Anda di halaman 1dari 44

ANALISIS TINGKAT KERENTANAN WILAYAH JL.

TOBA NAULI TERHADAP


BANJIR

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas


Matakuliah : Teknik Lingkungan
Dosen Pengampu : Hermasyah, S.T, M.T

Disusun oleh :

Emanuel Jordan Simajorang (227110065)

PRODI Teknik SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MEDAN AREA
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya kepada kita semua sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan
tepat waktu.

Dengan rendah hati, saya ingin mempersembahkan makalah ini sebagai hasil dari upaya
penelitian dan analisis yang dilakukan dalam rangka memahami dan mengatasi isu penting
yang relevan dengan wilayah Jl. Toba Nauli. Wilayah ini, seperti banyak wilayah lain di seluruh
dunia, dihadapkan pada tantangan yang signifikan terkait dengan banjir, yang dapat memiliki
dampak serius pada masyarakat, ekonomi, dan lingkungan.

Melalui makalah ini, Say berharap dapat memberikan informasi yang berguna dan
pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana banjir mempengaruhi wilayah ini, serta
langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengurangi kerentanan terhadap banjir.

saya menyadari, makalah yang sami tulis masih jauh dari kata sempurna. Dengan
kerendahan hati, saya memohon maaf apabila ada ketidaksesuaian kalimat dan
kesalahan.Meskipun demikian, kami selaku penulis makalah terbuka pada kritik dan saran dari
pembaca.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca. Demikian kata pengantar ini kami
sampaikan.Terima kasih atas semua pihak yang membantu penyusunan dan membaca makalah
ini

Medan 15 Oktober 2023

Penulis Makalah :

Emanuel Jordan Simanjorang

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... 1


DAFTAR ISI ....................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 3
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 4
C. Tujuan Masalah ....................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 5
1. Pengertian Banjir .................................................................................................... 5
2. Parameter Penentu Banjir ....................................................................................... 9
3. Karakteristik Parameter Kerentanan Banjir ........................................................... 15
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Banjir ............................................................. 18
5. Tingkat Kerentana Banjir ........................................................................................ 22
6. Letak Geografis ....................................................................................................... 30
7. Data Badan Penanggulangan Bencana (BPBD) Medan. ........................................ 30
8. Strategi Mitigasi Bencana Banjir ........................................................................... 32
9. Upaya Penanggulangan Pasca Banjir...................................................................... 32
10. Rekonstruksi Pasca Bencana Banjir........................................................................ 36
11. Strategi Pengelolaan Lingkungan .......................................................................... 39

BAB III PENUTUP ............................................................................................................ 41


A. Kesimpulan ............................................................................................................. 41
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 42

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada judul ini, terdapat beberapa perubahan yang dilakukan. Pertama,


ditambahkan kata ‘’analisis’’, untuk menunjukkan bahwa makalah akan melakukan
penelitian dan evaluasi terhadap tingkat kerentanan wilayah Jalan Toba Nauli terhadap
banjir. Selanjutnya kata ‘’evaluasi’’, menunjukkan bahwa penelitian akan mengevaluasi
faktor-faktor kerentanan yang ada. Selain itu, kata ‘’strategi pengurangan risiko
bencana’’, menunjukkan bahwa makalah akan mencakup solusi dan langkah-langkah
yang dapat diambil untuk mengurangi risiko banjir di wilayah tersebut.

Judul yang direvisi ini memberikan informasi yang lebih spesifik tentang
wilayah yang diteliti, yaitu Jalan Toba Nauli, dan menekankan analisis tingkat
kerentanan serta strategi pengurangan risiko bencana. Makalah ini bertujuan untuk
menganalisis tingkat kerentanan wilayah Jalan Toba Nauli terhadap banjir, serta
mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi pada tingkat kerentanan tersebut.
Wilayah Jalan Toba Nauli dipilih sebagai fokus penelitian karena rentan terhadap banjir
yang dapat menyebabkan kerugian ekonomi dan sosial yang serius.

Makalah ini akan menggunakan pendekatan analisis multidisiplin yang


melibatkan aspek hidrologi, topografi, penggunaan lahan, dan infrastruktur wilayah.
Data dan informasi yang relevan akan dikumpulkan melalui survei lapangan, analisis
peta, dan kajian literatur terkait. Selanjutnya, metode analisis yang tepat akan
diterapkan untuk mengevaluasi tingkat kerentanan wilayah terhadap banjir.

Dalam makalah ini, faktor-faktor yang berpotensi meningkatkan tingkat


kerentanan terhadap banjir di Jalan Toba Nauli akan diidentifikasi. Beberapa faktor
yang kemungkinan akan dianalisis meliputi pola aliran sungai, sistem drainase,
karakteristik topografi wilayah, penutupan lahan, serta tingkat.

Hasil analisis akan digunakan untuk menyusun strategi pengurangan risiko bencana.
Strategi cersebut dapat mencakup rekomendasi untuk Derbaikan infrastruktur drainase,

3
peningkatan kesadaran masyarakat tentang risiko banjir, pengembangan kebijakan
penggunaan lahan yang berkelanjutan, dan penerapan sistem peringatan dini.

Melalui penelitian ini, diharapkan dapat dikembangkan pemahaman yang lebih


baik centang tingkat kerentanan wilayah Jalan Toba Nauli terhadap banjir, serta
memberikan panduan bagi pemerintah dan pemangku kepentingan dalam mengambil
langkah-langkah yang tepat untuk mengurangi risiko banjir dan melindungi masyarakat
serta aset di wilayah tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik geografis wilayah Jl. Toba Nauli yang dapat
mempengaruhi potensi banjir?
2. Apa saja faktor-faktor yang berkontribusi pada tingkat kerentanan wilayah Jl. Toba
Nauli terhadap banjir?
3. Bagaimana tingkat kerentanan wilayah Jl. Toba Nauli terhadap banjir dapat diukur
dan dinilai?
4. Apa dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan dari banjir yang terjadi di wilayah Jl.
Toba Nauli?
5. Bagaimana strategi mitigasi dan adaptasi yang dapat diusulkan untuk mengurangi
kerentanan wilayah Jl. Toba Nauli terhadap banjir?
C. Tujuan Masalah
1. Menganalisis karakteristik geografis wilayah Jl. Toba Nauli yang memengaruhi
potensi banjir.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi pada tingkat kerentanan wilayah
Jl. Toba Nauli terhadap banjir.
3. Mengembangkan metode dan indikator yang valid untuk mengukur dan menilai
tingkat kerentanan wilayah tersebut.
4. Menganalisis dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan dari banjir di wilayah Jl.
Toba Nauli.
5. Mengusulkan strategi mitigasi dan adaptasi yang dapat membantu mengurangi
kerentanan wilayah tersebut terhadap banjir, dengan mempertimbangkan dampak
sosial, ekonomi, dan lingkungan.

4
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Banjir
Berdasarkan Undang-undang No.24 Tahun 2007, Bencana banjir didefinisikan
sebagai peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat. Bencana dapat disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Kerentanan banjir
adalah keadaan yang menggambarkan mudah atau tidaknya suatu daerah, terkena banjir
dengan didasarkan pada faktor-faktor alam yang mempengaruhi banjir antara lain
faktor meteorologi (intensitas curah hujan, distribusi curah hujan, frekuensi dan
lamanya hujan berlangsung) dan karakteristik daerah aliran sungai (kemiringan
lahan/kelerengan, ketinggian lahan, testur tanah dan penggunaan lahan).
Banjir didefinisikan sebagai suatu kondisi yang mana air dalam saluran
pembuang (kali) tidak dapat tertampung atau terjadinya hambatan pada aliran air di
dalam saluran pembuangan. Dalam hal ini, banjir adalah peristiwa alam yang dapat
menimbulkan baik kerugian harta benda penduduk maupun korban jiwa. Maka, banjir
dapat pula dikatakan sebagai kejadian luapan air yang diakibatkan bila penampang
saluran yang kurang kapasitasnya. (Wismarini & Sukur, 2015)
Istilah banjir terkadang bagi sebagian orang disamakan dengan genangan,
sehingga penyampaian informasi terhadap bencana banjir di suatu wilayah menjadi
kurang akurat. Genangan adalah luapan air yang hanya terjadi dalam hitungan jam
setelah hujan mulai turun. Genangan terjadi akibat meluapnya air hujan pada saluran
pembuangan sehingga menyebabkan air terkumpul dan tertahan pada suatu wilayah
dengan tinggi muka air 5 hingga >20 cm. Sedangkan banjir adalah meluapnya air hujan
dengan debit besar yang tertahan pada suatu wilayah yang rendah dengan tinggi muka
air 30 hingga > 200 cm. (Fatchurrohman, 2019)
Banjir adalah peristiwa aliran atau genangan air di suatu wilayah yang terjadi akibat
meluapnya air dari saluran yang ada melebihi kapasitas pembuangan air disebabkan
oleh curah hujan yang tinggi dan kondisi topografi wilayah berupa dataran rendah

5
hingga cekung sehingga menimbulkan kerugian fisik, sosial dan ekonomi. Banjir dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, antara lain:
a. Banjir lokal, yaitu yang disebabkan oleh tingginya intensitas hujan dan belum
tersedianya sarana drainase memadai disuatu wilayah.
b. Banjir kiriman, yaitu banjir yang disebabkan oleh peningkatan debit air sungai yang
mengalir dari daerah hulu ke daerah hilir.
c. Banjir rob, yaitu banjir yang disebabkan oleh naiknya permukaan air laut akibat
pasang surut atau fenomena alam lainya.

Pada umumnya Pada umumnya, banjir yang terjadi di Indonesia dapat diklasifikasikan
menjadi tiga, yaitu :

1. Banjir sebagai akibat meluapnya sungai Jenis banjir ini terjadi karena kapasitas
saluran/sungai tidak mampu menampung debit air yang ada sehingga air meluap
keluar melewati tanggul sungai. Daerah yang terkena banjir jenis ini biasanya
adalah daerah sekitar (kanan/kiri) sungai yang letaknya cukup rendah atau
merupakan dataran banjir. Pada daerah perkotaan biasanya disebabkan oleh
kapasitas drainase/saluran air yang ada tidak mampu menampung lagi air hujan
seiring dengan pertumbuhan kota. Dapat juga terjadi suatu banjir yang terjadi di
daerah hilir sebagai akibat hujan deras di bagian hulu, hal ini terjadi akibat
karakteristik DAS tersebut (kelerengan, karakteristik tanah dan batuan, penutup
lahan dan sebagainya) atau mungkin telah rusaknya sistem hidrologi di bagian hulu,
jenis ini dikenal juga sebagai `banjir kiriman'.
2. Banjir lokal Banjir lokal adalah banjir yang disebabkan oleh tingginya curah hujan
dalam periode waktu tertentu (intensitas hujan) yang dapat menggenangi daerah
yang relatif lebih rendah (ledokan). Jenis banjir ini dapat terjadi pada daerah
ledok/cekungan fluvial yang memiliki kelembaban tanah yang tinggi sehingga pada
waktu terjadi hujan lebat, peresapan air ke dalam tanah sangat kecil. Dapat juga
terjadi pada daerah ledok di perkotaan yang memiliki persentase penutupan lahan
terbangun yang tinggi (permukiman) sehingga peresapan air berkurang/tidak dapat
berlangsung dengan baik.
3. Banjir yang disebabkan oleh pasang surut air laut Jenis banjir ini terjadi pada
dataran aluvial pantai yang letaknya cukup rendah atau berupa cekungan dan
terdapat muara sungai dengan anak-anak sungainya sehingga jika terjadi pasang
dari laut atau 'rob' maka air laut atau air sungai akan menggenangi daerah tersebut.

