Anda di halaman 1dari 24

i

DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN..................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR.....................................ii
ABSTRAK..............................................................................................................iii
UCAPAN TERIMAKASIH....................................................................................iv

DAFTAR ISI............................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................vi
DAFTAR TABEL..................................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
I.1 Latar Belakang...............................................................................................1
I.2 Rumusan Masalah..........................................................................................3
I.3 Tujuan Penelitian...........................................................................................3
I.4 Manfaat Penelitian.........................................................................................4
I.5 Batasan Masalah............................................................................................4
I.6 Hipotesis........................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................5
2.1 Geologi Regional Wilayah Penelitian...........................................................5
2.2 Sesar..............................................................................................................6
2.3 Seismotektonik..............................................................................................9
2.4 Mitigasi Bencana.........................................................................................10
2.5 Manajemen Resiko......................................................................................12
2.6 Penulisan Studi Terdahulu..........................................................................12
BAB III METODOLOGI PENELITIAN..............................................................13
3.1 Lokasi Penelitian.........................................................................................13
3.2 Data dan Peralatan.......................................................................................13
3.3 Tahapan Penelitian......................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................20

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Peta Geologi Regional Besakih, Karangasem.....................................7


Gambar 2. 2 Sesar normal........................................................................................8
Gambar 2. 3 Sesar naik............................................................................................9
Gambar 2. 4 Sesar mendatar....................................................................................9
Gambar 3. 1 Metode Penyusuna Resiko Bencana
DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Klasifikasi Resiko Gempa Bumi...........................................................15

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Secara geografis, Indonesia secara morfologi berada di garis khatulistiwa
mulai dari dataran hingga pegunungan tinggi (Malik, 2010). Perbedaan Morfologi
dipengaruhi oleh adanya faktor geologi penting seperti aktivitas lempeng tektonik,
yaitu lempeng Pasifik, lempeng Eurasia dan juga Lempeng Indo-Australia (Malik,
2010). Pergerakan lempeng tektonik menyebabkan pembentukan serangkaian
gunung berapi aktif di seluruh wilayah Asia-Pasifik (cincin api), zona aktif
(kesalahan aktif), dan kemungkinan pegunungan aktif menjadi sumber gempa
(Amri et.al, 2016). Indonesia ada di dalam seri cincin api yang membentang di
sepanjang lempeng pasifik, yang merupakan satu lempeng tektonik paling aktif di
dunia (Amri et.al, 2016). cincin Api berkontribusi terhadap hampir 90 persen
peristiwa gempa bumi dan hampir mereka semua adalah gempa bumi besar di
dunia (Kramer, 1996). Menurut Amri dkk. (2016) zona atau wilayah yang terletak
di antara transisi lempeng dan serangkaian gunung berapi sering disebut sebagai
zona aktif atau arc arc dimana di wilayah tersebut. Umumnya terdapat banyak
sesar aktif dan gempa bumi. Sebagai contoh misalnya di Bukit Barisan bagian
barat, pantai selatan Jawa dan pantai di pantai utara Papua. Sehingga tidak bisa
dipungkiri bahwa Indonesia sering mengalaminya.
Wilayah yang memiliki potensi terhadap bencana gempa bumi yaitu Desa
Sebudi, Karangasem, dikarenakan pada daerah tersebut, banyak struktur geologi
seperti dilaluinya zona sesar membuat timbulnya patahan yang mengakibatkan
adanya indikasi gempa bumi. Tumbukan dua lempeng utama yang berpengaruh
terhadap orientasi dan sebaran struktur geologi. Struktur utama yang terbentuk
berupa sesar- sesar naik di depan zona subduksi dan sesar local di darat dengan
skala kecil (Daryono, 2011). Kondisi geologi tersebut, membuat adanya ancaman
bahaya terhadap wilayah peneelitian, sehingga perlu adanya kajian mengenai
manajemen pengurangan resiko bencana gempa bumi guna mengurangi resiko
korban jiwa.
Gempa bumi adalah peristiwa alam yang ssering terjadi di kalangan
masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan bahwa, kejadian gempa bumi adalah
peristiwa alam yang relatif sering terjadi, sering mengakibatkan kerusakan fisik
dan lingkungan yang sangat besar, berdampak sosial dan ekonomi yang serius,
menggannggu kehidupan normal manusia serta peristiwanya tersebar luas
keseluruh pelosok daerah. Banyaknya potensi gempa bumi, perlu adanya
manajemen pengurangan resiko dengan dilakukannya mitigasi bencana.
Berdasarkan UU No. 24/2007 mitigasi adalah perlindungan dan penanggulangan
yang tujuannya adalah untuk meminimalkan korban jiwa dan dampak kerusakan
akibat bencana. Salah satu bentuk mitigasi untuk meminimalisasi dampak gempa
bumi adalah dengan memahami karakteristik masing-masing daerah rawan gempa
dan membidik mitigasi nonstruktural melalui penataan ruang.
Penelitian ini menggunakan sistem informasi geografis (SIG) untuk
analisis spasial. Analisis data dalam studi ini meliputi analisis risiko bencana
gempa bumi untuk melaksanakan risk-based early warning, hal tersebut dapat
tercapai jika didahului dengan pemantauan, identifikasi, pengumpulan intelijen
dan prediksi kejadian bencana yang baik. Oleh karena itu diperlukan beberapa
prasyarat, antara lain pengetahuan yang baik tentang jenis bencana yang terjadi,
sifat lokasi bencana, alat dan teknologi seperti alat, dan data/informasi serta
pengalaman masa lalu terkait kejadian tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengurangi resiko bencana gempa bumi pada daerah penelitian.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini, sebagai berikut:
1. Bagaimana resiko yang ditimbulkan akibat bencana gempa bumi?
2. Bagiamana sistem informasi geografis (SIG) dapat dijadikan sebgai
metode untuk menganalisis resiko bencana gempa bumi?
3. Bagaimana pengaruh early warning dalam pengurangan resiko bencana
gempa bumi?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan penelitian ini dilakukan sebagai berikut:
1. Bagaimana resiko yang ditimbulkan akibat bencana gempa bumi?

