
didalam ruang umumnya dihubungkan dengan koordinat geografi dan bidang horizontal
, dan terdiri komponen arah dan kemiringan.
Arah(trend) adalah arah dari suatu bidang horizontal, umumnya dinyatakan
dengan azimuth atau besaran sudut horizontal dengan garis tertentu(Bearing).
Kecondongan(inclination) adalah sudut vertikal yang diukur kearah bawah dari
bidang horizontal ke suatu bidang atau garis dan apabila diukur pada bidang yang tidak
tegak lurus strike disebut kemiringan semu(Apperent dip).
Jurus(Strike) adalah arah garis horizontal yang terletak pada bidang miring dan
Kemiringan(Dip) adalah sudut terbesar dari suatu bidang miring, yang diukur tegak lurus
jurus
Trend

Bearing

Dip

Dip semu
Arah Dip

Gambar 3.1 Kedudukan bidang dan garis didalam ruang

3.2. Jurus dan Kemiringan

Jurus dan Kemiringan adalah besaran untuk menyatakan kedudukan semua struktur
bidang, misalnya perlapisan, foliasi, kekar, sesar dsb.

Contoh penulisan kedudukan bidang:


AZIMUTH KWADRAN
N 145 E/30 S 35 E/ 30 SW
N35 E / E 30 S

- Kemiringan & Arah Kemiringan : 30, N 215 E


3.3. Metoda Grafis dengan Proyeksi Ortografi
Metode grafis adalah untuk menggambarkan kedudukan dari tiga demensi menjadi dua
demensi, yaitu dengan cara proyeksi ortografi
N
L
D D

d K
L
C

d
K
A  B
B
A
Gambar 3.2. Metode grafis dengan proyeksi ortografi

ABCD menunjukkan struktur bidang dengan strike A-D & B-C dan d adalah beda
tinggi antara AD dan BC. Sudut  adalah sudut true dip sedangkan LAK adalah
apperent dip.

1.4 Alat dan bahan

Alat & Bahan yang digunakan :


- Hvs
- Alat tulis
- Penggaris
- Jangka
- Busur 360o

1.5 Prosedur pelaksanaan


1. Menentukan Jurus dan Kemiringan Struktur Bidang dari Dua Buah
Kemiringan Semu pada Ketinggian yang Sama

Contoh I:
0
Dari lokasi O diukur dua kemiringan semu. Masing-masing pada arah N X E
0 0 0
sebesar b1 dan pada arah N Y E sebesar b2 .

Ditanyakan:
Jurus dan kemiringan bidang yang sesungguhnya.
Penyelesaian:
Lihat diagram blok pada gambar II.2 dan hasil proyeksi gambar II.3. Urutan
penyelesaian sebagai berikut:

(1) Gambarkan rebahan masing-masing bidang yang memuat kemiringan semu


sesuai dengan arahnya di titik O dengan kedalaman d sehingga menghasilkan
bidang OCF dan ODE.

(2) Hubungkan titik D dan C. Garis DC merupakan proyeksi horisontal jurus


bidang ABFE: N Z0 E.
(3) Melalui O buatlah garis tegaklurus DC sehingga memotong di L.

(4) Ukurkan LK sepanjang d pada garis DC. Sudut LOK merupakan kemiringan
sebenarnya dari bidang ABFE.
(5) Jadi kedudukan bidang tersebut adalah N Z0 E/a0 .

OC = N X° E

OD = N Y° E

OL = N Z° E

Ketinggian pengukuran =
d

Gambar II.2. Diagram blok contoh I

a = true dip

b1, b2 = apparent dip


kedudukan = N Z° E/a°.

Gambar II.3. Penyelesaian contoh I.


.
2. Menentukan Jurus dan Kemiringan Struktur Bidang dari Dua Buah Kemiringan Semu
pada Ketinggian yang Berbeda

Contoh II:

0 0
Pada lokasi O dengan ketinggian 400 meter diukur kemiringan semu β1 pada arah N X E
dan pada lokasi P dengan ketinggian 300 meter diukur kemiringan semu β2 0 pada arah N
Y0 E. Letak O dan P tertentu (diketahui).

Ditanyakan:

Jurus dan kemiringan bidang sesungguhnya.

Penyelesaian:

Cara I:

Lihat gambar II.4(a) dan II.4(b). Urutan penyelesaian sebagai berikut:

(1) Gambarkan rebahan masing-masing bidang yang memuat kemiringan semu di O


dan P sesuai dengan besar dan arahnya sehingga menghasilkan bidang ODE dan
PGF.

(2) lokasi ketinggian 300 m pada garis OE dengan cara membuat garis tegak lurus
OD berjarak 100 m (r) yang merupakan beda tinggi O dan P, yaitu di Q.
Proyeksikan Q pada OD sehingga diperoleh Q'. Titik Q' merupakan proyeksi Q
pada bidang horisontal.Hubungkan titik P dan Q'. PQ' merupakan proyeksi
horisontal jurus bidang ABFE pada ketinggian 300 m.
(3) Melalui O buat garis tegak lurus PQ' sehingga memotong di V.

(4) Ukur VW pada garis PQ' sepanjang d. Sudut VOW merupakan kemiringan
sebenarnya dari bidang ABFE.
(5) Jadi kedudukan bidang tersebut adalah N Z0 E / α0 .
D = N X° E

PG = N Y° E

O dan P : titik pengukuran

ABFE : struktur bidang

(a)

(b)
Gambar II.4. Penyelesaian contoh II cara I. (a) diagram blok, (b) rekonstruksi.

1.6 Pembahasan

Analisisr Struktur Bidang


- Kesimpulan

1.7 Form
MODUL 2
STRUKTUR GARIS

3.1 TUJUAN PRAKTIKUM


Tujuan hasil proyeksi suatu struktur garis akan berupa garis lurus dari pusat lingkaran
primitif.
3.2. DESKRIPSI
Pada praktikum ini akan membahas prooyeksi stereografis dan proyeksi dengan hasil
proyeksi suatu struktur garis akan berupa garis lurus dari pusat lingkaran primitive. Penentuan
proyeksi dengan besaran plunge prinsipnya sama denga “dip”.
3.3 LANDASAN TEORI

Dalam geologi struktur ada beberapa macam analisa struktur diantaranya adalah strukt ur
garis. Kedudukan sebuah struktur garis diwakili oleh sepasang angka : penunjaman (plunge) dan
arah penunjaman (trend). Jika struktur garis tersebut terbentuk pada sebuah struktur bidang yang
kedudukannya diketahui, maka orientasi struktur garis tersebu t dapat diwakili oleh sebuah angka yang
disebut pitch.
Dalam pengertian geologi, suatu struktur garis dapat berdiri sendiri, misalnya struktur garis berupa
arah butiran mineral dan arah memanjangnya suatu tubuh batuan. Pada umumnya struktur garis
berada pada suatu struktur bidang, misalnya sumbu perlipatan pada bidang perlapisan, gores -garis
pada bidang sesar, lineasi mineral pada bidang foliasi, dan perpotongan dua buah bidang.
Penunjaman (Plunge) Dan Arah Penunjaman (Trend) Struktur Garis
Penunjaman sebuah struktur garis adalah sudut yang dibentuk oleh struktur garis tersebut dengan
bidang horizontal, diukur pada bidang vertikal (Gambar 4.1). Nilai dari penunjaman berkisar antara 0°
dan 90°, penunjaman 0° dimiliki oleh garis horizontal, dan penunjaman 9 0° dimiliki oleh garis vertikal.
Secara umum, penunjaman yang berkisar antara 0° dan 20° dianggap landai (shallow), penunjaman
yang berkisar antara 20° dan 50° dianggap sedang (moderate), dan penunjaman yang berkisar antara
50° dan 90° dianggap terjal (steep).
Definisi Struktur Garis
Garis adalah unsur geometri yang merupakan kumpulan dari titik-titik, dapat berbentuk lurus
maupun lengkung
Sedangkan struktur garis merupakan struktur yang memiliki geometri yang linear.
Contohnya gores garis,lineasi mineral,kekar kolom,sumbu lipatan dll.
Unsur-unsur struktur garis :
 Arah penunjaman(Trend) adalah garis horizontal atau jurus dari bidang vertikal yang melalui garis,
yang menunjukkan arah kecondongan garis tersebut.Arah penunjaman dapat dideskripsikan
menggunakan konveksi azimuth ataupu kuadran. Arah penunjaman harus menunjuk kepada arah
kemana struktur garis tersebut menunjam. Struktur garis yang menunjam ke timur tidak sama dengan
struktur garis yang menunjam kebarat. Kedua struktur garis tersebut berlawanan arah.
Penunjaman (Plunge) adalah besaran sudut pada bidang vertikal , antara garis dengan bidang
horizontal. Nilai dari penunjaman berkisar antara 0° dan 90°,penunjaman 0° dimiliki oleh garis
horizontal, dan penunjaman 90° dimiliki oleh garis vertikal. Secara umum,penunjaman yang berkisar
antar 0° dan 20° dianggap landai(shallow), penunjaman yang berkisar antara 20° dan 50° dianggap
sedang(moderat),dan penunjaman yang berkisar antara 50° dan 90° dianggap terjal (steep)

