Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

MITIGASI BENCANA BANJIR DI DAERAH SUMATERA


BARAT
(Studi Kasus: Bencana Banjir Bandang di Kabupaten Lima
Puluh Kota dan Kota Padang)

M. HAMIDI
1920442001

JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan

makalah yang berjudul ”Mitigasi Bencana Banjir di Daerah Sumatera Barat

(Studi Kasus: Bencana Banjir Bandang di Kabupaten Lima Puluh Kota dan

Kota Padang” dalam rangka menyelesaikan tugas mata kuliah Mitigasi Bencana.

Shalawat serta salam tak lupa penulis kirimkan kepada Nabi Muhammad SAW

yang telah menuntun kita semua kepada jalan kebenaran yaitu ISLAM.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini jauh dari kata

sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat

membangun dari semua pihak agar kekurangan tersebut dapat diperbaiki dimasa

mendatang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk semua pihak, baik itu bagi

penulis maupun bagi pembaca.

Padang, September 2019

M. Hamidi

1
DAFTAR ISI

halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................. 1
DAFTAR ISI ................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 3
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 3
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 5
1.3 Tujuan ......................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 6
2.1 Sumatera Barat ............................................................................ 6
2.1.1 Iklim Sumatera Barat ........................................................ 12
2.1.2 Topografi Sumatera Barat ................................................. 12
2.1.3 Pembangunan di Sumatera Barat ....................................... 15
2.1.4 Potensi Bencana Banjir di Sumatera Barat ........................ 15
2.2 Bencana Banjir di Sumatera Barat dan Mitigasinya ................... 17
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 24

2
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi yang terletak di daerah pesisir

barat pulau Sumatera, yang secara astronomis terletak antara 0o 54’ Lintang Utara

– 3o 30’ Lintang Selatan dan 98o 36’ – 101o 53’ Bujur Timur (BPS, 2018). Sumatera

barat juga dilintasi oleh garis dan dilalui oleh garis ekuator pada garis lintang 0 o,

sehingga menyebabkan Sumatera Barat memiliki iklim tropis yang memiliki

intensitas urah hujan tinggi. Tingginya intensitas curah hujan akan mengakibatkan

terjadinya bencana alam seperti banjir. Banjir merupakan merupakan aliran air di

permukaan tanah yang relatif tinggi dan tidak dapat ditampung oleh saluran

drainase atau sungai sehingga menimbulkan genangan air yang melebihi normal

dan mengakibatkan kerugian pada manusia (BNPB, 2012; Wardhono dkk., 2012).

Menurut BNPB (2012) dan Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang

Penanggulangan Bencana menjelaskan bahwa rawan bencana merupakan kondisi

geologis, biologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan

teknologi pada suatu kawasan untuk jangka tertentu yang mengurangi kemampuan

mencegah, meredan, mencapai kesiapsiagaan, dan mengurangi kemampuan untuk

menanggapi dampak buruk bahaya tertentu. Menurut Asdak (1995), Bechtol dan

Laurian (2005), banjir merupakan bencana alam yang disebabkan oleh tiga faktor

yaitu meteorologi, karakteristik daerah aliran sungai (DAS), dan perilaku manusia.

Faktor meteorologi adalah tingginya atau peningkatan intensitas curah hujan yang

3
dipengaruhi oleh faktor peningkatan suhu secara global khusunya di daerah tropis

yang berdampak pada percepatan siklus hidrologi (Mudelsee dkk., 2003; Popovska

dkk., 2010; Wardhono dkk., 2012; dan Umar, 2016). Faktor DAS merupakan

karakteristik daerah aliran sungai berupa bentuk lahan, elevasi, jenis tanah dan

kemiringan lereng pada DAS tersebut (Kodoatie, 2012; Umar dkk., 2006),

sedangkan faktor prilaku manusia merupakan bentuk perilaku masyarakat dalam

pemanfaatan lahan secara buruk yang kemudian menyebabkan terjadinya bencana

banjir.

Menurut Kogami (2012), banjir merupakan bencana alam urutan ke-3 yang

memiliki dampak yang luas dan potensi kerusakan yang ditimbulkan besar di

wilayah Sumatera Barat. Dari 16 kabupaten dan kota di daerah Sumatera barat

hanya Kota Bukittingi, Kota Padang Panjang, Kota Sawahlunto dan Kabupaten

Mentawai yang tidak berpotensi banjir. Oleh karena itu, Sumatera Barat

membutuhkan suatu system penanggulangan bencana yang baik, sistematis dan

terstruktur secara lengkap untuk mengurangi kerugian yang disebabkan oleh

bencana banjir. Upaya untuk meminimalisir dampak buruk dari bencana banjir

yakni dengan melakukan mitigasi bencana (Umar dan Dewata., 2018).

Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa kerugian yang disebabkan

oleh bencana banjir di Wilayah Sumatera Barat dapat dilakukan dengan mitigasi

bencana, sehingga makalah ini ditulis untuk mengetahui migasi bencana yang dapat

dilakukan pada bencana banjir yang terjadi di Wilayah Sumatera Barat. Mitigasi ini

berupa mitigasi Pra-bencana, Saat bencana, dan Pasca bencana.

