PENDAHULUAN
1.1 TUJUAN
a. Mengetahui definisi geologi struktur, struktur primer, struktur sekunder.
b. Mengetahui gaya apa saja yang mempengaruhi terjadinya deformasi
batuan.
c. Mengetahui jenis - jenis struktur geologi.
1.2 ALAT DAN BAHAN
A. Alat
1. Busur derajat
2. Jangka
3. Penggaris 1 set
4. Clipboard
5. Pensil warna
6. Alat tulis Lengkap (Pena, Pensil, Penghapus, dll)
B. Bahan
1. Modul
2. Poster
3. Lembar Kerja Min 5 Lembar
1.3 DEFINISI
Menurut Sapiie dan Harsolumakso, A.H. (2008) secara umum, pengertian geologi
struktur adalah ilmu yang mempelajari batuan yang terdeformasi yang membentuk lapisan
atas dari bumi. Sedangkan menurut Noor (2012) geologi struktur adalah bagian dari ilmu
geologi yang mempelajari tentang bentuk (arsitektur) batuan sebagai hasil dari proses
deformasi. Deformasi adalah proses yang merubah bentuk atau ukuran dari batuan dan
meninggalkan hasil yang permanen di batuan. Tujuan utama dalam mempelajari geologi
struktur adalah merekonstruksi gaya-gaya yang menyebakan proses perubahan atau
deformasi dan evolusi dari muka bumi.
Menurut Sapiie, B. dan Harsolumakso, A.H. (2008) secara umum dalam geologi ada
tiga jenis struktur geologi yang terobservasi dari lapangan yaitu: bidang kontak, stuktur
primer dan struktur sekunder.
1. Kontak Litologi
Batas antar jenis batuan, yang mencerminkan suatu proses geologi. Bidang kontak ini
dapat berupa; kontak sedimentasi (normal), ketidakselarasan, kontak intrusi, kontak tektonik
berupa bidang sesar atau zona sesar atau fault zone.
Gambar 1.1. Bidang kontak antar berbagai jenis batuan beku (yang berwarna putih,
abu-abu dan kemerahan) yang saling potong-memotong (A, B, C). Rekonstruksi
balik bidang-bidang kontak tersebut dapat menggambarkan sejarah proses
deformasinya. Foto singkapan Granit Lasi, Sumatera Barat.
2. Struktur Primer
Struktur dalam batuan yang berkembang pada saat atau bersamaan dengan proses
pembentukannya. Pada umumnya struktur ini merefleksikan kondisi lokal dari lingkungan
pengendapan batuan tersebut. Contohnya bidang perlapisan pada batuan sedimen struktur
sedimen seperti gradded-bedding, cross-bedding, riple marks dan curent riples pada
batupasir. Struktur kekar kolom, ropy dan vesicular (gas vesicle) pada lava. Catatan :
Struktur primer dalam batuan sedimen akan mengikuti hukum-hukum dasar sedimentologi,
misalnya superposisi dan kesinambungan lateral.
3. Struktur Sekunder
Struktur yang terbentuk akibat gaya (force) setelah proses pembentukan batuan tersebut,
baik itu batuan beku, batuan sedimen maupun batuan metamorf. Mempelajari proses-proses
pembentukan struktur sekunder ini yang akan menjadi fokus utama didalam geologi struktur.
Tetapi untuk beberapa kasus seringkali sangat sulit untuk membedakan struktur primer dan
sekunder, karena adanya unsur interpretasi misalnya pada saat pembentukan struktur bantal
pada lava. Dimana pada saat pembentukannya sebagai suatu struktur primer mungkin
berkaitan dengan suatu proses tektonik regional yang signifikan.
Gambar 1.2. Struktur primer berupa bidang perlapisan pada batuan sedimen
(A-D) yang memperlihatkan batas lithologi yang merupakan kontrast kekuatan
dan sifat batuan. Foto B memperlihatkan batuan dengan struktur primer berupa
struktur sedimen sekuen Bouma (turbidit) yang dapat digunakan untuk
menentukan kedudukan awal batuan (Orginal Horizontality). E dan F struktur
primer pada batuan beku yang berkaitan dengan proses pembekuan; struktur
bantal (E) dan kekar kolom (F).
Gambar 1.3. Struktur sekunder akibat deformasi berupa rekahan, kekar,
perlipatan dan pensesaran skala besar (singkapan) pada batuan sedimen.
Untuk lebih mengerti proses yang terjadi di bumi ini kita perlu mengerti bagaimana
proses pembentukan geometri unsur struktur tersebut, sebagai contoh adalah struktur lipatan.
Sehingga berdasarkan pendekatan geometri analisa geologi struktur dapat dibagi menjadi
tiga yaitu analisa deskriptif, kinematika dan dinamik (Sapiie dan Harsolumakso, 2008).
1. Secara Deskriptif
Merupakan hasil langsung observasi lapangan, laboratorium untuk mendeskripsi unsur
struktur seperti karakter fisik, orientasi, dll. Sehingga analisa ini sangatlah penting karena
merupakan hasil pengamatan langsung dari lapangan.
2. Secara Kinematika
Adalah merekonstruksi pergerakan yang terjadi didalam batuan akibat proses deformasi.
Analisa ini murni berdasarkan pada urutan-urutan pembentukan geometri unsur struktur
tanpa didasarkan pada gaya-gaya penyebabnya.