6
2. Bagiamana sistem informasi geografis (SIG) dapat dijadikan sebgai
metode untuk menganalisis resiko bencana gempa bumi?
3. Bagaimana pengaruh early warning dalam pengurangan resiko
bencana gempa bumi?

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian ini dilakukan yaitu mampu menunjang peninjauan risiko
bencana dan mampu membuat manajemen pengurangan resiko bencana
gempa bumi dengan memanfaatkan Sistem Informasi Geografis (SIG).

1.5 Batasan Masalah/ Lingkup Penelitian


Dalam penelitian ini penulis membatasi masalah penelitian yaitu:
1. Penelitian ini hanya mencakup wilayah Desa Sebudi, Karangasem,
Bali.
2. Penelitian ini hanya berfokus terhadap mitigasi bencana kondisi Desa
Sebudi, Karangasem, Bali.
3. Penelitian ini menggunakan tiga aspek yaitu: indeks bahaya,
kerentanan dan kapasitas.

1.6 Hipotesis (Opsional)


1. H0: Early warning dapat dijadikan suatu system yang efektif dalam
mengurangi resiko bencana gempa bumi
2. H1: Early warning tidak dapat dijadikan suatu system yang efektif dalam
mengurangi resiko bencana gempa bumi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Regional Wilayah Penelitian


Pulau Bali pada koordinat yang berasal dari 8°3'40" - 8°50'48" LS dan
114°25'53" - 115°42'40" BT yang merupakan daerah yang mempunyai aktivitas
gempa bumi yang besar dan merupakan daerah dengan aktivitas seismik yang
tinggi. Adanya subduksi antara Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng
Eurasia. Terdapat pusat gempa yang menurun yang ditandai dengan Zona Benioff
Wadati. Subduksi antara lempeng Indo-Australia dan Eurasia dengan kecepatan
tujuh sentimeter per tahun menyebabkan patahan aktif pulau Bali. Berdasarkan
kondisi tersebut, terjadi gempa pelepasan di wilayah pulau Bali, terdapat aktivitas
subduksi lempeng dan aktivitas pergerakan subduksi lempeng di wilayah selatan
Bali. Berdasarkan subduksi di wilayah selatan wilayah Jawa, terlihat bahwa
gempa bumi kurang dalam di utara. Dari selatan, kedalamannya diperkirakan 150-
200 km dari pantai selatan Bali, sedangkan gempa di utara sedalam 600 km.
Menurut letak geografis Karangasem, Bali berada pada koordinat 8000'00"-
804137.8"BT dan 115035'9.8"-115054'8.9"BT, dengan luas wilayah Karangasem
839,54 km2. Kabupaten Karangasem memiliki topografi yang sangat bervariasi
dengan dataran, perbukitan dan pegunungan (Gunung Agung).
Kawasan ini memiliki garis pantai sepanjang 87 km yang menjadi mata
pencaharian bagi masyarakat setempat. Pemerintah kabupaten menyadari pada
tahun 2009 terdapat delapan kecamatan dan 75 desa final, kemudian ada tiga
kecamatan dan 532 banjar dinas. Berdasarkan Peta Geologi Daerah Karangasem,
permukaan kawasan Besakih Karangasem, Bali terdiri dari berbagai formasi
vulkanik. Formasi pertama adalah Qvbb, merupakan formasi batuan dari
kelompok vulkanik Buyan-Bratan purba, tersusun dari breksi vulkanik dan lahar,
tuff. Formasi kedua, Qa, merupakan formasi aluvial, yaitu formasi kerikil, kerikil,

