BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gempabumi merupakan bagian dari revolusi bumi yang sering menimbulkan
bencana, seperti contoh gempa yang terjadi pada bulan Desember 2004 di Provinsi
Aceh yang mengakibatkan terjadinya tsunami hebat.yang menyebabkan memakan
banyak korban. Pemicu utama terjadiya tsunami tersebut adalah karena gempabumi
dasar laut. Oleh karena itu dampak dari terjadinya tsunami dapat di cegah. Tetapi
sampai saat ini para ahli belum bisa menentukan kapan dan dimana terjadinya
gempabumi. Karena sifat dari gempabumi itu sendiri masif, artinya saat ada bencana
gempabumi, lingkup wilayah yang cukup luas.
Kepulauan indonesia termasuk kedalam wilayah Pasific Ring of Fire (deretan
gunung api pasifik). Posisi Indonesia secara geologis memiliki dampak positif dan
dampak negatif. Dampak positifnya indonesia kaya kan barang tambang dan mineral
yang melimpah. Dampak negatifnya adalah adanya beberapa sumber bencana
geologi khususnya gempabumi.
Gempabumi yang timbul di indonesia banyak di sebabkan oleh pergerakan 3
lempeng dunia yang saling bertemu diantaranya lempeng tektonik, yaitu: Lempeng
Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik. Lempeng Indo-Australia
bergerak relatip ke arah utara dan menyusup kedalam lempeng Eurasia, sementara
lempeng Pasifik bergerak relatip ke arah barat. Jalur pertemuan lempeng berada di
laut sehingga apabila terjadi gempabumi besar dengan kedalaman dangkal maka
akan berpotensi menimbulkan tsunami sehingga Indonesia juga rawan tsunami.
Dilihat dari posisi lempeng tersebut,pulau kalimantan saja yang relatif stabil
dibandingkan dengan Jawa, Sumatera, NTT, Sulawesi dan lain-lain. Tetapi di
wilayah kalimantan gempa bukan ancaman serius melaikan bencana Klimatologis
dan Hidrologis seperti kebakaran hutan dan banjir. Berikut merupakan gambar yang
menunjukkan pulau kalimantan lebih relatif secara geologis jika dibandingkan
dengan wilayah lain.
Tedapat beberapa catatan tentang kejadian gempabumi Indonesia yang terjadi
pada periode 2008 – 2022 dengan rata-rata pertahun 7.069 data berikut di peroleh
dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Gempabumi di Indonesia setiap
2
tahunnya intensitasnya bertambah. Dalam hal ini kita bisa harus bisa menerima
kesiapsiagaan dalam menangi bencana yang dimana harus bisa memperhatikan apa
yang akan di lakukan pada saat sebelum terjadi bencana, pada saat bencana, dan
pasca bencana agar dampak yang di dapatkan dari bencana tersebut tidak banyak
merugikan.
Berdasarkan hasil data dari BMKG ada 22 lokasi gempa merusak yang dimana
hampir seluruh pulau indonesia mengalaminya terkecuali dengan papua dan bahkan
kawasan yang dominan memiliki resiko wilayah rusak di pulau Jawa dan Sumatra.
Tetapi pada data yang telah terbit wilayah yang palinga banyak terjadi kerusakan
adalah Provinsi Jawa Barat, kerna sejak terjadinya gempa Banten, Cianjur,
Sukabumi, dan Garut.
Kaitannya dengan gempabumi,Jawa Barat memiliki karakteristik wilayah
topografi yang bergunung-gunung, letaknya berada pada jalur tektonik,terdapat jalur
patahan yang memiliki potensi gempa yang sangat dahsyat, serta aliran air yang
bermuara kewilayah pesisir utara. Secara fisiografis, Jawa Barat terbagi menjadi 4
bagian (Van Bemmelen, 1949 ) yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona
Bandung dan Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat.
Didukung oleh data Badan Pusat Statistika pada tahun 2022 wilayah Jawa Barat
merupakan wilayah dengan jumlah penduduk terbatak di Indonesia di bandingkan
dengan Provinsi lainnya. Hal ini mengakibatkan penduduk Jawa Barat Harus siap
menagnggung kosekuensi apabila terjadi suatu bencana alam.
Bencana seringkali menimbulkan kerugian pada manusia tidak hanya tidak
hanya kehilangan harta tetapi banyak nyawa yang menjadi korbannya dengan jumlah
yang tidak sedikit. Pada bulan November Senin 21 November 2022, terjadi gempa
tektonik yang luar biasa berkekuatan 5,6 skala richter dengan lokasi Pusat
Gempabumi (epicenter) terletak pada koordinat 6.86°LS 107.01°BT terletak di Pusat
gempa berada di darat 10 km Barat Daya Kabupaten Cianjur pada kedalaman 11 km.