6
Jenis banjir ini tidak disebabkan oleh hujan sehingga meskipun pada musim
kemarau dapat terjadi banjir. (Fatchurrohman, 2019)
Banjir adalah bencana hidrometeorologi yang sering terjadi di Indonesia, termasuk di
sumatera utara. Hidrometeorologi adalah ilmu yang mempelajari fenomena alam yang
terkai dengan air dan cuaca. Hidrometeorologi mencakup aspek atmosfer (meteorologi)
hidrologi (air) dan osianografi (lautan). Hidrometeorologi sangat berguna untuk
memahami siklus air, curah hujan, iklim dan cuaca serta mengantisipasi dan mengatasi
bencana yang disebabkan oleh faktor-faktor tersebut. Banjir yang terjadi di sumatera
utara seringkali merupakan banjir kiriman dari sungai Deli, sungai Babura, dan Sungai
Denai yang meluap akibat curah hujan tinggi di daerah hulu. Banjir ini menggenangi
beberapa kecamatan di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang, menyebabkan
korban jiwa, kerusakan rumah, dan kerugian ekonomi. Salah satu penyebab utama
banjir disumatera utara adalah kerusakan lingkungan hidup, seperti deforestasi,
perubahan penggunaan lahan, pencemaran sungai dan perubahan iklim.
Kerusakan lingkungan hidup adalah suatu masalah yang serius dan mendesak
di Indonesia. Kerusakan lingkungan hidup dapat berdampak negatif bagi kesehatan,
kesejahteraan, dan keberlanjutan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya.
Berdasarkan hasil pencarian web, berikut adalah beberapa informasi yang saya
dapatkan tentang kerusakan lingkungan hidup:
a. Kerusakan lingkungan hidup dapat diartikan sebagai proses deteriorasi atau
penurunan mutu (kemunduran) lingkungan. Deteriorasi lingkungan ini
ditandai dengan hilangnya sumber daya tanah, air, udara, punahnya flora
dan fauna liar, dan kerusakan ekosistem.
b. Kerusakan lingkungan hidup dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu akibat
peristiwa alam dan akibat ulah manusia. Peristiwa alam seperti letusan
gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, dan angin
puting beliung dapat merusak lingkungan secara alami. Ulah manusia
seperti perusakan hutan, pertambangan, pencemaran udara, air, dan tanah,
dan pembuangan sampah sembarangan dapat merusak lingkungan secara
sengaja atau tidak sengaja.
c. Kerusakan lingkungan hidup memberikan dampak langsung bagi kehidupan
manusia. Beberapa dampaknya antara lain adalah menurunnya kualitas
kesehatan, meningkatnya resiko bencana alam, berkurangnya sumber daya

7
alam, terganggunya keseimbangan ekosistem, dan terancamnya
keanekaragaman hayati.
d. Kerusakan lingkungan hidup dapat dicegah dan ditanggulangi dengan
berbagai cara. Beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain adalah
melakukan perlindungan dan pelestarian lingkungan, mengelola sumber
daya alam secara bijak dan berkelanjutan, mengurangi penggunaan bahan-
bahan berbahaya dan beracun, mengolah sampah secara benar dan aman,
serta meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam menjaga
lingkungan.
Deforestasi adalah kegiatan mengubah area hutan menjadi lahan tidak berhutan
secara permanen, untuk aktivitas manusia. Deforestasi dapat disebabkan oleh berbagai
faktor, seperti pertumbuhan penduduk, pembukaan lahan pertania, peternakan,
perkebunan, pertambangan, pembangunan infrastruktur, dan kebakaran hutan.
Deforestasi memiliki dampak negatif bagi lingkungan, seperti menurunya kualitas
udara, air dan tanah, meningkatnya emisi karbon, terganggunya keseimbangan
ekosistem, dan terancamnya keanekaragamn hayati. Deforestasi juga berpengruh
terhadap perubahan iklim global dan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat. Oleh
karena itu deforestasi perlu dicegah dan ditanggulangi dengan berbagai cara, seperti
melakukan perlindungan dan pelestarian hutan, mengelola sumber daya alam secara
bijak dan berkelanjutan, mengurangi penggunaan bahan-bahan berbahaya dan beracun,
mengolah sampah secara benar dan aman, serta meningkatkan kesadaran dan partisipasi
masyarakat dalam menjaga lingkungan.
Perubahan penggunaan lahan adalah fenomena yang terjadi ketika suatu lahan
berubah fungsi dan kegunaanya dari satu jenis lainya. Perubahan penggunaan lahan
dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti pertumbuhan penduduk, pembangunan
ekonomi, perubahan iklim, dan kebijakan pemerintah. Perubahan penggunaan lahan
dapat memberikan dampak positif maupun negatif bagi lingkungan, sosial, dan
ekonomi. Beberapa dampak positif antara lain adalah meningkatnya produksi pangan,
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Beberapa dampak negatif antara lain
menurunya kualitas tanah, air, dan udara, hilangnya keanekaragamn hayati, dan
meningkatnya emisi gas rumah kaca. (Lila Juniyantia, 2020)
Pencemaran sungai Pencemaran sungai adalah suatu permasalahan lingkungan
yang serius di Indonesia. Pencemaran sungai dapat berdampak negatif bagi kesehatan,
kesejahteraan, dan keberlanjutan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya.
8
Pencemaran sungai dapat diartikan sebagai suatu perubahan keadaan di suatu tempat
penampungan air seperti danau, sungai, lautan, dan air tanah akibat aktivitas manusia.
Menurut PP no 20 tahun 1990, pencemaran sungai adalah masuknya atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh
kegiatan manusia sehingga kualitas dari air tersebut turun hingga batas tertentu yang
menyebabkan air tidak berguna lagi sesuai dengan peruntukannya.
Pencemaran sungai dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti limbah kegiatan
industri seperti migas dan pertambangan, limbah rumah tangga, dan peternakan.
Limbah inilah yang menjadi penyebab biota-biota di aliran sungai tidak dapat hidup,
karena kekurangan oksigen. Selain itu, pencemaran sungai juga dapat disebabkan oleh
perubahan pH, warna, bau, rasa, mikroorganisme, endapan, bahan terlarut, koloidal,
dan radioaktivitas pada air lingkungan.
Pencemaran sungai memiliki dampak negatif bagi lingkungan, sosial, dan ekonomi.
Beberapa dampaknya antara lain adalah menurunnya kualitas kesehatan, meningkatnya
resiko bencana alam, berkurangnya sumber daya alam, terganggunya keseimbangan
ekosistem, dan terancamnya keanekaragaman hayati¹².
Pencemaran sungai dapat dicegah dan ditanggulangi dengan berbagai cara. Beberapa
cara yang dapat dilakukan antara lain adalah melakukan perlindungan dan pelestarian
lingkungan, mengelola sumber daya alam secara bijak dan berkelanjutan, mengurangi
penggunaan bahan-bahan berbahaya dan beracun, mengolah sampah secara benar dan
aman, serta meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam menjaga
lingkungan.
Perubahan iklim adalah fenomena yang terjadi ketika iklim di suatu wilayah
atau di seluruh dunia mengalami perubahan yang signifikan dan berkelanjutan.
Perubahan iklim dapat disebabkan oleh faktor alami, seperti variasi matahari, letusan
gunung berapi, atau pergerakan lempeng bumi. Namun, perubahan iklim saat ini
sebagian besar dipengaruhi oleh aktivitas manusia, terutama pembakaran bahan bakar
fosil yang meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. Gas rumah kaca,
seperti karbon dioksida, metana, dan dinitrogen oksida, dapat menyerap dan
memancarkan panas, sehingga memerangkap panas matahari di dekat permukaan bumi.
Hal ini menyebabkan suhu rata-rata bumi naik, yang dikenal sebagai pemanasan global.

2. Parameter Penentu Banjir

9
Parameter yang secara signifikan berpengaruh pada terjadinya banjir adalah sebagai
berikut:
a. Curah Hujan
Curah hujan merupakan data yang paling fundamental dalam perhitungan debit
banjir rencana (design flood). Analisis data hujan dimaksudkan untuk mendapatkan
besaran curah hujan dan analisis statistik yang diperhitungkan dalam perhitungan
debit banjir rencana. Data curah hujan yang dipakai untuk perhitungan debit banjir
adalah hujan yang terjadi pada daerah aliran sungai pada waktu yang sama. Curah
hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan
rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang
bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Data hujan yang
diperoleh dari alat penakar hujan merupakan hujan yang terjadi hanya pada satu
tempat/titik saja (point rainfall). Mengingat hujan sangat bervariasi terhadap tempat
(space), maka untuk kawasan yang luas, satu alat penakar hujan belum dapat
menggambarkan hujan wilayah tersebut. Dalam hal ini diperlukan hujan area yang
diperoleh dari harga rata-rata curah hujan beberapa stasiun penakar hujan yang ada
di dalam dan atau di sekitar kawasan tersebut. Curah hujan area ini harus
diperkirakan dari beberapa titik pengamatan curah hujan. Sedangkan data hujan
yang terpilih setiap tahun merupakan hujan maksimum harian DAS untuk tahun
yang bersangkutan.
Maka dalam menentukan debit banjir rencana (design flood), diperlukanlah
harga suatu intensitas curah hujan. Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah
hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu di mana air tersebut berkonsentrasi.
Analisis intensitas curah hujan ini dapat diproses dari data curah hujan yang telah
terjadi pada masa lampau.Sedangkan untuk menghitung intensitas curah hujan,
dapat digunakan beberapa macam metode, antara lain metode Dr.Mononobe,
metode Talbot dan metode Tadashi Tanimoto. Metode Dr.Mononobe, digunakan
untuk menghitung intensitas curah hujan apabila yang tersedia adalah data curah
hujan harian.
Air hujan yang jatuh diatas tanah dalam pergerakannya secara alami hanya ada
dua yang dipahami secara berurutan, yang pertama meresap ke dalam tanah
(infiltrasi) jika memungkinkan dan menjadi aliran bawahb tanah, atau yang kedua
bergerak di permukaan tanah menjadi aliran permukaan (surface runoff) menuju ke
tempat yang lebih rendah secara gravitasi menuju sungai kemudian mengalir ke
10
danau atau laut. Hujan merupakan faktor yang sangat penting didalam analisis
maupun desain hidrologi, dan besarnya hujan atau yang disebut sebagai curah hujan
dapat dihitung dari tebal lapisan air hujan yang jatuh diatas permukaan tanah yang
rata dan dinyatakan dalam satuan milimeter (mm). Oleh karena itu dalam suatu
rancangan keairan perlu diperhatikan beberapa faktor hujan antara lain : ketebalan
hujan atau tinggi curah hujan, distribusi hujan, frekuensi hujan, intensitas hujan,
volume hujan dan jumlah hari hujan, sehingga dalam suatu perancangan keairan
diperlukan curah hujan rata-rata atau sering disebut sebagai curah hujan daerah.
b. Tata Guna Lahan
Tata guna lahan (land use) merupakan suatu upaya dalam merencanakan
penggunaan lahan dalam suatu kawasan yang meliputi pembagian wilayah untuk
pengkhususan fungsi-fungsi tertentu, misalnya fungsi pemukiman, perdagangan,
industri, dll. Rencana tata guna lahan merupakan kerangka kerja yang menetapkan
keputusan-keputusan terkait tentang lokasi, kapasitas dan jadwal pembuatan jalan,
saluran air bersih dan air limbah, gedung sekolah, pusat kesehatan, taman dan pusat-
pusat pelayanan serta fasilitas umum lainnya.
c. Darinase
Drainase adalah cara pengalihan aliran air secara alamiah atau buatan dari
permukaan tanah atau bawah tanah bagi suatu areal atau daerah/wilayah untuk
menghindari penggenangan air ( air hujan/air limbah ) di suatu tempat atau
kawasan, yaitu dengan cara menangani kelebihan air sebelum masuk ke saluran atau
sungai. Sedangkan sistem drainase di definisikan sebagai serangkaian bangunan air
yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu
kawasan/lahan, sehingga kawasan/lahan tersebut dapat difungsikan secara optimal.
Sistem drainase merupakan bagian dari infrastruktur perkotaan yang sangat penting,
sehingga sistem drainase yang baik dapat membebaskan kota dari genangan air
hujan, sehingga tidak boleh diabaikan dalam suatu perencanaan.
Sistem drainase air hujan adalah cara pengaliran air hujan dengan pembuatan
saluran (tersier) untuk menampung air hujan yang mengalir di permukaan tanah,
kemudian dialirkan ke sistem yang lebih besar (sekunder dan primer) dan
selanjutnya dialirkan ke sungai terus kelaut. Sistem terkecil (tersier) dapat
dihubungkan dengan saluran rumah tangga, dan jika limbah cair cukup banyak
maka perlu diolah (treatment) sebelum dibuang ke sungai. Drainase air hujan di
daerah perkotaan adalah sistem pengendalian banjir dalam lingkup kecil, sehingga
11
pemecahan secara konvensional selalu dilakukan dengan cara perbaikan saluran.
Pembuatan waduk kecil juga bermanfaaf bagi pengurangan banjir setempat, tetapi
karena perubahan tata guna lahan dalam kaitannya dengan urbanisasi, hanya sedikit
saja data aliran yang berarti di daerah tersebut.. Oleh karena itu diperlukan suatu
konsep system drainase yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, yaitu
daerah layanan harus aman terhadap genangan air dan sekaligus mempertahankan
kelestarian dan keseimbangan air dari suatu wilayah. Oleh karena itu, maka konsep
pembangunan drainase perkotaan yang berkelanjutan sudah menjadi keharusan
dalam sistem pembangunan di Indonesia saat ini dan masa mendatang, sehingga
dalam perencanaan sistem drainase perkotaan perlu memperhatikan fungsi drainase
sebagai prasarana kota dilandasi dengan konsep pembangunan berwawasan
lingkungan sesuai Tata Cara Perencanaan Umum Drainase Perkotaan.
Menurut Maryono sistem drainase perkotaan dapat dibagi manjadi 2 (dua)
macam sistem dan ditambah dengan pengendalian banjir (flood control), sistem
tersebut adalah:
1. Sistem Jaringan Drainase Utama (Major Urban Drainage System), berfungsi
mengumpulkan aliran air hujan dari minor drainase sistem untuk diterusin kebadan
air atau flood control (sungai yang melalui daerah pemerintahan kota dan kabupaten,
seperti: waduk, rawa-rawa, sungai dan muara laut untuk kota-kota ditepi pantai)
seperti terlihat pada.
2. Drainase Lokal (Minor Urban Drainage System), adalah jaringan drainase yang
melayani bagian-bagian khusus perkotaan seperti kawasan real estate, kawasan
komersial, kawasan industri, kawasan perkampungan, kawasan komplek-komplek,
perumahan dan lain-lain.
d. Infiltrasi Tanah dan Struktur Tanah
Infiltrasi tanah adalah perjalanan air ke dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler
dan grafitasi. Proses terjadinya infiltrasi melibatkan beberapa proses yang saling
berhubungan yaitu proses masuknya air hujan melalui pori-pori permukaan tanah,
tertampungnya air hujan tersebut ke dalam tanah dan proses mengalirnya air
tersebut ke tempat lain yang dipengaruhi oleh tekstur, struktur, kelembaban,
organism, kedalaman dan vegetasi. Tekstur tanah turut menentukan tata air dalam
tanah berupa kecepatan infiltrasi, penetrasi dan kemampuan pengikatan air oleh
tanah serta merupakan satu-satunya sifat fisik tanah yang tetap dan tidak mudah
diubah oleh tangan manusia jika tidak ditambah dari tempat lain. Besarnya laju
12
infiltrasi tanah pada lahan tak bervegetasi tidak akan pernah melebihi laju intensitas
hujan, sedangkan pada kawasan lahan bervegetasi, besarnya laju infiltrasi tidak
akan pernah melebihi laju intensitas curah hujan efektif.
e. Kemiringan Lereng
Faktor panjang lereng merupakan perbandingan tanah yang tererosi pada suatu
panjang lereng terhadap tanah tererosi pada panjang lereng 22,1 m, sedangkan
faktor kemiringan lereng adalah perbandingan tanah yang tererosi pada suatu
kemiringan lahan terhadap tanah yang tererosi pada kemiringan lahan 9% untuk
kondisi permukaan lahan yang sama. Kemiringan lereng mempengaruhi jumlah dan
kecepatan limpasan permukaan, drainase permukaan, penggunaan lahan dan erosi.
Diasumsikan semakin landai kemiringan lerengnya, maka aliran limpasan
permukaan akan menjadi lambat dan kemungkinan terjadinya genangan atau banjir
menjadi besar, sedangkan semakin curam kemiringan lereng akan menyebabkan
aliran limpasan permukaan menjadi cepat sehingga air hujan yang jatuh akan
langsung dialirkan dan tidak menggenangi daerah tersebut, sehingga resiko banjir
menjadi kecil. Semakin landai daerah maka tingkat kerawanan banjir tinggi begitu
pula sebaliknya. (Wismarini & Sukur, 2015)
f. Water Sensitive City
Water Sensitive City (WSC) adalah konsep perencanaan lahan dan rekayasa
pendekatan keteknikan yang mengintegrasikan siklus air perkotaan, termasuk air
hujan, air tanah dan pengelolaan air limbah dan air bersih, ke dalam desain
perkotaan untuk meminimalkan kerusakan lingkungan dan meningkatkan daya tarik
estetika dan rekreasi. WSC adalah konsep pengelolaan air Australia yang telah lama
diterapkan, serupa dengan Low-Impact Development (LID), sebuah konsep yang
digunakan di Amerika Serikat serta Sustainable Urban Drainage System (SUDS)
sebuah konsep pengelolaan air yang digunakan oleh pemerintah Inggris untuk
menangani pengelolaan sumber daya air, meminimalisir dampak banjir dan banyak
kegunaan lainnya.
WSC dapat membantu menangkal banyak dampak negatif dari pembangunan
perkotaan yang pada umumnya menggangu siklus air alami dengan memanfaatkan
langkah yang tepat dalam desain dan operasi pembangunan. Water Sensitive City
merupakan konsep dimana sebuah kota menjadi lebih berkelanjutan tentang sumber
daya air di dalamnya termasuk di dalamnya adalah perlindungan terhadap banjir.