3. Secara Dinamik
Bertujuan menginterpretasi stress pada batuan yang disebabkan oleh proses deformasi,
mendiskripsi arah umum dari gaya yang menyebabkan stress dan mengevaluasi hubungan
antara stress and strain, dan kekuatan batuan
2.1 TUJUAN
a. Mengetahui definisi struktur bidang.
b. Mengetahui definisi dan mampu menggambarkan struktur garis ke dalam proyeksi
dua dimensi (secara grafis).
c. Menentukan plunge dan rake/pitch suatu garis pada suatu bidang.
d. Menentukan kedudukan struktur garis yang merupakan perpotongan dua bidang
e. Menggambarkan geometri struktur bidang ke dalam proyeksi dua dimensi (secara
grafis).
f. Menentukan kedudukan bidang dari dua atau lebih kemiringan semu.
g. Menentukan kedudukan bidang berdasarkan “problem tiga titik” (three point
problem).
Gambar 2.5
Menentukan kemiringan semu dengan grafis
Gambar 2.6 Menentukan kedudukan bidang dari dua kemiringan semu pada ketinggian
yang sama.
2.3.3.3 Menentukan Kedudukan Bidang dari Dua Kemiringan Semu pada Ketinggian
yang Berbeda
Pada bidang ABEF di lokasi O (ketinggian 400 m) terukur kemiringan semu αl° pada
arah N Y° E, sedangkan pada lokasi P (ketinggian 300 m) terukur kemiringan semu α2° pada
arah N X°E. Letak lokasi P terhadap O sudah diketahui. Untuk menentukan kemiringan
bidang semu dengan ketinggian yang berbeda agar didapatkan kedudukan bidang ABEF
sebenarnya (true dip) dilakukan dengan cara:
1. Menggambarkan rebahan kemiringan semu di O dan P sesuai arah dan besarnya.
2. Menggambarkan lokasi ketinggian 300m pada jalur O yaitu lokasi Q
3. Membuat garis tegak lurus OQ sepanjang d (QR) dan sepanjang 2d (ST)
4. Menggambarkan lokasi ketinggian 200mpada jalur O yaitu lokasi P
5. Membuat garis tegak lurus OP sepanjang d sehingga didapat UV
6. Menghubungkan titik Q dan P untuk menjelaskan bahwa terdapat strike bidang
sebenarnya pada ketinggian 300m
7. Menghubungkan titik Q dan S yang merupakan kesejajaran garis QP yang merupakan
strike bidang sebenarnya pada ketinggian 200m
8. Membuat garis sejajar QP melalui titik O. garis ini merupakan strike bidang sebenarnya
pada ketinggian 400m
9. Membuat garis tegak lurus O sehingga didapatkan garis OW
10. Membuat garis sepanjang d pada garis strike 200m dan sepanjang 2d pada garis strike
300 (WX)
11. Dihubungkan titik O dan X sudut WOX merupakan nilai dip sebenarnya
Gambar 2.7
Tahapan menentukan kedudukan bidang dari dua kemiringan semu pada ketinggian berbeda :
(a) penggambaran dua kemiringan semu
(b) pembukaan kontur struktur
(c) penggambaran 3D
2.3.3.4 Menentukan Kedudukan Bidang Berdasarkan Problem Tiga Titik (Three Point
Problems)
Maksudnya menentukan kedudukan bidang dari tiga titik yang diketahui posisi dan
ketinggiannya. Diketahui tiga titik, masing-masing : A ketinggian 200 m, B ketinggian 150
m, dan C ketinggian 100 m. Ketiga titik tersebut terletak pada bidang PQRS, menentukan
bidang PQRS.
Gambar 2.9
Penggambaran simbol struktur nidang (A) dengan kemiringan kearah Barat Daya/ SW dan
simbol (B) dengan bearing kea rah Timur Laut /NE dan penujaman 30o
Struktur garis adalah struktur batuan yang membentuk geometri garis, antara lain
gores garis, sumbu lipatan, dan perpotongan dua bidang. Struktur garis dapat berupa
bentukan garis yang nampak di alam atau pada batuan yang mencerminkan suatu proses
deformasi (penekanan). Dalam geologi struktur, struktur garis dapat dibedakan menjadi
struktur garis riil, struktur garis semu, struktur garis vertikal dan struktur garis horizontal.
Pengertian :
Struktur Garis Riil
Struktur garis yang arah dan kedudukannya dapat diamati dan diukur langsung di
lapangan, contoh: gores garis yang terdapat pada bidang sesar.
Struktur Garis Semu
Semua struktur garis yang arah atau kedudukannya ditafsirkan dari orientasi unsur-
unsur struktur yang membentuk kelurusan atau liniasi, contoh: liniasi fragmen breksi
sesar, liniasi mineral-mineral dalam batuan beku, arah liniasi struktur sedimen
(groove cast, flu te cast) dan sebagainya.
Struktur Garis Vertikal
Struktur garis yang arah dan kedudukannya vertikal.
Struktur Garis Horizontal
Struktur garis yang arah dan kedudukannya horizontal.
2. Dari titik ' A' membuat garis dengan arah N 135° E, sehingga memotong jurus
3. Melalui 'P' membuat garis P Q ( panjang = d ) tegak lurus AP, maka sudut P A Q
A B , yakni dengan memanjangkan garis A D, ke ' D r' dengan pusat putar tiik A .
5. Dari ' D r' membuat garis sejajar lurus (A B), maka garis ini merupakan jurus
6. Membuat melalui 'P' garis tegak lurus pada garis butir (5), serta memotongnya
7. Menghubungk an ' L r' dengan ' A', m a ka sudut ' B A L r' adala h besa rnya rake 54°.
Keterangan :
KL adalah trace (garis potong), sudut OKL adalah plunge ( β ), sudut δ1 adalah rake
KL pada bidang ABEK, sudut δ2 adalah ra ke KL pada bidang CDFK, arah KO adalah
bearing, diukur terhadap arah utara.
