Anda di halaman 1dari 12

Geologi Gunung Api Purba 21

BAB 3
BENTUK DAN STRUKTUR GUNUNG API

Magma yang keluar ke permukaan bumi menghasilkan berbagai bentuk dan struktur gunung api. Pengertian
bentuk gunung api di sini dimaksudkan untuk menguraikan bermacam-macam penampakan atau fitur bentang
alam gunung api. Sementara itu, pengertian struktur gunung api ditekankan pada penampakan dalam dari
setiap bentuk bentang alam gunung api. Namun demikian, dalam beberapa hal bentuk dan struktur gunung
api kadang-kadang sulit untuk dipisahkan. Bentuk gunung api sangat beragam mulai dari bentuk tinggian
(bukit atau gunung) sampai dengan bentuk rendahan atau lubang, dalam ukuran sangat kecil, berdiameter
dan mempunyai ketinggian/kedalaman beberapa puluh meter saja, hingga ukuran sangat besar, berdiameter
puluhan kilometer dan ketinggian lebih dari 5000 m dpl.
Gambar 3.1 memperlihatkan berbagai macam bentuk gunung api menurut Simkin dan Siebert (1994).
Dalam ukuran sangat kecil gunung api dapat berupa kubah lava dan berbagai ragam kerucut piroklastika.
Untuk cincin tuf (tuff ring) dan maar lebih memperlihatkan fitur rendahan daripada tinggian. Deretan gunung
api kecil dalam satu garis membentuk erupsi celah atau erupsi linier. Sementara itu gunung api berukuran
besar mulai dari gunung api komposit, kaldera sampai dengan perisai. Gunung api berukuran sangat ke-
cil - kecil, mulai dari kubah lava sampai dengan maar, dikelompokkan ke dalam gunung api monogenesis
(monogenetic volcanoes), sedangkan yang berukuran besar - sangat besar disebut gunung api poligenesis
(polygenetic volcanoes). Gunung api monogenesis adalah gunung api yang terbentuk oleh satu erupsi atau
satu fase erupsi saja, sehingga waktu hidupnya pendek dan ukurannya kecil. Gunung api poligenesis adalah
gunung api yang terbentuk oleh banyak atau berulangkali erupsi, yang fase erupsi satu dengan lainnya dapat
dipisahkan oleh waktu istirahat panjang dan sering melibatkan berbagai jenis magma. Sistematika pemba-
hasan di dalam bab ini dimulai dari bentuk dan struktur gunung api yang sederhana dan berukuran relatif
kecil, yaitu kelompok gunung api monogenesis. Uraian itu diteruskan terhadap gunung api poligenesis, dan
pada akhir pembahasan diberikan ringkasan.

Cincin tuf

Gambar 3.1 Berbagai bentuk gunung api menurut Simkin dan Siebert (1994). Besar kecilnya penampang setiap bentuk gunung
api menggambarkan perbandingan besar kecilnya masing-masing bentuk gunung api.