13
Perlindungan terhadap banjir dalam WSC salah satunya adalah melalui pengaturan
tata guna lahan yang mampu mengurangi angka limpasan permukaan.
Alasan untuk Bertransformasi ke Water Sensitive City Pengelolaan air di kota-
kota abad 21 telah menjadi semakin menantang. Untuk pertama kalinya, populasi
perkotaan melebihi mereka di daerah pedesaan, dan tekanan pada ketersediaan air
di kota-kota tumbuh sesuai. Pertumbuhan populasi ini juga terjadi dalam konteks
perubahan iklim, kendala sumber daya, dan ekosistem yang ditekankan. Secara
tradisional, pengelolaan air didasarkan pada prinsip prediktabilitas dan kontrol.
Namun, dengan frekuensi dan keparahan yang lebih besar dari peristiwa cuaca
ekstrim seperti badai, banjir, dan kekeringan akibat perubahan iklim, ketersediaan
air menjadi semakin tak terduga. Selanjutnya, masyarakat menjadi lebih sadar
lingkungan dan memiliki harapan yang lebih tinggi untuk kehidupan kota. Semua
ini berarti bahwa pendekatan manajemen air statis tidak lagi sesuai. Dalam kondisi
yang kurang dapat diprediksi, pasokan air harus dikelola secara adaptif, dan ini
membutuhkan pergeseran besar dalam pendekatan dan sikap di antara masyarakat,
pemerintah, dan sektor bisnis. Kami sekarang bertujuan untuk pendekatan inovatif
yang akan memastikan kelayakan hidup dan ketahanan untuk kota-kota kami.
Kekhawatiran tentang keadilan sosial dan antargenerasi juga harus diatasi sehingga
sumber daya yang memberi hidup ini akan terus dikelola untuk kepentingan semua
orang.
Konsep Water Sensitive City telah muncul sebagai visi pemersatu dari
pendekatan pengelolaan air perkotaan yang tidak hanya memenuhi kebutuhan air
kota, tetapi juga memberikan berbagai manfaat terkait untuk meningkatkan
kemampuan hidup dan ketahanan. Water Sensitive City didasarkan pada
pengelolaan holistik siklus air terpadu untuk melindungi dan meningkatkan
kesehatan saluran air, mengurangi risiko banjir, dan menciptakan ruang publik yang
memanen, membersihkan, dan mendaur ulang air. Ia mengakui bahwa pendekatan
yang peka terhadap air untuk pembangunan kota dan proses regenerasi dapat
membantu memberikan berbagai tujuan penting untuk kelangsungan hidup sebuah
kota, termasuk: keanekaragaman hayati, ruang publik hijau, saluran air yang sehat,
komunitas yang terhubung, dan signifikansi budaya. Pada akhirnya, pendekatan
yang peka terhadap air didukung oleh pengakuan bahwa air dapat berkontribusi
pada penciptaan komunitas yang terhubung, bersemangat, dan dapat ditinggali.
(Fatchurrohman, 2019)
14
3. Karakteristik Parameter Kerentanan Banjir

Parameter-parameter yang digunakan dalam menganalisis kerentanan banjir di


sub DAS Babura adalah curah hujan, penggunaan lahan, kemiringan lereng, dan
tekstur tanah. Curah hujan merupakan faktor utama dalam menganalisis kerentanan
banjir dimana curah hujan adalah input utama untuk terjadinya suatu kejadian banjir.
Apabila tidak terdapat hujan yang jatuh di permukaan bumi maka tidak akan terjadi
banjir di suatu wilayah. Tebal hujan yang tinggi yang turun pada DAS lebih
memungkinkan menjadi penyebab terjadinya banjir daripada tebal hujan yang
rendah. Hal ini disebabkan oleh hujan dengan ketebalan tinggi akan memberikan
sumbangan debit air lebih besar sehingga apabila daya tampung sungai terlampaui
akan menyebabkan terjadinya banjir. Dalam penentuan kerentanan banjir di sub DAS
Babura, distribusi curah hujan dibagi menjadi lima kelas, yaitu < 2000 mm, 2000 –
2500 mm, >2500 – 3000 mm, >3000 – 3500 mm, dan > 3500 mm. Sebaran curah
hujan tertinggi terjadi di stasiun Tuntungan dengan kisaran > 2700 mm. Semakin ke
arah utara, selatan dan timur curah hujan yang terjadi semakin kecil pada kisaran >
2500 – 2700 mm.

Penggunaan lahan merupakan parameter lain yang digunakan dalam penentuan


kerentanan banjir di sub DAS Babura. Penggunaan lahan adalah parameter yang
mudah berubah karena adanya pengaruh intervensi manusia pada lahan sehingga
penggunaan lahan menjadi faktor penting kedua setelah curah hujan dalam
mempengaruhi kerentanan banjir pada suatu wilayah. Perubahan penggunaan lahan
akan cenderung meningkatkan koefisien aliran pada suatu wilayah sehingga dapat
menyebabkan kemungkinan besar untuk terjadinya suatu kejadian banjir. Sub DAS
Babura terdiri dari beberapa jenis penggunaan lahan, yaitu permukiman, tanah
terbuka/instalasi prasarana, tegalan, pertanian lahan kering, dan pertanian lahan
kering dengan semak. Masingmasing penggunaan lahan akan memberikan dampak
pada kejadian banjir yang berbeda.

Tanah terbuka/instalasi prasarana akan memberikan nilai koefisien aliran yang


lebih besar dibandingkan dengan penggunaan lahan yang lain sehingga menyebabkan
kemungkinan terjadinya suatu kejadian banjir lebih besar. Tanah terbuka/instalasi
prasarana ini merupakan kawasan bandara Polonia Medan dengan luas 186,46 Ha

15
(3,79%) yang terletak di hilir sungai Babura yaitu di Kecamatan Medan Polonia.
Selain tanah terbuka, hilir Sungai Babura di dominasi oleh permukiman penduduk
yang relatif padat yang meliputi, sebagian Kecamatan Medan Petisah, Medan
Sunggal, Medan Selayang dan Medan Johor. Di daerah tengah sub DAS Babura
didominasi oleh penggunaan lahan berupa pertanian lahan kering (kebun campuran)
yang meliputi Kecamatan Medan Tuntungan, dan Kecamatan Namorambe. Di bagian
hulu DAS, penggunaan lahan di dominasi oleh Pertanian lahan kering (kebun
campuran) diselingi dengan semak-semak. Sub DAS Babura bagian hulu ini meliputi
Kecamatan Pancur batu dan Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang.
Penggunaan lahan di sub DAS Babura. Kemiringan lereng secara tidak langsung
berpengaruh terhadap besar kecilnya suatu kejadian banjir. Kemiringan lereng yang
besar akan menyebabkan air hujan yang jatuh tidak akan menjadi sebuah genangan
tetapi akan diteruskan ke daerah yang lebih rendah. Semakin besar lereng maka
semakin cepat air hujan jatuh akan dibawa ke daerah yang terletak di bawahnya
(hilir). Sehingga pada daerah hilir sungai yang mempunyai kemiringan lereng yang
lebih kecil akan terjadi akumulasi air dan kemungkinan akan terjadi penggenangan.