Contoh soal . :
Batu gamping dengan kedudukan N 312°E / 300 terpotong intrusi dyke dengan kedudukan N
201 °E / 50°, sehingga pada jalur perpotongannya terdapat mineralisasi. Tentukan kedudukan
jalur perpotongannya!
Keterangan
K–L : Struktur garis dari perpotongan bidang ABEK dan bidang CDEK
Β : Penunjaman (plunge)
4.1 TUJUAN
1. Mampu memahami dan menerapkan hukum V-rules dalam menentukan pola singkapan
batuan
2. Mampu memahami dan menerapkan metode kontur struktur dalam menentukan batas
pola singkapan batuan
3. Mampu membuat penampang geologi
4.2 ALAT DAN BAHAN
1. Alat tulis, penggaris dan busur
2. Pensil warna
3. Peta topografi
4.3 DEFINISI
Permukaan bumi merupakan salah satu bagian yang harus dipelajari dalam penguasaan
ilmu geologi, karena ekspresi topografi terkadang dapat menunjukkan keadaan geologi baik
struktur maupun litologinya. Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa geomorfologi sangat
terkait dalam mempelajari geologi struktur. Bentukan-bentukan morfologi yang kita jumpai
sekarang merupakan hasil dari gaya yang bekerja baik itu berasal dari dalam maupun dari luar
bumi. Bentukan-bentukan tersebut akan berbeda beda bentuknya tergantung dari sistem yang
mempengaruhinya. Misalnya, perkembangan sistem tektonik di daerah tersebut akan
memberikan kontribusi bagi perkembangan struktur geologi yang secara langsung maupun tidak
langsung akan terilustrasi di permukaan.
Pada sisi lain, litologi juga berperan dalam mengekspresikan topografi. Nilai resisten dan
tidaknya litologi akan memberikan relief yang berbeda-beda di permukaan, litologi yang keras
(resisten) cenderung membentuk relief yang lebih menonjol (tinggi) daripada daerah dengan
litologi yang lebih lunak (kurang resisten). Bentukan yang berlainan dari kedudukan litologi dan
bentuk morfologi, mengakibatkan terbentuknya pola penyebaran litologi di permukaan.
Perpotongan antara bidang litologi dan bidang permukaan bumi inilah yang dinamakan
sebagai “Pola Singkapan”. Dari pola singkapan tersebut akan diketahui keadaan geologi suatu
daerah dan dapat dibuat suatu peta yang menggambarkan keadaan geologi meliputi penyebaran
litologi; struktur dan morfologi. Peta semacam ini disebut peta geologi. Besar dan bentuk dari
pola singkapan ini tergantung dari beberapa faktor :
1. Ketebalan lapisan
Litologi dengan ketebalan yang berbeda akan menghasilkan pola singkapan yang berbeda
meskipun dalam slope yang sama.
2. Kemiringan lapisan
Bentuk singkapan akan berbeda jika kemiringan lapisan berbeda meskipun dalam slope
dan ketebalan lapisan yang sama.
3. Bentuk morfologi
Morfologi yang berbeda akan memberikan pola singkapan yang berbeda meskipun dalam
lapisan dengan tebal dan dip yang sama.
4. Bentuk struktur lipatan
Struktur lipatan akan membentuk pola singkapan yang sangat berlainan. Untuk lipatan
yang terdiri dari sinklin dan antiklin akan membentuk “pola zig zag”, serta mempunyai
ekspresi topografi punggungan.
a) Lapisan horizontal akan membentuk pola singkapan yang mengikuti pola garis kontur
(Gambar 4.1.a).
b) Lapisan dengan dip ber;awanan arah dengan slope, maka kenampakan lapisan akan
memotong lembah dengan pola singkapan membentuk huruf “V” yang berlawanan
dengan arah kemiringan lembah (Gambar 4.1.b).
c) Pada lapisan tegak akan membentuk pola singkapan berupa garis lurus, dimana pola
singkapan ini tidak dipengaruhi oleh keadaan topografi (Gambar 4.1.c).
d) Lapisan dengan dip yang searah dengan arah slope dimana dip lapisan lebih besar
daripada slope akan membentuk pola singkapan dengan huruf “V” yang berlawanan
dengan arah slope (Gambar 4.1.d).
e) Lapisan dengan kemiringan searah dengan kemiringan lembah dan besarnya kemiringan
lapisan sama dengan kemiringan lereng/lembah, maka pola singkapannya terlihat seperti
(Gambar 4.1.e)
f) Lapisan dengan kemiringan yang searah dengan kemiringan lereng, dimana besar
kemiringan lapisan lebih kecil dari kemiringan lereng, maka pola singkapannya akan
membentuk huruf “V” yang berlawanan dengan arah kemiringan lereng/lembah
(Gambar 4.1.f)
Rekonstruksinya adalah :
1. Membuat sayatan dengan arah tegak lurus dengan jurus lapisan
2. Membuat Base Line yang panjangnya sama dengan panjang garis sayatan
3. Membuat End Line membaginya sesuai dengan ketinggian yang kita dapatkan tidak harus
dimulai dengan angka nol
4. Mengeplotkan ketinggian kontur yang terpotong dengans sayatan dan
menghubungkannya
5. Menggambarkan keadaan geologi termasuk di dalamnya pengeplotan kemiringan lapisan
serta struktur geologi yang berkembang di daerah/sayatan tersebut.
