Anda di halaman 1dari 108

BUKU PANDUAN PRAKTIKUM

GEOMORFOLOGI

TIM PENYUSUN:
KOESHADI SASMITO
ANDREW SETIAWAN
SEPTIAN ADE PRADANA
SINDY ARYANI
RISAL PRABOWO H

LABORATORIUM GEOLOGY & SURVEY


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2017
PRAKATA

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya
penyusun dapat menyelesaikan modul praktikum untuk mata kuliah
GEOMORFOLOGI ini tepat pada waktunya.

Modul praktikum ini dimaksudkan sebagai petunjuk bagi mahasiswa yang akan
melaksanakan praktikum GEOMORFOLOGI pada Program Studi Teknik Geologi
Fakultas Teknik Universitas Mulawarman. Pada praktikum ini mahasiswa diharapkan
dapat menganalisis tentang apa saja yang ada didalam ruang lingkup GEOMORFOLOGI.
Modul praktikum ini berisi prosedur praktikum: a) Peta Topografi b) Morfologi; c) Pola
Pengaliran; d) Stadia Geomorfologi; e) Vulkanik; f) Struktural, Fluvial dan Denudasional;
f) Karst, Aeolian dan Marine; g) Pemetaan Geomorfologi. Dalam penyusunan modul
praktikum ini, penyusun menyampaikan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada
pihak Laboratorium Geology dan Survey, dan para asisten praktikum Geomorfologi
atas bantuan dan kerja sama dalam pelaksanaan praktikum Geomorfologi.

Penyusunan modul GEOMORFOLOGI ini telah diusahakan semaksimal mungkin,


namun sebagaimana manusia biasa tentunya masih terdapat kekurangan atau kesalahan.
Untuk itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
penyusunan modul berikutnya. Semoga modul praktikum ini dapat memberikan manfaat.

Samarinda, September 2016

Penyusun

i
DAFTAR ISI

PRAKATA
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Tujuan
3. Manfaat

PETUNJUK UMUM

1. Tata Tertib
2. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Laboratorium

MODUL 1 PETA TOPOGRAFI

1.1 Tujuan Praktikum


1.2 Deskripsi Praktikum
1.3 Landasan Teori
1.4 Alat yang Digunakan
1.5 Bahan yang Digunakan
1.6 Prosedur Pelaksanaan Praktikum
1.7 Pembahasan / Analisis Perhitungan
1.8 Form

MODUL 2 MORFOLOGI

2.1 Tujuan Praktikum


2.2 Deskripsi Praktikum
2.3 Landasan Teori
2.4 Alat yang Digunakan
2.5 Bahan yang Digunakan
2.6 Prosedur Pelaksanaan Praktikum
2.7 Pembahasan / Analisa Perhitungan
2.8 Form

MODUL 3 KOAGULASI-FLOKULASI

3.1 Tujuan Praktikum


3.2 Deskripsi Praktikum
3.3 Landasan Teori
3.4 Alat yang Digunakan
3.5 Bahan yang Digunakan
3.6 Prosedur Pelaksanaan Praktikum
3.7 Pembahasan / Analisa Perhitungan
3.8 Form

MODUL 4 SEDIMENTASI II

1. Tujuan Praktikum
2. Deskripsi Praktikum
3. Landasan Teori
4. Alat yang Digunakan
5. Bahan yang Digunakan
6. Prosedur Pelaksanaan Praktikum
7. Pembahasan / Analisa Perhitungan
8. Form

PEDOMAN LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

1. Format Penulisan
1.1 Pengetikan
1.2 Cara Mengacu
1.3 Penomoran
2. Format Penulisan

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Hasil Pengukuran DO dan Temperatur Sampel


Tabel 2.1 Hasil Pengukuran Kekeruhan dan Temperatur pada Tiap Sampel
Tabel 2.2 Hasil Perhitungan Kecepatan Pengendapan .
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tipe Sedimentasi (Masduqi dan Slamet, 2002)............................... 27


Gambar 2.2 Settling Coloumn Type I (Masduqi dan Slamet, 2002) .................... 29
Gambar 0.3 Grafik Pengendapan Settling type I (Reynolds dan Richards,
1996) ............................................................................................... 30
Gambar 0.4 Lintasan Pengendapan Partikel (a) Bentuk Bak Segi Empat (b)
Bentuk Bak Lingkaran (Reynolds dan Richards, 1996) .................... 30
Gambar 3.1 Pengadukan Cepat Mekanis (Masduqi, 2009)................................. 50
Gambar 3.2 Pengadukan Lambat Mekanis (Masduqi, 2009) .............................. 50
Gambar 3.3 Pengadukan Cepat Hidrolis dengan Terjunan (Masduqi, 2009) ..... 50
Gambar 3.4 Pengadukan Lambat Hidrolis dengan Baffle Channel
(Masduqi, 2009) .............................................................................. 51
Gambar 3.5 Pengadukan Lambat Hidrolis dengan Baffle Channel
(Masduqi dan Slamet, 2002) ............................................................ 51
Gambar 3.6 Pengadukan Cepat Pneumatis (Masduqi, 2009) .............................. 51
Gambar 4.1 settling coloumn type II (Masduqi dan Slamet, 2002) ..................... 68
Gambar 4.2 Grafik Isoremoval (Masduqi dan Slamet, 2002) ............................. 68
Gambar 4.3 Penentuan Kedalaman H1, H2, H3 (Masduqi dan Slamet, 2002) ...... 69
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A PENULISAN LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM .................... 91

LAMPIRAN B STANDAR PENILAIAN PRAKTIKUM ................................. 102

vii
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk permukaan bumi dan
perubahan-perubahan yang terjadi pada bumi itu sendiri. Geomorfologi biasanya
diterjemahkan sebagai ilmu bentang alam. Mula-mula orang memakai kata fisiografi untuk
ilmu yang mempelajari tetang ilmu bumi ini, hal ini dibuktikan pada orang-orang di Eropa
menyebut fisiografi sebagai ilmu yang mempelajari rangkuman tentang iklim, meteorologi,
oceanografi, dan geografi. Akan tetapi orang, terutama di Amerika, tidak begitu sependapat
untuk memakai kata ini dalam bidang ilmu yang hanya mempelajari ilmu bumi saja dan
lebih erat hubungannya dengan geologi. Mereka lebih cenderung untuk memakai kata
geomorfologi.

Konsep dasar Geomorfologi 10 Konsep dasar geomorfologi yang berada dalam buku
Principles of Geomorphology adalah: Proses-proses fisik dan hukumnya yang terjadi saat
ini berlangsung selama waktu geologi, Struktur geologi merupakan faktor pengontrol yang
dominan dalam evolusi bentuk lahan, Tingkat perkembangan relief permukaan bumi
tergantung pada proses-proses geomorfologi yang berlangsung, Proses-proses geomorfik
terekam pada land forms yang menunjukan karakteristik proses yang berlangsung,
Keragaman erosional agents tercermin pada produk dan urutan land forms yang terbentuk,
Evolusi geomorfologi bersifat kompleks, Obyek alam di permukaan bumi umumnya
berumur lebih muda dari Pleistosen, Interpretasi yang sempurna mengenai landscapes
melibatkan beragam faktor geologi dan perubahan iklim selama Pleistosen,
Apresiasi iklim global diperlukan dalam memahami proses-proses geomorfik yang
beragam, dan Geomorfologi, umumnya mempelajari land forms / landscapes yang terjadi
saat ini dan sejarah pembentukannya.

Proses Geomorfologi. Proses geomorfologi adalah perubahan-perubahan baik secara fisik


maupun kimiawi yang dialami permukaan bumi. Penyebab proses tersebut yaitu benda-
benda alam yang kita kenal dengan nama geomorphic agent, berupa air dan angin.
Keduanya merupakan ad penyebab yang dibantu dengan adanya gaya berat, dan

1
keseluruhannya bekerja bersama-sama dalam melakukan perubahan terhadap permukaan
muka bumi. Tenaga-tenaga perusak ini dapat kita golongkan dalam tenaga asal luar
(eksogen), yaitu yang datang dari luar atau dari permukaan bumi, sebagai lawan dari tenaga
asal dalam (endogen) yang berasal dari dalam bumi. Tenaga asal luar pada umumnya
bekerja sebagai perusak, sedangkan tenaga asal dalam sebagai pembentuk. Kedua tenaga
inipun bekerja bersama-sama dalam mengubah bentuk permukaan muka bumi ini.

2. Tujuan

Tujuan dari panduan praktikum ini adalah:

1. Menjadi acuan pelaksanaan praktikum Geomorfologi yang merupakan


bagian dari mata kuliah Geomorfologi.
2. Memberikan pemahaman lebih lanjut mengenai ilmu geologi dalam hal
Geomorfologi.
3. Menjadi acuan untuk melakukan sebuah pemetaan Geologi.

3. Manfaat

Buku panduan praktikum ini diharapkan dapat memberikan manfaat:

1. Memberikan informasi mengenai pelaksanaan praktikum Geomorfologi


yang merupakan bagian dari mata kuliah Geomorfologi.
2. Memberikan pemahaman lebih lanjut mengenai ilmu geologi dalam hal
Geomorfologi.
3. Menjadi acuan untuk melakukan sebuah pemetaan Geologi.

2
PETUNJUK UMUM

1. Tata Tertib

Tata tertib pelaksanaan praktikum dalam Laboratorium Geology & Survey


adalah sebagai berikut:

1. Penggunaan laboratorium di luar jam kerja harus sepengetahuan pihak


laboratorium.
2. Mahasiswa dilarang menggunakan kaos oblong, sandal jepit saat
menggunakan laboratorium.
3. Selesai menggunakan laboratorium harap mematikan peralatan, lampu dan
kran air serta harus hemat dalam penggunaanya.
4. Hadir 15 menit sebelum praktikum dimulai dan praktikan yang terlambat
lebih dari 10 menit tidak boleh mengikuti praktikum hari itu.
5. Setiap akan menjalankan praktikum, terlebih dahulu diadakan pretest
sehingga mahasiswa harus menguasai materi yang berhubungan dengan
acara praktikum
6. Praktikan dilarang memulai praktikum sebelum mendapat ijin dari asisten
praktikum.
7. Periksalah kelengkapan alat sebelum praktikum. Jika ada kerusakan
segera lapor asisten.
8. Praktikan harus menjaga kebersihan, kerapihan dan keutuhan alat
laboratorium.
9. Setelah selesai melakukan praktikum, peralatan agar dirapikan seperti
semula dan dikembalikan dengan mengisi form pengembalian.
10. Praktikan yang belum mengumpulkan laporan sementara, tidak boleh
mengikuti praktikum berikutnya.
11. Jika terjadi kerusakan atau kehilangan alat dalam pelaksanaan praktikum
maka menjadi tanggung jawab pemakai.
12. Praktikan yang tidak dapat mengikuti praktikum pada hari yang
ditentukan, dapat mengajukan inhall (praktikum pengganti) setelah seluruh
praktikum selesai.
3
13. Praktikan dapat mengikuti inhall sebanyak-banyaknya 2 kali percobaan
dengan membayar biaya inhall (ditentukan pengelola laboratorium).
14. Bagi peserta inhall, laporan dikumpulkan maksimal satu minggu setelah
percobaan dilakukan.
15. Setelah praktikum selesai diadakan responsi dan tidak ada responsi ulang

16. Hal-hal yang belum tercantum dalam tata tertib ini akan diatur kemudian.

17. Mahasiswa yang akan menggunakan laboratorium teknologi lingkungan


harus membuat surat permohonan dan mendapatkan surat ijin terlebih
dahulu dari kepala laboratorium teknologi lingkungan. Surat permohonan
harus masuk satu minggu sebelum penggunaan laboratorium.

2. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Laboratorium

Untuk penerapan K3 di dalam laboratorium, maka diberikan petunjuk umum


sebagai berikut:

1. Praktikan tidak boleh membawa tas ke dalam ruang praktikum.

2. Praktikan harus memakai jas laboratorium serta pakaian yang sopan dan
rapi (tidak boleh memakai kaos oblong), memakai sepatu terutup, kaos
kaki selama praktikum berlangsung.
3. Praktikan dilarang merokok dan bahan yang sifatnya dapat merusak
alat/peralatan ke dalam laboratorium.
4. Praktikan dilarang makan dan minum di dalam laboratorium.

5. Bagi praktikan yang berambut panjang diharapkan mengikat atau menutup


rambutnya, poni rambut dijepit agar tidak mengganggu jalannya
praktikum.
6. Bagi mahasiswa yang berjilbab, ujung-ujung jilbab harus diatur sehingga
tidak mengganggu pelaksanaan praktikum
7. Dalam memakai alat-alat laboratorium, praktikan harus melakukannya
dengan baik dan benar, untuk itu pelajari dan perhatikan modul praktikum
dan instruksi kerja penggunaan alat terkait.
4
8. Laboratorium bukan tempat untuk bermain-main dan bersendau gurau.

Praktikan dilarang keras bermain-main dengan semua peralatan praktikum.

9. Limbah cair dari praktikum wajib dimasukkan ke dalam tempat yang telah
disediakan dengan dicatat volumenya.
10. Setelah praktikum selesai, praktikan harus membersihkan sampah atau
tumpahan air hingga bersih.
11. Praktikan wajib menjaga kebersihan dan kenyamanan laboratorium.

5
ACARA I
PETA TOPOGRAFI

1.1 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan ini adalah agar dapat mengenal unsur-unsur dalam peta topografi, praktikan dapat
mengenal garis kontu dan praktikan dapat menghitung titik interpolasi. Tujuannya adalah mahasiswa
dapat menganalisa sifat-sifat pada kontur berdasarkan titik-tik elevasi yang ada.

1.2 Deskripsi Praktikum

Praktikum Peta Topografi dilakukan untuk tujuan mengenal unsur – unsur dalam peta topografi. Peta
topografi adalah jenis peta yang ditandai dengan skala besar dan detail, biasanya
menggunakan garis kontur dalam pemetaan modern. Sebuah peta topografi biasanya terdiri dari dua
atau lebih peta yang tergabung untuk membentuk keseluruhan peta. Sebuah garis kontur merupakan
kombinasi dari dua segmen garis yang berhubungan namun tidak berpotongan, ini merupakan titik
elevasi pada peta topografi.

I.3 Landasan Teori

Struktur geologi yang terdapat pada permukaan bumi, dapat dianalisa melalui pola morfologi yang
tercermin dari pola kontur pada peta topografi. Lapisan horizontal dicirikan oleh dataran tinggi
dengan tebing terjal, bervariasi dan berundak, tergantung pada resistensi batuannya. Pola kontur
renggang dibagian puncak dan rapat pada sisi-sisinya.

Pola kontur renggang dibagian landai, rapat dibagian tebing dan menutup di bagian puncak-puncak
punggungan. Unsur-unsur yang terdapat pada struktur ini dapat di ketahui dengan menafsirkan
kedudukan lapisan batuannya.

6
Kedudukan lapisan batuan dapat di tafsirkan berlawanan dengan kenampakan kerapatan kontur arah
kemiringan batuan searah kemiringan landai dari topografinya (pola kontur renggang). Struktur sesar
yang berbentuk gawir dicirikan dengan bentuk gawir yang lurus memanjang. Sesar mendatar
diperkirakan terdapat dibagian tengah, hal ini diperkuat dengan adanya pembelokan sungai utama
yang berada di beberapa tempat pada dataran alluvial.

