Anda di halaman 1dari 11

STRATEGI HIDUP DI WILAYAH RAWAN BENCANA

Disusun Oleh :

Nama : Roy Hanul Jannah

NIM : 2111102415081

Kelas :A

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR

SAMARINDA

2022
ABSTRAK

Bencana alam ini pada dasarnya tidak lebih dari sekedar refleksi fenomena
alam yang secara geologi sangat khas untuk wilayah tanah air kita. Indonesia
merupakan negara kepulauan tempat dimana 3 lempeng besar dunia bertemu,
yaitu Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik. Interaksi
antar lempeng-lempeng tersebut lebih lanjut menempatkan Indonesia sebagai
wilayah yang proses dinamika lempeng yang cukup intensif juga telah
membentuk relief permukaan bumi yang khas dan sangat bervariasi, dari wilayah
pegunungan dengan lereng yang landai sepanjang pantai dengan potensi ancaman
banjir, penurunan tanah, dan tsunami. Hal tersebut menjadikan kita perlu lebih
mengenal dengan baik berbagai jenis dan karakter bencana alam tersebut dan
siapa yang akan menyambut kedatangannya. Penelitian ini bertujuan menganalisis
implementasi strategi pemberdayaan wilayah pesisir dan mekanisme sinergitas
kelembagaan.

Kata Kunci : Sinergi, Bencana Alam, Daerah Rawann Bencana, Manajemen


Bencana
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hampir beberapa minggu yang lalu, tepatnya tanggal 12 November


2004, gempa bumi yang sangat dahsyat telah menjenguk sebagian wilayah
tanah air, yaitu di Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT). Peristiwa ini juga telah
terekam sebagai suatu malapetaka yang sangat dahsyat, dengan tidak urang
dari 31 korban jiwa meninggal dunia, ratusan korban lainnya luka-luka, dan
kerugian material yang tentunya tidak sedikitpun lepas dari dahsyatnya gempa
bumi saat itu. Di bagian wilayah tanah air, serangkaian kejadian longsoran
seakan hadir tiada hentinya, seperti di Sawahlunto (Sumatera Barat), Cililin
(Jawa Barat), Pasaman (Sumatera Barat), Cianjur (Jawa Barat), Gowa
(Sulawesi Selatan), Purworejo (Jawa Tengah), yang juga telah banyak
merenggut korban jiwa dan merusak berbagai infrastruktur yang ada.
Sementara itu, gunung api tersebut telah memberikan isyarat akan ancaman
dahsyatnya kemarahan gunung api. Ini semua dengan jelas memperlihatkan
bahwa kita semua baik secara sadar maupun tidak sadar telah menempatkan
diri kita hidup berada di wilayah yang penuh akan potensi bencana alam.

Bencana alam ini pada dasarnya tidak lebih dari sekedar refleksi
fenomena alam yang secara geologi sangat khas untuk wilayah tanah air kita.
Indonesia merupakan negara kepulauan tempat dimana 3 lempeng besar dunia
bertemu, yaitu Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng
Pasifik. Potensi bencana alam ini telah diperparah oleh beberapa permasalahan
lain yang muncul di Indonesia yang memicu peningkatan kerentanan dan
bahayanya. Laju pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi mengakibatkan
mereka membutuhkan kawasan hunian tersebut yang akan terus berkembang
sampai mencapai wilayah marginal yang tidak aman. Tidak tertib dan tepatnya
tata guna lahan, sebagai inti dari permasalahan ini, adalah faktor utama yang
menyebabkan adanya peningkatan kerentanan dan bahaya ini.