4
1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu:

1. Apa pengertian, penyebab, dampak dan jenis – jenis banjir?

2. Bagaimana potensi banjir di Sumatera Barat?

3. Bagaimana mitigasi bencana banjir bandang di Sumatera Barat?

4. Siapa pihak – pihak yang ikut dalam melakukan mitigasi bencana banjir

bandang di Sumatera Barat?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini adalah:

1. Mendiskripsikan pengertian, penyebab, dampak dan jenis – jenis bencana

banjir.

2. Menjelaskan potensi bencana banjir di Sumatera Barat.

3. Menjelaskan mitigasi bencana banjir bandang di Kabupaten Lima Puluh

Kota dan Kota Padang.

4. Menjelaskan pihak – pihak yang ikut terkait dalam melakukan mitigasi

bencana banjir di sumartera barat.

5
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Banjir

2.1.1 Pengertian Banjir

Banjir merupakan merupakan aliran air di permukaan tanah yang relatif

tinggi dan tidak dapat ditampung oleh saluran drainase atau sungai sehingga

menimbulkan genangan air yang melebihi normal dan mengakibatkan kerugian

pada manusia (BNPB, 2012; Wardhono dkk., 2012). Menurut KBBI (2019), banjir

adalah peristiwa terbenamnya daratan yang biasanya kering karena volume air yang

meningkat. Menurut Rahayu (2009), banjir didefenisikan sebagani tergenangnya

suatu tempat akibat meluapnya air yang melebihi kapasitas penyerapan air di suatu

wilayah dan menimbulkan kerugian fisika, social dan ekonomi.

2.1.2 Penyebab Banjir

Menurut IDEP (2007), banjir disebabkan oleh beberapa aspek, yaitu:

1. Hujan, dimana dalam jangka waktu yang panjang atau besarnya hujan selama

berhari hari.

2. Erosi tanah, dimana menyisakan batuan yang menyebabkan air hujan mengalir

deras diatas permukaan tanah tanpa terjadi resapan.

3. Buruknya penanganan sampah yaitu menyumbatnya saluran-saluran air

sehingga tubuh air meluap dan membanjiri daerah sekitarnya.

6
4. Pembangunan tempat pemukiman dimana tanah kosong diubah menjadi

jalan atau tempat parkir yang menyebabkan hilangnya daya serap air hujan.

5. Pembangunan tempat pemukiman bisa menyebabkan meningkatnya risiko

banjir sampai 6 kali lipat dibandingkan tanah terbuka yang biasanya

mempunyai daya serap tinggi.

6. Bendungan dan saluran air yang rusak dimana menyebabkan banjir terutama

pada saat hujan deras yang panjang

7. Keadaan tanah dan tanaman dimana tanah yang ditumbuhi banyak tanaman

mempunyai daya serap air yang besar.

8. Didaerah bebatuan dimana daya serap air sangat kurang bisa menyebabkan

banjir kiriman atau banjir bandang

2.1.3 Dampak Banjir

Menurut UNESCO (2009), beberapa dampak kerugian yang disebabkan

oleh bencana banjir adalah sebagai berikut:

1. Dampak Fisik

Dampak fisik adalah kerusakan pada sarana – sarana umum, kantor – kantor

pelayanan publik yang disebabkan oleh banjir.

2. Dampak Sosial

Dampak social mencakup kematian, risiko kesehatan, trauma mental

menurunnya ekonomi, terganggunya kegiatan pendidikan, terganggunya

aktivitas kantor pelayanan publik, kekurangan makanan, energi dan kebutuhan

– kebutuhan dasar lainnya.

7
3. Dampak Ekonomi

Dampak ekonomi mencakup kehilangan materi, gangguan kegiatan ekonomi

seperti masyarakat tidak dapat bekerja, terlambat bekerja atau transportasi

komoditas terhambat, dan lain – lain.

4. Dampakk Lingkungan

Dampak lingkungan mencakup pencemaran air, tumbuhan dan lainnya yang

disebabkan oleh bencana banjir.

2.1.4 Jenis – Jenis Banjir

Di Indonesia terdapat beberapa jenis bencana banjir yang sering terjadi, jenis

– jenis bencana banjir tersebut adalah.

1. Banjir Air

Banjir yang satu ini adalah banjir yang sudah umum. Penyebab banjir

ini adalah meluapnya air sungai, danau, atau selokan sehingga air akan meluber

lalu menggenangi daratan. Umumnya banjir seperti ini disebabkan oleh hujan

yang turun terus-menerus sehingga sungai atau danau tidak mampu lagi

menampung air.

2. Banjir Bandang

Jenis banjir adalah banjir yang disertai dengan material yang terbawa

oleh aliran banjir. Banjir jenis ini biasanya terjadi di daerah dekat pegunungan,

dimana tanah pegunungan seolah longsor akibat terbawa oleh arus air yang

mengalir menuju kedataran yang rendah. Material yang dibawa oleh banjir jenis

8
ini adalah berupa pasir, batu, pohon, lumpur. Material yang terbawa oleh

banjirlah yang menyebabkan kerusakan pada pemukiman masyarakat yang

terdampak banjir.

