Anda di halaman 1dari 2

Pengurangan risiko bencana (PRB) adalah hal yang dilakukan untuk mengurangi dampak buruk yang mungkin timbul,

terutama dilakukan dalam situasi sedang tidak terjadi bencana. meliputi: a. pengenalan dan pemantauan risiko bencana; b.
perencanaan partisipatif penanggulangan bencana; c. pengembangan budaya sadar bencana; d. peningkatan komitmen terhadap
pelaku penanggulangan bencana; dan e. penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan bencana.

Berikut adalah beberapa strategi yang digunakan untuk mengurangi risiko bencana:

1. Pengenalan dan pemantauan Risiko bencana:


 Identifikasi risiko bencana yang ada di suatu wilayah.
 Menganalisis penyebab dan dampak potensial dari bencana tersebut.
 Mengumpulkan data dan informasi yang relevan tentang risiko bencana.
2. Perencanaan partisipatif penanggulangan bencana:
 Membangun infrastruktur yang tahan terhadap bencana, seperti bangunan yang dirancang untuk
menahan gempa atau banjir.
 Menyusun rencana tata ruang yang mempertimbangkan risiko bencana.
3. Pengurangan Risiko Lingkungan:
 Memelihara ekosistem alam seperti hutan, sungai, dan pantai untuk mengurangi risiko bencana seperti
banjir dan tanah longsor.
 Praktik-praktik pertanian yang berkelanjutan untuk mengurangi erosi tanah dan degradasi lahan.
4. Penyuluhan dan Pendidikan Masyarakat budaya sadar bencana:
 Mengedukasi masyarakat tentang risiko bencana dan cara menghadapinya.
 Melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan tindakan pengurangan risiko.
5. Peringatan Dini:
 Membangun sistem peringatan dini untuk memberi tahu masyarakat tentang ancaman bencana yang
akan datang, seperti gempa bumi atau tsunami.
 Melakukan latihan simulasi evakuasi dan respons bencana.
6. Manajemen Krisis dan Respons:
 Menyiapkan rencana tanggap darurat dan tim respons bencana.
 Melakukan pelatihan dan simulasi tanggap darurat.
 Mengkoordinasikan upaya tanggap darurat saat bencana terjadi.
7. Pengaturan Kebijakan dan Hukum:
 Mengembangkan kebijakan dan peraturan yang mendukung pengurangan risiko bencana.
 Mendorong pelaksanaan regulasi yang ketat terkait dengan konstruksi dan pembangunan.
8. Teknologi dan Inovasi:
 Menerapkan teknologi canggih seperti sistem pemantauan cuaca dan pemodelan risiko bencana.
 Menggunakan teknologi informasi untuk mendistribusikan informasi penting kepada masyarakat.

