Anda di halaman 1dari 16

MITIGASI BENCANA TANAH LONNGSOR DI KECAMATAN

CIBAL KABUPATEN MANGGARAI NUSA TENGGARA


TIMUR

Ari Mega Pratiwi1


1
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga
E-mail: ari.mega.pratiwi-2017@fkm.unair.ac.id

ABSTRAK

Gunung Raung merupakan gunung api aktif di Desa Jambearum Kabupaten


Jember dengan ketinggian 3.332 meter dpl. Gunung Raung sewaktu-waktu dapat
meletus sebab masih berstatus sebagai gunung berapi aktif. Untuk memperkecil
risiko bencana bagi masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana, perlu
dilakukan upaya mitigasi bencana salah satunya melalui program sosialisasi dan
edukasi.Desa Jambearum merupakan desa yang terkena dampak dari meletusnya
Gunung Raung. Maka perlu informasi yang diperoleh ke masyarakat terkait jalur
evakuasi ketika Gunung Raung meletus.Hasil dari perencanaan ini adalah
terbentuknya program sosialisasi terkait peta jalur evakuasi kepada masyarakat
Desa Jambearum yang telah melalui fungsi dan proses perencanaan sehingga
mampu diterima, dimengerti, dipahami, serta dilaksanakan dengan baik oleh
peserta program. Metode yang digunakan untuk menyusun perencanaan ini adalah
studi literatur. Kesimpulan yang didapat adalah program sosialisasi peta jalur
evakuasi dapat meningkatkan pengetahuan dan kesiapsiagaan masyarakat Desa
Jambearum menghadapi bencana gunung meletus.

Kata kunci : bencana, tanah longsor, jalur evakuasi

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan wilayah yang tergolong sangat rawan terhadap ben-
cana. Hal ini dibuktikan dengan sering terjadinya berbagai bencana di beberapa
wilayah. Bencana alam yang terjadi di suatu wilayah bukan hanya diakibatkan
oleh faktor fisik saja, tetapi juga faktor manusia sehingga timbulnya korban jiwa,
kehilngan harta benda dan kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, setiap bencana
pasti akan menimbulkan risiko baik material maupun non metrial. Risikonya da-
pat berupa kematian, sakit, luka-luka, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, men-
gungsi, kehilangan harta benda, dan gangguan kegiatan masyarakat ( UU No. 24
Tahun 2007 pasal 1 ayat 17).

1
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi,
tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Pada
bagian penjelasan UU ini, bencana alam antara lain berupa gempa bumi karena
alam, letusan gunung berapi, angin topan, tanah longsor, kekeringan, kebakaran
hutan/lahan karena faktor alam, hama penyakit tanaman, epidemi, wabah, keja-
dian luar biasa, dan kejadian antariksa/benda-benda angkasa (UU No 24 Tahun
2007 pasal 1 ayat 2).
Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko ben-
cana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan ke-
mampuan menghadapi ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008
Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana).
Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana Tahun 2010, Tanah
Longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun
percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya
kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut. Tanah longsor terjadi
karena ada gangguan kestabilan pada tanah atau batuan penyusun lereng.
Sebaran kejadian longsor lahan di Indonesia disebabkan oleh beberapa fak-
tor. Sudradjat (1987) menjelaskan sebaran longsor lahan di Indonesia disebabkan
oleh beberapa faktor antara lain: 1) topografi, 2) kondisi batuan, torehan, struktur
dan stratigrafi, 3) kandungan air, air hujan, 4) gempa dan getaran, dan 5) vegetasi
dan penggunaan lahan. Kejadian longsorlahan yang sering dan mempunyai kerap-
atan tinggi adalah pada medan kaki lereng bergelombang yang tertoreh moderat
dan kuat, bentuklahan vulkanik pada lereng atas, serta sisi lereng lembah dan
kerucut vulkanik.
Wilayah Kabupaten Manggarai berada pada kemiringan di atas 400 dan
73,01% berada pada ketinggian antara 100-1000 meter di atas permukaan laut.
Curah hujan yang tinggi pada bulan-bulan tertentu, perusakan lingkungan hidup
sebagai akibat dari pembabatan hutan liar dan sebagainya. Selain itu, Wilayah ini
juga termasuk dalam kawasan Circum-Pasifik sehingga memiliki struktur tanah
yang labil (sering terjadi patahan atau gempa tektonik)
Di Kabupaten Manggarai masalah yang kerap kali terjadi adalah tanah
longsor yang diakibatkan oleh perilaku masyarakat yang suka menebang pohon
secara liar. Semua disebabkan oleh kurangnya kesadarah masyarakat untuk lebih