3. Banjir “Cileuncang”

Jenis banjir yang satu ini hampir sama dengan banjir air. Namun banjir

cileunang ini disebakan oleh hujan yang sangat deras dengan debit air yang

sangat banyak. Banjir akhirnya terjadi karena air-air hujan yang melimpah ini

tidak bisa segera mengalir melalui saluran atau selokan di sekitar rumah warga.

Jika banjir air dapat terjadi dalam waktu yang cukup lama, maka banjir

cileunang adalah banjir dadakan (langsung terjadi saat hujan tiba).

4. Banjir Rob

Banjir rob adalah banjir yang disebabkan oleh pasangnya air laut. Air

laut yang pasang akan menahan air sungai dan menumpuk, akhirnya mampu

menjebol tanggul dan menggenangi daratan. Banjir ini juga biasanya

disebabkan oleh permukaan tanah yang lebih rendah dari ketinggian air laut saat

pasang.

5. Banjir Lahar Dingin

Banjir lahar dingin adalah banjir yang terjadi ketika erupsi gunung api.

Erupsi ini kemudian mengeluarkan lahar dingin dari puncak gunung memlalui

aliran air dan mengalir ke sungai, sehingga sungai akan meluap dan

menggenangi pemukiman masyarakat.

6. Banjir Lumpur

9
Banjir lumpur adalah banjir yang disebabkan keluarnya material lumpur dari

dalam bumi dan menggenangi daratan dalam waktu tertentu. Banjir ini juga

membawa material bahan dan gas kimia. Contoh banjir lumpur adalah banjir

lumpur panas di Sidoarjo.

2.2 Sumatera Barat

Secara geografis Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi yang

terletak di daerah pesisir barat pulau Sumatera, yang secara astronomis terletak

antara 0o 54’ Lintang Utara – 3o 30’ Lintang Selatan dan 98o 36’ – 101o 53’ Bujur

Timur (BPS, 2019). Sumatera barat juga dilintasi oleh garis dan dilalui oleh garis

ekuator pada garis lintang 0o dengan total wilayah sekitar 42.297,30 km2. Termasuk

± 186.500 km2 luas lautan. Secara administrasi Sumatera Barat terdiri dari 19

Kabupaten dan Kota, yaitu 12 kabupaten dan 7 kotamadya/kota. Berikut Kabupaten

dan Kota yang berada di Wilayah Sumatera Barat.

Gambar 2.1 Peta Provinsi Sumatera Barat (BPS, 2019)

10
Tabel 2.1 Kabupaten/Kota di wilayah Sumatera Barat
No Nama Kabupaten Luas Jumlah
Ibu Kota
/Kota (Ha) Kec Nag Kel
1. Kepulauan Mentawai 601.135 Tua Pejat 10 43
2. Pesisir Selatan 579.495 Painan 12 76
3. Solok 373.800 Arosuka 14 74
4. Solok Selatan 334.620 Padang Aro 7 39
5. Sijunjung 313.080 Muaro Sijunjung 8 54
6. Dharmasraya 296.113 Sungai Dareh 11 52
7. Tanah Datar 133.600 Batusangkar 14 75
8. Padang Pariaman 132.879 Pariaman 17 46
9. Agam 223.230 Lubuk Basung 16 82
10. 50 Kota 335.430 Sari Lamak 13 79
11. Pasaman 444.763 Lubuk Sikaping 12 31
12. Pasaman Barat 338.777 Simpang Empat 11 19
13. Padang 69.496 Padang 11 104
14. Solok 5.764 Solok 2 13
15. Sawahlunto 27.345 Sawahlunto 4 10
16. Padang Panjang 2.300 Padang Panjang 2 16
17. Bukittinggi 2.524 Bukittinggi 3 24
18. Payakumbuh 8.034 Payakumbuh 5 76
19. Pariaman 7.336 Pariaman 4 17
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumatera Barat (2010)

Dari 19 Kabupaten/Kota yang ada di Wilayah Sumatera Barat, terdapat dua

kota dan lima kabupaten yang memiliki wilayah pesisir dan laut. Yaitu Kota

Pariaman, Kota Padang, Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Agam, Kabupaten

Padang pariaman, Kabupaten Pesisir Selatan, dan Kabuppaten Kepulauan

Mentawai. Sumatera Barat memiliki kawasan laut dengan Zona Ekonomi Eksklusif

(ZEE) seluas 186.580 km2 dengan garis pantai sepanjang 375 km mulai dari

Pasaman sampai ke Pesisir Selatan.

11
2.2.1 Iklim Sumatera Barat

Berdasarkan tipe iklim menurut klasifikasi Schimdt dan Fergusson,

wilayah Sumatera Barat mempunyai iklim tipe A, B, C dan D. Suhu rata-rata di

pantai Barat berkisar antara 21°C – 38°C, pada daerah-daerah perbukitan berkisar

antara 15°C – 33°C. Sedangkan pada daerah dataran di Sebelah Timur Bukit

Barisan mempunyai suhu antara 19°C – 34°C. Meskipun umumnya musim

kemarau jatuh pada bulan April – Agustus dan musim hujan jatuh pada bulan

September – Maret namun di Pantai Barat masih sering terjadi hujan pada

bulan-bulan di musim kemarau.