Pitch/Rake adalah besaran sudut lancip antara garis dengan horizontal yang diukur pada bidang
dimana garis tersebut terletak. Kisaran nilai pitc adalah antar 0° dan 90°. Jika arah penunjaman sejajar
dengan garis jurus,maka pitch= 0°. Jika arah penunjaman tegak lurus garis jurus,maka pitch= 90°
Definisi Struktur Garis
Garis adalah unsur geometri yang merupakan kumpulan dari titik-titik, dapat berbentuk lurus
maupun lengkung
Sedangkan struktur garis merupakan struktur yang memiliki geometri yang lin ear.
Contohnya gores garis,lineasi mineral,kekar kolom,sumbu lipatan dll.
Unsur-unsur struktur garis :
Arah penunjaman(Trend) adalah garis horizontal atau jurus dari bidang vertikal yang melalui garis,
yang menunjukkan arah kecondongan garis tersebut.Arah penunjaman dapat dideskripsikan
menggunakan konveksi azimuth ataupu kuadran. Arah penunjaman harus menunjuk kepada arah
kemana struktur garis tersebut menunjam. Struktur garis yang menunjam ke timur tidak sama dengan
struktur garis yang menunjam kebarat. Kedua struktur garis tersebut berlawanan arah.
 Penunjaman (Plunge) adalah besaran sudut pada bidang vertikal , antara garis dengan bidang
horizontal. Nilai dari penunjaman berkisar antara 0° dan 90°,penunjaman 0° dimiliki oleh garis
horizontal, dan penunjaman 90° dimiliki oleh garis vertikal. Secara umum,penunjaman yang berkisar
antar 0° dan 20° dianggap landai(shallow), penunjaman yang berkisar antara 20° dan 50° dianggap
sedang(moderat),dan penunjaman yang berkisar antara 50° dan 90° dianggap terjal (steep)
Pitch/Rake adalah besaran sudut lancip antara garis dengan horizontal yang diukur pada bidang
dimana garis tersebut terletak. Kisaran nilai pitc adalah antar 0° dan 90°. Jika arah penunjaman sejajar
dengan garis jurus,maka pitch= 0°. Jika arah penunjaman tegak lurus garis jurus,maka pitch= 90°
Definisi penunjaman (plunge) dan arah penunjaman (trend) dari struktur garis. b adalah sudut
arah penunjaman. (a) Struktur garis menunjam ke timur. (b) Struktur garis menunjam ke barat. Arah
penunjaman kedua struktur garis berbeda meskipun kedua struktur garis tersebut memiliki besar yang
sama ( φ ), dan keduanya terletak pada bidang yang sama.

Struktur garis dalam Geologi Struktur dapat dibedakan menjadi ” struktur garis riil “ dan “ struktur
garis semu”.
Struktur garis riil adalah : struktur garis yang arah dan kedudukanya dapat diamati langsung
dilapangan. Misalnya : gores garis yang terdapat dalam bidang sesar.
Struktur garis semu adalah : semua struktur garis yang arah dan kedudukannya ditafsirkan
dari orientasi unsur-unsur struktur yang membentuk kelurusan atau liniasi. Misalnya : liniasi fragmen
breksi sesar, liniasimineral-mineral dalam batuan beku, arah liniasi struktur sedimen (flute cast, cross
beeding) dan sebagainya. Juga dapat dimasukkan di sini kelurusan-kelurusan sungai, topografi dan
sebagainya.

3.4.Alat dan bahan

Alat & Bahan yang digunakan :


- Hvs
- Alat tulis
- Penggaris
- Jangka
- Busur 360o
- Lembar streonet
- Kalkir
- Jarum
3.5 CARA PENGGAMBARAN STRUKTUR GARIS DAN PROYEKSI STEREOGRAFIS
Hasil proyeksi suatu struktur garis akan berupa garis lurus dari pusat lingkaran primitive.
Penentuan proyeksi. Besarnya “plunge”, prinsipnya sama dengan untuk dip “dip”yakni 0 o
dimulai pada lingkaran primitif dan 90 o terletak di pusat lingkaranya dan dilakukan pada posisi
“bearing”garis yang di gambarkan berhimpit dengan arah N- S atau E – S atau E – W stereonet.
Contoh.
Gambarkan stereogram suatu struktur garis yang mempunyai kedudukan 30 o , N 45o .
3.6. Prosedur pelaksanaan
1. setelah lingkaran primitif, titik – titik N,E,S dan W dan pusat lingkaran selesai di gambarkan,
tentukan titik pada lingkaran primitive sesuai dengan harga “ bearing”garis ybs ( N 45 o E ), titik f
buat gambar putus putus dari pusat lingkaran ke titik f ini sebagai tempat
kedudukanstereogramnya.
2. putar kalkir sehingga garis (1) berhimpit dengan arah N – S atau N – S atau E – W stereonet,
kemudian ukurkan besar “plunge”nya ( 30 o ), titik D
3. putar kalkir sehingga N kalkir berhimpit dengan N stereonet , pertegeas garis OD, maka garis
OD ini merupakan stereogramf struktur garis yang berkedudukan 30 o , N 45o E .
Contoh gambar pengerjaan proyeksi struktur garis ( Gambar. 3.6.6 )
7.8.Pembahasan

- Proyeksi stereografis dan proyeksi kutub.

7.9 Form
MODUL 3

PROYEKSI STREOGRAFIS

3.1 Tujuan Pratikum

Pratikan dapat mengetahui jenis-jenis streonet,fungsi streonet, dan dapat mengaplikasikan


streonet dalam geologi struktur.

3.2 Deskripsi

Proyeksi steriografi merupakan cara pendekatan deskripsi geometri yang efisien untuk
menggambarkan hubungan sudut antara garis dan bidang secara langsung.Pada proyeksi
sterio grafi , unsur struktur geologi digambarkan dan dibatasi didalam suatu permukaan bola
(sphere). Bidang proyeksi ini akan berbentuk suatu lingkaran primitif dan juga merupakan
proyeksi dari struktur bidang yang kedudukannya horizontal ( dip= 0), maka kedudukan
bidang miring pada Wulf net dan Schmidt net, 0(nol) di lingkaran primitip dan 90 terletak
pada pusat lingkaran.

3.3 Landasan Teori

Menurut Ragan (1985), proyeksi stereografis adalah gambaran dua dimensi atau proyeksi dari
permukaan sebuah bola sebagai tempat orientasi geometri bidang dan garis. Dengan demikian,
proyeksi stereografis adalah suatu metode proyeksi dengan bidang proyeksi berupa permukaan
setengah bola.Biasanya, yang dipakai adalah permukaan setengah bola bagian bawah (lower
hemisphere).

Proyeksi stereografis dapat memecahkan masalah yang berkaitan dengan geometri berupa
besaran arah dan sudut dalam analisa geomoetri struktur geologi karena proyeksi ini dapat
menggambarkan geometri kedudukan atau orientasi bidang dan garis dalam bidang proyeksi yang
digunakan.
Proyeksi stereografis merupakan proyeksi yang didasarkan pada perpotongan bidang atau garis
dengan suatu bidang proyeksi yang berupa bidang horizontal yang melalui sebuah bola.Bidang iniakan
berbentuk lingkaran, disebut lingkaran primitive. Lingkaran primitif merupakan proyeksi yang
kedudukannya (dip = 0). Oleh sebab itu, penentuanproyeksi dip untuk bidang dimulai pada lingkaran
luar, dan dip 90o terletak pada pusat lingkaran.Untuk menentukan kemiringan bidang yang dip-nya
antara 0– 90o, maka proyeksinya akanberbentuk busur yang jari-jarinya lebih besar dari jari-jari
lingkaran primitif, sehingga disebutlingkaran besar atau great circle, atau stereogram. Untuk struktur
bidang yang vertikal, makaproyeksinya akan berupa garis lurus yang melalui pusat lingkaran primitive.

2.1 Kegunaan Proyeksi Stereografi dalam Struktur Geologi

Para peneliti di struktur geologi prihatin dengan orientasi dari Bidang datar dan baris untuk
sejumlah alasan.foliasi dari batu adalah struktur planar yang

sering berisi struktur linier yang disebut Lineasi . Demikian pula, sebuah kesalahan Bidang datar
adalah struktur planar yang mungkin berisi struktur linier seperti slickensides .Orientasi ini garis dan
Bidang datar pada berbagai skala dapat diplot dengan menggunakan metode-metode Visualisasi garis
dan Bidang datar bagian atas.Seperti dalam kristalografi, Bidang datar biasanya diplot oleh tiang
mereka.Tidak seperti kristalografi, belahan bumi selatan digunakan sebagai ganti dari utara (karena
struktur geologi di bawah permukaan terletak pertanyaan bumi).Dalam konteks ini proyeksi
stereografis sering disebut sebagai menurunkan proyeksi belahan bumi-sama sudut.Yang sama area
yang lebih rendah-proyeksi belahan bumi ditentukan oleh azimuth sama daerah proyeksi Lambertjuga
digunakan, terutama ketika plot harus dikenakan analisis statistik selanjutnya seperti kepadatan
contouring .

Dalam dunia geologi struktur yang penuh dengan analisa unsur titik, garis, bidang dan sudut
bahkan perpotongan dan kombinasi antara keempatnya, diperlukan berbagai metode yang dapat
digunakan untuk menganalisa unsur-unsur tersebut secara lebih mudah dan praktis serta memberikan
hasil yang akurat demi efisiensi kerja namun dengan hasil yang maksimal. Untuk itu, muncullah suatu
metode analisa yang cukup praktis dan mudah untuk mengaplikasikannya dalam analisa struktur
geologi, yaitu metode proyeksi stereografis. Proyeksi merupakan suatu metode atau langkah untuk
menggambarkan suatu bentuk tertentu menjadi bentuk yang lain dengan cara atau langkah yang
tertentu dalam satu bidang atau garis yang disebut sebagai bidang proyeksi atau garis proyeksi.
Proyeksi stereografis merupakan proyeksi yang didasarkan pada perpotongan suatu bidang atau
garis dengan satu bidang proyeksi yang berupa bidang permukaan horizontal yang melalui sebuah
pusat bola. Bidang dari proyeksi ini akan berbentuk sebuah lingkaran yang disebut lingkaran primitif.