Tekstur tanah terkait dengan ukuran zarah mineral dalam tanah. Secara tidak
langsung, tekstur tanah berpengaruh terhadap koefisien aliran yang nantinya akan
menyebabkan suatu kejadian banjir. Tekstur tanah kasar (pasir) mempunyai
kemampuan mengikat air lebih rendah sehingga air hujan yang jatuh di permukaan
tanah akan terinfiltrasi dengan cepat. Berbeda dengan tanah-tanah yang mempunyai
tekstur yang halus dimana pada tanah dengan tekstur halus (lempung) sulit untuk
meloloskan air kedalam tanah sehingga kemungkinan untuk terjadinya aliran
permukaan akan lebih besar di daerah dengan kemiringan lereng terjal sedangkan
pada daerah dengan kemiring lereng datar, tekstur halus cenderung akan membentuk
sebuah genangan. Tekstur tanah di sub DAS Babura dibagi menjadi dua kelas, yaitu
agak halus dan sedang. Tekstur tanah agak halus terdapat pada daerah hilir sungai
dengan jenis tanahnya adalah Dystropepts Kandiudults Tropaquepts dan Eutrandepts.
Tekstur tanah sedang terdapat di daerah hulu sungai dengan jenis tanah Dystropepts
dan Tropaquepts Dystropepts. Empat parameter yang digunakan untuk menentukan
kerentanan banjir diatas dapat dibagi menjadi dua, yaitu parameter yang dapat
berpengaruh secara langsung terhadap banjir yang terjadi dan parameter yang secara
tidak langsung dapat mempengaruhi suatu kejadian banjir. Parameter yang

16
berpengaruh secara langsung adalah curah hujan yang jatuh pada sub DAS Babura
sedangkan parameter yang secara tidak langsung mempengaruhi kejadian banjir di
sub DAS Babura adalah penggunaan lahan, kemiringan lereng dan tekstur tanah.
Kemiringan lereng dan tekstur tanah merupakan parameter yang bersifat tidak mudah
berubah. Parameter penggunaan lahan merupakan parameter yang mudah berubah
(dinamis) karena adanya pengaruh manusia di dalam memanfaatkan lahan yang ada
di sub DAS Babura. Manusia cenderung mengubah pola penggunaan lahan yang ada
untuk memenuhi kebutuhan akan ruang dimana semakin bertambah manusia maka
memberikan dampak pada alih fungsi lahan pada suatu wilayah termasuk di sub DAS
Babura.

Hujan yang jatuh pada suatu wilayah merupakan input utama yang menjadi
tenaga untuk terjadinya suatu kejadian banjir. Sedangkan parameter yang lain
merupakan penentu proses yang akan terjadi terhadap input curah hujan yang dapat
menyebabkan banjir. Dengan kondisi dan karakteristik parameter-parameter banjir
yang sama, apabila curah hujan yang jatuh mempunyai intensitas yang berbeda maka
tingkat kerentanan terhadap banjir pun akan berbeda pula. Hal ini disebabkan oleh
semakin tinggi curah hujan yang jatuh maka akan memberikan pasokan debit yang
lebih besar pada saluran-saluran seperti sungai. Apabila sungai tidak dapat lagi
menampung besarnya debit aliran yang terjadi maka akan menyebabkan terjadinya
banjir.

Berbeda dengan penggunaan lahan, kemiringan lereng dan tekstur tanah dimana
ketiga parameter ini berpengaruh terhadap proses yang akan terjadi terhadap input
hujan yang jatuh di DAS. Oleh ketiga parameter ini, air hujan yang jatuh akan
mengalami beberapa kemungkinan proses yaitu infiltrasi dan atau mengalir menjadi
aliran permukaan. Besar kecilnya kapasitas infiltrasi atau air akan mengalir menjadi
runoff sangat ditentukan oleh karakteristik masing-masing parameter tadi.
Penggunaan lahan dengan banyak vegetasi dengan penggunaan lahan tanpa vegetasi
akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap debit aliran yang dihasilkan
karena adanya hujan yang dapat digambarkan dengan nilai koefisien aliran. Lahan
dengan banyak vegetasi akan memberikan peluang air hujan untuk lebih banyak
terinfiltrasi sedangkan lahan dengan sedikit vegetasi atau tanpa vegetasi memberikan
banyak peluang untuk air hujan tersebut menjadi runoff. (Astuti & dkk, 2013)

17
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi banjir :
1. Hujan, dimana dalam jangka waktu yang panjang atau besarnya hujan selama
berhari-hari.
2. Erosi tanah, dimana menyisakan batuan yang menyebabkan air hujan mengalir
deras diatas permukaan tanah tanpa terjadi resapan.
3. Buruknya penanganan sampah yaitu menyumbatnya saluran saluran air sehingga
tubuh air meluap dan membanjiri daerah sekitarnya.
4. Pembangunan tempat pemukiman dimana tanah kosong diubah menjadi jalan atau
tempat parkir yang menyebabkan hilangnya daya serap air hujan. Pembangunan
tempat pemukiman bisa menyebabkan meningkatnya risiko banjir sampai 6 kali
lipat dibanding tanah terbuka yang biasanya mempunyai daya serap tinggi.
5. Bendungan dan saluran air yang rusak dimana menyebabkan banjir terutama pada
saat hujan deras yang panjang. 6. Keadaan tanah dan tanaman dimana tanah yang
ditumbuhi banyak tanaman mempunyai dayaserap air yang besar.
6. Di daerah bebatuan dimana daya serap air sangat kurang sehingga bisa
menyebabkan banjir kiriman atau banjir bandang. (Fatchurrohman, 2019)

Kemudian banjir juga anjir dapat disebabkan berbagai faktor, seperti curah hujan
tinggi, topografi rendah, , drainase buruk.
a. Curah hujan tinggi
Curah hujan tinggi adalah kondisi ketika curah hujan di suatu wilayah melebihi nilai
rata-rata atau normalnya. Curah hujan tinggi dapat menyebabkan banjir, longsor,
erosi, dan kerusakan lingkungan. Curah hujan tinggi juga dapat mempengaruhi
aktivitas sosial, ekonomi, dan kesehatan masyarakat.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan curah hujan tinggi di Indonesia,
antara lain:
1. Madden Julian Oscillation (MJO), yaitu fenomena osilasi periodik di daerah
tropis Pasifik yang mempengaruhi pola angin dan hujan.
2. La Nina, yaitu fenomena pendinginan suhu permukaan air laut di Samudra
Pasifik yang meningkatkan kelembaban dan hujan di Indonesia.
3. Bibit Siklon Tropis, yaitu fenomena pembentukan pusaran angin berputar yang
dapat menimbulkan hujan lebat dan angin kencang.

18
4. Intertropical Convergence Zone (ITCZ), yaitu daerah pertemuan antara angin
pasat utara dan selatan yang membawa uap air dan menyebabkan hujan.
5. Kelvin and Rossby, yaitu gelombang atmosfer yang bergerak dari barat ke timur
atau sebaliknya yang dapat memicu hujan.
6. Angin Monsun Asia, yaitu angin musiman yang bertiup dari daratan Asia ke
Samudra Hindia pada musim dingin dan sebaliknya pada musim panas yang
membawa uap air dan hujan.
7. Penghangatan Suhu Permukaan Air Laut, yaitu fenomena kenaikan suhu air laut
akibat pemanasan global yang meningkatkan penguapan dan hujan.
b. Topografi rendah
Topografi rendah adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan bentuk
permukaan bumi yang memiliki ketinggian tidak lebih dari 200 meter di atas
permukaan laut. Topografi rendah biasanya terbentuk akibat proses sedimentasi
sungai dan berada di dekat pantai atau hilir sungai. Topografi rendah memiliki
beberapa ciri-ciri, antara lain:
1. Hamparan tanah yang luas dan relatif datar
2. Suhu udara yang cenderung panas dan lembab
3. Curah hujan yang tinggi dan sering terjadi banjir
4. Tanah yang subur dan cocok untuk pertanian
5. Banyak dijadikan permukiman penduduk karena mudah dijangkau dan
memiliki sumber daya alam
c. Drainase buruk
Drainase buruk adalah kondisi ketika sistem pembuangan air dari permukaan atau
bawah permukaan suatu tempat tidak berfungsi dengan baik. Drainase buruk dapat
menyebabkan berbagai masalah, seperti banjir, erosi, penyakit, kerusakan
lingkungan, dan kerugian ekonomi. Drainase buruk dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain:
1. Kurangnya perencanaan dan perawatan sistem drainase yang sesuai dengan
kondisi geografis, hidrologis, dan demografis suatu kawasan.
2. Pembangunan jalan tanpa memperhatikan aspek drainase yang dapat
menghambat aliran air dan menurunkan kapasitas saluran.
3. Penyumbatan saluran drainase oleh sampah, sedimen, atau tumbuhan yang
mengurangi laju aliran air dan meningkatkan risiko meluapnya air.

19
4. Perubahan tata guna lahan yang mengurangi lahan resapan air dan
meningkatkan lahan terbangun yang tidak permeabel.
5. Perubahan iklim yang menyebabkan curah hujan yang tidak menentu dan
intensitas yang tinggi.
Untuk mengatasi drainase buruk, diperlukan upaya bersama dari pemerintah,
masyarakat, dan pihak terkait. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:
1. Membuat dan menerapkan peraturan yang mengatur pembangunan dan
pengelolaan sistem drainase yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
2. Melakukan pembersihan dan perbaikan saluran drainase secara rutin dan
berkala untuk mencegah penyumbatan dan kerusakan.
3. Meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam menjaga kebersihan
saluran drainase dan mengurangi penggunaan kantong plastik atau bahan lain
yang dapat menyumbat saluran.
4. Membuat dan memperbanyak fasilitas resapan air, seperti sumur resapan,
biopori, kolam retensi, atau taman hujan untuk menampung air hujan dan
mengurangi limpasan permukaan.
5. Menerapkan konsep kota hijau atau kota sponge yang memanfaatkan vegetasi,
atap hijau, atau dinding hijau untuk menyerap air hujan dan mengurangi panas.

Menurut Kodoatie dan Sugiyanto, faktor penyebab banjir dapat digolongkan


menjadi dua, yaitu banjir yang bersifat alami dan banjir yang disebabkan oleh
aktivitas manusia.Banjir alami disebabkan oleh berbagai faktor seperti curah
hujan,karakteristik wilayah, proses erosi dan sedimentasi,kapasitas
sungai,drainase,serta pengaruh pasang air laut. Di sisi lain, banjir buatan terjadi
akibat ulah manusia yang mengubah lingkungan, seperti perubahan pada Daerah
Aliran Sungai (DAS), pembangunan pemukiman di sekitar aliran sungai,
rusaknya sistem drainase,rusaknya infrastruktur pengendali banjir,degradasi
hutan(vegetasialami),dan perencanaan yang tidak tepat dalam pengelolaan
banjir.Dalam Peraturan Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 28 tahun
2015, pasal 15 disebutkan bahwa untuk bangunan yang berada disepanjang
sungai,jarak minimal rumah dari tepi sungai harus sekurang-kurangnya 10 meter
dari kedua tepian sungai,dan jika sungai memiliki kedalaman lebih dari 3 meter,
jarak minimum dari tepi sungai lebih dari 10 meter. (Balahanti & dkk, 2023)

20
Faktor-Faktor Penyebab Banjir Jika ditinjau dari letak geografisnya, iklim, factor
demografi dan kondisi social masyarakatnya kemungkinan terjadinya banjir di
Jakarta cukup besar. Peristiwa banjir tidak akan menjadi masalah sejauh banjir tidak
menimbulkan gangguan atau kerugian yang berart bagi kepentingan manusia.
Fenoma banjir disebabkan oleh tiga faktor yaiut kondisi alam, peristiwa alam, dan
kegiatan manusia.
a. faktor kondisi alam yang dapat menyebabkan terjadinya banjir adalah
kondisi wilayah, misalnya : letak geografis suatu wilayah, kondisi topografi,
dan geometri sungai seperti kemiringan dasar sungai, meandering,
penciutan ruas sungai, sedimentasi, pembendungan alami pada suatu ruas
sungai.
b. Peristiwa alam yang bersifat dinamis yang dapat menjadi penyebab banjir
seperti curah hujan yang tinggi, pecahnya bendungan sungai, peluapan air
yang berlebihan, pengendapan sendimen / pasir, pembendungan air sungai
karena terdapat tanah longsor , pemanasan global yang mengakibatkan
permukaan air laut tinggi
c. Faktor kegiatan manusia yang dapat menyebabkan banjir adalah adanya
pemukiman liar di daerah bantaran sungai, penggunaan alih fungsi resapan
air untuk pemukiman, tata kota yang kurang baik, buangan sampah yang
sembarangan tempat, dan pemukiman padat penduduk. (Isnaeni, 2020)