Hampir setiap tahun di Wilayah Sumatera Barat terjadi 2 (dua) puncak curah

hujan maksimum yaitu pada bulan Maret dan Desember, curah hujan paling rendah

terjadi pada bulan Juni/Juli. Jumlah curah hujan rata-rata maksimum mencapai

4.000 mm/tahun terutama di wilayah pantai Barat. Sedangkan beberapa tempat di

bagian Timur Sumatera Barat curah hujannya relatif kecil antara 1.500 – 3.000

mm/tahun (Kogami, 2012).

2.2.2 Topografi Sumatera Barat

Sumatera Barat memiliki kelas kelerengan wilayah yang terdiri atas:

a. Kelerengan 0 – 8% seluas 1.135.972 Ha

b. Kelerengan 8 – 15% seluas 275.989 Ha

c. Kelerengan 15 – 25% seluas 454.799 Ha

d. Kelerengan 25 – 40% seluas 621.052 Ha

e. Kelerengan lebih dari 40% seluas 1.650.9918 Ha

12
Kondisi ini menjelaskan jika Sumatera Barat memiliki topografi umum

lereng. Kondisi topografi Sumatera Barat dapat dibagi menjadi 3 satuan ruang

morfologi (Kogami, 2012), yaitu:

1. Morfologi Dataran

Daerah dengan morfologi dataran terdapat pada wilayah bagian

Barat dengan ketinggian antara 0 – 50 m dari permukaan laut (dpl) yang

meliputi bagian dari Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Agam, Kabupaten.

Padang Pariaman, Kabupaten Pesisir Selatan Kabupaten Kepulauan Mentawai,

Kota Pariaman, dan Kota Padang.

2. Morfologi Bergelombang

Daerah bagian tengah dengan ketinggian antara 50 – 100 m dpl,

meliputi bagian dari Kabupaten Solok, Kabupaten Tanah Datar, Kota Padang

Panjang, Kabupaten Agam dan Kabupaten Pasaman Barat.

3. Morfologi Perbukitan

Daerah bagian Timur dengan ketinggian antara 100 – 500 m dpl,

meliputi daerah Kota Sawahlunto, Kabupaten Sawahlunto Sijunjung,

Kabupaten Dharmasraya, Kota Bukittinggi, Kabupaten 50 Kota, Kabupaten

Pasaman, Solok Selatan dan Kabupaten Tanah Datar.

Oleh karea itu, morfologi topografi yang majemuk yang berada di daerah

Sumatera Barat akan mempengaruhi bantuk dari daerah aliran sungai (DAS).

Wilayah Sumatera Barat memiliki dataran tinggi yang berada di punggu Bukit

Barisan dengan topografi bergelombang yang merupakan daerah hulu sungai-

sungai yang mengalir ke pantai timur dan pantai barat Sumatera. Daerah hulu

13
sungai adalah awal munculnya mata air yang mengalir ke permukaan, menjadi

sungai dan beberapa sungai bertemu hingga ke muara dan pantai. Di sejumlah

kabupaten/kota seperti Kabupaten Pesisir Selatan, Kota Padang, Kota Pariaman,

Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Agam dan Kabupaten Pasaman Barat

berdasarkan pengamatan dan data sekunder diperoleh bahwa secara topografi

kewilayahan daerah aliran sungai yang mengalir ke pantai barat cenderung

memiliki ketersediaan air berlimpah. Namun pada sungai yang mengalir ke pantai

timur Sumatera seperti Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten

Tanah Datar, Kabupaten Agam, Kota Bukittinggi, Kabupaten Solok sebagai

wilayahnya sangat rawan terhadap pemenuhan kebutuhan air permukaan.

Dari 156 DAS yang berada di Sumatera Barat (DPSDA, 2015) dengan

keragaman karakteristik luasan, panjang sungai, kerapatan jaringan sungainya dan

topografi yang berada dalam kabupaten/kota, lintas kabupaten/ota dan lintas

provinsi, dengan perkembangannya yang pesat makan perlu pengelolaan

sumberdaya air berbasis DAS yang mengutamakan kepentingan daerah aliran

sungai di atas kepentingan batas kewilayahan administrasi wilayah kabupaten/kota

dan provinsi. Hal ini yang disebut pengelolaan sumber daya air berbasis wilayah

sungai (River basin district water resources management). Wilayah sungai

dimaksud disesuaikan dengan besar/kecilnya luasan DAS. Kabupaten/Kota di

Sumatera Barat didominasi oleh luasan DAS yang relative kecil. Sedangkan aliran

sungai yang mengalir ke pantai timur Sumatera memiliki DAS kecil dan besar.

