DISUSUN OLEH:
RIZKA RAMADHANIA
X IIS 3
SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 48 JAKARTA
Jl. Pinang Ranti II, RT.4/RW.1, Pinang Ranti, Makasar, RT.9/RW.1, Pinang Ranti,
Makasar, Kota Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 13560
HALAMAN PENGESAHAN
Karya tulis yang berjudul “Masalah Banjir yang Terjadi Di Ibukota serta Akibatnya
Bagi Penduduk Jakarta” ini telah disetujui dan disahkan, pada:
Hari :
Tanggal :
Oleh :
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat
dan limpahan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan sebuah karya ilmiah untuk
memenuhi tugas mata pelajaran Geografi dengan baik dan tepat waktu.
1. Ayah dan Ibu yang telah mendo’akan dan memberikan semangat kepada penulis.
2. Ibu guru mata pelajaran Geografi yang telah memberikan Bimbingan dan Ilmu
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini.
3. Teman-teman yang telah memberikan semangat dan saran serta kritik kepada penulis
4. SMA Negeri 48 Jakarta, tempat penulis menuntut ilmu sehingga dapat menyelesaikan
tugas ini.
Berikut ini penulis mempersembahkan tugas Karya Ilmiah yang berjudul “MASALAH
BANJIR YANG TERJADI DI IBUKOTA SERTA AKIBATNYA BAGI PENDUDUK
JAKARTA”. Tugas ini disusun berdasarkan informasi yang ada. Semoga siapa saja
yang membaca dapat mengetahui makna dari isi karya ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan dalam
karya tulis ini. Oleh karena itu, penulis menerima dengan baik saran dan kritik yang
diberikan.
Dengan ini saya mempersembahkan karya ilmiah sederhana ini dengan penuh rasa
terima kasih dan semoga Allah SWT memberkahi tugas ini sehingga dapat
memberikan manfaat.
Hormat Kami,
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………………………..
i
DAFTAR ISI
…………………………………………………………………………………….. iv
1. Latar
Belakang………………………………………………………………………………. 1
2. Rumusan
Masalah………………………………………………………………………….. 1
3. Tujuan
Penelitian……………………………………………………………………………. 2
4. Manfaat
Penelitian………………………………………………………………………….. 2
2.2. Bencana
Banjir…………………………………………………………………………….. 5
3.3. Variabel
Penelitian………………………………………………………………………… 8
1. Peengertian
Banjir…………………………………………………………………………… 9
2. Faktor Penyebab
Banjir……………………………………………………………………. 9
3. Akibat
Banjir………………………………………………………………………………….. 11
4. Penanggulangan Banjir……………………………………………………………….
12
5.1.
Kesimpulan………………………………………………………………………………….
15
5.2.
Saran…………………………………………………………………………………………..
15
DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………………………………. 16
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Banjir hingga saat ini menjadi masalah serius di berbagai daerah di Indonesia, yang
disebabkan oleh perubahan lingkungan oleh aktivitas manusia yang mempengaruhi
berbagai aspek lingkungan hidup. Sebelum lingkungan hidup menjadi rusak, banjir di
Indonesia jumlahnya sedikit, karena masih seimbangnya ekosistem yang ada
dilingkungan.
Latar belakang saya mengambil permasalahan mengenai banjir karena saya merasa
prihatin dengan kondisi wilayah Jakarta yang setiap tahun tidak pernah bisa lepas
dari masalah banjir dan kurang tanggapnya pemerintah dengan masalah ini.
Berdasarkan nilai kerugian dan frekuensi kejadian bencana banjir terlihat adanya
peningkatan yang cukup berarti. Kejadian bencana banjir tersebut sangat
dipengaruhi oleh faktor alam berupa curah hujan yang diatas normal dan adanya
pasang naik air laut. Disamping itu faktor ulah manusia juga berperan penting seperti
penggunaan lahan yang tidak tepat (pemukiman di daerah bantaran sungai, di
daerah resapan, penggundulan hutan, dan sebagainya), pembuangan sampah ke
dalam sungai, pembangunan pemukiman di daerah dataran banjir dan sebagainya.
1. Rumusan masalah
Adapun perumusan masalah mengenai banjir yang akan kita bahas, antara lain:
1. Pengertian banjir
2. Penyebab banjir
3. Akibat banjir
4. Penanganan serta pencegahan banjir
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dibuatnya Karya Tulis Ilmiah ini adalah untuk menyelesaikan tugas yang
telah diberikan pada mata pelajaran Fisika. Selain itu penyusunan ini juga untuk
membuka jendela pengetahuan tentang permasalahan yang ada saat ini.
1. Manfaat Penelitian
Karya Tulis Ilmiah ini dibuat untuk mengetahui dan lebih mendalami apa itu banjir,
penyebab banjir dan gejala-gejala terjadinya banjir.