4. Memberikan tanda titik pada setiap titik perpotongan antara garis kontur struktur dengan
garis kontur yang mempunyai nilai yang sama.
5. Menghubungkan titik-titik potong yang sudah ditandai tersebut secara berurutan.
Gambar 4.4
Contoh penerapan kontur struktur dalam menentukan batas satuan batuan
BAB 4
TEBAL DAN KEDALAMAN
4.1 TUJUAN
a. Mampu melakukan pengukuran ketebalan dan kedalaman di lapangan.
b. Dapat menentukan ketebalan dan kedalaman suatu lapisan secara langsung
maupun tak langsung secara grafis maupun perhitungan matematis.
4.3 DEFINISI
Tebal lapisan adalah jarak terpendek antara dua bidang sejajar yang
merupakan batas bawah dan atas (top & bottom) suatu lapisan. Karena itu, dengan
kata lain perhitungan ketebalan adalah jarak tegak lurus antara dua bidang yang
merupakan batas top & bottom lapisan tersebut. Jika pengukuran di lapangan
dilakukan tidak tegak lurus strike maka jarak dan sudut terukur di lapangan perlu
dikoreksi terlebih dahulu (Pramumijoyo S, 2008).
Kedalaman ialah jarak vertikal dari ketinggian tertentu (umumnya
permukaan bumi) ke arah bawah terhadap suatu titik, garis atau bidang
(Pramumijoyo S, 2008).
4.2.1 Ketebalan
Ketebalan lapisan bisa ditentukan dengan beberapa cara, baik secara
langsung maupun yang tidak langsung. Pengukuran secara langsung dapat
dilakukan pada suatu keadaan tertentu, misalnya lapisan horisontal yang
tersingkap pada tebing vertikal. Lapisan vertikal yang tersingkap pada topografi
datar. Apabila keadaan medan, struktur yang rumit, atau keterbatasan alat yang
dipakai tidak memungkinkan pengukuran secara langsung, diadakan pengukuran
secara tidak langsung, tetapi sebaiknya diusahakan pengukuran mendekati secara
langsung.
1. Lapisan tegak pada bidang horizontal
5. Lapisan dengan dip berlawanan dengan slope, dengan dip > slope
T = w . sin (D+S)
6. Lapisan dengan dip berlawanan dengan slope, dengan dip < slope
T = w . sin (180 – D – S)
Dimana:
T : tebal lapisan yang diukur
D : dip lapisan
S : Slope
4.2.2 KEDALAMAN
d = m tan σ
Dimana :
d = kedalaman yang diukur
m = jarak tegak lurus dari singkapan ke titik tertentu
σ = kemiringan lapisan
Apabila tidak tegak lurus jurus, maka kemiringan lapisan yang dipakai
adalah kemiringan semu ( α )
d = m tan α
d = m [ sin± costan σ ]
Dimana :
M = jarak tegak lurus jurus pada bidang miring
σ = kemiringan lapisan
σ = kemiringan lereng
Pertanyaan :
A. Tentukan ketebalan masing-masing lapisan batuan secara matematis !
B. Apabila kita akan melakukan suatu pemboran vertikal, di lokasi titik akhir
dijumpai breksi, berapa kedalaman yang akan dicapai untuk menjumpai batas
atas batupasir dan batas bawah batulempung ?
Penyelesaian :
1. Gambarkan lintasan dengan arah N 055° E
2. Gambarkan strike dari perlapisan dengan jarak seperti pada soal
3. Gambarkan slopenya
4. Gambarkan foldingline dan buka dip dari perlapisan
5. Gambarkan slope terkoreksi dan hitung tebal berdasarkan jarak pada garis
slope terkoreksi
Gambar 4.1 Penyelesaian soal (a) penyelesaian grafis, (b)penggambaran 3
dimensi
Pertanyaan :
A. Tentukan kedudukan lapisan batuan tersebut!
B. Tentukan ketebalan batugamping secara grafis!
Penyelesaian :
1. Carilah kedudukan dengan metode three point problem.
2. Hubungkan titik dengan nilai yang sama.
3. Tentukan jarak “y” secara grafis.
4. Hitung tebal “x” batu pasir dengan rumus trigonometri sederhana
berdasarkan dip yang diperoleh dan jarak “y” yang diperoleh.
BAB 5
METODE STATISTIK
5.1 TUJUAN
a. Mengetahui definisi metode statistik dan bagaimana penggunaannya.
b. Menentukan arah umum dari data struktur lapangan yang diambil di lapangan.
5.3 DEFINISI
Metoda statistik merupakan suatu metode yang diterapkan untuk mendapatkan kisaran harga
rata – rata atau harga maksimum dari sejumlah data acak satu jenis struktur. Dengan metode ini
kemudian dapat diketahui kecenderungan – kecenderungan, bentuk pola, ataupun kedudukan umum
dari jenis struktur yang sedang dianalisa (Sapiie B Harsolumakso A. H, 2008).