2
mencintai dan peduli terhadap lingkungan sekitar. Masyarakat lebih cenderung
mementingkan dirinya sendiri dengan menebang pohon secara liar tanpa
memikirkan konsekuasi yang nantinya akan mereka terima akibat dari ulah
mereka. Selain itu juga tidak ada keseimbangan antara sumber daya manusia seba-
gai pembekalan terhadap pengetahuan lingkungan dengan sumber daya alam.
Wilayah Kabupaten Manggarai memiliki tipe Iklim C yang besrsifat agak basah
menurut Schmidt dan Ferguson.
Salah satu Kecamatan di Kabupaten Manggarai yang sering terjadi longsor
adalah Kecamatan Cibal. Tercatat pada tahun 2016 tercatat ada 13 kejadian
bencana longsor yang terjadi di Kecamatan Cibal yang mengakibatkan 14 rumah
warga yang rusak dan juga banyak masyrakat yang menderita luka-luka serta
terdapat 11 longsor besar dan 4 longsor sedang. Sedangkan pada tahun 2018
tercatat 8 orang meninggal tertimbun longsor, 2 unit rumah rusak total dan
masyarakat banyak yang menderita luka-luka serta lebih dari 20 titik lokasi yang
di antaranya juga berdampak pada putusnya akses jalan nasional di daerah itu
(BPBD Kabupaten Manggarai 2016, 2018).
Dengan adanya dampak bencana tanah longsor ini menimbulkan putusnya
beberapa akses jalan dan selain itu terhambatnya akses bantuan seperti makanan,
minuman serta obat-obatan sehingga dapat menimbulkan penyakit seperti ku-
rangnya gizi karena tidak ada lagi makanan atau minuman yang layak dikonsumsi.
Karena makanan atau minuman yang mereka miliki tertimbun oleh tanah longsor.
Untuk itu diperlukan upaya-upaya yang komprehensif untuk mengurangi
resiko bencana alam, antara lain yaitu dengan melakukan program sosialisasi jalur
evakuasi sebagai upaya mitigasi terhadap bencana tanah longsor yang ada di
Kabupaten Manggarai ini.

TUJUAN
Tujuan dari penulisan artikel ini adalah mengetahui perencanaan program
jalur evakuasi sebagai upaya mitigasi bencana tanah longsor di Kecamatan Cibal,
Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur.

METODE
Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah studi literatur.
Literatur didapat dari berbagai sumber antara lain, buku, berita nasional, publikasi
nasional, serta artikel yang diterbitkan oleh lembaga berwenang seperti Badan
Penanggulangan Bencana. Literatur yang digunakan bersifat dapat dipercaya serta
memenuhi unsur kebaruan (lima tahun terakhir).

3
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Kawasan Rawan Bencana

KESIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA

Indonesia termasuk ke dalam wilayah yang kerap mengalami berbagai


bencana, baik bencana alam maupun non alam. Indonesia merupakan daerah yang
dilalui oleh jalur pertemuan tiga lempeng tektonik, sehingga kerap dilanda
bencana gempa. Selain itu, Indonesia merupakan negara kepulauan yang
dikelilingi oleh laut, sehingga kerap dilanda bencana tsunami. Menurut situs The
Conversation, Indonesia juga memiliki 139 gunung berapi aktif sehingga
berpotensi dilanda bencana gunung meletus.
Menurut Undang - Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh
faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengaki-
batkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta
benda, dan dampak psikologis. Sementara itu, Bencana alam adalah bencana yang
diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam
antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, an-
gin topan, dan tanah longsor.
Siklus manajemen bencana dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu
prabencana, selama bencana, dan pascabencana. Tahap prabencana diisi dengan
kegiatan pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan bencana. Tahap selama bencana
diisi dengan berbagai respons tanggap darurat. Selanjutnya, tahap pascabencana
diisi dengan kegiatan pemulihan, rehabilitasi, dan rekonstruksi.
Menurut Undang - Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana, mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana,
baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemam-
puan menghadapi ancaman bencana. Tujuan dari aktivitas mitigasi adalah mengu-