Seperti halnya pada gambar tdibawah ini yang menjadi faktor penyebab terjadinya bnjir di di
Wilayah Jalan Nauli Toba :

Gambar 1 Penyebab Pertama Terjadinya Banjir : karena permukaan Jalan lebih tinggi
dibandingkan dengan rumah warga/masyarakat

21
Gambar 2 Penyebab Terjadinya Banjir : Banyaknya Masyarakat Yang Membuang Sampah Di sekolah

Gambar 3 Pentebab Terjadinya Banjir : pembuanga sampah yang dilakukan masyarakat di sepanjang jalan

Gambar 4 Peyebab terjadinya Banjir : banyaknya masyarakat Yang Melakukan Pembangunan segingga drainase/ parit
terhalangi oleh bahan bangunan

5. Tingkat Kerentana Banjir

22
Kerentanan (Vulnerability) didefinisikan sebagai kondisi karakteristik geografis,
sosial, ekonomi, politik, budaya, biologis dan teknologi suatu masyarakat di suatu
wilayah untuk jangka waktu tertentu, dan yang dapat mengurangi kemampuan dari
masyarakat untuk mencegak, meredam dan mencapai kesiapan ataupun untuk
menanggapi dampak bahaya tertentu. (Wismarini & Sukur, 2015)
Ukuran yang menggambarkan seberapa besar dampak yang ditimbulkan oleh banjir
terhadap suatu wilayah dan masyarakatnya. Tingkat kerentanan banjir dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti karakteristik banjir (tinggi, lama, dan frekuensi
genangan), kondisi sosial (penduduk, pendapatan dan pendidikan), kondisi ekonomi
(infrastruktur, kegiatan usaha, dan aset), dan kondisi fisik (jenis tanah, vegetasi, dan
ketersediaan air). (Mayrina, 2021)
Daerah rentan banjir adalah daerah yang mudah atau mempunyai
kecenderungan untuk terlanda banjir. Daerah tersebut dapat diidentifikasi dengan
menggunakan pendekatan geomorfologi khususnya aspek morfogenesa, karena
kenampakan seperti teras sungai, tanggul alam, dataran banjir, rawa belakang, kipas
aluvial, dan delta yang merupakan bentukan banjir yang berulang-ulang yang
merupakan bentuk lahan detil yang mempunyai topografi datar. Maka kawasan rentan
banjir merupakan kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana
banjir sesuai karakteristik penyebab banjir. Sedangkan tingkat kerentanan banjir
dapat ditentukan berdasarkan paramater-parameter yang berpengaruh terhadap
terjadinya banjir. Dari beberapa penelitian mengenai banjir, telah diketahui bahwa
kondisi lahan seperti penutup lahan, topografi, dan geomorfologi juga curah hujan,
sebagai salah satu unsur iklim yang utama. adalah merupakan faktor-faktor
berpengaruh dalam menentukan terjadinya banjir di Indonesia. Terungkap dalam
sebuah penelitian bahwa berdasarkan fenomena geomorfologi, setiap bentuk lahan
bentukan banjir dapat memberikan informasi tentang tingkat kerentanan banjir
beserta karakteristiknya (frekuensi, luas dan lama genangan, bahkan mungkin sumber
penyebabnya). Maka dapat dikatakan bahwa survey geomorfologi pada dataran
aluvial, dataran banjir dan dataran rendah lainnya dapat digunakan untuk
memperkirakan sejarah perkembangan daerah tersebut sebagai akibat terjadinya
banjir. (Wismarini & Sukur, 2015)
Faktor yang berpengaruh timbulnya kerentanan antara lain: (1) berada di lokasi
berbahaya (lereng gunung api, di sekitar tanggul sungai, di daerah kelerengan yang
labil, dll) (2) kemiskinan, (3) perpindahan penduduk desa ke kota, (4) kerusakan dan
23
penurunan kualitas lingkungan, (5) pertam bahan penduduk yang pesat, (6)
perubahan budaya, dan (7) kurangnya inform asi dan kesadaran. (Jaswadi & Hadi,
2012)

Banjir terjadi karena adanya luapan air sungai yang diakibatkan oleh
ketidakmampuan sungai dalam menampung air dimana debit sungai yang mengalir
pada saluran sungai tersebut melebihi daya tampung sungai yang terjadi pada
keadaan curah hujan yang tinggi. Kerentanan banjir menggambarkan mudah atau
tidaknya suatu daerah terkena banjir dengan mendasarkan pada beberapa faktor
tertentu dimana pada penelitian ini didasarkan pada curah hujan, penggunaan lahan,
kemiringan lereng dan tekstur tanah. (Astuti & dkk, 2013)

Tingkat kerentanan terhadap banjir adalah ukuran seberapa besar dampak


negatif yang dapat ditimbulkan oleh banjir terhadap suatu wilayah dan penduduknya.
Tingkat kerentanan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti karakteristik banjir,
kondisi lingkungan, kondisi fisik, kondisi sosial, dan kapasitas adaptasi. Untuk
menganalisis tingkat kerentanan terhadap banjir, ada beberapa metode yang dapat
digunakan, di antaranya:
a. Metode SMCE (Spatial Multicriteria Evaluation): Metode ini menggunakan
kriteria spasial yang berhubungan dengan banjir, seperti curah hujan,
elevasi, kemiringan, jenis tanah, penggunaan lahan, dan lain-lain. Kriteria-
kriteria ini kemudian diberi bobot dan nilai sesuai dengan tingkat
pengaruhnya terhadap banjir. Selanjutnya, dilakukan overlay antara kriteria-
kriteria tersebut untuk mendapatkan peta tingkat kerentanan banjir di suatu
wilayah. (Mayrina, 2021)
b. Metode Weighted Scoring: Metode ini menggunakan parameter-parameter
yang berpengaruh terhadap banjir, seperti tinggi genangan, lama genangan,
frekuensi genangan, dan lain-lain. Parameter-parameter ini kemudian
diklasifikasikan dan diskoring sesuai dengan tingkat bahayanya. Hasil
skoring ini kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan nilai tingkat
kerentanan banjir di suatu wilayah.
c. Metode Fuzzy Logic: Metode ini menggunakan logika fuzzy untuk
mengatasi ketidakpastian dan ketidaktelitian dalam data-data yang berkaitan
dengan banjir. Logika fuzzy menggunakan konsep himpunan fuzzy yang
memiliki fungsi keanggotaan yang kontinu. Dengan metode ini, parameter-

24
parameter yang berpengaruh terhadap banjir dapat dinyatakan dalam bentuk
variabel fuzzy dengan nilai linguistik, seperti rendah, sedang, tinggi, dan
lain-lain. Selanjutnya, dilakukan inferensi fuzzy dengan menggunakan
aturan-aturan fuzzy yang menghubungkan variabel-variabel tersebut. Hasil
inferensi fuzzy kemudian didefuzzifikasi untuk mendapatkan nilai tingkat
kerentanan banjir di suatu wilayah. (Wibowo & Abadi, 2021)
d. Metode Weighted Overlay: Metode ini menggunakan overlay antara zona-
zona kerentanan yang berbeda-beda, seperti zona kerentanan lingkungan,
zona kerentanan fisik, dan zona kerentanan sosial. Zona-zona ini dibuat
berdasarkan parameter-parameter yang berkaitan dengan banjir, seperti
curah hujan, jenis tanah, kemiringan lereng, ketinggian wilayah, tutupan
lahan, populasi manusia, infrastruktur, dan sumber daya alam. Zona-zona
ini kemudian diberi bobot sesuai dengan tingkat pengaruhnya terhadap
banjir. Hasil overlay ini kemudian menghasilkan peta zona ancaman bahaya
banjir di suatu wilayah.
Semua metode di atas memerlukan data spasial yang akurat dan lengkap untuk dapat
menghasilkan analisis yang valid dan reliabel. Selain itu, metode-metode tersebut juga
memerlukan pengetahuan ahli dan partisipasi masyarakat untuk menentukan bobot,
nilai, aturan, dan klasifikasi yang sesuai dengan kondisi lapangan. Dengan demikian,
analisis tingkat kerentanan terhadap banjir dapat membantu dalam perencanaan
mitigasi dan adaptasi bencana banjir di masa depan.
Selain itu, isi dari penjelasan analisis tingkat kerentanan terhadap banjir juga
dapat mencakup:
a. Tujuan dan manfaat dari analisis tingkat kerentanan terhadap banjir, yaitu
untuk mengidentifikasi wilayah-wilayah yang paling rentan terhadap banjir,
mengetahui faktor-faktor penyebab dan dampak banjir, serta merumuskan
strategi-strategi pengurangan risiko bencana banjir.
b. Langkah-langkah dalam melakukan analisis tingkat kerentanan terhadap
banjir, yaitu meliputi pengumpulan dan pengolahan data spasial, pemilihan
dan pembobotan kriteria atau parameter, pembuatan peta tingkat
kerentanan, validasi dan verifikasi hasil analisis, serta penyajian dan
interpretasi hasil analisis.
c. Hasil dan rekomendasi dari analisis tingkat kerentanan terhadap banjir, yaitu
berupa peta tingkat kerentanan banjir yang menunjukkan wilayah-wilayah
25
yang memiliki tingkat kerentanan rendah, sedang, tinggi, atau sangat tinggi.
Peta ini dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan prioritas dan
alokasi sumber daya dalam upaya mitigasi dan adaptasi banjir. Selain itu,
hasil analisis juga dapat memberikan rekomendasi mengenai kebijakan-
kebijakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat kerentanan
banjir, seperti pengendalian laju aliran permukaan, peningkatan kapasitas
drainase, penataan kembali penggunaan lahan, peningkatan kesejahteraan
sosial ekonomi masyarakat, dan peningkatan kesadaran dan partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan bencana banjir.
Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kerentanan banjir ialah :
a. Beberapa karakteristik banjir yang umum digunakan antara lain:
1. Tinggi genangan, yaitu ketinggian air yang menutupi permukaan tanah atau
bangunan saat terjadi banjir. Tinggi genangan dapat diukur dengan
menggunakan alat ukur seperti mistar, penggaris, atau GPS. Tinggi genangan
dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelas, yaitu rendah (< 50 cm), sedang (50-
100 cm), dan tinggi (> 100 cm).
2. Lama genangan, yaitu durasi atau waktu yang dibutuhkan air untuk surut dari
permukaan tanah atau bangunan setelah terjadi banjir. Lama genangan dapat
diukur dengan menggunakan jam, stopwatch, atau kalender. Lama genangan
dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelas, yaitu pendek (< 1 hari), menengah (1-
7 hari), dan panjang (> 7 hari).
3. Frekuensi genangan, yaitu jumlah kali terjadinya banjir di suatu wilayah dalam
satu tahun. Frekuensi genangan dapat dihitung dengan menggunakan data
historis, catatan masyarakat, atau model hidrologi. Frekuensi genangan dapat
diklasifikasikan menjadi tiga kelas, yaitu jarang (< 1 kali), sedang (1-10 kali),
dan sering (> 10 kali).