Dampak yang di timbulkan gempabumi tersebut dirasakan oleh beberapa kota dan
kabupaten yang tersebar di sekitar wilayah Provinsi Jawa Barat. Kabupten dan Kota
Bandung, Sukabumi, Bogor dan wilayah sekitanya merasakan getaran atau
goncangan akibat gempa tersebut tidak terkecuali Ibukota Jakarta.
3
Peristiwa bencana alam tidak bisa dihindari oleh siapapun yang tinggal di
wilayah Jawa Barat Khususnya wilayah Kabupten Cianjur. Usaha yang dapat
dilakukan oleh manusia adalah bagaimana cara mengurangi resiko dari bencana yang
terjadi, agar kerugian atau korban jiwa tidak terlalu besar efeknya kepada kita.
Penyebab dari banyaknya korban jiwa dan kerugian yang di rasakan oleh masyarakat
ataupun pemerintah akibat masih kurangnya kesadaran dan pemahaman upaya untuk
pengurangan resiko bencana (mitigasi bencan)
Kecamatan Cugenang berada di Kabupeten Cianjur, lebih khususnya berada di
kawasan pesisir selatan. Secara teori kawasan ini rawan dengan bahaya gempabumi,
karena secara geologi di kelilingi oleh beberapa zona sesar dan berdekatan dengan
palung jawa. Dilihat dari kondisi morfologi berupa perbukitan menjadikan pemicu
besarnya dampak dari suatu kejadian gemapa. Terdapat beberapa patahan(fault) di
wilayang cugenang.
Dalam Penelitian dan Analisis, SIG dapat dimanfaatkan untuk mengetahui
daerah rawan bencana Sig dapat membantu menentukan wilayahnya. Misalkan untuk
wilayah Jawa, sangat berpotensi Gempa karena dilalui oleh lempeng samudra dan
benua. Jawa juga merupakan daerah busur dalam vulkanik atau darah yang memiliki
banyak gunungapi yang aktif. Wilayah selatan Jawa berpotensi gempa dan tsunami.
Oleh karena itu dengan memanfaatkan Sig dapat mengurangi dan bersiaga tehadap
ancaman bencana tersebut. Peta Bencana Berbasis SIG, Sistem Informasi Geografi
adalah suatu sistem yang diaplikasikan untuk memperoleh, menyimpan, menganalisa
dan mengelola data yang terkait dengan atribut, secara spasial. Pada kondisi yang
lebih umum, SIG adalah cara yang memudahkan pengguna untuk membuat query
interaktif, menganalisa informasi spasial dan mengedit data. Ilmu informasi
geografis adalah ilmu yang mengkombinasikan antara penerapan dengan sistem
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu alat yang dapat mendukung
penetapan keputusan dalam semua fase siklus bencana. Dengan kata lain adalah
suatu kata yang menjelaskan tentang semua jenis item dari data yang hendaknya
mempunyai tingkat keakuratan yang tinggi terhadap suatu lokasi atau dapat diukur
dalam hal koordinat geografis. SIG dapat diterapkan untuk melindungi kehidupan,
kepemilikan dan infrastuktur yang kritis terhadap bencana yang ditimbulkan oleh
alam; melakukan analisis kerentanan, kajian multi bencana alam, rencana evakuasi
4
1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang di paparkan, maka tujuan yang ingin di
capai dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui kerusakan bangunan akibat gempabumi di Kecamatan
Cugenang kabupaten cianjur?
2. Untuk memetakan zonasi kerusakan bangunan akibat bencana gempa bumi di
kecamatan Cugenang kabupaten cianjur ?
1.4. Manfaat
5
dilakukan kedepannya agar tidak menimbulkan hal yang sama dengan apa
yang telah terjadi sebelumnya.
3. Manfaat Kebijakan
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi rujukan bagi Pemerintah Kecamatan
Cugenang dalam pengambilan keputusan untuk menetapkan keputusan untuk
menetapkan suatu keputusan kebijakan.Dalam hal ini terkait bagaiman pemetaan
dalam mengetahui kerusakan akibat bencana gempa bumi.
7
2.1. Gempabumi
2.1.1. Pengertian Bencana Gempabumi
Sebagian besar dari kita pernah mengalami kejadian alam yang
cenderung merugikan. Bencana menurut Priambodo (2009:22) adalah
kejadian alam,buatan,manusia atau perpaduan antara keduanya yang terjadi
secara tiba-tiba sehingga menimbulkan dampak negatif yang cukup besar
untuk kehidupan. Dalam kejaidan tersebut, unsur yang terkait langsung atau
terpengaruh harus merespon dengan melakukan tindakan luar biasa guna
menyesuaikan sekaligus memulihkan kondisi seperti semula atau menjadi
lebih baik.