Lingkaran primitif ini juga merupakan proyeksi dari struktur bidang yang kedudukannya
horizontal, karena itu penentuan proyeksi dip untuk bidang adalah yang kedudukannya miring pada
wulf net dan schmidtnet 00 yang dimulai dari lingkaran primitif 900 yang terletak pada pusat lingkaran.

Di samping lingkaran primitif ada juga yang disebut lingkaran kecil.Lingkaran ini merupakansuatu
perpotongan antara bidang permukaan bola dengan bidang dan yang tidak melalui pusat bola.

Proyeksi ini digunakan sebagai gambaran posisi struktur di bawah permukaan adalahbelahanbola
bagian bawah.Selanjutnya proyeksi permukaan bola digambarkan pada permukaan bidang horizontal
dalam bentuk proyeksi stereografis.Hal tersebut di dapat dari perpotongan antara bidang horizontal
yang melalui pusat bola dengan garis yang menghubungkan titik-titik pada lingkaran besar terhadap
titik zenith-nya.

*Sumber : (lingua-diefuehrerinnen.blogspot.com, 2014)

Gambar 2.1 Proyeksi Stereografi

Aplikasi proyeksi stereografis untuk struktur bidang dan struktur garis meliputi:

1. Menentukan apparent dip pada arah tertentu pada suatu bidang.


2. Menentukan plunge dan rake garis yang terletak pada suatu bidang.
3. Menentukan kedudukan bidang dari dua apparent dip.
4. Menentukan kedudukan garis perpotongan dua bidang.
5. Menentukan kedudukan suatu bidang dari beberapa batas litologi yang tersingkap pada beberapa
bagian lereng.
6. Masalah rotasi (perputaran) bidang atau garis.

1.2 Macam-Macam Proyeksi Stereografis


Macam-macam proyeksi stereografis dibagi atas 4 bagian di antaranya adalah:

1. Equal Angle Projection


Proyeksi ini pada dasarnya memproyeksikan setiap titik pada permukaan bola ke bidang proyeksi
pada suatu titik zenith yang terletak pada sumbu vertikal melalui pusat bola bagian puncak.

Bidang-bidang dengan sudut yang sama akan digambarkan semakin rapat ke arah pusat. Hasil
penggambaran pada bidang proyeksi disebut sebagai stereogram.Hasil dari equal angle projection adalah
wulff net.

*Sumber: (http://geoenviron.blogspot.com, 2014)

Gambar 2.2 Wulff Net

2. Equal Area Projection


Proyeksi equal area merupakan proyeksi yang akan menghasilkan jarak titik pada bidangproyeksi
yang sama dan sebanding dengan sebenarnya. Hasil dari equal area projection adalah suatu yang
disebut dengan Schmidt Net.Proyeksi ini lebih umum digunakan dalam analisis data statistik karena
kerapatan hasil ploting menunjukkan keadaan yang sebenarnya.
*Sumber: (http://geoenviron.blogspot.com, 2014)

Gambar 2.3 Schmidt Net

3. Orthogonal Projection
Proyeksi ini merupakan kebalikan dari equal angle projection karena pada proyeksi ortogonal,
titik-titik pada permukaan bola akan diproyeksikan tegak lurus pada bidang proyeksi danlingkaranhasil
proyeksi akan semakin renggang ke arah pusat. Stereogram dari proyeksi ortogonal disebut
sebagai orthographic net.

Orthografis berasal dari kata-kata Yunani orthos, berarti lurus atau tegak lurus dan graphikusyang
berarti menulis atau menggambar dengan garis.

Ciri proyeksi orthografis adalah semua garis proyeksi sejajar terhadap satu sama lain dan tegak
lurus terhadap bidang pada saat benda tersebut diproyeksikan.

Gambar proyeksi orthografis dapat dilakukan pada sistem kwadran yaitu Proyeksi Kwadran
Pertama (First Angle Projection) dan Proyeksi Kwadran Ketiga (Third Angle Projection).Proyeksi
kwadran pertama banyak digunakan di beberapa negara Eropa dan Asia, sehingga disebut dengan
proyeksi metoda Eropa.
*Sumber : (lingua-diefuehrerinnen.blogspot.com, 2014)

Gambar 2.4 Orthografic Net

Terdapat tiga pandangan utama pada proyeksi orthografis kwadran I, yaitu :

a. Tampak Depan (A), memiliki lebar dan tinggi dari dimensi benda.
b. Tampak Samping (B), memiliki tinggi dan tebal dari dimensi benda.
c. Tampak Atas (C), memiliki lebar dan tebal dari dimensi benda.
Pandangan tambahan pada proyeksi orthografis kwadran I antara lain :
a. Tampak Samping kanan
b. Tampak Bawah
c. Tampak belakang
Prinsip pandangan pada proyeksi kwadran pertama (First Angle Projection) terletak pada tiga
tampak utama, yaitu tiga tampak utama tersebut akan memberikan informasi yang jelas mengenai
kondisi benda.

4. Polar Projection
Pada proyeksi ini, baik unsur garis maupun bidang tergambar sebagi suatu titik. Stereogram dari
proyeksi kutub ini adalah polar net atau billings net. Polarnet ini diperoleh dari equal area
projection, sehingga apabila ingin mendapatkan proyeksi bidang dari suatu titikpada polar net, harus
menggunakan schmidts net.
*Sumber: (http://geoenviron.blogspot.com, 2014)

Gambar 2.5 Polar Net Hasil Polar Projection

Perbedaan utama yang dapat diketahui antara wulf net dan schmidt net adalah:

1. Wulf net adalah lingkaran besar dan lingkaran kecil didapat dari proyeksi permukaan bola ke arah
titik zenith.
2. Schmidt net adalah lingkaran besar dan lingkaran kecil dibuat berdasarkan luas yang mendekati
kesamaan dari jaring yang dihasilkan dari perpotongannya, sehingga interval tiap lingkaran akantetap
merata pada setiap kedudukan. (Simalango, 2010).
3.4. Alat dan Bahan
Alat & Bahan yang digunakan :
- Hvs
- Alat tulis
- Penggaris
- Jangka
- Busur 360o
- Kalkir
- Streonet

3.5. Prosedur pelaksanaan


1. Penggambaran Struktur Bidang Dengan Proyeksi Streografis

(1) Letakan kertas kalkir diatas Streonet (Wulf/Schimdt), dan gambarkan lingkaran.
(2) Beri tanda N,E,S,W pada kertas kalkir, lalu tusuk titik pusat dari streonet menggunakan
paku payung.
(3) Gambarkan garis strike sesuai dengan apa yang diberikan asisten.
(4) Putar kalkir kearah dip yang diberikan asisten.
(5) Putar kembali kalkir kearah N.

2. Penggambaran Struktur Garis dengan Proyeksi Streografis


(1) Letakan kertas kalkir diatas Streonet (Wulf/Schimdt), dan gambarkan lingkaran.
(2) Beri tanda N,E,S,W pada kertas kalkir, lalu tusuk titik pusat dari streonet menggunakan
paku payung.
(3) Tentukan titik pada lingkaran streonet berdasarkan harga “bearing” yang ditentukan oleh
asisten.
(4) Buat garis putus-putus dari tengah lingkaran berdasarkan harga “bearing” yang ditentukan
oleh asisten.
(5) Putar kalkir kearah bearing yang ditentukan
(6) Buat garis plunge yang sudah ditentukan oleh asisten
(7) Putar kembali kalkir kearah N

3.6. Pembahasan

- Proyeksi Streografis dari struktur bidang dan struktur garis

- Kesimpulan

3.7. Lampiran form


MODUL 4

METODE INVENTARIS KEKAR DAN ANALISIS KEKAR

6.1. Tujuan Pratikum

Pratikan dapat mengetahui pengambilan data kekar dilapangan dan dapat


mengolahnya ke diagram kipas dan proyeksi streografis

6.2. Deskripsi

Pada pratikum ini kita akan membahas dan mempelajari mengenai metode
inventaris kekar, yaitu penyusunan dan penulisan data kekar dilapangan dan di studio.
Kemudian dari data kekar tersebut diolah ke diagram kipas dan proyeksi streografis

6.3. Landasan Teori

Metode Inventaris kekar

Kekar merupakan struktur rekahan pada batuan dimana tidak ada atau sedikit sekali
mengalami pergeseran. Struktur kekar merupakan salah satu struktur geologi yang paling
mudah ditemukan hampir disemua batuan yang tersingkap di permukaan. Terbentuknya
struktur kekar ini dapat terjadi bersamaan dengan pembentukan batuannya atau sesudah
batuan terlitifikasi dan dapat terjadi setiap saat

Tectonic Joint

Kekar akibat proses deformasi sangat berhubungan dengan gaya yang


menyebabkannya, yaitu tegasan dan keterakan (stress dan strain) dibagi menjadi tiga jenis,
yakni:

a. Kekar gerus (shear joint/Compression joint), kekar yang terjadi akibat


tekanan/kompresi.

Ciri-ciri di lapangan :

- Mempunyai pola sejajar dengan arah yang jelas


- Bidang kekar rata dan lurus
- Rekahan tertutup

b. Kekar tegangan (tension joint), kekar yang terbentuk akibat tarikan. Disebut
juga extension fracture, tension gashes (terisi mineral)

Cirri-ciri di lapangan :
- Tidak mempunyai pola dan arah yang jelas
- Bidang kekar tidak rata
- Rekahan terbuka.
c. Kekar hybrid (hybrid Joint), merupakan campuran dari kedua kekar diatas,
dan umumnya terisi mineral sekunder.