Berdasarkan pada banyaknya parameter yang digunakan, metode statistik dibagi menjadi:
5.3.1 Metode Statistik Dengan Satu Parameter
Pengertian dari satu parameter adalah data – data yang akan dibuat hanya terdiri dari satu
unsur pengukuran misalnya data – data jurus dari kekar – kekar yang vertikal, arah – arah bearing/
liniasi struktur sedimen, topografi, dan sebagainya. Adapun beberapa jenis diagram dari metode
yang digunakan dalam metode ini yaitu : diagram kipas, diagram rosset, dan histogram.
a) Diagram Kipas
Diagram ini dimaksudkan untuk mengetahui arah kelurusan umum dengan data yang
hanya menggunakan satu unsur pengukuran. Sebelum pembuatan diagram, data-data
terlebih dahulu dimasukkan ke dalam tabel tabulasi sebagai berikut.
1
Tabel 7.1 : Tabulasi data untuk pembuatan diagram kipas
ARAH
NOTASI JUMLAH PROSENTASE
N........°E N........ °E
0–5 181 – 185 IIII 4 16%
6 – 10 186 – 190 IIIII I 6 24%
11 – 15 191 – 195 IIIII 5 20%
16 – 20 196 – 200 II 2 8%
21 – 25 201 – 205 III 3 12%
26 – 30 206 – 210
31 – 35 211 – 215
36 – 40 216 – 220
41 – 45 221 – 225
46 – 50 226 – 230
51 – 55 231 – 235
56 – 60 236 – 240
61 – 65 241 – 245
66 – 70 246 – 250
71 – 75 251 – 255
76 – 80 256 – 260
81 – 85 261 – 265
86 – 90 266 – 270
91 – 95 271 – 275
96 – 100 276 – 280
101 – 105 281 – 285
106 – 110 286 – 290
111 – 115 291 – 295
116 – 120 296 – 300
121 – 125 301 – 305
126 – 130 306 – 310
131 – 135 311 – 315
136 – 140 316 – 320
141 – 145 321 – 325
146 – 150 326 – 330
151 – 155 331 – 335
156 – 160 336 – 340
161 – 165 341 – 345
166 – 170 346 – 350 II 2 8%
171 – 175 351 – 355
III 3 12%
176 – 180 356 – 360
2
Berikut merupakan rumus untuk mendapatkan presentasi masing-masing data :
Keterangan :
% = Nilai persentasi yang dicari
n = Nilai data yang akan dihitung
N = Total penjumlahan seluruh nilai data
0 4 8 12 16 20 24
Gambar 5.1
Jari – jari diagram setengah lingkaran dalam pembuatan diagram kipas
3
Gambar 5.2
Pembagian interval dari pusat
Gambar 5.3
Hasil analisa arah umum kelurusan
b) Diagram Roset
Diagram ini dimaksudkan untuk mengetahui arah kelurusan umum dari data-data
dengan satu parameter, yaitu trend. Sebelum membuat diagram, data-data dimasukkan
terlebih dahulu ke dalam tabel tabulasi. Bentuk tabel tabulasi untuk diagram roset
berbeda dengan tabel tabulasi diagram kipas. Berikut merupakan rumus untuk
mendapatkan presentasi masing-masing data :
Keterangan :
% = Nilai persentasi yang dicari
4
n = Nilai data yang akan dihitung
N = Total penjumlahan seluruh nilai data
CONTOH SOAL:
Tabel 5.2: Data pengukuran trend pada gores garis
N........ °E N ....... °E N ........ °E N ….... °E N .......°E N ........ °E N……..°E
175 169 157 109 127 118 122
136 162 307 126 141 111 128
116 132 106 148 144 302 146
166 112 134 142 123 133 113
138 304 130 127 129 163 126
131 297 107 143 223 151 121
168 114 111 124 47 108 97
5
Tabel 5.3: Tabulasi data untuk pembuatan diagram roset
ARAH NOTASI JUMLAH PROSENTASE ARAH NOTASI JUMLAH PROSENTASE
6 – 10 186 – 190
11 – 15 191 – 195
16 – 20 196 – 200
21 – 25 201 – 205
26 – 30 206 – 210
31 – 35 211 – 215
36 – 40 216 – 220
41 – 45 221 – 225 I 1 4%
46 – 50 I 1 4% 226 – 230
51 – 55 231 – 235
56 – 60 236 – 240
61 – 65 241 – 245
66 – 70 246 – 250
71 – 75 251 – 255
76 – 80 256 – 260
81 – 85 261 – 265
86 – 90 266 – 270
91 – 95 I 1 4% 271 – 275
96 – 100 276 – 280
101 – 105 II 2 8% 281 – 285
106 – 110 III 3 12% 286 – 290
111 – 115 III 3 12% 291 – 295
116 – 120 II 2 8% 296 – 300 I 1 4%
121 – 125 IIII 4 16% 301 – 305 II 2 8%
126 – 130 IIIIII 6 24% 306 – 310 I 1 4%
131 – 135 IIIII 5 20% 311 – 315
136 – 140 II 2 8% 316 – 320
141 – 145 IIII 4 16% 321 – 325
146 – 150 II 2 8% 326 – 330
151 – 155 I 1 4% 331 – 335
156 – 160 I 1 4% 336 – 340
161 – 165 II 2 8% 341 – 345
166 – 170 III 3 12% 346 – 350
171 – 175 I 1 4% 351 – 355
176 – 180 356 – 360
6
Gambar 5.4
Analisis Diagram Roset
Gambar 5.5
Kenampakan struktur gores garis
7
c) Histogram
Diagram ini juga dimaksudkan untuk mengetahui arah kelurusan umum dari unsur– unsur
struktur. Sebelum dibuat diagram, data-data dimasukkan terlebih dahulu ke dalam tabel
tabulasi seperti pada tabel tabulasi untuk diagram kipas.
