Abstrak – Anomali Total Electron Content melalui data sinyal radio frekuensi-ganda GPS dapat menunjukkan adanya
perubahan aktivitas ionik di Ionosfer yang dapat disebabkan oleh badai geomagnetik maupun peristiwa seimo-ionospheric
coupling. Pantai barat sumatera merupakan lokasi yang rawan akan bencana gempa bumi akibat batas dari zona subduksi.
Penelitian beberapa gempa dalam kurun beberapa dekade terakhir di barat sumatera menggunakan data SuGAr dan IGS telah
dilakukan untuk mengetahui adanya prekursor gempa bumi melalui analisis anomali TEC. Terdapat 5 gempa yang dianalisis
memiliki dengan skala 5 hingga 9 SR dengan menggunakan teknik korelasi dan analisis spasial. Dari hasil analisis tersebut
diperoleh bahwa gempa dengan magnitudo 5 tidak memunculkan prekursor, sedangkan pada gempa dengan magnitudo 6 hingga
9 terdapat 1 hari atau 2 hari anomali TEC yang dianggap sebagai prekursor gempa.
Kata kunci: Total Electron Contenct (TEC), gempa bumi, prekursor, teknik korelasi, analisis spasial
Abstract – Total Electron Content anomalies from dual-frequency GPS radio signals can shown the change of ionic activity
on Ionosphere that caused by geomagnetic storm or seismo-ionospheric coupling event. East coast of sumatera a very
vulnereable location of earthquakes event, because it adjust with the subduction zone. Research on some earthquake in last
decade on east part of sumatera has been done use SuGAr and IGS data to determine the earthquake precursors from TEC
anomaly analysis. There are 5 earthquakes analyzed here , where the scale ranging from 5 to 9 SR used correlation technique
and spatial analysis. The analysis result show that the earthquake with magnitude 5 did not show any precursor, only earthquake
with magnitude 6 to 9 show the precursor of the earthquake.
Keywords: Total Electron Content (TEC), earthquake, precursors, correlation technique, spatial analysis
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXXI HFI Jateng & DIY, Yogyakarta, 18 Maret 2017
ISSN : 0853-0823
Adides Gidson Simanjuntak / Identifikasi Prekursor Beberapa Gempa di Sumatera Melalui Analisis Total Electron Content (TEC) di Ionosfer
Menggunakan Teknik Korelasi
2
ionosfer pada ketinggian tertentu Ya’aqob et al. [4]; Muslim merupakan kerjasama antara Tectonics Observatory,
[5] California Institute of Technology dan LIPI Widarto [8].
STEC dapat dihitung melalui persamaan berikut : Pada saat ini jaringan SuGAr diopersikan oleh Earth
Obsevatoy of Singapore dan LIPI.
𝑓2 Data precise ephimeris yang digunakan untuk
𝑆𝑇𝐸𝐶 = (𝜑2 − 𝜑 + 𝑓2 (𝑡𝐼𝐹𝐵 − 𝑡𝑇𝐺𝐷 ) + 𝑁)
𝑓1 1 perhitungan nilai TEC diambil dari GNSS NASA untuk
𝑐𝑓1 2 𝑓2 setiap stasiun pada DOY yang digunakan dalam
× (𝟏) perhitungan. Gempa yang dipilih berdasarkan magnitudo
𝐴(𝑓1 2 − 𝑓2 2 ) dan kedalaman hiposenter dari tahun 2002 hingga 2016.
Magnitudo yang dipilih berskala 5 hingga 9 bertujuan untuk
Dimana A = 40.3 m3/s2 dan f1 dan f2 merupakan frekuensi melihat kemunculan prekursor gempa pada setiap skala
sinyal GPS. 𝜑1 dan 𝜑2 merupakan fase dari kedua magnitudo.
frekuensi GPS. c merupakan repat rambat cahaya, c = Gambar 1 menunjukkan posisi stasiun GPS dan gempa.