4
rangi risiko bencana bagi masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana.
Mitigasi dilakukan dengan pelaksanaan penataan ruang, pengaturan pembangunan
infrastruktur dan tata bangunan serta penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan,
dan pelatihan baik secara konvensional maupun modern kepada masyarakat pada
kawasan rawan bencana.
Mitigasi bencana merupakan suatu kegiatan penting karena bencana selalu
memuat unsur ketidakpastian. Bencana seringkali terjadi secara tiba-tiba dan tidak
memberikan cukup waktu bagi masyarakat untuk bersiap-siap ataupun sekadar
melakukan upaya penyelamatan diri. Sementara itu, masyarakat yang tinggal di
kawasan rawan bencana merupakan kelompok masyarakat yang paling rentan
terkena dampak bencana seperti korban jiwa, kerugian harta, kerusakan
lingkungan, serta dampak psikologis. Oleh karena itu, kegiatan mitigasi bencana
penting dilakukan agar masyarakat mampu mengorganisir segala sumber daya
yang dimiliki untuk mengurangi risiko yang mungkin timbul apabila terjadi
bencana.
Salah satu bencana alam yang kerap terjadi di Indonesia adalah bencana
gunung meletus. Menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten
Bone, Letusan gunung api adalah bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal
dengan istilah “erupsi”. Letusan gunung api terjadi akibat endapan magma di
dalam perut bumi terdorong keluar oleh gas bertekanan tinggi. Tidak hanya
magma (lava), gunung meletus juga mengeluarkan material lain yang dapat
membahayakan kehidupan makhluk hidup antara lain awan panas, lontaran
material berpijar, gas beracun, dan abu.
Salah satu gunung berapi aktif di Indonesia adalah Gunung Raung yang ter-
letak di Kabupaten Jember.Gunung Raung terletak di Kecamatan Sumberjambe
Kabupaten Jember. gunung Raung memiliki ketinggian 3.332 meter dpl dan selalu
mengeluarkan asap satau bahkasn menyemburkan api sesekali (Solicha,2012)
berdasarkan Data Dasar gunung api(2011) dalam solicha (2012) Berdasarkan data
dasar api Indonesia(2011) dalam Solicha(2012) Gunung Raung meletus pertama
kali pada tahun 1586. Sebelas tahun kemudian pada tahun 1597, Gunung Raung
meletus kembali. Letusan terjadi kembali pada tahun 1638 yang mengakibatkan
banjir besar dan aliran lahar. Setelah tertidur selama 92 tahun

5
Sebagai salah satu jenis bencana alam, penanggulangan gunung meletus
tidak lepas dari siklus manajemen bencana. Manajemen adalah proses yang khas
terdiri dari tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan
pengawasan yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran
yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia serta sumber-
sumber lain (Terry, 1968). Manajemen terdiri atas beberapa fungsi antara lain
planning, organizing, staffing, directing, coordinating, reporting, dan budgeting
(Gullick, 1937). Masing-masing fungsi manajemen tersebut melalui empat proses
yaitu planning, organizing, actuating, dan controlling.
Salah satu fungsi manajemen yang sangat penting adalah planning
(perencanaan). Perencanaan adalah  pemilihan atau penetapan tujuan-tujuan
organisasi dan penentuan strategi kebijaksanaan proyek, program, prosedur,
metode, sistem anggaran dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan
(Fayol, 1949). Perencanaan menjadi aktivitas terpenting dari seluruh kegiatan
yang akan dilaksanakan, sebab hasil dari aktivitas perencanaan tersebutlah yang
akan mengatur seluruh jalannya kegiatan.
Seluruh penatalaksanaan siklus bencana, termasuk mitigasi, wajib melalui
fungsi dan proses perencanaan. Hal ini dilakukan untuk memberikan upaya
mitigasi yang membawa manfaat besar bagi masyarakat di kawasan rawan
bencana. Upaya mitigasi yang telah melalui fungsi dan proses perencanaan akan
mampu diterima, dimengerti, dipahami, serta dilaksanakan dengan baik oleh
masyarakat.
Dewasa ini, sasaran mitigasi bencana hendaknya tidak diarahkan pada
individu usia remaja maupun dewasa saja. Anak-anak (5 – 9 tahun) juga berhak
menikmati manfaat dari upaya mitigasi bencana. Anak-anak merupakan sasaran
potensial dari upaya mitigasi bencana sebab apabila mereka telah memahami
pengelolaan dan penanggulangan bencana sejak usia muda, mereka akan
mengingat materi tersebut sepanjang hidupnya. Selain itu, anak-anak akan
menjadi pribadi yang mandiri dalam melakukan upaya penyelamatan saat terjadi
bencana, tidak hanya bergantung sepenuhnya kepada orang dewasa.
Oleh karena itu, program edukasi bencana terhadap anak merupakan upaya
mitigasi yang penting untuk dilakukan. Program edukasi dipilih karena upaya

6
inilah yang paling mampu dipahami oleh anak-anak, dibandingkan dengan
permasalahan tata ruang maupun pembangunan infrastruktur. Melalui program
edukasi, diharapkan anak-anak ini tidak hanya mendapat manfaat bagi diri sendiri,
tapi juga untuk orang tua mereka atau bahkan masyarakat lain.