Unsur-unsur penting dalam suatu peta topografi antara lain adalah :


a. Relief , yaitu bentuk ketidakaturan secara vertikal dalam ukuran besar maupun kecil dari
permukaan bumi.
b. Drainage , yaitu segala bentuk yang berhubungan dengan penyaluran baik permukaan
maupun di bawah permukaan bumi.
c. Culture , yaitu segala bentuk hasil budidaya manusia.
d. Skala , perbandingan jarak horisontal sebenarnya dengan jarak di peta.
Macam-macam Skala :
1. Skala Fraksi
2. Skala Verbal
3. Skala Grafis
e. Orientasi Peta , merupakan bagian yang menunjukkan utara dari peta, arah utara dikenal ada
2 macam, yaitu :
 Arah Utara Magnetik, yaitu arah utara yang ditunjukkan oleh jarum magnet.
 Arah Utara Sebenarnya, yaitu arah utara geografis atau arah utara yang sesuai dengan
sumbu bumi.
f. Judul Peta dan Lembar Peta , merupakan nama daerah yang tercakup, sedangkan nomor
lembar peta berdasarkan sistem pembagian peta tertentu.
g. Legenda , merupakan simbol atau tanda untuk mewakili bermaca-macam keadaan di
lapangan.
h. Coverage Diagram , merupakan diagram yang menunjukkan dari mana dan bagaimana cara
memperoleh datanya.
i. Indeks Administrasi , yaitu merupakan pembagian daerah berdasarkan hukum pemerintahan.
j. Indeks to Adjoining Sheet , merupakan petunujuk tentang kedudukan peta terhadap peta-peta
yang ada di sekitarnya.
k. Edisi Peta , merupakan tahun pembuatan peta tersebut.
GARIS KONTUR
7
Garis kontur merupakan garis khayal yang menghubungkan titik – titik yang terletak pada ketinggian
yang sama dari permukaan laut.

Berdasarkan sifat garis kontur yang harus diketahui adalah sebagai berikut :

a. Garis kontur merupakan garis yang tertutup.


b. Nilai dari suatu garis kontur dihitung dari ketinggian muka air laut rata – rata yang
mempunyai nilai nol.
c. Garis kontur tidak akan bercabang.
d. Garis kontur tidak akan bertemu dengan dengan garis kontur lainnya yang berbeda
ketinggiannya.
e. Garis kontur yang rapat menunjukkan lerang yang curam satu sama lain kecuali pada
lereng yang menggantung atau “Over hanging clift”
f. Garis kontur akan membelok kearah hulu bila memotong suatu lembar sungai.
g. Garis kontur yang bergerigi menunjukkan suatu lembah sungai.
h. Garis kontur dengan harga interval setelah digambarkan berupa garis putus – putus,
biasanya ini dujumpai pada bagian puncak bukit.

INTERVAL KONTUR

Adalah jarak vertical antara garis kontur yang satu dengan yang lainnya secara berurutan. Dalam
keadaan umum jika tidak ada masalah – masalah khusus interval kontur di tentukan dengan rumus
sebagai berikut :

Interval kontur (IK) = 1 x Skala Peta

2000

KONTUR INDEKS

Adalah garis kontur yang dicetak lebih dari garis kontur yang lainnya. Merupakan kelipatan tertentu
dari beberapa garis kontur biasa, umumnya kelipatan 5 atau 10.

PROFIL TOPOGRAFI

8
Profil topografi memperagakan konfigurasi dari permukaan disepanjang suatu penampang vertical
dari kerak bumi. Fungsi utama dari proifil topografi adalah untuk memvisualisasikan karakter muka
bumi.

METODE INTRAPOLASI

Suatu metode penentuan titik –titik yang telah mempunyai ketinggian yang telah diketahui dengan
menganggap bahwa titik sama tersebut berada pada suatu bidang yang beraturan.

a. Bila titik ketinggian bersesuaian dengan interval kontur, maka rumus yang di gunakan adalah
X= IK xY

( T2 – T1 )

b. Bila titik ketinggian tidak bersesuaian dengan batas atas, maka rumus yang dipergunakan
sebagai berikut
a : ( T 2 – Ta ) x Y atau X = IK xY

( T2 – T1 ) ( Ta – T1 )

c. Bila titik ketinggian tidak bersesuaian dengan batas bawah, maka rumus yang di gunakan
sebagai berikut

b : ( T b – T1 ) x Y atau X = IK xY

( T2 – T1 ) ( T b – T2 )

d. Bila titik ketinggian tidak bersesuaian sama sekali, maka rumus yang digunakan sebagai
berikut
ab : ( T2 – Ta ) x Y

( T2 – T1 )

b : ( T b – T1 ) x Y

( T2 – T1 )

X: IK x { Y – (a+b) }

( Ta – Tb )

Keterangan :
9
IK : Interval kontur

T1 : Titik ketinggian terendah

T2 : Titik ketinggian tertinggi

Y : Panjang garis Intrapolasi

X : Panjang garis penggal

Ta & Tb : Titik ketinggian yang tidak sesuai dengan interval kontur bagian atas dan bawah

1.4 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang dipergunakan di dalam praktikum terdiri atas:


1. Pensil 2B, rotring, penghapus, penggaris, dan kalkulator
2. Kertas kalkir dan HVS minimal 10lembar.

1.5 Tahapan Pengerjaan Peta

1. Praktikan melakukan konturing pada tiap-tiap titik ketinggian yang ada hingga terbentuk sebuah
peta kontur pada kertas A4 yang telah disediakan menggunakan pensil 2B.
2. Setelah pola kontur terbentuk, kemudian memindahkan pola kontur tersebut kedalam kertas kalkir
di sesuaikan dengan format yang ada dengan menggunakan rotring.

1.6 Pembahasan / Analisis Perhitungan

Setelah Melakukan praktikum, analisis mengenai :


1. Menentukan Interval Kontur pada peta
2. Interpolasi kontur
3. Penampang sayatan berdasarkan hasil praktikum

1.7 Form

Pengamatan dan perhitungan selama praktikum

10
A. Peta dengan ketinggian tertentu

B. Perhitungan Interpolasi

…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………

11
ACARA 2
MORFOLOGI

2.1 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dalam acara ini adalah agar praktikan dapat mengenalkan bentuk morfologi pada
peta topografi dan melakukan pengukuran secara kuantitatif pada setiap peta topografi. Praktikan
diharapkan mampu menjelaskan aspek morfografi, morfometri, dan morfokronologi suatu
bentuklahan dan mengetahui ciri-cirinya pada peta topografi.

2.2 Deskripsi Praktikum

Praktikum morfologi dilakukan untuk tujuan mengenal bentuk morfologi pada peta topografi.
Praktikum ini dilakukan dengan mengamati peta topografi dan melakukan perhitungan kemiringan
lereng yang telah ditentukan. Untuk mengetahui morfologi apa yang ada pada peta topografi sesuai
dengan klasifikasi (van zuidam,1979).

2.3 Landasan Teori

Bentuklahan memiliki kesan topografis dan ekspresi topografik. Kesan topografis adalah konfigurasi
permukaan bersifat pemerian atau deskriptif suatu bentuklahan. Ekspresi topografik diperlihatkan
oleh aspek kuantitatif dari suatu bentuklahan. Apabila kesan dan ekspresi topografi tersebut diamati,
maka akan memberikan penjelasan tentang sifat dan watak suatu bentuklahan.

Penentuan kesamaan sifat dan perwatakan bentuklahan berdasarkan kesan topografis dan ekspresi
topografik akan membantu di dalam penentuan klasifikasi suatu bentuklahan berbasis morfologi.

Aspek-aspek Geomorfologi

12
Menurut Verstappen (1985) ada empat aspek utama dalam analisa pemetaan geomorfologi yaitu :
1. Morfologi: studi bentuk lahan yang mempelajari relief secara umum dan meliputi:
a. Morfografi adalah susunan dari obyek alami yang ada dipermukaan bumi, bersifat pemerian
atau deskriptif suatu bentuklahan, antara lain lembah, bukit, dataran, gunung, gawir, teras,
beting, dan lain-lain.
b. Morfometri adalah aspek kuantitatif dari suatu aspek bentuk lahan, antara lain kelerengan,
bentuk lereng, panjang lereng, ketinggian, beda tinggi, bentuk lembah, dan pola pengaliran.
2. Morfogenesa: asal usul pembentukan dan perkembangan bentuklahan serta proses–proses
geomorfologi yang terjadi, dalam hal ini adalah struktur geologi, litologi penyusun dan proses
geomorfologi merupakan perhatian yang penuh. Morfogenesa meliputi :
a. Morfostruktur pasif: bentuklahan yang diklasifikasikan berdasarkan tipe batuan yang ada
kaitannya dengan resistensi batuan dan pelapukan (denudasi), misal mesa, cuesta, hogback
and kubah.
b. Morfostruktur aktif: berhubungan dengan tenaga endogen seperti pengangkatan, perlipatan
dan pensesaran, termasuk intrusi, misal gunungapi, punggungan antiklin, gawir sesar dll.
c. Morfodinamik: berhubungan dengan tenaga eksogen seperti proses air, fluvial, es, gerakan
masa, dan gunungapi, misal gumuk pasir, undak sungai, pematang pantai, lahan kritis.
3. Morfokronologi: urutan bentuklahan atau hubungan aneka ragam bentuklahan dan prosesnya di
permukaan bumi sebagai hasil dari proses geomorfologi. Penekanannya pada evolusi
(ubahangsur) pertumbuhan bentuklahan.
4. Morfokonservasi: hubungan antara bentuklahan dan lingkungan atau berdasarkan parameter
bentuklahan, seperti hubungan antara bentuklahan dengan batuan, struktur geologi, tanah, air,
vegetasi dan penggunaan lahan.
Atas dasar aspek-aspek geomorfologi tersebut di atas, maka karakteristik bentuklahan dapat
diklasifikasikan menjadi delapan bentuklahan utama berdasarkan genesanya, yaitu bentukan asal
structural, vulkanik, fluvial, marin, angin, kars, denudasional, dan glasial.

Analisis Morfologi

Pembuatan peta lereng dapat dilakukan dengan metode Wenworth, prinsip metode ini adalah
membuat jaring bujursangkar/grid. Kemudian tarik garis tegak lurus pola umum kontur yang
memotong grid bujur sangkar. Semakin kecil ukuran grid, maka tingkat ketelitiannya menjadi

13
semakin tinggi, tetapi memerlukan waktu yang lama apabila dikerjakan secara manual. Sudut lereng
dlitentukan dengan rumus:

B = ( N – 1) x IK x 100 %
JH x SP
Dimana: B = sudut lereng N = jumlah kontur yang terpotong garis sayatan
SP= skala peta IK = interval kontur (m)
JH= jarak horisontal

Tabel 2.1 Klasifikasi lereng.


Klasifikasi lain
Kelerengan
No Us soil survei manual Universal soil loss
(van zuidam,1979)
(%) equation (%)
1 0–2 Datar/hampir datar 0 –2 1–2
2 3-7 Landai 2- 6 2–7
3 8–13 Miring 6 – 13 7 – 12
4 14–20 Agak curam 13 – 25 12 – 18
5 21–55 Curam 25 – 55 18 – 24
6 56–140 Sangat curam
7 >140 Tegak > 55 > 24

Tabel 2.2. Klasifikasi lereng dan satuan relief (Van Zuidam,1983)


Relief
No Satuan relief Lereng
(m)
1 Topografi datar - hampir datar 0-2 <5
2 Topografi bergelombang 2-7 5-50
3 Topografi bergelombang berlereng miring 7-13 12-78
4 Topografi bergelombang/berbukit berlereng sedang 13-20 50-200
5 Topografi berbukit terkikis dalam berlereng terjal 20-55 200-500

 Prosedur Penampang Morfologi

14
Tahapan pembuatan penampang morfologi:
1. Amati peta topografi pada lembar kerja peta topografi Saudara.
2. Tarik garis pada peta usahakan tegak lurus terhadap pola memanjang garis kontur (Gambar 2.1).
3. Kemudian buat penampang morfologi berdasarkan skala peta yang digunakan (Gambar 2.2).
4. Lakukan lagi dan buat beberapa penampang morfologi yang lain.

Gambar 2.1 Garis penampang morfologi pada sebuah lembah.

15
Gambar 2.2 Pembuatan penampang morfologi.

2.4 Bahan dan Alat

Alat dan bahan yang dipergunakan di dalam praktikum terdiri atas:


3. Pensil 2B, rotring, penghapus, penggaris, dan kalkulator
4. Peta Topografi
5. Kertas HVS minimal 10 lembar.

2.5 Tahapan Pengerjaan

1. Praktikan melakukan analisis kemiringan lereng dengan perhitungan


2. Setelah itu data perhitungan analisis kemiringan dimasukan ke dalam draf laporan
3. Membuat sayatan morfologi pada peta topografi sesuai skala yang ada.
3. Peta topografi yang ada dan sayatan yang telah dibuat, di pindah pada kertas kalkir disesuaikan
dengan besaran peta menggunakan rotring mengikuti format yang telah dibuat.

2.6 Pembahasan / Analisis Perhitungan

Setelah melakukan praktikum, analisis mengenai:


1. Jenis-jenis morfologi
2. Mengklasifikasikan kelerengan sesuai klasifikasi (van zuidam,1979)
3. Perhitungan kelerengan

2.7 Form

A. Pengukuran Kemiringan Lereng

Tabel 1.1 Hasil Pengukuran Kemiringan Lereng


Jarak
Inteval Kontur Jumlah Kontur
No Horizontal Hasil Klasifikasi
(IK) (N)
(JH)
16
1.
2.
3.

B. Perhitungan Kemiringan Lereng


…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………

17
B. Form peta

18
ACARA III
POLA PENGALIRAN

3.1 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan acara pola pengaliran adalah agar praktikan mengenal jenis-jenis pola pengaliran
dasar maupun pola pengaliran yang sudah mengalami ubahan. Mampu menganalisis pola pengaliran
serta dapat mengklasifikasikan bagaimana arah dan pola dari air.

3.2 Deskripsi Praktikum

Praktikum pola pengaliran dilakukan untuk tujuan menganalisis dan mengetahui jenis-jenis pola
pengaliran dasar maupun pola pengaliran yang sudah mengalami ubahan. Praktikum dilakukan
dengan cara mengamati dan menganalisis aliran sungai yang ada pada peta topografi lalu
mengklasifikasikannya sebagai pola aliran tertentu sesuai dengan bentuk yg dibuat oleh sungai itu
sendiri.

3.3 Landasan Teori

Pola pengaliran adalah rangkaian bentuk aliran-aliran sungai pada daerah lemah tempat erosi menga
mbil bagian secara aktif serta daerah rendah tempat air permukaan mengalir dan berkumpul (A.D.
Howard, 1967).

Kalimat di atas dapat dipahami sebagai:


1. Rangkaian bentuk aliran-aliran sungai: terdapat lebih dari satu aliran sungai dan terdiri atas aliran
utama, cabang, dan ranting sungai.
2. Pada daerah lemah: atau zona lemah, yaitu bidang perlapisan, bidang kekar dan sesar atau bidang
diskontinuitas.
3. Tempat erosi mengambil bagian secara aktif: artinya terdapat daya tahan terhadap erosi yang
berbeda-beda, tergantung batuannya (litologi).

19
4. Daerah rendah tempat air permukaan mengalir dan berkumpul: faktor lereng dan bentuklahan.

Berdasarkan pemahaman di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pola pengaliran merupakan fungsi
dari:
1. Topografi (kelerengan).
2. Bentuklahan.
3. Tingkat erosi (resistensi batuan).
4. Litologi (ukuran butir-pelapukan).
5. Struktur geologi (kekar, sesar, lipatan, dan perlapisan batuan).
6. Iklim (curah hujan dan vegetasi) serta infiltrasi (peresapan).

Berbekal peta topografi, maka antara lain dapat dilakukan interpretasi:


1. Pola pengaliran dasar dan berbagai ubahannya: mengungkap makna bentuklahan, lereng, litologi
dan resistensinya, serta struktur geologi.
2. Penyimpangan aliran: mengungkap makna bentuklahan, lereng, litologi dan resistensinya, serta
struktur geologi.
3. Tekstur pengaliran: mengungkap makna litologi dan resistensinya.
4. Bentuk lembah: mengungkap makna litologi dan resistensinya.
5. Tempat mengalirnya: mengungkap makna litologi dan resistensinya.

Dengan mengamati dan menganalisis pola pengaliran, maka dapat ditafsirkan kondisi kelerengannya,
bentuklahan, litologi dan resistensinya, serta struktur geologi.

