Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang rawan mengalami bencana alam. Bencana yang
sering terjadi antara lain letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir tanah
longsor, kebakaran hutan dan kekeringan. Banyak faktor yang mempengaruhi Indonesia
beresiko tinggi mengalami bencana alam, diantaranya adalah kondisi alam dan adanya
keanekaragaman penduduk dan budaya di Indonesia. Pada umumnya resiko bencana
diakibatkan faktor geologi, akibat hydrometereorologi, faktor bilologi serta kegagalan
teknologi.
Secara geografis, Indonesia merupakan negara kepulauan yang berada pada
pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia,
lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Dari segi iklim, Indonesia berada di
daerah iklim tropis dengan dua musim yaitu panas dan hujan dengan ciri-ciri adanya
perubahan cuaca, suhu dan arah angin yang cukup ekstrim. Ketiga, Indonesia adalah
negara yang merupakan wilayah yang dilintasi rangkaian gunung berapi aktif (ring of
fire) yang sewaktu-waktu dapat meletus. Faktor-faktor inilah yang menyebabkan
Indonesia termasuk negara rawan bencana alam.
Selain bencana alam, di Indonesia juga potensial terjadi bencana non-alam. Di
antara faktor penyebabnya adalah fakta bahwa, pertama, secara demografis, jumlah
penduduk Indonesia cukup besar. Menurut data BPS, tahun 2010 penduduk Indonesia
berjumlah 237.641.326 jiwa. Kedua, secara sosial-budaya, penduduk Indonesia terdiri
dari beragam etnis, kelompok, agama dan adat-istiadat. Ketiga, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Faktor-faktor ini, di satu sisi merupakan social capital yang
berharga. Tapi di sisi lain jika tidak tidak diimbangi dengan pengelolaan yang baik,
dapat menyebabkan bencana.
Jawa Barat adalah salah satu provinsi yang tingkat rawan bencananya cukup
tinggi. Di Jawa Barat terdapat tujuh gunung berapi yang masih aktif, antara lain Gunung
Salak, Galunggung, Gede-Pangrango, Tangkuban Parahu, Papandayan dan Guntur. Di
Jawa Barat pula, menurut data BPLHD Jawa Barat, terdapat 40 Daerah Aliran Sungai
(DAS) yang jika tidak dikelola dengan baik sewaktu-waktu dapat mengancam sebagai
bencana.
Salah satu wilayah di Jawa Barat yang rawan terhadap bencana adalah
Pangandaran. Bencana yang sering terjadi di daerah Pangandaran adalah tsunami,
banjir, tanah longsor, kekeringan, angin puting beliung, gempa bumi dan gelombang
pasang. Data daerah rawan bencana yang diperoleh dari situs BPBD Kabupaten
Pangandaran adalah sebagai berikut: Tsunami (Kecamatan Kalipucang, Pangandaran,
Siamulih, Parigi, Cijulang dan Cimerak) Banjir (Kecamatan Mangunjaya, Padaherang,
Kalipucang, Pangandaran dan Cijulang); gelombang pasang (Kecamatan Cimerak,
Cijulang, Parigi, Sidamulih, Pangandaran dan Kalipucang; dan tanah longsor,
kekeringan, angin puting beliung serta gempa bumi dapat terjadi di seluruh kecamatan
di Pangandaran.
Bencana besar yang pernah terjadi di Pangandaran adalah tsunami pada 17 Juli
2006 lalu. Tsunami ini dianggap besar karena menelan korban yang banyak, yakni
korban meninggal 668 jiwa, korban luka 9.299 jiwa dan korban hilang sebanyak 65 jiwa
(WHO, 2007). Selain itu daerah yang terdampak pun cukup luas meliputi Jawa Barat,
Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Berbagai infrastruktur dan fasilitas
umum mengalami kerusakan yang cukup parah.Kompleksitas dari permasalahan bencana
tersebut memerlukan suatu penataan atau perencanaan yang matang dalam
penanggulangannya,sehingga dapat dilaksanakan secara terarah dan terpadu.Penanggulangan
yang dilakukan selama ini belum didasarkan padalangkah-langkah yang sistematis dan
terencana, sehingga seringkaliterjadi tumpang tindih dan bahkan terdapat langkah upaya
yangpenting tidak tertangani.
Penanganan bencana (disaster management) merupakan proses yang dinamis,
terpadu dan berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas langkah-langkah yang
berhubungan dengan serangkaian kegiatan yang meliputi pencegahan (preventive),
mitigasi, kesiapsiagaan (preparedness), tanggap darurat, evakuasi, rehabilitasi dan
pembangunan kembali (reconstruction). Sedangkan mitigasi adalah merupakan
tindakan-tindakan untuk mengurangi atau meminimalkan potensi dampak negatif dari
suatu bencana. Pemerintah Indonesia menyadari bahwa masalah kebencanaan harus
ditangani secara serius. Sejak terjadinya gempa bumi dan tsunami yang menerjang
Aceh dan sekitarnya pada tahun 2004 lalu, upaya penanggulangan bencana dirasakan
masih sangat kurang.
Dalam penanganan bencana tsunami Pangandaran, pemerintah dan
masyarakat telah melakukan upaya yang cukup optimal. Selain upaya evakuasi korban,
layanan kesehatan berjenjang telah dilakukan mulai dari pelayanan kesehatan dasar
dan rujukan di Poskes, Puskesmas hingga Rumah Sakit. Untuk layanan kesehatan
tersebut, telah dikirim 1.455 tenaga kesehatan (18 dokter spesialis, 269 dokter umum,
625 perawat dan 543 tenaga lainnya). Logistik berupa 75 ambulans, obat-obatan dan
makanan juga telah dikirim oleh berbagai instansi ke lokasi bencana. (Pusat
Penanggulangan Krisis Depkes RI, 2007). Dalam bidang pekerjaan umum, penanganan
tanggap darurat bencana yang telah dilakukan berupa: penyediaan Hidran Umum (HU),
penyediaan MCK untuk pengungsi, penyediaan mobil tangki, bradder kapasitas 5000 lt,
dan IPA mobile yang telah dioperasikan (Ditjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan
Umum, 2006).
Upaya penanggulangan pasca bencana yang lain adalah berupa rehabilitasi
sarana dan pra sarana. Akan tetapi, Pembangunan infrastruktur pascabencana di
kawasan Pangandaran dilakukan persis di lokasi yang sama dengan kondisi sebelum
bencana. Hal ini harus menjadi perhatian karena potensi gempa yang mampu
membangkitkan tsunami di selatan jawa masih sangat tinggi. Adanya kondisi tersebut,
menunjukan bahwa upaya penanggulangan pasca bencana bencana di Pangandaran
juga belum maksimal.
Penanggulangan pra bencana merupakan upaya yang tidak kalah pentingnya
dalam pencegahan bencana dan mengurangi resiko bencana. Tsunami Early Waring
System merupakan upaya peringatan dini terhadap bencana yang bertujuan untuk
mengurangi resiko bencana. Akan tetapi, pada bebrapa sumber disebutkan bahwa
kesadaran masyarakat Pangandaran terhadap upaya mengurangi resiko bencana
masih rendah.Penanggulangan kebencanaan hanya disadari masyarakat saat musibah
terjadi dan bantuan datang. Penyebabnya antara lain dikarenakan jumlah ketersediaan
Tsunami Early Waring System yang tidak sesuai dengan luas wilayah pesisir pantai,
adanya beberapa system yang rusak, serta kurangnya media edukasi, seperti papan
informasi tentang tsnumai di ruang-ruang publik.
Berdasarkan permasalahan di atas, kelompok kami tertarik untuk melakukan
pengkajian dan analisa kasus terhadap upaya penanganan bencana tsunami
Pangandaran berdasarkan studi literatur.