TUJUAN
Tujuan dari penulisan artikel ini adalah mengetahui perencanaan program
jalur evakuasi sebagai upaya mitigasi bencana tanah longsor di Kecamatan Cibal,
Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur.

METODE
Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah studi literatur.
Literatur didapat dari berbagai sumber antara lain, buku, berita nasional, publikasi
nasional, serta artikel yang diterbitkan oleh lembaga berwenang seperti Badan
Penanggulangan Bencana. Literatur yang digunakan bersifat dapat dipercaya serta
memenuhi unsur kebaruan (lima tahun terakhir).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Karakteristik Kawasan Rawan Bencana
Gunung Raung terletak di Kecamatan Sumberjambe kabupaten Jember
Gunung Raung memiliki ketinggian 3.332 meter dpl dan selalu mengeluarkan
asap atau bahkan menyemburkan api sesekali(Solicha,2012) Berdasarkan Data
Dasar gunung api (2011) dalam Solicha (2012) gunung Raung meletus pertama
kali pada tahun 1586. Sebelas tahun kemudian pada tahun 1597,Gunung Raung
meletus kembali. Letusan terjadi kembali padatahun 1638 yang mengakibatkan
banjir besar dan aliran lahar. Setelah tertidur selama 92 tahun,Gunung Raung
kembali meletus yakni pada tahun 1730 yang mana menurut data pos Pengamat
Gunung Api (PPGA) Ruang merupakan letusan paling dahsyat karena mengalami
eksplosif disertai dengan hujan abu serta aliran lahar. Letusan kembali terjadi
pada tahun 1812,1814 dan 1815. Seolah-olah tidak ingin tidur terlalu lama, pada
tahun 1953, gunung Raung meletus kembali dengan menyebarkan hujan abu dan
pada tahun 1958 melontarkan material berupa pasir. Sejak tahun 1586 hingga

7
tahun 1989, tercatat letusan Gunung Raung sebanyak 43 kali dan gunung tersebut
seolah tidur panjang selama bertahun-tahun dan aktivitasnya mengejutkan
masyarakat kembali pada 17 oktober 2012.
Puncak Gunung Raung merupakan kerucut terpotong dengan tonjolan dari
sisa-sisa endapan lava barangko-barangko dari sisa endapan piroklastik.Kaldera
Gunung Raung berbentuk elips, berukuran 1750x2250 m,dalamnya 400-550

Gambar 1. Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Api Kabupaten Karangasem Provinsi Bali
Sumber: https://bnpb.go.id/peta-grafis

Badan Penanggulangan Bencana Nasional telah menerbitkan peta kawasan


rawan bencana untuk wilayah sekitar Gunung Agung, Kabupaten Karangasem,
Provinsi Bali. Peta tersebut memetakan wilayah sekitar Gunung Agung menjadi
tiga kawasan, antara lain Kawasan Rawan Bencana (KRB) I, II, dan III. Wilayah
yang termasuk dalam KRB III tersebar ke dalam enam kecamatan, antara lain
Kecamatan Rendang, Kubu, Abang, Karangasem, Bebandem, dan Selat.
Menurut Badan Geologi Nasional, KRB III gunung api adalah kawasan
yang hampir selalu terkena awan panas, aliran lava, dan lontaran bom vulkanik
saat terjadinya bencana gunung meletus. Pada Kawasan Rawan Bencana III tidak
diperkenankan adanya hunian tetap maupun penggunaan lain yang bersifat
komersial. Kawasan yang termasuk KRB III adalah daerah puncak dan sekitarnya
serta daerah yang berada pada radius 3 – 6 km (atau lebih) dari pusat erupsi.

8
KRB II adalah kawasan yang berpotensi terkena awan panas, aliran lahar,
gas racun, lontaran batu pijar, dan hujan abu meskipun tidak separah KRB III.
Kawasan yang berpotensi terkena awan panas, aliran lahar, dan gas racun dapat
berada pada radius hingga 10 km dari pusat erupsi. Sementara itu, kawasan yang
berpotensi terkena lontaran batu pijar dan hujan abu berada pada radius kurang
lebih 5 km dari pusat erupsi.
KRB I adalah kawasan yang berpotensi terkena aliran lahar atau banjir.
Apabila erupsi yang terjadi cukup besar, kawasan ini juga berpotensi terkena
hujan abu dan lontaran batu pijar. Meskipun dampak yang terjadi kemungkinan
tidak sebesar pada KRB III maupun KRB II, KRB I berperan penting sebagai jalur
dukungan dan bantuan bagi wilayah KRB III dan KRB II, misalnya sebagai
tempat membangun tenda pengungsian terdekat.