8
pasir, lanau, dan lempung yang berasal dari endapan sungai, danau, dan pantai.
Formasi ketiga adalah Qvps, breksi vulkanik yang diselingi lahar. Formasi Qvlp
keempat terdiri dari lava andesit-basalt yang ditambang dari puncak Gunung
Pawon. Formasi kelima yaitu Qhva pada formasi ini terdiri dari jenis batuan tuff,
lava, lava dan ignimbrit yang terbentuk akibat interaksi gunung api aktif Agung.
Formasi keenam yaitu Qpbb merupakan batuan vulkanik Grup Buyan-Bratan
yang tersusun atas tuf dan lava. Formasi terakhir adalah Formasi Tomu-Ulak,
tersusun atas breksi gunungapi, tufa dan perselingan batugamping-batuan
sedimen. Peta geologi regional menunjukkan bahwa daerah Karangasem
didominasi oleh formasi batuan Qhva yang sumber batuannya berasal dari
Gunung Api Agung. Menurut penelitian sebelumnya, Gunung Agung merupakan
gunung api aktif tipe A. Berdasarkan hasil penelitian, gunung api tipe A meletus
pada tahun 1600 Masehi. Hal ini pada tingkat 1V. Level IV merupakan kondisi
waspada sejak 27 November 2017. Kajian tentang bahaya yang ditimbulkan oleh
aktivitas Gunung Agung yang menyusut dari 8 km menjadi 6 km tanpa informasi
spesifik sektor.

Gambar 2.1 Peta Geologi Regional Sebudi, Karangasem


Sumber: Renyka Sarah ( 2021)

2.2 Sesar
Sesar adalah patahan atau diskontinuitas pada batuan yang banyak berubah
akibat pergerakan bumi sepanjang patahan. Patahan utama di lapisan bumi adalah
gerakan tektonik yang terletak di bawah permukaan. Sesar tidak hanya terjadi
pada sesar tersebut, namun terdapat beberapa rekahan kecil di sekitar sesar utama.
Pengaruh sesar besar atau pergerakan zona sesar dan dapat dibedakan berdasarkan
jenis sesar. Jenis kesalahan adalah sebagai berikut:
1. Sesar normal
Sesar normal adalah gangguan relatif yang menyebabkan jatuhnya plafon
gangguan. Pergerakan yang terlihat pada Gambar 2.2 disebabkan oleh
pergerakan menjauhi pergerakan, sehingga penutup sesar yang bergerak
secara otomatis akan tenggelam di bawah pengaruh gravitasi. Kondisi ini
terdapat pada daerah yang mengalami gaya tarik. Gaya ekstensional
menciptakan setengah-graben yang familiar dengan geometri dan orientasi
yang familiar, yang merupakan efek keanekaragaman hayati pada litologi
batuan.

Gambar 2.2 Sesar normal


Sumber: Renyka Sarah (2021)

2. Sesar naik
Sesar naik berbanding terbalik dengan sesar normal, atap sesar mengalami
pergerakan naik terhadap alas sesar. Pada Gambar 2.3. Pergeseran
diakibatkan oleh adanya pergerakan yang saling tekan kemudian salah satu
blok yaitu atap sesar mengalami kepatahan, kemudian mengalami pergerakan
naik.

10
Gambar 2.3 Sesar naik
Sumber: Renyka Sarah (2021)

3. Sesar Mendatar
Sesar geser atau sesar mendatar ialah pergerakan dua blok yang bergeser
secara horizontal. Pada Gambar 2.4 terlihat pergeseran dari sesar ini yang
merupakan kombinasi dari sesar naik maupun turun dengan sesar
mendatar.

Gambar 2.4 Sesar mendatar


Sumber: Renyka Sarah (2021)