Macam-macam pola pengaliran (Howard, 1967)

Pola Pengaliran Dasar (Gambar 3.1)


1. Dendritik
a. Bentuk menyerupai cabang-cabang pohon,
b. Mencerminkan resistensi batuan atau homogenitas tanah yang seragam,
c. Lapisan horisontal atau miring landai, kontrol struktur kurang berkembang.
2. Paralel
a. Terbentuk dari aliran cabang-cabang sungai yang sejajar atau paralel pada bentangalam
yang memanjang.
20
b. Mencerminkan kelerengan yang cukup besar dan hampir seragam.
3. Trellis
a. Terbentuk dari cabang-cabang sungai kecil yang berukuran sama, dengan aliran tegak lurus
sepanjang sungai induk subsekuen yang paralel.
b. Terdapat pada daerah lipatan, patahan yang paralel, daerah blok punggungan pantai hasil
pengangkatan dasar laut, daerah vulkanik atau metasedimen derajat rendah dengan
pelapukan yang berbeda-beda.

4. Rectangular
a. Aliran cabang sungai tegak lurus terhadap sungai induk
b. Aliran memotong daerah secara tidak menerus,
c. Mencerminkan kekar/sesar yang saling tegak lurus, tidak serumit pola trellis.

5. Radial
a. Bentuk aliran seolah memancar dari satu titik pusat berasosiasi dengan tubuh gunungapi
atau kubah berstadia muda,
b. Dalam konsep Davis, pola radial ini adalah menyebar dari satu titik pusat (sentrifugal),
sedangkan kalsifikasi lain menyatakan pola radial mencakup dua sistem pola pengaliran
yaitu ; sentrifugal dan sentripetal.

6. Annular
a. Cabang sungai mengalir tegak lurus sungai utama yang melingkar,
b. Pada struktur kubah, cekungan, atau pada intrusi stock yang tererosi,
c. Sungai dikontrol pola sesar atau kekar pada bedrock.

7. Multibasinal
a. Pada daerah endapan antar bukit, batuan dasar yang tererosi,
b. Ditandai adanya cekungan-cekungan yang kering atau terisi air yang saling terpisah, aliran
yang terputus dan arah aliran yang berbeda-beda,
c. Pada daerah aktif gerakan tanah, vulkanik, dan pelarutan batugamping.

8. Contorted

21
a. Terbentuk dari aliran cabang-cabang sungai yang relatif tegak lurus terhadap sungai induk
subsekuen yang melengkung,
b. Dibedakan dari recurved trellis dengan ciri daerahnya yang tidak teratur, dikontrol struktur
sesar, lipatan menunjam, atau pada daerah labil.

22
Gambar 3.1. Pola pengaliran dasar (Howard, 1967).

Ubahan pola pengaliran dendritik (Gambar 3.2)


1. Subdedritik
a. Modifikasi dari pola dendritik, karena pengaruh dari topografi dan struktur,
b. Topografi sudah miring, struktur geologi sudah berperan tetapi kecil.
2. Pinnate
a. Tekstur rapat pada daerah yang sudah tererosi lanjut,
b. Tidak ada kontrol struktur pada daerah landai dengan litologi bertekstur halus (batulanau,
batulempung dll).
3. Anastomatik
a. Jaringan saluran saling mengikat,
b. Terdapat didaerah dataran banjir, delta dan rawa, pasang surut.
4. Distributary
a. Bentuknya menyerupai kipas,
b. Terdapat pada kipas aluvial dan delta.

Ubahan pola pengaliran paralel (Gambar 3.2)


1. Subparalel
a. Kemiringan lereng sedang atau dikontrol oleh bentuklahan subparalel,
b. Dikontrol oleh lereng, litologi dan struktur,
c. Lapisan batuan relatif seragam resistensinya.
2. Coliniar
Kelurusan sungai atau aliran yang selang-seling antara muncul dan tidak, memanjang diantara
punggungan bukit pasir pada gurun pasir landai dan loess.

Ubahan pola pengaliran trellis (Gambar 3.2)


1. Directional trellis
a. Anak sungai lebih panjang dari sungai utama,
23
b. Dijumpai pada daerah homoklin, dengan kemiringan landai.
2. Fault trellis
a. Kelurusan sungai-sungai besar adalah sebagai kelurusan sesar,
b. Menunjukkan graben dan hors secara bergantian.

3. Joint trellis
a. Kontrol strukturnya adalah kekar,
b. Ditandai oleh aliran sungai yang pendek-pendek, lurus dan sejajar.

24
Gambar 3.2 Pola pengaliran ubahan (Howard, 1967).

Ubahan pola pengaliran rectangular (Gambar 3.3)


Angulate:
a. Kelokan tajam dari sungai kemungkinan akibat sesar,
b. Kelurusan anak sungai diakibatkan kekar,
c. Pada litologi berbutir kasar dengan kedudukan horisontal,
d. Biasanya angulate dan rectangular terdapat bersama dalam satu daerah.

Ubahan pola pengaliran radial (Gambar 3.3)


Centripetal:
a. Pola ini berhubungan dengan kawah, kaldera, dolena besar atau uvala,
b. Beberapa pola centripetal yang bergabung menjadi multicentripetal.

25
Gambar 3.3 Pola pengaliran ubahan (Howard, 1967).

Penggabungan dari beberapa pola dasar dan perkembangan pola baru


1. Complex
a. Ada lebih dari satu pola dasar yang bergabung dalam satu daerah,
b. Kontrol struktur, topografi dan litologi sangat dominan,
c. Terdapat didaerah "Melange".
2. Compound
a. Terdiri dari dua pola kontemporer,
b. Kombinasi pola radial dan anular yang merupakan sifat kubah.
3. Palimpsest
a. Sungai tua atau pola tua yang sudah ditinggalkan dan membentuk pola baru,
b. Merupakan daerah pengangkatan baru.

3.4 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang dipergunakan di dalam praktikum ini terdiri atas:
6. Pensil 2B, rotring, penghapus, dan penggaris
7. Peta topografi
8. Kertas kalkir dan HVS minimal 10 lembar.

3.5 Prosedur Kerja

Tahapan kerja interpretasi pola pengaliran:


1. Plot aliran sungai (batang, cabang, ranting sungai), yang mencerminkan suatu pola pengaliran
dasar atau ubahan tertentu, termasuk alur liar.
2. Lakukan untuk beberapa pola pengaliran dasar atau ubahan yang lain. Semakin banyak semakin
baik.

26
3. Perhatikan ciri-cirinya, baik karakteristik pola kontur maupun sudut antara ranting/cabang dan
sungai utama, jarak dan panjang batang sungai, bentuk aliran (lurus, lengkung, atau meliuk), dan
rangkaian bentuk aliran sungai.
4. Tentukan faktor-faktor yang mengendalikan pola pengaliran tersebut, yaitu faktor lereng,
bentuklahan, litologi, atau struktur geologi.
5. Buat diagram roset untuk arah sungai utama, cabang, atau ranting sungai dari masing-masing
pola pengaliran yang sudah Saudara plot (Gambar 3.4).

Gambar 3.4 Contoh diagram kipas batang sungai pada pola pengaliran
radial, parallel, trellis, dan rectangular.

Tahapan kerja interpretasi tempat mengalirnya sungai:


1. Menyiapkan peta topografi yang dilengkapi oleh alirn sungai
2. Melakukan ploting aliran sungai, baik sungai utama atau sungai musiman
3. Memindahkan ploting sungai ke media kalkir

27
4. Lakukan analisis pola aliran menggunakan pendekatan gambar 3.1 , 3.2, dan 3.3

3.6 Pembahasan / Analisis Perhitungan

Setelah melakukan praktikum, analisis mengenai:


1. Jenis Pola Pengaliran sesuai dengan hasil praktikum
2. Factor – factor pengendali pola pengaliran
3. Arah utama dari sungai untuk diagram roset

28
3.7 Form

29
ACARA 4
STADIA GEOMORFOLOGI

4.1 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dalam acara ini adalah praktikan mampu mengenal bentuk-bentuk lembah pada
tiap-tiap lokasi pengamatan yang nantinya akan bertujuan untuk mengetahui stadia morfologi dan
dapat menentukan tingkat resistensi batuan.

4.2 Deskripsi Praktikum

Praktikum Stadia Geomorfologi dilakukan untuk tujuan mengetahui berbagai macam bentuk-bentuk
lembah serta mengetahui stadia morfologi. Fungsi dari Stadia geomorfologi ini sendiri ialah
praktikan dapat menentukan tingkat resisintensi batuan. Praktikum ini dilakukan dengan mengamati
peta topografi dan menganalisis penampang sayatan. Untuk mengetahui apakah batuan tersebut
memiliki resistensi lemah maka lembah yang akan tergambar berbentuk (U) lebar itu menandakan
stadia morfologinya tua.

4.3 Landasan Teori

Proses geomorfologi adalah perubahan – perubahan baik secara fisik maupun kimiawi yang di alami
oleh permukaan bumi. Penyebab dari proses – proses perubahan tersebut dinamakan dengan “
Geographic Agent” dimana factor – factor pengubah terbagi menjadi dua yaitu tenaga asal dalam
(endogen) dan tenaga asal luar (eksogen). Tenaga eksogen dan endogen ini bekerja bersama
membentuk roman muka bumi. Stadia dari suatu bentang alam dimulai dari stadia muda , dewasa,
tua dan akhirnya teremajakan kembali, hal ini erat sekali kaitannya dengan kedua factor pengubah
diatas.

Berdasarkan pola Davis (1966) dari suatu siklus erosi, tahapan bentang alam dapat dibedakan
menjadi tahapan muda, tahapan dewasa dan tahapan tua.

30
Tahapan Muda : Keadaan permukaanya yang masih rata, luas, dan umumnya sedidkit sekali
perajangan sungai, lembah – lembahnya sempit dan dangkal.

Tahapan Dewasa : Lembah – lembahnya menjadi besar dan dalam, reliefnya menjadi lebih
curam dan hampir semua permukaan daratan miring.

Tahapan Tua : Permukaan daratan menjadi lebih rendah, kemiringan menjadi semakin
membulat dan relatif menjadi datar dengan lembah – lembah sungai yang
lebar, bila erosi semakin berkurang daerah tersebut membentuk bukit – bukit
yang relatif datar dengan lembah yang relatif datar dengan yang lebar dan
dangkal.

31
Penentuan Stadia Geomorfologi Secara Kuantitatif.

Tahapan Muda : Ditunjukkan oleh frekuensi distribusi sekuennya ke arah tinggian yang
rendah, sebagian besar permukaan daratannya masih tinggi.

Tahapan Dewasa : Kurva distribusinya berbentuk lonceng dan normal, sedidkit menyolok ketika
daerah mempunyai kemiringan.

Tahapan Tua : Memperlihatkan lebih banyak permukaan yang datar, kurva akan
menunjukkan distribusi sekuen ke arah tinggian yang besar.

RE = E – Er

Et- Er

RE : Rasio Elevasi

E : Elevasi rata- rata

Er : Elevasi terendah

Et : Elevasi tertinggi.

Pike dan Wilson (1971), beranggapan bahwa derajat dai penelanjangan memiliki karakteristik yang
khas dengan relief Rasio elevasi. Relief elevasi ini menunjukkan karakteristik rasio dari
pengangkatan terhadap pendataran permukaan tanah. Nilai terendah dari RE merupakan batas
permukaan dengan relief kecil, Rasio elevasi dengan nilai tinggi memperlihatkan permukaan yang
kasar dengan elevasi tinggi.

Hitung Mean Elevasi :

 ( f.  E)
E = E med +
f

32
Keterangan :
E : Elevasi rata – rata
E med : Elevasi Median
f : Frekuensi
E : Beda Elevasi
f : Jumlah Elevasi

Ketentuan Nilai RE :
1. < ½ adalah stadia tua
2. ½ - ½ √3 adalah stadia dewasa
3. ≥ ½ √3 adalah stadia muda

4.4 Alat dan bahan

1. Peta topografi
2. Pensil 2B, Pensil warna, rotring, dan penggaris
3. Kertas kalkir

4.5. Tahapan Pengerjaan

1. Melakukan grid pada peta topografi dengan besar kotak 1 cm x 1 cm dan dipindah pada
kertas kalkir.
2. Menghitung nilai rasio berdasarkan tabel rasio elevasi, perhitungan tersebut dimasukkan
kelapan pelaporan.
3. Membuat peta resistensi batuan berdasarkan titik ketinggian elevasi yang ada pada kertas
kalkir.

4.6 Pembahasan / Analisis Perhitungan


Selain melakukan praktikum ini, analisis mengenai:
1. Bentuk stadia sungai
2. Penampang stadia sungai
3. Hitung nilai stadia sungai

33
4.7 Form

A. Penentuan stadia
Tabel 1.2 hasil penentuan stadia sungai
Frekuensi Ttik %
Elevasi d f.d %f
Notasi F Tengah komulatif

Keterangan:
Elevasi : titik ketinggian
Notasi : dinyatakan dalam bentuk angka romawi
F : Frekuensi dalam angka
D : notasi
%f : presentase dari frekuensi
% kumulatif : presentase dari % kumulatif
B. Perhitungan Stadia
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
B. Form Peta

34
35
ACARA 5
BENTUK ASAL VULKANIK

5.1 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dalam acara ini adalah agar praktikan dapat mengenal ciri-ciri bentuk lahan
morfologi gunung api pada peta topografi, praktikan dapat menjelaskan proses-proses terbentuknya
bentuk morfologi gunung api dan praktikan diharapkan mampu mengetahui jenis pola pengaliran
pada lahan gunung api.

5.2 Diskripsi Praktikum

Praktikum vulkanik dilakukan untuk mengenal ciri-ciri bentuk lahan morfologi gunung api pada peta
topografi. Bentukan asal vulkanik secara spesifik sangat mudah diidentifikasikan dari peta topografi,
bentuklahan vulkanik di bentuk dari akumulasi lava fragmen-fragmen produk vulkanik yang sangat
berbeda daripada bentukan asal lainnya ( Zuidam 1983 )

5.3 Landasan Teori

Bentukan asal vulkanik secara spesifik sangat mudah diidentifikasikan dari peta topografi,
bentuklahan vulkanik di bentuk dari akumulasi lava fragmen-fragmen produk vulkanik yang sangat
berbeda daripada bentukan asal lainnya ( Zuidam 1983)

Bentang alam gunungapi mempunyai bentuk yang sangat khas sehingga sangat mudah dikenal
melalui foto udara atau peta topografi. Kumpulan bentuk-bentuk gunungapi dibangun oleh aliran
lava yang telah membeku sesuai dengan bentuk alam itu sendiri. Bentuk - bentuk ini disamping
melalui tahapan rangkaian erosi dari muda hingga tua, juga sangat dipengaruhi oleh tipe-tipe
kerangka dan material yang dikeluarkan.

36
Hal ini akan dicerminkan oleh tekstur morfologi yang lebih kasar yang berarti pengikisan lebih lanjut.
Tekstur gunungapi yang lebih halus menandakan adanya timbunan rempah-rempah yang 003Evlebih
muda. Semua ini dapat tercermin dari variasi pola kontur pada peta topografi dari penafsiran
perbedaan umur relatif satuan morfologi gunungapi.

Demikian untuk gunungapi yang berdekatan atau pada kawah ganda dengan material yang
dikeluarkan , pada kedua kawah tersebut akan nampak saling memotong pola konturnya.

5.3.1 Jenis Erupsi Gunungapi

Gunungapi yang kita kenal mempunyai beberapa tipe letusan ,antara lain:
1. Eksplosif dicirikan oleh tekanan gas yang tinggi. Menghasilkan material lepas ( piroklastik )
yang cenderung membentuk gunungapi kerucut.
2. Effusif dicirikan dengan tekanan gas rendah.Cenderung menghasilkan gunungapi strato (
berlapis ). Lava mengendap disekitar Crater sebagai dome , dataran lava , dan sebagainya.
3. Campuran terjadi antara ltusan eksplosif dan effusive. sebagai contoh : gunung Merapi di jawa
tengah.

5.3.2 Tipe – tipe Gunungapi

Tipe Gunungapi menurut Lacrous ( 1909 ) dan Sapper ( 1931 ) , sebagai berikut :
1. Tipe Icelandic
adalah erupsi rekah dengan aliran magma basa yang mengandung sedikit gas,dengan volume lava
besar.Aliran berupa lembar – lembar membentang sebagai kawasan luas membentuk dataran (plain /
Plateau)
2. Tipe Hawaiian
Bentuk retakan , kaldera , lubang – lubang letusan , lava mengandung gas mengalir menimbulkan
bunga–bunga api serta abu kemudian mengendap membentuk kubah lava.
3. Tipe Strombolian
Bentukan inin ditandai oleh puncak kepundan berbentuk kerucut berlapis ( strato cones ) .
Eksplositasnya secara terus menerus dengan pelepasan gas- gas serta lava beku yang merupakan
bomb , rombakan lava dan semburan abu awan lava yang menjulang tinggi.