Gambar 6.1 kekar

6.4. Alat dan Bahan


Alat & Bahan yang digunakan :
- Hvs
- Alat tulis
- Penggaris
- Jangka
- Busur 360o
- Kalkir
- Milimeter blok
6.5. Prosedur pelaksanaan
DIAGRAM KIPAS

Contoh yang akan dibahas disini adalah pembuatan “diagram kipas” dari data-data
pengukuran jurus kekar gerus vertikal sebanyak 50 buah (tabel 6.1)

Dari pemasukan data-data pengukuran ke dalam tabel 6.1 diperoleh harga persentase
maksimum 24 %. Harga ini dipakai sebagai patokan untuk menentukan panjang jari-jari
diagram setengah lingkaran. Pada contoh (gambar 6.1a) dibuat

Tabel 6.1 : 50 data pengukuran jurus kekar gerus vertikal

Panjang jari-jari dari harga maksimum 24% = 6 cm. Kemudian panjang jari-jari tersebut
dibagi enam, sehingga setiap satu nterval berharga 4%. Selajutnya dari setiap interval
dibuat busurnya dengan pusat titik nol dan panjang jari-jari sama dengan interval yang
bersangkutan (gambar 6.1 a) kemudian bagilah sisi paling luar bsur sesuai dengan
pembagian arahnya. Melalui pembagian interval tersebut tariklah garis-garis ke arah pusat
busur (gambar 6.1 b)
Langkah terakhir masukkanlah hasil perhitungan presentase (tabel 6.2) kedalam gambar
6.1 sehingga didapatkan hasil analisa arah umum kekar gerus : N 7 o 30’E – N 187o 30’E
(gambar 6.1 c)

6.6. Pembahasan

- Arah tegasan utama

6.7. Lampiran form


MODUL 5

LIPATAN

5.1. Tujuan Pratikum

Pratikan dapat mengetahui tipe dan klasifikasi lipatan, dapat membuat rekontruksi lipatan

5.2. Deskripsi

Pada pratikum ini kita akan membahas proses terbentuknya lipatan, jenis lipatan, dan
bagian-bagian pada lipatan. Pada saat pratikum kita akan mendapatkan 2 strike dip yang
berbeda dengan jarak antar strike/dip yang jaraknya kita dapat dari pengkuran secara tidak
langsung melalui jarak pada peta. Kemudian dari data tersebut kita olah menjadi data
rekontruksi lipatan.

5.3. Landasan Teori

Lipatan adalah hasil perubahan bentuk atau volume dari suatu bahan yang ditunjukkan
sebagai lengkungan atau kumpulan dari lengkungan pada unsur garis atau bidang didalam bahan
tersebut. Lipatan terbentuk bilamana unsur yang telah ada sebelumnya terubah menjadi bentuk
bidang lengkung atau garis lengkung. Perlipatan adalah deformasi yang tidak seragam yang terjadi
pada suatu bahan yang mengandung unsur garis atau bidang (bidang perlapisan, foliasi). Suatu
masa batuan yang tidak mempunyai unsur struktur garis atau bidang tidak menunjukkan tanda
perlipatan.

 Mekanisme gaya yang menyebabkan ada dua macam :

1. Buckling (melipat) disebabkan oleh gaya tekan yang arahnya sejajar dengan permukaan
lempeng

2. Bending (pelengkungan) disebabkan oleh gaya tekan yang arahnya tegak lurus permukaan
lempeng.
Gambar 5.1 lipatan

 Unsur-unsur lipatan

 Antiklin, adalah unsur struktur lipatan dengan bentuk convex keatas dengan urutan
lapisan batuan yang tua dibawah dan yang muda diatas.

 Sinklin, adalah unsur struktur lipatan dengan bentuk concave ke atas dengan urutan
lapisan batuan yang tua dibawah dan yang muda diatas.

 Antiform, adalah unsur struktur lipatan seperti antiklin dengan lapisan batuan yang
tua diatas dan yang muda dibawah.

 Sinform, adalah unsur struktur lipatan seperti sinklin dengan lapisan batuan tua diatas
dan yang muda dibawah

Gambar 5.2 sinklin (kanan) dan antiklin (kiri)

 Hinge, adalah pelengkungan maksimum dari lipatan

 Crest, adalah puncak titik tertinggi dari lipatan


 Trough, adalah titik dasar terendah dari lipatan

 Inflection, adalah pertengahan antara dua pelengkungan maksimum

 Culmination, adalah titik terendah pada garis puncak

 Axial line (hinge line), adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik
pelengkungan maksimum pada setiap permukaan lapisan dari suatu struktur lipatan.

 Axial surface (hinge surface), adalah bidang khayal dimana terdapat semua axial line
dari suatu lipatan. Pada beberapa lipatan, bidang ini merupakan suatu bidang planar
dinamakan “axial plane”

 Crestal line, adalah suatu garis khayal yang menghubungkan titik-titik tertinggi pada
setiap permukaan lipatan suatu anticline

 Trough line, adalah suatu garis khayal yang menghubungkan titik-titik terendah pada
suatu sinklin.

 Crestal surface, adalah suatu bidang khayal dimana terletak semua crestal line dari
suatu antiklin

 Trough Surface, adalah suatu bidang khayal dimana terletak semua through line dari
semua antiklin

 Plunge adalah sudut penunjaman dari axial line terhadap bidang horizontal diukur pada
bidang vertikal

 Bearing adalah sudut horizontal yang dihitung terhadap arah tertentu dan ini merupakan
arah dari penunjaman suatu axial line/hingeline

 Rake adalah sudut antara axial line/hinge line dengan bidang/garis horizontal yang
diukur pada axial plane/surface

 Fold vergence adalah arah kecenderungan lipatan asimetri, apabila ada bagian sayap
yang curam terletak dibagian utara maka Fold Vergence-nya ke utara
Gambar 5.3 bagian bagian lipatan

Klasifikasi Lipatan

Pada umumnya lipatan di klasifikasikan berdasarkan pada sifat yang dapat dideskrepsikan unsur-
unsurnya secara geometri. Klasifikasi tersebut berdasarkan antara lain :

Tabel 5.1 klasifikasi berdasarkan sudut antar sayap (Fleuty,1964)

Gambar 5.4 analisa lipatan

Metoda Rekonstruksi Lipatan

Untuk mempelajari lipatan, dapat dilakukan dengan pengukuran langsung dan


merekontruksikannya dalam bentuk penampang atau analisa danmenggunakan diagram beta, phi
diagram dan diagram kontur. Rekonstruksi lipatan umumnya dilakukan pada suatu lintasan atau
pembuatan penampang pada peta geologi. Adapun cara yang dilakukan berdasarkan bentuk dan
sifat batuan :

Metode Tangan Bebas (Free Hand Method)

Metode ini digunakan untuk lipatan pada batuan yang incompetent, dimana akan terjadi penipisan
dan penebalan yang tidak teratur. Cara menggambarkannya dengan menghubungkan batas-batas
lapisan mengikuti orientasi kemiringan.

Metode Busur Lingkar

Metode ini digunakan untuk lipatan pada batuan yang competent, misalnya lipatan paralel. Dasar
dari metode ini adalah anggapan bahwa lipatan merupakan bentuk busur dari suatu lingkaran
dengan pusatnya adalah perpotongan antara sumbu-sumbu kemiringan yang berdekatan. Untuk
batas-batas lapisan yang dijumpai berulang pada lintasan yang direkontruksi, maka pembuatan
busur lingkaran dilakukan dengan interpolasi.

Metode Interpolasi Higgins, 1862

Pada lintasan/ penampang atah E-W, dilokasi A dan B dijumpai batas lapisan yang sama dengan
kedudukan yang berlawanan. Dilokasi A kemiringan 40 o kebarat dan B miring ke timur 50o .

Rekontruksi :

(1) Gambar garis sumbu dari kemiringan lapisan di A dan B, berpotongan di C


(2) Buat bi sector AB hingga memotong AC di Z
(3) Ukurkan Zoa sembarang, tetapi lebih panjang dari CZ
(4) Ukuran Aoa sama dengan BD, dan hubungkan Doa
(5) Buat bisector DOa sehingga memotong BC di Ob
(6) Hubungkan Oa dan Ob (garis tersebut sebagai batas unsur lingkaran)
(7) Oa sebagai pusat busur lingkaran dari A dengan jari-jari Aoa, sedangkan Ob
sebgai pusat busur lingkaran dengan jari-jari Bob.
(8) Maka bentuk lingkaran telah terrekontruksi
Gambar 5.5 rekonstruksi lipatan

5.4. Alat dan bahan

Alat & Bahan yang digunakan :


- Hvs
- Alat tulis
- Penggaris
- Jangka
- Busur 360o

5.5. Prosedur pelaksanaan


Metode Interpolasi Higgins, 1862

Pada lintasan/ penampang atah E-W, dilokasi A dan B dijumpai batas lapisan yang
sama dengan kedudukan yang berlawanan. Dilokasi A kemiringan 40 o kebarat dan B miring
ke timur 50o .

Rekontruksi :

(1) Gambar garis sumbu dari kemiringan lapisan di A dan B, berpotongan di C


(2) Buat bi sector AB hingga memotong AC di Z
(3) Ukurkan Zoa sembarang, tetapi lebih panjang dari CZ
(4) Ukuran Aoa sama dengan BD, dan hubungkan Doa
(5) Buat bisector DOa sehingga memotong BC di Ob
(6) Hubungkan Oa dan Ob (garis tersebut sebagai batas unsur lingkaran)
(7) Oa sebagai pusat busur lingkaran dari A dengan jari-jari Aoa, sedangkan Ob
sebagai pusat busur lingkaran dengan jari-jari Bob.
(8) Maka bentuk lingkaran telah terrekontruksi

Gambar 5.6 rekontruksi lipatan Metode Interpolasi Higgins, 1862

5.6. Pembahasan
- Jenis lipatan
5.7. Form
-
MODUL 6
TEBAL DAN KEDALAMAN

4.1 Tujuan Praktikum


Untuk mengetahui tebal suatu pola singkapan meyenluruh atau secara detail dengan menghitung
secara langsung ataupun dengan metode perhitungan tebal suatu singkapan.