Karakteristik banjir dapat digunakan untuk menganalisis tingkat bahaya dan


kerentanan banjir di suatu wilayah dengan menggunakan metode skoring atau
overlay. Metode skoring adalah metode yang memberikan nilai atau bobot kepada
setiap karakteristik banjir berdasarkan tingkat bahayanya. Metode overlay adalah
metode yang menggabungkan peta-peta karakteristik banjir dengan menggunakan
sistem informasi geografis (SIG) untuk mendapatkan peta tingkat bahaya banjir.

b. Kondisi sosial

26
Adalah keadaan masyarakat yang berkaitan dengan aspek-aspek seperti penduduk,
pendapatan dan pendidikan. Kondisi sosial dapat mempengaruhi kesejahteraan,
kesempatan dan kualitas hidup masyarakat.
c. Kondisi ekonomi
1. Infrastruktur adalah prasarana dan sarana yang mendukung kegiatan
perekonomian, seperti transportasi, komunikasi, energi, air bersih, dan sanitasi.
Infrastruktur memiliki peran penting dalam mencegah dan mengurangi dampak
banjir, seperti dengan membangun saluran drainase, bendungan, tanggul,
pompa air, dan sistem peringatan dini. Infrastruktur yang baik dapat
mengalirkan air hujan dengan cepat dan efisien, sehingga mengurangi risiko
genangan air dan melindungi kawasan pemukiman dan fasilitas ekonomi dari
banjir. Namun, infrastruktur juga dapat menjadi faktor penyebab banjir jika
tidak dirawat dan dikelola dengan baik. Misalnya, saluran drainase yang
tersumbat oleh sampah atau sedimentasi, bendungan yang rusak atau penuh oleh
lumpur, tanggul yang jebol atau retak, pompa air yang tidak berfungsi atau
kurang kapasitas, dan sistem peringatan dini yang tidak akurat atau terlambat³⁴.
Infrastruktur yang buruk dapat menyebabkan air hujan tidak dapat dialirkan
dengan baik, sehingga menimbulkan genangan air dan meluapnya sungai atau
waduk. (Santri & Utama, 2020)
2. Kegiatan usaha adalah aktivitas yang dilakukan oleh pelaku ekonomi untuk
menghasilkan barang atau jasa yang dapat memenuhi kebutuhan atau
permintaan pasar. Kegiatan usaha dapat menciptakan nilai tambah, lapangan
kerja, pendapatan, dan pajak bagi perekonomian. Kegiatan usaha dapat
dipengaruhi oleh banjir baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara
langsung, banjir dapat merusak aset usaha seperti bangunan, mesin, peralatan,
bahan baku, produk jadi, dan stok barang. Banjir juga dapat mengganggu proses
produksi, distribusi, pemasaran, dan pelayanan usaha. Banjir dapat
menyebabkan kerugian finansial bagi pelaku usaha akibat menurunnya omset,
meningkatnya biaya operasional dan pemulihan, serta hilangnya pelanggan atau
pasar¹². Secara tidak langsung, banjir dapat mempengaruhi kegiatan usaha
melalui dampak sosial ekonomi yang ditimbulkannya pada masyarakat. Banjir
dapat menyebabkan terhambatnya aktivitas sehari-hari masyarakat seperti
bekerja dan sekolah, timbulnya penyakit, dan kerugian ekonomi. Banjir juga
dapat menurunkan daya beli dan kesejahteraan masyarakat. Banjir dapat
27
mengubah pola konsumsi dan preferensi masyarakat terhadap barang atau jasa
tertentu.
3. Aset adalah sumber daya yang dimiliki atau dikendalikan oleh suatu entitas
(perorangan atau badan usaha) yang dapat memberikan manfaat ekonomi di
masa depan. Aset dapat berupa aset lancar (mudah diubah menjadi uang tunai),
aset tetap (tidak mudah diubah menjadi uang tunai), atau aset tak berwujud
(tidak memiliki bentuk fisik). Aset memiliki hubungan erat dengan banjir baik
sebagai faktor penyebab maupun akibat. Sebagai faktor penyebab, aset dapat
menyumbang terjadinya banjir jika tidak dikelola dengan baik. Misalnya,
penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya, seperti
pembangunan permukiman atau industri di daerah resapan air atau dataran
banjir. Penggunaan lahan yang tidak sesuai ini dapat mengurangi kapasitas
penyerapan air tanah dan meningkatkan aliran permukaan air hujan³⁴. Sebagai
akibat, aset dapat mengalami kerusakan atau kerugian akibat banjir. Kerusakan
atau kerugian ini dapat berupa fisik (seperti rusaknya rumah atau kendaraan),
ekonomi (seperti hilangnya pendapatan atau modal), atau psikologis (seperti
trauma atau stres). Kerusakan atau kerugian aset ini dapat mempengaruhi
kualitas hidup dan kesejahteraan pemiliknya.
d. Kondisi fisik (jenis tanah, vegetasi, dan ketersediaan air) merupakan faktor-faktor
yang mempengaruhi terjadinya banjir. Berikut adalah beberapa penjelasannya:
1. Jenis tanah menentukan tekstur, struktur, porositas, dan permeabilitas tanah
yang berpengaruh pada kemampuan tanah dalam menyerap dan menyimpan air
hujan. (Adi & Santosa, 2006). Tanah yang berpasir memiliki porositas dan
permeabilitas tinggi, tetapi kapasitas menahan air rendah. Tanah yang berliat
memiliki porositas dan permeabilitas rendah, tetapi kapasitas menahan air
tinggi. Tanah yang berlempung memiliki porositas dan permeabilitas sedang,
dan kapasitas menahan air cukup baik. Tanah yang ideal untuk mencegah banjir
adalah tanah yang memiliki tekstur dan struktur yang baik, sehingga dapat
menyerap dan menyimpan air hujan dengan optimal.
2. Vegetasi menentukan jumlah dan jenis tumbuhan yang tumbuh di suatu wilayah
yang berpengaruh pada siklus hidrologi¹. Vegetasi dapat mengurangi intensitas
hujan yang jatuh ke permukaan tanah dengan cara menahan sebagian air hujan
di daun, batang, dan rantingnya. Vegetasi juga dapat meningkatkan resapan air
ke dalam tanah dengan cara membentuk rongga-rongga akar dan memperbaiki
28
sifat fisik tanah. Vegetasi juga dapat mengurangi limpasan permukaan dengan
cara menghambat aliran air dan mengurangi erosi. Vegetasi yang ideal untuk
mencegah banjir adalah vegetasi yang memiliki kerapatan, ketinggian, dan
kedalaman akar yang sesuai dengan kondisi iklim dan topografi.
3. Ketersediaan air menentukan jumlah dan kualitas air yang tersedia di suatu
wilayah yang berpengaruh pada keseimbangan antara masukan dan keluaran air.
Ketersediaan air dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti curah hujan, evaporasi,
transpirasi, infiltrasi, perkolasi, drainase, dan irigasi. Ketersediaan air juga
dipengaruhi oleh kondisi geologi, geomorfologi, hidrologi, dan hidrogeologi.
Ketersediaan air yang rendah dapat menyebabkan kekeringan, sedangkan
ketersediaan air yang berlebih dapat menyebabkan banjir. Ketersediaan air yang
ideal untuk mencegah banjir adalah ketersediaan air yang seimbang antara
masukan dan keluaran air.
Analisis tingkat kerentanan jalan terhadap banjir adalah suatu proses untuk
mengetahui seberapa besar kemungkinan jalan mengalami kerusakan atau gangguan
akibat banjir. Analisis ini penting untuk dilakukan agar dapat merencanakan strategi
mitigasi dan adaptasi yang tepat untuk mengurangi dampak negatif banjir terhadap
jalan. Untuk melakukan analisis ini, ada beberapa langkah yang dapat diikuti, yaitu:
a. Mengumpulkan data spasial yang berkaitan dengan banjir dan jalan, seperti data
curah hujan, data elevasi, data kemiringan, data jenis tanah, data penggunaan
lahan, data jaringan jalan, data kondisi jalan, data intensitas lalu lintas, dan lain-
lain.
b. Melakukan analisis hidrologi untuk menentukan debit banjir maksimum yang
dapat terjadi di daerah aliran sungai (DAS) yang melintasi jalan.
c. Melakukan analisis hidraulika untuk menentukan tinggi muka air banjir dan luas
genangan banjir di sepanjang jalan.
d. Melakukan analisis kerentanan jalan terhadap banjir dengan menggunakan
metode yang sesuai, seperti metode weighted scoring, metode fuzzy logic,
metode analytic hierarchy process (AHP), atau metode lainnya. Metode-metode
ini menggunakan parameter-parameter yang berpengaruh terhadap kerentanan
jalan terhadap banjir, seperti tinggi genangan, lama genangan, frekuensi
genangan, jenis material jalan, ketebalan lapisan jalan, kualitas konstruksi jalan,
intensitas lalu lintas, dan lain-lain. Parameter-parameter ini kemudian
diklasifikasikan dan diskoring sesuai dengan tingkat bahayanya. Hasil skoring
29
ini kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan nilai tingkat kerentanan jalan
terhadap banjir di suatu lokasi.
e. Membuat peta tingkat kerentanan jalan terhadap banjir dengan menggunakan
teknik overlay antara peta jaringan jalan dan peta tingkat kerentanan. Peta ini
dapat menunjukkan klasifikasi tingkat kerentanan jalan terhadap banjir, seperti
rendah, sedang, tinggi, atau sangat tinggi.
f. Memberikan rekomendasi atau saran untuk mengurangi tingkat kerentanan
jalan terhadap banjir, seperti melakukan perbaikan atau rehabilitasi jalan yang
rusak akibat banjir, meningkatkan kapasitas drainase di sekitar jalan, mengubah
desain atau material jalan yang lebih tahan terhadap genangan air, mengatur
pola lalu lintas yang lebih efisien dan aman saat banjir, dan meningkatkan
kesiapsiagaan masyarakat dan pemerintah dalam menghadapi bencana banjir.

6. Letak Geografis
Jl. Toba Nauli adalah salah satu jalan dikecamatan Medan Tembung, Kota
Medam, Provinsi Sumatera Utara. Jalan ini berada di dekat sungai Deli, salah satu
sungai utama yang melintas kota Medan. Jalan ini juga merupakan salah satu jalan
protokol yang menghubungkan kota Medan dengan Kabupaten Deli Serdang. (Care,
2005).

7. Data Badan Penanggulangan Bencana (BPBD) Medan.


Berdasarkan data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota
Medan, Kecamatan Medan Tembung termasuk dalam daerah rawan banjir di Kota
Medan. Pada tahun 2019, tercatat ada 12 kejadian banjir di Kecamatan Medan
Tembung yang menggenangi 1.500 rumah dan menyebabkan kerugian sekitar Rp 3
miliar. Salah satu penyebab banjir di Kecamatan Medan Tembung adalah luapan air
Sungai Deli yang meluap akibat curah hujan tinggi dan sedimentasi.
Dari informasi di atas, dapat disimpulkan bahwa wilayah jl Toba nauli memiliki
tingkat kerentanan banjir yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain:
1. Karakteristik banjir: Wilayah jl Toba nauli sering mengalami banjir dengan
tinggi genangan yang bervariasi, mulai dari 10 cm hingga 100 cm. Lama
genangan juga cukup lama, yaitu antara 2 jam hingga 2 hari. Frekuensi
genangan juga cukup tinggi, yaitu antara 1 hingga 4 kali dalam setahun.
30
2. Kondisi sosial: Wilayah jl Toba nauli memiliki jumlah penduduk yang cukup
padat, yaitu sekitar 15.000 jiwa. Pendapatan penduduk bervariasi, tetapi
sebagian besar berada di bawah garis kemiskinan. Tingkat pendidikan
penduduk juga rendah, yaitu sekitar 60% hanya tamat SD atau SMP.
3. Kondisi ekonomi: Wilayah jl Toba nauli memiliki infrastruktur yang kurang
memadai, seperti jalan rusak, saluran air tersumbat, dan fasilitas umum tidak
terawat. Kegiatan usaha penduduk sebagian besar berupa pedagang kaki lima,
buruh harian, dan petani. Aset penduduk juga minim, seperti rumah tidak
layak huni, kendaraan tua, dan peralatan usaha sederhana.
4. Kondisi fisik: Wilayah jl Toba nauli memiliki jenis tanah yang lempung
berpasir, yang mudah tererosi dan tidak dapat menyerap air dengan baik.
Vegetasi di wilayah ini juga kurang, karena sebagian besar lahan digunakan
untuk pemukiman dan usaha. Ketersediaan air juga rendah, karena Sungai
Deli sering mengalami pencemaran dan penurunan debit.