B. Tujuan Penulisan
Makalah ini bertujuan untuk menganalisa penanganan bencana tsunami
Pangandaran, yang meliputi:
1. Analisa terhadap aspek epidemis dan geografis pada tsunami pangandaran
2. Analisa terhadap masalah kesehatan yang ditimbulkan akibat bencana
3. Analisa terhadap manajemen penanganan bencana tsunami Pangandaran
a. Pra-bencana (upaya pencegahan, mitigasi dan upaya kesiapsiagaan)
b. Intra-bencana (upaya tanggap darurat)
c. Pasca-bencana (upaya pemulihan dan rekontruksi)
C. Manfaat Penulisan Makalah
1. Secara Akademis
Makalah ini dapat menjadi referensi untuk kajian lebih jauh terkait tsunami di
Pangandaran
2. Secara Praktis
Menjadi referensi dan panduan praktis dalam manajemen penanggulangan bencana
yang sejenis
BAB III

KAJIAN KASUS

A. Aspek Epidemiologi dan Geografis


1. Hazard Maping

Gambar 3.1 Pergerakan lempeng-lempeng utama di sekitar wilayah Indonesia

Indonesia terletak pada pertemuan 4 lempeng tektonik dunia yang


bergerak relatif saling mendesak satu sama lainnya. Ketiga lempeng tersebut
adalah lempeng Samudra Hindia-Australia disebelah selatan, Lempeng
Samudra Pasifik si sebelah timur, Lempeng Eurasia di sebelah utara (dimana
sebagian besar wilayah Indonesia berada), dan ditambah Lempeng Laut
Philipina. Gambar di atas menunjukan pergerakan dari setiap lempeng
tersebut.Jawa barat tergambar berada diantara lempeng Samudra Hindia-
Australia yang bergerak kearah utara (Jawa Barat) dan bertumbukan dengan
lempeng Eurasia.
Pergerakan relatif Lempeng Samudra Hindai-Australia tektonik tersebut
mengakibatkan terjadinya penumpukan tekanan mekanis di daerah-daerah
pertemuannya (Jawa Barat). Saat elastisitas batuan tidak lagi mampu menahan
tekanan ini, batuan akan pecah dan melenting menuju kondisi seimbang
mendekati kondisi awal sebelum terkena tekanan. Pelentingan ini menimbulkan
gelombang seismik yang kuat dan dirambatkan ke segala arah dalam lempeng
bumi. Peristiwa ini disebut dengan gempabumi tektonik.
.
Gambar 3.2 Rekaman kejadian gempa bumi di Indonesia
Gambar 2.2 menunjukan hampir seluruh wilayah Indonesia rawan
terhadap gempabumi dan tsunami. Daerah Jawa Barat-Pangandaran terlihat
berwarna merah, hal tersbut menunjukan bahwa daerah tersebut sangat
berpotensi untuk terjadinya gempabumi dan tsunami. Bahkan pangandaran
pernah dilanda bencana gempa dan tsunami, berdasarkan data dari Badan
Geologi (2006) bahwa:
Pangandaran pernah diguncang gempa bumi dan kemudian disusul dengan gelombang
tsunami seperti data yang tercatat sebagai berikut: Kejadian Gempa: 17 Juli 2016, jam
15.19.73 WIB petang. Pusat Gempa: 9.295 LS – 107.347 BT, Kekuatan: 7,1 Mw atau &,2
Mb (USGS) atau 6,8 SR (BMG), Kedalaman 8 km, Tsunami: Melanda pantai selatan
Jawa pada pukul 15.39.45 WIB dengan ketinggian bervariasi 1-3,5 m dan rambahan 75-
500m, Korban 500 jiwa yang tersebar disepanjang pantai selatan jawa.

2. Risk Mapping
Gambar 3.3 Peta Resiko Bencana Tsunami di Kawasan Pangandaran
Sumber: Kementrian Pekerjaan Umum, 2007

Gambar 3.3 menunukan resiko tsunami pada setiap wilayah yang ada di
Kawasan Pangandaran. Tergambar diatas bahwa beberapa desa di
Pangandaran beresiko tinggi terkena tsunami. Desa yang berwarna hijau adalah
daerah dengan tingkat ancaman bencana tsunami rendah, warna kuning dengan
tingkat ancaman bencana tsunami sedang. Secara keseluruhan bahwa
Pangandaran termasuk kedalam wilayah yang berpotensi terjadinya bencana
tsunami.

Dilansir dari sura merdeka: Gempa bumi yang terjadi tersebut juga menyebabkan
terjadinya gelombang tsunami yang menerjang pantai selatan Jawa Barat seperti Cilauteureun,
Kab. Garut, Cipatujah, Kab. Tasikmalaya, Pangandaran, Kab. Ciamis, pantai selatan Cianjur
dan Sukabumi. Bahkan, gelombang tsunami juga menerjang Pantai Cilacap dan Kebumen,
Jawa Tengah, serta pantai selatan Kab. Bantul, Yogyakarta. Ratusan rumah mulai dari
sepanjang pantai Krapyak, Kalipucang, Parigi, Cipatujah, Kab. Tasikmalaya, hancur. Demikian
pula, hotel-hotel di sepanjang objek wisata pantai barat Pangandaran

3. Vulnaribility
Berkut keadaan atau sifat/perilaku masyarakat yang dapat
mempengaruhi ketidakmampuan masyarakat dalam menghadapi bahaya atau
ancaman. Kerentanan yang dibahas meliputi: kerentanan fisik, ekonomi, sosial
dan lingkungan.
a. Jumlah Penduduk (Fisik), Ekonomi dan Linkungan
Jumlah dan kepadatan penduduk kabupaten pangandaran tahun 2014
sebagai berikut:
Tabel 3.1
Jumlah Dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Pangandaran Tahun 2014

Nama Kecamatan Luas Penduduk Tahun 2014 Pedesaan


Terbangun Jumlah (jiwa) Kepadtan
(Jiwa/Ha)
KecCijulang 158 26.302 166 Perkotaan
KecCimerak 308 51.422 167 Perdesaan
KecCigugur 136 22.613 166 Perdesaan
Kecangkaplancar 317 52.860 167 Perdesaan
KecParigi 255 44.090 173 Perkotaan
KecSidamulih 206 34.352 167 Perdesaan
KecPangandaran 291 65.800 226 Perkotaan
KecKalipucang 218 37.921 174 Perkotaan
KecPadaherang 328 56.821 173 Perkotaan
KecaMangunjaya 171 30.405 178 Perdesaan
Jumlah 2388 422.568
Sumber: BPS Kabupaten Pangandaran Tahun 2014

Tabel diatas menunjukan kepadatan tertinggi terjadi di Kecamatan


Pangandaran sebesar 226 jiwa/Ha. Hal tersebut dapat dipahami karena
kecamatan ini merupakan pusat kegiatan parawisata dan perekonomian.
Pereknonimian penduduk Pangandaran terfokus di wilayah pesisir pantai.
Perekonomian warga di pesisir pantai ini ditemukan paling banyak dalam
bentuk usaha perhotelan, perdagangan, jasa pariisata, dan rumah warga
yang dijadikan penginapan serta nelayan. Hal ini yang harus menjadi bahan
pertimbangan dalam manajemen penanggulangan bencana gempa dan
tsunami di Pangandaran.
Mengetahui jumlah penduduk berdasarkan usia penting dilakukan
dalam manajemen penanggulangan bencana. Berdasarkan sumber BPS
Kabupaten Pngandaran Tahun 2014 jumlah penduduk berdasarkan usia
sebagai berikut:
Tabel 3.2
Jumlah Penduduk Menurut Usia Dan Jenis Kelamin
Kabupaten Pangandaran Tahun 2014
Usia Laki-laki Perempuan Jumlah
0–5 13.367 28.030
5 – 14 36.815 34.979 71.794
15 – 44 103.503 104.395 207.898
45 – 64 49.687 49.783 99.470
65+ 16.715 18.596 35.331
Sumber: BPS Kabupaten Pangandaran 2014
Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa terdpat usia rentan
seperti bayi dengan jumlah 28.030, anak berjumlah 71.794 dan lansia
berjumlah 35.331 di Kabupaten Pangandaran. Hal tersebut harus menjadi
perhatian khusus dalam perencanaan manajemen penanggulangan
bencana di Kabupaten Pangandaran.
Melihat kebudayaan masyarakat di sepanjang pesisir pangandaran
dalam menghadapi bencana, mereka hanya akan berespon pada saat
terjadi bencana. Hal ini dikarenakan pendapat mereka bahwa bencana
sudah ada yang mengatur. Selain itu, pusat perekonomian yang berada di
sepanjang pantai Pangandaran yang membuat mereka mengenyampingkan
pencegahan dan penanggulangan bencana. Kerugian yang diterima pada
saat itu secara finansial mencapai 44,5 million dollar sampai Juli 2016.
b. Kerentanan Sosial
Partisipasi pendidkan di Kabupaten Pangandaran dapat digambarkan
berdasarkan jumlah penduduk yang menempuh pendidikan tertentu. Data
potensi desa menunjukan terdapat 2100 orang yang tidak tamat sekolah,
1091 orang tamat SD/Sederajat, 191 oang tamat SMP/Sederajat, 129 orang
tamat SLTA/Sederajat dan 40 orang tamamat perguruan tinggi selebihnya
masih belum terdaftar di kantor Kecamatan Pangandaran. Data tersebut
menunjukan bahwa tingkat pendidikan di Pangandaran masih tergolong
rendah.
Gambar 3.4 Distribusi Tingkat Pendidikan Kabupaten Pangandaran 2014
Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Ciamis