Pada sesar tidak hanya terjadi pada satu bagian, tetapi ada beberapa sesar
yang juga berada di sekitar sesar utama. Dapat diketahui adanya sesar
dikarenakan suatu pergerakan yang berasal dari sumber sesar utama yang
disebut sesar minor. Adanya sesar minor dicirikan oleh kekar-kekar dan
penyebaran batuan ubahan di sekitar lokasi penelitian.
2.3 Seismotektonik
Seismotektonik merupakan ilmu yang menggunakan konsep geofisika untuk
menerapkan terjadinya gempa bumi dan pergerakan lempeng tektonik serta
patahan di daerah penelitian. Seismotektonik mempelajari patahan yang
mempengaruhi aktivitas seismik suatu wilayah dengan mengetahui tektonik
regional dan mencatat data seismiknya. Mengenai informasi yang didapat
berupa pola tektonik saat ini dan di wilayah studi untuk dapat
merekonstruksi kejadian tektonik masa lalu dan menjelaskan keadaan
tektonik saat ini
A. Sesar aktif
Sesar aktif diindikasikan sebagai pemicu bencana gempa bumi yang terjadi
di bawah struktur bawah permukaan. Keberadaan sesar perlu diketahui
dalam setiap daerah, hal tersebut dilakukan untuk untuk mengurangi resiko
bahaya yang terjadi akibat gempa bumi yang ditimbulkan oleh sesar aktif.
Kdejadian gempa bumi dapat mempengaruhi terjadinya proses likuifaksi.
Kejadian tersebut berasal dari bencana susulan yaitu gempa bumi apabila
daerah tersebut masih tertutupi oleh material permukaan yang
berkarakteristik. Daerah yang yang dinilai sebagai daerah rawan bencana
gempa bumi memiliki resiko untuk mengalami bencana alam yang lain
seperti: retakan tanah, likuifaksi, longsoran pada topografi terjal, dan
penurunan tanah.

B. Gempa bumi
Gempa bumi ialah pelepasan suatu energi, yang disebabkan oleh aktivitas
pergeseran lempeng tektonik atau letusan yang berasal dari gunung api yang
aktif. Sumber sumber gempa bumi yang ada di Indonesia terbagi menjadi
lima yaitu: gempa tektonik, gempa vulkanik, gempa tumbukan, gempa
runtuhan dan gempa buatan.
1. Gempa Tektonik
Gempa bumi tektonik merupakan salah satu penyebab seringnya terjadi
gempa bumi di Indonesia. Pusat seismik terhubung pada tempat-tempat

12
yang sering terjadi perubahan kerak bumi, yaitu patahan dan zona subduksi.
Gempa ini memerlukan perhatian karena dampaknya yang merugikan. Hal
mendasar yang ditemukan adalah frekuensi tinggi yang terjalin dengan
energi yang dilepaskan dan dampaknya yang luas terhadap pergerakan
lempeng tektonik. Akibat gempa tersebut, terjadi pergerakan sepanjang
cangkokan dengan perubahan 1-10 meter.
2. Gempa Vulkanik
Indonesia memiliki banyak gunung api aktif yang tersebar di bagian
Sumatera,Bali, Jawa, aNusa Tenggara, Maluku, dan Sulawesi. Gempa yang
terjadi disebabkan oleh danya aktivitas gunung api aktif yang hanya terjadi
di skala lokal. Gempa ini terjadi karena magma gunung api bergerak naik

3. Gempa Tumbukan
Gempa bumi disebabkan oleh meteor yang bertabrakan dengan bumi.
Diketahui bahwa ketika gempa berasal dari meteor, getarannya hanya
dirasakan di daerah yang terkena dampaknya. Meteor yang jatuh dapat
membuat lubang di permukaan bumi. Salah satu tempat jatuhnya meteor ke
permukaan bumi adalah di wilayah Arizona Amerika Serikat, yang
membentuk Kawah Barrington.

4. Gempa Runtuhan
Tremor keruntuhan juga terjadi dalam skala lokal, tremor keruntuhan
biasanya disebabkan oleh keruntuhan tanah longsor yang tersusun dari
material batuan. Sebuah batu atau material mengalami gerakan ke bawah,
menyebabkan gempa runtuh. Gempa bumi biasanya terjadi di lereng, karena
puing-puing yang jatuh mengalami getaran di permukaan bumi.