BAB II
LANDASAN TEORI
Besarnya potensi kerugian juga tergantung pada bentuk bahayanya sendiri, mulai
dari kebakaran, yang mengancam bangunan individual, sampai peristiwa tubrukan
meteor besar yang berpotensi mengakhiri peradaban umat manusia.
Banjir adalah bencana akibat curah hujan yang tinggi dengan tidak diimbangi
dengan saluran pembuangan air yang memadai sehingga merendam wilayah-
wilayah yang tidak dikehendaki oleh orang-orang yang ada di sana. Banjir bisa juga
terjadi karena jebolnya sistem aliran air yang ada sehingga daerah yang rendah
terkena dampak kiriman banjir.
Bencana banjir yang datang tentu tidak kita harapkan, namun saat musibah banjir
menimpa kita, tentu kita tidak bisa hanya berdiam diri saja dan pasrah
menghadapinya. Ada banyak cara untuk menghadapi banjir tersebut, Di antaranya
yaitu:
1. Rusaknya arealpemukiman penduduk;
2. Sulitnya mendapatkan air bersih;
3. Rusaknya saranadan prasarana penduduk;
4. Menghambat proses belajar mengajar;
5. Timbulnya penyakit-penyakit;
6. Menghambat transportasi darat.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Metode
Tipe penelitian ini adalah penelitian penjelasan (explanatory research), yaitu untuk
menjelaskan hubungan kausal antara penggunaan lahan dan banjir di daerah
Jakarta. Penelitian ini bersifat kualitatif. Metode dalam penelitian ini adalah metode
pendekatan wilayah karena situasi saat terjadinya banjir musiman ini berada hanya
di daerah Jakarta.
3.2 Ruang Lingkup Penelitian
Sungai Kecamatan Makasar Jakarta Timur (Sungai Cipinang) tetapi hanya yang
berada di Jl. Soeprapto.
1. Observasi :
Pengumpulan data dalam ilmu geografi yang berusaha untuk melihat langsung
tentang gejala dan masalah geografis.
BAB IV
ANALISIS DATA
1. Pengertian Banjir
Pada dasarnya banjir disebabkan oleh luapan aliran air yang terjadi pada saluran
atau sungai. Bisa terjadi dimana saja, ditempat yang tinggi mauun yang rendah.
Banjir adalah peristiwa tergenang dan terbenamnya daratan, karena volume air yang
meningkat. Banjir dapat terjadi karena peluapan air yang berlebihan di suatu tempat
akibat hujan besar, peluapan air sungai, atau pecahnya bendungan sungai.
Pengertian yang lain yaitu, Banjir adalah aliran yang relatif tinggi, dan tidak
tertampung oleh alur sungai atau saluran.
Di banyak daerah yang gersang di dunia, tanahnya mempunyai daya serapan air
yang buruk, atau jumlah curah hujan melebihi kemampuan tanah untuk menyerap
air. Ketika hujan turun, yang kadang terjadi adalah banjir secara tiba-tiba yang
diakibatkan terisinya saluran air kering dengan air. Banjir semacam ini disebut banjir
bandang.
Saat musim penghujan tiba, hujan bisa turun terus-menerus sehingga air pun
semakin banyak memenuhi sungai dan saluran-saluran air. Kalau sungai dan
saluran air itu tersumbat oleh sampah dan kotoran, maka banjir bisa terjadi.
Pada saat air jatuh kepermukaan bumi dalam bentuk hujan (presipitasi), maka air itu
akan mengalir ketempat yang lebih rendah melalui saluran2 atau sugai2 dalam
bentuk aliran permukaan (run off) sebagian akan masuk/meresap kedalam tanah
(infiltrasi) dan sebagiannya lagi akan menguap keudara (evapotranspirasi).
2. Penebangan hutan
Banyaknya penebangan hutan secara liar juga menjadi salah satu penyebab banjir.
Karena penebangan hutan yang tidak diikuti dengan penanaman kembali dapat
menyebabkan erosi, sehingga tidak ada penyerapan air pada saat musim hujan.
3. Banjir kiriman
Hal ini sering terjadi didaerah dataran rendah. Banjir yang tiba-tiba datang karena
pada dataran tinggi terjadi hujan dan menyebabkan meluapnya aliran sungai yang
menuju ke dataran rendah meluap, sehingga terjadilah banjir pada dataran yang
lebih rendah
4. Abrasi
Abrasi merupakan peristiwa terkikisnya alur-alur pantai akibat gerusan air laut. Gerusan
ini terjadi karena permukaan air laut mengalami peningkatan. Naiknya permukaan air
laut ini disebabkan mencairnya es di daerah kutub akibat pemanasan global.