14
2.2.3 Pembangunan di Sumatera Barat

Penduduk Sumatera Barat pada tahun 2018 hasil proyeksi penduduk

sebanyak 5,38 juta jiwa yang terdiri dari 2,68 juta laki – laki dan 2,70 juta

perempuan. Hal ini tentunya mengalami kenaikan dari jumlah sebelumnya, dimana

jumlah penduduk pada tahun 2017 sebanyak 5,32 juta jiwa yang terdiri dari 2,65

juta laki – laki dan 2,67 juta perempuan. Kenaikan jumlah penduduk di Sumatera

Barat tentunya akan mempengaruhi pesatnya perkembangan pembangunan yang

terjadi. Perkembangan pembangunan yang ada meliputi pembangunan jalan,

gedung, jembatan, dan lainnya. Pesatnya pembangunan yang dilakukan akan

menyebabkan berkurangnya jumlah hutan yang berfungsi untuk penyerapan air.

Hutan yang terdiri dari tumbuhan dan tanah hutan memiliki daya serap

tertentu terhadap air. Dalam skala kecil, hutan tidak terlalu memiliki pengaruh yang

besar terhadap pengurangan intensitas banjir, namun dalam skala besar hutan dapat

mengurangi intensitas banjir dengan daya serap terhadap air (Hamilton dan Pearce,

1987). Hal ini dikarenakan tanah hutan dan tumbuhan memiliki masa kapasitas

serap, sehingga saat tumbuhan dan tanah hutan menjadi jenuh maka air yang berasal

dari hujan akan mengalir melalui permukaan tanah menuju tempat dengan

ketinggian rendah (FAO, 2005).

2.2.4 Potensi Bencana Banjir di Sumatera Barat

Menurut BPBD (2011), Sumatera Barat memiliki potensi banjir yang tinggi

dimana 15 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat memiliki potensi banjir, hal ini

menunjukkan jika hanya ada 4 Kabupaten/Kota yang tidak memiliki potensi banjir.

15
Penyebaran potensi banjir yang ada di Sumatera Barat dapat dikihat pada tabel 2.2

berikut:

Tabel 2.2 Potensi bencana banjir untuk Kabupaten/Kota di wilayah Sumatera Barat

No Nama Kabupaten
Bencana banjir
/Kota

1. Kepulauan Mentawai Tidak


2. Pesisir Selatan Potensi
3. Solok Potensi
4. Solok Selatan Potensi
5. Sijunjung Potensi
6. Dharmasraya Potensi
7. Tanah Datar Potensi
8. Padang Pariaman Potensi
9. Agam Potensi
10. 50 Kota Potensi
11. Pasaman Potensi
12. Pasaman Barat Potensi
13. Padang Potensi
14. Solok Potensi
15. Sawahlunto Tidak
16. Padang Panjang Tidak
17. Bukittinggi Tidak
18. Payakumbuh Potensi
19. Pariaman Potensi
Sumber: BPBD Provinsi Sumatera Barat (2011)

Potensi banjir yang hampir pada setiap Kabupaten/Kota di Sumatera Barat

disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya:

a. Topografi yang mejemuk, karena terdiri dari topografi dengan kelerengan

0o hingga > 40o yang memperngaruhi bentuk DAS.

b. Intensitas curah hujan yang tinggi, sehingga menyebabkan volume air yang

berada di daratan lebih banyak dari biasanya.

16
c. Pembangunan yang semakin pesat sehingga mengurangi populasi hutan

sebagai daerah serapan air dan mengurangi volume DAS yang ada.

2.3 Bencana Banjir di Sumatera Barat dan Mitigasinya

Menurut data BNPB (2019), pada kurun waktu 5 tahun yaitu tahun 2010 -

2014 telah terjadi 125 banjir di Sumatera Barat, yang terdiri dari 56 kejadian tahun

2010, 15 kejadian tahun 2011, 38 kejadian tahun 2012, 22 kejadian tahun 2013 dan

14 kejadian tahun 2014. Beberapa kejadian banjir yang terjadi di Sumatera Barat

diantaranya adalah banjir bandang di Kabupaten Lima Puluh Kota yaitu di

Kecamatan Lareh Sago Halaban (Nagari Batu Payung) dan Kecamatan Luhak

(Nagari Labuah Gunung) dan di Kota Padang yaitu di Kecamatan Lubuk Kilangan

(Kelurahan Sako, Batu Gadang) dan Kecamatan Pauh (Kelurahan Limauh Manis,

Batu Busuk).

Bencana banjir bandang yang terjadi di Kabupaten Lima Puluh Kota terjadi

pada bulan Maret, 2010 dan di Kota Padang terjadi pada bulan Juli, 2012. Proses

kejadian banjir, penyebab, kerugian dan penanggulanganya dapat dilihat pada

tabel berikut.