4.2. Deskripsi
Pada praktikum ini kita akan membahas proses perhitungan tebal pada praktikum Tebal,
penentuan tebal dan kedalaman dala geologi struktur pada dasarnya merupakan aplikasi dari
metode grafis dan goneometris.
4.3. Landasan teori
Tebal merupakan jarak tegak lurus antara dua bidang yang sejajar, merupakan batas
lapisan batuan.

Gambar 4.1
Secara garis besar, masalah masalah penentuan
ketebalan dapat dibedakan atau dibagi berdasarkan cara perhitunganya menjadi :
1. Perhitungan berdasarkan pengukuran langsung
2. Perhitungan berdasarkan pengukuran tidak langsung

4.4 perhitungan tebal secara langsung


Perhitungan tebal secara langsung ini dapat dapat dilakukan dilapangan dengan syarat
syarat kemiringan lereng tegak lurus dengan kemiringn lapisan seperti :
1. Medan datar/tak berrellef lapisan relative tegak
2. Medan vertical dengan lapisan relative horizontal.
4.5 Perhitungan secara tidak langsung
Perhitungan secara tidak langsung ini dapat dilakukan dengan bermacam macam
cara tergantung pada keadaan topografi dan kedudukan lapisan batuan. Salah satu metode yang
sering di gunakan atau di terapkan dilapangan adalah metode ‘’MS’’ (measuring section)’’ .
Unsur unsur yang dijumpai dilapangan yang dipakai sebagai data perhitungan geometri adalah.
- Lingkaran singkapan (s)
- Kedudukan kemiringan lapisan batuan (x o )
- Besar sudut lintasan terhadap arah jurus lapisan (0 o )
- Besar sudut kemiringan lereng/slope ()

(gambar 4.3)

Data data yang diperoleh ini dimasukan kedalam rumus rumus geometri. Yang sesuai dengan
kondisi medannya apakah datar ataukah miring dan arah pengukuran lintasan apakah tegak lurus
jurus lapisan atau tidak.
4.6 Adapun rumus-rumus dan symbol geometris yang digunakan dalam perhitungan ketebelan
adalah sebagai berikut.
P = panjang rentang ukur
Y = kemiringan perlapisan
B = kemiringan lereng
D = arah kemiringan perlapisan
S = arah kemiringan lereng
(a) = besar sudut lintasn terhadap arah strike
Rumus untuk lintasan tegak lurus jurus
Bila lereng horizontal maka berlaku rumus :
t = p sin Y…………………………………. ( Rumus 1 )
Dalam hal kemiringan lapisan 900 maka digunakan rumus :
t = p …………………………………………. ( Rumus 2 )
Bila lereng miring, dimana kemiringan lereng berlawanan arah dengan kemiringan lapisan, maka
digunakan (rumus 3)
Dip lebih kecil dari slope.
t = p sin ( y +B ) …………………………… ( Rumus 3 )
Dip lebih besar dari slope
T = p cos (900 – ( Y + B ))
= p cos (900 -Y – B )
Dalam hal kemiringan lapisan 00 maka :
t = p sin B ………………………………… ( Rumus 4 )
Bila jumlah kemiringan lapisan dan kemiringan lereng = 90 0, maka diperoleh t = p ( lihat rumus
2)
Tetapi bila kemiringanlapisan 900 ( gambar 4.4 ) maka :
t = p cos B ………………………………….. ( Rumus 5 )
sementara itu bila kemiringan lapisan lereng searah dengan kemiringan perlapisan , maka :
untuk beta lebih besar dari gama .
t = p sin ( B – Y ) …………………………… ( Rumus 6 )
untuk beta lebih kecil dari gama.
t = p sin ( Y – B ) ……………………………. ( Rumus 7 )

4.7 Metode
1. Metode Jacob Staff
Metode Jacob Staff adalah metode yang digunakan untuk megukur ketebalan suatu lapisan
batuan yang menggunakan alat yang bernama tongkat jacob yaitu tongkat yang panjangnya 150
cm, diberi tanda atau grid yang panjangnya 10cm berwarna hitam putih atau merah putih untuk
memudahkan perhitungan tebal lapisan tersebut dan pada ujung tongkat terdapat busur derajat
untuk menyesuaikan kemiringan lapisan batuan. Metode ini lebih praktis dan cepat dalam
pengolahan datanya dikarenakan langsung dapat mengetahui tebal sebenarnya. Tetapi tidah
semua bidang perlapisan bisa diukur dengan metode ini, karena diperlukan singkapan yang ideal.
Cara penggunaan metode ini adalah : Mengukur dip bidang perlapiasn tersebut setelah itu
tempelkan ujung bawah tongkat Jacob Staff ini pada lapisan yang paling bawah, kemudian
dimiringkan sesuai dengan dip lapisan tersebut.

2. Metode Bentang Tali

Metode rentang tali adalah metode yang lakukan untuk mengukur ketebalan sebenarnya suatu
bidang perlapisan dengan cara merentangkan tali yang sudah di beri tanda atau grid setiap 10 cm
atau 1 meter, kemudian direntangkan pada singkapan batuan dan sebelumnya diukur dip dan
slope bidang singkapan tersebut. Selanjutnya dalam pengolahan data lapangan menggunakan
metode matematis dengan rumus. Metode ini lebih akurat dibandingkan dengan Metode Jacob
Staff.

2.1 Pada daerah datar


Pengukuran pada daerah datar, apabila jarak terukur adalah jarak tegak lurus jurus, ketebalan
langsung di dapat dengan menggunakan rumus : T = d sin ∂ (dimana d adalah jarak terukur di
lapangan dan ∂ adalah sudut kemiringan lapisan). Apabila pengukuran tidak tegak lurus jurus,
maka jarak terukur harus dikoreksi seperti pada cara diatas.

2.2 Pada daerah berlereng


Terdapat beberapa kemungkinan posisi lapisan terhadap lereng seperti diperlihatkan pada
gambar 2 dan gambar 3. (Catatan: sudut lereng (s) dan kemiringan lapisan (∂) adalah pada
keadaan yang tegak lurus dengan jurus atau disebut “true dip” dan “true slope” ).

• Kemiringan lapisan searah dengan lereng.


Bila kemiringan lapisan (∂ ) lebih besar daripada sudut lereng (s) dan arah lintasan tegak lurus
jurus, maka perhitungan ketebalan adalah : T = d sin (∂ - s )
Bila kemiringan lapisan lebih kecil daripada sudut lereng dan arah lintasan tegak lurus jurus,
maka perhitungan ketebalan adalah : T = d sin (s - ∂ )

• Kemiringan lapisan berlawanan arah dengan lereng


Bila kemiringan lapisan membentuk sudut lancip terhadap lereng dan arah lintasan tegak lurus
jurus maka : T = d sin ( ∂ + s )

Apabila jumlah sudut lereng dan sudut kemiringan lapisan adalah 900 (lereng berpotongan tegak
lurus dengan lapisan) dan arah lintasan tegak lurus jurus maka: T = d
Bila kemiringan lapisan membentuk sudut tumpul terhadap lereng dan arah lintasan tegak lurus
jurus, maka : T = d sin (1800 - ∂ - s)

2.3 Kemiringan lapisan mendatar


Bila lapisannya relatif mendatar,dengan kemiringan lereng yang sudah diketahui dan di
ukur. Maka dapat menggunakan rumus : T = d sin (s)

III.2.4 Lapisan batuan tegak


Bila lapisannya relatif tegak,dengan kemiringan lereng yang sudah diketahui dan di ukur. Maka
dapat menggunakan rumus : T = d sin (90o - s)

4.5.Alat dan bahan

Alat & Bahan yang digunakan :


- Hvs
- Alat tulis
- Penggaris
- Jangka
- Busur 360o

4.6. Prosedur pelaksanaan

penampang atas

penampang samping
Perhitungan :
 Diket : ; AB = 125 m
 BD ( ketebalan ) ; BC sin 35o { penampang vertikal }
 BC ( dip direction ) ; AB cos 15o { penampang horisontal }
 Jadi BD ( ketebalan ) ; 125 cos 15o sin 35o
; 69.2540 meter
2.
Tebal batugamping 8 sin (50 +12)
Tebal batupasir 4 sin (50 + 15)
Tebal breksi 6 sin (50 – 13)
Tebal batupasir2 10 sin (50 + 17)
Tebal mudstone 5 sin (50)

Tobal tebal = tebal btgamping + btpasir + breksi + btpsir + mudstone

3.
Cek arah bukan barat tapi utara, lebar lapisan batuan bukan 5 tapi 10 m.
Tebal = 10 sin 30
Kedalaman = d = 30
Panjang lintasan yang dilalui adalah 30 m ke utara
(karena segitiga sama kaki maka lintasan yang dilalui adalah sama dengan kedalaman)

4.
AD = L cos b
BD = AD sin d
= L cos b sin d
CD = L sin b
Ketebalan = EF = DF – DE g = 90 – a
= BD cos g – DC cos ( 90 – g )
= BD cos ( 90 – a ) – DC cos ( 90 – ( 90 – a ) )
= L cos b sin d cos( 90 – a ) – L sin b cos a
a = alfa, b = beta, g = gamma

4.7.Pembahasan

- Tebal

4.8. Form

Kedalaman
4.9 Kedalaman
Tujuan Praktikum
Dengan cara perhitungan matematis, yang perlu diperhatikan adalah kemiringan lereng,
kemiringan lapisan dan jarak jurus dari singkapan ke titik tertentu.
4.1.0 deskripsi
Kedalaman adalah jarak vertical dari ketinggian tertentu ( permukaan air laut ) kearah
bawah terhadap suatu titik, garis atau bidang.