5. Banyaknya bangunan
Banyaknya bangunan juga menjadi penyebab terjadinya banjir karena kurangnya
daerah resapan air. Kebanyakan bangunan perkantoran atau perumahan
menggunakan materi padat pada halamannya, seperti aspaldan semen, sehingga air
hujan tidak dapat terserap ke tanah. Selain itu banyak rawa-rawa yang kemudian
berganti menjadi daerah perumahan atau gedung perkantoran, padahal rawa-rawa
sangat berguna sebagai daerah resapan air.
6. Perubahan lingkungan
Saat ini yang paling hangat dibicarakan akibat dari perubahan lingkungan adalah
terjadinya pemanasan global, selain itu manusia juga telah merubah penggunaan
lahan (yang juga perubahan lingkungan) yang berakibat pada berkurangnya tutupan
lahan. Semakin lama jumlah vegetasi semakin berkurang, khususnya di daerah
perkotaan. Akibat pemanasan global menyebabkan terjadinya perubahan pada pola
iklim yg akhirnya merubah pola curah hujan, makanya jngan heran kalau sewaktu-
waktu hujan bisa sangat tinggi intensitasnya dan kadang sangat rendah.
Selain beberapa faktor diatas, ada juga faktor selain yang disebabkan oleh ulah
manusia, yaitu faktor alam.
1. Badai
Badai juga dapat menyebabkan banjir melalui beberapa cara, di antaranya melalui
ombak besar yang tingginya bisa mencapai 8 meter. Selain itu badai juga adanya
presipitasi yang dikaitkan dengan peristiwa badai. Mata badai mempunyai tekanan
yang sangat rendah, jadi ketinggian laut dapat naik beberapa meter pada mata
guntur. Banjir pesisir seperti ini sering terjadi di Bangladesh.
2. Gempa bumi
Gempa bumi dasar laut maupun letusan pulau gunung berapi yang membentuk
kawah (seperti Thera atau Krakatau) dapat memicu terjadinya gelombang besar
yang disebut tsunami yang menyebabkan banjir pada daerah pesisir pantai
1. Akibat banjir
Bencana banjir yang terjadi belakangan ini telah menimbulkan korban jiwa dan
kerugian harta benda yang besar, disamping itu menyisakan pula berbagai
permasalahan, seperti :
4. Penataan daerah aliran sungai secara terpadu dan sesuai fungsi lahan.
Pembangunan sistem pemantauan dan peringatan dini pada bagian sungai yang sering
menimbulkan banjir.
5. Tidak membangun rumah dan pemukiman di bantaran sungai serta daerah banjir.
6. Tidak membuang sampah ke dalam sungai. Mengadakan Program Pengerukan sungai.
7. Pemasangan pompa untuk daerah yang lebih rendah dari permukaan laut.
8. Program penghijauan daerah hulu sungai harus selalu dilaksanakan serta mengurangi
aktifitas di bagian sungai rawan banjir.
Bersama aparat terkait dan pengurus RT/RW terdekat bersihkan lingkungan sekitar
Anda, terutama pada saluran air atau selokan dari timbunan sampah.
Tentukan lokasi Posko Banjir yang tepat untuk mengungsi lengkap dengan fasilitas
dapur umum dan MCK, berikut pasokan air bersih melalui koordinasi dengan aparat
terkait, bersama pengurus RT/RW di lingkungan Anda.
Bersama pengurus RT/RW di lingkungan Anda, segera bentuk tim penanggulangan
banjir di tingkat warga, seperti pengangkatan Penanggung Jawab Posko Banjir.
Koordinasikan melalui RT/RW, Dewan Kelurahan setempat, dan LSM untuk
pengadaan tali, tambang, perahu karet dan pelampung guna evakuasi.
Pastikan pula peralatan komunikasi telah siap pakai, guna memudahkan mencari
informasi, meminta bantuan atau melakukan konfirmasi.
Simak informasi terkini melalui TV, radio atau peringatan Tim Warga tentang curah
hujan dan posisi air pada pintu air.
Lengkapi dengan peralatan keselamatan seperti: radio baterai, senter, korek gas dan
lilin, selimut, tikar, jas hujan, ban karet bila ada.
Siapkan bahan makanan mudah saji seperti mi instan, ikan asin, beras, makanan bayi,
gula, kopi, teh dan persediaan air bersih.
Siapkan obat-obatan darurat seperti: oralit, anti diare, anti influenza.
Amankan dokumen penting seperti: akte kelahiran, kartu keluarga, buku tabungan,
sertifikat dan benda-benda berharga dari jangkauan air dan tangan jahil.
1. Matikan aliran listrik di dalam rumah atau hubungi PLN untuk mematikan aliran
listrik di wilayah yang terkena bencana,
2. Mengungsi ke daerah aman sedini mungkin saat genangan air masih memungkinkan
untuk diseberangi.
3. Hindari berjalan di dekat saluran air untuk menghindari terseret arus banjir. Segera
mengamankan barang-barang berharga ketempat yang lebih tinggi.