5. Gempa Buatan
Gempa ini terjadi diakibatkan oleh pengaruh aktivitas manusia, terjadi
dikarenakan adanya getaran besar yang berasal karena buatan manusia
bukan karena struktur bawah permukaan bumi. Gempa buatan biasanya
timbul oleh adanya ledakan nuklir maupun dinamit yang diketahui berskala
besar.
2.4 Mitigasi Bencana
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat karena faktor alam
dan/atau faktor alam dan manusia, sehingga menimbulkan korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerusakan harta benda, dan dampak
psikologis (UU No. 24. 2007). Menurut Pasal 1 Ayat 6 Peraturan Pemerintah
Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana,
mitigasi adalah serangkaian tindakan yang bertujuan untuk mengurangi risiko
bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun dengan meningkatkan
kesadaran dan keterampilan dalam menghadapi ancaman bencana. . Risiko
bencana antara lain kematian, kerusakan lingkungan, kerugian dan kehilangan
harta benda (rumah, perabot, dll), dan terjadinya dampak psikologis.
Kesiapsiagaan bencana adalah upaya untuk mengurangi risiko dan dampak
bencana terhadap masyarakat di daerah rawan bencana, baik alam maupun
ulah manusia, atau campuran keduanya, di suatu negara atau masyarakat. Ada
empat hal penting yang perlu diperhatikan dalam persiapan menghadapi
bencana, antara lain ketersediaan berita dan peta untuk setiap kategori
bencana, peningkatan pemahaman dan pendidikan masyarakat tentang cara
penanggulangan bencana, serta mengetahui apa yang harus dilakukan dan apa
yang harus dihindari. dan bagaimana cara menyelamatkan diri jika terjadi
bencana waktu - waktu dan penataan, penataan kawasan rawan bencana untuk
mengurangi resiko bencana. Saat membuat program mitigasi (khususnya di
Indonesia), hal-hal berikut harus diperhatikan:
1. Pengurangan risiko bencana harus diintegrasikan ke dalam proses
pembangunan
2. Fokusnya tidak hanya pada penanggulangan bencana, tetapi juga pada
pendidikan, pangan, pekerjaan, perumahan bahkan kebutuhan dasar lainnya. 3.
Sinkronisasi dengan kebutuhan sosial, budaya dan ekonomi setempat
4. Di sektor informal, ditekankan kemampuan warga untuk mengambil
keputusan, berpartisipasi dan membentuk sesuatu.
5. Pemanfaatan sumber daya lokal (sesuai prinsip desentralisasi)

14
6. Perkembangan pembangunan perumahan untuk kelompok kurang mampu
dan alternatif untuk mensubsidi biaya tambahan pembangunan perumahan
diperiksa.
7. Perhatikan teknik renovasi kompromi (pola dan struktur).
8. Mempelajari aturan penggunaan lahan untuk melindungi masyarakat yang
tinggal di daerah rawan sosial, ekonomi dan politik yang rawan bencana dan
kerugian adalah sederhana dan mudah dipahami dan diikuti oleh warga.

2.5 Manajemen Resiko


Manajemen Risiko merupakan aktivitas manajemen didalam mempersiapkan
strategi untuk merespon risiko atau kejadian yang tidak diinginkan muncul.
Gempa bumi dapat menimbulkan kerusakan bangunan dan korban jiwa, hal
tersebut dapat diredam melalui usaha pengurangan resiko gempa bumi, suatu
upaya yang ditempuh agar dapat mengurangi korban jiwa, harta benda,
penderitaan manusia, kerusakan ekonomi dan biaya yang dikeluarkan untuk
menangani korban bencana. Analisis mengenai pengurangan risiko bencana
perlu dilakukan di Desa Sebudi. Analisis semacam ini sudah banyak dilakukan
di banyak daerah rawan bencana, namun penelitian lebih berfokus pada
penilaian aspek bahaya (hazard) gempa bumi, kerentanan (vulnerability) dan
kapasitas (capacity) secara umum.
Untuk itulah perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis pengurangan
risiko bencana gempa bumi melalui identifikasi karakteristik bahaya gempa
bumi, kerentanan bangunan, kapasitas bagi warga Lanud Padang, karakteristik
bahaya tsunami dan waktu evakuasi tsunami.

2.6 Penulisan Studi Terdahulu


Studi terdahulu telah dilakukan mengenai mitigasi bencana seperti studi
literatur dengan judul “Identifikasi Potensi Bencana Alam Dan Upaya
Mitigasi Yang Paling Sesuai Diterapkan Di Pesisir Indramayu Dan Ciamis
(Ruswandi,, dkk. 2008)”.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian


Lokasi penelitian dari studi ini adalah Desa Sebudi yang terletak di Karangasem,
Provinsi Bali. Wilayah penelitian dapat ditempuh sekitar 1 jam 45 menit dari Kota
Denpasar, sedangkan jika dari Kawasan Kuta dapat ditempuh 2 jam dengan jarak
sekitar 60 kilometer dan 30 kilometer dari Kota Karangasem.

3.2 Data dan Peralatan


Data yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Data riwayat gempa bumi wilayah Sebudi, Karamgasem dan sekitarnya
2. Peta Geologi lembar Karangasem
3. Data Digital Elevation Model (DEM) wilayah Sebudi, Karamgasem
4. Data tabular sosial-ekonomi penduduk

3.3 Tahapan Penelitian


Untuk menghasilkan hasil yang baik dari penelitian ini, perlu dilakukan
beberapa tahapan penelitian yaitu sebagai berikut:
1. Analisis Resiko Gempa Bumi
Tiga variabel utama diperlukan untuk menganalisis risiko gempa bumi,
yaitu bahaya, kerentanan dan kapasitas. Metode perhitungan kuantitatif
digunakan dalam analisis risiko bencana, dimana diperoleh nilai bobot
berupa indeks risiko dari masing-masing variabel. Konsep perhitungan
yang digunakan dalam analisis risiko bencana mengacu pada PERKA
BNPB No. 2 Tahun 2012, dimana:
Resiko (R) = Ancaman (H) X Kerentanan (V): Kapasitas (C)