Gambar 4.10
Gambar diagram blok menunjukan kedalaman dari sebuah permukaan horizontal.
Secara garis besar, masalah - masalah penentuan kedalaman dapat dibedakan /dibagi berdasarkan
cara perhitungannya menjadi :
1. Perhitungan berdasarkan pengukuran tegak lurus jurus lapisan.
2. Perhitungan berdasarkan pengukuran tidak tegak lurus jurus lapisan.

4.1.1. pengukuran kedalaman pada arah lintasan tegak lurus jurus lapisan.
1. Medan datar /topgrafi tidak berelif ( gambar 4.4 )
D = 1 tg ao
Keterangan :
D = kedalaman
L = panjang lintasan pengukuran
2 . medan topografi dengan slope
a. Dip searah dengan slope ( gambar 4.15 )

D = I ( cos B0 . Tg a0 – sin Bo )
b. Dip berlawanan dengan slope (gambar 4.16)
D = I ( cos Bo . tg a, + sin Bo )
Gambar 4.15/ 4.16
4.2.2 Pengukuran kedalaman pada arah tidak tegak lurus jurus lapisan.
a. dip searah dengan slope ( gambar 4.2.2 )

d = 1 ( tg a0 . cos B0 . sin oo . sin - B0 )

b.. dip berlawanan dengan slope ( gambar 4.2.3 )

d = 1 ( tg a0 . cos B0 . sin oo . sin - B0 )

Gambar penghitungan kedalaman ( gambar 4.2.2/ 4.2.3 )

Prosedur menggunakan ( gambar 4.2.4 )


Misalnya jarak lokasi pengukuran ke batas lapisan adalah 600 ft dan kemiringan lapisan 20 o dan
kemiringan lapisan 20o , maka kedalamanya : harga 600 di plot pada skala “ distance “ dan 20 o di
plot pada skala “ dip ”, kemudian keduanya dihubungkan dengan garis dan akan memotong pada
skala “ depth of bed “ di angka 220 , maka kedalamanya adalah ft.
Gambar proyeksi tebal dan kedalaman.
4.6Alat dan bahan

Alat & Bahan yang digunakan :


- Hvs
- Alat tulis
- Penggaris
- Jangka
- Busur 360o

4.6.Prosedur pelaksanaan
Prosedur pelaksanaan.
Misalnya jarak lokasi pengukuran ke batas lapisan adalah 600 ft dan kemiringan lapisan 20 o dan
kemiringan lapisan 20o , maka kedalamanya : harga 600 di plot pada skala “ distance “ dan 20 o di
plot pada skala “ dip ”, kemudian keduanya dihubungkan dengan garis dan akan memotong pada
skala “ depth of bed “ di angka 220 , maka kedalamanya adalah ft.
4.7..Pembahasan

- kedalaman

4.8. Form

-
MODUL 7
POLA SINGKAPAN DAN PETA GEOLOGI

7.1. Tujuan praktikum


Tujuan dari praktikum ini adalah mengetahui adanya kedudukan yang tidak sama dari berbagai
batuan serta adanya relif permukaan bumi, menyebabkan bentuk penyebaran batuan dan struktur
yang tergambarkan dalam peta geologi akan membentuk suatu pola tertentu bentuk penyebaran
batuan tersebut dikenal dengan istilah “ Pola singkapan”

7.2 Deskripsi
Pada praktikum ini akan membahas tentang pembuatan pola singkapan dan peta geologi dengan
mementukan tebal lapisan, topografi, besar kemiringan, bentuk struktur lipatan.
7.3 Landasan Teori
POLA SINGKAPAN GEOLOGI
Umumnya bentuk relief muka bumi dipengaruhi oleh bentuk struktur batuan yang telah ada.
Batuan dikatakan tersingkap bila ketinggiannya sama dengan permukaan bumi. Bila setiap
singkapan batuan yang sama dihubungkan dengan batas yang jelas pada peta maka akan terlihat
suatu bentuk penyebaran batuan. Bentuk penyebaran tersebut dikenal dengan pola singkapan.
Dari adanya singkapan batuan inilah dapat diketahui keadaan geologi suatu daerah dan juga
dapat dibuat peta singkapan batuan geologi yang menggambarkan tentang keadaan daerah
tersebut, meliputi suatu penyebaran batuan atau litologi, penyebaran tersebut diatas disebut juga
dengan peta dasar geologi.
Peta geologi pada dasarnya merupakan suatu sarana untuk menggambarkan tubuh batuan,
penyebaran batuan, kedudukan unsur struktur geologi dan hubungan antar satuan batuan serta
merangkum berbagai data lainnya. Peta geologi juga merupakan gambaran teknis dari
permukaan bumi dan sebagian bawah permukaan yang mempunyai arah, unsur-unsurnya yang
merupakan gambaran geologi, dinyatakan sebagai garis yang mempunyai kedudukan yang pasti.
Pada dasarnya peta geologi merupakan rangkaian dari hasil berbagai kajian lapangan. Hal ini
pula yang menyebabkan mengapa pemetaan geologi diartikan sama dengan geologi
lapangan. Peta geologi umumnya dibuat di atas suatu peta dasar (peta topografi/rupabumi)
dengan cara memplot singkapan-singkapan batuan beserta unsur struktur geologinya di atas peta
dasar tersebut. Pengukuran kedudukan batuan dan struktur di lapangan dilakukan dengan
menggunakan kompas geologi. Kemudian dengan menerapkan hukum-hukum geologi dapat
ditarik batas dan sebaran batuan atau satuan batuan serta unsur unsur strukturnya sehingga
menghasilkan suatu peta geologi yang lengkap.
Peta geologi dibuat berlandaskan dasar dan tujuan ilmiah dimana memanfaatkan lahan, air dan
sumberdaya ditentukan atas dasar peta geologi. Peta geologi menyajikan sebaran dari batuan dan
tanah di permukaan atau dekat permukaan bumi, yang merupakan penyajian ilmiah yang paling
baik yang menghasilkan informasi yang dibutuhkan oleh para pengambil keputusan untuk
mengidentifikasi dan mencegah sumberdaya yang bernilai dari resiko bencana alam dan
menetapkan kebijakan dalam pemanfaatan lahan.
Geomorfologi merupakan salah satu cabang dari ilmu pengetahuan geologi yang mempelajari
bentuk – bentuk dari permukaan bumi yang terjadi karena diakibatkan adannya gaya yang
bekerja dalam bumi maupun di permukaan bumi.
Mempelajari permukaan bumi sangatlah penting bagi para ahli geologi , karena ekspresi
topografi itu terkadang dapat dilihat serta dapat menunjukkan keadaan geologi baik struktur
maupun batuannya.
Proses perkembangan ini selalu dikontrol oleh adanya kekuatan yang besar dan selalu terus
berlangsung secara berkesinambungan, baik yang berasal dari dalam maupun luar bumi.
Adanya kekuatan yang bekerja didalam bumi serta meyebabkan batuan – batuan tersebut ternkat
dan terlipat, sedangkan kekuatan yang bekerja di permukaan bumi akan menyebabkan terjadinya
pelapukan dan juga terjadinya erupsi denudasi yang menyebabkan perubahan terhadap roman
muka bumi.
Kekuatan tersebut di atas menyebabkan terjadinnya perubahan pada roman muka bumi, berupa
suatu tonjolan dan lekukan yang membentuk relief pada permukaan bumi. Bentuk relief
permukaan bumi ternyata dapat tergantung atau terkontrol oleh keadaan geologi setempat seperti
pada susunan batuan maupun struktur yang ada di daerah tersebut.
Batuan yang keras (resisten) cenderung dapat membentuk suatu relief yang lebih menonjol dari
pada daerah batuan yang lunak. Sedangkan daerah yang terdiri dari batuan gamping akan
membentuk suatu pola bentang alam “kars topografi” merupakan bentang alam yang kars.
Seperti yang kita ketahui bumi terdiri diri berbagai bentuk, bagian yang paling luar adalah kerak
bumi yang tersusun oleh berbagai lapisan batuan. Pada kedudukan tersebut setiap tempat
tidaklah sama, tergantung dari sesuatu kekuatan tektonik yang selalu mempengaruhinya.
Dari adanya singkapan batuan inilah dapat diketahui keadaan geologi suatu daerah dan juga
dapat dibuat suatu peta singkapan batuan geologi yang menggambarkan tentang keadaan suatu
daerah tersebut, meliputi suatu penyebaran batuan atau litologi, penyebaran tersebut di atas
disebut juga dengan peta dasar geologi.
Akibat adanya kedudukan yang tidak sama pada berbagai batuan serta adanya suatu relif pada
permukaan bumi menyebabkan bentuk penyebaran batuan dengan struktur yang digambarkan
dalam peta geologi akan membentuk suatu pola tertentu dan bentuk penyebaran dengan istilah
dari pola singkapan.
Besar dan bentuk dari pola peyebaran atau singkapan tergantung dari beberapa hal, yaitu :
1. Tebal lapisan
Dalam hal ini suatu singkapan dengan tebal yang berbeda walaupun pada kemiringan yang sama,
tetapi keadaan topografi besar dan lebar pada peta singkapan akan berbeda.
2. Topografi / morfologi
Tebal kemiringan suatu lapisan pada suatu peta topografi menggambarkan suatu peta singkapan
batuan yang relatif besar, sedangkan peta morfologi adalah kenampakan pada pemukaan kulit
bumi yang relatif memperlihatkan bentuk ketidakselarasan secara vertikal baik dalam ukuran
besar maupun ukuran yang sangat kecil dari permukaan litosfer.
3. Besar kemiringan lapisan
Lapisan yang tebalnya sama dengan topografi, tetapi bila suatu kemiringan yang tebalnya
berbeda dimana arah kemiringan suatu lapisan batuan yang sangat berbeda pula.
4. Bentuk struktur lipatan
Struktur lipatan akan membentuk pola singkapan yang sangat berlainan, untuk lipatan yang
menunjam terdiri dari sinklin dan antiklin akan membentuk pola zig-zag serta mempunyai
ekspresi topografi punggung.