37
4. Tipe Vulkanian
Bentukan ini ditandai dengan bentuk kerucut berlapis ( strato volcanoes ) dengan pipa sentral sebagai
pusat erupsi , yang mengeluarkan lava kental , gas , abu dan awan panas , pumice , bomb . Materi
yang dilontarkan membentuk bunga kol yang tegak menjulang vertical , pengendapan abu sepanjang
lereng dinamakan “ Pseudovulkanis “ .

5. Tipe Vesuvian
Tipe letusan ini lebih hebat dari pada tipe strombolian dan volkanian . Hembusan berulang – ulang
yang berbahaya bersumber dari dapur magma , kawah kepundan yang relative sempit dan pipa
stratocone membentuk awan bunga kol yang menjulang abu tinggi sehingga menimbulkan hujan.
6. Tipe Plinian
Kekuatan Erupsi lebih dahsyat dibandingkan tipe vesuvian . Hembusan gas yang membawa aliran
secara vertical dengan tinggi bermil – mil dengan pangkal yang sempit , mengembang keatas .
Umumnya kandungan abu rendah , tubuh stratovulkano.
7. Tipe Pelean
Mempunyai lava yang sangat kental, dihamparkan oleh letusan eksplosif. Terjadi perlapisan
stratovolcanic yang tertumpangi kubah lava. Gas yang terlepas tampak pada lereng – lereng yang
rusak atau tersingkap oleh timbulnya kubah lava . tipe letusan memberikan kenampakan khas yaitu
terjadinya “ Nuee Ardantes “ ( guliran lava blok , gas dan abu atau guguran material rombakan yang
berpijar dalam kecepatan tinggi )

5.3.3 Morfologi Gunungapi

Morfologi ini bertujuan untuk melengkapi usaha penelitian geologi didaerah gunungapi terutama
dalam penentuan perkembangan atau evolusi gunungapi. Pola kontur morfologi gunungapi pada
umumnya konsentrik dengan berbagai variasi yang tergantung pada tingkat aktivitas stadia, jenis
gunungapi, bentuk pusat erupsi.c v

Beberapa contoh dari produk gunung api akibat dariaktifitas magmatisme adalah:
1. Cider cones, adalah bentuk kerucut yang dibentuk dari hasil letusan yang berupa tufadan breksi
vulkanik, dengan kemiringan kerucut lebih dari 40o.
38
2. Adventive cones, adalah bentuk kerucut yang hasil pembentukaanya berhubungan langsung
dengan kegiatan aktivitas gunungapi.
3. Composite cones atau strato vulkanik, adalah bentuk kerucut yang dibentuk bergantian antara
erupsi letusan dan aliran lava.
4. Gunungapi sekunder sebagai hasil gunungapi yang baru tumbuh didasar kaidera.
5. Gunungapi tahapan tua kadang-kadang menghasilkan vulcanic neck.

Gambar 5.1 Pola Kontur daerah gunungapi

Gambar 5.3. Perkembangan Morfologi Gunungapi

39
5.4 Alat dan Bahan

1. Peta topografi
2. Pensil 2B, Pensil warna, rotring, dan penggaris
3. Kertas kalkir

5.5 Tahapan Pengerjaan

1. Menganalisa bentuk morfologi gunung apa pada peta kontur yang telah diberikan.
2. Dalam menganilasa menggunakan aspek morfologi pembagian bentuk lahan dan bentuk asal
vulkanik
3. Setelah membagi menjadi beberapa bentuk lahan dan bentuk asal membuat peta sesuai format
dengan media kalkir
4. Selain membuat peta bentuk lahan, buat juga peta pola alirannya

5.6 Pembahasan / Analisis Perhitungan

Selain praktikum ini, analisis mengenai:


1. Bagian bagian tubuh gunung api
2. Bentuk puncak gunung api

40
ACARA 6
BENTUKAN ASAL STRUKTURAL, FLUVIAL, DAN
DENUDASIONAL

6.1 Maksud dan Tujuan

Maksud dari acara ini adalah praktikan mampu mengenal pola dan jenis kontur bentukan asal
struktural, fluvial dan denudasional, praktikan mampu membuat sayatan 2 dimensi dari peta kontur
bentuk asal struktural, fluvial dan denudasional, dan mampu menganalisa pola aliran pada peta
Tujuannya adalah praktikan dapat menjelaskan bagaimana proses-proses bentukan asal struktural,
fluvial dan denudasional ini dapat terbentuk.

6.2 Deskripsi Praktikum

Praktikum bentuk asal structural, fluvial, denudasional dilakukan untuk mengenal pola dan jenis
kontur bentukan asal struktural, fluvial dan denudasional. Tujuan dari praktikum ini sendiri dapat
menjelaskan bagaimana proses-proses bentukan asal struktural, fluvial dan denudasional ini dapat
terbentuk.

6.3 Landasan Teori

Geomorfologi ( geomorphology ) adalah ilmu tentang roman muka bumi beserta aspek -
aspek yang mempengaruhinya. Geomorfologi bisa juga merupakan salah satu b a g i a n
dari geografi. Di mana geomorfologi yan g merupakan cabang
d a r i i l m u geografi, mempelajari tentang bentuk muka bumi, yang meliputi
pandangan luas sebagai cakupan satu kenampakan sebagai bentang alam (landscape)
sampai pada satuan terkecil sebagai bentuk lahan (landform) (2012)

Hubungan geomorfologi dengan kehidupan manusia adalah dengan


a d a n y a pegunungan-pegunungan, lembah, bukit, baik yang ada didarat maupun di dasar laut.Dan
juga dengan adanya bencana alam seperti gunung berapi, gempa bumi, tanah longsor
41
dan sebagainya yang berhubungan dengan lahan yang ada di bumi yang juga mendorong manusia
untuk melakukan pengamatan dan mempelajari bentuk -bentuk g e o m o r f o l o g i y a n g
a d a d i b u m i . B a i k y a n g d a p a t b e r p o t e n s i b e r b a h a y a m a u p u n aman. Sehingga
dilakukan pengamatan dan identifikasi bentuk lahan(2012)
Istilah bentang lahan berasal dari kata landscape (Inggris) atau landscap (Belanda) atau
landschaft (Jerman), yang secara umum berarti pemandangan. Arti pemandangan mengandung dua
aspek, yaitu aspek visual dan aspek estetika pada suatu lingkungan tertentu ( Z o n n e v e l d ,
1979)
B e r d a s a r k a n p e n g e r t i a n b e n t a n g l a h a n s e p e r t i d i a t a s , m a k a d a p a t diketahui,
bahwa ada delapan anasir bentanglahan. Kedelapan anasir bentanglahan itu adalah udara, tanah, air,
batuan, bentuklahan, flora, fauna, dan manusia (2012).

Bentuk lahan adalah bagian dari permukaan bumi yang memiliki


b e n t u k topografis khas, akibat pengaruh kuat dari proses alam dan struktur geologis
pada material batuan dalam ruang dan waktu kronologis tertentu. Bentuk lahan terdiri dari sistem
Pegunungan, Perbukitan, Vulkanik, Karst, Alluvial, Dataran sampai Marine terbentuk
oleh pengaruh batuan penyusunnya yang ada di bawah lapisan permukaan bumi. Pada
makalah ini akan dijelaskan kembali apa yang dimaksud dengan bentang lahan yang
terbentuk berasal dari proses pelarutan (2012).

6.3.1 Bentukan Asal Struktural

Struktur geologi adalah faktor dominan yang mengontrol atau mengendalikan evolusi (ubah angsur)
bentuk-bentuk permukaan bumi dan struktur geologi tersebut tercermin dalam bentuklahannya.
Berdasarkan konsep dasar geomorfologi tersebut di atas, maka:
1. Struktur geologi yang dimaksud adalah lipatan, sesar, kekar, bidang perlapisan, ketidakselarasan,
dan kekerasan batuan serta segala sifat-sifat yang memberikan perbedaan bentuk erosi.
2. Struktur geologi adalah faktor dominan yang mengontrol evolusi bentuk-bentuk permukaan
bumi (bentuklahan), termasuk karakteristik pola garis konturnya.
3. Struktur geologi tersebut tercermin dalam bentuklahan, artinya struktur geologi yang ada dapat
menghasilkan bentuklahan yang berbeda-beda.

Lapisan miring
42
Lapisan miring ditunjukkan oleh kemiringan lapisan batuan ke satu arah atau yang mengarah pada
daerah yang lebih landai (dip slope). Kemiringan lapisan batuan pada peta topografi dicirikan oleh
adanya gawir terjal (ditunjukkkan dengan pola garis kontur yang rapat) dan landai (pola garis kontur
yang renggang). Arah kemiringan lapisan batuan searah dengan kemiringan landai dari topografinya
(Gambar 6.1) dan karakteristik pola pengalirannya (6.2).

Gambar 6.1 Pola kontur pada lapisan miring (Military Maps & Air Photograph, ………..)

Bentuklahan penyusunnya antara lain pegunungan monoklin atau homoklin, punggungan monoklin
atau homoklin, perbukitan monoklin atau homoklin, cuesta, hogback, dan flat iron.

43
Gambar 6.2 Kenampakan lapisan miring yang dikontrol oleh pola pengaliran.

Lapisan Horisontal
Lapisan horisontal dicirikan oleh permukaan yang relatif datar dengan garis kontur yang jarang,
tebing-tebingnya dapat terjal, berundak dengan pola kontur yang relatif seragam karena dikontrol
oleh litologi yang sama. Bentuklahan penyusunnya adalah
dataran tinggi (plateau).

Lipatan dan kubah


Pada kemiringan dua arah yang berlawanan dapat disebut sebagai lipatan, yaitu antiklin atau sinklin,
sedangkan kemiringan tiga arah dapat disebut sebagai lipatan menunjam (Gambar 6.3; 6.4; 6.5, dan
6.6). Pada kemiringan kesegala arah, yaitu mempunyai arah kemiringan lapisan batuan kesegala arah,
dapat disebut sebagai dome atau kubah (Gambar 6.7).

Bentuklahan penyusunnya antara lain pegunungan lipatan (antiklin dan sinklin), perbukitan antiklin
atau sinklin, lembah antiklin atau sinklin, serta perbukitan atau pegunungan dome (kubah).

Sesar
Sesar pada peta topografi ditunjukkan oleh adanya kelurusan atau off set dari punggungan, bukit,
lembah, aliran sungai, atau gawir. Bentuk-bentuk tersebut tercermin pada pola konturnya.
Bentuklahan penyusunnya adalah pegunungan atau perbukitan blok (Gambar 6.3), perbukitan sesar,
dan gawir sesar. Pengamatan melalui karakteristik pola pengaliran sangat membantu di dalam
interpretasi sesar pada peta topografi.

Struktur kekar pada peta topografi ditandai oleh adanya kelurusan gawir, lembah bukit dan celah atau
berdasarkan pola pola pengaliran atau pola batang-batang sungainya.
44
Gambar 6.3 Pola kontur yang menunjukkan struktur sesar tangga (step fault) pada suatu pegunungan
blok (Military Maps & Air Photograph, ........).

6.3.2 Bentukan Asal Fluvial

45
Dalam siklus fluviatil, berkurang dan bertambahnya bentuklahan dapat terjadi karena kombinasi
proses pelapukan, mass wasting, dan erosi oleh air pada permukaan tanah, baik yang terkonsentrasi
dalam saluran (channel) atau tidak (banjir).

Siklus bentangalam merupakan suatu deretan sistematis, sehingga setiap tahap siklus ditandai oleh
bentangalam dengan kumpulan bentuklahan yang khas. Sewaktu satu siklus berjalan, dapat terjadi
perubahan yaitu pengurangan dan penambahan bentuklahan. Siklus dapat dibedakan menjadi youth,
maturity, dan old age.

Terdapat kemungkinan bahwa daratan yang terangkat direduksi sampai stadium akhir yang dikenal
dengan istilah base level, yaitu limit (batas) dari erosi vertikal. Base level dapat dibedakan menjadi:
1. Ultimate base level: permukaan air laut.
2. Local base level: batas erosi vertikal suatu daerah yang di tentukan oleh sungai yang gradded
di daerah tersebut.
3. Temporary base level: terjadi kalau terdapat batuan yang sangat keras atau danau di suatu
daerah yang membatasi erosi vertikal sungai.
Perubahan bentuklahan dapat terjadi karena:
1. Medium alamiah (pelaksana atau agent) adalah sesuatu yang dapat mengerosi dan mengangkut
bahan-bahan di permukaan bumi. Agen geomorfologi tersebut antara lain air permukaan yang
terkonsentrasi (sungai, danau, rawa dll) serta air permukaan yang tidak terkonsentrasi.
2. Adanya kombinasi pelapukan, mass wasting, dan erosi oleh air pada permukaan tanah, baik yang
terkonsentrasi dalam saluran (sungai) maupun tidak (banjir).
3. Sewaktu atau sesudah pengangkatan dan dapat berjalan cepat atau lambat.
4. Bentuklahan yang dihasilkan tergantung kepada struktur geologi, proses geomorfologi, dan tahap
silklus fluvial.

Macam-macam bentuklahan fluvial

Sungai teranyam (braided stream)


Terbentuk pada bagian hilir sungai yang memiliki slope hampir datar-datar, alurnya luas, dan
dangkal. Sungai teranyam atau anastomosis.terbentuk karena adanya erosi yang berlebihan pada
bagian hulu sungai, sehingga terjadi pengendapan pada bagian hilir atau alurnya dan membentuk

46
gosong sungai. Karena adanya gosong sungai yang banyak, maka alirannya memberikan kesan
teranyam (Gambar 6.4).

Gambar 6.4 Sungai teranyam atau anastomotic.

Gosong sungai (channel bar dan point bar)


Endapan sungai yang terdapat pada tengah (channel bar) atau tepi (point bar) dari alur sungai
(Gambar 6.5). Gosong sungai bisa berupa kerakal, berangkal, dan pasir.

Dataran limpah banjir (floodplain) dan tanggul alam (natural levee)


Dataran yang terbentuk di sepanjang aliran sungai akibat bermigrasinya sungai. Apabila terjadi
banjir, maka dataran tersebut akan menerima luapan banjir beserta materialnya (Gambar 6.5). Sungai
stadia dewasa mengendapkan sebagian material yang terangkut saat banjir pada sisi kanan dan kiri
sungai. Seiring dengan proses yang berlangsung secara menerus tersebut, maka akan terbentuk
akumulasi sedimen yang tebal, sehingga akhirnya membentuk tanggul alam (Gambar 6.5).

47
Gambar 6.5 Bentukan asal Fluvial sungai stadia tua

Kipas aluvial (alluvial fan)


Sungai dengan muatan sedimen besar yang mengalir dari lereng bukit atau pegunungan, lalu masuk
ke dataran rendah, maka akan terjadi pengendapan material secara cepat. Hal ini terjadi karena
perubahan gradien lereng dan kecepatan yang drastis, sehingga, berupa suatu onggokan material
lepas, berbentuk seperti kipas, biasanya terdapat pada suatu dataran di depan suatu gawir. Selanjutnya
dikenal sebagai kipas aluvial dan biasanya terdapat air tanah yang melimpah. Hal ini dikarenakan
umumnya kipas aluvial terdiri dari perselingan pasir dan lempung yang merupakan lapisan pembawa
air yang baik.

Meander dan danau tapal kuda atau meander terpotong


Meander adalah bentuk kelokan sungai pada dataran banjir (Gambar 6.5), daerah alirannya disebut
sebagai meander belt. Meander terbentuk karena adanya pembelokan aliran sungai akibat pengikisan
pada tebing sungai bagian luar (under cut) dan sedimentasi pada tebing bagian dalam (slip of slope).
Pembelokan terjadi karena ada batuan atau endapan yang menghalangi arah aliran sungai, sehingga
alirannya membelok dan terus melakukan penggerusan ke batuan yang lebih lemah.