Gempabumi adalah getaran dalam bumi yang terjadi sebagai akibat
dari terlepasnya energi yang terkumpul secara tiba-tiba dalam batuan yang
mengalami deformasi (Noor, 2009). Gempabumi dapat didefinisikan sebagai
rambatan gelombang pada masa batuan / tanah yang berasal dari hasil
pelepasan energi kinetik yang berasal dari dalam bumi. Sumber energi yang
dilepaskan dapat berasal dari hasil tumbukan lempeng, letusan gunungapi,
atau longsoran masa batuan / tanah.
1) Likuifaksi.
2) Penurunan tanah dan runtuhnya lapis tanah.
3) Tanah longsor dan batu longsor.
4) Retakan permukaan tanah.
5) Kerusakan bangunan.
b. Akibat Tidak langsung
Efek tidak langsung adalah efek setelahnya yang diakibatkan oleh
kondisi situs (topographical effects) dan kondisi tanah (site effects)
yang mana kerusakan bangunan terparah oleh peristiwa perambatan
gelombang gempa. Efek tidak langsung dapat dikategorikan sebagai
berikut ini.
1) Akibat Resonasi
Resonansi adalah peristiwa merambatnya respon suatu objek dari
akibat kesamaan periode getar struktur dan periode getar tanah/situs.
Mengingat bangunan berada diatas tanah maka terdapat interaksi
antara tanah dengan bangunan.
2) Akibat Amplifikasi
Amplifikasi adalah membesarnya respon tanah (percepatan,
kecepatan ataupun simpangan) dan akan banyak berkaitan dengan
tanah yang bersifat elastis atau tanah yang degradasi kekuatannya
relatif kecil.
3) Akibat wave-field
Wave-Field yang dimaksud adalah gelombang gerakan tanah
yang merambat akibat kompleksitas kombinasi gelombang Rayleigh
(Rwave) dan gelombang Love (L-wave) yang ada di permukaan tanah.
Salah satu dampak yang dirasakan adalah kerusakan bangunan
dan infrastruktur lainnya. Keruskan bangunan dapat bersasal dari
akibat langsung berupa rekahan tanah akibat hiposentrum gempa yang
dirasakan, serta akibat tidak langsung dari resonansi atau perambatan
gelombang di atas tanah. Oleh karena itu dampak kerusakan dari
gempa bumi dapat berupa kerusakan ringan hingga berat
2.1.3. Hiposentrum dan Episentrum
12
Tingkat 2: Kerusakan
Sedang
(kerusakan ringan struktural,
kerusakan sedang non-struktural)
Banyak retakan di dinding,
jatuhnya partikel besar dari
plaster.
16
Tingkat 3: Kerusakan
substantial yang besar
Tingkat 5: Hancur
(kerusakan struktur yang sangat
besar) Seluruh bangunan hancur
total.
Tingkat 2: Kerusakan
Sedang
(kerusakan ringan struktural,
kerusakan sedang nonstruktural)
Retakan pada kolom dan balok
rangka serta jatuhnya plester dan
sambungan panel dinding
17
Tingkat 3: Kerusakan
substantial yang besar
Tingkat 5: Hancur
(kerusakan struktur yang sangat
besar) Runtuhnya bangunan ke
lantai dasar bangunan.
a. Prioritas Nol (Hitam) : Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan
tidak mungkin diresusitasi.
b. Prioritas Pertama (Merah) : Pasien cedera berat yang memerlukan
penilaian cepat serta tindakan medik dan transport segera untuk tetap
hidup (misal : gagal nafas, cedera torako-abdominal, cedera kepala atau
maksilo-fasial berat, shok atau perdarahan berat, luka bakar berat).
c. Prioritas Kedua (Kuning) : Pasien memerlukan bantuan, namun dengan
cedera yang kurang berat dan dipastikan tidak akan mengalami
ancaman jiwa dalam waktu dekat. Pasien mungkin mengalami cedera
dalam jenis cakupan yang luas (misal : cedera abdomen tanpa shok,
19
gempabumi maka sampel dari menelitian ini meliputi seluruh wilayah desa
yang memiliki kerusakan akibat dari gempabumi yang terjadi.
3.5. Variabel Penelitian
Istilah dari variabel yang hampir tidak pernah ketinggalan dalam setiap
penelitian, F. N Kerlinger dalam arikunto menyebutkan variabel sebagai sebuah
konsep sepertihalnya laki-laki dalam konsep jenis kelamain. Menurut Sugiyono
(2016), variable penelitian merupakan sebuah atribut atau sifat atau nilai dari
orang, obyek, organisasi, atau kegiatan yang memiliki variasi tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya.