Publikasi Khusus
22 Geologi Gunung Api Purba

3.1 Gunung Api Monogenesis


Magma yang keluar ke permukaan bumi dalam waktu relatif pendek, dengan volume kecil, energi rendah
atau bahkan hanya melibatkan bahan gas akan membentuk gunung api berukuran relatif kecil. Bentukan ini
sering juga disebut gunung api monogenesis, karena merupakan produk satu kali kegiatan atau satu periode
kegiatan saja yang waktu hidupnya sangat pendek. Sebagai contoh Gunung Api Paricutin di Meksiko yang
muncul di kebun jagung pada tahun 1943 dan giat hingga tahun 1952, namun pada saat ini sudah tidak aktif
lagi (Macdonald, 1972). Gunung Api Surtsey di Islandia meletus pada tahun 1963 sampai dengan 1966.
Gunung Anyar di Kompleks Gunung Api Lamongan, Jawa Timur meletus pada tahun 1898 (Kusumadinata,
1979). Gunung Tidar di Magelang diduga juga sebagai gunung api monogenesis.
Kubah lava adalah magma yang keluar ke permukaan bumi dan karena sangat kental segera membeku
dan menumpuk di atas lubang kepundan membentuk kubah (Gambar 3.2). Istilah lain untuk kubah lava
adalah bocca lava. Dalam beberapa hal dan pada gunung api yang sudah tua serta mengalami pengikisan
kubah lava itu dapat berbentuk kerucut lava. Kerucut sinder atau kerucut piroklastika adalah kerucut yang
terbentuk oleh akumulasi rempah gunung api hasil letusan di sekeliling lubang kawah. Beberapa jenis kerucut
piroklastika adalah erupsi linier atau erupsi rekahan (crater rows atau fissure vents), kerucut sinder (cinder
cones: scoria- and pumice- cones), kerucut tuf (tuff cones), cincin tuf (tuff rings), dan maar (Gambar 3.3).
Kerucut sinder adalah kerucut piroklastika yang tersusun oleh perlapisan bahan lepas atau rempah gunung
api yang umumnya berupa skoria, membentuk kerucut skoria (scoria cones), atau (sekalipun jarang) batu-
apung atau pumis sehingga membentuk kerucut pumis (pumice cones). Kerucut tuf adalah kerucut gunung
api yang tersusun oleh tuf atau abu gunung api, mempunyai ketinggian hingga 300 m, sudut lereng luar
dan dalam sama-sama terjal. Cincin tuf adalah suatu
kerucut gunung api berlereng luar dan dalam landai,
tersusun oleh abu gunung api dan mempunyai kawah
yang lebar. Erupsi linier adalah keluarnya magma ke
permukaan bumi dengan membentuk lubang kawah
dan atau kerucut piroklastika yang berjajar membentuk
satu garis lurus. Penampakan ini juga disebut erupsi
rekahan (fissure eruptions) karena dikontrol oleh
struktur rekahan atau sesar.
Maar adalah suatu gunung api yang memotong
batuan dasar di bawah muka air tanah dan mem-
bentuk kerucut berpematang landai yang tersusun
oleh rempah gunung api berbutir halus hingga kasar,

(c)

Gambar 3.3 Penampang skema gunung api maar (a),


Gambar 3.2 Salah satu kubah lava di Islandia, yang dikenal cincin tuf (b), dan kerucut tuf (c) menurut Cas dan Wright
dengan nama Herubrei (Sumber: Google Volcano, Wikipedia). (1987, h. 377).

Publikasi Khusus
Bentuk dan Struktur Gunung Api 23

mempunyai diameter kawah bervariasi antara 100 - 3000 m (Gambar 3.3 dan 3.4), yang kadang-kadang
terisi air sehingga membentuk danau.
Sebagian besar maar ini terbentuk oleh letusan hidroklastika. Letusan non magmatik itu dapat berlanjut
menjadi letusan magmatik sehingga terbentuk kerucut sinder atau kubah lava di tengah-tengah maar seperti
terjadi di Setu Patok dan Situ Sangiang di kaki Gunung Ciremai, Jawa Barat (Gambar 3.5 a dan b; Bronto
dan Fernandy, 2000). Maar juga dijumpai di lereng bawah Gunung Api Muria, Jawa Tengah, antara lain
Maar Bambang, Gembong dan Gunungrowo (Bronto dan Mulyaningsih, 2007; Gambar 3.6) serta di kaki
Gunung Gamalama di Pulau Ternate (Bronto dkk., 1982), yang dinamakan Danau Tolire Besar dan Tolire
Kecil. Gunung api maar yang cukup terkenal dan tersebar sangat banyak adalah di sekitar Gunung Lamongan,
Kabupaten Lumajang, Jawa Timur (Sukhyar dkk., 1986; Gambar 3.7 dan 3.8). Wood (lihat Cas dan Wright,
1987) membedakan maar, cincin tuf, dan kerucut
tuf seperti tersebut pada Tabel 3.1.

3.2 Gunung Api Komposit dan Jamak


2 2
3 Gunung api komposit berbentuk kerucut
1
1
dengan diameter alas mencapai lebih kurang 50
km dan ketinggian sekitar 3000 m dari dataran di
Akifer Akifer sekelilingnya. Berhubung di dalamnya tersusun
oleh perlapisan batuan gunung api maka sering
disebut gunung api strato, tetapi pada saat ini para
Gambar 3.4 Penampang skematis gunung api maar asimetri (Fisher ahli gunung api lebih cenderung menyebut sebagai
dan Schmincke, 1984, h. 259). Lubang conduit gunung api memo- gunung api komposit (Gambar 3.9 dan 3.10).
tong lapisan batuan pembawa air tanah (akuifer). Kegiatan diawali
Contoh gunung api komposit yang aktif pada
dengan melontarkan bahan klastika pada saat pembentukan kawah
letusan (1), disusul dengan pembentukan cincin tuf (2) dan kerucut masa kini adalah Gunung Api Merapi dan Semeru,
tuf (3). Bahan letusan tidak diendapkan secara merata ke segala arah masing-masing di Jawa Tengah dan Jawa Timur
sehingga terbentuk gunung api maar asimetri. (Gambar 3.11).