4. Ketersediaan Fasilitas, Peralatan dan Trasnportasi


a. Ketersediaan Rumah Sakit, Puskesmas dan Ambulance

Gambar 3.5 Peta Wisata Pangandaran

Peta yang menggambarkan fasilitas rumah sakit, pusksmas dan


ketersediaan ambulance di Kabupaten Pangandaran tidak ditemukan.
Namun dari gambar diatas menunjukan bahwa ketersediaan fasilitas
pelayanan kesehatan sangat minin. Terlihat di sekitar pantai
Pangandaranhanya ada 1 puskesmas, tetapi menurut laporan di Kabupaten
Pangandaran sudah memiliki 15 puskesmas dengan jumlah ambulance
sebanyak 2-3 ambulance setiap puskesmas, namun belum terdapat rumah
sakit. Sumber lain menyebutkan terdapat beberapa klinik pengobatan.
Rumah sakit terdekat sekitar Kabupaten Pangandaran adalah rumah sakit
yang ada di Kota Banjar berjumlah 3 dan 3 rumah sakit di Kabupaten
Ciamis.
b. Ketersediaan Tenaga Kesehatan
Mengetahui berapa jumlah tenaga kesehatan menjadi bagian penting
dalam manajemben penanggulangan bencana disuatu tempat. Jumlah dokter
di Kabupaten Pangandaran sebanya 40 orang. Secara keseluruhan tenaga
medis di Puskesmas yang ada di Kab. Pangandaran sebanyak 154 orang.
c. Kesediaan Sarana Prasarana
Akses menuju Kabupaten Pangandaran dapat melalui darat dan
udara. Banyak akses yang dipakai oleh masyarakat melalui darat, selain itu
dengan dibangunnya bandara, akses melalui udara dapat dilakukan. Menurut
laporan pesawat dari Susi Air dapat digunakan dari penerbangan Jakarta
menuju Pangandaran. Selain itu, alat komunikasi seperti telepon, telepon
seluler berbagai provider, internet, radio, televisi sudah sangat mudah di
akses di Pangandaran.
Jangkauan listrik ke Kabupaten Pangandaran sudah merata. Di setiap
rumah-rumah warga atau fasilitas umum sudah dilengkapi dengan listrik.
Selian itu sumber air bersih yang digunakan oleh masyarakat Kabupaten
Pangandaran sebagian besar menggunakan sumur atau pompa air.
Ketersediaan air bersih sangat dipengaruhi oleh musim. Kesulitan air bersih
juga sering dilaporkan terjadi ketika musim kemarau.

B. Masalah Kesehatan
Tsunami merupakan bencana penyerta dari bencana sebelumnya, seperti:
gempa bumi, longsor didasar laut dan gunung meletus yang ada dilaut. Proses
terjadinya tsunami dimulai saat terjadinya bencana pemicu tsunami. Dikatakan
tsunami terjadi dalam 30 menit setelah bencana pemicu terjadi, sehingga dampak
besar akan terjadi. Beberapa masalah yang muncul segera pada saat bencana
tsunami, diantaranya:
1. Korban meningal dengan jumlah yang banyak
2. Trauma fisik akibat reruntuhan dan hantaman arus air (patah tulang, luka-luka,
trauma dan kecacatan) dalam jumlah besar
3. Kerusakan infrastruktur (jalan, pelayanan kesehatan)
4. Terputusnya akses jalan (transportasi)
5. Alat komunikasi tidak bisa digunakan
6. Trauma psikologis akibat kehilangan keluarga dan materi
Selain itu maslah kesehatan yang segera timbul setelah tsunami adalah
sebagai berikut:
1. Setelah korban diselamatkan, masalah kesehatan utama adalah ketersediaan air
bersih, makanan, tempat tinggal dan perawatan medis (peralatan dan tempat)
untuk korban bencana.
2. Rusaknya sanitasi akibat tsunami menimbulkan penyakit menular mudah
menyebar. Jenis penyakit yang biasanya muncul antara lain infeksi, campak,
diare, ISPA.
3. Air tsunami dapat menimbulkan resiko munculnya masalah kesehatan atau
penyakit akibat terkontaminasinya air bersih dan makanan.
4. Rusak atauhilangnya tempat tinggal menyebabkan korban sangat rentan
terhadap paparan panas, hujan, bakteri, serangga dan bahaya lingkungan
lainnya
5. Kepadatan di area pengungsian, ini dikarenakan rusaknya rumah-rumah mereka
dan ancaman bahaya apabila tetap berada di lokasi.
6. Sebagian besar kematian yang diakibatkan oleh tsunami berhubungan dengan
tenggelam, namun korban luka akibat cidera juga merupakan masalah utama.
Cidera ini dapat berupa patah kaki dan cidera kepala yang disebabkan adanya
benturan fisik pada korban hanyut dengan reruntuhan rumah, pohon, dan bnda
tidak bergerak lainnya. Pada saat proses surutnya kembali air laut, puing-puing
rumah dan pepohonan akan kebali terbawa oleh air laut sehingga menimbulkan
benturan dengan masyarakat yang dilaluinya. Selain itu juga dapat menimbulkan
kerusakan lebih parah pada bangunan-bangunan.
7. Kesulitan akses menuju tempat kejadian yang mengakibatkan pertolongan cepat
kesulitan untuk dilakukan.
Dampak sekunder yang diakibatkan oleh tsunami juga dapat terjadi. Selain
timbulnya penyakit infeksi akibat tsunami, persediaan air dan makanan
terkontaminasi dan kurangnya tempat tinggal serta peralatan medis dapat
memberikan efek sekunder dengan memperburuk penyakit-penyakit yang sudah ada
pada daerah yang terkena. Korban meninggal (mayat) yang membusuk
menimbulkan resiko terjadinya wabah penyakit. Tidak hanya dirasakan oleh
masyarakat sekita, tetapi petugas yang menangani secara langsung mayat tersebut
atau bahkan petugas yang mempersiapkan mayat-mayat tersebut untuk dikubur.
Dampak dari sebuah bencana bertahan dalam jangka waktu yang lama.
Tsunami merupakan salah satu bencana yang tergolong besar dan menakutkan bagi
masyarakat karena melihat dampak yang timbulkannya. Kebutuhan yang makin
besar akan bantuan finansial dan material adalah dalam bulan-bulan bahkan
bertahun-tahun setelah bencana terjadi.
Tidak jarang tsunami dapat menimbulkan trauma psikologis, terutama pada
anak-anak. Setelah terjadinya tsunami, anak-anak akan merasakan tekanan
psikologis, seperti perasaan takut berpisah, merasa takut pada orang lain, takut pada
hewan-hewan tertentu, sulit tidur, tidak nafsu makan, perut merasa mual dan sering
menangis.