Untuk Mengurangi Tingkat Kerentanan banjir di wilayah Jl. Toba Nauli, diperlukan
beberapa upaya, antara lain :

1. Meningkatkan kapasitas dan kualiats drainase, dengan membersihkan saluran


air dari sampah dan sedimentasi, memperlebar dan memperdalam saluran air,
dan membangun tanggul atau bendungan disekitar sungai deli.
2. Meningkatkan kesadran dan partisipasi masyarakat, dengan melakukan
sosialisasi dan edukasi tentang bahaya dan dampak banjir, membentuk
kelompok siaga bencana, dan melibatkan masyarakat dalamkegiatan
pencegahan dan penanggulangan banjir.
3. Meningkatkan kesejahteraan dan ketahanan masyarakat, dengan memberikan
bantuan modal usaha, bantuan perbaikan rumah, bantuan asuransi dan bantuan
pendidikan bagi masyarakat yang terdampak banjir.
4. Meningkatkan kualitas lingkungan, dengan melakukan reboisasi dan
penghijauan di sekitar sungai Deli. Mengurangi penggunaan lahan untuk
pemukiman dan usaha, dan mengendalikan pencemaran air Sungai Deli.
5. Meningkatkan ketersediaan dan kualitas ruang terbuka hijau, pepohonan dan
vegetasi lainya di sekitar jalan Toba Nauli, seperti menanam pohon -pohon yang
dapat menyerap air, membuat taman-taman atau membuat lahan resapan air.

31
6. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan
pihak-pihak terkait dalam hal penanggulangan bencana banjir di Jalan Toba
Nauli, seperti membuat perencanaan, pemantauan, pencegahan, kesiapsiagaan,
penanganan darurat, atau pemuliahan pasca bencana.

8. Strategi Mitigasi Bencana Banjir

Dalam UU No. 24 tahun 2007 , mitigasi didefinisikan sebagai serangkaian


upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun
penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Mitigasi
bencana merupakan suatu aktifitas yang berperan sebagai tindakan pengurangan
dampak bencana, atau usaha-usaha yang dilakukan untuk mengurangi jumlah korban
dan kerugian ketika bencana terjadi.

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2006: Mitigasi


didefinisikan sebagai “Upaya yang ditujukan untuk mengurangi dampak dari bencana
baik bencana alam,bencana ulah manusia maupun gabungan dari keduanya dalam
suatu negara atau masyarakat”. Mitigasi bencana yang merupakan bagian dari
manajemen penanganan bencana, menjadi salah satu tugas Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian rasa aman dan perlindungan dari
ancaman bencana yang mungkin dapat terjadi. Ada empat hal penting dalam mitigasi
bencana, yaitu :

1. Tersedia informasi dan petakawasan rawan bencana untuk tiap jenis bencana
2. Sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat
dalam menghadapi bencana, karena permukim di daerah rawan bencana
3. Mengetahui apa yang perlu dilakukan dan dihindari, serta mengetahui cara
penyelamatan diri jika bencana timbul, dan
4. Perngaturan dan penataan kawasan rawan bencana untuk mengurangi
ancaman bencana.

9. Upaya Penanggulangan Pasca Banjir

Melihat permasalahan Banjir yang terjadi di Kabupaten, Identifikasi upaya


penanggulangan pasca banjir penting untuk dilakukan sebagai upaya memulihkan
kembali hidup masyarakat untuk dapat hidup normal dan membangun kembali

32
lingkungan dan kehidupan sosial mereka. Upaya penanggulangan pasca Banjir dapat
dilakukan dengan 2 upaya yaitu Upaya Rehabilitasi dan Konstruksi (BNPB, 2008).

1. Upaya Rehabilitasi Pasca Banjir


Rehabilitasi adalah upaya langkah yang diambil setelah kejadian bencana untuk
membantu masyarakat memperbaiki rumahnya, fasilitas umum dan fasilitas
sosial penting,dan menghidupkan kembali roda perekonomian. Oleh karena itu
salah satu tindakan pemulihan yang dapat dilakukan dalam upaya
penanggulangan pasca banjir satunya yaitu rehabilitasi, yang bertujuan untuk
mendukung masyarakat untuk kembali hidup normal dan membangun kembali
lingkungan dan kehidupan sosial mereka agar kehidupan dan penghidupan
masyarakat dapat berjalan kembali. Kegiatan-kegiatan rehabilitasi yang dapat
dilakukan meliputi perbaikan lingkungan daerah bencana,perbaikan prasaran
dan sarana umum,pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat, pemulihan
social psikologi,pelayanan kesehatan,rekonsiliasi dan resolusi konflik,
pemulihan social,ekonomi dan budaya, pemulihan keamanan dan ketertiban,
pemulihan fungsi pemerintahan dan pemulihan fungsi pelayanan publik.

Tindakan rehabilitasi juga dapat dibedakan menjadi dua tindakan yang


harus dilakukan pada pasca banjir,yaitu tindakan jangka pendek yaitu tindakan
yang dilakukan untuk mengembalikan layanan utama kepada masyarakat dan
mencukupi kebutuhan pokok masyarakat. Kemudian tindakan jangka panjang
yaitu tindakan dilakukan untuk mengembalikan kondisi masyarakat kepada
kondisi normal atau bahkan lebih baik. Adapun tindakan rehabilitas yang dapat
dilakukan pada pasca banjir :
a. Analisis Kerusakan dan Kebutuhan
Peran serta masyarakat sangat penting dalam mendata kerusakan dan
kebutuhan untuk menghindari terlupakannya hal-hal penting,data
kerusakan dan kebutuhan tersebut harus lengkap dan jelas agar dapat
disampaikan kepada organisasi,lembaga,dan institusi pemerintah yang
mau memberikan bantuan kepada korban bencana.
b. Melakukan Perbaikan Kualitas Air Bersih (Kaporisasi,Pemberian
PAC,Aquatab)

33
Banjir menyebabkan terjadinya pencemaran sumber air bersih.
Perbaikan kualitas air dapat dilakukan dengan pemberian penjernih air
cepat (Poly Aluminium Chlorine/PAC 1 sachet untuk 20 liter), tawas (1
sendok teh untuk 20 liter). Kegiatan kaporisasi dilakukan setelah
penjernihan air dengan (Ca OCl2 14,4 mg/hari dengan sisa chlor 0,2
mg/l).
c. Pembangunan Gedung dan Infrastruktur
Pembangunan kembali gedung,sarana dan prasarana umum harus
mengacu kepada tindakan kesiapsiagaan dan mitigasi banjir,agar
dampak banjir berikutnya dapat ditekan sekecil mungkin. Sebagai
contoh,pembangunan kembali rumah-rumah sebaiknya dibangun
dilokasi yang lebih aman dan bukan di bantaran sungai. Pembangunan
selokan yang tertutup dan pembuatan tempat sampah di lokasi yang
strategis adalah salah satu tindakan mitigasi untuk memastikan sampah
ntidak dibuang lagi ke selokan atau sungai.
d. Pemulihan Sosial Psikologis
Pemulihan sosial psikologis adalah pemberian bantuan kepada
masyarakat yang terkena dampak bencana agar dapat berfungsi kembali
secara normal. Sedangkan kegiatan psikososial adalah kegiatan
mengaktifkan elemen-elemen masyarakat agar dapat kembali
menjalankan fungsi social secara normal. Kegiatan ini dapat dilakukan
oleh siapa saja yang sudah terlatih.

Pemulihan sosial psikologis bertujuan agar masyarakat mampu melakukan


tugas social seperti sebelum terjadi bencana serta tercegah dari mengalami
dampak psikologis lebih lanjut yang mengarah pada gangguan kesehatan mental
Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk membangun pemulihan
psikologis yaitu :

1. Beri kesempatan untuk mereka beradaptasi


Masa ini termasuk masa yang cukup sulit dalam hidup bagi seseorang
yang mengalami kejadian bencana. Ada baiknya memberikan
kesempatan bagi mereka untuk berduka dan atas kejadian yang dialami.
Tunggu hingga ada perubahan kondisi emosi dari seseorang yang
mengalami bencana.

34
2. Mencari dukungan dari orang yang berempati terhadap situasi ini
Mendapatkan dukungan social merupakan suatu kunci dalam pemulihan
psikologis seseorang pasca bencana. Keluarga dan teman dapat menjadi
sumber yang penting. Dukungan juga dapat ditemukan pada orang-
orang yang sudah pernah melalui bencaana sebelumnya.
3. Mendapatkan bimbingan psikologis dari yang terlatih
Ada beberapa kelompok dukungan untuk bertahan hidup. Diskusi
kelompok dapat membantu untuk menyadarkan bahwa mereka bertahan
hidup tidak sendirian dalam persaan yang dialaminya. Pertemuan
kelompok support juga dapat menjadi penganti sumber dukungan bagi
orang dengan sistem dukungan personal yang terbatas.
4. Membuat atau mengatur kembali rutinitas
Hal ini termasuk makan tepat waktu,pola tidur yang teratur, atau
mengikuti program olehraga rutin. Buatlah rutinitas positif supaya
semangat menyambutnya di masa- masa yang sulit, seperti melakukan
hobby, mebaca buku dan lain-lain.
e. Pemulihan Sosial Ekonomi Budaya
Pemulihan sosial ekonomi budaya adalah upaya untuk memfungsikan
kembali kegiatan dan/ atau lembaga sosial, ekonomi dan budaya
masyarakat di daerah bencana. Kegiatan pemulihan sosial, ekonomi, dan
budaya ditujukan untuk menghidupkan kembali kegiatan dan lembaga
sosial, ekonomi dan budaya masyarakat di daerah bencana seperti
sebelum terjadi bencana.
f. Melakukan Desinfeksi
Untuk menghindari terjadinya infeksi akibat pencemaran lingkungan
yang diakibatkan karena luapan air banjir di Garut diperlukan upaya
pemberian bahan desinfektan pada barang, tempat dan peralatan lain
khususnya untuk sterilisasi peralatan kesehatan.
g. Melakukan Pemberatasan Sarang Nyamuk (PSN)
Untuk mencegah timbulnya kejadian luar biasa (KLB), diperlukan
upaya pemberantasan sarang nyamuk. Kegiatan yang dapat dilakukan
antara lain dengan 3M (menguras, menutup dan mengubur) tempat -
tempat yang memungkinkan nyamuk berkembang biak serta dilakukan
pengasapan (fogging).
35
h. Membantu Perbaikan Jamban dan Sarana Pembuangan Air Limbah
(SPAL)
Perbaikan sarana jamban keluarga oleh tenaga kesehatan dapat
dilakukan dengan memberikan bantuan teknis dan bahan stimulant
antara lain semen, besi dan cetakan closet.
i. Melakukan Surveilans Penyakit Potensi KLB
Upaya yang dapat dilakukan dalam penanggulangan pasca banjir di
Garut yaitu salah satunya dengan melakukan surveilans penyakit berupa
upaya pemantauan yang harus dilakukan terhadap perkembangan
penyakit yang potensial menjadi KLB antara lain penyakit leptospirosis,
typoid, malaria, disentri, walaupun banjir telah berlalu. KLB sering
terjadi justru disaat banjir telah surut. Tercemarnya sumber air bersih,
buruknya sanitasi lingkungan, turunnya daya tahan tubuh merupakan
variabel yang memicu terjadinya KLB.
j. Inventarisasi Perbaikan Sarana Kesehatan Kesinambungan pelayanan
kesehatan dipengaruhi oleh kelengkapan sarana dan peralatan
kesehatan. Banjir mengakibatkan kerusakan sarana kesehatan, untuk itu
sebelum melakukan perbaikan sarana, perlu dilakukan kegiatan
inventarisasi sarana yang diperlukan dalam pelayanan kesehatan.
k. Pelayanan Kesehatan
Pemulihan pelayanan kesehatan adalah aktivitas memulihkan kembali
segala bentuk pelayanan kesehatan segingga inimal tercapai kondisi
seperti sebelum terjadi bencana. Pemulihan sistem pelayanan kesehatan
adalah semua usaha yang dilakukan untuk memulihkan kembali fungsi
sistem pelayanan kesehatan yang meliputi :
SDMKesehatan,sarana/prasarana kesehatan,kepercayaan masyarakat.
l. Evaluasi Setiap kegiatan dalam penanggulangan masalah kesehatan
akibat bencana perlu dilakukan kegiatan evaluasi. Tujuan evaluasi
untuk mengetahui kekurangan dan keberhasilan serta sebagai acuan
untuk penyusunan kegiatan berikutnya.

10. Rekonstruksi Pasca Bencana Banjir

36
Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana,
kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun
masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan
perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya
peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah
pascabencana. Agar proses rekonstruksi dapat berjalan dengan baik, maka diperlukan
suatu Pedoman Penyelenggaraan Rekonstruksi, sehingga para pelaku
penanggulangan bencana, baik pemerintah (pusat dandaerah) maupun organisasi-
organisasi non pemerintah dan kalanganmasyarakat umum dapat menyelenggarakan
proses rekonstruksi dengan terencana, tepat waktu, tepat mutu dan tepat anggaran
dan sesuai dengan sasarannya.

