Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Geologi struktur adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari


tentang bentuk-bentuk arsitektur kerak bumi beserta gejala - gejala geologi yang
menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan bentuk (deformasi) pada batuan
yang membentuk kerak bumi. Struktur geologi dibedakan menjadi dua, salah
satunya adalah struktur bidang. Beberapa unsur geologi secara geometri dapat
dianggap sebagai struktur bidang. Struktur tersebut diantaranya adalah bidang
perlapisan, bidang belahan, bidang foliasi dan bidang kekar.
Lipatan adalah suatu undulasi atau bentuk suatu gelombang pada permukaan
batuan yang membentuk suatu penekukan. Lipatan merupakan struktur geologi
yang terbentuk akibat adanya deformasi yang mengenai batuan. Apabila pelipatan
itu membentuk busur maka biasa disebut sebagai antiklin atau antiform. Namun
apabila pelipatan itu membentuk palung maka disebut sebagai sinklin atau
synform. Sedangkan rekonstruksi lipatan adalah cara atau metode untuk
menggambarkan kenampakan lipatan yang ada dilapangan pada bidang datar.
Analisis lipatan dilakukan untuk mengetahui arah lipatan, kedudukan bidang
sumbu dan garis sumbu, bentuk lipatan,penunjaman dan pole tegasan yang
berpengaruh terhadap pembentukan lipatan. Untuk struktur lipatan yang
berukuran kecil (mikro) dan bentuk tiga dimensi dapat ditaksirkan, analisanya
dilakukan dilapangan dengan cara mengukur langsung unsur-unsurnya
(kedudukan garis-garis sumbu bentuk lipatan, dan arah penunjaman).
Dalam dunia pertambangan, lipatan sangat dicari dan menguntungkan
karena pada lipatan terdapat bahan tambang yang berharga. Lipatan yang dicari
biasanya yang berbentuk antiklin dan sinklin karena berhubungan dengan endapan
gas dan minyak bumi. Oleh karena itu dilakukan praktikum lipatan ini, dimana
pada praktikum ini dilakukan metode analisa pada suatu data kedudukan batuan
dengan menggunakan metode proyeksi stereografis.
1.2 Maksud dan Tujuan

Praktikum ini dilakukan untuk memberikan pemahaman awal kepada


praktikan tentang struktur lipatan.
Adapun tujuan diadakannya praktikum ini adalah :
1. Melakukan dan memahami prosedur kerja sistem proyeksi stereogram
Lambert/schmid nett dan polar net.
2. Melakukan interpretasi analisis jenis lipatan

1.3 Alat dan Bahan

1. Data strike/dip batuan


2. Kalkir
3. Proyeksi Stereogram schmidt nett dan polar net
4. Paku tindis
5. Jangka
6. Laptop
7. Spidol permanen
8. Alat tulis menulis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lipatan