7.4 Hukum “ V ” ( V RULE )


Hukum " V" (V Rule)
Hubungan antara lapisan yang mempunyai kemiringan dengan bentuk topografi berelief akan
menghasillcan .suatu pola singkapan yang beraturan, diamana aturan tersebut dikenal dengan
hukum "V". Aturan-aturan tersebut adalah sebagai berikut :

a) Lapisan horizontal akan membentuk pola singkapan yang mengikuti pola garis kontur.

b) Lapisan dengan kemiringan yang berlawanan dengan arah kemiringan lereng maka
kenampakan lapisan akan memotong lembah dengan pola singkapan membentuk huruf "V" yang
berlawanan dengan arah kemiringan lembah.

c) Pada lapisan tegak akan membentuk pola singkapan berupa garis lurus dimana pola singkapan
ini tidak dipengaruhi oleh keadaan topografi.

d) Lapisan yang miring searah dengan arah kemiringan lereng dimana kemumgan lapisan lebih
besar danpada kemiringan lereng akan membentuk pola smgkapan dengan huruf "V" mengarah
sama (searah) dengan arah kemiringan lereng.
e) Lapisan dengan kemiringan yang searah dengan kemiringan lereng dimana besar kemiringan
lapisan lebih kecil dari kemiringan lereng , maka pola singkapannya akan membentuk huruf "V"
yang berlawanan dengan arah kemiringan lereng /lembah.
f) Lapisan yang kemiringan nya searah dengan kemiringan lembah dan besarnya kemiringan
lapisan sama dengan kemiringan lereng/lembah maka pola singkapan tampak .
7.5 contoh gambar

Gambar 7.5 ( gambar mengenai pola singkapan )

7.6.Alat dan bahan

Alat & Bahan yang digunakan :


- Hvs
- Alat tulis
- Penggaris
- Jangka
- Busur 360o
7.7. Prosedur pengerjaan
Dalam pembuatan peta geologi, dilakukan dengan cara mengamati singkapan – singkapan batuan
yang di jumpai . pengamatan singkapan batuan biasanya dilakukan denga mengambil jalur di
sekitar aliran sungai. Disepanjang aliran sungai inilah dapat dijumpai singkapan batuan dengan
baik.
Pengamatan yang dilakukan meliputi jenis batuan, penyebaran, kedudukanya, hubungan antara
satuan ( litologi ), strukturnya ( baik struktur primer maupun sekundur ).
1. Data singkapan dari tiap lokasi pengamatan diplotkan pada peta dasar ( peta topografi ),
yaitu berupa symbol, tanda, warna.
2. Batas litologi, garis sesar, sumbu lipatan, dapat berupa garis penuh ( tegas ) bila
diketahui dengan pasti atau berupa garis putus putus jika diperkirakan.
3. Legenda peta di urutkan susai dengan ukuran statigrafi ( hokum suporposisi )
4. Penyebaran satuan batuan ( pola singkapannya ) dapat ditarik batasnya antara diantara
satuan batuan yang berlainan dengan memperhatikan hokum “V”.

Semangkin banyak data singkapan yang diketahui, hasilnya akan semangkin baik ( dapat di
pertanggung jawabkan )
contoh permasalahan.
pada pemetaan geologi didaerah “TARAKAN”telah di ketahui dan diplotkan beberapa data
singkapan batuan.
Dilokasi A, tersingkap antara batu lempung dengan batu gamping dengan kedudukan N
90o E/20o .
Buatlah pola singkapan ( peta geologi ) daerah tersebut, dan tentukan statigrafinya
Rekontruksi
1. Pada lokasi A diketahui batas kedua batuan, maka buatlah jurus bidang di lokasi A,
kedudukan N 90o E
2. Buat “folding line” yaitu garis OB yang tegak lurus garis jurus.
3. Buat kemiringan bidang lapisan sebesar 20o di ukur dari garis OB.
4. Buatlah strike line ( kontur struktur ) dengan interval yang sesuai dengan interval garis
kontur peta, yaitu 100 meter.
5. Beri tanda titik pada setiap perpotongan antara strike line/kontur struktur dengan garis
kontur yang mempunyai ketinggian yang sama.
6. Gubungkan titik – titik potong tersebut secara berurutan.
7. Garis penghubung tersebut merupakan pola singkapannya maka jadilah peta geologi
daerah “TARAKAN”
8. Dengan memperhatiakn penyebaran masing – masing batuanya dan arah kemiringan
perlapisan, maka dapay disimpulkan batu lempung terletak dibawah batu gamping.
Contoh. gambar pola singkapan

Gambar pola singkapan 7.7

Menentukan kedudukan bidang dari peta geologi.


Pada peta geologi gambar ( gambar 7.8 ) Nampak pola penyebaran batu pasir tentukan
kedudukan batuan tersebut
Tentukan kedudukan batu pasir tersebut.
Rekontruksi
1. Gunakan salah satu batas batu ppasir yang terpotong oleh dua garis kontur yang berbeda
tingginya.
2. Hubungkan titik – titik potong tersebut, sehingga garis penghubung tersebut merupakan
jurus batu pasir, yaitu garis “H”merupakan jurus ketinggian 1620 meter dan garis
“I”merupakan jurus ketinggian 1600 meter.
3. Buat garis tegak lurus terhadap kedua garis jurus tersebut yaitu garis FL.
4. Pada garis jurus ketinggian yang rendah ( dalam hal 1600 meter ) ukuran sepanjang
selisih tinggi (d) dari kedua garis jurus tadi. Maka sudut dibentuk antara garis FL dengan
garis yang di tarik selisih tinggi (d) ke garis FL merupakan besarnya kemiringan/dip
lapisan, yaitu 15o .
5. Jadi kedudukan batu pasir tersrbuut adalah N 180 o E/15o

Contoh gambar peta geologi 7.9


Pembuatan penampang geologi
Suatu gambaran yang memperlihatkan keadaan geologi secara vertical, sehingga diketahui
hungan satu dengan lainy. Dalam pembuatan penampang geologi dipilih suatu jalur tertentu
sedemikian rupa, sehingga dapat memperlihatkan dengan jelas semua keadaan geologi secara
vertical. Dalam hal ini dipilih atau di buat jalur yang arahnya tegak lurus terhadap jurus umum
lapisan batuan, sehingga dalam penampang dan tergambarkan keadaan kemiringan lapisan yang
asli ( true dip ).
Namun pembuatan penampang terkadang juga melalui jalur yang tidsk tegak lurus terhadap
apisan batuan, maka disini penggambaran besar kemiringan lapisanya adalah merupakan
kemiringan semu ( apparent dip ) yang besarnya sesuai dengan arah sayatan terhadap jurus
lapisan batuan.
Misalkan pada suatu peta geologi di buat penampang melalui A-B dan X –Y .
1. Perhatikan arah sayatan penampang terhadap jurus umum lapisan( tegak lurus atau tidak )
2. Buat “base line” yang panjangnya sama dengan panjang garis penampang pada peta
geologi.
3. Buat “end line” dan berikan angka angka yang menunjukan ketinggian, sesuai dengan
skalanya.
4. Buat “profile line”dengan cara mengeplot ketinggian garis kontur yang terpotong garis
penampang, dan kemudian menghubungkannya.
5. Gambarkan keadaan geologinya, meliputi batas lapisan, batas struktur dan lainya yang
terpotong oleh garis penampang.
Gambar penampang geologi
7.8.Pembahasan

- Pola singkapan dan penampang geologi

7.9 Form
MODUL 8

SESAR

9.1. Tujuan Pratikum

Pratikan dapat menganalisis jenis sesar pada proyeksi streografis.

9.2. Deskripsi

Sesar adalah struktur rekahan yang telah mengalami pergeseran. Sifat pergeserannya dapat
mendatar, miring,naik dan turun. Didalam mempelajari struktur sesar disamping geometrinya
yaitu bentuk , ukuran, arah dan polanya, yang penting juga untuk diketahui adalah
mekanismenya pergerakannya.

9.3. Landasan Teori

1. Pengertian Sesar
Patahan atau sesar (fault) adalah satu bentuk rekahan pada lapisan batuan bumi
yg menyebabkan satu blok batuan bergerak relatif terhadap blok yang lain.
Pergerakan bisa relatif turun, relatif naik, ataupun bergerak relatif mendatar terhadap
blok yg lain. Pergerakan yg tiba-tiba dari suatu patahan atau sesar bisa
mengakibatkan gempa bumi. Sesar (fault) merupakan bidang rekahan atau zona
rekahan pada batuan yang sudah mengalami pergeseran (Williams, 2004). Sesar
terjadi sepanjang retakan pada kerak bumi yang terdapat slip diantara dua sisi yang
terdapat sesar tersebut (Williams, 2004). Beberapa istilah yang dipakai dalam analisis
sesar antara lain
a. Jurus sesar (strike of fault) adalah arah garis perpotongan bidang sesar dengan
bidang horisontal dan biasanya diukur dari arah utara.
b. Kemiringan sesar (dip of fault) adalah sudut yang dibentuk antara bidang sesar
dengan bidang horisontal, diukur tegak lurus strike.
c. Net slip adalah pergeseran relatif suatu titik yang semula berimpit pada bidang
sesar akibat adanya sesar.
d. Rake adalah sudut yang dibentuk oleh net slip dengan strike slip (pergeseran
horisontal searah jurus) pada bidang sesar.
Gambar 1. Bagian-bagian Sesar

Keterangan gambar tersebut adalah


α = dip
β = rake of net slip
θ = hade = 90o – dip
ab = net slip
ac = strike slip
cb = ad = dip slip
ae = vertical slip = throw
de = horizontal slip = heave

Dalam penjelasan sesar, digunakan istilah hanging wall dan foot wall sebagai
penunjuk bagian blok badan sesar. Hanging wall merupakan bagian tubuh batuan
yang relatif berada di atas bidang sesar. Foot wall merupakan bagian batuan yang
relatif berada di bawah bidang sesar.