 Gempa Bumi
Secara geografis Indonesia terletak pada rangkaian cincin api yang membentang sepanjang lempeng pasifik yang
merupakan lempeng tektonik paling aktif di dunia. Zona ini memberikan kontribusi sebesar hampir 90% dari kejadian
gempa di Indonesia. Beberapa gempa besar yang terjadi dalam dekade terakhir di Indonesia yaitu gempa Beng-
kulu 2000 (Mw7.8), gempa Aceh-Andaman Tsunami 2004 (Mw9.2), gempa Nias-Simeulue 2005 (Mw8.7),
gempa Yogyakarta 2006, gempa Jawa Selatan yang diikuti tsunami 2006 (Mw7.6), gempa Bengkulu 2007 (Mw
8.4 and 7.9) dan gempa terbaru di Padang (Mw7.6) pada September 2009. Besar kerugian secara ekonomi yang ter-
jadi sejak tahun 2004-2010 bervariasi dari US$ 39 juta sampai dengan US$ 4,7 Milliar dan menyebabkan lebih
dari 200.000 korban jiwa
Terkait dengan upaya untuk mengurangi risiko bencana gempa bumi di Indonesia, langkah pertama yang terpenting untuk
dilakukan adalah melakukan pemetaan risiko bencana gempa bumi di seluruh wilayah di Indonesia. Peta ini diperlukan untuk
mengidentifikasi wilayah-wilayah dengan risiko gempa yang tinggi. Dengan diketahuinya wilayah-wilayah dengan risiko
gempa yang tinggi, antisipasi untuk mengurangi dampak bencana yang mungkin timbul di wilayah-wilayah tersebut dapat
dilakukan sedini mungkin. Selama ini wilayah Sumatera Barat berdasarkan hasil studi telah diberitakan akan mengalami gempa
besar. Namun para ahli gempa belum bisa memprediksi kapan tepatnya dan seberapa besar.
 Tsunami
Tsunami merupakan salah satu ancaman bencana untuk banyak wilayah pesisir di Indonesia. Bencana ini umumnya dipicu
oleh terjadinya gempabumi di laut yang menyebabkan pergeseran secara vertikal didasar laut. imana jarak sum-
ber terjadinya tsunami relatif dekat sehingga hanya memiliki waktu yang singkat untuk melakukan upaya antisipasi atau
evakuasi. Selain gempabumi, letusan gunungapi aktif juga dapat memicu terjadinya tsunami. Salah satu tsunami yang
disebabkan oleh meletusnya gunungapi adalah peristiwa tsunami yang terjadi pada Tanggal 27 Agustus 1883 yang
disebabkan oleh meletusnya Gunungapi Krakatau (van der Bergh et al., 2003), dimana mengakibatkan 36.000 jiwa meninggal.
kali tsunami besar dan hampir 90% kejadiannya disebabkan oleh gempa bumi di laut, 9% diakibatkan oleh letusan gunung api
dan 1% karena tanah longsor bawah laut (Latief dkk., 2000). Dalam kurun waktu tersebut tercatat lebih kurang 172
tsunami telah terjadi di Indonesia. Dari rentang waktu tersebut, tercatat bahwa lebih dari 40% kejadian tsunami terjadi di
kawasan timur Indonesia, dimana pusat gempa berada di kawasan Laut Maluku. Gambar berikut menunjukkan kejadian
tsunami yang diakibatkan oleh gempa bumi dengan berbagai mekanisme sumber. Berdasarkan mekanisme sumber, 75%
kejadian disebatkan oleh sesar naik, 20% karena sesar geser, dan 5% karena sesar normal.
Catatan kejadian tsunami yang juga pernah ditemukan adalah tsunami 1907 yang terjadi di sekitar Pulau Simeulue,
Provinsi Aceh. Kemudian bencana tsunami tanggal 26 Desember 2004 yang meluluhlantakkan kawasan pesisir Samudera
Hindia juga sudah menjadi catatan sejarah bencana yang sangat kelam di Indonesia. Pusat gempa berada di perairan
Samudera Hindia (255 km terhadap Kota Banda Aceh), dengan magnitud 9,2 pada kedalaman pusat gempa (focal depth)
sebesar 30 km. Penjalaran gelombang tsunami mencapai sepuluh negara yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia
(Shaw, 2006), yaitu Indonesia (Aceh dan Nias), Malaysia, Thailand, Srilangka, Maladewa, Bangladesh, India, Kenya, Somalia,
dan Tanzania. Bila dilihat dari banyaknya korban jiwa, bencana tsunami Aceh menduduki peringkat pertama, dimana korban
jiwa yang tercatat lebih dari 200.000 jiwa. Bencana tsunami ini menyebabkan korban meninggal di keseluruhan
kawasan tersebut mencapai 283.100 jiwa. Sementara korban meninggal di Indonesia mencapai 108.100 jiwa, dan 127.700
jiwa telah hilang (Iemura et al., 2006). Untuk lebih jelasnya, Tabel berikut dirangkum untuk melihat kejadian tsunami dan
korban jiwa di Indonesia. Indonesia dengan dukungan beberapa negara sahabat telah membangun jaringan sistem
peringatan dini tsunami (SPDT) atau Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS). Sistem ini berpusat di BMKG dan
telah diresmikan penggunaannya oleh Presiden RI pada 11 September 2011. Penguatan kesiapsiagaan tsunami melalui
kegiatan InaTEWS tidak hanya difokuskan pada penyediaan SPDT, namun juga menyentuh aspek kultural.
 Letusan Gunung Berapi
gunungapi terpanjang di dunia. Indonesia memiliki 127 gunung api aktif, atau sekitar 13% gunungapi aktif di dunia terletak
di Indonesia, sehingga menjadikan negara ini sebagai pemilik gunungapi terbanyak di dunia. Sekitar 60% dari jumlah
tersebut adalah gunungapi yang memilki potensi bahaya cukup besar bagi penduduk yang ada di dekatnya, sehingga demi
keselamatan dan kelangsungan hidupnya masyarakat perlu mewaspadai bahaya ini. Gunungapi adalah lubang kepundan
atau rekahan dalam kerak bumi tempat keluarnya cairan magma atau gas atau cairan lainnya ke permukaan bumi. Material
yang dierupsikan ke permukaan bumi umumnya membentuk kerucut terpancung. Gunungapi diklasifikasikan ke dalam
empat sumber erupsi, yaitu erupsi pusat, erupsi samping, erupsi celah dan erupsi eksentrik. (1) Erupsi pusat merupakan erupsi
keluar melalui kawah utama. (2) Erupsi samping merupakan erupsi keluar dari lereng tubuhnya. (3) Erupsi celah merupakan
erupsi yang muncul pada retakan / sesar dapat memanjang sampai beberapa kilometer. (4) Erupsi eksentrik merupakan erupsi
samping tetapi magma yang keluar bukan dari kepundan pusat yang menyimpang ke samping melainkan langsung dari dapur
magma melalui kepundan tersendiri. Pengelolaan gunungapi saat ini dilakukan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi (PVMBG) – Badan Geologi – Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral Republik Indonesia. Mandat yang
dimiliki PVMBG adalah (1) Penelitian dan pemantauan aktivitas gunungapi; (2) Peringatan Dini Bencana Letusan
Gunungapi, melalui penentuan tingkat kegiatan gunungapi: aktif, waspada, siaga, awas; (3) Penetapan Kawasan Rawan
Bencana; (4) Pembentukan Tim Tanggap Darurat; (5) Sosialisasi kepada Pemerintah daerah dan masyarakat: pelatihan
evakuasi dan penataan tata ruang. Indonesia memiliki beragam tipe gunungapi yaitu Tipe-A (79 buah), yakni gunungapi
yang pernah mengalami erupsi sekurang-kurangnya satu kali sesudah 1600 Masehi. Tipe-B (28 buah), yakni gunungapi
yang sesudah 1600 Masehi belum mengalami erupsi magmatik, namun masih memperlihatkan gejala kegiatan

Anda mungkin juga menyukai