0.2998 × 109 m/s. N merupakan merupakan bilangan bulat Pada masing-masing gempa dipilih stasiun dengan
yang menunjukkan ambiguitas. tTGD merupakan group delay jangkauan jarak tertentu agar dapat dibandingkan
yang mana nilainya diperolah dari pesan navigasi. tIFB perubahan nilai TEC pada setiap stasiun apakah TEC
merupakan inter-frequency bias, nilainya dapat berubah secara bersamaan pada sesaat sebelum terjadinya
diestimasikan dari data GPS menggunakan teknik inversi. gempa bumi.
STEC dapat dikonversikan menjadi vertical TEC (VTEC)
melalui persamaan berikut:
𝜋 2 B. Metode Penelitian
sin ( − 𝜃) 𝑅𝐸
𝐸𝜃 = √1 − ( 2 ) (𝟐) 1. Perhitungan TEC
𝑅𝐸 + ℎ𝑖𝑜𝑛 Didalam penelitian ini perhitungan TEC dilakukan
menggunakan software GPS_Gopi_v2.9.3 . Data rinex,
precise ephimeris, pseudorange, carrier phase digunakan
𝑉𝑇𝐸𝐶 = 𝑆𝑇𝐸𝐶 × 𝐸𝜃 (𝟑) untuk menghitung TEC harian. Data yang diambil dalam
periode 31 hari, yaitu 23 hari sebelum gempa, hari-h gempa,
Dimana merupakan sudut elevasi satelit, RE merupakan dan 7 hari setelah gempa. Seluruh data tersebut diolah untuk
nilai rerata dari jari-jari bumi. hion merupakan nilai rerata dilihat anomali harian dari TEC yang dapat diperkirakan
dari ketinggian atmosfer, biasanya nilai yang digunakan sebagai prekursor.
adalah 350 km Jianyong et al. [6]
2. Teknik Korelasi
B. Badai Geomagnet Salah satu metode yang digunakan untuk analisis TEC
Badai geomagnet merupakan fenomena yang timbul adalah metode statistik. Muslim [9] melakukan penelitian
akibat lontaran massa korona dari matahari yang menggunakan teknik korelasi untuk melihat prekursor
mengganggu aktivitas magnet bumi. Pada saat terjadinya beberapa gempa besar yang terjadi didunia. Nilai rata-rata
badai geomagnet maka medan geomagnetik akan menurun TEC pada jam tertentu dalam 1 hari dikorelasikan dengan
dan akan kembali secara perlahan-lahan. median dari rata-rata jam yang sama dari 31 data diurnal
Disturbance storm time merupakan gambaran dari yang telah dihitung. 31 koefisien korelasi diperoleh dari
gangguan pada komponen H geomagnet saat terjadinya hasil korelasi hari tertentu dengan nilai median ini. Seluruh
badai geomagnetik yang direpresentasikan dalam bentuk koefisien korelasi dirata-ratakan sehingga diperoleh satu
indeks Dst oleh Sugiura dan Chapman [7]. Indeks Dst nilai rata-rata koefisien korelasi .
bernilai negatif menunjukkan sedang terjadinya badai Masing-masing nilai koefisien korelasi dikurangkan
magnetik. Satuan Dst adalah nano Tesla (nT) dan kekuatan dengan nilai rata-rata koefisien korelasi maka diperoleh
badai geomagnet dapat dikelompokkan berdasarkan nilai nilai simpangan koefisien korelasi (skk). Setelah 31 nilai
Dst yaitu: <100 nT merupakan badai kuat, badai sedang skk ini diperoleh maka dicari nilai standar deviasinya
berada pada kisaran -100 nT hingga – 50nT dan -50 nT (dskk). Setiap simpangan ini dibagi dengan standar deviasi
<Dst<-30nT merupakan badai lemah. maka akan diperoleh skk/dskk selama 31 hari yang
Didalam penelitian ini indeks Dst memegang peranan digunakan sebagai indikator adanya prekursor gempa bumi.