C. Manajmen Bencana Tsunami Pangandaran


1. Pra Bencana Tsunami
a. Pencegahan dan Mitigasi
Secara umum, kebijakan mitigasi bencana tsunami di Indonesia
diarahkan meminimalkan risiko yang disebabkan oleh tsunami untuk
kehidupan, ekonomi, mata pencaharian, masyarakat, sumber daya alam,
dan lingkungan hidup. Upaya pencegahan dan mitigasi harus berbasis
masyarakat. Upaya pencegahan yang bisa dilakukan dalam menanggulangi
dampak yang lebih besar dari kejadian tsunami sebelumnya diantaranya:
1) Struktural
a) Menganjurkan bangunan yang ada di pesisir pantai menjadikan
bangunan utama sebagai penahan air laut. Di Kabupaten
Pangandaran terutama di Kecamatan Pangandaran akan
mendapatkan kesulitan untuk mengatur tempat tinggal
(pemukiman)/hotel/tempat usaha, karena karakteristik
perekeonomian disana menjadika pesisir pantai sebagai pusat
perekonomian masyarakat Pangadaran.
b) Membuat bangunan dinding pantai (ses wall or coastal dike)
c) Menganjurkan untuk menanam tanaman bakau (mangrove)
d) Pemasangan serine di pantai-pantai yang sering dipadati penduuduk
atau wisatawan
e) Pemasangan papan pengumuman “daerah rawan tsunami” atau
“awas tsunami”
f) Membangun rumah sakit, tempat tinggal, sekolah dan fasilitas umum
dnegan bangunan tahan gempa dan tidak terjangkau air tsunami
(bukit)
2) Non-struktural
a) Melakukan pendidikan dasar mengenai penanggulangan bencana.
Tindakan ini harus bekerjasama dengan instansi terkait di Kab
Pangandaran. Kemudian dalam pemberian pendidikan harus
disesuaikan dengan karakteristik penduduk Pangandaran yang
mayoritas penduuduk dengan pendidikan rendah. Pendidikan
bencana bdilakukan pada setiap tingkat pendidikan. Pendidikan
harus mencakup:
(1) Pemahaman mengenai gempa dan tsunami
(2) Tanda-tanda terjadinya tsunami. Pemahaman ini sangat penting
untuk masyarakat Pangandaran karena pesisir pantai sebagai
pusat keramaian, titik berkumpul dan beberapa sekolah jaraknya
sangat dekat dengan pantai.
(3) Pemahaman evakuasi (rute dan tujuan evakuasi). Penduduk
Pangandaran harus mengetahui rute evakuasi dan titik evakuasi.
Biasanya penduduk melakukan evakuasi dengan berlari
menyusuri jalan pesisir pantai dan itu merupakan rute yang salah.
Menentukan titik kumpul dengan ketinggian minimal 20 meter dan
memberikan pemahaman bahwa evakuasi segera dilakukan pada
saat gempa bukan menunggu adanya tsunami.
(4) Pertolongan kegawatdaruratan dasar
(5) Lakukan simulasi berupa latihan kebiasaan untuk selalu waspada
terhdap bencana dan kesiagaan pasca bencana pada masyarakat
dan petugas. Masyarakat tidak akan bingung lagi ketika tsunami
datang. Membiasakan masyarakat dengan bentukbentuk
peringatan dini yang disediakan pemerintah daerah, seperti serine
pertanda tsunami.
(6) Penyimpanan barang berharga dan surat-surat penting secara
khusus.
(7) Siagakanlah peralatan seperti senter, kotal P3K, makanan instan
dsb. Sediakan juga radio, karena saat tsunami alat komunikasi
dan informasi seperti telepon, hp, televisi, internet akan
terganggu. Radio yang hanya menggunakan baterai yang akan
sangat bermanfaat pada saat bencana.
(8) Pembentukan kelompok masyarakat peduli gempa tsunami.
(9) Penyebaran brosur, poster, kalender, pengumuman, atau laporan
eksklusif tsunami dan wawancara di radio dan televisi
b. Kesiagaan
1) Menyiapkan dan mengoptmalkan saran komunikasi.
2) Mengoptimalkan pos komando.
3) Menyiapkan lokasi evakuasi. Lokasi evakuasi ini harus lebih dari 1 lokasi
dan pembuatan tanda rute atau arah evakuasi harus jelas dan
mempertimbangkat jarak dan waktu tempuh masyarakat menuju tempat
evakuasi.
4) Menentukan tempat untuk mengubur korban dalam jumlak besar.
5) Sosialisasikan peraturan/pedoman penanggulangan bencana.
c. Peringatan dini
Getaran gempa tidak begitu terasa oleh masyarakat sepanjang pantai.
Namun, kepanikan terjadi ketika muncul gelombang pasang. Akibat air
pasang ini, kurang lebih 500 meter dari bibir pantai Pangandaran terendam
hingga ketinggian sekitar lima meter. Getaran gempa cukup dirasakan oleh
orang-orang yang berada di dalam rumah di sekitar pantai selatan Jawa
Barat sampai Jawa Tengah. Sementara itu menurut catatan dilaporkan di
beberapa kota di Jawa Barat, di gedung berlantai tinggi, gempa cukup terasa
Secara keseluruhan, orang sepanjang pesisir Jawa dikejutkan dengan
terjadinya tsunami karena pertama,kurangnya kesadaran risiko tsunami
secara umum, dan kedua karena menurut saksi mata hampir tidak ada orang
yang tinggal di pantai merasakan gempa. Namun, 20-50 km lebih jauh ke
pedalaman ada guncangan terasa
Muhari, Diposaptono dan Imamura (2007) telah melakukan penelitian
menegnai tsunami Pangandaran. Hasil yang didapat: sebanyak 50%
responden yang diambil dari masyarakat Pangandaran mengatakan mereka
telah menerima peringatan tentang kemungkinan tsunami setelah gempa.
Sebagaian lagi merasa bahwa mereka tidak menerima peringatan tsunami
dari pemerintah. Mereka hanya mengetahui peringatan daru suara orang-
orang berteriak saat menjalankan dalam situasi panik. Hasil survey juga
mengatakan bahwa sebagian besar (37%) masyarakat Pangandaran tidak
merasakan gempa yang sangat kuat. Sebelum sampai garis pantai, tsunami
memberikan tandan dengan surutnya air laut sebelum terjadinya tsunami.
Peringatan yang dirasakan oleh masyarakat Pangandaraan saat itu
adalah menngetahui karakteristik alam pra-sunami seperti langit gelap,
gemuruh suara, merasakan getaran terus menerus dan bau garam sebelum
tsunami datang. Beberapa alternatif yang dipilih masyarakat pangandaran
untuk evakuasi adalah bukit dan pohon kelapa.
1) Pengecekan secara rutin terhadap perangkat observasi gempabumi dan
tsunami di Pangandaran.
2) Pemerintah Kabupaten Pangandaran bertanggung jawab dalam
pembangunan, pengendalian dan emeliharaan srine.
3) Informasi peringatan dini harus segera diketahui masyarakat karena
perimbangan waktu terjadinya tsunami dan waktu tempuh evakuasi.
4) Pembuatan peringatan dini dengan serine di pusat keramaian, sekolah,
hotel, perkantoran dan fasilitas umum.
5) Serine harus dapat terjangkau (terdengar) oleh semua masyarakat.
6) Serine harus dapat dipahami sebagai peringatan tanda tsunami.
7) Stasus peringatan (awas-siaga-waspada) harus tersosialisasikan penuh
kepada masyarakat.
2. Intra Bencana Tsunami
Langkah pertama yang harus dilakukan petugas kesehatan pada saat
menerima informasi adanya bencana tsunami di suatu tempat dan diminta untuk
menjadi tim pertama yang diberangkatkan menuju lokasi penanganan bencana
pada hari pertama setelah tsunami adalah mengkonfimasi tentang kebenaran
informasi tersebut. Konfirmasi diperoleh dari pemberi perintah, Instansi terkait
misalnya pemda setempat, dinas kesehatan setempat atau pusat pemantauan
gempa tsunami nasional.
a. Pengkajian Awal
Pengkajian awal yang dilakukan oleh tim utama yang dikirim ke
lokasi tsunami dengan dilengkapi peralatan. Peralatan seperti: alat
penerangan (senter), alat komunilkasi (radio transmisi), masker sarung
tangan, kebutuhan makanan dn minuman secukupnya (utamakan makanan
siap saji). Data yang harus dikumpulkan:
1) Idestifikasi Wilayah Bencana