Tabel 2.3 Mitigasi bencana banjir bandang di Kabupaten Lima Puluh Kota dan
Kota Padang
No Aspek Kabupaten Lima Puluh Kota Padang
Kota
1 Lokasi Kejadian Nagari Batupayun Kecamatan Lubuk
(Kecamatan Lareh Sago Kilangan (Batang Sako,
Halaban) dan Nagari Batu Gadang) dan
Labuah Gunung Kecamatan Pauh (Limau
(Kecamatan Luhak). Manis, Batu Busuak.
2 Waktu Maret, 2010 Juli, 2012

17
3 Proses Terjadinya  Terdapat telaga kecil  Tanah retak di hulu
(kering di musim (Hutan Lindung Bukit
kemarau) di lereng Barisan).
Gunung Sago yang  Longsor yang
menjadi sumber aliran membendung aliran
sungai-sungai kecil sungai hujan lebat di
yang membentuk hulu.
Batang Lakin.  Jebolnya bendung akibat
 Terjadi longsor yang hujan lebat di hulu (Kab.
membendung aliran Solok).
sungai kecil tersebut,  Terjadi banjir bandang
ditambah batang kayu
yang menyumbat
aliran.
 Hujan lebat di hulu
menyebabkan bendung
jebol.
 Terjadi banjir bandang
4 Kerugian Korban material, yaitu kerusakan > 10 rumah (Kota
Padang) dan < 10 rumah (Kabupaten Lima Puluh Kota),
sawah dan ladang sepanjang aliran sungai hanyut, serta
korban ternak. Tidak ada korban jiwa
5 Pra-bencana  Pemasangan rambu  Monitoring aliran sungai
banjir bandang oleh petugas teknis PU
(BPBD) yang bertugas di tiap
 Pembentukan kecamatan
kelompok sadar  Pembuatan papan
bencana (BPBD) peringatan kejadian
 Pemasangan banjir bandang pada
ramburambu di Hutan titik-titik rawan kejadian
Lindung (DisHut) banjir bandang (BPBD
 Patroli pengamanan Kota Padang)
hutan dan  Pembuatan peta rawan
penangkapan rencana banjir bandang
pembalak liar (DisHut)  Pembuatan rencana
 Pengayaan dan kontingensi mitigasi
rehabilitasi HL banjir bandang di
(Dishut) beberapa DAS (BPBD
Propinsi Sumatera Barat)

18
 Penyuluhan konservasi  Pembentukan, pelatihan,
hutan di kawasan hulu dan simulasi Kelompok
(DisHut) Sadar Bencana (KSB) di
 Pencegahan bencana kelurahan rawan bencana
(monitoring kondisi  Rehabilitasi hutan dan
sungai oleh petugas penerapan teknik
teknis dari Dinas PU konservasi tanah pada
yang ditempatkan di daerah hulu,dan daerah
setiap kecamatan, terdampak banjir
pembuatan waduk) bandang (Dinas
Pertanian dan Kehutanan
Kota Padang)
6 Tanggap darurat Evakuasi korban dan penanganan di lokasi pengungsian
saat bencana (BPBD, Basarnas, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, PMI,
TNI, Polri, serta aparat kelurahan, dan kecamatan
7 Pasca-bencana  Rekonstruksi rumah  Pembersihan aliran
korban (BPBD) sungai dari timbunan
Normalisasi aliran kayu (BPBD dan PU).
sungai.  Normalisasi aliran
 Pembuatan dua sabo di sungai (Dinas PU Kota
Kec. Luhak. Padang).
 Pembuatan bronjong  Pembuatan bronjong
kawat sepanjang aliran kawat di sepanjang aliran
sungai (BPBD). sungai (BPBD).
 Pembuatan check dam
(PSDA).
Sumber: BPBD Kota Padang (2016), BPBD Kabupaten Lima Puluh Kota (2016), Falah dan Savitri
(2016)

Sejak 2009 di Kota Padang hanya terjadi 1 kali banjir bandang yang

menyebabkan kerusakan dan kerugian yang cukup besar yaitu banjir bandang bulan

Juli, 2012 yaitu di Kecamatan Lubuk Kilangan (Batang Sako, Batu Gadang) dan

Kecamatan Pauh (Limau Manis, Batu Busuak), sedangkan kecamatan lainnya yang

terdampak banjir dalam skala kecil adalah Kuranji, Lubuk Begalung, Nanggao, dan

Bungus Teluk Kabung (Falah dan Savitri, 2016). Sedangkan di Kabupaten Lima

Puluh Kota terdapat enak kecamatan yang berkali – kali mengtalami pristiwa banjir

19
bandang, yaitu di Kecamatan Harau, Luak, Lareh Sago Halaban, Suliki, Pangkalan,

Kapur IX, Mungka dan Akabiluru (BPBD, 2011).

Dari Tabel di atas dapa dilihat jika bencana banjir bandang yang terjadi

secara umum menyebabkan kerugian materil yaitu kerusakan rumah, lahan

pertanian dan mata pencarian lainnya. Kerugian ini dapat diminimalisir dengan

melakukan mitigasi bencana yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat.