Gambar 5.6
Hasil analisa histogram
Dalam analisis kekar dengan histogram dan diagram kipas yang dianalisis hanyalah jurus
dari kekar dengan mengabaikan besar dan arah kemiringan, sehingga analisis ini akan mendekati
kebenaran apabila kekar-kekar yang dianalisis mempunyai dip cukup besar atau mendekati 90°.
Gaya yang bekerja di anggap lateral. Karena arah kemiringan kekar diabaikan, maka dalam
perhitungan kekar yang mempunyai arah N18°E dihitung sama dengan N0°E, N220°E dihitung
sama dengan N40°E, N115°E sama dengan N65°W. Jadi semua pengukuran dihitung ke dalam
interval N0°E - N90°E dan N0°W - N90°W
8
5.3.2 Metode Statistik Dengan Dua Parameter
Metode ini menggunakan data dengan dua unsur pengukuran; seperti pada struktur
garis yang menggunakan bearing dan plunge, serta pada struktur bidang yang menggunakan
strike dan dip. Diagram yang digunakan adalah berupa diagram kontur, dimana pembuatannya
didasarkan pada prinsip-prinsip proyeksi kutub. Cara Pembuatan Diagram Kontur:
1. Mengeplotkan data kedudukan kekar ke dalam Polar Equal Area dengan menggunakan
kertas kalkir, sehingga didapatkan titik-titik yang merupakan proyeksi kutubnya.
2. Memindahkan kertas kalkir hasil plot ke atas Kalsbeek Counting Net pada suatu posisi
yang tetap, untuk dihitung kerapatan titiknya.
3. Menghitung jumlah titik-titik yang masuk ke dalam setiap bentuk segi enam dan
cantumkan angka pada titik pusat segi enam yang bersangkutan, sesuai dengan jumlah
titik di dalamnya.
4. Menarik garis kontur yang menghubungkan titik-titik dengan kerapatan yang sama.
5. Menentukan harga persentase tertinggi atau maksimal dari nilai kontur sebagai “pole”
kedudukan umum.
6. Menentukan titik pusat dari pole dan membaca nilai kedudukannya dengan menggunakan
Polar Equal Area.
CONTOH SOAL:
32/70, 20/68, 15/50, 33/58, 34/67, 28/71, 20/67, 20/50, 37/60, 10/50, 73/57, 70/59, 64/61,
70/70, 80/75, 70/59, 76/58, 65/66, 81/40, 67/30
9
Gambar 5.7
Hasil plot kedudukan pada Polar Equal Area
Gambar 5.8
Plot hasil perhitungan kerapatan titik pada pusat-pusat segi enam pada Kalsbeek Counting Net
10
Gambar 5.9
Diagram kontur yang dihasilkan, dengan kerapatan data tertinggi ditunjukan oleh warna merah yang
dianggap sebagai kedudukan umum data kekar.
11
BAB 6
ANALISA KEKAR DAN ANALISA SESAR
6.1 TUJUAN
a. Mampu mengetahui definisi Kekar dan Sesar
b. Mampu menganalisis struktur kekar, baik secara statistik maupun secara stereografis.
c. Mampu mengenali serta dapat menentukan pergerakan sesar, baik secara langsung di
lapangan maupun secara stereografis
d. Mampu menganalisa berdasarkan data-data yang menunjang serta unsur-unsur penyertanya
dengan menggunakan metode stereogafis secara statistik.
6.2 ALAT DAN BAHAN
A. Alat
1. Alat Tulis Lengkap (Pena, Pensil, Penghapus, dll)
2. Busur Derajat
3. Jangka
4. Penggaris 1 set
5. Clipboard
6. Pensil Warna
7. Paku Payung/Jarum
B. Bahan
1. Modul
2. Lembar Kerja min. 10 lembar
3. Kertas Kalkir min.5 lembar ukuran A4
4. Lembar Stereonet Polar, Kalsbek dan Wulf
5. Lembar Tabel Tabulasi
6. Lembar Diagram klasifikasi sesar menurut Rickard
6.3 DEFENISI
6.3.1 KEKAR
Kekar adalah bidang rekahan yang tidak memperlihatkan pergeseran berarti atau bagian
masanya masih saling berhubungan/bergabung. Kekar dapat terbentuk secara primer, seperti kekar
kolom dan kekar melembar pada batuan beku; maupun secara sekunder, seperti kekar tektonik.
Yang dibahas pada praktikum ini adalah kekar tektonik.
Berdasarkan genesanya, kekar tektonik diklasifikasikan menjadi:
1. Shear joint (kekar gerus), yaitu kekar yang terjadi akibat tegasan kompresif (compressive
stress).
2. Tension joint (kekar tarik), yaitu kekar yang terjadi akibat tegasan tarikan (tension stress), yang
dibedakan menjadi:
• Extension joint, terjadi akibat peregangan / tarikan.
• Release joint, terjadi akibat hilangnya tegasan yang bekerja.
Pola tegasan yang membentuk kekar-kekar terdiri dari tegasan utama maksimum (σ1), tegasan
utama menengah (σ2), dan tegasan utama minimum (σ3). Tegasan utama maksimum (σ1)
membagi sudut lancip yang dibentuk oleh kedua shear joint, sedangkan tegasan utama minimum
(σ3) membagi sudut tumpul yang dibentuk oleh kedua shear joint.
Gambar 6.1. Hubungan gaya dengan pola kekar, F gaya terbesar, Q gaya menengah, dan R gaya terkecil
6.3.2 SESAR
Sesar adalah suatu rekahan yang memperlihatkan pergeseran cukup besar dan sejajar
terhadap bidang rekahan yang terbentuk. Pergeseran pada sesar dapat terjadi sepanjang garis lurus
(translasi) atau terputar (rotasi).