108 02 108 18
6 45

U
G. Kromong
Gunung.api maar
Setu Patok

G. Ciremai

a b Skala
7 00

5 0 5 km

Gambar 3.5 Gunung api maar Setu Patok; a. Terletak 7 km di selatan kota Cirebon, Jawa Barat. Di dalam kawah maar muncul
kerucut sinder. Sebagai latar belakang adalah Gunung Api Ciremai, lebih kurang 30 km di barat daya Setu Patok; b. Di lihat
dari citra satelit, terletak di kaki timur laut Gunung Api Ciremai. Warna putih di dalam Setu Patok adalah air. Di sebelah selatan
(bawah) Gunung Ciremai adalah Situ Sangiang, yang diduga juga sebagai gunung api maar. Puncak Gunung Api Ciremai terletak
pada 6,892o LS - 108,08o BT.

Publikasi Khusus
24 Geologi Gunung Api Purba

110 39
06 52 111 5

G.Genuk

1. Bambang

G. Muria

2. Gunungrowo

3. Gembong

G. Patiayam
07 15

Skala
4 0 4 km

Gambar 3.6 Citra satelit daerah Semenanjung Muria yang menunjukkan adanya gunung api maar Bambang, Gunungrowo, dan
Gembong pada lereng timur laut-tenggara Gunung Api Muria, Jawa Tengah. Penampakan gunung api maar berupa cekungan
melingkar atau bulan sabit, yang sebagian terisi air (warna hitam). Semenanjung Muria terletak pada koordinat 6,50-6,75 o
LS dan 110,75-111,00 o BT.

Gambar 3.7 Gunung Api Maar Ranu Bedali di sebelah barat Gunung Api Lamongan, Kecamatan Klakah, Kabupaten Lumajang,
Provinsi Jawa Timur. Bukit-bukit di latar belakang adalah kerucut sinder.

Publikasi Khusus
Bentuk dan Struktur Gunung Api 25

Gambar 3.8 Gunung Api Maar Ranu Pakis di sebelah barat Gunung Api Lamongan, Kecamatan Klakah, Kabupaten Lumajang,
Provinsi Jawa Timur. Bukit di latar belakang adalah bocca lava.

Tabel 3.1 Perbedaan Ciri-ciri Gunung Api Maar, Cincin Tuf, dan Kerucut Tuf (Wood, vide Cas dan Wright, 1987)

Parameter Maar Cincin tuf Kerucut tuf


Kemiringan ke luar ke luar dan ke dalam ke luar dan ke dalam
pematang

Dasar kawah di bawah dataran lebih tinggi daripada lebih tinggi daripada
sekitarnya dataran sekitarnya dataran sekitarnya
Bahan magmatik 0 - 100 90 - 100 90 - 100
(%)

Lereng dalam terjal atau tegak terjal terjal

Lereng luar landai terjal terjal

Diameter kawah lebar lebar kecil


atau kerucut
Volume ejekta atau kecil kecil besar
kawah

Gambar 3.9 Skema struktur gunung api komposit yang memperlihatkan bentuk kerucut, kawah (crater), pipa kepundan
(conduit), dapur/kantong magma (magma reservoir), retas (D), gunung api parasit (L), aliran lava (F), kerucut sinder terkubur
(C), dan sill (S) (Macdonald, 1972).

Publikasi Khusus
26 Geologi Gunung Api Purba

Gambar 3.10 Sketsa tiga dimensi gunung api komposit, yang memperlihatkan dapur magma, retas, korok atau pipa kepundan,
kawah puncak, aliran lava dan awan abu, dan gas gunung api (Sumber: Google Volcano, Wikipedia).

Gambar 3.11 Kiri: Gunung Api Merapi di sebelah utara kota Yogyakarta, Jawa Tengah sebagai salah satu gunung api kom-
posit di Indonesia, mempunyai ketinggian + 2911 m dpl. Kanan: Gunung Api Semeru di Lumajang, Jawa Timur sebagai
gunung api komposit tertinggi (+ 3.676 m dpl.) di Pulau Jawa.