penting pada analisa TEC, dimana jumlah TEC di Ionosfer Prekursor gempa bumi dapat terlihat apabila nilai
dapat berubah akibat adanya badai geomagnetik atau skk/dskk kurang dari -1 dengan syarat tidak adanya badai
peristiwa seismo-ionospheric coupling. magnetik atau nilai indeks Dst >- 50nT. Apabila nilai
skk/dskk kurang dari -1 namun indeks Dst <-50nT maka
tidak dapat dikatakan sebagai prekursor gempa, karena
III. DATA DAN METODE PENELITIAN anomali nilai TEC tersebut dapat disebabkan oleh bagai
A. Data geomagnetik.
Data yang digunakan untuk melakukan perhitungan Total
Electron Content (TEC) dalam penelitian ini menggunakan
data beberapa stasiun penerima GPS yang berada jaringan
Sumatran GPS Array (selanjutnya SuGAr). Jaringan SuGAr
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXXI HFI Jateng & DIY, Yogyakarta, 18 Maret 2017
ISSN : 0853-0823
Adides Gidson Simanjuntak / Identifikasi Prekursor Beberapa Gempa di Sumatera Melalui Analisis Total Electron Content (TEC) di Ionosfer
Menggunakan Teknik Korelasi
3
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 1. Gambar a hingga e menunjukkan peta gempa dengan skala 5 sampai 9 beserta posisi stasiun GPS
yang digunakan untuk analisis TEC. Bintang merah menunjukkan posisi gempa, segitiga biru menunjukkan
posisi stasiun GPS dalam jaringan SuGAr, kotak kuning menunjukkan posisi stasiun GPS dalam jaringan IGS
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXXI HFI Jateng & DIY, Yogyakarta, 18 Maret 2017
ISSN : 0853-0823
Adides Gidson Simanjuntak / Identifikasi Prekursor Beberapa Gempa di Sumatera Melalui Analisis Total Electron Content (TEC) di Ionosfer
Menggunakan Teknik Korelasi
4
dst, badai magnetik tidak terjadi pada keempat hari tersebut.
Keempat hari tersebut dapat diidentifikasi sebagai prekursor
gempa. Kemudian keempat hari yang diduga sebagai
prekursor ini dianalisis lebih lanjut melalui analisis spasial
untuk mengkonfirmasi dugaan prekursor ini.
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXXI HFI Jateng & DIY, Yogyakarta, 18 Maret 2017
ISSN : 0853-0823
Adides Gidson Simanjuntak / Identifikasi Prekursor Beberapa Gempa di Sumatera Melalui Analisis Total Electron Content (TEC) di Ionosfer
Menggunakan Teknik Korelasi
5
Gambar 2. Hasil pengolahan gempa bermagnitudo 5.7 beserta indeks Dst. Dari hasil pengolahan skk/dskk
gempa berskala 5 ini dapat dilihat pada keseluruhan hari sebelum gempa (disebelah kiri garis merah) hampir
tidak ada nilai skk/dskk yang kurang dari -1, sehingga dapat diketahui bahwa tidak munculnya prekursor pada
gempa pada magnitudo ini
Gambar 3. Hasil pengolahan gempa bermagnitudo 6.5 beserta indeks Dst. Dari hasil pengolahan skk/dskk dapat
dilihat bahwa pada DOY 35, 36, 39, 42 adanya nilai skk/dskk yang kurang dari -1 dan telah dikonfirmasi oleh
beberapa stasiun GPS serta tidak terjadinya badai magnetik pada hari sebelum sehingga dapat dianggap sebagai
prekursor gempa
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXXI HFI Jateng & DIY, Yogyakarta, 18 Maret 2017
ISSN : 0853-0823
Adides Gidson Simanjuntak / Identifikasi Prekursor Beberapa Gempa di Sumatera Melalui Analisis Total Electron Content (TEC) di Ionosfer
Menggunakan Teknik Korelasi
6
