Anda di halaman 1dari 12

SUNAMI

NAMA GURU: ANDI SANTOSO.S.PD

NAMA MURID:PARHAN

SMAN 5 TANJUNG TIMUR


1. Salah satu bencana alam yang paling sering melanda kawasan ring of fire seperti Indonesia,
Papua Nugini, Filipina, Jepang, India, Maladewa, dan Australia adalah tsunami. Bukan tanpa
alasan, sebab kawasan tersebut berpotensi besar mengalami gempa tektonik dan gempa
vulkanik. Perlu kita ketahui, kedua jenis gempa tersebut dapat memicu tsunami jika terjadi di
laut.
2. Tsunami menjadi ancaman bencana paling mengerikan di Indonesia sejak menerjang Aceh pada
tahun 2004 silam. Belum lagi tsunami lain setelah itu, termasuk yang terjadi di Palu pada tahun
2018 lalu. Ketakutan masyarakat terhadap bencana ini sangat tinggi, mengingat dampak yang
ditimbulkan sangat mengerikan.
3. Daftar Isi

Pengertian Tsunami

Secara sederhana tsunami dapat diartikan sebagai suatu kondisi ketika gelombang air laut naik dan
menerjang daratan. Kejadian ini bisa disebabkan oleh banyak hal, termasuk letusan gunung berapi
serta gempa bawah laut.

tsunamiPixabay

Meski begitu, menurut para ahli ada banyak pengertian tentang tsunami secara lebih detail, antara
lain:

1. Pengertian Secara Etimologi

Tsunami sebenarnya berasal dari kosakata bahasa Jepang yang kemudian diadopsi dan digunakan
oleh seluruh masyarakat dunia. Adapun kosakata tersebut adalah ‘tsu’ yang artinya ‘pelabuhan’ dan
‘nami’ yang artinya ombak. Penggunaan kata tersebut merujuk pada kebiasaan orang Jepang yang
datang ke pelabuhan setelah terjadinya tsunami.

2. Pengertian Menurut Para Ahli

Menurut Simandjuntak (1994), tsunami adalah satu dari sekian kejadian alam yang ditandai dengan
pasangnya air laut dalam skala besar dan terjadi secara mendadak, kejadian ini biasa terjadi setelah
adanya goncangan gempa bumi tektonik. Gelombang air laut yang dihasilkan mampu
menghancurkan area pemukiman di sekitar pantai.

Sementara itu, Djunire (2009) juga menyebutkan bahwa tsunami adalah salah satu jenis bencana
alam yang kerap terjadi di kawasan Indonesia. Menurutnya tsunami merupakan gelombang besar
yang terjadi akibat adanya gempa bumi di bagian dasar samudera, letusan gunung api, serta
longsoran massa batuan di sekitar kawasan basin samudera.

Sedangkan menurut Sudrajat (1994), tsunami yang terjadi mempunyai kaitan erat dengan terjadinya
perubahan bentuk di dasar laut dalam secara cepat yang diakibatkan oleh berbagai faktor geologi.
Faktor-faktor tersebut dapar berupa adanya letusan gunung berapi dan juga gempa bumi.

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi atau PVMBG (2006) juga menjelaskan bahwa
pengertian tsunami adalah bencana alam berupa gelombang laut yang diakibatkan oleh gempa bumi
di dasar laut dan memiliki kemampuan untuk menjalar dengan kecepatan tinggi, bahkan
kecepatannya bisa melebihi 900 km/jam.

Sejarah Tsunami

Menurut Badan Meteorologi dan Geofisika, penggunaan istilah tsunami baru mulai dikenal dunia
setelah gempa besar mengguncang Jepang pada tanggal 15 Juni 1896. Akibat dari gempa tersebut
adalah naiknya gelombang tsunami yang menewaskan kurang lebih 22.000 jiwa serta
menghancurkan area pantai timur Honshu sejauh 280 kilometer.

Sebenarnya tidak ada sejarah pasti yang mengisahkan tentang awal mula bencana tsunami. Akan
tetapi sejauh sejarah pengetahuan, Jepang adalah negara yang paling sering mengalami gempa dan
tsunami. Jadi sejarah munculnya tsunami selalu merujuk kepada negara matahari terbit tersebut,
apalagi didukung dengan asal usul istilah tsunami itu sendiri.