Pemilihan nama gunung api komposit didasarkan pada pemahaman bahwa kata strato atau strata hanya
bermakna berlapis atau perlapisan yang hal itu dapat terjadi pada gunung api kerucut sinder, perlapisannya
tersusun oleh rempah gunung api, atau seperti gunung api di Hawaii yang perlapisannya hanya tersusun oleh
aliran lava. Sementara pengertian komposit mengandung arti bahan penyusunnya beragam/berselang-seling
antara bahan rempah gunung api, misalnya breksi dan tuf, dengan aliran lava. Bahkan dalam beberapa hal,
komposisi bahan penyusun kerucut gunung api komposit dapat bervariasi dari basa ke asam. Selain itu juga
sering ditemukan tubuh intrusi dangkal yang memotong (retas) atau menyisip (sill) di antara perlapisan
batuan gunung api tersebut (Gambar 3.12 dan 3.13) sekalipun hal ini dapat pula terjadi pada bentuk gunung
api yang lain. Gunung api komposit pada umumnya terbentuk di daerah dengan kedudukan tektonikanya
berhubungan dengan zona penunjaman, seperti halnya di Indonesia.

Publikasi Khusus
Bentuk dan Struktur Gunung Api 27

Apabila gunung api komposit terdiri atas dua kerucut atau lebih dengan ukuran relatif sama besar dan
sama tinggi maka gunung api tersebut disebut gunung api jamak (compound volcanoes, Gambar 3.14).
Kegiatan gunung api berbentuk kerucut komposit dan kerucut jamak tersebut dapat dipandang sebagai
fase pembangunan (construction periods) gunung api. Gunung api yang berukuran lebih kecil atau gunung
api monogenesis apabila kemudian tumbuh dan berkembang menjadi lebih besar dapat dipandang sebagai
awal pembangunan gunung api komposit atau gunung api jamak.
Salah satu kerucut gunung api komposit tertinggi di dunia dan daratan adalah Gunung Api Fuji di Jepang.
Gunung api itu mempunyai ketinggian 3.700 m di atas dataran di sekitarnya, berdiameter alas sekitar 30 km
dan volume 870 km3 (Williams dan McBirney, 1979). Di Eropa kerucut komposit tertinggi adalah Gunung
Api Etna (+ 3210 m dpl), berdiameter alas 40 km dan volume 527 km3. Gunung api tertinggi di Benua Afrika
adalah Gunung Kilimanjaro (+ 5895 m dpl.; Simkin dan Siebert, 1994) yang terletak di Tanzania. Kerucut
komposit gunung api tertinggi di dunia adalah Gunung Cotopaxi (+ 5911 m dpl.) yang terletak di Equador,
Pegunungan Andes, Benua Amerika Selatan. Kerucut gunung api komposit di daerah itu sekalipun mem-

Gambar 3.12 Perlapisan tidak menerus aliran lava dan breksi piroklastika yang dipotong oleh retas pada fasies dekat gunung
api komposit Galunggung, Tasikmalaya Jawa Barat.

Gambar 3.13 Perlapisan aliran lava, breksi piroklastika dan Gambar 3.14 Gunung Api Sumbing (+3.371 m) dan Gunung
tuf yang dipotong oleh retas pada dinding Kaldera Tengger, Api Sindoro (+ 3.151 m) di Jawa Tengah memperlihatkan
Probolinggo Jawa Timur; sebagai bukti adanya gunung api sebagai gunung api kembar atau jamak. Di sebelah kanan
komposit Tengger sebelum hancur sebagai akibat letusan Gunung Api Sindoro adalah Kompleks Gunung Api Dieng.
Kaldera Tengger.

Publikasi Khusus
28 Geologi Gunung Api Purba

punyai tinggi mutlak lebih dari 5000 m, tetapi separoh dari ketinggian itu berupa batuan dasar pra-gunung
api. Di Indonesia sendiri gunung api komposit yang sangat tinggi antara lain Gunung Kerinci (+ 3800 m;
Kusumadinata, 1979) di Provinsi Jambi, Pulau. Sumatra, Gunung Semeru (+ 3676 m) dan Gunung Raung
(+ 3332 m) di Provinsi Jawa Timur; Gunung Merapi (+ 2911 m) di Jawa Tengah, dan Gunung Agung
(+ 3014 m) di Pulau Bali.