Danau tapal kuda adalah sebuah danau yang terbentuk jika lengkung meander terpotong oleh
pelurusan sungai (Gambar 6.6). Apabila bentuk tapal kuda tersebut tidak berair, maka disebut dengan
meander terpotong (Gambar 6.5).

48
.

Gambar 6.6 Bentuk pelurusan sungai dan pembelokan sungai

6.3.3 Bentukan Asal Denudasional

Denudasiberasaldari kata dasar nude yang berartitelanjang, sehinggadenudasiberarti proses


penelanjanganpermukaanbumi. Bentuk lahan asal denudasional dapat didefinisikan sebagai suatu
bentuk lahan yang terjadi akibat proses-proses pelapukan, erosi, gerak masa batuan (mass wating)
dan proses pengendapan yang terjadi karena agradasi atau degradasi (Herlambang, Sudarno.
2004:42). Proses degradasi cenderung menyebabkan penurunan permukaan bumi, sedangkan
agradasi menyebabkan kenaikan permukaanbumi.

Ciri-ciri Bentuk Lahan Asal Denudasional


Ciri-ciri dari bentuk lahan yan asal terjadi secara denudasioanal, yaitu:
1. Relief sangat jelas: lembah, lereng, pola aliran sungai.
2. Tidak ada gejala struktural, batuan massif, dip/strike tertutup.
3. Dapat dibedakan dengan jelas terhadap bentuk lain.
4. Relief lokal, pola aliran dan kerapatan aliran menjadi dasar utama untuk merinci satuan bentuk
lahan.
5. Litologi menjadi dasar pembeda kedua untuk merinci satuan bentuk lahan. Litologi terasosiasi
dengan bukit, kerapatan aliran,dan tipe proses.

Proses Terbentuknya Bentuk Lahan Asal Denudasional

49
Denudasimeliputi proses pelapukan, erosi, gerakmasabatuan (mass wating) dan proses
pengendapan/sedimentasi.
1. Pelapukan
Pelapukan (weathering) dari perkataan weather dalam bahasa Inggris yang berarti cuaca, sehingga
pelapukan batua nadalah proses yang berhubungan dengan perubahan sifat (fisis dan kimia) batuan
di permukaan bumi oleh pengaruh cuaca. Secara umum, pelapukan diartikan sebagai proses
hancurnya massa batuan oleh tenaga Eksogen, menurut Olliver(1963) pelapukanadalah proses
penyesaiankimia, mineral dan sifat fisik batuan terhadap kondisi lingkungan di sekitarnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pelapukan adalah:


1. Jenis batuan (kandungan mineral, retakan, bidang pelapisan, patahan dan retakan).
Batuan yang resisten lebih lambat terkena proses eksternal sehingga tidak mudah lapuk, sedangkan
batuan yang tidak resisten sebaliknya. Contoh :
- Limestone, resisten pada iklim kering tetapi tidak resisten pada iklim basah.
- Granit, resisten pada iklim basah tetapi tidak resisten pada iklim kering.
2. Iklim, terutama tenperatur dan curah hujan sangat mempengaruhi pelapukan.Contoh :
- Iklim kering, jenis pelapukannya fisis
- Iklim basah, jenis pelapukannya kimia
- Iklimdingin, jenis pelapukannya mekanik.
3. Vegetasi, atau tumbuh-tumbuhan mempunyai peran yang cukup besar terhadap proses pelapukan
batuan. Hal ini dapat terjadi karena:
- Secara mekanisakar tumbuh-tumbuhan itu menembus batuan, bertambah panjang dan membesar
menyebabkan batuan pecah.
- Secara kimiawi tumbuh-tumbuhan melalui akarnya mengeluarkan zat-zat kimia yang dapat
mempercepat proses pelapukan batuan. Akar, batang, daun yang membusuk dapat pula membantu
proses pelapukan, karena pada bagian tumbuhan yang membusukakan mengeluarkan zat kimia yang
mungkin dapat membantu menguraikan susunan kimia pada batuan.
4. Topografi
Topografi yang kemiringannya besar dan menghadap arah datangnya sinar matahari atau arah hujan,
maka akan mempercepat proses pelapukan Satuan Bentuk Lahan Asal Denudasioal

1. Pegunungan Denudasional

50
Karakteristikumum unit mempunyai topografi bergunung dengan lereng sangat curam (55>140%),
perbedaan tinggi antara tempat terendah dan tertinggi (relief) > 500 m. Mempunyai lembah yang
dalam, berdinding terjal berbentuk V karena proses yang dominan adalah proses pendalaman lembah
(gambar 6.7).

Gambar 6.7 Bentuk asal denudasi pegunungan denudasional

2. Perbukitan Denudasional
Mempunyai topografi berbukit dan bergelombang dengan lereng berkisar antara 15 > 55%,
perbedaan tinggi (relief lokal) antara 50 -> 500 m.Terkikis sedang hingga kecil tergantung pada
kondisi litologi, iklim, vegetasi penutup daik alami maupun tata guna lahan.
3. Dataran Nyaris (Peneplain)
Akibat proses denudasional yang bekerja pada pegunungan secara terus menerus, maka permukaan
lahan pada daerah tersebut menurun ketinggiannya dan membentuk permukaan yang hamper datar
yang disebutdatarannyaris (peneplain).
4. Perbukitan Sisa Terpisah (inselberg) Apabila bagian depan (dinding) pegunungan/perbukitan
mundur akibat proses denudasi dan lereng kaki bertambah lebar secara terus menerusakan
meninggalkan bentuk sisa dengan lereng dinding yang curam.

6.4 Alat dan Bahan


51
1. Peta topografi
2. Pensil 2B, Pensil warna, dan penggaris

6.5 Prosedur Kerja

1. Ploting pola pengaliran pada daerah yang mengindikasikan adanya kontrol struktur geologi pada
peta topografi.
2. Berdasarkan pola garis kontur (kelurusan, pergeseran, dan kerapatan kontur), ditafsirkan
bagaimana bentuk lahannya pada lembar peta topografi Saudara.
3. Dalam interpretasi bentuklahan struktural, Fluvial, dan denudasi, perhatikan juga aspek-aspek
geomorfologi dan pola pengaliran yang ada.
4. Setelah langkah 1-3 dilaksanakan, tafsirkan bentuk lahan yang ada pada peta topografi Saudara.
Kemudian cantumkan unsur-unsur geologi yang Saudara tafsirkan (contoh: sesar, kemiringan
lapisan, dll).
5. Buat penampang morfologi atau geologi tentatif untuk peta topografi Saudara.

6.6 Pembahasan / Analisis perhitungan


Selain praktikum ini, analisi mengenai:
1. Satuan bentuk asal suatu daerah
2. Satuan bentuk lahan suatu daerah

6.7 Form

52
53
ACARA 7
BENTUKAN ASAL KARST, AEOLIAN, DAN MARINE

7.1 Maksud dan Tujuan

Maksud acara ini adalah praktikan mampu menganalisa peta topografi pada daerah karst, Aeolian
dan marine, mampu mengklasifikasikan peta topografi kedalam bentuk lahan arst, Aeolian dan
marine, Membuat sayatan 2 dimensi peta topografi, serta menganalisis pola pengaliran tiap bentuk
lahan. Tujuannya adalah praktikan dapat menjelaskan morfologi 2 dimensi pada topografi, dan
menjelaskan faktor-faktor proses terbentuknya bentuk asal arst, Aeolian dan marine.

7.2 Deskripsi Praktikum

Praktikum bentuk asal karst, aeoliaan dam marine dilakukan untuk mengenal pola dan jenis kontur
bentukan asal struktural, fluvial dan denudasional. Tujuan dari praktikum ini sendiri dapat
menjelaskan bagaimana proses-proses bentukan asal karst, aeoliaan dam marine ini dapat terbentuk

7.2 Landasan Teori

7.2.1 Bentuk Asal Karst

Istilah karst dikemukakan oleh para ahli geologi untuk menerangkan gejala rupabumi yang
diakibatkan oleh proses kimia dan fisika pada kawasan berbatugamping atau batuan yang mudah
larut. Meskipun demikian, tidak berarti setiap tempat yang terdapat batugamping akan terbentuk
topografi karst. Berikut ini adalah syarat-syarat terbentuknya karst:
1. Tebal lapisan batugamping >200 m, agar memungkinkan terbentuknya bentuklahan kars yang
sempurna.
2. Harus terdapat batuan mudah larut (batugamping) di permukaan atau sedikit di bawah
permukaan.
3. Batuan ini harus kompak, banyak memiliki rekahan-rekahan dan berlapis dan sebaiknya berlapis
tipis.
54
4. Terdapatnya lembah-lembah utama pada ketinggian lebih rendah dari batuan yang mudah larut
ini.
5. Memiliki iklim basah dan hangat, agar memungkinkan terjadinya proses pelarutan dan
pembentukan kars.
6. Harus terdapat sekurangnya curah hujan yang sedang.
7. Adanya proses tektonik (pengangkatan) yang perlahan dan merata di kawasan batugamping.

Ukuran bentukan bentuklahan kars dipengaruhi oleh:


1. Karakteristik mekanik (strenght), fisik (porositas dan permeabilitas), kemurnian mineral atau
kimianya.
2. Perekahan (fracturation) adalah proses mekanis yang menimbulkan rekahan dan celahan pada
batugamping. Faktor lain adalah sesar, lipatan, bukaan pada bidang batas perlapisan, peringanan
beban akibat erosi dan pelapukan.
3. Melalui rekahan/celahan inilah air hujan dan air permukaan akan masuk, kemudian
mengakibatkan terjadinya proses pelarutan pada batugamping.

Karst adalah bentangalam yang sangat spesifik secara morfologi, geologi, maupun hidrogeologi.
Dapat menghasilkan bentuklahan yang berkembang di permukaan (eksokars) dan di bawah
permukaan (endokars):
1. Eksokars adalah semua fenomena yang dijumpai di atas permukaan tanah kawasan kars, yaitu
bentuk negatif atau cekungan seperti doline, uvala, polje, dan bentuk positif atau bukit seperti
conical hill (Gambar 7.1).
2. Endokars adalah semua fenomena yang dijumpai di bawah permukaan tanah kawasan kars, yang
paling sering dijumpai adalah gua, sungai bawah tanah, saluran, dan terowongan.

55
Gambar 7.1 Kenampakan topografi karst pada peta topografi yang memperlihatkan bentukan positif (garis
kontur konsentris yang mencirikan bukit) dan negatif (garis kontur bergerigi yang menunjukkan lembah).

Macam-macam bentuklahan di daerah karst


Dolina (doline)
Cekungan membundar atau depresi tertutup di permukaan yang terjadi akibat proses pelarutan,
runtuhan, atau amblegan (Gambar 7.2 dan 7.3). Bentuknya seperti mangkuk, garis tengah 10-100 m,
dan kedalamannya berkisar 2–100 m. Sudut dinding dolina berkisar antara 20o-30o, kadang-kadang
56
lebih curam bahkan berupa tebing tegak seperti pada depresi runtuhan (collapse sink). Perbedaan
geometri tersebut disebabkan perbedaan kontrol struktur geologi, tingkat pelarutan, atau gabungan
keduanya.

Gambar 7.2 Dolina di Cina (www.speleogenesis.com).

Gambar 7.3 Bermacam-macam dolina berdasarkan proses terbentuknya


(Bogli, 1980 dan White, 1988).

Uvala
Uvala adalah depresi berukuran besar dan memanjang (uvala dari kata oval yang berarti lonjong),
merupakan gabungan dari beberapa doline akibat proses pelarutan lanjut. Uvala juga terjadi akibat
depresi besar karena runtuhnya atap sungai di bawah tanah yang dicirikan oleh dinding relatif curam.
Banyaknya uvala pada suatu bentang alam kars, menunjukkan bahwa daerah tersebut berada pada
stadium dewasa.

57
Polje
Depresi tertutup dengan ukuran sangat besar melebihi ukuran uvala. Polye terjadi dari perluasan
uvala atas proses solusi dan runtuhnya dinding yang telah lapuk. Bentuk polye memanjang dengan
dasar relatif datar dan ditutupi oleh endapan aluvial, sumbu panjang searah jurus perlapisan atau
struktur geologi. Polje bertebing curam dengan pelarutan secara lateral relatif lebih besar, dan
mempunyai pengaliran di bawah permukaan.

Sinks atau Sinkhole


Sinks adalah tempat masuknya air ke dalam tanah atau disebut pula dengan ponour. Awalnya
berukuran kecil, kemudian berkembang lebih lanjut akibat peristiwa runtuhnya atap rongga bawah
dekat permukaan atau runtuhnya dinding sinkhole. Doline merupakan bentuk sinkhole yang telah
tertutup oleh lapisan kedap air (gambar 7.4)
.

Gambar 7.4 Bentuk morfologi Sinks atau Sinkhole

Rise atau voclus


Rise adalah tempat timbul atau keluarnya airtanah, pada peta topografi diketahui sebagai adanya mata
air atau hulu sungai.

Luweng
Luweng adalah depresi pada lahan kars yang berbentuk silindris, mulutnya benar-benar membundar,
seperti sumur, dinding vertikalnya memotong relatif tegak-lurus terhadap struktur perlapisan batuan.
Bagian alas dari suatu luweng biasanya merupakan batuan dasar. Sebuah luweng sering kali

58
mempunyai sistem pengeringan di bagian alasnya. Sistem pengeringan yang ada berupa saluran-
saluran kecil yang berhubungan dengan suatu saluran pengering utama di bawah permukaan.

Pinnacle
Pelarutan sepanjang kekar dan rekahan membuat masa batuan menjadi lebih rendah dan menyisakan
blok-blok batugamping yang terisolasi satu sama lain, yang dikenal dengan istilah pinakel.
Ketinggian sebuah pinakel dapat dimulai dari beberapa meter hingga puluhan meter dari permukaan
tanah di sekitarnya. Pinakel biasanya mempunyai lereng terjal dan penampang horizontal bagian
atasnya berbentuk elips.

Bukit-bukit Residual
Bukit-bukit residual merupakan morfologi positif berbentuk kerucut atau kubah yang terisolasi
dikitari oleh dataran. Pada umumnya mereka memiliki lereng cukup terjal atau lebih dari 45 o.
Morfologi demikian, dihasilkan oleh proses karsifikasi yang telah cukup lanjut.

Kerucut dan Menara Kars


bukit-bukit residual dengan lereng vertikal yang disebut menara. (Turmkars = tower kars), atau
dengan lereng miring yang disebut kerucut (Kegelkars = cone kars). Ketinggian kerucut-kerucut dan
menara-menara kars sangat bervariasi, di daerah yang satu dengan di tempat lainnya berbeda, mulai
dari puluhan meter hingga ratusan meter (Gambar 7.5).

59
Gambar 7.5 Sketsa penampang berbagai morfologi positif kars (White, 1988)

7.2.2 Bentuk Asal Aeolian

Lahan aeolian merupakan lahan yang terjadi karena bentukan asal proses angin dan gabungan
pelapukan dengan aliran air (Herlambang, 2009). Di mana dalam proses terjadinya melalui
pengikisan, pengangkutan, dan juga pengendapan. Pengikisan oleh angin seperti halnya air yang
mengalir, adapun sebagai kekuatan untuk mengikis adalah pasir yang halus. Istilah aeolian berasal
dari nama dewa Yunani, Æolus, penjaga angin . Aeolian (atau Eolian atau Aeolian) berkaitan dengan
proses aktivitas angin dan lebih khusus lagi, kepada angin kemampuan untuk membentuk permukaan
bumi dan planet-planet. Angin dapat mengikis, mengangkut, dan mengendapkan, bahan-bahan
material di daerah yang jarang terdapat vegetasi dan wilayah sedimen yang luas. Meskipun air jauh
lebih kuat daripada angin, proses aeolian merupakan proses yang penting pada daerah kering seperti
gurun.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk lahan aeolian adalah bentuk lahan yang
terbentuknya akibat proses angin. Yang mana memiliki kemampuan untuk mengikis, mengangkut,
dan mengendapkan material-material pasir ataupun debu (Gambar 7.6).