16
Keterangan:
R: Disaster Risk (Risiko Bencana) H: Hazard Threat (Frekuensi atau
kemungkinan bencana tertentu cenderung terjadi dengan intensitas
tertentu pada lokasi tertentu).
V: Vulnerability (Kerugian yang diharapkan (dampak) di daerah
tertentu pada kasus bencana tertentu dengan intensitas tertentu.
Didefinisikan sebagai penduduk, aset, dll yang dikalikan sensitivitas
untuk intensitas spesifik bencana).
C: Adaptive Capacity (Kapasitas yang di daerah tertentu tu untuk pulih
dari bencana).

Setelah menyelesaikan analisis ancaman, kerentanan dan kemampuan,


indeks risiko bencana seismik dapat ditentukan. Hasil analisis
ancaman, kerentanan dan kapasitas digambar pada peta menggunakan
aplikasi peta dalam format ArcGIS 10.3. Analisis risiko dilakukan
dengan menggunakan metode analisis bobot atap atau dengan
menggabungkan beberapa peta yang mempengaruhi risiko bencana
seismik, seperti peta bahaya, kerentanan, dan kapasitas. Metode
analisis ini merupakan jenis analisis spasial yang menggunakan teknik
overlay, atau menumpuk beberapa peta. Peta yang digunakan dalam
teknik overlay adalah peta kerawanan, peta kerentanan dan peta
kapasitas, sehingga diperoleh peta risiko bencana seismik. Setelah
proses atap, langkah selanjutnya adalah menghitung nilai resiko
bencana gempa menggunakan kalkulator lapangan Arcgis 10.3.
Perhitungan matematis dapat dilakukan dengan alat tersebut sehingga
nilai Indeks Risiko Bencana Gempa Bumi dapat dihitung
menggunakan rumus yang telah dijelaskan sebelumnya. Hasil dari
analisis ini adalah peta resiko bencana gempa bumi yang terbagi
menjadi tiga klasifikasi, risiko tinggi dengan nilai 0,67-1; risiko sedang
dengan nilai 0,34-0,66; dan risiko rendah dengan nilai 0-0,33. Untuk
lebih jelasnya dapat diketahui melalui Tabel 3.1
Tabel 31. Klasifikasi Resiko Gempa Bumi

Sumber: Perka BNPB No.2 2012

Untuk mendapatkan hasil peta resiko bencana digunakan metode


superimpose tiga peta yaitu peta rawan yang diperoleh berdasarkan
kemungkinan terjadinya bencana di suatu wilayah dan besarnya
dampak yang ditimbulkan akibat bencana tersebut. diubah menjadi
nilai indeks bahaya. Kemudian peta kerentanan yang diperoleh
berdasarkan komponen sosial, ekonomi, fisik dan lingkungan diubah
menjadi indeks kerentanan. Terakhir, menggunakan peta kapasitas
berdasarkan hasil wawancara kepentingan tentang ketahanan daerah
dalam menghadapi bencana, yang diubah menjadi nilai indeks
kapasitas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.1