4. Jika air terus meninggi hubungi instansi yang terkait dengan penanggulangan bencana
seperti Kantor Kepala Desa, Lurah ataupun Camat.
1. Secepatnya membersihkan rumah, dimana lantai pada umumnya tertutup lumpur dan
gunakan antiseptik untuk membunuh kuman penyakit.
2. Cari dan siapkan air bersih untuk menghindari terjangkitnya penyakit diare yang
sering berjangkit setelah kejadian banjir.
3. Waspada terhadap kemungkinan binatang berbisa seperti ular dan lipan, atau binatang
penyebar penyakit seperti tikus, kecoa, lalat, dan nyamuk.
4. Usahakan selalu waspada apabila kemungkinan terjadi banjir susulan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis diatas Menggunakan kerangka teori sebagaimana dijelaskan
sebelumnya, maka kesimpulannya sebagai berikut :
Partisipasi telah dimulai pada tingkat partnership pada lingkup lingkungan setempat
yang dilaksanakan secara spontan. Kegiatan tanggap darurat, di saat bencana banjir
datang, partisipasi masyarakat seimbang dengan stakeholder lainnya. Tingkat
partisipasi yang dicapai adalah partnership, baik secara individu maupun kelompok
organisasi sosial. Pada tahapan rehabilitasi setelah bencana, pemerintah kembali
dominan, terutama dalam kegiatan fisik.
Partisipasi masyarakat hanya sebatas consultation. Tingkat partisipasi risk sharing
dan partnership dilakukan lingkuplingkungan setempat.dan Kebijakan pemerintah
daerah tentang penanggulangan bencana masih sangat terbatas
1. Saran
Banjir Merupakan salah satu Fenomena Bencana alam yang disebabkan Terlalu
banyaknya air, Banjir Bisa dicegah Dengan Cara sederhana diantaranya, Menjaga
Kebersihan, terutama di area sungai, Membuat gorong-gorong dan lain-lain, Perlu
Diingatkan bahwa Peran Manusia Sangat Berpengaruh Pada hal tersebut. Serta
kerjasama pihak yang terlibat untuk mengantisipasi bencana banjir.
DAFTAR PUSTAKA
Maryono A. 2005. Menangani Banjir, Kekeringan, dan Lingkungan. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Rukmana R. 1995. Teknik Pengelolaan Lahan Berbukit dan Kritis. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta.
Situs: http://afrahda.blogspot.com/2016/04/banjir.html
http://lemlit.unlam.ac.id/wp-content/uploads/2016/04/yudi-firmanul-a.pdf
Hestiyanto, Yusman. 2005. Geograpi 1 SMA Kelas. Jakarta : Yudistira.
Hidayat. 2007. Ilmu Alam Fenomena Alam Sekitar. Bandung : PT Sarana Panca Karya
Nusa.
Rizky. 2013. “Pengertian Banjir dan
Penyebabnya” http://rizkynovi99.blogspot.com diakses tanggal 02 April 2016.
Situs: http://dikinuwa.blogspot.co.id/2016/02/v-behaviorurldefaultvmlo.html
Situs: sman48-jkt.sch.id/profil
Sampai hari ini, lebih dari 50 orang tewas dan lebih dari 170 ribu orang
menjadi pengungsi dadakan karena rumah mereka tersapu air bah.
Penyebab banjir
Eksploitasi air tanah yang berlebihan di Jakarta menyebabkan ibu kota
negara ini terus tenggelam, dengan rata rata-rata laju penurunan
tanah sekitar 3-18 cm per tahun . Kondisi ini bertambah memburuk di
Jakarta Utara yang berbatasan dengan laut. Tinggi permukaan tanah di
wilayah ini 1,5 meter lebih rendah dari permukaan air laut sebagai dampak
perubahan iklim. Akibatnya aliran air dari hulu (Bogor dan Depok) pun
tidak dapat terbuang ke laut.
Selain penurunan permukaan tanah, ada beberapa faktor lain yang
menyebabkan banjir Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Saluran dan tangkapan air (waduk, sungai, kanal banjir, drainase dan
ruang terbuka hijau) yang ada kapasitasnya kurang untuk menampung
volume air yang besar akibat curah hujan yang ekstrem. Aliran dan
sempadan sungai menyempit karena sebagian sungai di Jabodetabek
mengalami pendangkalan. Beberapa daerah resapan dan waduk juga
kurang maksimal karena berubah fungsi.
Genangan air juga disebabkan oleh isu lama, yaitu tertutupnya permukaan
tanah yang dilapis beton atau material yang menahan air untuk meresap
dalam tanah. Pertumbuhan penduduk dan ekonomi, pembangunan
infrastruktur yang massif serta urbanisasi menyebabkan okupasi lahan
semakin sempit.