Karakteristik Penduduk Kawasan Rawan Bencana


Desa Jambearum merupakan desa yang memiliki dusun terbanyak yaitu
memiliki 7 dusun yaitu Dusun Karang Samporna, Paceh,Krajan,Biarum, Sumber
Kokap Barat,Sumber Kokap Timur, dan Sumber Petong dengan jumlah penduduk
8.079 jiwa. Fasilitas umum Desa Jambearum juga terbanyak terdiri dari 1 kantor
desa dan poskesde, 2 sekolah Menengah Pertama (SMP) dan yayasan, 3 Sekolan
Menengah Atas(SMA), 4 taman Kanak-Kanak(TK),7 Pendidikan Anak Usia
Dini(PAUD),9 Sekolah Dasar (SD/MI), dan 19 masjid (Koramil Sumberjambe
dan Kantor Desa Jambearum.
Berdasarkan tingkat pendidikan pada tahun 2016, mayoritas penduduk
Kabupaten Karangasem tidak memiliki ijasah sebesar 33.446 diikuti dengan
penduduk yang menamatkan tingkat pendidikan tertinggi pada jenjang SD sebesar
16.470 Mayoritas penduduk karangasem pada tahun 2015 bekerja pada sektor
pertanian, perkebunan, perhutanan, perburuan, dan perikanan (39,02%), diikuti
dengan penduduk yang bekerja pada sektor perdagangan, rumah makan, dan jasa
akomodasi (18,75%).
Meskipun didominasi oleh golongan usia produktif, Kabupaten Karangasem
juga memiliki golongan umur anak dalam jumlah yang cukup besar.

9
Tingkat pendidikan penduduk yang rendah mengindikasikan sebagian besar
anak mungkin tidak mengecap bangku sekolah secara utuh. Oleh karena itu,
pengintegrasian edukasi bencana sebagai upaya mitigasi bencana pada kurikulum
sekolah dapat dinilai kurang efektif. Perlu dilakukan perancangan program
edukasi bencana berbasis wilayah, utamanya pada kawasan rawan bencana, yang
dapat menjangkau seluruh anak pada Kabupaten Karangasem. Basis wilayah ini
dapat diambil menurut dusun/banjar atau kecamatan yang pasti ada pada
Kabupaten Karangasem.
Pengambilan usia anak sebagai sasaran program bermanfaat dalam jangka
pendek maupun jangka panjang. Dalam jangka pendek, anak akan mampu
memahami hal-hal yang perlu dilakukan apabila terjadi bencana, mulai dari
mengenal tanda-tanda terjadinya bencana, menahan diri untuk tidak panik, cara
menyelamatkan diri, sampai dengan membantu orang lain. Dalam jangka panjang,
adanya edukasi akan mengurangi trauma psikologis pada anak apabila terjadi
bencana. Selain itu, anak dapat dijadikan agen penyaluran informasi yang efektif
kepada masyarakat khususnya orang tua masing-masing anak.

Perencanaan Program Edukasi Anak


Perencanaan merupakan langkah awal dari segala kegiatan yang ingin
dilaksanakan oleh suatu lembaga maupun individu. Dalam merangcang upaya
mitigasi, perencanaan sangat penting agar upaya yang hendak dilaksanakan
berjalan dengan baik, terarah, serta membawa manfaat bagi masyarakat. Dalam
merancang sebuah program edukasi, diperlukan perhitungan yang cermat dan
teliti mulai dari pembentukan tim fasilitator sampai dengan evaluasi keberhasilan
program.
Langkah pertama dalam perencanaan program sosialisasi peta jalur evakuasi
bidang kesehatan mengenai bencana gunung meletus di Kecamatan Sumberjambe
Kabupaten Jember adalah pemetaan daerah rawan bencana yang sekiranya
memerlukan penyelenggaraan program sosialisasi peta jalur evakuasi bidang kese-
hatan. Saat ini, Badan Penanggulangan Bencana Nasional telah menerbitkan Peta
Kawasan Rawan Bencana Gunung Raung.Oleh karena itu, pembentukan program