Hasil kajian yang didapatkan kecematan yang terkena dampak tsunami
di Kabupaten Pangandaran adalah Kecamatan Kalipucang,
Pangandaran, Sidamulih, Parigi, Cijulang dan Cimerak. Berdasarkan
analisa, jika dilihat dari jumlah dan kepadatan penduduk Kecamatan
Pangandaran yang paling banyak korban. Selain itu, Kecamatan
Pangandaran dekat dengan pesisir pantai, jadi kemungkinan wilayah ini
akan terjadi kerusakan ang paling parah.
2) Identiikasi Korban
Pada tahap awal lakukan identifikasi korban dilakukan secara visual dan
jenis kejaidan yang paling banyak terjadi. Sumber mengatakan bahwa
gempa tidak dirasakan oleh kebanyakan masyarakat. Masyarakat
melakukan evakuasi pada saat air laut mulai naik. Alasan itulah yang
membuat tsunami Pangandaran berdampak pada jumlah korban
meninggal cukup banyak. Jumlah korban meninggal sebanyak 500
orang yang tersebar di beberapa wilayah.
Analisa lain dari kejadian tsunami Pangandaran adalah adanya korban
cidera kepala, fraktur dan luka terbuka yang dikarenakan tertimpa
benda-benda yang dilewati oleh air laut. Menurut data jumlah korban
luka luka mencapai 362 orang (136 severe injuries, 226 light injuries)
dan 9299 korban membutuhkan perawatan. Pemberian informasi
kepada tim yang akan diberangkatkan selanjutnya akan sangat
membantu untuk persiapan obat-obatan, logistik, anggota tim, dan
pengiriman alat berat.
3) Identifikasi akses dan kerusakan sarana prasarana
a) Transportasi
Hasil kasjian : jalur transportasi menuju Kabupaten Pangandaran
masih bisa dilalui oleh kendaraan melalui akses darat. Tetapi proses
evakuasi pada hari pertama belum dapat dilakukan karena akses
masuk yang sulit dilalui.
Apabila tindakan selanjutnya oleh tim yang akan diberangkatkan
untuk memberikan bantuan, maka dapat dianalisa bahwa jarak dari
Bandung ke Pangandaran melalui jalur darat akan memerlukan
waktu tempuh ± 8 jam tanpa kemacetan. Jalur udara hanya bisa
ditempuh melalui helikopter karena pada saat kejadian bandara di
Pangandaran belum ada. Mobil bak pengagkut mayat.
b) Identifikasi Fasilitas Kesehatan
Hasil identifikasi : Kondisi puskesmas tidak mngkin digunakan untuk
pelayanan kesehatan. Belum adanya rumah sakit di Kab
Pangandaran. Korban tsunami yang dirawat di RSUD Banjar Kota
Banjar umumnya mengeluhkan sesak nafas lantaran terlalu banyak
menelan pasir dan lumpur. Dari semua pasien yang dirawat terdapat
7 pasien di ruang ICY, 56 orang menjalani rawat inap, 12 meninggal
dunia dan di rujuk ke RSUD Tasikmalaya, 1 orang dirujuk ke RS
Boromeus Bandung.
Segera identifikasi terlebih dahulu mengenai strukur bangunan yang
masih layak dan aman untuk digunakan. Jika tidak ada maka
diberdayakan rumah sakit yang ada di luar Kab Pangandaran seperti
Kota Banjar dan Kabupaten Ciamis. Jika terkendala dengan jarak
dan waktu, pembuatan rumah sakit buatan perlu dibuat.
c) Cari data dan informasi megenai ketua penanggulangan bencana
disana yang akan kita hubungi untuk melakukan koordinasi apabila
kita bukan tim penanggung jawab penanggulangan bencana di sana.
d) Identifikasi tenaga kesehatan saat itu
Hasil kajian : Pemrintah mengirim 1.455 tenaga kesehatan (18
dokter spesialis, 269 dokter umum, 625 perawat dan 543 tenaga
lainnya) serta 75 ambulance.
Analisa : Menyiapkan tim-tim bantuan yang sudah dihubungi dan
yang sudah ada di lokasi. Mencari data jumlah tim bantuan yang
sudah ada dilokasi kejidian, tim apa saya yang sudah ada berapa
personilnya dan spesifikasi apa saja yang sudah ada. Lebih
membutuhkan relawan non medis untuk menyelesaikan korban
meninggal.
4) Identifikasi Kebutuhan
a) Kantong mayat dalam jumlah banyak
b) Sandang dan pangan : makanan siap saji, bubur bayi, susu bayi, air
bersih siap minum, peralatan makan, dot bayi, alat dan obat untuk
menjernihkan air, biskuit,alat memasak, sembako.
c) Medis : balut bidai, infus set dan cairan infus, ATS, set perawatan
luka., set balut tekan, spalk/alat stabilisasi, atndu (long spine board),
tandu darurat, neck collar, desinfektan (betadine, alkohol), cairan
pembersih luka kotor, cateter urine, urine bag, hans scoon steril, alat
set hecting, tabung ksigen siap pakai, amnu bag (BVM), Oro
Paringeal Airway (OPA (Guidel/mayo). Obat-obatan: obat antibiotik,
antipiretik, anestesi lokal (lidokain), niddle (spuit) dan analgetik,
NGT, jel NGT, stetoskop.
d) SDM: lebih banyak membutuhkan dokter bedah dan ortopedi serta
perawat, sukarelawan, TIM SAR, Psikolog dn sebagainya.
e) Penampungan sementara : pendirian tenda darurat yang
diklasifikasikan berdasarkan kondisi korban. Misalya: kelompok
rentan seperti lansia, ibu menyusi, ibu hamil, bayi dan balita, kondisi
korban menurut tingkat kegawatan. Peralatan: tenda-tenda darurat,
alas tikar, selimut, pakaian, senter, lilin dan alat penerangan tenda,
sumber listrik/genset, alat pengeras suara
f) Air bersih : perlu adanya persediaan air bersih dan alat untuk
menjernihkan atau air menjadi siap pakai (minum, mencuci, mandi,
dll), selang distribusi air, ember dan gayung, pempers/bahan
penyerap urin bayi dan anak-anak, sabun mandi, shampo , sabun
cuci, pasta gigi dan sikat gigi, handuk.
g) Transportasi : ambulance sesuai tingkat kegawatan dan mobil bak
pengangkut mayat.
h) Memberikan pelayanan psikososial
5) Identifikasi sumber yang masih dimiliki
a) Identifikasi bangunan yang masih baik dan layak terutama untuk RS
darurat dan pengungsian
b) Data alat transportasi (ambulance) saat di lokasi evakuasi korban
serta atur jalur transportasi sesuai dengan ketersediaan fasilitas
ambulance. Sesuaikan antara tingkat kegawatan korban dengan
ketersediaan alat pada kendaraan (ambulance, pengangkut).
Sesuaikan penyimpanan ambulance dengan tempat korban menurut
tingkat kegawatan.
c) Identifikasi alat komunikasi (radio) yang masih bisa digunakan.
6) Identifikasi sumber daya yang masih bisa diberdayakan: rumah sakit
umum, rumah sakit daerah, rumah sakit swasta sekitar Kabupaten
Pangandaran.
b. Cari informasi staus keadaan darurat bencana dari lembaga terkait.
Misalkan dari pusat pemantauan gempa tsunami nasional atau BMG pusat
untuk mengetahui apakah daerah bencana sudah aman.
c. Pengorganisasian
Undang-undang No 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan
Bencana telah menetapkan penanggung jawab dan penyelengara
penanggulangan bencana adalah pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Melihat dari jumlah korban, kerugian materi, kerusakan sarana dan
prasaran, cakupan wilayah yang terkena (Cilautereun, Pangandaran, Kab
Ciamis, Pantai Selatan Cianjur, Sukabumi, Pantai Cilacap dan Kebumen,
Pantai Selatan Kab Bantul DIY Yogyakarta serta Kab Tulung Agung Jawa
Timur) dan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan, maka tsunmi
Pangandaran merupakan mencana yang sifatnya nasional. Sehingga
penanggung jawab dan penyelenggaranya adalah orang yang ditunjuk oleh
Kepala Pemerintah Pusat.
Orang yang terlibat dalam penanggulangan bencana harus
melakukan analisa dari data yang telah diperoleh dari tempat kejadian.
Setelah melakukan analisa kemudian mengidentifikasi kemampuan yang