3.3 Kompleks Gunung Api


Apabila pada suatu daerah banyak dijumpai lubang erupsi sedemikian rupa sehingga sering terjadi tum-
pang tindih baik lokasi erupsi maupun endapannya, maka wilayah itu dapat dipandang sebagai kawasan
kompleks gunung api. Sebagai contoh, Kompleks Gunung Api Dieng di Jawa Tengah dan Kompleks Gunung
Api Auckland (Auckland volcanic field) di North Island, Selandia Baru. Di daerah itu gunung apinya dapat
berbentuk kerucut komposit maupun gunung api monogenesis, atau bahkan terdiri atas beberapa gunung
api kaldera. Dengan demikian, Gunung Api Lamongan di selatan Kota Probolinggo yang sekalipun kerucut
kompositnya relatif kecil tetapi karena di sekelilingnya banyak dijumpai kerucut sinder, kubah dan aliran
lava serta maar maka kawasan tersebut dapat juga disebut kompleks gunung api. Kompleks gunung api
yang melibatkan kerucut komposit dan kaldera antara lain Gunung Wilis, Gunung Tengger, Gunung Iyang-
Argopuro dan Gunung Ijen di Jawa Timur. Sementara itu, kompleks gunung api Bandung Raya (Bronto,
2009b) di Jawa Barat antara lain Gunung Talagabodas, Gunung Papandayan-Darajat-Kamojang-Guntur,
Gunung Patuha-Malabar, dan Gunung Sunda - Burangrang -Tangkubanparahu -Tampomas (Gambar 3.15).

Gambar 3.15. Kompleks Gunung Api Bandung Raya di daerah Bandung dan sekitarnya, Jawa Barat. Data umur dicuplik dari
Soeria-Atmadja dkk. (1994) dan Sunardi dan Kusumadinata (1999).

3.4 Gunung Api Kaldera


Apabila suatu gunung api mempunyai kawah yang sangat besar, berdiameter lebih dari 2000 m, maka
gunung api tersebut dinamakan gunung api kaldera (Williams, 1941; Williams dan McBirney, 1979). Ber-
dasarkan atas asal-usul (genesis) pembentukannya, bentuk bentang alam gunung api kaldera dapat disebabkan
oleh letusan, amblesan, dan longsoran. Kaldera yang terbentuk sebagai akibat letusan besar disebut kaldera

Publikasi Khusus
Bentuk dan Struktur Gunung Api 29

letusan. Pembentukan kaldera letusan itu dapat disebabkan oleh terakumulasinya gas gunung api bertekanan
sangat tinggi di bawah tubuh suatu gunung api, terutama yang berbentuk kerucut komposit. Pembentukan
gas gunung api itu dapat dihasilkan oleh proses diferensiasi lanjut dari suatu magma basal menjadi magma
berkomposisi menengah - asam (andesit, dasit atau bahkan riolit), biasanya berlangsung dalam waktu yang
sangat lama, atau adanya percampuran magma basal dengan magma asam yang terjadi secara mendadak.
Gunung api kaldera letusan sangat banyak jumlahnya, sebagai contoh Kaldera Toba di Pulau Sumatra,
Kaldera Krakatau di Selat Sunda, Kaldera Sunda di Jawa Barat, Kaldera Tengger dan Kaldera Ijen di Jawa
Timur, Kaldera Batur di Pulau Bali dan Kaldera Rinjani di Pulau Lombok (Gambar 3.16 - 20).
Kaldera amblesan terjadi pada gunung api tipe perisai. Karena terlalu banyak magma basal yang keluar ke
permukaan bumi, sedangkan sumbernya relatif dekat permukaan, maka terjadi kekosongan di dapur magma
dan berat batuan di atasnya tidak ada yang menahan sehingga terjadi amblesan. Magma tersebut umumnya
berkomposisi basal dan encer. Salah satu kaldera amblesan yang sangat terkenal di dunia adalah Kaldera
Galapagos di sebelah barat Benua Amerika Selatan.
Kaldera longsoran terbentuk pada gunung api-gunung api kerucut komposit yang sangat khas terjadi
pada letusan Gunung St. Helens 1980 di Amerika Serikat (misal, Voight dkk., 1981; Glicken, 1986). Magma
yang naik tidak dapat keluar melalui kawah pusat
karena adanya sumbat lava yang sangat kuat di
bawahnya. Oleh karena itu magma kemudian berger-
ak menyamping mencari daerah yang lebih lemah
pada bagian lereng dari gunung api itu. Dorongan
magma ke atas menyebabkan lereng gunung api itu
menggembung (bulging) yang setelah melampaui