10
sosialisasi peta jalur evakuasi sebaiknya diprioritaskan pada wilayah yang
termasuk KRB III.
Langkah kedua adalah pembentukan tim fasilitator. Sebelum mewujudkan
masyarakat yang mandiri, masyarakat memerlukan adanya pendamping atau
fasilitator yang bertugas untuk melakukan pelatihan, pembinaan, pengawasan,
serta pengevaluasian. Tim fasilitator ini harus terdiri atas unsur gabungan antara
pemerintah dengan komunitas warga setempat. Unsur pemerintah dapat diwakili
oleh perwakilan dari instansi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
Kecamatan Sumberjambe Kabupaten Jember. Selanjutnya, BPBD dapat
menggalang kerjasama dengan pengurus banjar/dusun setempat, ataupun dengan
komunitas lain seperti sekaa teruna-teruni (karang taruna), dan ibu-ibu PKK.
Unsur pemerintah diperlukan untuk mengatur serta mengawasi jalannya program
sehingga berhasil mencapai target yang diinginkan. Sementara itu, unsur
masyarakat diperlukan untuk mendapatkan kepercayaan, kedekatan, serta rasa
memiliki dari masyarakat lokal.
Langkah ketiga adalah penjaringan peserta. Sasaran program sosialisasi
adalah masyarakat Jambearum. Apabila program sosialisasi dibuat dalam lingkup
kecil yaitu pada tataran banjar/dusun, maka peserta program tidak perlu terlalu
banyak, cukup perwakilan masyarakat sebanyak 10 – 15 orang dapat dari kepala
keluarga. Namun apabila program sosialisasi dibuat dalam lingkup yang lebih
besar yaitu pada tataran kelurahan/kecamatan, program edukasi dapat menerima
15 – 30 peserta dapat berasal dari kepala keluarga.
Langkah keempat, tim fasilitator dapat melakukan rapat pembentukan
jadwal program sosialisasi. Pada rapat ini, penting bagi fasilitator untuk
mengundang masyarakat, khususnya petinggi atau orang yang dihormati di daerah
tersebut, untuk bersama menyusun jadwal pelaksanaan program. Jadwal
pelaksanaan hendaknya disesuaikan agar tidak menganggu kegiatan warga setem-
pat dengan kegiatan yang lain. Misalnya mengambil hari di luar hari kerja dengan
waktu pagi atau sore hari selama dua jam.
Saat menyusun jadwal pelaksanaan program, perlu dibuat susunan
kurikulum atau materi ajar yang akan diberikan pada setiap pertemuan. Materi ini
dan peta jalur evakuasi harus bersifat mudah dipahami, menarik perhatian, serta

11
dapat dikemas dengan penyampaian yang menyenangkan. Sebagai contoh, dibuat
kurikulum terkait bagaimana yang harus dilaukan saat bencanaterjadi serta menje-
laskan yang terdampat dalam peta jalur evakuasi secara detail yang akan
dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan selama tiga minggu. Minggu pertama
akan dilakukan pretest untuk mengetahui tingkat pengetahuan awal anak
mengenai bencana, dilanjutkan dengan pemberian materi mengenai bahaya dan
dampak dari bencana gunung meletus. Minggu kedua dilanjutkan dengan
pemberian materi mengenai berbagai tanda akan terjadinya bencana gunung
meletus. Pada minggu ketiga, diberikan materi terakhir mengenai berbagai hal
yang harus dilakukan oleh masyarakat terkait peta jjalur evakuasi untuk review
seluruhnya serta materi sebelum, selama, dan sesudah bencana gunung meletus.
Pertemuan ketiga diakhiri dengan pemberian postest untuk mengetahui tingkat
pengetahuan akhir masyarakat mengenai peta jalur evakuasi bidangkesehatan dan
yang dilakukansaat bencana gunung meletus.
Pada minggu pertama, peserta program diberikan materi mengenai dampak
dan bahaya gunung meletus. Materi ini harus dikemas secara menyenangkan
sehingga menarik perhatian anak. Penggunaan foto, video, maupun gambar
pascabencana sebaiknya dihindari. Sebaliknya, pengemasan materi dapat
dilakukan menggunakan permainan. Sebagai contoh, ajak peserta membentuk
kelompok yang terdiri dari 3 – 5 orang. Masing-masing kelompok diajak
membuat gunung api buatan menggunakan bahan cuka dan soda kue. Fasilitator
juga dapat menambah bahan lain misalnya abu atau kerikil untuk memperjelas
pemahaman anak bahwa letusan gunung berapi tidak hanya mengeluarkan lava.
Melalui permainan dan penjelasan yang interaktif, anak dapat menyerap informasi
yang diberikan tanpa terbebani oleh rasa takut.
Pada minggu kedua, peserta program diberikan materi mengenai berbagai
tanda akan terjadinya gunung meletus. Berbagai tanda tersebut dapat meliputi
pertanda alam maupun pertanda buatan manusia. Beberapa pertanda alam akan
terjadinya gunung meletus antara lain terjadi kenaikan suhu udara yang tidak
biasa, mata air mengering, terjadi beberapa gempa baik dalam skala besar maupun
kecil, terdengar suara gemuruh, tumbuhan di sekitar gunung menjadi layu, serta
perpindahan berbagai jenis hewan untuk meninggalkan gunung (Febrinastri,