Dengan tren curah hujan yang terus tinggi, wilayah-wilayah ini perlu
memiliki aliran dan penampungan air yang memadai. Dengan istilah apa
pun, entah normalisasi, naturalisasi, atau revitalisasi pemerintah perlu
mengembalikan fungsi sungai. Pemeliharaan dan pengerukan harus
menjadi prioritas dan program wajib dan rutin pemerintah.
Kota sebesar dan sekaya DKI Jakarta mestinya sudah harus memiliki
pengolahan sampah sendiri seperti ITF (Intermediate Treatment
Facilities). Meskipun ITF ini juga sudah dimulai, tak kalah pentingnya
mengubah cara berpikir masyarakat dengan membangun pengelolaan
sampah berbasis masyarakat yang menghasilkan kompos, re-use, dan
produk lainnya. Begitu juga dengan sistem pemilahan dan pengumpulan
sampah dari rumah tangga ke tempat fasilitas pengolahan.
Dengan terus turunnya permukaan tanah dan meningginya permukaan air
laut salah satu caranya adalah dengan membangun dam raksasa di
sepanjang wilayah Jakarta Utara. Proyek National Capital Integrated
Coastal Development Masterplan (NCICD) yang sudah direncanakan tahun
2011 dan sekarang redup karena efek isu reklamasi Jakarta perlu segera
dibahas lagi oleh pemerintah pusat dan daerah. Tentu saja pra-syarat
proyek ini adalah penyusunan rencana yang benar-benar komprehensif,
terintegrasi dan objektif serta benar-benar memperhitungkan dampak
lingkungan, sosial, dan ekonomi masyarakat.
Faktor manusia
Selain kebijakan struktural di atas, untuk mengurangsi risiko banjir adalah
perilaku manusia juga perlu berubah. Komitmen, kedisiplinan, dan
keberanian serta terobosan pengambil kebijakan sangat diperlukan–
termasuk keberanian untuk menegakkan hukum secara konsisten. Saat
sidak ke gedung-gedung di Jalan Sudirman Jakarta tahun 2008, misalnya,
pemerintah DKI Jakarta hanya mengirimkan surat teguran kepada salah
satu hotel yang melanggar peraturan daerah tentang sumur resapan,
instalasi pengolahan limbah, dan pemanfaatan air tanah.
Kini kita menunggu keputusan radikal dari pemerintah agar banjir besar
seperti pada 1 Januari lalu tidak berulang.
Mengungkap Musabab Banjir Besar Jakarta 2020 Mengungkap Musabab Banjir Besar...
Nasib si Kaya dan si Miskin dalam... Banjir Jakarta 2020: Nestapa Warga... Menyelami
Kondisi Banjir Bekasi di... Warga melintasi banjir setinggi dua meter di pemukiman Kampung
Pulo, Jakarta, Kamis (2/1/2020). tirto.d/Andrey Gromico Oleh: Restu Diantina Putri - 7
Januari 2020 Dibaca Normal 5 menit Salah satu penyebab banjir di DKI Jakarta: hilang
daerah resapan air karena permukiman. tirto.id - Awal dekade ini Indonesia diawali dengan
basah. Hujan terus mengguyur wilayah Jabodetabek sejak Selasa sore (31/12/2019) dengan
intensitas lebat. Langit malam pergantian tahun yang biasanya semarak, kali ini minim
kembang api. Hujan memang sempat berhenti jelang tengah malam. Namun, beberapa
menit setelah pergantian tahun, hujan kembali turun dan terus mengguyur wilayah Jakarta
dan sekitarnya hingga keesokan hari. Sekitar pukul 8 pagi, saya melihat unggahan di media
sosial beberapa kawan yang menginformasikan bahwa tempat tinggalnya mulai tergenang
banjir. Lokasi mereka beragam. Ada yang di Depok, Tangerang, Bekasi, dan Jakarta. Pukul
08.45, Kepala Pusat Data Informasi BNPB, Agus Wibowo menginformasikan kepada jurnalis
setidaknya sudah ada 23 titik yang terendam banjir di Bekasi, dua titik di Bogor dan 17 titik
di DKI Jakarta. Masih dalam informasi yang sama diketahui banjir mulai memasuki
permukiman warga sejak pukul 02.45 dengan ketinggian beragam mulai 25 hingga 50
centimeter. Dari data terakhir yang dihimpun BNPB per 4 Januari 2020, banjir kali ini
merendam 308 kelurahan dengan ketinggian air maksimum mencapai enam meter.