Walau banyak negara lain yang juga telah mengalami tsunami sejak lama, termasuk Indonesia.
Namun nenek moyang pada masa itu belum mengenal istilah tsunami sampai terjadinya bencana di
Jepang tahun 1896. Sebagai contoh, masyarakat Sulawesi Tengah sering menyebut kejadian
tersebut sebagai ‘air laut berdiri’.

Di Indonesia, tsunami diperkirakan pertama kali terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Barat pada tahun
1618. Sejak saat itu jumlah tsunami yang terjadi di Indonesia terus bertambah dan sepanjang tahun
1600 hingga 2018 setidaknya Indonesia telah mengalami tsunami lebih dari 110 kali.

Hal berbeda justru diungkapkan oleh Badan Sains Amerika Serikat dalam hal ini National Oceanic
Atmospheric Administration atau NOAA. Menurut badan tersebut, tsunami pertama di Indonesia
terjadi pada tahun 416 dan sejak saat itu hingga akhir Desember 2018 tercatat sudah ada 246 kali
tsunami terjadi.

 Meski ada beberapa pernyataan berbeda mengenai sejarah tsunami di Indonesia, tetapi dapat
dipastikan bahwa bencana alam tersebut dipicu oleh gempa dan letusan gunung berapi.
Disebutkan bahwa kira-kira 90% tsunami terjadi akibat gempa tektonik, 9% diakibatkan oleh
letusan gunung berapi, dan 1% disebabkan tanah longsor.
 Karakteristik Tsunami
 Pembahasan mengenai tsunami tidak akan lepas dari ombak yang terjadi di lautan. Sebab baik
tsunami ataupun ombak, keduanya sama-sama menunjukkan kejadian berupa gelombang air
laut. Akan tetapi pada keduanya ada perbedaan, di mana ombak merupakan kejadian normal
dan tsunami adalah bencana.
 Ombak adalah gelombang air laut yang terjadi karena adanya tiupan angin, sementara tsunami
adalah gelombang air laut yang disebabkan oleh adanya aktivitas geologi bumi.
 Berikut ini adalah beberapa karakteristik dari gelombang tsunami berdasarkan pengamatan dari
bencana tersebut, yaitu:
 Panjang gelombang air laut pada tsunami dapat melebihi 150 kilometer dari bibir pantai.
 Kecepatan gelombang tsunami menyamai kecepatan pesawat jet yaitu kurang lebih 800
km/jam. Pada dasarnya kecepatan tersebut sangat bergantung terhadap kedalaman laut, jika
terjadi di laut dalam maka kecepatannya bisa mencapai 1.000 km/jam.
 Panjang gelombang antara dua puncak gelombang tsunami di laut lepas bisa melebihi 100
kilometer dan selisih waktu terbentuknya kedua puncak gelombang tersebut kurang lebih 10
menit hingga 1 jam.
 Kecepatan gelombang akan menurun ketika sudah mencapai area pantai dangkal, teluk, dan
muara sungai. Namun tinggi gelombang justru akan terus bertambah, sehingga resiko kerusakan
yang ditimbulkan semakin besar.
 Perubahan tinggi gelombang tsunami disebabkan oleh terjadinya konversi energi yang awalnya
berbentuk energi kinetik lalu menjadi energi potensial. Konversi energi ini jugalah yang
mengakibatkan penurunan kecepatan gelombang dan peningkatan tinggi gelombang.
 baca juga: Revolusi Industri - Pengertian, Sejarah & Tahap 1.0 / 2.0 / 3.0 / 4.0
 Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menjelaskan bahwa karakteristik
tsunami dipengaruhi oleh kedalaman gempa, panjang gelombang tsunami, dan juga kecepatan
gelombang.
 Berikut ini adalah hubungan dari ketiga hal tersebut, yakni:

g bisa dicapai oleh tsunami jenis ini kurang lebih 100 hingga 1.000 kilometer dari titik terjadinya.
Biasanya waktu yang dibutuhkan gelombang mencapai daratan cukup lama.