Gambar 3.16 Kaldera Tambora di Pulau Sumbawa, Nusa


Tenggara Barat, yang terbentuk pada 1815. Diameter kaldera
9 km, puncak tertinggi + 2.850 m dpl. Sumber: Google Vol-
cano, Wikipedia. Gambar 3.18 Kaldera Batur di Pulau Bali, yang di dalamnya
terdapat Gunung Api Batur dan di sebelah kanannya adalah
Danau Batur. Dinding gawir di latar belakang adalah pema-
tang Kaldera Batur.

Gambar 3.17 Kaldera Rinjani di Pulau Lombok, Nusa Teng-


gara Barat, yang termasuk gunung api Tipe Somma karena di
dalamnya muncul gunung api yang lebih kecil, yakni Gunung Gambar 3.19 Kaldera Tengger di Probolinggo, Jawa Timur,
Barujari. Sebagian besar cekungan Kaldera Rinjani terisi air di dalamnya ada beberapa kerucut sinder antara lain Gunung
sehingga membentuk danau kaldera gunung api, berukuran Bromo (yang mengepulkan asap) dan Gunung Batok. Di
lk. 4,5 km x 3,5 km. Titik tertinggi + 3.726 m dpl. Sumber: latar belakang adalah Gunung Semeru, yang terletak jauh di
Google Volcano, Wikipedia sebelah selatan Kaldera Tengger.

Publikasi Khusus
30 Geologi Gunung Api Purba

Gambar 3.20 Citra satelit Kaldera Sunda yang di dalamnya terdapat Gunung Tangkubanparahu dan Danau Lembang di sebelah
utara kota Bandung, Jawa Barat. Gunung Burangrang diduga sebagai gunung api parasit daripada gunung api komposit Sunda.

titik maksimum penggembungan akhirnya tubuh gunung api itu longsor ke suatu arah. Kaldera longsoran
selalu berbentuk seperti tapal kuda, dan di Indonesia jumlahnya sangat banyak, misalnya di Gunung Galung-
gung, Tasikmalaya Jawa Barat dan Gunung Raung di Jember, Jawa Timur (Neumann van Padang, 1939;
Bronto, 1986, 1995 dan 2001; Siebert dkk., 1997; Bronto dan Hartono, 2002). Kaldera longsoran yang
berasosiasi dengan letusan gunung api magmatik termasuk kaldera longsoran Tipe Bezymianny atau Tipe
Gunung St. Helens. Dalam beberapa hal, kaldera longsoran dapat disebabkan oleh letusan hidrotermal di
daerah gunung api yang sudah mengalami alterasi hidrotermal sangat lanjut yang dikenal dengan kaldera
longsoran Tipe Bandai. Sebagai contoh letusan Gunung Papandayan 1772 di Garut Jawa Barat (misal, Neu-
mann van Padang, 1951; Kusumadinata, 1979) dan Gunung Bandai di Jepang pada tahun 1888 (Nakamura
dan Glicken, 1997). Namun demikian, longsoran tubuh gunung api juga dapat disebabkan oleh gempa bumi
tektonika di daerah itu (Ui, 1995).
Fase letusan besar pembentukan kaldera itu disebut periode perusakan (destructive periods) dari suatu
gunung api. Pada kegiatan berikutnya di dalam kaldera dapat muncul kegiatan gunung api baru yang mem-
bentuk anak gunung api (somma volcanoes; Gambar 3.1). Di Indonesia hampir semua gunung api kaldera
mempunyai anak gunung api di dalamnya, misalnya Kaldera Krakatau, Kaldera Tengger, dan Kaldera Batur.
Gunung api baru itu pada perkembangannya dapat tumbuh menjadi besar, sebagai fase konstruksi kedua, dan
mampu mengisi seluruh cekungan kaldera yang ada sehingga bentuk bentang alam kaldera tidak kelihatan
lagi. Sebagai contoh kasus ini adalah Gunung Guntur (Bronto dan Pratomo, 1997), Gunung Gede - Gunung
Pangrango (van Bemmelen, 1949) dan Gunung Ciremai (Bronto dkk., 2000) di Jawa Barat, Gunung Sindoro
dan Gunung Merapi di Jawa Tengah (Newhall dkk., 2000; Bronto, 2001).