18
Gambar 3.1 Metode penyusunan resiko bencana
Sumber: Perka BNPB No.2 2012

2. Manajemen Pengurangan Resiko


Dari beberapa hasil yang telah didaptkan berupa peta resiko bencana,
maka langkah selanjutnya yaitu melakukan menajemen pengurangan
resiko bencana gempa bumi. Adapun yang dapat dilakukan yaitu
peringatan dini atau Early Warning (EW) adalah salah satu tahapan
penting dalam siklus manajemen kebencanaan. Banyak versi
definisi atau pengertian early warning (EW) yang pada intinya adalah
suatu usaha identifikasi, prediksi dan penyebaran informasi tentang
kemungkinan adanya suatu ancaman bencana sehingga dapat diikuti
dengan persiapan-persiapan untuk mengurangi dampak yang
timbul akibat bencana tersebut. Alam system tersebut, terdapat empat
kelompok aktivitas utama didalam disaster early warningyaitu
pemahaman tentang resiko bencana, monitoring, pelayanan,
diseminasi dan komunikasi serta kemampuan melakukan respons
terhadap dampak bencana. Pada umumnya early warning (EW) hanya
diasosiasikan kaitannya dengan kejadian ancaman/hazard (hazard-
based early warning), yaitu langkah-langkah strategis untuk
menghadapi ancaman bencana agar dampak/korban yang terjadi dapat
dihindari/dikurangi. Pada kenyataannya EW lebih banyak dialamatkan
kepada usaha-usaha Aparat/Pengambil Keputusan/penggiat dalam
menghadapi suatu bencana. Durasi suatu bencana pada umumnya
tidak lama apalagi pada gempa bumi. Dengan demikian apabila EW
hanya diasosiasikan dengan kejadian bencana maka EW hanya
berlangsung cukup singkat menjelang kejadianbencana saja.
Peringatan dini merupakan tahap manajemen kebencanaan yang
strategis karena mempunyai tujuan yang mulia.
Menurut Anonim (2003) tujuan utama EW adalah:
1. Untuk melindungi kehidupan manusia secara pribadi, kelompok,
komunitas, bangsa.
2. Untuk melindungi aset dan sumberdaya produktif Gambar 3 People-
centered early warning systems (Basher, 2006)
Periode peristiwa bencana dengan pencarian dan penyelamatan berikutnya,
tindakan darurat dan pemulihan (periode I) biasanya tidak terlalu lama. Jangka
waktu berikutnya hingga bencana berikutnya tiba (Episode II) jauh lebih lama
dibandingkan dengan jangka waktu dari kerjasama bencana hingga pemulihan
selesai. Pada dasarnya permasalahan pengurangan risiko bencana tidak hanya
terfokus pada fase I saja, namun fase II memiliki banyak permasalahan yang perlu
diperbaiki. Konsep EW untuk manajemen risiko bencana lebih efektif jika tidak
hanya diterapkan sebelum bencana terjadi, tetapi juga pada periode II. Konsep
EW prabencana terutama mempersiapkan diri untuk mengurangi dampak bahaya.
Pengurangan risiko bencana bukan hanya upaya untuk mengurangi
kualitas/kuantitas keterpaparan, tetapi juga harus mengurangi dampak lain, yaitu
tingkat kerentanan, dengan mengurangi keterpaparan dan meningkatkan kapasitas.
Upaya untuk mengurangi dampak kerentanan dan kepadatan aset serta
peningkatan kapasitas tidak serta merta tetapi harus melalui tahapan/prioritas.
Langkah/prioritas ini dimulai dengan prioritas utama dari tiga elemen yaitu “Most
Vulnerable State, Exposure and Capacity”. Artinya harus ada “identifikasi dini,
peramalan, diseminasi informasi dan tahap persiapan awal”. Ini sebenarnya
definisi peringatan dini yang diterapkan pada empat faktor risiko yang dimaksud.
Oleh karena itu, EW tidak hanya berfokus pada bahaya, tetapi juga harus
diterapkan untuk mengurangi kerentanan, mengurangi/mengelola/memantau

20
kerapatan nilai (exposure) dan meningkatkan kapasitas (capacity), sehingga secara
umum disarankan berbasis risiko sejak dini. Sistem Peringatan (RBEW). Seperti
yang telah disebutkan, sebagian besar masalah di atas bersifat langsung/jangka
pendek, yaitu menangani potensi dampak bencana. Konsep EW terintegrasi dapat
mengandung unsur-unsur yang mengurangi kerentanan, kepadatan nilai dan
pembangunan kapasitas. Misalnya, kerentanan fisik bangunan dapat ditentukan,
lokasi dapat dipantau, masalah dapat dikomunikasikan kepada masyarakat,
perbaikan dapat dilakukan, bantuan teknis/profesional dapat diberikan, dll. Begitu
pula dengan sosial, ekonomi dan sebagainya. Langkah/prioritas ini dimulai
dengan prioritas utama dari tiga elemen yaitu “Kondisi Paling Rentan, Exposure
dan Capacity”. Artinya harus ada “identifikasi dini, prediksi, diseminasi informasi
dan tahap persiapan awal”. Ini sebenarnya sesuai dengan definisi peringatan dini
yang diterapkan untuk empat faktor risiko yang relevan. Oleh karena itu, EW
tidak hanya berfokus pada bahaya, tetapi juga harus digunakan untuk pengurangan
kerentanan, pengurangan paparan/kontrol/pemantauan dan peningkatan kapasitas,
sehingga umumnya diusulkan sebagai sistem peringatan dini berbasis risiko
(RBEW), sebagian besar masalah di atas bersifat segera/jangka pendek, yaitu
menghadapi kemungkinan akibat dari suatu bencana. Konsep EW terintegrasi
dapat mengandung unsur-unsur yang mengurangi kerentanan, kepadatan nilai dan
pembangunan kapasitas. Misalnya, kerentanan fisik bangunan dapat ditentukan,
lokasi dapat dipantau, masalah dapat dikomunikasikan kepada masyarakat,
perbaikan dapat dilakukan, bantuan teknis/profesional dapat diberikan, dll. Sama
dengan kerentanan sosial, ekonomi dll.