Setidaknya perlu satu hingga tiga jam untuk menggulung daratan. Dengan begitu orang-orang memiliki
cukup waktu untuk menyelamatkan diri setelah ada informasi. Hanya saja jarak tempuh tsunami yang
mencapai 1.000 kilometer nyaris mustahil untuk dicapai dalam waktu tiga jam. Jadi lebih baik segera
mencari tempat tinggi untuk berlindung.

3. Tsunami Jarak
Tsunami jarak juga biasa disebut sebagai ocean wide tsunami atau tele tsunami merupakan tsunami
desktruktif. Artinya jarak tempuh yang bisa dicapai terhitung dari titik tsunami bawah laut melebihi
1.000 kilometer. Dengan begitu setidaknya butuh waktu tiga jam untuk tiba di daratan.

Meski begitu, nyaris mustahil untuk menyelamatkan diri dari bencana alam ini. Jenis ini merupakan yang
paling sering terjadi di kawasan pantai yang langsung bertemu dengan Samudera Pasifik dan Samudera
Hindia. Misalnya wilayah Indonesia yang bertemu langsung dengan samudera menjadi salah satu negara
langganan tsunami.

4. Tsunami Meteorologi

Tsunami meteorologi juga biasa disebut meteo-tsunami atau tsunami atmosfer merupakan suatu
fenomena alam yang menyerupai tsunami. Hanya saja tsunami ini disebabkan oleh adanya gangguan
pada atmosfer atau meteorologis seperti gelombang gravitasi atmosfer, lompatan tekanan, angin topan,
saluran depan badai, dan sebagainya.

Skala spasial dan skala temporal yang dihasilkan oleh tsunami meteorologi sama dengan tsunami pada
umumnya dan dampaknya juga bisa sampai menghancurkan pesisir pantai. Apalagi pesisir yang berada
di teluk atau ceruk dengan amplifikasi kuat. Sebenarnya fenomena ini juga dikenal dengan sebutan
rissaga.

5. Microtsunami

Microtsunami adalah jenis tsunami yang berukuran sangat kecil, sehingga akan sulit untuk diketahui
dengan mata telanjang atau visual. Meski begitu tsunami juga cukup berbahaya karena sulit terdeteksi.
Dibutuhkan alat tertentu jika ingin mendeteksi keberadaan microtsunami.

Penyebab Terjadinya Tsunami

Seperti telah disebutkan, penyebab utama tsunami adalah gempa vulkanik dan gempa tektonik. Akan
tetapi kebanyakan gempa yang terjadi disebabkan oleh adanya gempa tektonik di bawah laut.

 Berikut ini adalah beberapa syarat yang berpotensi tsunami menurut Pusat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi, yaitu:

 Pusat gempa tektonik atau gempa vulkanik harus terjadi di bawah dasar laut.
 Kedalaman pusat gempa tidak mencapai 60 kilometer.
 Magnitude atau kekuatan gempa melebihi 6.0 Skala Richter.
 Patahan yang mengakibatkan gempa adalah sesar naik dan sesar turun.
 Badan Meteorologi dan Geofisika (2010) mempunyai pendapat yang sedikit berbeda mengenai
kekuatan gempa dan kedalaman yang memicu tsunami. Kekuatan gempa yang memicu tsunami
adalah melebihi 7.0 Skala Richter dan kedalaman pusat gempa di bawah laut tidak mencapai 70
kilometer, serta ada deformasi vertikal yang terjadi di dasar laut.

 Sementara itu, King (1972) dan Anhert (1996) sependapat mengenai faktor yang memicu
terjadinya tsunami. Menurut keduanya, ada tiga faktor utama yang menjadi penyebab bencana
alam ini, yaitu:

 Ada retakan yang terjadi di dasar laut dan diiringi dengan suatu gempa bumi. Retakan yang
dimaksud adalah zona planar yang bersifat lemah dan bergerak melalui wilayah kerak bumi.
 Ada tanah longsor yang terjadi baik di atas lautan atau di bawah laut, kemudian longsoran
tersebut menimpa air dengan keras.
 Ada aktivitas dari gunung api yang lokasinya dekat dari pantai atau memang terletak di bawah
air. Gunung api tersebut bisa terangkat atau mengalami tekanan layaknya pergerakan pada
suatu retakan.
 Dampak Tsunami
 Bencana tsunami sudah dipastikan berdampak buruk untuk kondisi alam, khususnya kawasan
pantai. Dampak yang ditimbulkan tidak hanya kerusakan material, melainkan juga selalu
memakan korban jiwa.