Sementara korban meninggal dunia mencapai 60 orang, dengan jumlah pengungsi
sebanyak 92.621 jiwa yang tersebar di 189 titik pengungsian. Banjir besar semacam ini
bukanlah hal baru di Jakarta. Sebelum ini, setidaknya ada lima banjir besar dalam sejarah
DKI Jakarta, yakni pada 2002, 2007, 2013 dan 2014. Jika melihat dari dampak yang
ditimbulkan seperti korban meninggal dunia, sebaran titik banjir hingga jumlah pengungsi,
maka dapat disebut tahun 2007 menjadi banjir terparah. Saat itu korban meninggal di DKI
Jakarta berjumlah 48 orang, sementara di tahun 2020 berjumlah 16 orang. Kemudian jumlah
kelurahan terdampak pada 2007 mencapai 199 kelurahan, masih lebih banyak ketimbang
tahun ini yang mencapai 157 kelurahan. Jumlah pengungsi pun pada tahun ini hanya 31.233
orang, sangat jauh dibandingkan pada 2007 yang menyentuh angka 522.569 jiwa. Namun
jika dilihat dari curah hujan, pada 2020 terjadi anomali. Dalam rentang 1996 hingga 2006,
intensitas curah hujan paling tinggi terlihat pada tahun 2007 dengan 340 mm/hari. Pada
2008, intensitas curah hujan maksimal terlihat di angka 250 mm/hari dan 277 mm/hari di
tahun 2015. Sementara data yang dihimpun dari beberapa titik pengukuran didapat per 1
Januari 2020, intensitas curah hujan tercatat 377 mm/hari di Stasiun BMKG TNI AU Halim,
335 mm/hari di Stasiun BMKG Taman Mini, dan 259 mm/hari di Stasiun BMKG Jatiasih.
Baca juga: Banjir Ancam Jakarta & Sekitarnya: Yakin IMB-Amdal Mau Dihapuskan? Atasi
Banjir Jakarta, Ahli Hidrologi UGM Usul Sistem Podler Belanda Anomali Banjir DKI Menurut
Ahli Geospasial, Bintang Rahmat Wananda, curah hujan yang tercatat di Halim melebihi
rekor curah hujan harian kala ulang 1.000 tahun. Padahal jika merujuk kurva Gumbel,
diprediksi curah hujan tertinggi maksimal hanya sampai 208 mm/hari. Hal ini menurut
Bintang, ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama adalah akibat perubahan iklim.
Kedua, lantaran disebabkan adanya urban heat island atau perubahan iklim lokal.
“Perubahan iklim lokal terjadi akibat udara panas yang terperangkap dalam hutan beton
suatu wilayah, dalam hal ini kota. Sehingga lama kelamaan akan membentuk pola cuaca
tertentu yang berubah menjadi iklim lokal. Namun ini baru perkiraan saja. Perlu kajian lebih
mendalam,” ujar Bintang saat ditemui reporter Tirto, Senin, 6 Januari 2020. Pada banjir kali
ini pula, terdapat beberapa titik banjir yang tidak terendam dalam banjir besar sebelumnya
pada 2014, akan tetapi terendam genangan pada tahun ini. Kami membaginya dalam tiga
peta; peta sebaran banjir 2014 yang berwarna biru, peta sebaran banjir 2020 yang berwarna
merah dan peta tumpang tindih (overlay) kedua tahun tersebut yang berwarna ungu yang
berarti di daerah tersebut terendam banjir baik 2014 maupun 2019. Namun, harus diketahui
peta tersebut hanya merepresentasikan kelurahan terdampak, bukan titik banjir secara
presisi. Hal ini lantaran dalam satu kelurahan ada RW yang terendam banjir ada yang tidak,
begitu pun dalam satu RW, tidak semua RT ikut terendam. Dari peta ketiga tersebut terlihat
titik baru pada 2020 seperti Kelurahan Meruya, Joglo, Palmerah, Menteng, Karet Semanggi,
Kuningan Timur, dan lain-lain. Kendati demikian, beberapa daerah tersebut ada juga yang
pernah terendam banjir pada banjir-banjir sebelum 2014. A Flourish data visualisation
Bintang kemudian menjelaskan, untuk mengetahui penyebab banjir dalam suatu periode
turunnya hujan, harus diidentifikasi apakah itu merupakan banjir kiriman atau banjir lokal.