tersedia (man, money, material, method, machine, market) dan pada
akhirnya melakukan pengelolaan sumber daya.
Pengelolaan sumber daya dapat dilakukan dengan membentuk tim.
Pembentukan tim mencakup Rapid Medival Assasment (RMA), Rapid
Health Assasment (RHA) dan Rapid Logistic Assasment (RLA) dimana dari
setiap tim harus mempunyai anggota yang dikordinisaikan oleh satu orang.
1) Rapid Medical Assasment (RMA) dan anggota
Tim ini terdiri dari dokter, perawat, tim rescue serta crew
ambulan karena akan menuju daerah bencana tsunami dengan data
yang ada bahwa korban meninggal dalam jumlah banyak. Selain itu
jumlah korban luka luka yang banyak membutuhkan bantuan tenaga
medis. Kualfikasi dokter yang berangkat: dokter umum dengan
kemampuan BTLS, ATLS yang berpengalaman 2 orang, perawat ENB I
dan atau ENB II dan pengalaman di beda atau UGD sebanyak 4 orang,
serta supir ambulance 1 orang. Dokter spesialis orthopedic 1 orang,
dokter anestesi 1 orang, perawat anestesi 2 orang, perawat instrumen 2
orang, perawat sirkuler 2 orang. Jadi total jumlah anggota tim 15 orang
dan dari mereka akan ditunjuk sebagai ketua timnya. Tim RMA juga
menyiapkan alat medis dan obat-obatan penanganan ABC
2) Rapid Health Assesment (RHA) dan anggota
Data menyebutkan bahwa adanya kerusakan sarana dan
prasarana umum seperti listrik dan air di Pangandaran. Tim yang dapat
menyelesaikan masalah ini harus dibentuk. Pembentukan tim terdiri dari
Laboratorist, petugas sanitarian, pharmacist.
Petugas farmasi (apoteker dan asisten apoteker) bertugas
sebagai penanggung jawab dalam pengadaan dan penyediaan obat-
obatan, bahan habis pakai untuk melakukan pertolongan pada korban
bencana. Kemungkinan akan ada rumah sakit lapangan, petugas
farmasi harus menyediakan obat dan bahan untuk melakukan operasi di
lapangan. Obat dan peralatan yang harus disiapkan adalah obat-obatan
untuk pasien trauma. Obat dan bahan sepert antibiotik, analgetik,
anastsi, antipiretik, bidai, colar neck, plester, verban balut, dll.
Petugas sanitarian bertugas untuk menyediakan air bersih untuk
petugas dan korban bencana dan bertanggung jawab dalam melakukan
pencegahan terhadap terjadinya penyakit menular yang disebabkan
oleh sampah atau puing-puing tsunami dan dampak dari korban
meninggal yang belum sempat ditangani oeh petugas. Petugas
laboratorium bertugas untuk melakukan pemeriksaan darah sederhana
untuk mempersiapkan pasien-pasien atau korban bencana yang akan
dilakukan operasi.
3) Rapid Logistic Support (RLS) dan anggota
Peersiapan dan penyelenggaraan ditugaskan kepada tim logostik.
Kegiatan persiapan dan penyelenggaraan dapat berupa: transportasi,
komunikasisebelum dan setelah berada di tempat bencana dan
menyiapkan tenda untuk anggota tim dan pengungsi serta rumah sakit
lapangan. Tim logistic juga menyiapkan dan menyediakan serta
mendistribusikan air bersih untuk anggota tim dan korban tsunami.
Menyiapkan makanan untuk tim dan korban.
(a) Tim penolong
(1) Makanan : biskuit, roti, kue kering, suplemen
(2) Minuman : air mineral, minuman isotonik, suplemen
(3) Pakaian ganti secukupnya (dalam dan luar)
(4) Peralatan pribadi dan mandi secukupnya
(5) Senter
(6) Pakaian pelindung hujan, masker, sepatu boot, handscoon
(7) Tenda
(8) Selimut
(9) Obat-obatan (analgetik, anipiretik, oralit)
(b) Korban
(1) Makanan : biskuit, roti, kue kering, permen, biskuit bayi, susu
kotak, suplemen, beras, kornet, dll
(2) Minuman : air mineral, minuman isotonik, suplemen, air berasa
manis
(3) Pakaian (deasa, anak, bayi), selimut, alas tidur
(4) Senter, lilin
(5) Obat-obatan : obat generik, obat nyamuk, minyak angin, balsem,
analgetik, antipiretik, oralit, antihistamin.
(6) Alat mandi
(7) Tenda, alas tidur
Selain itu beberapa hal yang harus disiapkan oleh tim logistic,
diantaranya adalah:
(a) Transportasi
Petugas dapat berkoordinasi dengan rumah sakit yang memiliki
ambulance lebih dari satu untuk dapat dipakai di daerah bencana.
Kemudian dalam bertugas dapat bekerjasama dengan TNI/POLRI
untuk peminjaman kendaraan guna mengangkut seluruh logistik
(bahan, alat, obat, tenda) yang diperlukan dalam penanggulangan
bencana. Tim logistic yang bertanggung jawab menangani masalah
trasnportasi bertugas:
(1) Mencari informasi trasnportasi yang dapat dipakai untuk menuju
lokasi bencana.
(2) Menyusun beberapa rute alternatif menuju lokasi bencana
(3) Menyiapkan semua hal yang berhubungan dengan transportasi,
mulai dari mengantar petugas ke tempat bencana dan
mengantar balik pulang.
(4) Menyiapkan ambulance emergency yang standar (kendaraan,
petugas, alat) yang memiliki peralatan yang lengkap
didalamnya.
(5) Menyiapkan transportasi korban yang akan dilakukan evakuasi
atau rujukan ke RS rujukan.
(6) Menentukan jalur evakuasi yang aman dan cepat
(7) Membedakan dan menempatkan ambulance untuk evakuasi
korbam sesuai tingkat kegawatdaruratan dengan korban mayat.
(b) Komunikasi
(1) Menyiapkan alat komunikasi yang perlu dibawa (HP, HT)
kedaerah bencana. Pada kondisi bencana HP dan HT sama-
sama diperlukan. HP bisa digunakan untuk berkoordinasi
dengan anggota tim yang tidak membawa HT, dan untuk
berkoordinasi secara vertical kepada penanggung jawab
penanganan bencan. HT sangat diperlukan karena adanya
kemungkinan gangguan transmisi sinyal HP karena kerusakan
tower jasa jaringan (roboh) sehingga tidak berfungsi. HT juga
bisa digunakan untuk melakukan koordinasi dengan
penanggung jawab PBD di tempat bencana, melakukan kontak
dengan semua tim yang sudah ada disana, dengan
menggunakan frekuensi khusus yang telah disepakati bersama
agar dapat memantau perkembangan yang ada di lapangan.
(2) Menyiapkan prosedur dalam hal menerima dan menyampaikan
informasi kepada tim dan kepada masyarakat.
(3) Petugas komunikasi harus memiliki data tentang nomor telepon
instansi terkait (rumah sakit rujukan, puskesmas, klinik terdekat),
semua anggota tim yang bertugas, dan pejabat terkait yang
nanti akan berkepentingan untuk melakukan koordinasi. Petugas
informasi dapat juga sekaligus merangkap sebagai petugas
administrasi untuk pencatatan dan pengolahan data korban
sehingga bisa diinformasikan kepada tim lain atau kepada
masyarakat.
(4) Semua tim harus membawa HT sehingga bila ada informasi
dapat segera dikirim atau diterima oleh tim lainnya.
(c) Fasilitas (sarana dan prasarana, alat, dan obat)
(1) Rumah sakit lapangan: perlu adanya tenda besar dengan segala
perlengkapannya (alat-alat medis portable, alat operasi, genset
untuk listrik, air bersih untuk rumah sakit lapangan)
(2) Alat untuk pengelolaan air bersih
(3) Alat-alat medis dan non medis
(4) Obat dan bahan medis habis pakai
(5) Meniapkan artu untuk melakukan triage pada korban bencana
d. Penyelamatan dan Evakuasi korban bencama
1) Lokasi Bencana
a) Membentuk alus evakuasi korban dengan menetukan rumah sakit
depan, rumah sakit rujukan pada setiap daerah beserta lata
trasportasi yang tersedia
b) Mengkoordinaskan tim kesehatan pada masing-masing posko
kesehatan di lapangan dan melaporkan kondisi posko ke koordinator
penanggung jawab penanggulangan bencana atau ke posko
kesehatan pusat.