Gambar 4. Hasil pengolahan gempa bermagnitudo 7.4 beserta indeks Dst. Dari hasil pengolahan skk/dskk dapat
dilihat bahwa pada DOY 284, 286, 287 adanya nilai skk/dskk yang kurang dari -1 dan telah dikonfirmasi oleh
beberapa stasiun GPS serta badai magnetik terjadi pada DOY 288 sehinnga tidak mempengaruhi 3 hari
sebelumnya, maka DOY 284, 286, 287 dapat dianggap sebagai prekursor gempa
Gambar 5. Hasil pengolahan gempa bermagnitudo 8.4 beserta indeks Dst. Dari hasil pengolahan skk/dskk dapat
dilihat bahwa pada DOY 239, 242 adanya nilai skk/dskk yang kurang dari -1 dan telah dikonfirmasi oleh
beberapa stasiun GPS serta badai magnetik tidak terjadi pada hari-hari sebelum gempa maka DOY 239 dan 242
dapat dianggap sebagai prekursor gempa
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXXI HFI Jateng & DIY, Yogyakarta, 18 Maret 2017
ISSN : 0853-0823
Adides Gidson Simanjuntak / Identifikasi Prekursor Beberapa Gempa di Sumatera Melalui Analisis Total Electron Content (TEC) di Ionosfer
Menggunakan Teknik Korelasi
7
Gambar 6. Hasil pengolahan gempa bermagnitudo 9.1 beserta indeks Dst. Dari hasil pengolahan skk/dskk dapat
dilihat bahwa pada DOY 342, 343, 347, 356 adanya nilai skk/dskk yang kurang dari -1 dan telah dikonfirmasi
oleh beberapa stasiun GPS serta badai magnetik tidak terjadi pada hari-hari sebelum gempa maka DOY tersebut
dapat dianggap sebagai prekursor gempa
M 6.5 Kepulauan Mentawai region, Indonesia - 24 M 8.4 southern Sumatra, Indonesia - 12 September 2007
Februari 2008 Terdapat 2 hari sebelum gempa yang menunjukkan
Keempat hari yang dilakukan analisis spasial adalah DOY skk/dskk yang kurang dari -1 yaitu DOY 239 dan DOY 242.
35, 36, 39, 42. Dari hasil analisis skk/dskk terhadap jarak Tidak adanya badai magnetik 23 hari sebelum gempa ini.
dapat diketahui bagaimana trend perubahan nilai skk/dskk, Dan setelah dilakukan analisis spasial diketahui bahwa
apabila semakin menjauh semakin membesar maka dapat kedua hari tersebut nilai skk/dskk memiliki kecenderungan
dikatakan sebagai prekursor yang disebabkan akibat gempa semakin membesar terhadap jarak (gambar 9). Maka kedua
bumi tersebut. Dari hasil analisis spasial yang diperoleh hari tersebut merupakan prekursor gempa terdeteksi
didapatkan bahwa hanya DOY 35 yang menunjukkan
kecenderungan semakin membesa (gambar 7). Namun pada M 9.1 off the west coast of northern Sumatra - 26 Desember
DOY 36, 39, dan 42 tidak menunjukkan adanya 2004
kecenderungan semakin membesar, namun nilai skk/dskk Dari hasil analisis skk/dskk diketahui bahwa terdapat 4 hari
bersifat acak besarnya terhadap jarak meskipun nilainya yang menunjukkan nilai kurang dari -1 yaitu DOY 342, 343,
kurang dari -1. Sehingga yang dapat dikatakan sebagai 347, dan 356. Setelah dianalisis secara spasial, perubahan
Prekursor Gempa Terdeteksi adalah DOY 35. skk/dskk yang nilainya semakin membesar hanya
ditunjukkan oleh DOY 356 namun DOY 342, 343, 347
M 7.4 Simeulue, Indonesia - 02 November 2002 tidak menunjukkan hal yang serupa (gambar 10). Sehingga
Melalui analisis teknik korelasi diperoleh bahwa terdapat 3 diketahui bahwa DOY 356 merupakan prekursor gempa
hari yang nilai skk/dskk kurang dari -1 yaitu DOY 284, 286, bumi terdeteksi dan 342, 343, dan 347 bukan merupakan