Untuk mengetahuinya, kami mencoba merunut peristiwa banjir Jabodetabek khususnya DKI
Jakarta pada 31 Desember 2019 malam hingga 1 Januari 2020 malam. Pada pukul 02.45,
sejumlah wilayah di Jakarta Timur dan Jakarta Barat sudah mulai tergenang. Sementara itu,
wilayah di sepanjang 16 kilometer DAS Ciliwung yang sudah dinormalisasi seperti Kampung
Pulo dan Bukit Duri terlihat masih relatif aman hingga pukul 13.00. Berdasarkan data BNPB
dan BPPD DKI Jakarta, pada pukul 05.00, pintu air Katulampa terpantau setinggi 40
centimeter atau siaga 4. Begitu pun pintu air Depok yang sudah setinggi 150 centimeter dan
masih siaga 4. Di bawah, pintu air Manggarai sudah siaga 2 dengan ketinggian air 915
centimeter. Pada waktu yang sama, air sudah mulai menggenangi beberapa titik di Jakarta
Pusat, Jakarta Timur dan Jakarta Barat dengan ketinggian air 60 centimeter. Air meninggi
pada pukul 14.00, hingga mencapai 200 centimeter. Sekitar pukul 15.00 hingga 16.30,
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono melakukan pantauan
udara, hasilnya wilayah normalisasi DAS Ciliwung terpantau aman. Hingga saat itu, air dari
Katulampa masih belum sampai Jakarta. Air dari Katulampa Bogor diperkirakan baru tiba di
Jakarta pada pukul enam sore. Kemudian pada malam hari, jam tidak diketahui, Kampung
Pulo, salah satu wilayah DAS Ciliwung yang dinormalisasi, tergenang. Artinya, jika melihat
dari kronologi tersebut, hingga pukul 6 sore, banjir yang ada di Jakarta merupakan banjir
lokal akibat dari curah hujan. Musabab Banjir Dari analisis Bintang Wardana, tidak ada
faktor tunggal penyebab banjir. Dalam konteks banjir Jabodetabek 2020, setidaknya ada
beberapa faktor. Pertama, minimnya resapan air di selatan Jakarta atau bagian hulu.
Daerah hulu merupakan tempat efektif untuk menyerap air permukaan (surface run off) yang
diakibatkan curah hujan yang tinggi. Hal ini lantaran muka air tanah masih sekitar ratusan
meter dari permukaan sehingga penyerapan bisa maksimal. Jika air yang mengalir di
permukaan bisa diserap, maka air yang turun ke hilir dapat berkurang. “Permasalahannya
saat ini semua run off dibuang ke sungai,” ujar Bintang. Faktor kedua adalah drainase yang
buruk di hilir. Secara geografis, Jakarta berada di bidang datar. Akan sulit jika hanya
bergantung pada sistem kanal yang mengandalkan gravitasi. Di sisi lain, Jakarta hampir
tidak ada ruang terbuka biru (RTB) atau tempat parkir air sebelum dialirkan ke laut.
“Seharusnya tiap permukiman diwajibkan memiliki semacam kolam resistensi untuk
menampung air dan itu dibikin sistemik melalui regulasi pemerintah,” kata Bintang. Belum
lagi fenomena penurunan tanah atau land subsidence yang tersebar di hampir semua
wilayah DKI Jakarta yang tentu memperburuk banjir. Terpisah, Elisa Sutanudjaja dari Rujak
Center Urban Studies menilai selama ini pengelolaan air permukaan (run off) dilimpahkan
seluruhnya pada pemerintah. Padahal jika melibatkan masyarakat, run off tersebut bisa
berkurang banyak. “Misalnya saja dengan membuat sumur resapan di tiap rumah. Atau
sesederhana menggunakan tandon,” kata Elisa. Baca juga: Anies Akan Beri Sanksi 5
Gedung Tanpa Sumur Resapan Air Tanah BPBD Sebut Banjir di Jakarta Terjadi Lantaran
Minim Resapan Air Sementara untuk yang lebih makro seperti pada permukiman apartemen
maupun bangunan tinggi lain, pemerintah dapat menggalakkan regulasi mengenai sumur
resapan. Sebenarnya, sudah ada regulasi yang mengatur melalui Pergub Nomor 20 Tahun
2013 tentang Sumur Resapan dan Kepgub Nomor 279 Tahun 2018 tentang Tim
Pengawasan Terpadu Penyediaan Sumur Resapan dan Instalasi Pengolahan Air Limbah
Serta Pemanfaatan Air Tanah di Bangunan Gedung dan Perumahan. Namun, Elisa tidak
melihat adanya sanksi tegas bagi pemilik gedung yang melanggar. Pada April 2018,
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memang sempat menginspeksi 80 gedung di
Jakarta terkait pematuhan sumur resapan dan pengelolaan air limbah. “Bayangkan saja dari
80 gedung hanya satu yang memenuhi ketentuan, itu Hotel Pullman,” kata Elisa. Namun,
terkait sistem infiltrasi tersebut, Bintang Wardana tak sepenuhnya setuju. Lantaran
menurutnya, sebagian tanah di Jakarta sifatnya sudah lempung sehingga tidak efektif dalam
menyerap air. “Kalau mau ya di Jakarta Selatan saja atau di hulu. Sisanya tidak cocok.