Gambar 2. Hanging wall dan foot wall.


2. Ciri-ciri Sesar
Secara garis besar, sesar dibagi menjadi dua, yaitu sesar tampak dan sesar buta
(blind fault). Sesar yang tampak adalah sesar yang mencapai permukaan bumi
sedangkan sesar buta adalah sesar yang
terjadi di bawah permukaan bumi dan tertutupi oleh lapisan seperti lapisan deposisi
sedimen. Pengenalan sesar di lapangan biasanya cukup sulit. Beberapa kenampakan
yang dapat digunakan sebagai penunjuk adanya sesar antara lain :
a. Adanya struktur yang tidak menerus (lapisan terpotong dengan tiba-tiba)
b. Adanya perulangan lapisan atau hilangnya lapisan batuan.
c. Kenampakan khas pada bidang sesar, seperti cermin sesar, gores garis.

Gambar 3. Gores Garis (slickens slides)


d. kenampakan khas pada zona sesar, seperti seretan (drag), breksi sesar, horses,
atau lices, milonit.

Gambar 4. Zona sesar


e. silisifikasi dan mineralisasi sepanjang zona sesar.
f. perbedaan fasies sedimen.
g. petunjuk fisiografi, seperti gawir (scarp), scarplets (piedmont scarp), triangular
facet, dan terpotongnya bagian depan rangkaian pegunungan struktural.
Gambar 5. Triangular facet

Gambar 6. Fault scarp


h. Adanya boundins : lapisan batuan yang terpotong-potong akibat sesar.
Gambar 7. Boundins

3. Klasifikasi Sesar
Klasifikasi sesar dapat dibedakan berdasarkan geometri dan genesanya
a. Klasifikasi geometris
1) Berdasarkan rake dari net slip.
· strike slip fault (rake=0º)
· diagonal slip fault (0 º < rake <90º)
· dip slip fault (rake=90º)
2) Berdasarkan kedudukan relatif bidang sesar terhadap bidang perlapisan atau
struktur regional
· strike fault (jurus sesar sejajar jurus lapisan)
· bedding fault (sesar sejajar lapisan)
· dip fault (jurus sesar tegak lurus jurus lapisan)
· oblique / diagonal fault (menyudut terhadap jurus lapisan)
· longitudinal fault (sejajar struktur regional)
· transversal fault (menyudut struktur regional)
3) Berdasarkan besar sudut bidang sesar
· high angle fault (lebih dari 45o)
· low angle fault (kurang dari 45o)
4) Berdasarkan pergerakan semu
· normal fault (sesar turun)
· reverse fault (sesar naik)
5) Berdasarkan pola sesar
· paralel fault (sesar saling sejajar)
· en chelon fault (sesar saling overlap dan sejajar)
· peripheral fault (sesar melingkar dan konsentris)
· radial fault (sesar menyebar dari satu pusat)
Gambar 8. Klasifikasi sesar

b. Klasifikasi genetis
Berdasarkan orientasi pola tegasan yang utama (Anderson, 1951) sesar dapat
dibedakan menjadi :
· Sesar naik (thrust fault) bila tegasan maksimum dan menengah mendatar.
· Sesar normal bila tegasan utama vertikal.
· Strike slip fault atau wrench fault (high dip, transverse to regional structure)

4. Beberapa Jenis Sesar dan Penjelasannya


a. Sesar Normal / Sesar Turun (Extention Fault)
Sesar normal dikenali juga sebagai sesar gravitasi, dengan gaya gravitasi
sebagai gaya utama yang menggerakannya. Ia juga dikenali sebagai sesar ekstensi
(Extention Fault) sebab ia memanjangkan perlapisan, atau menipis kerak bumi.
Sesar normal yang mempunyai salah yang menjadi datar di bagian dalam bumi
dikenali sebagai sesar listrik. Sesar listrik ini juga dikaitkan dengan sesar tumbuh
(growth fault), dengan pengendapan dan pergerakan sesar berlaku serentak. Satah
sesar normal menjadi datar ke dalam bumi, sama seperti yang berlaku ke atas sesar
sungkup. Pada permukaan bumi, sesar normal juga jarang sekali berlaku secara
bersendirian, tetapi bercabang.
Cabang sesar yang turun searah dengan sesar utama dikenali sebagai sesar
sintetik, sementara sesar yang berlawanan arah dikenali sebagai sesar antitetik.
Kedua cabang sesar ini bertemu dengan sesar utama di bagian dalam bumi. Sesar
normal sering dikaitkan dengan perlipatan. Misalnya, sesar di bagian dalam bumi
akan bertukar menjadi lipatan monoklin di permukaan.
Hanging wall relatif turun terhadap foot wall, bidang sesarnya mempunyai
kemiringan yang besar. Sesar ini biasanya disebut juga sesar turun.

Gambar 9. Extention Fault

Patahan atau sesar turun adalah satu bentuk rekahan pada lapisan bumi yang
menyebabkan satu blok batuan bergerak relatif turun terhadap blok lainnya. Fault
scarp adalah bidang miring imaginer tadi atau dalam kenyataannya adalah
permukaan dari bidang sesar.

b. Sesar naik (reverse fault / contraction fault)


Sesar naik (reverse fault) untuk sesar naik ini bagian hanging wall-nya relatif
bergerak naik terhadap bagian foot wall. Salah satu ciri sesar naik adalah sudut
kemiringan dari sesar itu termasuk kecil, berbeda dengn sesar turun yang punya
sudut kemiringan bisa mendekati vertical. Nampak lapisan batuan yg berwarna lebih
merah pada hanging wall berada pada posisi yg lebih atas dari lapisan batuan yg
sama pada foot wall. Ini menandakan lapisan yg ada di hanging wall udah bergerak
relatif naik terhadap foot wall-nya.

Gambar 10. Reverse fault / contraction fault

c. Sesar mendatar (Strike slip fault / Transcurent fault / Wrench fault)


Sesar mendatar (Strike slip fault / Transcurent fault / Wrench fault) adalah sesar
yang pembentukannya dipengaruhi oleh tegasan kompresi. Posisi tegasan utama
pembentuk sesar ini adalah horizontal, sama dengan posisi tegasan
minimumnya, sedangkan posisi tegasan menengah adalah vertikal. Umumnya bidang
sesar mendatar digambarkan sebagai bidang vertikal, sehingga istilah hanging wall dan
foot wall tidak lazim digunakan di dalam sistem sesar ini. Berdasarkan gerak relatifnya,
sesar ini dibedakan menjadi sinistral (mengiri) dan dekstral (menganan).

Gambar 11. Strike slip fault / Transcurent fault / Wrench fault

Penentuan Jenis Sesar Berdasarkan Klasifikasi Rickard (1972)


1. Thrust Slip Fault 12. Lag Slip Fault

2. Reverse Slip Fault 13. Normal Slip Fault

3. Right Thrust Slip Fault 14. Left Lag Slip Fault

4. Thrust Right Slip Fault 15. Lag Left Slip Fault


: Pitch (Rake) 5. Reverse Right Slip Fault 16. Normal Left Slip
Fault

6. Right Reverse Slip Fault 17. Left Normal Slip


Fault

7. Right Slip Fault 18. Left Slip Fault

8. Lag Right Slip Fault 19. Thrust Left Slip Fault

9. Right Lag Slip Fault 20. Left Thrust Slip Fault

10. Right Normal Slip Fault 21. Left Reverse Slip


Fault

11. Normal Right Slip Fault 22. Reverse Left Slip


Fault

DIP
6.4. Alat dan Bahan
Alat & Bahan yang digunakan :
- Hvs
- Alat tulis
- Penggaris
- Jangka
- Busur 360o
- Kalkir
- Streonet

6.5. Prosedur pelaksanaan


1. Analisis Sesar Menggunakan Proyeksi Streografis

Contoh: Diukur sejumlah kekar shear fracture , gash fracture, dan arah breksiasi.

(1) plotkan proyeksi kutub ke dua jenis kekar tersebut pada sebuah kalkir diatas schimdt
net.
(2) Plot harga kerapatan dengan menghitung titik pada segienam dari Kalsbek acounting
net.
Buat kontur yang menghubungkan angka data yang sama
(3) Hitung prosentase kerapatan, yaitu seperdata x 100 %. Harga tertinggi dianggap
kedudukan umumnya. Kemudian baca kedudukan pada jaring schimdt net.
(4) Tentukan arah umum breksiasi dengan diagram kipas( N24 E)
(5) Plot data kekar dan arah breksiasi diatas wulf net, tentukan kedudukan net slip.
(6) Tentukan jenis sesar.berdasarkan klasifikasi( Rickard, 1972 ).

8.6. Pembahasan

- Hasil Sesar

- Kesimpulan

8.7. Lampiran form

Anda mungkin juga menyukai