baca juga: Hari Nelayan Nasional - 6 April

dampak bencana tsunami busy.org

Berikut ini adalah beberapa dampak yang diakibatkan oleh tsunami, antara lain:

Kerusakan di mana-mana seperti menghancurkan bangunan yang ada di sekitar pantai termasuk usaha
masyarakat setempat.

Rusaknya lahan pertanian dan perikanan.

Kegiatan perekonomian terhambat, karena aktivitas produksi seperti perdagangan tidak bisa berjalan
untuk sementara waktu.

Jumlah kerugian material yang dialami oleh masyarakat mulai dari hancurnya bangunan hingga usaha
mereka.
Gangguan kejiwaan, biasanya korban yang menghadapi tsunami khususnya anakkecil mengalami trauma
yang membutuhkan terapi untuk menyembuhkannya.

Munculnya berbagai penyakit baik yang disebabkan oleh sisa-sisa tsunami maupun kondisi di
pengungsian yang tidak sehat.

Tsunami di Indonesia

Indonesia adalah negara ketiga sebagai kawasan rawan terhadap bencana tsunami setelah Jepang di
urutan pertama dan Amerika Serikat di urutan kedua. Ketiga negara tersebut rawan karena dilalui oleh
ring of fire atau cincin api. Selain itu Indonesia diapit tiga lempeng aktif, yaitu lempeng Eurasia, lempeng
Indo-Australia, dan lempeng Pasifik.

Ketiga lempeng tersebut mengakibatkan risiko terjadinya gempa dan tsunami di Indonesia semakin
meningkat. Beberapa kawasan yang rawan gempa dan tsunami di Indonesia adalah bagian barat Pulau
Sumatera, selatan Pulau Jawa, Nusa Tenggara, utara Papua, Pulau Sulawesi, Pulau Maluku, dan timur
Pulau Kalimantan.

Menurut Yulianto (2008), Indonesia setidaknya mengalami gempa bumi rata-rata sebanyak 15 kali dalam
satu hari. Gempa tersebut ada yang berpotensi tsunami dan ada juga yang tidak. Selama setahun terjadi
kurang lebih satu kali tsunami di Indonesia.

Berikut ini adalah daftar tsunami di Indonesia dari tahun 1961 hingga 2018, yaitu:

Tsunami Flores Tengah, Nusa Tenggara Timur pada tahun 1961 menelan korban luka-luka sebanyak 6
orang dan korban meninggal 2 orang.

Tsunami Sumatera pada tahun 1964 memakan 479 jiwa korban terluka dan 110 jiwa korban meninggal.

Tsunami Maluku, Sanan, dan Seram pada tahun 1965 menelan 71 orang korban meninggal. Tsunami
dengan ketinggian 4 meter ini dipicu oleh gempa bermagnitudo 7,5 Skala Richter (SR).

Tsunami Tinambung, Sulawesi Selatan pada tahun 1967 memakan 100 korban terluka dan 58 korban
meninggal. Tsunami ini disebabkan oleh gempa bumi berkekuatan 5,8 SR.

Tsunami Tambo, Sulawesi Tenggara pada tahun 1968 menelan 392 jiwa yang meninggal. Tsunami ini
memiliki ketinggian 10 meter dan dipicu oleh gempa bermagnitudo 7,4 SR.
Tsunami Majene, Sulawesi Barat pada tahun 1969 memakan 97 korban terluka dan 64 korban
meninggal. Tsunami ini disebabkan oleh gempa 6,9 SR dan ketinggiannya 10 meter.

Tsunami Pulau Sumbawa dan Nusa Tenggara Barat pada tahun 1977 menelan 316 jiwa korban yang
meninggal. Gelombang tsunami ini memiliki ketinggian 15 meter dan disebabkan gempa 8 SR.

Tsunami Nusa Tengara Timur, Flores, dan Pulau Atauro pada tahun 1977 menelan 2 korban meninggal
dan 25 korban terluka.