12
2015). Sementara itu, pertanda buatan yang dapat dipercaya misalnya
pengumuman terjadinya bencana melalui pengeras suara ataupun siaran radio.
Pada materi ini, penggunaan gambar maupun video diperbolehkan untuk
memperjelas pemahaman .
Pada minggu ketiga, masyarakat diberikan pemahaman mengenai berbagai
hal yaitu terkait peta jalur evakuasi secara detail dari bagaimana membaca dan
penjelasan dalampeta serta yang harus dilakukan sebelum, selama, dan sesudah
terjadinya bencana gunung meletus. Materi ini sebaiknya dikemas dengan
kegiatan simulasi sehingga peserta program dapat mempraktekkan langsung
materi yang dipelajarinya. Selain itu, fasilitator dapat pula membagikan brosur
yang berisi poin-poin langkah yang harus dilakukan, disertai dengan gambar serta
warna yang menarik.
Ketika berbagai tanda akan terjadinya letusan gunung api sudah mulai
terlihat, dapat segera melakukan berbagai upaya sebelum bencana seperti selalu
menghidupkan radio dan mempersiapkan tas darurat (Candraswari, 2018). Radio
maupun handie talkie lebih diprioritaskan daripada perangkat elektronik lain
seperti telepon genggam atau televisi, sebab bencana gunung meletus dapat
menganggu transmisi sinyal dan merusak perangkat elektronik. Sementara itu, tas
darurat diperlukan apabila terjadi perintah mendadak untuk mengungsi secara
tiba-tiba. Tas darurat ini hanya berisi keperluan penting seperti kartu identitas,
sejumlah uang, kotak P3K, makanan darurat, air, masker, senter, radio baterai,
serta pakaian. Berikan kesempatan bagi peserta program untuk melakukan
simulasi mengenai pengemasan tas darurat.
Selama terjadi bencana gunung meletus, berikan penjelasan pada anak untuk
tetap tinggal di dalam rumah dan tidak berpergian ke luar. Tutup seluruh pintu dan
jendela, serta pindahkan perangkat elektronik ke tempat yang lebih aman. Apabila
dampak dari abu masih terasa, ajarkan anak untuk menggunakan masker (atau
pakaian dan kain apabila masker tidak tersedia), menggunakan baju dan celana
panjang yang tertutup, serta melindungi bagian mata dan mulut. Apabila terjebak
di luar rumah, ajarkan anak untuk mencari tempat perlindungan misalnya di dalam
kendaraan. Apabila tidak menemukan tempat perlindungan, ajarkan anak untuk
naik menuju tempat yang tinggi untuk menghindari aliran lava. Simulasikan

13
peserta program untuk duduk berjongkok, tidak menghadap gunung, serta
melindungi kepala dan wajah menggunakan tas, pakaian, atau barang apapun yang
ada di sekitar anak (Ratnasari, 2017).
Setelah bencana gunung meletus usai, instruksikan masyarakat untuk tetap
memantau informasi melalui radio dan menyampaikannya kepada orang tua. Apa-
bila jika keadaan sangat tidak memungkinkan masyarakat dapat keluar rumah
segera dengansesuai petajalur evakuasi. Serta orang tua memerintahkan anak juga
diinstruksikan agar tidak banyak bermain di luar rumah maupun tempat yang
masih terkontaminasi oleh abu vulkanik. masyarakat dapat meminta
anak //////////////// untuk ikut berpartisipasi dalam upaya pembersihan abu di sekitar
rumah, namun harus berada di bawah pengawasan orang tua serta menggunakan
alat pelindung seperti masker, kacamata, dan baju maupun celana yang tertutup.
Selain perancangan aktivitas program, perlu dilakukan perencanaan kegiatan
pemantauan dan evaluasi. Pemantauan dapat dilaksanakan pada pelaksanaan
program setiap minggunya, untuk memastikan bahwa semua materi dari penje-
lasan terkait peta jalur evakuasi serta materi lainnya telah disampaikan sesuai
rencana. Sementara itu, evaluasi dapat dilaksanakan pada akhir program dengan
menganalisis hasil pretest dan postest. Program edukasi dikatakan berhasil apabila
terjadi peningkatan yang signifikan pada pengetahuan peserta program mengenai
bencana gunung meletus.