Gambar 7.6 Bentuk lahan yang terbentuknya akibat proses angin

60
Syarat-Syarat Berkembangnya Lahan Aeolian
1. Tersedia material berukuran pasir halus-kasar dalam jumlah banyak.
2. Adanya periode kering yang panjang dan tegas.
3. Adanya angin yang mampu mengangkat dan mengendapkan bahan pasir tersebut.
4. Gerakan angin tidak banyak terhalang oleh vegetasi/objek lain.
Endapan angin terbentuk karena pengikisan, pengangkutan, dan pengendapan bahan-bahan tidak
kompak oleh angin.

Proses Terbentuknya Lahan Aeolian


A. Pengikisan oleh Angin
Angin mengikis permukaan bumi melalui deflasi, eddy turbulensi, dan abrasi.

1. Deflasi (deflation)

Proses deflasi merupakan gerakan tiupan angin yang membawa materi batuan, baik berupa debu
halus, pasir, maupun materi yang kasar dan berat. Proses ini sering terjadi di daerah yang merupakan
tempat terkumpulnya pasir, misalnya di basin kecil atau pada bukit pasir. Deflasi cenderung
menyebabkan terbentuknyaa formasi-formasi baru di daerah depresi. Dibandingkan dengan erosi air
atau sungai keadaannya berlawanan, erosi air di daerah yang berelief tinggi sangat kuat, sebaliknya
erosi angin/deflasi di daerah cekungan/basin sangat kuat.

2. Korasi (corrasion)
Korasi angin dapat menimbulkan beberapa bentuk atau bentang alam yang sangat luas. Gerakannya
hanya dapat terjadi di dekat permukaan tanah. Ini terjadi karena angin tidak dapat mengangkut pasir
ke tempat yang lebih tinggi lagi.

B. Pengangkutan oleh Angin


Materi batuan yang mudah terangkut oleh angin adalah materi-materi halus, misalnya debu.
Materi yang halus ini akan diterbangkan angin sampai ke tempat yang cukup jauh. Adapun jenis-
jenis gerakan pengangkutan materi oleh angin adalah:

1. Suspensi (suspension)

61
Merupakan gerakan vertikal tiupan angin yang mampu mengangkut materi-materi halus ke tempat
yang lebih jauh. Gerakan ini tidak besar peranannya dalam mengangkut pasir karena kemampuan
mengangkut ke atas sangnt terbatas.
Pada saat angin mengangkut debu kadang-kadang disertai dengan gerakan turbuler. Kecepatan angin
tidak selalu tetap tetapi selalu mengalami variasi periode yang pendek sehingga menyebabkan adanya
tekanan angin. Tekanan angin ini menyebabkan udara berputar ke segala arah, putaran udara ke
segala arah inilah yang dapat menyebabkan terjadinya gerakan suspensi.

2. Saltasi (saltation)
Yaitu gerakan meloncat materi butiran yang disebabkan oleh tabrakan dan pantulan angin yang
bermuatan pasir. Gerakan saltasi secara langsung disebabkan tekanan angin terhadap butiran pasir,
pasir yang ditiup angin pada umumnya mempunyai gerakan saltasi.

3. Rayapan permukaan (surface crep)

Gerakan rayapan permukaan disebabkan oleh karena tubrukan materi butiran oleh gerakan saltasi.
Terjadinya tubrukan materi butiran ini secara teratur, tetapi kadang-kadang juga tersebar menjadi
pecahan-pecahan di atas tempat jatuhnya pasir. Oleh karena benturan ini gerakan materi butiran
menjadi lambat yang selanjutnya menjadi rayapan permukaan.Kadang-kadang angin yang
mengangkut debu atau pasir bergerak berputar seperti spiral, gerakan seperti ini disebut dengan badai
debu.

C. Pengendapan oleh Angin

Proses pengendapan ini terjadi apabila butiran yang telah terbawa angin tadi jatuh setelah gerakan
menjadi lambat. Selain karena kecepatan yang menjadi lambat, pengendapan juga dapat terjadi
karena butiran yang terbawa oleh angin mengalami benturan terhadap permukaan kejadian ini
sebagai hasil dari proses saltasi dan rayapan tanah. Apabila butiran tersebut tidak membentur
permukaan dan terus terbawa angin, maka butiran tersebut akan mengalami gerakan sepanjang
permukaan hingga menemukan tempat mengendap, pada umumnya tempat pemberhentian tersebut
berupa cekungan. Bentuk endapan dari proses ini tidak datar atau halus tetapi bergelombang. Setelah
mengendap butiran-butirabn tersebut mengumpul menjadi suatu bentuk lahan yang baru.

62
Bentuk Lahan Hasil Aeolian
A. Bentuk Lahan Hasil Erosi Angin
1. Loess
Aktivitas angin dalam mengendapkan material dipengaruhi oleh kecepatan angin, rintangan (batu,
vegetasi), dan material yang dibawa oleh angin.
yaitu endapan oleh angin berupa debu, pada umumnya berwarna kekuningan, tersusun dari berbagai
mineral tidak berlapis-lapis tetapi cukup kuat terikat.
2. Endapan pasir
ada beberapa tipe yang ditentukan oleh jumlah pasir dan vegetasi:
a. Sand sheet adalah hamparan pasir tipis yang menutup daerah relatif datar, permukaannya tidak
bergelombang.
b. Ripple (riak) adalah endapan pasir yang permukaannya bergelombang, tinggi bervariasi 1-500mm,
panjang 50-300m. endapan pasir tebal yang permukaannya bergelombang ripple tetapi lebih
besar disebut undulasi; yang tingginya sampai 400m dan panjang 4km disebut draa (Mcgadune).
c. Sand shadow, adalah timbunan pasir di belakang suatu rintangan, seperti semak-semak/batu.
d. Sand fall adalah timbunan pasir di bawah cliff atau gawir.
e. Sand drift yaitu timbunan pasir pada suatu gap/celah antara dua rintangan.

3. Gumuk pasir (dunes)


adalah gundukan bukit/igir dari pasir yang teerhembus angin. Gumuk pasir mempunyai penampang
tidak simetri, kemiringan lereng pada arah datangnya angin 5º sampai dengan 10º dan arah
membelakangi arah angin 30º sampai dengan 34º. Apabila tidak ada stabilisasi oleh vegetasi gumuk
pasir cenderung bergeser ke arah datangnya angin (gambar 7.7)

63
Gambar 7.7 Vegetasi gumuk pasir cenderung bergeser ke arah datangnya angin.

Gumuk pasir dapat dibedakan menjadi:


a. Gumuk pasir sabit (barchan), sisi yang menghadap arah angin landai dan yang di belakang (slip
face)terjal. Penampang gumuk tidak simetri pada puncaknya, tetapi berangsur-angsur menjadi
hampir simetri pada tanduknya. Ketinggian 5-15m maksimum 30m. Berkembang di daerah yang
vegetasinya terbatas.

b. Gumuk pasir melintang (transversal dunes), posisi melintang arah angin/ tegak lurus arah
angin. Terbentuk pada daerah yang banyak cadangan pasirnya dan sedikit tumbuhan. Sering meliputi
daerah luas dan berkembang berbentuk seperti ombak dengan punggung melengkung dan melintang
tegak lurus arah angin. Penampang tidak simetri, lebar tujuh kali ketinggian. Ketinggian 5-15m
maksimum 100m. dapat berubah menjadi sabit apabila sumber pasirnya berkurang.

c. Gumuk pasir parabolik (parabolic dunes), berbentuk sabit dengan tanduk yang panjang ke arah
datangnya angin. Terbentuk di mana vegetasi menahan bagian tanduk. Memungkinkan bagian tengah
gumuk berpindah dan menghasilkan gumuk berbentuk jepit rambut. Penampang tidaksimetri pada
puncak dan hampir simetri pada tanduk, sisi belakang gumuk lebih curam daripada sisi depannya.
Gumuk tidak mudah berpindah, dengan ketinggian 1:15m. Gumuk pasir parabolik dapat terbentuk
karena blow out.

64
d. Gumuk pasir memanjang (longitudinal dunes/seif), berupa gundukan pasir yang hampir klurus
sejajar arah angin. Terjadi karena pengaruh angin yang kuat terkumpul dan berhembus dengan arah
tetap. Penampang gumuk simetris, ukuran lebar beberapa kali ketinggian. Ketinggian <15m,panjang
beberapa kilometer, pada gurun yang luas ketinggian mencapai 200m dan panjang 300km. Gumuk
pasir memanjang di gurun seperti di atas disebut seif. Ukuran partikel material pada gumuk pasir ini
mempunyai kisaran 0,05-0,5mm karena sortasi angin sangat baik.

e. Whaleback dunes, adalh gumuk pasir longitudinal yang sangat besar, puncaknya datar dan di
atasnyadapat terbentuk barchan, dan seif, kecil-kecil.

7.2.2 Bentuk Asal Marine

Geomorfologi asal marin merupakan bentuk lahan yang terdapat di sepanjang pantai. Proses
perkembangan daerah pantai itu sendiri sangat dipengaruhi oleh kedalaman laut. Semakin dangkal
laut maka akan semakin mempermudah terjadinya bentang alam daerah pantai, dan semakin dalam
laut maka akan memperlambat proses terjadinya bentang alam di daerah pantai. Selain dipengaruhi
oleh kedalaman laut, perkembangan bentang lahan daerah pantai juga dipengaruhi oleh:
1. Struktur, tekstur, dan komposisi batuan.
2. Keadaan bentang alam atau relief dari daerah pantai atau daerah di daerah sekitar pantai tersebut.
3. Proses geomorfologi yang terjadi di daerah pantai tersebut yang disebabkan oleh tenaga dari luar,
misalnya yang disebabkan oleh angin, air, es, gelombang, dan arus laut.
4. Proses geologi yang berasal dari dalam bumi yang mempengaruhi keadaan bentang alam di
permukaan bumi daerah pantai, misalnya tenaga vulkanisme, diastrofisme, pelipatan, patahan, dan
sebagainya.
5. Kegiatan gelombang, arus laut, pasang naik dan pasang surut, serta kegiatan organisme yang ada
di laut.

Di Indonesia, pantai yang ada pada umumnya dialih fungsikan sebagai tempat wisata yang notabene
dapat membantu tingkat pendapatan suatu wilayah. Apabila masyarakat mengetahui bahwa garis
pantai bisa mengalami perubahan, maka akan muncul pemikiran-pemikiran agar pantai tersebut tetap
bisa dinikmati keindahannya meskipun sudah mengalami perubahan.

65
TOPOGRAFI PANTAI
Erosi gelombang sangat mempengaruhi terjadinya garis pantai. Banyak faktor yang mempengaruhi
terjadinya erosi gelombang, misalnya ukuran dan kekuatan gelombang, kemiringan lereng dan
ketinggian garis pantainya, komposisi batuannya, kedalaman airnya, serta lamanya proses tersebut
berlangsung.

Apabila gelombang di laut dalam menghempas pantai yang curam, maka sebagian besar air akan
membalik kembali ke laut dan mengerosi lereng kliff tersebut dan naik dari permukaan air yang
dangkal.

1. Kekuatan Gelombang
Gelombang pasang yang menghempas pantai merupakan penyebab pengikisan gelombang secara
langsung. Bekas-bekas pengikisan gelombang tersebut menyebabkan semakin besarnya kekuatan
gelombang.

2. Kenampakan Hasil Kerja Gelombang


Seperti halnya tenaga pengikis yang lain, tenaga gelombang juga dapat menyebabkan pengendapan
selain menyebabkan pengikisan, sehingga di satu sisi menebabkan kerusakan pantai dan di sisi yang
lain akan menyebabkan berkembang atau terbentuknya garis pantai.
Ada beberapa kenampakan bentang lahan hasil kegiatan gelombang, yaitu:

a. Goresan gelombang pantai


Bekas dari gelomang di pantai akan terlihat jelas apabila struktur batuan yang menyusun pantai
tersebut tidak seragam. Batuan yang mudah tererosi akan lebih cepat terkikis bila dibandingkan
dengan batuan yang resisten. Kenampakan ini banyak dijumpai pada pantai yang berusia tua.

b. Pantai curam (kliff) dan teras-teras pantai


Apabila dinding pantai kliff yang tersusun dari jenis batuan yang tidak tahan erosi dihantam
gelombang yang cukup tinggi, maka batuan tersebut tidak hancur sekaligus. Sebagian material batuan
akan menumpuk di bagian bawah dan dapat mempengaruhi kerja dari gelombang. Apabila tumpukan
material tersebut mengalami pengikisan, maka tanah pantai kliff tersebut akan mengalami longsor
(landslide) secara vertikal sehingga terbentuk teras-teras gelombang. Lebar teras gelombang itu
66
sendiri tergantung pada faktor-faktor penyebab erosi gelombangnya. Semakin kuat gelombangnya,
maka teras-teras gelombangnya akan bertambah lebar.
3. Kenampakan Hasil Pengendapan Gelombang Kenampakan bentang lahan hasil pengendapan
gelombang ada beberapa macam, yaitu:

a. Gisik (beach)
Gisik merupakan suatu bentuk pengendapan yang terjadi di pantai. Gisik terletak tinggi di atas pantai
belakang atau pada posisi lainnya pada pantai depan. Kadang-kadang gisik ini terlihat seperti
jembatan yang bertingkat-tingkat turun ke arah laut. Material pada gisik ini terdiri dari kerikil yang
bulat-bulat, kerikil yang kasar (gravel), dan pasir.

b. Penampang gisik yang seimbang


Apabila dalam perkembangannya pantai yang tenggelam mencapai tingkatan gisik yang lebar dan
memencarpada pantai depan, maka akan terjadi keseimbangan antara tenaga erosi dan pengangkutan
yang berasal dari gelombang dari proses pengendapan arus bawah serta arus pantai yang lain. Apabila
proses penyeimbangan ini terjadi, maka lereng akan terlihat bertingkat-tingkat sesuai dengan arah
arus ke laut. Inilah penampang melintang pantai yang mengalami keseimbangan. Jenis pantai ini
biasanya berbentuk cembung ke atas dan bertingkat-tingkat ke arah daratan.

c. Gisik puncak (cusped beaches)


Gisik puncak ini terbentuk akibat kegiatan gelombang. Pada sisi yang mengarah ke laut dari beberapa
gisik terdapat endapan pasir, kerikil, atau batu-batu besar yang seragam. Di bagian bawah terdapat
semacam bukit kecil yang merupakan puncak gisik yang berbentuk agak cembung.

d. Gosong pasir (offshore bars) atau penghalang (barrier)


Apabila dataran hasil kegiatan gelombang terbentuk cukup luas dan di daerah ini terjadi proses
sedimentasi yang juga luas, maka gelombang badai yang cukup besar mampu memecah daratan dan
akan membentuk semacam jembatan yang arahnya sejajar dengan garis pantainya. Endapan yang
terlihat seperti jembatan ini disebut penghalang (barrier), ambang (bar), atau gosong pasir (offshore
bars).

4. Kenampakan Hasil Arus Litoral

67
Arus litoral bekerja secara langsung pada permukaan tanah, terutama pada tanah atau batuan yang
lunak dan tidak kompak akan menjadi tenaga pengikis yang sangat hebat. Hasil dari pengikisan ini
akan diendapkan pada dasar air yang dalam dan hanya sebagian saja yang ikut terbawa oleh arus.

Beberapa kenampakan yang dijumpai dalam stadium ini adalah:


1. Tasik (lagoon)
Tasik merupakan laut kecil yang terdapat di antara garis pantai dan gosong lepas pantai. Apabila
sungai yang bermuara di laut banyak mengangkut material batuan dari daratan, maka tasik tersebut
akan tertutup oleh material endapan tersebut, sehingga akhirnya akan bersatu dengan pantai. Proses
ini dibantu oleh kegiatan pasang-surut dan gelombang. Selain itu proses ini dapat juga dibantu oleh
angin yang membawa endapan gumuk-gumuk pasir sehingga dapat menutupi tasik tersebut (gambar
7.8)

Gambar 7.8 Bentuk lahan lagoon

2. Teluk pasang-surut (tidal inlet)


Tidal inlet merupakan teluk kecil yang terbentuk akibat kegiatan pasang-surut. Pada saat
terbentuknya gosong lepas pantai, ketinggiannya sangat bervariasi. Aliran air akibat pasang-surut

68
tersebut akan melalui tempat-tempat yang rendah. Apabila aliran air pasang-surut tersebut sama atau
melebihi kekuatan gelombang, maka tempat-tempat yang lebih rendah akan terbuka.