Publikasi Khusus
Bentuk dan Struktur Gunung Api 31

3.5 Gunung Api Perisai


Bentuk gunung api yang paling besar dan tinggi adalah gunung api perisai atau gunung api tameng (shield
volcanoes). Ada tiga tipe gunung api perisai, yaitu tipe Eslandia (Icelandic Shields), tipe Hawaii (Hawai-
ian Shields), dan tipe Galapagos (Galapagos Shields) (Gambar 3.21 dan 3.22). Gunung api ini mempunyai
sudut lereng yang sangat landai, tersusun oleh perlapisan aliran lava berkomposisi basal. Gunung api perisai
Eslandia terletak di Samudera Atlantik bagian utara, mempunyai ketinggian bervariasi dari 50 - 1000 m,
rata-rata 350 m, sudut lereng 1 - 5o, maksimum 10o, dengan volume tubuh sekitar 15 km3. Gunung api peri-
sai Hawaii berada di Samudera Pasifik,
mempunyai ketinggian lebih dari 2000
m di atas permukaan air laut. Sebagai
contoh Gunung Mauna Kea (+ 4180 m)
dan Gunung Mauna Loa (+ 3650 m). Di
bagian puncaknya hampir datar, sedang
sudut lerengnya bervariasi antara 2 - 10o.
Bila dihitung mulai dari dasar samudra
volume total tubuh gunung apinya men-
capai 40.000 km3. Gunung api perisai
Galapagos terletak di Samudera Pasifik
Timur (East Pacific Rise) atau di sebelah
barat Benua Amerika Selatan. Gunung
api ini mempunyai ketinggian 1500 m
di atas permukaan air laut, diameter alas
25 - 35 km, dan sudut lereng kurang dari
Gambar 3.21 Gunung api Skjaldbreiur di Iceland, sebagai salah satu 20o. Pada lereng tengah mempunyai ke-
gunung api tipe perisai atau tameng (shield volcanoes). Nama gunung api miringan terbesar (15-35o), tetapi segera
itu berarti perisai yang besar. Sumber: Google Volcano, Wikipedia. melandai dan mendatar mendekati kaki.

b 0m

c
0m

a. Gunung api perisai Skjaldbreiur, di Eslandia (Iceland) Samudra Atlantik.


b. Gunung api perisai Mauna Loa, di Hawaii, Samudra Pasifik Tengah.
c. Gunung api perisai Fernandina, di Kepulauan Galapagos, Samudra Pasifik Timur.

Gambar 3.22 Penampang tiga tipe gunung api perisai digambar pada skala yang berbeda untuk membandingkan bentuknya
(Williams dan McBirney, 1979).

Publikasi Khusus
32 Geologi Gunung Api Purba

3.6 Ringkasan
Bentuk dan struktur gunung api dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu gunung api monogenesis dan
gunung api poligenesis. Gunung api monogenesis adalah gunung api yang terbentuk oleh satu erupsi atau
satu fase erupsi saja, sehingga waktu hidupnya relatif pendek dan ukurannya relatif kecil. Gunung api mono-
genesis bentuk dan strukturnya lebih sederhana dan lebih kecil dibanding dengan gunung api poligenesis,
terdiri atas kubah/aliran lava, kerucut sinder, dan maar yang dapat membentuk titik-titik erupsi segaris dan
disebut erupsi linier. Gunung api poligenesis adalah gunung api yang terbentuk oleh banyak atau berulangkali
erupsi, dan fase erupsi satu dengan lainnya dipisahkan oleh waktu istirahat panjang dan sering melibatkan
berbagai jenis magma. Termasuk gunung api poligenesis adalah gunung api komposit, gunung api jamak,
kompleks gunung api, gunung api kaldera, dan gunung api perisai. Gunung api komposit dan gunung api
jamak biasanya terdapat di daerah penunjaman kerak bumi. Gunung api kaldera terdiri atas kaldera letusan,
kaldera amblesan, dan kaldera longsoran.

Publikasi Khusus

Anda mungkin juga menyukai