Secara umum, lipatan (fold) adalah deformasi lapisan batuan yang terjadi
akibat dari gaya tegasan sehingga batuan pindah dari kedudukannya semula
membentuk lengkungan. Lipatan adalah hasil perubahan bentuk atau volume dari
suatu bahan yang ditunjukkan sebagai lengkungan atau kumpulan dari lengkungan
pada unsurgaris atau bidang didalam bahan tersebut. Pada umumnya unsur yang
terlibat didalam lipatan adalah struktur bidang, misalnya bidang perlapisan atau
foliasi.Lipatan merupakan gejala yang penting, yang mencerminkan sifat dari
deformasi terutama, gambaran geometrinya berhubungan dengan aspek perubahan
bentuk (distorsi) dan perputaran (rotasi). Lipatan terbentuk bilamana unsur yang
telah ada sebelumnya terubah menjadi bentuk bidang lengkung atau garis
lengkungm (Asikin, 1978).
Struktur lipatan sendiri adalah merupakan salah satu struktur geologi yang
paling umum dijumpai pada batuan sedimen klastik, dan sering pula ditemukan
pada batuan vulkanik dan metamorf atau bentuk yang terjadi pada lipatan bidang-
bidang datar dimana kekakuan dan kekuatannya terletak pada keseluruhan bentuk
itu sendiri. Bentuk lipatan ini mempunyai kekakuan yang lebih dibandingkan
dengan bentuk-bentuk yang datar dengan luas yang sama dan dari bahan yang
sama pula (Ahmad, 2011).
Gambar 2.1 Lipatan (Fold)
Lipatan yang berukuran besar dapat mencapai berkilo-kilometer untuk
melaluinya, sedangkan yang berukuran kecil hanya beberapa meter sampai
sentimeter.Struktur lipatan di samping mempunyai ukuran yang bervariasi mulai
dari yag terkecil (mikro fold) hingga berukuran regional (mega fold) juga
memiliki bentuk yang bermacam-macam. Adanya variasi ukuran dan bentuk
tersebut tergantung pada sifat fisik batuan yang terlipat, sistem tegasan, dan
mekanisme pembentukanya serta waktu serta besarnya gaya yang bekerja (Thya,
2013). Mekanisme yang menyebabkan terbentuknya lipatan ada dua macam,
yaitu:
1. Buckling (Melipat)
Buckling disebabkan oleh gaya tekan yang arahnya sejajar dengan
permukaan lempeng

.
Gambar 2.2 Buckling
2. Bending (Pelengkungan)
Bending disebabkan oleh adanya gaya tekan yang arahnya tegak lurus
permukaan lempeng.

Gambar 2.3 Bending


Berdasarkan genetiknya lipatan dapat terbentuk dari gaya tektonik atau
nontektonik tetapi kedua hal tersebut memiliki perbedaan yaitu karena lipatan
yang dibentuk akibat aktifitas tektonik seringkali pola lipatannya teratur, pada
permukaan bidang lapitan bebatuan sering dijumpai sejumlah slicken side dan
pembentukannya setelah batuan tersebut terbentuk. Sedangkan lipatan yang
terbentuk akibat non tektonik umumnya pola lipatannya tidak teratur, tida
dijumpai slicken side pada permukaan bidang lapisan batuan dan pembentukannya
terjadi pada saat pengendapan (slump structure), atau dapat juga terjadi setelah
batuannya terbentuk. Unsur-unsur struktur lipatan, yaitu : (Fauzan, 2015).
1. Antiklin, adalah puncak lipatan.
2. Sinklin, adalah lembah lipatan.
3. Core, bagian dari suatu lipatan yang letaknya disekitar sumbu lipatan.
4. Crest, daerah tertinggi dari suatu lipatan biasanya selalu dijumpai pada
antiklin.
5. Depresion, daerah terendah dari puncak lipatan.
6. Culmination, daerah tertinggi dari puncak lipatan.
7. Enveloping Surface, gambaran permukaan (bidang imajiner) yang melalui
semua Hinge Line dari suatu lipatan.
8. Limb (sayap), bagian dari lipatan yang terletak Downdip (sayap yang
dimulai dari lengkungan maksimum antiklin sampai hinge sinklin), atau
Updip(sayap yang dimulai dari lengkungan maksimum sinklin sampai
hinge antiklin). Sayap lipatan dapat berupa bidang datar (planar),
melengkung (curve), atau bergelombang (wave).
9. Fore Limb, sayap yang curam pada lipatan yang simetri.
10. Back Limb, sayap yang landai.
11. Hinge Point, titik yang merupakan kelengkungan maksimum pada suatu
perlipatan.
12. Hinge Line, garis yang menghubungkan Hinge Point pada suatu perlapisan
yang sama.
13. Hinge Zone, daerah sekitar Hinge Point.
14. Trough, daerah terendah pada suatu lipatan, selalu dijumpai pada sinklin.