KESIMPULAN
Gunung Agung merupakan gunung berapi aktif tertinggi di Pulau Bali
dengan ketinggian mencapai 3.031 mdpl. Untuk memperkecil risiko bencana bagi
masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana, perlu dilakukan upaya
mitigasi bencana salah satunya melalui program edukasi. Dewasa ini, upaya
mitigasi hendaknya diarahkan pada sasaran potensial yaitu penduduk pada
golongan usia anak-anak (5 – 9 tahun). Perencanaan program edukasi yang
diberikan dapat melalui beberapa tahap antara lain pemetaan daerah rawan
bencana, pembentukan tim fasilitator, penjaringan peserta, pembentukan jadwal
program edukasi, penentuan susunan kurikulum dan materi ajar, serta teknis
pemantauan dan evaluasi.

14
SARAN
Saran yang dapat diberikan kepada pihak pemerintah antara lain hendaknya
memberikan perhatian lebih kepada upaya mitigasi bencana. Upaya mitigasi
bencana khususnya program edukasi serta memberikan informasi kepada
masyarakat terkait peta jalur evakuasi bidang kesehatan saat bencana terjadi
sangat penting untuk meningkatkan tingkat kesiapan masyarakat apabila sewaktu-
waktu terjadi bencana. Golongan masyarakat yang perlu diberikan edukasi kepada
masyarakat yang kawasan pemukimanya dekat dengan daerah gunung meletus
yaitu Desa Jambearum Sementara itu saran yang dapat diberikan kepada
masyarakat, khususnya yang berdomisili di daerah rawan bencana, antara lain
hendaknya selalu mengikuti instruksi pemerintah atau pihak yang berwenang serta
mempelajari informasi secara detail salah satunya peta jalur evakuasi agar
masyarakat dapat tahu tempat menyelamatkan diri secara tepat. Hal ini disebabkan
segala instruksi yang diberikan pasti bertujuan untuk melindungi keselamatan
serta keamanan dari masyarakat yang terkena dampak bencana.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Geologi Nasional. (2014). Kawasan Rawan Bencana Gunung Api. Diakses
pada September 28, 2018, dari
http://www.vsi.esdm.go.id/index.php/gunungapi/data-dasar-gunungapi/495-
g-marapi?start=6
Badan Nasional Penanggulangan Bencana. (2017). Peta dan Infografis Siaga
Gunung Agung. Diakses pada September 28, 2018, dari
https://bnpb.go.id/peta-grafis
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bone. (2015). Gunung
Berapi. Diakses pada September 28, 2018, dari
https://bpbd.bone.go.id/2015/01/25/gunung-berapi/
Candraswari, R. (2017). Panduan Keselamatan Ketika Terjadi Letusan Gunung
Berapi. Diakses pada September 28, 2018, dari https://hellosehat.com/hidup-
sehat/tips-sehat/antisipasi-gunung-berapi-meletus/
Damarjati, D. (2018). Gunung Agung Meletus, Lava Terlontar 2 Km dan
Membakar Hutan. Diakses pada September 28, 2018, dari
https://news.detik.com/berita/4094922/gunung-agung-meletus-lava-terlontar-
2-km-dan-membakar-hutan

15
Fayol, H. (1949). General and Industrial Management. London: Pitman.
Febrinastri, N. (2015). 5 Tanda Gunung Api Akan Meletus. Diakses pada
September 28, 2018, dari http://www.beritasatu.com/iptek/302876-5-tanda-
gunung-api-akan-meletus.html
L. Gullick, L. F. U. (1937). Paper in the Science of Administration. New York:
Columbia University Press.
Pratama, A. N. (2018). Meletus Pertama pada 1808, Ini Catatan Letusan Gunung
Agung. Diakses pada September 28, 2018, dari
https://regional.kompas.com/read/2018/07/03/16410061/meletus-pertama-
pada-1808-ini-catatan-letusan-gunung-agung
Presiden Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24
Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Pub. L. No. Nomor 24 Tahun
2007 (2007). Indonesia.
Ralf Gertisser, Katie Preece, S. C. (2017). We’re Volcano Scientists – Here are Six
Volcanoes We’ll be Watching Out For in 2018. Diakses pada September 28,
2018, dari https://theconversation.com/were-volcano-scientists-here-are-six-
volcanoes-well-be-watching-out-for-in-2018-89051
Ratnasari, E. D. (2017). Yang Harus Dilakukan Saat Terjadi Letusan Gunung
Berapi. Diakses pada September 28, 2018, dari
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20170803200704-282-232333/
yang-harus-dilakukan-saat-terjadi-letusan-gunung-berapi
Terry, G. R. (1968). Principles of Management. United States: Ricard D. Irwin.

16

Anda mungkin juga menyukai