3. Gosong lepas pantai yang berpindah-pindah


Jika gosong lepas pantai ini telah mencapai ukuran tertentu, maka akan menjadi sasaran yang baik
dalam pengikisan gelombang yang cukup kuat. Pada mulanya akan terbentuk pengendapan baik ke
daerah laut maupun ke arah daratan dari datangnya gelombang. Erosi pada sisi luar dari ambang
kemungkinannya membawa dasar laut ke dasar gelombang (wave base). Dasar gelombang atau wave
base merupakan kedalaman air dimana pengaruh atau kekuatan gelombang sudah tidak terjadi lagi.
Apabila ambang berpindah-pindah ke arah daratan akan semakin kecil dan beberapa bagian yang
masih asliakan terangkut oleh arus bawah.

c. Stadium dewasa ( mature stage)


Pada stadium ini, perkembangan garis pantai yang mengalami pengangkatan, tasik, rawa-rawa, teluk
pasang-surut, pantai kliff yang tidak terlalu curam, serta gosong pantai telah banyak mengalami
pengrusakan. Dalam keadaan asli, lereng yang landai serta dataran rendah yang lembek dapat tererosi
ke bawah hingga ke dasar gelombang dan pada air dalam merupakan tenaga perusak yang sangat
kuat ke arah pantai atau pantai kliff yang landai.

d. Stadium tua (old stage)


Secara teoritis, kenampakan pantai yang terangkat pada stadium ini sama dengan stadium dewasa.
Garis pantai akan selalu terus mundur sebelum pengikisan gelombang. Hasil pembuangan atau
pengikisan dari daratan akan segera diangkut oleh arus air dan diendapkan pada dasar laut yang
dalam.

7.3 Alat dan Bahan

1. Peta topografi
2. Pensil 2B, Pensil warna, rotring, dan penggaris
3. Kertas kalkir

69
7.4 Prosedur Kerja

Tahapan kerja interpretasi bentuklahan karst:


1. Ploting pola pengaliran apa adanya sesuai yang ada pada peta topografi.
2. Tentukan bentuklahan topografi yang dapat Saudara amati pada peta topografi.
3. Catat ciri-ciri dan pola garis kontur (misal bentuk-bentuk konsentris) pada peta topografi dan
kenampakan bentuknya melalui penampang morfologi.
4. Klasifikasi bentuklahan sesuai dengan ciri-ciri dan kenampakan yang temukan pada peta
topografi.

7.5 Pembahasan / Analisis Perhitungan


Selain praktikum ini, analisi mengenai:
1. pola aliran sungai
2. morfologi daerah
3. stadia sungai pada daerah
4. satuan bentuk asal
5. satuan bentuk asal

70
7.6 Form
Form peta

71
72
ACARA 8
PEMETAAN GEOMORFOLOGI

8.1 Maksud dan Tujuan

Maksud dari acara ini praktikan mampu mengaplikasikan hasil praktikum sebelumnya kedalam
aplikasi di lapangan, sebelum ke lapangan praktikan mampu membaca peta topografi, praktikan
mampu mencari data foto sebagai pembuktian terhadap pembagian bentuk asal maupun lahan.
Tujuannya dalah praktikan diharapkan dapat menjelaskan proses geomorfologi apa saja yang terjadi
pada daerah yang di teliti.

8.2 Deskripsi Praktikum

8.2 Landasan Teori

Pemetaan adalah kegiatan pemrosesan data survey sampai menyajikannya menjadi geoinformasi.
Jadi pemetaan dapat dilakukan dilapangan atau distudio.
Pemetaan geomorfologi adalah usaha pembuatan peta geomorfologi dengan tujuna untuk mengenal,
memeri, melokalisir dan menggambarkan setiap aspek bentuk lahan pada peta berdasarkan kesamaan
sifat dan perwatakan yang dicermninkan oleh struktur geologi dan kesan topografi. Caranya dapat
lansung survey dilapangan (pengukuran dan pengamatan) dan tidakmlangsung ( interpretasi peta
topografi/rupa bumi dan indera jauh).
Jadi, peta geomorfologi adalah peta tematik yang menggambarkan permukaan bumi dalam satuan –
satuan bentuk lahan dengan selalu mempertimbangkan faktor jenis litologi penyusun, proses endogen
dan proses eksogen dalam berbagai skala.

BATASAN GEOMORFOLOGI
Sutikno (1990) menjelaskan perkembangan definisi geomorfologi dari berbagai pakar geomorfologi,
yaitu seperti pada tabel 7.1 berikut ini.

Tabel 7.1 Batasan atau definisi geomorfologi

73
PENELITI BATASAN GEOMORFOLOGI
Lobeck (1939) Geomorfologi adalah studi tentang bentuk lahan.
Worcester (1939) Geomorfologi adalah deskripsi dan penafsiran genetic dari
bentuk – bentuk relief bumi, mencakup bentuk relief didaratan
dan dibawah permukaan laut.
Thornbury (1954) Geomorfologi adalah ilmu pengetahuan tentang bentuk lahan.

Cooke, et al (1974) Geomorfologi adalah studi mengenai bentuk lahan dan terutama
tentang sifat alami, asal mula, proses perkembangan dan
komposisi materialnya.
Zuidam, et al (1979) Geomorfolgi adalah studi yang menguraikan bentuk lahan dan
proses yang mempengaruhi pembentukkannya serta
menyelidiki hubungan timbal balik antara bentuk lahan dan
proses dalam tatanan keruangan
Verstappen (1983) Geomorfologi adalah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan
bentuk lahan sebagai pembentuk muka bumi, baik diatas
maupun dibawah laut dan menekankan pada genesa dimasa
depan dan dalam konteks ke lingkungan.

Berdasarkan tabel 1 diatas, maka kajian geomorfologi mencakup :


1. Obyek kajian yang utama adalah bentuk lahan (landform) sebagai penyusun konfigurasi
permukaan bumi.
2. Proses sekarang, genesa serta mencakup aspek lingkungan dan aspek spasial.

KLASIFIKASI BENTUK LAHAN

Perkembangan klasifikasi bentuk lahan seperti tertuang pada tabel 2 di bawah ini (Widiyanto dan
Suprapto Dibyosaputro, 1991).

Tabel 7.2 Dasar klasifikasi bentuk lahan

74
PENULIS/PENELITI
Dana, 1863 Topografi yan
Davis, 1884 Struktur geolo
Powel, 1895 Genesa yang te
Davis, 1899 -1900 Genesa yang t
terganggu (per
Johnson, 1904 Genesa yang t
Herberton, 1911 Penutup permu
Lobeck, 1939 Genesa yang t
Desaunnetes, 1977 System pembe
Verstappen,1985 Mengkaitkan
bersama dalam
tentang mor
morfokronolog

Berdasarkan berbagai klasifikasi bentuk lahan tersebut, maka dapat diketahui bahwa:
1. Dasar klasifikasi tersebut ada yang sama, berbeda-beda dan bahkan saling melengkapi.
2. Mempunyai tujuan sama, yaitu mempermudah dalam penelitian geomorfologi dengan
membagi bentuk lahan kedalam satuan – satuan bentuk lahan.
3. Sataun bentuk lahan mencakup 3 sifat dan perwatakan yang sama, yaitu struktur geologi,
proses dan kesan topografi.
4. Bentuk lahan dipengaruhinoleh tiga faktor utama yang saling berbenturan, yaitu jenis litologi,
proses endogen dan proses eksogen. Dalam kenyataannya dapat terjadi salah satu faktor
mendominasi faktor yang lain.

Klasifikasi yang diajukan oleh pakar dari ITC seperti Verstappen (1970), Verstappen dan Zuidam
(1975), Zuidam dan Cancelado (1979), Zuidam (1983) serta Verstappen (1985) mempunyai ciri :
1. Klasifikasinya bersifat terbuka.
2. Mencakup berbagai aspek geomorfologi.
3. Penelitiannya banyak dilakukan di Indonesia.
4. Penekanan satuan bentuk lahan berdasarkan genesa.

75
5. Sistem klasifikasinya memungkinkan diterapkan dalam berbagai skala dan berbagai tujuan
kegunaan.

Ciri – ciri tersebut diatas mempermudah dalam penbelitian geomorfologi serta mencakup tiga sifat
dan perwatakan yang utama,yaitu struktur geologi, proses dan kesan topografi. Jauh telah
mengakomodasi aspek kualitatif/genetik dan kuantitatif/morfometri serta gabungan, baik didaerah
tropis, subtropis, kering dan agak kering.

Alasan lain yang mendukung penggunaan klasifikasi ITC adalah bahwa klasifikasi yang diajukan
oleh ITC termasuk katagori klasifikasi gabungan dari beberapa system yang ada. Artinya telah
mencakup/melengkapi kalsifikasi – klasifikasi yang ada, yaitu:
1. Klasifikasi secara kualitatif/genetik, antara lain diajukan oleh Davis(1884, 1900), Powel
(1895), Johnson (1904), Herberton (1911), Lobeck (1939), Desaunettes (1977), Zuidam
(1979, 1983) dan Verstappen(1985).
2. Klasifikasi secara kuanitatif/morfometri, antara lain diajukan oleh Darymple (1968),
Desaunettes (1977), Zuidam (1979, 1983) dan Verstappen(1985).

Dalam penyusunan peta geomorfologi, faktor pemanfaatan dan penampilannya perlu


dipertimbangkan. Klasifikasi ITC memungkinkan untuk itu, yaitu antara lain :
1. Dapat dipakai untuk aneka tipe terrain dan fleksible.
2. Dapat dipakai dalam berbagai cara.
3. Sederhana dan informative.

Untuk Pemetaan Geomorfolgi ini yang bertujuan untuk kepentinag penelitian geologi, artinya bahwa
pembuatan peta geomorfologi bertujuan untuk menunjang pemahaman kondisi geologinya, maka
klasifikasi dari ITC dapat dipergunakan.

KEGUNAAN PETA GEOMORFOLOGI


Kegunaan peta geomorfologi dapat bersifat umum dan khusus. Sumbangan bersifat umum lebih
menekankan pada kegunaan kajian yang bersifat analitik dan sintetik, sedangkan sumbangan yang
bersifat khusus berorientasi pada aspek terapan yang bersifat pragmatik.

76
Pendekatan analitik menyajikan satuan – satuan pemetaan dan informasi geomorfologi yang
meliputi aspek – aspek geologi utama, yaitu morfometri, morfografi, morfogrnrsa, morfokronologi,
dll. Pada pendekatan analitik satuan bentuk lahan diklasifikasikan berdasdarkan genesannya.

Pendekatan Sintetik merupakan suatu survey multidisiplin yang menyajikan informasi


terraindalam konteks lingkungan dan hubungannya dengan ekologi bentuk lahan. Pada pendekatan
ini diperoleh empat tingkatan klasifikasi, yaitu terrain, unit terrain,system terrain,profinsi terrain.
Pendekatan pragmatik merupakan gabungan dari pendekatan analitik dan sintetik. Berbagai contoh
pendekatan pragmatik untuk tujuan – tujuan pemetaan kelerengan, keterlintasan jalan, survey
penutup lahan, pemetaan morfokonservasi, pemetaan hidromorfologi, pemetaan bahaya banjir,
pemetaan bahaya letusan gunungapi dan bahaya alam lainya.

Salah satu hal yang dapat dicermati adalah bahwa data/informasi geologi untuk peta geomorfologi :
1. Apabila dibuat oleh ahli geologi, maka statusnya adalah merupakan data primer.
2. Apabila dibuat oleh non ahli geologi, maka statusnya sebagai data sekunder.

ASPEK – ASPEK GEOMORFOLOGI


Menurut Verstappen (1985) ada empat aspek utama dalam analisa pemetaan geomorfologi yaitu :
5. Morfologi : studi bentuk lahan yang mempelajari relief secara umum dan meliputi :
a. Morfografi adalah susunan dari obyek alami yang ada dipermukaan bumi, bersifat pemerian
atau deskriptifsuatu bentuklahan, antara lain lembah, bukit,perbukitan, dataran, pegunungan,
teras sungai, beting pantai, kipas alluvial, plato, dan lain –lain.
b. Morfometri adalah aspek kuantitatif dari suatu aspek bentuk lahan, antara lain kelerengan,
bentuk lereng, panjang lereng, ketinggian, beda tinggi, bentuk lembah, dan pola pengaliran.
6. Morfogenesa : asalusul pembentukan dan perkembangan bentuk lahan serta proses – proses
geomorfologi yang terjadi, dalam hal ini adalh struktur geologi, litologi penyusun dan proses
geomorfologi merupakan perhatian yang penuh. Morfogenesa meliputi :
a. Morfostruktur aktif, bentuk lahan yang diklasifikasikan berdasarkan tipe batuan maupun
struktur batuan yang ada kaitannya dengan denudasi misalnya mesa, cuesta, hogback and
kubah.
b. Morfostruktur pasif, berupatenaga endogen seperti pengangkatan, perlipatan dan
pensesaran. Dengan kata lain, bentuk lahan yang berkaitan erat dengan hasil gaya endogen

77
yang dinamis termasuk gunung api, tektonik (lipatan dan sesar), missal : Gunugapi,
punggungan antiklin dan gawir sesar.
c. Morfodinamik, berupa tenaga eksogen yang berhubungan dengan tenaga air, es, gerakan
masa dan kegunungapian. Dengan kata lain, bentuk lahan yang berkaitan erat dengan hasil
kerja gaya eksogen ( air, es, angin, dan gerakan tanah), missal gumuk pasir, undak sungai,
pematang pantai, lahan kritis.
7. Morfokronologi merupakan urutan bentuk lahan atau hubungan aneka ragam bentuklahan dan
preosesnya yang ada dipermukaan bumi sebagai hasil dari proses geomorfologi. Penekanannya
pada evolusi (ubahangus) pertumbuhan bentuk lahan.
8. Morfokonservasi adalah hubungan antara bentuk lahan dan lingkungan atau berdasarkan
parameter bentuk lahan, seperti hubungan antara bentuk lahan dengan unsure bentuk lahan seperti
batuan, struktur geologi, tanah, air, vegetasi dan penggunaan lahan.

Atas dasar aspek –aspek geomorfologi tersebut diatas, maka karakteristik bentuk lahan dapat
diklasifikasikan menjadi delapan bentuk lahan utama berdasarkan genesanya, yaitu :
1. Bentukan asal struktural.
2. Bentukan asal vulkanik.
3. Bentukan asal fluvial.
4. Bentukan asal marin.
5. Bentukan asal angin.
6. Bentukan asal karst.
7. Bentukan asal denudasional.
8. Bentukan asal glasial.

8.3 Prosedur Kerja

ANALISIS BENTUKLAHAN
Sistematika analisa bentuklahan perlu memperhatikan tiga hal, yaitu :
1. Analisis harus dikerjakan secara bertahap.
2. Mulailah dari hal yang bersifat umum hingga hal – hal yang bersifat khusus.
3. Lakukan analisis dari bentuk – bentuk yang diketahui hungga bentuk – bentuk yang sulit
atau yang belum diketahui.

78
Tahapan analisis bentuklahan yang dibuat oleh ahli geologi untuk kepentingan geologi adalah
sebagai berikut:
1. Interpretasi peta dasar (Peta rupa Bumi)
a. Diawali dengan interpretasi pola pengaliran secara maksimal, perhatian ditunjukan kepada
pola pengaliran dasar atau ubahan, penyimpangan aliran, tekstur pengaliran, bentuk lembah.
Pada tahap ini analisis pola pengaliran memberikan petunjuk mengenai bentuk lahan, litologi,
struktur geologi, proses geologi, resistensi batuan, kemiringan bidang lapisan dan proses
fluvial ( Tabel 7.3 ).