Apalagi di kawasan utara. Itu harus pakai pompa,” kata Bintang. Kendati demikian, pada
banjir kemarin pompa yang ada tidak berjalan maksimal. Temuan Bintang, dari 450 pompa
yang ada, hanya 50 yang beroperasi. “Itupun telat. Baru dioperasikan pada 1 Januari 2020
pukul 12.00. Harusnya jauh lebih awal dari itu,” imbuh Bintang. Empat ratus pompa yang
tidak berfungsi itu antara lain dikarenakan rusak hingga tidak ada bahan bakar. Ruang Air
Direbut Jakarta sejatinya merupakan daerah rawa. Namun, seiring bertambahnya populasi
manusia di ibukota dan perkembangan pembangunan, rawa-rawa tersebut kini berubah
tampilan menjadi permukiman dan gedung-gedung tinggi. Banjir di awal 2020 kemarin, mau
tak mau tak bisa dilepaskan dengan Ruang Terbuka Hijau dan Ruang Terbuka Biru yang
semakin hari semakin digerus oleh para pengembang. Pemprov DKI menunjukkan sebuah
peta bahwa saat ini 90 persen lahan di DKI Jakarta sudah dibeton. Pada 2004 hingga 2006,
Agung Podomoro Grup secara agresif membangun 12 apartemen di kawasan barat, pusat,
selatan dan utara Jakarta. Saat ini total apartemen di Jakarta mencapai sekitar 234
apartemen yang tentunya secara masif pula menyedot air tanah dan berperan mempercepat
penurunan tanah (land subsidence). Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta
setiap dekadenya semakin menguning. Jika melihat peta RTRW tahun 1980, DKI Jakarta
masih cukup banyak lahan hijau. Namun pada peta RTRW 1999-2005, kawasan hijau makin
berkurang dan berganti dengan kuning alias untuk permukiman. Pada peta RTRW 2010-
2030 nyaris semua kawasan di Jakarta menjadi kuning. A Flourish chart Untuk itu, cara lain
yang bisa dilakukan Pemprov DKI menurut Elisa adalah dengan mengembalikan sejumlah
fungsi lahan yang saat ini peruntukkannya sebagai gedung. Misalnya saja Mega Mall Pluit
yang Hak Guna Bangunan (HGB)nya akan habis pada 2025. “Pemprov bisa
mengembalikannya ke fungsi semula. Dulu itu namanya Taman Tirta Loka. Kalau mau ya
hancurkan saja. Itupun jika belum diubah menjadi hak milik. Semoga tidak, ya. Pemprov
bisa mengembalikan fungsi lahan pada gedung-gedung yang HGB-nya akan segera habis,”
lanjut Elisa. Baik Elisa maupun Bintang, enggan mengambinghitamkan perubahan iklim
sebagai satu-satunya penyebab banjir kendati terdapat anomali curah hujan ekstrem hingga
377 mm/hari. “Jika penanggulangan banjir sudah cukup baik, infiltrasi di hulu maksimal,
drainase dan RTB mumpuni di hilir, pompa jalan dengan baik, risikonya bisa diminimalisir,”
ucap Bintang. Baca juga artikel terkait BANJIR JAKARTA atau tulisan menarik lainnya Restu
Diantina Putri (tirto.id - Indepth) Reporter: Restu Diantina Putri Penulis: Restu Diantina Putri
Editor: Mawa Kresna
Badan Penanggulan Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta menyampaikan debit air di Pintu Air
Karet mengalami kenaikan pada Rabu (1/1) di awal tahun 2020 ini.
Bahkan saat ini status PA Air Karet siaga 1.
Dihimpun dari Twitter BPBD DKI Jakarta @BPBDJakarta kenaikan pintu air Karet sudah terjadi sejak
pukul 03.00 WIB dini hari tadi, menyusul intensitas curah hujan yang tinggi kembali mengalami
kenaikan.
Sepanjang jalan Petamburan yang mengarah Tanah Abang ataupun Jalan Administrasi Negara pun
kini tak dapat dilalui, ditambah hujan deres hingga pagi ini masih tinggi.
Salah satu warga Ujang (40) mengatakan banjir sudah masuk ke jalan hingga mengenangi
pemukiman warga sejak pukul 04.00 WIB pagi tadi.
Ia sendiri mengaku tak menyangka bakal terjadi banjir.
Pokok tadi jam 4 lah itu, air udah naik adalah semata kaki saya," kata Ujang saat ditemui, Rabu
(1/1/2020).
Ujang yang tinggal dikawasan Jalan Petamburan V, mengatakan banjir yang dialami ini, merupakan
yang terparah di awal tahun ia rasakan, bahkan sejak 2012 lalu.
"Ini parah sih. Terakhir itu saat pak Jokowi jadi Gubernur aja, abis itu udah tu gak pernah lagi
Petamburan Banjir ya kalo banjir dikit pernah tapi abis itu surut cepet," kata dia.
Sementara itu hal serupa juga dikatakan oleh Warsi (50).
Wanita yang berprofesi sebagai pedagang di Pasar Petamburan ini pun terpaksa harus menutup
dagangnya setelah banjir makin meninggi.
"Rumah saya di Karet Banjir juga mas. Disini banjir di rumah juga banjir," ucapnya. (JOS)
Kondisi Pasca-banjir di dekat Rusun Karet Tengsin, Kasur Menumpuk di Tengah Jalan