Gambar 2.4 Unsur-Unsur Struktur Lipatan


15. Axial line (hinge line), adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik
pelengkungan maksimum pada setiap permukaan lapisan dari suatu
struktur lipatan.
16. Axial surface (hinge surface), adalah bidang yang khayal dimana terdapat
semua axial line dari suatu lipatan. Pada beberapa lipatan, bidang ini dapat
merupakan suatu bidang planar dan dinamakan axial plane.
17. Crystal line, adalah suatu garis khayal yang terdapat pada setiap
permukaan suatu antiklin.
18. Crystal surface, adalah suatu bidang khayal dimana terletak semua crystal
line dari suatu antiklin.
19. Trough line, adalah suatu garis khayal yang menghubungkan titik-titik
terendah pada suatu sinklin.
20. Trough surface, adalah suatu bidang khayal dimana terletak semua trough
line dari semua sinklin.
21. Plunge, adalah sudut penunjaman dari axial line terhadap bidang
horisontal dan diukur pada bidang vertikal.
22. Bearing, adalah sudut horisontal yang dihitung terhadap arah tertentu dan
merupakan arah dari penunjaman suatu axial line.
23. Rake, adalah sudut antara axial line atau hinge line dengan bidang atau
garis horisontal yang diukur pada axial surface
Untuk mempelajari lipatan, dapat dilakukan dengan pengukuran langsung
dan merekontruksikannya dalam bentuk penampang atau analisa dan
menggunakan diagram beta, phi diagram dan diagram kontur. Rekonstruksi
lipatan umumnya dilakukan pada suatu lintasan ataupembuatan penampang pada
peta geologi (Sapiie, 2009).

2.2 Proyeksi Stereografis

Dalam dunia geologi struktur yang penuh dengan analisa unsur titik, garis,
bidang dan sudut bahkan perpotongan dan kombinasi antara keempatnya,
diperlukan berbagai metode yang dapat digunakan untuk menganalisa unsur-unsur
tersebut secara lebih mudah dan praktis serta memberikan hasil yang akurat demi
efisiensi kerja namun dengan hasil yang maksimal. Untuk itu, muncullah suatu
metode analisa yang cukup praktis dan mudah untuk mengaplikasikannya dalam
analisa struktur geologi, yaitu metode proyeksi stereografis. Proyeksi merupakan
suatu metode atau langkah untuk menggambarkan suatu bentuk tertentu menjadi
bentuk yang lain dengan cara atau langkah yang tertentu dalam satu bidang atau
garis yang disebut sebagai bidang proyeksi atau garis proyeksi.
Menurut Ragan (1985), proyeksi stereografis adalah gambaran dua
dimensi atau proyeksi dari permukaan sebuah bola sebagai tempat orientasi
geometri bidang dan garis. Dengan demikian, proyeksi stereografis adalah suatu
metode proyeksi dengan bidang proyeksi berupa permukaan setengah bola.
Biasanya yang dipakai adalah permukaan setengah bola bagian bawah (lower
hemisphere). Proyeksi stereografis dapat memecahkan masalah yang berkaitan
dengan geometri berupa besaran arah dan sudut dalam analisa geomoetri struktur
geologi karena proyeksi ini dapat menggambarkan geometri kedudukan atau
orientasi bidang dan garis dalam bidang proyeksi yang digunakan.
Proyeksi stereografis merupakan proyeksi yang didasarkan pada
perpotongan suatu bidang atau garis dengan satu bidang proyeksi yang berupa
bidang permukaan horizontal yang melalui sebuah pusat bola. Bidang dari
proyeksi ini akan berbentuk sebuah lingkaran yang disebut lingkaran primitif.
Lingkaran primitif ini juga merupakan proyeksi dari struktur bidang yang
kedudukannya horizontal, karena itu penentuan proyeksi dip untuk bidang adalah
yang kedudukannya miring pada wulf net dan schmidt net 00 yang dimulai dari
lingkaran primitif 900 yang terletak pada pusat lingkaran.
Di samping lingkaran primitif ada juga yang disebut lingkaran kecil.
Lingkaran ini merupakan suatu perpotongan antara bidang permukaan bola
dengan bidang dan yang tidak melalui pusat bola.
Proyeksi ini digunakan sebagai gambaran posisi struktur di bawah
permukaan adalah belahan bola bagian bawah. Selanjutnya proyeksi permukaan
bola digambarkan pada permukaan bidang horizontal dalam bentuk proyeksi
stereografis. Hal tersebut di dapat dari perpotongan antara bidang horizontal yang
melalui pusat bola dengan garis yang menghubungkan titik-titik pada lingkaran
besar terhadap titik zenith-nya.