2) Rumah Sakit
a) Membentuk tim kesehatan untuk menangani kondisi pasien di RS
lebih lanjut
b) Mempersiapkan sarana dan prasarana untuk melakukan tindakan
operasi atau tindakan intensif lainnya yang diperlukan.
e. Melakukan pengecekan tentang pemenuhan kebutuhan dasar korban
bencana. Jika diperlukan koordinasi dengan tim logistik untuk pendirian
tenda tempat pengungsian, dapur umum dan MCK.
f. Membrikan perlindungan kelompok rentan sepert: bayi, balita, ank-anak, ibu
hamil dan menyusui serta lansia dan penyandang disablitas dengan
pengelompokan tenda berdasarkan jenis pengungsi.

3. Pasca Bencana Tsunami


a. Pemulihan (Recoery)
Upaya pemulihan merupakan kegiatan yang dilakukan segera setelah
bencana mereda atau setelah masa tanggap darurat telah terlampaui agar
masyarakat kembali mampu melaksanakan fungsinya dengan sebaik-
baiknya. Recovery merupakan fase setelah tanggap darurat. Fase ini dimulai
2 minggu setelah kejadian bencana. Dalam setiap bencana, pasti ada trauma
psikis (PTSD/Post Trauma Stress Dissorder) yang dirasakan oleh warga.
Besarnya kekuatan gempa tsunami di Kab Pangandaran dan
banyaknya korban meninggal serta luka-luka, hancurnya sarana dan
prasarana, rusaknya pusat perekonomian korban, kehilangan keluarga,
saudara dan kerabat serta rumah dapat menimbulkan dapak psikologis yang
berat. Jika masalah ini tidak segera ditangani, gangguan kejiwaan bukan tidak
mungkin terjadi. Selain fokus terhadap perawatan fisik, trauma psikologis juga
perlu untuk dilakukan pengkajian dan intervensi.
Trauma healing merupakan suatu tindakan yang tidak bisa dipisahkan
dengan tahap penanggulangan bencana tsunami. Hasil kajian menemukan
bahwa Itrauma healing pada saat itu belum banyak dilakukan. Pembentukan
tim khusus untuk melakukan trauma healing perlu dilakukan mengingat
dampak yang diberikan tsunami sangat besar. Hal ini bertujuan untuk
pemulihan kondispsikologis korban bencana di Kab Pangandaran.
Tujuan dan sasaran utama tahap ini adalah terbentuknya Badan
Pemulihan dan Penataan Desa pada beberapa desa terpilih sebagai tim inti
yang akan menggerakan warga lainnya untuk melakukan proses pemulihan
dan penataan kembali semua prasaran kehidupan dan kelembagaan sosial-
ekonomi korban.
Peran serta warga dalam penanganan bencana tsunami sangatlah
penting. Bagaimana menumbuhkan kembali motivasi warga yang menjadi
korbam tsunami. Kegiatan dapat berupa:
1) Pembersihan kecamatan/desa yang cara pelaksanaanya akan
dimusyawarahkan dan disepakati bersama dengan para korban
setempat.
2) Dalam rangka pembentukan Badan Pemulihan dan Penataan Desa,
korban terpilih akan dilakukan pelatihan dasar pengorganisir local (local
organiser)
3) Pelatihan-pelatihan teknis, terutama untuk pembangunan kembali rumah-
rumah penduduk, penataan lingkungan hidup setempat dan
pembangunan basis-basis penghidupan berkelanjutan.
4) Pemetaan partisipatif dan tematis terhadap bebeapa desa yang telah
dipilih sebagai lokasi utama kerja-kerja pemulihan dan penataan kembali
pada tahap berikutnya.
b. Rehabilitasi
Penyediaan pemukiman sementara dengan dilengkapi penyediaan
sarana air, sanitasi dan fasilitas lingkungan. Sebelumnya harus diadakan
penyediaan lahan sementara untuk hunian sementara. Bantuan awal modal
bagi setiap keluarga untuk memulihkan kembali perekonomian warga yang
hancur pasca tsunami. Pengawasan pelaksanaan program pembangunan
Kegiatan nyata pasca bencana pada setiap tingkat daerah adalah
sebagai berikut:
1) Tingkat Pusat
a) Koordinasi tingkat lintas program
(1) Mengevaluasi dampak bencana guna melengkapi kemungkinan
timbulnya penyakit.
(2) Upaya pemulihan kesehatan korban bencana
(3) Penyelesaian administrasi dan pertanggungjawaban anggaran
yang telah dikeluarkan selama berlangsungnya pelayanan
kesehatan penanggulangan bencan serta penganan pengungsii
b) Koordinasi lintas sectoral
(1) Pemulihan (rehabilitasi) sarana prasarana kesehatan yang
mengalami kerusakan.
(2) Pemulihan (rehabilitasi) kehidupan masyarakat ke arah kehidupan
normal
(3) Relokasi masyarakat pengungsi
(4) Pembangunan kembali (rekonstruksi) sarana dan prasarana
kondisi yang permanen
(5) Pemantauan, analisis, dan evaluasi dampak bencana serta
penanganan pengungsi.
2) Tingkat provinsi
a) Mendukung upaya kesehatan dalam pencegahan penyakit dan
perbaikan gizi di tempat penampungan pengungsi maupun lokasi
sekitar dengan kegiatan surveilans epidemiologi, kesehatan
lingkungan dan pemberantasan penyakit
b) Jika terjadi KLB penyakit menular dan gizi buruk, segera mengirimkan
tenaga ahli yang relevan ke lokasi bencana atau tempat
penampungan pengungsi
c) Melakukan evaluasi dan analisis dampak bencana terhadap
kesehatan lingkungan
d) Memantau, mengevaluasi dan melaksanakan kegiatan Post Trauma
Stress Disorder (PTSD)
3) Tingkat kabupaten
a) Mengirimkan tenaga surveilans dan tenaga kesehatan lingkungan
untuk membantu upaya kesehatan dalam pencegahan KLB penyakit
menular di lokasi bencana dan tempat penampungan, pengungsi
maupun lokasi sekitarnya dengan kegiatan surveilans, kesehatan
lingkungan dan pemberantasan penyakit
b) Jika terjadi KLB penyakit menular dan gizi buruk, segera lakukan
upaya pemberantasan penyakit, dan perbaikan gizi serta
melaporkannya ke dinas kesehatan provinsi
c) Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap upaya
penanggulangan yang dilakukan
d) Menentukan strategi intervensi berdasarkan analisis status gizi
setelah rapid assessment dilakukan, merencanakan kebutuhan
pangan untuk suplemen gizi dan menyediakan paket bantuan pangan
yang cukup, mudah dikonsumsi oleh semua golongan usia.
e) Menyediakan pelayanan kesehatan, pengawasan kualitas air bersih
dan sanitasi lingkungan bagi penduduk di penampungan sementara
f) Memulihkan kesehatan fisik, mental dan psikososial korban berupa:
(1) Promosi kesehatan dalam bentuk konseling(bantuan psikososial)
dan lain-lain kegiatan diperlukan agar para pengungsi dapat
mengatasi psikotrauma yang dialami
(2) Pencegahan masalah psikososial untuk menghindari
psikosomatis
(3) Pencegahan berlanjutnya psikopatologis pasca pengungsian
4) Tingkat kecamatan
Puskesmas kecamatan tempat terjadinya bencana:
a) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar di penampungan
dengan mendirikan pos kesehatan lapangan
b) Melaksanakan pemeriksaan kualitas air bersih dan pengawasan
sanitasi lingkungan
c) Melaksanakan surveilans gizi buruk yang mungkin timbul
d) Memfasilitasi relawan, kader, dan petugas pemerintah tingkat
kecamatan dalam memberikan KIE kepada masyarakat luas,
bimbingan pada kelompok yang berpotensi mengalami gangguan
stres pascatrauma
e) Merujuk penderita yang tidak dapat ditangani dengan konseling awal
dan membutuhkan konseling lanjut, psikoterapi atau penanganan
yang lebih spesifik
f) Kecamatan di sekitar terjadinya bencana bisa mengirimkan tenaga
dokter dan perawat ke pos kesehatan lapangan (bila masih
diperlukan)