Tabel 7.3 Hubungan aspek – aspek pola pengaliran dan makna geologi
ASPEK POLA MAKNA GEOLOGI MODEL
PENGALIRAN
Pola Pengaliran Fungsi dari litilogi, struktur dan proses Howard (1967)
geologi
Penyimpangan Aliran Fungsi dari resistensi batuan, struktur Howard (1967)
geologi, bidang perlapisan
Tekstur Pengaliran Fungsi dari litologi (ukuran butir dan Way (1968)
permeabilitas).
Tempat Mengalir Fungsi dari proses fluvial Thonbury (1954)
Bentuk Lembah Sungai Fungsi dari litologi ( ukuran butir ) Zuidam (1979)

b. Lakukan pemerian bentuk lahan, apakah berupa lembah, bukit, dataran, pegunungan dan lain
lain. Pada tahapan ini aspek morfografi dapat ditentukan.
c. Lakukan pengukuran kelerengan, bentuk lereng, panjang lereng, ketinggian, jarak antara
bukit, arah punggungan, bentuk lembah dan tingkat pengikisan. Pada tahap ini aspek
morfometri dapat ditentukan.
d. Perhatikan ciri – ciri garis kontur, bagaimana kerapatannya, pola kemenerusannya dan
hubungan pola garis kontur pada sungai atau lembah. Pada tahap ini akan memberikan
petunjuk mengenai bentuk lahan, struktur geologi, litologi dan pola kedudukan bidang
lapisan.
e. Setelah tahap ini aspek morfogenesa secara tidak langsung sudah dapat diketahui, yaitu
melalui interpretasi pola pengaliran dan karakteristik garis kontur.
f. Kemudian lakukan deliniasi dan sampai tahap ini sudah dihasilkan peta geomorfologi tentatif
79
2. Kerja Lapangan
a. Tahap kerja lapangan ditentukan untuk memperoleh data dari setiap satuan bentuk lahan,
sekaligus menguji peta tentative hasil tafsiran di studio.
b. Data pada setiap satuan bentuk lahan yang perlu diperoleh antara lain:
 Pengukuran morfometri langsung dilapangan.
 Pengamatan litologi, kedudukan lapisan, struktur geologi, dan proses – proses fluvial.
3. Kerja Studio/Laboratorium
Pada tahap ini dilakukan interpretasi ulang terhadap peta tentative setelah mendapatkan data
lapangan secara langsung, misal membetulkan tafsiran yang keliru atau menegaskan hal – hal
yang masih riragukan (seperti batas satuan bentuklahan, dll).
4. Penyusunan laporan
Dilakukan sesuai kebutuhan dan tujuan pembuatan peta geomorfologi.

80
SIMBOL
Simbol merupakan tanda yang dipergunakan untuk mengutarakan informasi geomorfologi pada peta,
berupa huruf dan angka, warna garis dan corak, yaitu :
1. Huruf dan angka : digunakan untuk menunjukkan satuan geomorfologi. Huruf digunakan
untuk menunjukkan bentukan asal dari satuan bentuk lahan. Angka digunakan untuk
menunjukkan jenis bentuk lahan pada masing – masing bentukan asal (Tabel 7.4). Contoh
penamaan satuan peta, missal V.1.1, artinya v adalah bentukan asal gunungapi dan angka 1
adalah jenis bentuklahan (kerucut gunungapi), sedangkan .1) adalah bentuklahan rinci.
2. Warna : digunakan untuk membedakan satuan bentuk asal. Untuk masing – masing bentuk
lahan diberi symbol warna gradasi dari tua ke muda sesuai dengan warna dasar bentukan
asal.
3. Garis : digunakan untuk mengekspresikan elemen – elemen geomorfologi dan batas sataun
peta geomorfologi.

Tabel 7.4. Simbol Huruf dan warna unit utama geomorfologi

UNIT UTAMA KODE/HURUF WARNA

Bentukan asal struktur S (Struktur) Ungu

Bentukan asal gunungapi V (Volkanik) Merah

Bentukan asal denudasi D (Denusadi) Coklat

Bentukan asal laut M (Marin) Biru

Bentukan asal sungai/fluvial F (Fluvial) Hijau

Bentukan asal angina A (Angin) Kuning

Bentukan asal karst K (Karst) Orange

Bentukan asal glasial G (Glasial) Biru terang

CONTOH NAMA SATUAN BENTUKLAHAN,


81
DIRINCI BERDASARKAN BENTUKAN ASAL

PROSES NAMA BENTUKLAHAN


BENTUKAN KOD
NO GEOMORFOLOG (Diantaranya ada litologi
ASAL E
I belum tercantum)
1 A.ENDOGEN V1 Kepundan
1. Volkanisme V2 Kerucut Vulkanik
V3 Lereng Vulkanik Atas
V4 Lereng Vulkanik Tengah
V5 Lereng Vulkanik Bawah
V6 Kaki Vulkanik
V7 Dataran Kaki Vulkanik
V8 Datarn Fluvial Vulkanik
V9 Padang Lava
V10 Padang Lahar
V11 Lelehan Lava
Volkanik V12 Aliran Lahar
V13 Dataran Antar Vulkanik
V14 Dataran Tinggi Lava
V15 Planezea
V16 Padang Abu, Tuff, Lapilli
2. Diastrophisma V17 Solfatar
V18 Fumarol
Bukit Vulkanik Terdenudasi
V19

V20 Leher Vulkanik


V21 Sumbat Vulkanik
V22 Kerucut Parasiter
V23 Baranko
S1 Blok Sesar
S2 Gawir Sesar
Struktural
S3 Gawir Garis Sesar
S4 Pegunungan Antiklin

82
S5 Perbukitan Antiklin
S6 Pegunungan Sinklinal
S7 Perbukitan Sinklinal
S8 Pegunungan Monoklinal
S9 Perbukitan Monoklinal
S10 Pegunungan Dome
S11 Perbukitan Dome
S12 Dataran Tinggi ( Plato )
S13 Kuesta
S14 Hogback
S15 Flat Iron
S16 Lembah Antiklin
S17 Lembah Sinklinal
S18 Lembah Subsekuen
S19 Horst ( Tanah Sembul )
S20 Graben ( Tanah Terban )
2 B. EKSOGEN D1 Perbukitan Terkikis
D2 Pegunungan Terkikis
D3 Bukit Sisa
D4 Bukit Terisolasi
D5 Dataran Nyaris
Denudasional D6 Dataran Nyaris Terangkat
D7 Lereng Kaki
D8 Pedimen
D9 Piedmon
D10 Gawir ( Lereng Terjal )
D11 Kipas Rombakan Lereng
Daerah Dengan Gerak massa
D12
Denudasional Batuan Kuat
D13 Lahan Rusak
Pelarutan/ K1 Dataran Tinggi Karst

83
Karst Lereng dan Perbukitan
K2
Karstik Terkikis
K3 Kubah Karst
K4 Bukit Sisa Karst
K5 Datarn Alluvial Karst
K6 Uvala, Dolina
K7 Polje
K8 Lembah Kering
K9 Ngarai Karst
F1 Datarn Alluvial
F2 Dasar Sungai
F3 Danau
F4 Rawa
F5 Rawa Belakang
F6 Saluran Sungai Mati
F7 Dataran Banjir
F8 Tanggul Alam
F9 Ledok Fluvial
F10 Bekas Dasar Danau
Fluvial F11 Hamparan Celah
F12 Gosong Lengkung Dalam
F13 Gosong Sungai
F14 Teras Fluvial
F15 Kipas Alluvial Aktif
F16 Kipas Alluvial Tidak Aktif
F17 Delta
Fluvial F18 Igir Delta
F19 Ledok Delta
F20 Pantai Delta
F21 Rataan Delta
Pelataran Pengikisan
Marine M1
Gelombang

84
Tebing Terjal dan Takik
M2
Pantai
M3 Gisik
M4 Beting Gisik ( Bura )
M5 Tombolo
M6 Depresi Antar Beting
M7 Gumuk Pantai Aktif
M8 Gumuk Pantai Tidak Aktif
Rataan Pasang Surut
M9
Bervegetasi
Rataan Pasang Surut Tidak
M10
Bervegetasi
Penggungan/Bukit Gumuk
A1 Pasir ( Sand dunes, Barcan
Angin
dunes)
A2 Dataran Gurun
G1 Perbukitan/Dataran Morena
G2 Dataran Teras Glasial
G3 Lembah Cirques
Glasial
Lembah Aliran Glasial
G4
(Termasuk Lembah Gantung)
Glasial
G5 Penggungan Arete

8.4 Prosedur kerja

Tahap kerja pemetaan geomorfologi :


1. pembuatan pola aliran sungai
2. pembuatan stadia sungai
3. pembuatan kemiringan lereng
4. penentuan bentuk asal suatu daerah
5. penentuan bentuk lahan suatu daerah
6. pembuatan penampang kemiringan lereng

85
7. pembuatan penampang stadia geomorfologi
8. pembuatan penampang geomorfologi

8.4 Form
Form peta

86
LAMPIRAN A

PENULISAN LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

A.1 Kata Pengantar

KATA PENGANTAR 14 pt





Tuliskan secara ringkas tujuan penulisan laporan praktikum, ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang membantu dan kata penutup yang berisi harapan 12 pt
penulis, termasuk penulis menerima kritikk dann sara jika terdapat kekurangan.

87
A.2 Daftar Isi

DAFTAR ISI 14 pt

(8 pt) halaman


Halaman Judul.............................................................................................................. i
Lembar Pengesahan ..................................................................................................... ii
Kata Pengantar ............................................................................................................. iii
Daftar Isi ....................................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................... vii
Daftar Tabel ................................................................................................................ viii
Daftar Lampiran ........................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN

1.2 Latar Belakang .................................................................................................... 1


1.2 Tujuan Praktikum ................................................................................................ 2

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Limbah ................................................................................................. 3
2.1.1 Macam-Macam Limbah ......................................................................................... 4
2.2 Penanganan Limbah ............................................................................................... 4

Daftar Isi ....................................................................................................................... 7
Lampiran....................................................................................................................... 8

Catatan:

Font 12 pt
Single space

88
A.3 Bab 1

BAB 1
14 pt
PENDAHULUAN





1.1 Latar Belakang 13 pt



Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk permukaan bumi dan
perubahan-perubahan yang terjadi pada bumi itu sendiri. Geomorfologi biasanya
12 pt
diterjemahkan sebagai ilmu bentang alam. Mula-mula orang memakai kata
fisiografi untuk ilmu yang mempelajari tetang ilmu bumi ini.

Oleh karena itu dilakukan Praktikum geomorfologi untuk



1.2 Tujuan Praktikum 13 pt



Tujuan dari dilakukan praktikum Geomorfologi yaitu: 12 pt

a. Mengetahui ....
b. Mengetahui ....
c. Mengetahui ....

89
A.4 Bab 2

BAB 2
14 pt
LANDASAN TEORI



2.1 Geomorfologi 13 pt



Geomorfologi adalah proses 12 pt

90
A.5 Bab 3

BAB 3
14 pt
METODE PRAKTIKUM





3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktikum 13 pt



3.1.1 Waktu Pelaksanaan Praktikum 12 pt



3.1.2 Tempat Pelaksanaan Praktikum



3.2 Alat dan Bahan



3.2.1 Alat



1. ............

2. ............



3.2.3 Bahan



1. ............

2. ............



91
3.3 Cara Kerja



1. ............

2. ............

92
A.6 Bab 4

BAB IV
14 pt
HASIL DAN PEMBAHASAN





4.1 Hasil Pengamatan 13 pt



Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Kemiringan Lereng


Jarak
Inteval Kontur Jumlah Kontur
No Horizontal Hasil Klasifikasi
(IK) (N)
(JH)
1.
2.
3.

Keterangan:
IK : jarak antara kontur
JH : Jarak horizontal pada tiap kolom (cm)
N : Jumlah Kontur yang terkena garis JH

93
Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Stadia Daerah

Frekuensi Ttik %
Elevasi d f.d %f
Notasi F Tengah komulatif

Keterangan:
Elevasi : titik ketinggian
Notasi : dinyatakan dalam bentuk angka romawi
F : Frekuensi dalam angka
D : notasi
%f : presentase dari frekuensi
% kumulatif : presentase dari % kumulatif

4.2 Perhitungan 13 pt



4.2.1 Kemiringan lereng 12 pt



4.2.2 Stadia daerah

a. Kran 1

h set t lin g − h k r an
Vo = t
12 pt
b. Kran 2

h set t lin g − h k
Vo =
r an
t

94
4.3 Pnampang


Gambar 4.1 Grafik Penurunan Kekeruhan 11 pt


4.4 Pembahasan



Berdasarkan hasil praktikum sedimentasi II yang telah dilakukan didapatkan hasil


pengukuran kekeruhan, kecepatan pegendapan, fraksi dan removal. Pada
12 pt
praktikum sedimentasi ini larutan tawas yang ditambahkan kedalam settling column
II yaitu sebanyak 630 mL. Setelah dilakukan pengamatan, pengukuran hasil
kekeruhan yang didapat dari sampel awal hingga akhir mengalami
penurunan.

95
A.7 Bab 5

BAB 5
14 pt
PENUTUP





5.1 Kesimpulan 13 pt



a. ......

b. ..... 12 pt
c. ......


5.2 Saran



Sebaiknya pada praktikum selanjutnya ..........

96
A.8 Daftar Pustaka

DAFTAR PUSTAKA 14 pt





1. Abdillah, M.T., 2009, PDAM Tirtanadi Instalasi Pengolahan Air (IPA)


Sunggal Medan, ITM, Medan.


2. Maulina, S.M., 2012, Perencanaan Penyediaan Air Minum di Kota Sanggau, 12 pt
Vol 12 No. 2, Universitas Tanjungpura, Pontianak.

3. Tambun, N., 2009, Perhitungan Debit Andalan Sebagai Sumber Air Bersih
PDAM Jayapura, Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya

97
A.9 Cover

LAPORAN PRAKTIKUM
16pt
GEOMORFOLOGI
 14 pt














Disusun Oleh: 12 pt
Kelompok X
Nama NIM
Xxxxx Xxxx 13090450xx
Xxxxx Xxxxx 13090450xx





PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2016
13pt
98
LAPORAN PRAKTIKUM
16pt
GEOMORFOLOGI

14 pt






Disusun Oleh:
Kelompok X
Nama NIM
Xxxxx Xxxx 13090450xx
Xxxxx Xxxxx 13090450xx



Laporan Praktikum Penyediaan Air Minum II ini telah diperiksa pada


tanggal ... November 2016 dan telah memenuhi syarat.

Mengetahui, N
Koordinator Asisten a
m
a
N
Nama I
P
NIM

Menyetujui, 12
Dosen Pengampu

99
LAMPIRAN B

STANDAR PENILAIAN PRAKTIKUM

KOMPONEN
NO. SCORE PENILAIAN KETERANGAN
PENILAIAN
1. Kehadiran Tepat Waktu Terlambat
5 menit 7 menit 10 menit >10 menit
100 80 70 60 0
4 3 2 1 0

2. Preteset/Responsi 100 80 70 60 < 60  Pengurangan 3 point untuk


setiap kekurangan kelengkapan
4 3 2 1 0 praktikan
 Setiap pelanggaran yang
dilakukan praktikan ketika
kegiatan responsi, diberikan
kewenangan kepada Penanggung
Jawab Praktikum untuk
3. Penilaian Keaktifan 100% 80% 70% 60% <60% Tingkat Partisipasi.
menentukan sanksi
4 3 2 1 0

4. Kemampuan menjalankan Sukses Terjadi pengulangan


1x 2x 3x Gagal
alat sesuai prosedur
100 80 70 60 0
4 3 2 1 0

KOMPONEN
NO. PENILAIAN SCORE PENILAIAN KETERANGAN

5. Proses Asistensi Lengkap, Lengkap, Lengkap, Lengkap, Lengkap, Laporan per acara harus
tulisan rapi tulisan rapi, tulisan tidak tulisan tidak tulisan tidak diserahkan sebelum acara
tanpa revisi revisi 1x rapi, rapi, rapi, praktikum berikutnya
100 80 70 60 0
revisi 1x revisi 2x revisi 3x dilaksanakan
4 3 2 1 0

6. Penilaian Laporan Akhir Lengkap, Lengkap, Lengkap, Lengkap, Tidak Keterlambatan pengumpulan
sesuai format, tidak sesuai sesuai tidak sesuai lengkap, laporan dari jadwal yang
susunan rapi format, format, format, tidak sesuai ditentukan, poin minus 5 per hari
susunan rapi susunan tidak susunan format, (maksimal 6 hari)
rapi tidak rapi susunan tidak
rapi
100 80 70 60 0
4 3 2 1 0

Anda mungkin juga menyukai