Mitigasi bencana ini dilakukan baik itu sebelum bencana (pra – bencana), saat

bencana, dan setelah bencana (pasca – bencana). Mitigasi pra – bencana dilakukan

dengan pelaksanaan program pnanggulangan bencana, pembangunan sarana dan

prasarana oleh pemerintah yang didukung oleh masyarakat. Pelaksanaan program

dapat dilakukan dengan sosialisasi atau pembentukan Kelompok Siaga Bencana

(KSB) dengan pemerintah sebagai fasilitator dan masyarakat sebagai peserta di

Kota Padang. Pembangunan sarana dan prasarana pananggulangan bencana dalapt

dilakukan seperti pemasangan petunjuk jalur evakuasi oleh BPBD di Kota Padang

dan Kabupaten Lima Puluh Kota. Mitigasi saat bencana dilakukan oleh pemertinath

daerah, masyarakat dan stakeholder lainnya yang memiliki wewenang dalam

respon darurat bencana banjir bandang. Kegiatan ini dilakukan dengan melakukan

evakuasi korban yang terdampak banjir bandang ke zona yang lebih aman. Mitigasi

pasca – bencana dilakukan beberapa kegiatan oleh pemerintah, masyarakat dan

stakeholder terlibat. Kegiatan ini diantarnya adalah rekonstruksi rumah rusak akibat

banjir dan pembuatan bronjong kawat sepanjang DAS terdampak banjir oleh BPBD

di Kabupaten Lima Puluh Kota dan pembersihan aliran sungai dari timbunan

20
material oleh BPBD bersama masyarakat di Kota Padang, serta Normalisasi aliran

sungai oleh Dinas PU di Kota Padang.

Kegiatan mitigasi bencana yang dilakukan di daerah berpotensi atau

terdampak bencana banjir bandang di daerah Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kota

Padang tidak lepas dari kerjasama antara Pemerintah Daerah, Masyarakat dan

Stakeholder lainnya yang memiliki kewenangan. Adapun beberapa stakeholder

yang ikut serta dalam mitigasi bencana bajir di daerah Kabupaten Lima Puluh Kota

dan Kota Padang dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.4 Stakteholder yang terlibat dalam mitigasi bencana banjir bandang di
Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kota Padang
Kabupaten Lima Puluh
No Stakeholder Kota Padang
Kota
1 Innstansi  Pembangunan sara dan  Pembangunan sara dan
pemerintah prasarana prasarana
(BPBD, DisHut, penanggunlangan penanggunlangan
dll) bancana (pra – bancana (pra – bencana).
bencana).  Sosialisasi/penyuluhan
 Sosialisasi/penyuluhan bencana, dan
bencana (pra – pembentukan Kelompok
bencana). Siaga Bencana (pra –
 Respon tanggap korban bencana).
bencana (saat  Respon tanggap korban
bencana). bencana (saat bencana)
 Rehabilitasi dan  Rehabilitasi dan
rekonstruksi (pasca – rekonstruksi (psca –
bencana). bencana).
2 Instansi Non –  Respon tanggap  Respon tanggap korban
Pemerintah (PMI, korban bencana (saat bencana (saat bencana).
LSM, dll) bencana).  Rehabilitasi dan
 Rehabilitasi dan rekonstruksi (psca –
rekonstruksi (psca – bencana).
bencana).

21
Pada tabel diatas dapat dilihat jika terdapat 2 stakeholder yang berperan

dalam mitigasi bencana banjir bandang yang terjadi di Kabupaten Lima Puluh Kota

dan Kota Padang, yaitu Instansi Pemerintah dan Instansi Non – Pemerintah. Intansi

pemerintah yang berperan dalam mitigasi bencana banjir bandang di Kabupaten

Lima Puluh Kota dan Kota Padang adalah BPBD, DisHut, PU dll. Sedangkan untuk

Instansi Non – Pemerintah adalah Palang Merah Indonesia, Lembaga Swadaya

Masyarakat dan Intansi Masyarakat lainnya. Instansi Non – Pemerintah adalah

instansi yang bergrak tidak dibawahi oleh pemerintah. Keterlibatan stakeholder

yang ada tidak terlepas dari kerjasama dengan masyarakat yang ada di daerah

potensi bencana banjir bandang. Adapun peran masyarakat dalam mitigasi bencana

banjir bandang yang terjadi di Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kota Padang dapat

dilihat dibawah ini:

Tabel 2.5 Peran masyarakat dalam mitigasi bencana banjir bandang di Kabupaten
Lima Puluh Kota dan Kota Padang
Tahap Kabupaten Lima Puluh
No Peran Masyarakat
Mitigasi Kota dan Kota Padang
1 Pra – bencana o Pembentukan dan  BPBD
pelatihan KSB, sosialisasi  Dinas Kehutanan,
presedur peringatan dini  Pemerintah
dan jalur evakuasi. Nagari/Kelurahan
o Pembentukan kelompok
tani rehabilitasi hutan dan
lahan dan fasilitasinya.
o Pembentukan kelompok
pengamatan hutan
swakarsa berbasis nagari
2 Tanggap o Berkordinasi dengan  BPBD
darurat instansi berwenang untuk  Pemerintah
menolong korban bencana Nagari/Kelurahan
banjir bandang  TNI
 Dinas Kesehatan

22
 Dinas PU
 PMI
3 Pasca – o Perbaikan sarana  BPBD
bencana transportasi/infrastruktur,  Dinas PU
normalisasi sungai dan  Pemerintah
pembuatan check dam Nagari/Kelurahan
Sumber: Falah dan Savitri (2016)

Pada tabel diatas dapat dilihat jika mitigasi bencana banjir bandang yang

dilakukan di daerah Kota Padang dan Kabupaten Lima Puluh Kota merupakan

kerjasama antara Intansi Pemerinah, Instansi Non – Pemerintah dan Masyarakat

setempat.