Gambar 2.5 Proyeksi Stereografis

Aplikasi proyeksi stereografis untuk struktur bidang dan struktur garis


meliputi:
1. Menentukan apparent dip pada arah tertentu pada suatu bidang.
2. Menentukan plunge dan rake garis yang terletak pada suatu bidang.
3. Menentukan kedudukan bidang dari dua apparent dip.
4. Menentukan kedudukan garis perpotongan dua bidang.
5. Menentukan kedudukan suatu bidang dari beberapa batas litologi yang
tersingkap pada beberapa bagian lereng.
6. Masalah rotasi (perputaran) bidang atau garis.
Adapun macam-macam proyeksi stereografis dibagi atas 4 bagian di
antaranya adalah equal angel projection, equal area projection, orthogonal
projection, polar projection.

2.2.1 Equal Angle Projection

Proyeksi ini pada dasarnya memproyeksikan setiap titik pada permukaan


bola ke bidang proyeksi pada suatu titik zenith yang terletak pada sumbu vertikal
melalui pusat bola bagian puncak. Bidang-bidang dengan sudut yang sama akan
digambarkan semakin rapat ke arah pusat. Hasil penggambaran pada bidang
proyeksi disebut sebagai stereogram. Hasil dari equal angle projection adalah
wulff net.

Gambar 2.6 Wulff Net

2.2.2 Equal Area Projection

Proyeksi equal area merupakan proyeksi yang akan menghasilkan jarak


titik pada bidang proyeksi yang sama dan sebanding dengan sebenarnya. Hasil
dari equal area projection adalah suatu yang disebut dengan Schmidt Net.
Proyeksi ini lebih umum digunakan dalam analisis data statistik karena kerapatan
hasil ploting menunjukkan keadaan yang sebenarnya.

Gambar 2.7 Schmidt Net

2.2.3 Orthogonal Projection

Proyeksi ini merupakan kebalikan dari equal angle projection karena pada
proyeksi ortogonal, titik-titik pada permukaan bola akan diproyeksikan tegak
lurus pada bidang proyeksi dan lingkaran hasil proyeksi akan semakin renggang
ke arah pusat. Stereogram dari proyeksi ortogonal disebut sebagai orthographic
net.
Orthografis berasal dari kata-kata Yunani orthos, berarti lurus atau tegak
lurus dan graphikus yang berarti menulis atau menggambar dengan garis. Ciri
proyeksi orthografis adalah semua garis proyeksi sejajar terhadap satu sama lain
dan tegak lurus terhadap bidang pada saat benda tersebut diproyeksikan.
Gambar proyeksi orthografis dapat dilakukan pada sistem kwadran yaitu
Proyeksi Kwadran Pertama (First Angle Projection) dan Proyeksi Kwadran
Ketiga (Third Angle Projection).
Gambar 2.8 Orthografic Net

Terdapat tiga pandangan utama pada proyeksi orthografis kwadran I, yaitu:


a. Tampak Depan (A), memiliki lebar dan tinggi dari dimensi benda.
b. Tampak Samping (B), memiliki tinggi dan tebal dari dimensi benda.
c. Tampak Atas (C), memiliki lebar dan tebal dari dimensi benda.
Pandangan tambahan pada proyeksi orthografis kwadran I antara lain :
a. Tampak Samping kanan
b. Tampak Bawah
c. Tampak belakang
Prinsip pandangan pada proyeksi kwadran pertama (First Angle
Projection) terletak pada tiga tampak utama, yaitu tiga tampak utama tersebut
akan memberikan informasi yang jelas mengenai kondisi benda.