Karakteristik Risiko Bencana Gempa Bumi


 Analisis bahaya gempa bumi. Strategi yang dipakai melalui survei dan
data sekunder. Strategi survei meliputi pengamatan kontur tanah, jenis
litologi, dan indeks seismik Bali. Data sekunder mencakup data
kejadian gempa dan informasi pada geologi patahan tertentu, skenario
gempa bumi, zona patahan aktif terdekat, menghitung magnitudo
gempa bumi yang mungkin terjadi di zona tersebut, mengasumsikan
gempa bumi terbesar pada titik lokasi paling dekat dengan Lanud,
penelitian terdahulu termasuk tentang catatan-catatan instansi terkait,
informasi warga, peta-peta geologi, dan foto udara.
 Analisis kerentanan bangunan (kerentanan fisik). Strategi yang
digunakan melalui survei cepat terhadap bangunan mengadopsi
Federal Emergency Management Agency (FEMA) 154 (2002) tentang
Rapid Visual Screening of Building for Potential Seismic Hazard
(RVS). Metode ini digunakan untuk mengamati indikator kerentanan
bangunan yang meliputi jenis struktur bangunan, tinggi bangunan dan
bentuk bangunan (beraturan dan tidak beraturan). Berpedoman pada
hasil analisis bahaya gempa bumi, terlebih dahulu dibagi menjadi
beberapa daerah untuk pengambilan sampel, yakni daerah sangat
rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. Kemudian pada tiap
tingkatan bahaya akan dikelompokkan menjadi enam cluster sampling
19 berdasarkan bentuk bangunan.
 Analisis kapasitas masyarakat. Penilaian kapasitas masyarakat dalam
penelitian tesis ini menggunakan metode wawancara secara terbuka
dengan terlebih dahulu menyusun pertanyaan-pertanyaan sebagai
pedoman agar tidak keluar dari topik yang dibahas. Wawancara ini
menitikberatkan kepada kesadaran dan kesiapsiagaan responden dalam
menghadapi gempa bumi. Responden yang dipilih dari tiap cluster
sampling adalah kepala keluarga. Jika kepala keluarga tidak ada,
diwakilkan oleh istri atau anak dengan usia di atas 17 tahun.
 Tingkat risiko bencana gempa bumi. Tingkat risiko yang didapat
berdasarkan hasil analisis bahaya, kerentanan bangunan dan kapasitas
masyarakat dengan menggunakan Rumus Van Westen dengan
Persamaan (1).

(1)

Keterangan:
1. Hazard (bahaya) = ancaman gempa bumi

22
2. Vulnerability (kerentanan) = kondisi sarana dan prasarana bangunan
permukiman, perkantorandan sekolah yang rawan atau rentan terhadap
bahaya gempa bumi.
3. Capacity (kapasitas) = kemampuan personel Lanud Padang dan
masyarakat yang tinggal di Kesatrian Lanud Padang dalam menghadapi
bahaya gempa bumi-tsunami.

Hasil akhir analisis ini adalah peta risiko bencana gempa bumi di setiap cluster
sampling setiap unit bangunan di Desa Sebudi.

DAFTAR PUSTAKA

Basher,R., (2006), Global early warning systems for natural hazards: systematic
and people-centred, Philosophical Transaction364, pp.2167–2182

Zaennudin, “The Charateristic Of Eruption Of Indonesia Active Volcanoes In The


Last Four Decades,” J. Lingkung. dan Bencana Geol., vol. 1, no. 2, pp. 113–129,
2010.
I. Muflihah, “Distribusi Dan Pola Sesar Daerah Kepala Burung (Papua Barat),” J.
Neutrino, vol. 6, no. 2, pp. 91–98, 2014.

L. E. Wilson, Static And Dynamic Analysis Of Structure: A Physical Approach


With Emphasis On Earthquake. California: Computer and Structures Inc., 2002.

N. Hidayat and E. W. Santoso, “Gempa Bumi Dan Mekanismenya,” Alami, vol.


2, p. 50, 1997.
N. I. Desmonda and A. Pamungkas, “Penentuan zona kerentanan bencana gempa
bumi tektonik di Kabupaten Malang wilayah selatan,” J. Tek. ITS, vol. 3, no. 2,
pp. C107--C112, 2014.
Parriaux, Geology: Basics For Engineers, Second Edi. Erkelenz: Taylor; Inc,
Prancis, 2019.

Sarah, Renyka. “Identifikasi patahan aktif di daerah karangasem, bali


menggunakan metode geolistrik konfigurasi dipol-dipol dan metode ground
penetrating radar”. J.Tek. ITERA. 2022.

24

Anda mungkin juga menyukai