Tsunami Sumbawa, Bali, Lombok, dan Nusa Tenggara Barat pad atahun 1979 memakan 200 korban
terluka dan 27 korban meninggal.

Tsunami Larantuka, Nusa Tenggara Timur pada tahun 1982 disebabkan oleh gempa 5,9 SR serta
menelan 400 korban luka-luka dan 13 orang korban meninggal.

Tsunami Flores Timur, Pulau Pantar, dan Nusa Tenggara Timur pada tahun 1987 menelan 108 korban
luka-luka dan 83 jiwa melayang.

Tsunami Pulau Alor dan Nusa Tenggara Timur pada tahun 1989 menyebabkan 7 nyawa melayang.

Tsunami Flores, Pulau Babi, dan Nusa Tenggara Timur pada tahun 1992 memakan 2.126 korban terluka
dan 1.952 jiwa meninggal. Bencana ini tercatat sebagai tsunami paling dahsyat sebelum tsunami Aceh
dengan ketinggian 26 meter dan gempa 7,5 SR.

Tsunami Banyuwangi, Jawa Timur pada tahun 1994 memiliki ketinggian gelombang 14 meter yang dipicu
gempa 6,8 SR serta mengakibatkan 400 orang terluka dan 38 orang meninggal.

Tsunami Palu, Sulawesi Tengah pada tahun 1996 disebabkan oleh gempa 7,7 SR serta memakan 63
korban terluka dan 3 nyawa melayang.

Tsunami Pulau Biak di Irian Jaya pada tahun 1996 setinggi 12 meter disebabkan oleh gempa 8 SR dan
mengakibatkan 107 jiwa melayang.

Tsunami Tabuna Maliabu, Maluku pada tahun 1998 setinggi 3 meter dan disebabkan gempa 7,7 SR serta
memakan 34 nyawa yang meninggal.

Tsunami Banggai, Sulawesi Tengah pada tahun 2000 mengakibatkan empat orang meninggal.

Tsunami Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara pada tahun 2004 sebagai tsunami terdahsyat
memakan lebih 250.000 jiwa melayang. Penyebab tsunami berketinggian 34,5 meter adalah gempa
dengan skala 9,2.

Tsunami Pulau Nias pada tahun 2005 yang disebabkan gempa 8 SR tidak memakan korban jiwa.

Tsunami Pangandaran di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Yogyakarta yang disebabkan gempa 7,7 SR
memiliki tinggi gelombang 8,25 meter pada tahun 2006 menelan korban tewas sebanyak 668 jiwa.
Tsunami Bengkulu dan Sumatera Barat pada tahun 2007 dengan tinggi 3,8 meter disebabkan gempa 8,4
SR dan juga tidak memakan korban jiwa.

Tsunami Mentawai pada tahun 2010 setinggi 7 meter disebabkan gempa 7,2 SR serta mengakibatkan
448 orang luka-luka dan 413 nyawa melayang.

Tsunami Palu, Sulawesi Tengah pada tahun 2018 juga merupakan salah satu tsunami dahsyat di
Indonesia dengan ketinggian 11,3 meter yang disebabkan oleh gempa berkekuatan 7,4 SR dan
menyebabkan lebih 2.000 jiwa melayang.

Tsunami Selat Sunda di Serang, Pandeglang, dan Lampung pada tahun 2018 yang menelan 431 korban
meninggal.

Tsunami Terdahsyat

Ada lima bencana tsunami paling dahsyat yang terjadi di Indonesia, yaitu tsunami Selat Sunda tahun
1883, tsunami Flores tahun 1992, tsunami Aceh tahun 2004, tsunami Pangandaran tahun 2006, dan
tsunami Palu tahun 2018. Tiga dari tsunami tersebut bahkan juga masuk ke dalam 5 tsunami terdahsyat
yang ada di dunia hingga tahun 2018.

peta tsunami Pixabay

1. Tsunami Selat Sunda

Tsunami Selat Sunda terjadi sudah cukup lama, yaitu pada tahun 1883 yang diakibatkan oleh letusan
Gunung Krakatau. Tsunami ini menerjang Pulau Jawa dan Pulau Sumatera serta memakan korban jiwa
sebanyak 36.000 jiwa. Ketinggian gelombangnya sangat fantastis karena mencapai 41 meter dan
menjadi salah satu pemicu menurunnya populasi badak bercula satu.