A. ANATOMI SESAR (UNSUR-UNSUR SESAR) (Gambar 6.5)
1. Bidang sesar (fault plane) adalah suatu bidang sepanjang rekahan dalam batuan yang
tergeserkan.
2. Jurus sesar (strike) adalah arah dari suatu garis horizontal yang merupakan perpotongan
antara bidang sesar dengan bidang horizontal.
3. Kemiringan sesar (dip) adalah sudut antara bidang sesar dengan bidang horizontal dan
diukur tegak lurus jurus sesar.
4. Atap sesar (hanging wall) adalah blok yang terletak diatas bidang sesar apabila bidang
sesamya tidak vertikal.
5. Kaki sesar (Foot wall) adalah blok yang terletak dibawah bidang sesar.
6. Hade adalah sudut antara garis vertikal dengan bidang sesar dan merupakan penyiku dari
dip sesar.
7. Heave adalah komponen horizontal dari slip / separation, diukur pada bidang vertikal
yang tegak lurus jurus sesar.
8. Throw adalah komponen vertikal dari slip / separation diukur pada bidang vertikal yang
tegak turus jurus sesar.
9. Slickensides yaitu kenampakan pada permukaan sesar yang memperlihatkan
pertumbuhan mineral-mineral fibrous yang sejajar terhadap arah pergerakan.
a b
c
Gambar 6.11 a. Reverse slip b. Reverser right slip fault c. Permodelan Sesar Oblique Slip
C. ANALISIS SESAR DENGAN BANTUAN KEKAR
Contoh yang akan diberikan di bawah ini adalah untuk kasus di mana data-data sesar yang
dijumpai di lapangan tidak menunjukkan adanya bukti pergeseran (slip indica tor) Misalnya offset
lapisan, drag fold dsb. Data yang didapat berupa unsur-unsur penyerta pada suatu jalur sesar
biasanya terdiri dari kekar-kekar (Shear Fracture/SF dan Gash Fracture/ GF) dan Breksiasi (zona
hancuran).
Contoh Kasus
1. Pada Lokasi Pengamatan (LP) 48 di Sungai Lhokseumawe terdapat jalur breksiasi pada satu
satuan batuan yang memiliki sifat fisik cenderung brittle, sehingga berkembang dengan baik
struktur penyerta rekahan terbuka (gash fracture) dan rekahan gerus (shear fracture) yang
dapat dibedakan dengan jelas di lapangan, namun tidak dijumpai bidang sesar. Maka seorang
mahasiswa geologi melakukan pengukuran kekar yang hasilnya sebagai berikut:
Breksiasi N…..˚ E
024 022 021 022 024
024 205 204 027 204
025 205 022 025 027
D. METODE PENYELESAIAN
1. Memplotkan semua data SF dan GF pada kertas kalkir di atas “Polar Equal Area Net”
(Gambar 6.12).
2. Memplotkan hasil pengeplotan SF dan GF pada kertas kalkir (nomor 1) “Kalsbeek Counting
Net” Kemudian mulai menghitungnya (Gambar 6.13).
3. Membuat diagram kontur hasil perhitungan (nomor 2) (Gambar 6.14).
4. Menghitung persentase kerapatan data yaitu (ketinggian/jumlah data) x 100% (Gambar
6.14).
5. Membaca arah umum kedudukan dari SF dan GF dari titik tertinggi di dapatkan arah umum
dari GF N 260o E/69o dan SF N 348 o E/58 o.
6. Menentukan arah umum breksiasi dengan diagram kipas, didapatkan N 024 o E (Gambar
6.15).
7. Kemudian dari ketiga arah umum tersebut melakukan analisis dengan menggunakan Wulf
Net (Gambar 6.16). Caranya :
a. Mengplotkan arah umum SF dan GF ke stereografis “Wulf Net”
b. Perpotongan antara SF dan GF didapatkan titik σ2σ2'
c. σ2σ2' diletakkan di sepanjang W-E Stereonet, kemudian hitunglah hitunglah 90o kearah
pusat stereonet, setelah itu buatlah busur melalui titik 90o tersebut maka didapatkan
bidang bantu (garis putus-putus)
d. Perpotongan GF dengan bidang bantu didapatkan titik σ1'
e. Mengplotkan arah umum breksiasi. Kemudian diletakkan pada N-S stereonet. Buatlah
busur melalui σ2σ2' maka didapatkan bidang sesar.
f. Perpotongan bidang sesar dengan bidang bantu dalah net slip, tarik garis lurus dari titik
pusat stereografis ke titik net slip
g. Mengukur kedudukan bidang sesar dan rake net slip
h. Bidang bantu diletakkan pada N-S stereonet. Perhatikan posisi SF dan GF.