23
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari mitigasi bencana banjir bandang di Kabupaten

Lima Puluh Kota dan Kota Padang adalah sebagai berikut:

1. Penanggulangan bencana banjir bandang di Kota Padang dan Kabupaten Lima

Puluh Kota dapat dilakukan dengan mitigasi pra – bencana, tanggap darurat dan

pasca – bancana

2. Mitigasi bencana dapat dilakukan dengan kerjasama antara Instansi Pemerintah,

Instansi Non – Pemerintah dan Masyarakat Kota Padang dan Kabupaten Lima

Puluh Kota

3.2 Saran

Saran untuk kesempurnaan makalah mitigasi bencana banjir bandang di

Kota Padang dan Kabupaten Lima Puluh Kota selanjutnya adalah memperbanyak

referensi dalam pembuatan makalah untuk mitigasi bencana di daerah Kota Padang

dan Kabupaten Lima Puluh Kota.

24
DAFTAR PUSTAKA

Asdak, C., 1995, Hidrologi dan Pengelolaan DaerahAliran Sungai. Percetakan


Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2019., Data Informasi Bencana


Indonesia, http://www.dibi.bnpb.go.id, diakses 23 September 2019.

Badang Pusat Statistik. 2018, Provinsi sumatera Barat dalam Anggka 2018, BPS-
Statistic Indonesia, Jakarta, page. 66.

Bechtol V, Laurian L., 2005, Restoring Straightened Rivers for Sustainable Flood
Mitigation. Disaster Prevention and Management, Journal Nature, Vol. 14,
No. 1, page, 6 – 19.

BPBD Sumatera Barat, 2011, Potensi Bencana di Sumatera Barat, Padang.

Dinas Pemberdayaan Sumber Daya Air, 2015, Pemberdayaan Sumber Daya Air
dalam Angka 2015, PSDA Sumatera Barat, Padang.

Falah, F. dan Savitri, E., 2016, Pemberdayaan Masyarakat dalam Mitigasi Bencana
Banjir Bandang di sumatera Barat, Prosiding Seminar Naswional Geografi,
Universitas Muhamadiyah Surakarta, Jawa Tengah.

Food and Agricultural Organization, 2005, Hutan dan Banjir (Tenggelam dalam
suatu Fiksi, atau Berkembang dalam Fakta?), Indonesia Printer, Bogor.

IDEP, 2007, Panduan Umum Penanggulanga Bencana Berbasis Masyarakat Edidi


ke – 2, Yayasan IDEP, Bali.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2019, Kamus Besar Bahasa Indonesia,


https://kbbi.kemdikbud.go.id, diakses 26 September 2019.

Kodoatie, R., 2013. Rekayasa dan Banjir Kota. Penerbit ANDI, Yogyakarta.

Komunitas Siaga Bencana, 2012, Rencana Kontinjensi Menghadapi Bencana


Tsunami Provinsi Sumatera Barat, Kogami, Padang.

Mudelsee, M., M. Borngen, G. Tetzlaff, U. And Grunewald., 2003, No Upward


Trends in The Occurrence of Extreme Floods in Central Europe, Journal
Nature, Vol. 425, No. 6954, page. 1 – 9.

Popovska, C., M. Jovanovski, D. Ivanoski, I. and Pesevski., 2010, Storm Sewer


System Analysis In Urban Areas and Flood Risk Assessment, Technical

25
University of Civil Engineering from Bucharest, Vo. 75, No. 3, page. 95 –
110.

Pratama, G, 2017, Skripsi Analisa Penanggunalnagn Bencana Banjir oleh Badan


Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bengkulu, Universitas
Bengkulu, Bengkulu.

Presiden Republik Indonesia, 2007, Undang – undang No. 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, Jakarta.

Rahayu, S, 2009, Monitoring Air di Daerah Aliran Sungai, World Agroforestry


Centre – Southest Asia Regional Office Indonesia, Bogor.

Umar, I, 2016. Disertasi Mitigasi Bencana Banjir pada Kawasan Permukimann


Di Kota Padang, Institute Pertanian Bogor, Bogor,

Umar, I. dan Dewata, I., Arahan Kebijakan Mitigasi pada Zona Rawan Banjir
Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat, Jurnal Pengelolaan
Sumbar Daya Alam dan Lingkungan, Vol. 8, No. 2, page. 251 – 257.

Umar, I., Widiatmaka, B. Pramudya, dan B. Barus., 2006. Delineation of Flood


Harzad Zones by Using a Multi Criteria Evaluation Approach in Padang
West Sumatera Indonesia, Journal of Enviroment and Earh Science, Vol.
4, No. 3, page. 27 – 34.

Wardhono, A. G, Pratomo, B. Prakoso, C. dan Qori’ah., 2012, Countermeasures


Flood Disaster Sampean River Policy in Situbondo District, Journal of Law
and Social Sciences (JLSS), 2(1), page. 118 – 122.

26

Anda mungkin juga menyukai