Variabel penelitian perlu ditetapkan dan dijelaskan supaya alur hubungan dua atau
lebih variable dalam penelitian dapat dicari dan dianalisis (Bungin, 2017).
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini merupakan variabel tunggal
yang berarti variabel tersebut hanya terdiri dari satu variabel penelitian yang
menjadi kerangka acuan pengambilan data di lapangan walaupun mempunyai
beberapa indikator pengembangan. Variabel dalam penelitian ini dijabarkan pada
tabel berikut:
Tabel 3.1 Variabel Penelitian
3.7.2. Bahan
Tabel 3.3 Bahan Penelitian
No Bahan Spesifikasi Kegunaaan Sumber
1. Administrasi Shapefile Digunakan RBI
Kecamatan Cugenang dalam
pembuatan peta
2. Hiposentrum Gempa Shapefile dan Acuan melihat USGS
Bumi Exel kondisi setelah
gempa bumi
Peta Geologi Peta Geologi Digunakan Pusat
Lembar dalam Survey
Cianjur, jawa pembuatan peta Geologi,
1:100.000 geologi Badan
Geologi,
ESDM
3. Kerusakan Bangunan KML dan Sebagai Observasi
Shapefile landasan untuk Lapangan
memenentukan
kerusakan
bangunan
b. Observasi
Menurut Widoyoko (2014), observasi adalah pengamatan dan pencatatan
secara sistematis terhadap unsur-unsur yang terdapat dalam sebuah gejala pada
objek penelitian. Dalam penelitian ini peneliti melakukan observasi secara
langsung di Kecamatan Lembang untuk mendapatkan gambaran secara umum
maupun detail mengenai topik yang akan diteliti.
c. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan komunikasi langsung dengan masyarakat
setempat yang di jadikan sampe penelitian maupun narasumber dari instansi
terkait
d. Dokumentasi
Dokumentasi digunakan untuk mengambil data-data yang mengandung hasil
penelitian di Kecamatan Cugenang. Teknik dokumentasi menampilkan data-data
berupa gambar yang di dapatkan dari hasil observasi yang dapat memperkuat
hasil dari penelitian.
3.9. Teknik analisis data
a. Analisis Zonasi Kerusakan Bangunan
Klasifikasi kerusakan bangunan berdasarkan European Macroseismic
Scale (EMS) 1998. Analisis ini dilakukan untuk tercapainya tujuan penelitian
tentang zonasi kerusakan bangunan. Klasifikasi EMS 1998 membagi tingkatan
kerusakan atas 5 (lima) skala, yaitu tingkat kerusakan ringan, sedang, besar,
sangat besar, dan hancur. Untuk menentukan klasifikasi kerusakan bangunan,
dilakukan menggunakan data yang diperoleh dari sumber terkait serta
identifikasi berdasarkan observasi dan survey langsung ke lapangan sehingga
akan lebih jelas untuk menentukan klasifikasi dari kerusakan bangunan tersebut.
Data yang diperoleh selanjutnya diproses menggunakan perangkat lunak
ArcGIS 10.8 dengan hasil mengklasifikasikan kerusakan bangunan di setiap
wilayah yang mengalami kerusakan. Sehingga dapat di interpretasikan.
b. Analisis Korban akibat bencana Gempabumi
Analisis korban akibat bencana gempabumi dengan menggunakan teknik
analisis apsial. Teknik ini digunakan untuk menganalisis masalah dengan cara
mengumpulkan sejumlah data atau mengorganisasikan dalam kriteria tertentu
33
lalu disajikan dalam bentuk tabel (hasil tabulasi) dan garfik (gambar/chart).
Dalam hal ini, data yang di peroleh pada masing-masing korban di sajikan dalam
bentuk tabel, untuk kemudian di deskripsikan secara lebih rinci. Analisis ini
mengacu pada Priambodo dan Tagging ada klasifikasi korban.
c. Analisis Kerusakan Material
d. Analisis Sebaran Wabah Penyakit
1 Daftar Pustaka
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik
(Edisi Revisi VI). Jakarta: Rieneke Cipta
Badan Pusat Statistik (BPS). 2021. Kecamatan Cugenang Dalam Angka 2021:
BadanPusat Statistik Kabupaten Cianjur
Basuki, A. Y., Riqqi, A., Deliar, A., & Oktaviani, N. (2014). Tata Kelola Basis Data
Geospasial Kelautan Berbasiskan Sistem Grid Skala Ragam (Wilayah Studi:
Selat Sunda). Conference On Geospatial Information Science and
Engineering Menuju Pengelolaan Informasi Secara Spasial.