287. Setelah dilakukan analisis terhadap jarak episenter prekursor gempa terdeteksi.
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXXI HFI Jateng & DIY, Yogyakarta, 18 Maret 2017
ISSN : 0853-0823
Adides Gidson Simanjuntak / Identifikasi Prekursor Beberapa Gempa di Sumatera Melalui Analisis Total Electron Content (TEC) di Ionosfer
Menggunakan Teknik Korelasi
8
Gambar 7. Hasil analisis spasial pada gempa bermagnitudo 6.5 DOY 35. Dari hasil pengolahan dapat dilihat
bahwa semakin menjauh dari episenter gempa maka nilai skk/dskk semakin besar, meskipun terdapat beberapa
stasiun yang tidak semakin membesar, karena secara dominan menunjukkan pola menurun maka dapat
dikonfirmasi bahwa DOY 35 menunjukkan adanya prekursor gempa, namun DOY 36, 39, 42 tidak menunjukkan
pola yang sama, dan belum dapat disimpulkan sebagai prekursor gempa.
Gambar 8. Hasil analisis spasial pada gempa bermagnitudo 7.4 DOY 287. Dari gambar diatas terlihat adanya
trend yang semakin membesar meskipun beberapa stasiun yang dekat dengan episenter memiliki nilai skk/dskk
yang tidak lebih kecil, namun karena nilai skk/dskk stasiun-stasiun ini jauh dibawah -1 maka dapat dikatakan
pada DOY 287 merupakan prekursor gempa, sedangkan DOY 284 dan 286 bukan merupakan prekursor gempa
terdeteksi
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXXI HFI Jateng & DIY, Yogyakarta, 18 Maret 2017
ISSN : 0853-0823
Adides Gidson Simanjuntak / Identifikasi Prekursor Beberapa Gempa di Sumatera Melalui Analisis Total Electron Content (TEC) di Ionosfer
Menggunakan Teknik Korelasi
9
Gambar 9. Hasil analisis spasial pada gempa bermagnitudo 8.4 DOY 242. Dari gambar diatas terlihat adanya
trend yang semakin membesar meskipun ada satu stasiun yang dekat dengan episenter memiliki nilai skk/dskk
yang tidak mengecil, namun karena trend-nya terlihat jelas semakin membesar maka dapat dikatakan pada DOY
242 merupakan prekursor gempa, begitu pula dengan DOY 239
Gambar 10. Hasil analisis spasial pada gempa bermagnitudo 9.1 DOY 356. Dari gambar diatas terlihat adanya
trend yang semakin membesar meskipun ada stasiun yang dekat dengan episenter memiliki nilai skk/dskk yang
tidak mengecil, namun karena trend-nya terlihat jelas semakin membesar maka dapat dikatakan pada DOY 56
merupakan prekursor gempa, namun DOY 342, 343, 347, bukan merupakan prekursor gempa terdeteksi.