2.2.4 Polar Projection

Pada proyeksi ini, baik unsur garis maupun bidang tergambar sebagi suatu
titik. Stereogram dari proyeksi kutub ini adalah polar net atau billings net.
Polar net ini diperoleh dari equal area projection, sehingga apabila ingin
mendapatkan proyeksi bidang dari suatu titikpada polar net, harus
menggunakan schmidts net.
Gambar 2.9 Polar Net Hasil Polar Projection

Perbedaan utama yang dapat diketahui antara wulf net dan schmidt net
adalah : (Simalango, 2010)
1. Wulf net adalah lingkaran besar dan lingkaran kecil didapat dari proyeksi
permukaan bola ke arah titik zenith.
2. Schmidt net adalah lingkaran besar dan lingkaran kecil dibuat berdasarkan
luas yang mendekati kesamaan dari jaring yang dihasilkan dari
perpotongannya, sehingga interval tiap lingkaran akan tetap merata pada
setiap kedudukan.
BAB III
METODOLOGI

Metode yang digunakan pada praktikum ini terdiri dari tiga tahap, yang
meliputi tahap pendahuluan, tahap praktikum, dan pengerjaan laporan.

3. 1 Tahap pendahuluan

Tahap pendahuluan dilakukan sebelum mengikuti praktikum di


laboratorium. Tahap pendahuluan meliputi studi pustaka melalui pengerjaan tugas
pendahuluan dengan tujuan untuk mendapatkan pengetahuan awal mengenai
materi-materi yang akan dipraktikumkan. Selanjutnya adalah persiapan alat dan
bahan yang akan digunakan selama praktikum berlangsung.

3.2 Tahap praktikum

Tahap praktikum terdiri atas analisis data manual dan analisis dengan
software. Hal ini dimaksudkan untuk membandingkan hasil dari dua analisis
pengolahan data.

3.3 Tahap pengerjaan laporan

Tahap ini merupakan tahap akhir dari kegiatan praktikum. Selama


penyusunan laporan dilakukan pemeriksaan dan pengecekan ulang terhadap
semua data dan hasil analisa, yang kemudian dituangkan menjadi suatu tulisan
ilmiah yang memuat rangkaian kegiatan, referensi, semua data, dan hasil analisa
berupa uraian deskriptif maupun gambar.
Tabel 3.1 Diagram Alir

Tahap Pendahuluan

Tahap Praktikum
Analisis data Manual
Analisis data menggunakan
software

Penyusunan Laporan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Tabel 4.1 Data Lipatan


No Strike Dip
1 317 76
2 119 70
3 220 46
4 119 68
5 40 42

Gambar 4.1 Hasil analisis lipayan I, II, dan III

4.2 Pembahasan

Analisis data dilakukan dengan dengan menggunakan proyeksi stereonet,


baik secara manual maupun digital dengan menggunakan aplikasi Stereonet.
Analisis Data Manual
Analisis data manual dilakukan dalam tiga tahapan untuk menentukan
4.2.1 Menentukan cylidrity dan plunge lipatan

1. Lakukan langka proyeksi seperti pada proyeksi struktur bidang, proyeksi


strike/dip lapisan atau bidang foliasi dan pole-kan masing-masing data
tersebut
2. Carilah sebuah garis (proyeksi bidang) dengan mengacu pada penyebaran
pole yang telah diplot, gunakan great circle sebagai dasar untuk membuat
bidang tersebut
3. Lakukan proyeksi pole bidang yang telah dibuat, pole bidang tersebut
adalah sumbu lipatan (fold axis)