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bencana tsunami masih berpotensial terjadi di sepanjang Pantai Pangandaran.
Hal ini dikarenakan faktor geologi dari Indonesia, Pangandaran yang merupakan
pertemuan lempeng Samudra Hindia – Australia. Selain itu, posisi Pulau Jawa –
Pangandaran di apit oleh 2 lempeng besar dunia yaitu Eurasia dan Lempeng Samudra
Hindia – Australia. perlu adanya =manajemen bencana yang komprehensif yang harus
dilakukan pemerintah dan masyarakat Pangandaran. Berikut ini kesimpulan hasil dari
analisa tsunami Pangandaran, diantaranya:
1. Pra-bencana
Belum lengkapnya mengenai geomedic map di Pagandaran. Peta geomedik
yang belum lengkap: resource map, riisk map, vulnerabiliy dan community and
environment. Upaya pencegahan di Pangandaran dapat dilakukan secara strukturan
maupun non-struktul. Namun hal ini harus disesuaikan dengan karakteristik
masyarakat Pangandaran dimana sebagian besar masyarakat di sana
berpendidiakan rendah. Pencegahan dan mitigasi dalam hal struktural akan
mendapatkan kesulitan, karena karakteristik perekonomian masyarakat
Pangandaran terpusat di sepanjang pesisir Pantai Pangandaran.
2. Intrabencana
Jika dilihat dari sumber daya yang ada di Pangandaran, penanganan tanggap
darurat akan mendapatkan hambatan yang berarti. Dimulai dai akses jalan darat
yang cukup jauh dan keterbatasan jalan alternatif yang dapat dilalui. Kemudian jika
dilihat dari ketersediaan pelayanan kesehatan, Pangandaran belum mempunyai
rumah sakit daerah dan hanya mempunyai puskesmas dengan jumlah 1 di masing-
masing kecamatannya. Jarak rumah sakit terdekat dari pangandaran adalah RS
yang ada di Kota Banjar dan Kab Ciamis yang dapat ditempuh 3-4 jam perjalanan
darat.
3. Pasca-bencana
Tindakan rehabilitasi korban sudah dilakuakan dalam bentuk trauma healing.
Kegiatan ini dilakukan mengingat korban meninggal dengan jumlah banyak yang
membuat keluarga yang ditinggalkan mengalami tekanan psikis. Selain itu hilang dan
hancurnya tempat tinggal, tempat usaha meningkatkan tekanan psikis yang mereka
rasakan. Program rekontruksi pembangunan sarana prasaran telah gagal dilakukan.
Ini terlihat masih banyaknyawarga membangun rumah dan tempat usaha dengan
jarak sangat dekat dengan bibir pantai.

B. Rekomendasi
1. Melengkapi peta geomedik kusus untuk wilayah Kab Pangandaran.
2. Melakukan pendidikan mengenai penanggulangan bencana ayang disesuaikan
dengan tingkat pendidikan masyarakat Pangandaran.
3. Mengadakan simulasi yang rutin mengenai bencana tsunami atau bencana lainnya
yang bertujuan untuk membiasakan masyarakat Pangandaran dalam keadaan
bencana.
4. Memperluas informasi mengenai peringatan dini gempa tsunami, dalam bentuk
serine yang mencakup sekolah, pelayanan masyarakat dan sepanjang pantai yang
sering dijadikan tempat wisata.
5. Membuat tempat evakuasi yang tersebar di berbagai lokasi yang dilengkapi dengan
arah evakuasi yang jelas.
6. Mengajukan pendirian rumah sakit daerah dengan jarak yang jauh dari pinggir
pantai serta berada di dataran tinggi.
7. Meningkatkan sumber daya manusia dibidang kesehatan, seperti: dokter, perawat,
dll.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2008. Pedoman Penyusunan Rencana


Penanggulangan Bencana. Jakarta: Badan Nasional Penggulangan BencanA
Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2008. PeraturanKepala Badan Nasional
Penanggulangan BencanaNomor 10 Tahun 2008 Tentang Pedoman
KomandoTanggap Darurat Bencana. Jakarta.
Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat, 2009. LaporanPenanggulangan Bencana Bidang
KesehatanPropinsi Jawa Barat Tahun 2009. Bandung.
Peraturan Menteri Dalam Negeri RI, 2011. PeraturanMenteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun
2011 tentangPedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yangBersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Jokowinaro, Dwi. Mitigasi bencana tsunami di wilayah pesisir lampung. Jurnal Rekayasa
Vol. 15 No. 1, April 2011
Putra A, Semeidi H dan Jaya Kelvin. Identifikasi perubahan luasan greenbelt di kabupaten
pangandaran jawa barat menggunakan citra landsat. Jurnal Rekayasa Vol. 15 No. 1,
April 2011
Badan Meteorologi Klimatologi & Geofisika. 2012. Pedoman Pelayanan Peringatan Dini
Tsunami InaTEWS Edisi Kedua. Jakarta
Abdul Muhari, Subandono Diposaptono And Fumihiko Imamura. Toward an integrated
tsunami disaster mitigation: lessons learned from previous tsunami events in
indonesia. Journal of Natural Disaster Science, Volume 29, Number 1, 2007, pp13-
19
Reese, W. J. Cousins, W. L. Power, N. G. Palmer, I. G. Tejakusuma, and S. Nugrahadi.
Tsunami vulnerability of buildings and people in South Java – fieldobservations after
the July 2006 Java tsunami. Nat. Hazards Earth Syst. Sci., 7, 573–589, 2007
Nurhayaty Any , Thomas D Hastjarjo, S upra Wimbarti, RadiantaTriatmadja. Persepsi
masyarakat terhadap pemberdayaan dan kepercayaan pada kredibilitas lembaga
dalam rangka kesiapsiagaan tsunami. Prosiding Simposium Nasional Mitigasi
Bencana Tdmrc Universitas Syiah Kuala No.ISSN: 2477-6440 Banda Aceh, 21 – 22
Desember 2015
Alexander, M and Runciman, P. 2003. ICN Framework of Competencies for the Generalist
Nurse. Geneva: International Council of Nursing
Faculty of Management. 2013. Disaster Prevention 2013. Keio University : Japan.
World Health Organization and International Council of Nurses. 2009. ICN Framework of
Disaster Nursing Competencies. USA : WHO Press
http://www.bnpb.go.id/pengetahuan-bencana/definisi-dan-jenis-bencana
http://www.bnpb.go.id/pengetahuan-bencana/potensi-ancaman-bencana
http://sp2010.bps.go.id/
http://bps.go.id
http://www.pikiran-rakyat.com/jawa-barat/2012/07/17/196239/jawa-barat-peringkat-pertama-
rawan-bencana
http://bpbd.jabarprov.go.id/
http://bpbdpangandaran.com/sub1-23-daerah-rawan-bencana.html
http://lipi.go.id/berita/single/pangandaran-dan-tsunami/848
http://penanggulangankrisis.de.kes.go.id/detail_kesiapsiagaan
https://www.radartasikmalaya.com/berita/baca/9562/momen-peringatan-10-tahun-tsunami-
pangandaran-terlupakan.html
http://sains.kompas.com/read/
2016/07/18/07294931/10.tahun.tsunami.pangandaran.tsunami.dahsyat.tanpa.isyarat.
gempahttps://www.radartasikmalaya.com/berita/baca/9562/momen-peringatan-10-
tahun-tsunami-pangandaran-terlupakan.html
http://ciptakarya.pu.go.id/dok/tsunami_jawa/index.htm

Anda mungkin juga menyukai