Upaya rekonstruksi dapat dibagi menjadi 2 yaitu rekonstrusi fisik dan


rekonstruksi non fisik. Rekonstruksi fisik merupakan rekonstruksi yang dilakukan
memulihkan kondisi fisik melalui pembangunan kembali secara permanen sarana &
prasarana pemukiman, pemerintahan, dan pelayanan masyarakat (kesehatan,
pendidikan dll), prasarana dan sarana ekonomi (jaringan perhubungan, air bersih,
sanitasi dan drainase, irigasi, listrik dan telekomunikasi dll), prasarana dan sarana
sosial (ibadah, budaya dll.) yang rusak akibat bencana, agar kembali ke kondisi
semula atau bahkan lebih baik dari kondisi sebelum bencana. Upaya rekonstruksi non
fisik adalah tindakan untuk memperbaiki atau memulihkan kegiatan pelayanan public
dan kegiatan sosial, ekonomi serta kehidupan masyarakat, antaralain sektor
kesehatan, pendidikan, perekonomian, pelayanan kantor pemerintahan, peribadatan
dan kondisi mental/sosial masyarakat yang terganggu oleh bencana, kembali ke
kondisi pelayanan dan kegiatan semula atau bahkan lebih baik dari kondisi
sebelumnya.

Upaya rekonstruksi fisik yang dapat dilakukan pasca bencana banjir yaitu
Pembangunan gedung dan infrastruktur secara permanen. Upaya yang dilakukan
yakni pembangunan kembali gedung, sarana-prasarana umum harus mengacu kepada
tindakan kesiapsiagaan dan mitigasi banjir, agar dampak banjir berikutnya dapat
ditekan sekecil mungkin. Sebagai contoh, pembangunan kembali rumah-rumah
sebaiknya dibangun di Lokasi yang lebih aman dan bukan di bantaran sungai.
Pembangunan selokan yang tertutup dan pembuatan tempat sampah di lokasi yang
strategis adalah salah satu tindakan mitigasi untuk memastikan sampah tidak dibuang

37
lagi ke selokan atau sungai. Perbaikan secara total terhadap sarana-sarana atau
fasilitas umum kehidupan masyarakat sehingga dapat berfungsi secara normal,
seperti sekolah, pasar, jalan umum, rumah sakit, sarana penerangan, sarana
komunikasi yang rusak, sehingga kehidupan masyarakat dapat berfungsi secara
normal kembali penting untuk dilakukan.

Rekonstruksi untuk memulihkan DAS (Daerah Aliran Sungai) penting


dilakukan di daerah Garut. Setelah dilakukan . setelah dilakukan analisis penyebab
bencana banjir, diketahui bahwa penyebab banjir karena kondisi hulu untuk DAS
yang terdapat kawasan yang banyak untuk meresap air telah banyak dilakukan alih
fungsi lahan. Tindakan memulihkan DAS yang dapat dilakukan adalah :

1. Tahap awal dimulai dengan prencanaan, tahap perencanaan dilakukan untuk


proyek perbaikan DAS dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa
setelah dipulihkan kembali dapat sustain/menetap. Tahap ini dilakukan
dengan menganilisis kondisi DAS saat ini Kunjungi jalur air utama, dan
catat di mana jalur jalur tersebut terhubung satu sama lain . Catat juga siapa
yang tinggal di suatu DAS, dan bagaimana tanah dan sumberdaya
dimanfaatkan di berbagai area. Kunjungi tempat-tempat di mana warga
mengumpulkan air, tempat-tempat di mana air mungkin tercemar (seperti di
sekitar pabrik, padang rumput, dan tempat penimbunan sampah) dan
tempat-tempat lain yang membuat keprihatinan.
2. Membuat peta denah DAS, pada tahap ini diskusi lintas sektor perlu
dilakukan untuk perbaikan. Diskusikan hal-hal apa saja yang bisa
menimbulkan kerusakan lapisan tanah dan air. Akan lebih membantu jika
punya peta DAS dan tandai tempat-tempat yang menjadi perhatian . Para
tetua desa bisa membantu dengan membuat peta- petabagaimana segala
sesuatu sebelumnya dan bagaimana hal-hal tersebut berubah.
3. Mengadakan pertemuan komunitas, pada tahap ini Organisasikan
pertemuan yang melibatkan semua orang di dalam komunitas di sekitar
DAS . Penting sekali mengundang para pekerja/penyuluh kesehatan, orang-
orang yang bertanggung jawab atas air dan sanitasi, para pemilik tanah,
pelaku bisnis, dan orang-orang yang mengumpulkan air. Gunakan peta dan
denah Anda untuk menjelaskan masalah-masalah yang ditemukan.
Anjurkan orang-orang untuk saling bertukar keprihatinan mereka tentang

38
kesehatan dan diskusikan bagaimana masalah-masalah tersebut bisa
disebabkan oleh pencemaran air, deforestasi, erosi lapisan tanah,dan isu-isu
DAS lainnya .
4. Membangun Kemitraan. Pada tahap ini Pertemuan dan menjelajahi DAS
adalah cara membangun kemitraan di antara warga di sekitar DAS .
Organisasikan pertemuan dengan warga yang tinggal di bagian hilir DAS,
dan pertemuan-pertemuan lain dengan mereka yang tinggal di bagian hulu .
Selanjutnya adakan pertemuan dengan wakil-wakil dari kelompok-
kelompok yang berbeda.
5. Membuat tujuan dengan jelas dan buat rencana tindakan . Salah satu
tujuannya yang mungkin adalah adanya pepohonan yang tumbuh di sekitar
sumber air dalam waktu 5 tahun. Tujuan lainnya mungkin adalah
melindungi sungai sehingga dalam waktu 50 tahun airnya bisa aman
diminum, tetapi dalam membuat rencana tindakan yang tepat disesuaikan
kembali dengan situasi dan kondisi wilayah. (Isnaeni, 2020)

11. Strategi Pengelolaan Lingkungan

Penanggulangan terhadap banjir dapat ditempuh dengan melihat sebenarnya apa


yang menjadi penyebab terjadinya banjir. Umumnya, terjadinya banjir disebabkan
oleh parameter dari kerentanan banjir yang tidak permanen (dinamis) yaitu
penggunaan lahan. Adanya peningkatan kebutuhan akan lahan menyebabkan
terjadinya alih fungsi lahan yang cenderung tidak memperhatikan kemampuan dan
kesesuaian lahan yang ada. Ketimpangan antara kemampuan lahan dan kesesuaian
lahan dengan pemanfaatan lahan yang terjadi menyebabkan berkurangnya
produktivitas lahan dan memicu berbagai masalah lingkungan seperti banjir. Adanya
alih fungsi lahan menyebabkan banyak lahan menjadi terbuka tanpa vegetasi. Hal ini
menyebabkan air hujan yang jatuh akan menjadi aliran permukaan yang apabila
terakumulasi di daerah hilir akan menyebabkan banjir. Di daerah hulu sungai, tingkat
erosi menjadi tinggi disebabkan oleh air hujan yang jatuh langsung mengenai
permukaan tanah sehingga menyebabkan pengelupasan tanah bagian atas. Erosi yang
tinggi di daerah hulu menyebabkan sedimen yang dibawa oleh aliran permukaan yang
masuk ke saluran-saluran sungai juga menjadi besar sehingga menyebabkan
pendangkalan sungai. Pendangkalan sungai menyebabkan daya tampung sungai

39
menjadi berkurang sehingga memungkinkan untuk terjadinya banjir ketika debit
sungai bertambah pada waktu musim penghujan. Pendangkalan sungai juga tidak
hanya semata-mata disebabkan oleh sedimen hasil erosi tetapi juga pola perilaku
masyarakat dalam membuang sampah. Terkadang sungai dijadikan sebagai tempat
pembuangan sampah sehingga menyebabkan pendangkalan sungai oleh tumpukan
sampah.

40
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Karakteristik Geografis: Penelitian akan memberikan pemahaman
mendalam tentang karakteristik geografis wilayah Jl. Toba Nauli yang dapat
memengaruhi potensi banjir. Ini akan membantu dalam mengidentifikasi daerah
rawan banjir dan faktor-faktor geografis yang memengaruhi potensi banjir di
wilayah tersebut.
Identifikasi Faktor-Faktor: Melalui penelitian ini, faktor-faktor yang
berkontribusi pada tingkat kerentanan wilayah Jl. Toba Nauli terhadap banjir
akan diidentifikasi. Ini akan membantu dalam mengidentifikasi akar penyebab
kerentanan dan mengarahkan upaya mitigasi yang lebih efektif.
Pengembangan Metode dan Indikator: Penelitian ini akan menghasilkan
metode dan indikator yang valid untuk mengukur dan menilai tingkat
kerentanan wilayah tersebut terhadap banjir. Hal ini akan memberikan dasar
yang kuat untuk analisis lebih lanjut dan pengambilan keputusan.
Analisis Dampak: Penelitian akan memberikan wawasan tentang
dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan dari banjir di wilayah Jl. Toba Nauli.
Ini akan membantu dalam memahami konsekuensi yang dihadapi oleh
masyarakat, ekonomi, dan lingkungan setempat akibat banjir.
Usulan Strategi Mitigasi dan Adaptasi: Berdasarkan hasil penelitian,
akan diajukan usulan strategi mitigasi dan adaptasi. Strategi ini akan dirancang
untuk mengurangi kerentanan wilayah Jl. Toba Nauli terhadap banjir, sambil
mempertimbangkan dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan. Kesimpulannya,
penelitian ini akan memberikan panduan yang berharga bagi pengambilan
keputusan dan perencanaan tindakan yang efektif dalam mengatasi masalah
banjir di wilayah tersebut.

41
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, A. J., & dkk. (2013). ANALISIS TINGKAT KERENTANAN BANJIR DENGAN
PENDEKATAN GEOEKOSISTEM DI SUB DAS BABURA PROVINSI
SUMATERA UTARA. JUPIIS : Jurnal Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial, 19-31.
Balahanti, R., & dkk. (2023). Analisis Tingkat Kerentanan Banjir Di Kecamatan Singkil Kota
Manado. Jurnal spasial, 69-79.
Isnaeni, L. M. (2020). Buku Ajar : Manajemen Budaya. UP press.
Jaswadi, R. R., & Hadi, P. (2012). TINGKAT KERENTANAN DAN KAPASITAS
MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI RISIKO BANJIR DI KECAMATAN
PASARKLIWON KOTA SURAKARTA. Majalah Geografi Indonesia, 119-148.
Lila Juniyantia, d. (2020). Perubahan penggunaan dan tutupan lahan, serta faktor
penyebabnya di Pulau Bengkalis, Provinsi Riau (periode 1990-2019). Journal of
Natural Resources and Environmental Management, 419-435.
Wibowo, N. A., & Abadi, A. M. (2021). ANALISIS TINGKAT KERAWANAN BENCANA
ALAM BANJIR DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN FUZZY LOGIC. J.
Sains Dasar, 83-94.
Wismarini, D., & Sukur, M. (2015). Penentuan Tingkat Kerentanan Banjir Secara Geospasial.
Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK, 57-76.
Mayrina, A. G. (2021). ANALISIS TINGKAT KERENTANAN BANJIR MENGGUNAKAN
METODE SMCE (Spatial Multicriteria Evaluation) DI KABUPATEN GOWA (Doctoral
dissertation, Universitas Hasanuddin).

Ii, B. A. B., Care, A. A., & Care, P. A. (2005). Bab ii tinjauan pustaka a. Published online, 7-
40.

Santri, S., Apriyanto, E., & Utama, S. P. (2020). Dampak Sosial Ekonomi Dan Estimasi
Kerugian Ekonomi Akibat Banjir Di Kelurahan Rawa Makmur Kota
Bengkulu. Naturalis: Jurnal Penelitian Pengelolaan Sumber Daya Alam dan
Lingkungan, 9(2), 77-84.

Adi, R. N., & Santosa, P. B. (2006). Pengaruh Vegetasi terhadap Tata Air.

FATCHURROCHMAN, M. A. (2019). TOWARD WATER SENSITIVE CITY: TINGKAT


KERENTANAN WILAYAH TERHADAP BANJIR DI KOTA MAKASSAR (STUDI
KASUS: KECAMATAN MANGGALA (Doctoral dissertation, Universitas Hasanuddin).

42
43

Anda mungkin juga menyukai