baca juga: Infografis - Indonesia Miliki Potensi Panas Bumi Terbesar Dunia

2. Tsunami Flores

Tsunami Flores pada tahun 1992 juga tercatat sebagai tsunami paling dahsyat di Indonesia. Bencana ini
disebabkan oleh gempa berkekuatan 7,8 SR dan gelombang yang terjadi menerjang berbagai daerah
selain Flores. Ketinggian gelombang di Flores memang hanya 1,8 meter, tetapi di daerah lain berkisar
antara 2 meter, 3 meter, 5 meter, 7 meter, dan 12 meter.

3. Tsunami Aceh
Tsunami Aceh pada tahun 2004 dikenal sebagai tsunami paling dahsyat di dunia yang dipicu oleh gempa
berkekuatan 9,3 SR yang disebut setara bom dengan bobot 100 giga ton. Gempa tersebut berpusat pada
kedalaman 30 kilometer di bagian bawah kerak bumi. Gempa ini mengakibatkan lempeng Australia dan
lempeng Hindia menyeret lempeng Eurasia.

Akibatnya, sebagian lempeng Eurasia masuk ke bagian dalam melalui pergerakan tektonik lempeng.
Tidak sampai itu, pergeseran lempeng tersebut secara mendadak menyebabkan salah satu lempeng
bergerak ke atas, sehingga terjadilah gelombang tsunami di pantai yang berbatasan dengan selat Hindia
seperti Myanmar, Maladewa, dan Aceh.

4. Tsunami Pangandaran

Tsunami Pangandaran, Jawa Barat tahun 2006 juga tercatat sebagai tsunami paling dahsyat di dunia
dengan pusat gempa di Samudera Hindia atau sekitar 225 kilometer dari arah barat daya Pangandaran.
Ketinggian tsunami tersebut adalah 5 meter dan kerusakannya mencapai sebagian wilayah Jawa Tengah.

5. Tsunami Palu

Tsunami di Donggala, Palu, Sulawesi Tengah baru terjadi pada tahun 2018 lalu, tetapi juga menjadi salah
satu bencana tsunami terbesar di dunia. Tsunami ini menjadi sangat parah karena juga terjadi
bersamaan dengan likuifikasi atau pergerakan tanah di Petobo yang menyebabkan ratusan nyawa hilang
begitu saja.

Mitigasi Bencana

Mitigasi merupakan kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi kerusakan termasuk yang
diakibatkan bencana alam. Mitigasi bencana alam dapat dilakukan setelah melakukan serangkaian
analisis terhadap resiko bencana, sehingga dapat dilakukan perencaan mitigasi.

Sementara itu, menurut Ihsan (2017) yang dimaksud mitigasi adalah seluruh tindakan yang dimaksudkan
untuk mengurangi dampak akibat bencana. Tindakan tersebut diterapkan sebelum terjadinya bencana
yang meliputi kesiapan menghadapi serta upaya pengurangan resiko untuk jangka panjang.

Secara umum ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk melakukan mitigasi bencana, khususnya
bencana tsunami. Kedua pendekatan tersebut adalah pendekatan fisik dan pendekatan non fisik, yaitu:
1. Pendekatan Mitigasi Fisik

Pendekatan fisik terhadap mitigasi bencana dilakukan dengan menerapkan upaya yang berfisat
struktural, non-struktural, serta gabungan antara keduanya. Pemilihan upaya tersebut sangat
bergantung pada keadaan fisik tata ruang, pantai, tata guna lahan, dan juga modal yang ada.

Ada beberapa cara untuk melakukan mitigasi fisik, yaitu sebagai berikut:

a. Pendekatan Non Struktural dengan Sabuk Hijau atau Green Belt

Pendekatan non struktural dengan memanfaatkan sabuk hijau artinya upaya perlindungan area pantai
dengan memanfaatkan vegetasi yang memang berhabitat di sekitar pantai. Beberapa vegetasi tersebut
adalah pohon api-api, cemara laut, bakau, dan nipah. Hutan mangrove juga dipercaya sangat efektif
untuk meredam gelombang tsunami.