4.2.2 Menentukan Inter-Limb

1. Plot nilai limb dari data kedudukan strike/dip bidang perlipatan atau
foliasi. Kemudian tentukan pole masing-masing bidang. Langkah tersebut
adalah tata cara struktur bidang.
2. Hitung nilai sudut antara kedua pole lipatan, gunakan small circle atau
great circle lingkara stereogram untuk membantu menentukan sudut inter-
limb. Nilai inter-limb yang dihasilkan adalah :
Tabel 3.2 Hasil Klasifikasi Lipatan Berdasarkan Inter-limb
Lipatan Nilai Sudut Jenis Lipatan Sudut
I 63° Close Fold 70°-30°
II 40° Close Fold 70°-30°
III 58° Close Fold 70°-30°

4.2.3 Menentukan Jenis Lipatan Berdasarkan Nilai plunge dan Dip

1. Siapkan equal-area net (Schimdt net)


2. Klasifikasi lipatan berdasarkan nilai plunge : plotting nilai aimuth dengan
menggunakan great circle seperti tata cara struktur garis. Plot nilai plunge
yang terkecil dari luar ke pusat lingkaran. Overlay diagram polar net untuk
menentukan klasifikasi lipatan berdasarkan plunge.
3. Klasifikasi lipatan berdasarkan nilai dip : plotting nilai azimuth dengan
menggunakan great circle seperti tata cara dalam struktur bidang. Pole-
kan nilai bidang yang telah diplot. Overlay diagram polar net untuk
menentukan klasifikasi lipatan berdasarkan nilai dip. Azimuth lipatan
ditentukan dari lingkaran primitive dan nilai dip ditentukan berdasarkan
besar great circle.
Tabel 3.3 Hasil Klasifikasi Lipatan Berdasarkan plunge
Lipatan Nilai Plunge Plunge Class
I 24° Gently plunge 10°-30°
II 6° Non-plunge 0°-10°
III 28° Gently plunge 10°-30°

Tabel 3.4 Hasil Klasifikasi Lipatan Berdasarkan Dip Axial-plane


Lipatan Nilai Dip Dip Class
I 88° 80°-90° Upright fold
II 42° 60°-80° Steeply inclined
III 0° 60°-80° Recumbent
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang diambil dari praktikum struktur bidang ini


adalah :
1. Analisis lipatan menggunakan dua cara. Yaitu dengan cara manual
menggunakan proyeksi schmidt nett, dan menggunakan cara digital
dengan menggunakan aplikasi stereonet
2. Berdasarkan inter-limb jenis lipatan yang didapatkan pada data I, II, dan
III adalah lipatan closed fold. Berdasarkan plunge jenis lipatan yang
didapatkan pada data I, II, dan III adalah lipatan Gently plunge, Non-
plunge, dan Gently plunge. Berdasarkan dip axial plane jenis lipatan yang
didapatkan pada data I, II, dan III adalah lipatan Upright fold, Steeply
inclined, Recumbent.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad. 2011. Kaidah Ilmu Struktur Geologi. Bandung:

AMPI.G.J. Borradaile. 2014. Understanding Geology Through Maps, Elsevier.


http://doi.org/10.1016/C2013-018872-1. (diakses pada 23 september 2019)

Asikin, Sukendar. 1978. Dasar-Dasar Geologi Struktur. Bandung : Departemen


Teknik Geologi ITB.
Fauzan. 2015. Ilmu Geologi Struktu Pada Metode Statistik. Jakarta: Graha Indo.
Sapiie, Benyamin, dkk. 2009. Geologi Dasar. Bandung: ITB.
Thya. 2013. Metode Statistik. Jakarta: Aneka Pustaka.
Lipatan I

Lipatan II

Lipatan III
L
A
M
P
I
R
A
N

Anda mungkin juga menyukai