i. Apabila sudut antara σ1' dengan net slip yang diukur sepanjang bidang bantu mempunyai
kisaran 45o-75o, maka pergerakan sesar menuju sudut lancipnya
j. Sedangkan sudut antara SF dengan net slip mempunya kisaran 15o-45o, maka pergeseran
sesar menuju sudut tumpulnya.(Harding)
k. Mengplotkan pergerakan sesar pada net slipnya (simbol pergesaran sesar)
8. Dari hasil analisis didapatkan sebagai berikut :
Bidang Sesar : N 024˚ E / 74˚ σ1 : 34˚, N 230˚ E
net slip : 30˚, N 195˚ E σ2 : 54˚, N 048˚ E
Rake : 32˚ σ3 : 03˚, N 014˚ E
Gash Fracture : N 260˚ E / 69˚ σ1’ : 26˚, N 271˚ E
Shear Fracture : N 348˚ E / 58˚ σ2’ : 54˚, N 048˚ E
σ3’ : 22˚, N 196˚ E
9. Penamaan sesar berdasarkan klasifikasi Rickard, 1972 (Gambar 6.17) caranya :
merekontruksi pergeseran sesar berdasarkan net slipnya, apakah naik atau turun dan kiri atau
kanan. Misal slipnya adalah kiri-turun, maka pada diagram Rickard yang ditutup pada bagian
kanan dan naik. Kemudian data dip sesar dan rake net slip dimasukkan. Nama sesar dibaca
sesuai dengan nomor yang terdapat pada kotak.
10. Berdasarkan klasifikasi Rickard, 1972, nama sesarnya adalah Normal Right Slip Fault
(Nomor 11).
Arah Umum
7.1 TUJUAN
a. Mengetahui definisi lipatan dan mekanisme gaya yang membentuk lipatan.
b. Mengetahui unsur – unsur lipatan, jenis dan klasifikasi lipatan
c. Mampu menganalisa dan merekonstruksi lipatan.
7.3 DEFINISI
Lipatan merupakan hasil perubahan bentuk dari suatu bahan yang ditunjukkan
sebagai lengkungan atau kumpulan dari lengkungan pada unsur garis atau bidang di dalam
bahan tersebut. Pada umumnya di dalam lipatan akan terdapat bidang perlipatan, foliasi,
dan liniasi.
Mekanisme gaya yang menyebabkannya ada dua macam:
1. Bending (pelengkungan), disebabkan oleh gaya tekan yang arahnya tegak lurus
permukaan lempeng (Gambar10.1.a)
2. Buckling (melipat) disebabkan oleh gaya tekan yang arahnya sejajar dengan
permukaan lempeng (Gambar10.1.b)
Gambar 7.1
Mekanisme gaya yang menyebabkan terbentuknya lipatan (a) Bending, (b) Buckling
10.4 UNSUR – UNSUR LIPATAN
• Hinge,adalah titik pelengkungan maksimum dari lipatan. Hinge line / axial line
merupakan garis khayal yang menghubungkan titik-titik pelengkungan maksimum
tersebut. Sedangkan Hinge surface / Axial surface adalah bidang khayal dimana
terdapat semua hinge line dari suatu lipatan.
• Crest, adalah titik tertinggi dari lipatan. Crestal line merupakan garis khayal yang
menghubungkan titik-titik tertinggi pada lipatan tersebut. Sedangkan Crestal surface
adalah bidang khayal dimana terdapat semua Crestal line.
• Trough, adalah titik dasar terendah dari lipatan. Trough line merupakan garis khayal
yang menghubungkan titik-titik dasar terendah pada lipatan. Trough surface adalah
bidang khayal dimana terdapat semua trough line pada suatu lipatan.
• Plunge, sudut penunjaman dari hinge line terhadap bidang horizontal dan diukur pada
bidang vertikal.
• Bearing, sudut horizontal yang dihitung terhadap arah tertentu dan ini merupakan arah
dari penunjaman suatu hinge line / axial line.
• Rake,sudut antara hinge line / axial line dengan bidang / garis horizontal yang diukur
pada axial surface.
5. Sinklin Antiformal, struktur lipatan dengan bentuk convex (cembung) di mana lapisan
batuan seperti sinklin.
6. Antiklin Sinformal, struktur lipatan dengan bentuk concave (cekung) di mana lapisan
batuan seperti antiklin.
7. Struktur kubah (Dome) yaitu suatu jenis tertentu antiklin di mana lapisan batuan
mempunyai kemiringan ke segala arah yang menyebar dari satu titik.
8. Struktur depresi (Basinal) adalah suatu jenis unik sinklin di mana kemiringan lapisan
b. Berdasarkan besar dip dari hinge surface dan plunge dari hingeline
Tabel 7.2Klasifikasi lipatan berdasarkan dip dari sumbu lipatan dan plunge dari hinge line
(Fluety, 1964)
Rekontruksi:(Gambar7.8)
1) Secara Teoritis bentuk lipatan adalah AHIJ dengan pusat lingkaran di O1,O2, dan O3.
2) Buat garis sumbu di A, B, C dan D.
3) Buat busur lingkaran dengan pusat O1 dan O3, sehingga memotong garis sumbu
kemiringan di titik H dan K.
4) Melalui H dan K Tarik garis HM dan Kt masing-masing tegak lurus pada garis sumbu
kemiringan serta berpotogan di N.
5) Melalui N Tarik garis OP tegak lurus AD (arah lintasan / penampang) sehingga
memotong garis sumbu kemiringan di R dan S. AHIJ, dengan pusat busur lingkaran di
R dan S.
6) Maka titik R sebagai pusat busur lingkaran dengan jari-jari RK dan titik S sebagai
pusat busur lingkaran dengan jari-jari SH.
7) Lipatannya dapat direkontruksi yaitu AHTKD.
d. Kombinasi Metode Busur Lingkaran (Arc Method) dan Free Hand Method
Kombinasi ini digunakan untuk lipatan yang melibatkan batuan incompetent, dimana
terjadi penipisan dan penebalan yang tak teratur. Free Hand Method khusus pada interpolasi
yang tidak dapat dilakukan dengan Arc Method (Gambar7.9).