Syarat teknis yang harus dipenuhi oleh vegetasi untuk bisa meredam gelombang adalah lebar hutan
bakau terhitung dari area pantai hingga ujung hutan mangrove yang tepat menghadap ke laut (B) dan
panjang gelombang tsunami (L) yang dirumuskan sebagai B/L harus besar agar upaya mitigasi dapat
berhasil dengan memanfaatkan sabuk hijau.

b. Pendekatan Struktural dengan Peringatan Dini

Peringatan dini merupakan salah satu bentuk pendekatan struktural dari mitigasi fisik. Artinya ketika
terjadi gempa bumi di dasar laut yang berpotensi tsunami, maka akan segera dikeluarkan
pemberitahuan dini untuk bersiap-siap. Ada banyak cara untuk mengeluarkan penyampaian ini baik
dengan menggunakan lonceng, bel, atau sirine.

Sehubungan dengan itu untuk bisa mendeteksi potensi terjadinya tsunami, maka diperlukan alat
pendeteksi tsunami. Sistem dari peringatan dini ini memanfaatkan alat sensor yang akan mendeteksi
satelit, receiver gelombang, dan kenaikan ketinggian air laut, serta langsung terkoneksi dengan alat
untuk memberitahu adanya potensi tsunami.

c. Bangunan Sipil untuk Menahan Tsunami


Bangunan sipil yang berfungsi untuk menahan tsunami sudah diterapkan di negara Jepang yang
memang langganan tsunami. Sementara di Indonesia belum ada bangunan sipil dengan manfaat seperti
itu. Hanya saja kekurangan dari keberadaan bangunan sipil seperti ini adalah mengurangi nilai estetika
dari pantai.

d. Bangunan Sipil untuk Evakuasi

Telah disebutkan sebelumnya bahwa waktu untuk menyelamatkan diri dari tsunami nyaris mustahil
untuk dilakukan jika memang sedang berada di sekitar pantai. Oleh sebab itu di sekitar pantai harus ada
bangunan sipil yang bisa dimanfaatkan untuk evakuasi apabila ada ancaman tsunami.

Lokasi evakuasi wajib berada di atas lahan dengan ketinggian tertentu dan dilengkapi bangunan yang
memiliki ketahanan baik terhadap getaran gempa dan gelombang, serta akses menuju lokasi evakuasi
tersebut mudah untuk dijangkau, khususnya bagi orang-orang yang ada di sekitar pantai.

Akan tetapi jika pemukiman penduduk kebetulan tidak berada di wilayah dataran yang elevasinya tinggi,
maka pada saat itulah diperlukan bangunan sipil yang memang difungsikan sebagai tempat evakuasi.
Bangunan tersebut setidaknya bisa mengurangi kuantitas korban tsunami apabila proses evakuasi ke
tempat tinggi berjalan lambat.

2. Pendekatan Mitigasi Non Fisik

Mitigasi bencana melalui pendekatan non fisik dilakukan dengan tiga tahap, yaitu pemetaan, sosialisasi,
dan simulasi. Pemetaan dilakukan untuk mengetahui sejauh apa tingkat kerawanan suatu daerah
terhadap bencana tsunami. Setelah itu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat yang tinggal di daerah
rawan tersebut.

Ada lima poin penting yang harus ada dalam sosialisasi kepada masyarakat mengenai bencana tsunami
yaitu pengertian tsunami, faktor-faktor yang menyebabkan tsunami terjadi, gejala akan terjadinya
tsunami, dampak yang ditimbulkan dari tsunami, serta bagaimana upaya penyelamatan diri dan
evakuasi ketika tsunami terjadi.

Setelah dilakukan sosialisasi, maka perlu diadakan simulasi yang dimaksudkan supaya masyarakat tidak
langsung panik ketika ada informasi akan terjadi bencana. Melakukan simulasi juga dapat membantu
masyarakat untuk lebih terbiasa mengadapi keadaan genting, sehingga apabila benar-benar terjadi
mereka sudah paham yang harus dilakukan

Anda mungkin juga menyukai