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXXI HFI Jateng & DIY, Yogyakarta, 18 Maret 2017
ISSN : 0853-0823
Adides Gidson Simanjuntak / Identifikasi Prekursor Beberapa Gempa di Sumatera Melalui Analisis Total Electron Content (TEC) di Ionosfer
Menggunakan Teknik Korelasi
10
V. KESIMPULAN [7] Sugiura, M., and Chapman, S., 1960, The Average Morphology
of Geomagnetic Storms with Sudden Commencement,
Dari hasil penelitian identifikasi prekursor ini dapat Sondernheft Nr.4, Göttingen.
diambil kesimpulan bahwa dari kelima magnitudo gempa
yang dilakukan analisis hanya 4 skala magnitudo yang Buku kompilasi makalah (edited book):
[9] Muslim, B. 2015. Pengujian Teknik Autokorelasi Untuk
menunjukkan adanya anomali yaitu dari skala 6 hingga Mendeteksi Pengaruh Aktivitas Gempa Bumi Besar Pada
skala 9, sedangkan gempa dengan magnitudo 5 tidak Ionosfer. Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara.
menunjukkan anomali pada perhitungan dengan teknik Prosiding seminar:
korelasi. Dari beberapa-anomali yang diperoleh dari hasil [1]Muslim, B, Effendi, J, Aldrian, E, Fakhrizal, Sunari, B &
Angga 2014, Pengembangan Sistem Monitoring Gelombang
analisis dengan menggunakan teknik korelasi tidak
Ionosfer Terkait Gempa Bumi Menggunakan Data GPS
semuanya menunjukkan prekursor gempa bumi terdeteksi. (GPSIONOQUAKE), Prosiding Seminar Nasional Sains
Hal ini didukung melalui analisis spasial, dimana hanya Atmosfer dan Antariksa (SNSAA) 2014, Bandung
terdapat 1 atau 2 hari pada masing-masing gempa yang [5]Muslim B., Sunantyo, A., Djawahir, Sumaryo, Ma'ruf B.,
merupakan prekursor gempa bumi terdeteksi. Atunggal, D., Lestari, D., 2010, "Komputasi TEC Ionosfer dari
Data GNSS CORS GMU1 Jurusan Teknik Geodesi UGM",
Pada gempa M 6.5 Kepulauan Mentawai region terdapat
Seminar Nasional GNSS CORS : Pengembangan dan
satu hari yang merupakan prekursor gempa bumi terdeteksi Aplikasinya di Indonesia, Teknik Geodesi Univesitas Gadjah
yaitu DOY 35. Pada M 7.4 Simeulue, Indonesia terdapat Mada, Yogyakarta.
satu hari prekursor gempa terdeteksi pada DOY 287. Pada
M 8.4 southern Sumatra terdapat dua hari prekursor gempa
bumi terdekteksi yaitu DOY 239 dan 242. Dan terkahir M
9.1 off the west coast of northern Sumatra terdapat satu hari
gempa bumi terdeteksi yaitu pada DOY 356.
PUSTAKA
Artikel jurnal:
[3]Liu, J.Y., Tsai, H.F., and Jung, T.K., 1996. Total electron
content obtained by using the global positioning system, J.
Terr. Atmos. and Oceanic Sci. (TAO), 7(1), 107-117.
[4]Ya'aqob, N., Abdullah , M., dan Ismail, M. 2008.
Determination of GPS total electron content using single layer
model (SLM) ionospheric mapping function. International
Journal of Computer Science and Network Security, vol. 8, hal.
154-160.
[6]Jianyong, L, Guojie, M, Xinzhao, Y, Rui, Z, Hongbo, S & Han,
Y 2015, Ionospheric total electron content disturbance
associated with May 12, 2008, Wenchuan Eartquake, Journal
of Geodesy and Geodynamics, vol. 6, pp. 126-131
[8]Widarto, Djedi S 2005, Pemetaan Total Electron Content di
Lapisan Ionosfer Menggunakan data Global Positioning
System: Tinjauan Teori, Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPI,
Bandung, Jurnal Geofisika 2005, pp. 32 – 37
Buku:
[2]Pulinets, Sergey & Boyarchuk, Kirill 2003, Ionospheric
Precusors of Earthquake, Springer, Heidelberg
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXXI HFI Jateng & DIY, Yogyakarta, 18 Maret 2017
ISSN : 0853-0823