Manajemen bencana atau seringkali disebut juga sebagai


penanggulangan bencana merupakan suatu bentuk rangkaian kegiatan yang
dinamis, terpadu dan berkelanjutan yang dilaksanakan semenjak pra bencana,
saat bencana berlangsung, pasca sarjana. Manajemen berencana merupakan
salah satu tanggung jawab pemeruntah pusat maupun daerah bersama-sama
masyarakat dalam rangka mewujudkan perlindungan yang maksimal kepada
masyarakat beserta aset-aset sosial, ekonomi dan lingkungannya dari
kemungkinan terjadinya bencana. Keikutsertaan masyarakat dalam
manajemen bencana perlu terus dijaga dan terus dikembangkan. Akan lebih
baik apabila para pengambil keputusan baik di pemerintahan pusat maupun
daerah, para pakar bencana alam, dan masyarakat semakin meningkat
komunikasi di antara mereka, agar mekanisme transformasi manajemen
bencana ke dalam pelaksanaan pemabangunan maupun kehidupan sehari-hari
dapat berlangsung dengan lebih baik.

B. Tujuan
Tujuan dari manajemen bencana, yaitu :
1. Mengurangi kerugian dan resiko yang mungkin terjadi;
2. Mempercepat proses pemulihan pasca bencana itu terjadi;
3. Menjamin terlaksananya bantuan yang segera dan memadai terhadap
korban bencana.

C. Manfaat
Manfaat dari manajemen bencana, yaitu :
1. Membatasi jumlah korban;
2. Membatasi kerusakan harta benda dan lingkungan hidup;
3. Mengembalikan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat.
GAGASAN

A. Persoalan Pencetus Gagasan

Alexandder (2005) mengidentifikasi perbedaan mazhab pemikiran tentang


bencana, yaitu geografi, antropologi, soosiologi, studi pemabangunan, ilmu
kesehatan, dan ilmu geofisika termasuk teknik serta sosial psikologi. Bencana
bukanlah sebuah definisi, melainkan lebih sebgai upaya mengelaborasi
bencana dari berbagai perspektif. Para pembuat kebijakan dan pelau
pengelolaan bencana diharapkan dapat mendudukan dan menggunakan konsep
dan pengertian bencana sesuai konteksnya.

Dalam beberapa dekade terakhir, bencana menjadi salah satu isu yang
menjadi perhatian dunia. Terbukti dengan beberapa kebijakan internasional
yang berfokus pada penanggulangan bencana yang diiringi dengan munculnya
lembaga-lembaga yang mengkaji secara khusus isu bencana baik di tingkat
nasional maupun internasional.

Isu penanggulangan bencana tidak terlepas dari 3 premis utama, yaitu


kekuasaan, keadilan, dan legitmasi kekuasaan. Hubungan kekuasaan terhadap
penanggulangan bencana, yaitu dengan melihat respons negara dalam
menanggulangi dampak destruktif bencana dari segi sosial maupun ekologis
dan konstruksi informasi publik yang dihadirkan negara terhadap bencana dan
dampaknya kepada masyarakat.

Empat terminologi dalam kebencanaan memiliki hubungan satu sama lain


dan dapat digunakan untuk mengetahui besaran ancaman dan dampak sebuah
bencana. Tingkat ancaman bencana akan meningkat ketika tingkat kerentanan
meningkat dan kapasitas untuk mengatasi ancaman tersebut menuju. Semakin
tinggi ancaman bahaya di suatu daerah maka semakin tinggi resko daerah
tersebut terkena bencana.

Bahaya dapat disebabkan oleh kejadian alam maupun oleh ulah manusia.
Beberapa faktor penyebab dari bahaya sebagai berikut (Bappenas,2006):

1. Bahaya alam (natural hazardz) dan ancaman karena ulah manusia yang
meurut UN-ISDR dapat dikelompokkan menjadi ancaman geologi,
ancaman hidrometeorologi, ancaman biologi, ancaman teknologi, dan
penurunan kualitas lingkungan.
2. Kerentanan yang tinggi dari masyarakat, infrastruktur, dan elemen-
elemen di dalam kota/kawasan yang berisiko bahaya.
3. Kapasitas yang rendah dari berbagai komponen di dalam masyarakat.
Beberapa jenis ancaman yang sering terjadi di Indonesia adalah gempa
bumi, tsunami, letusan gunung api, banjir, tanah longsor, kekeringan,
kebakaran, angin puting beliung, kecelakaan transportasi dan teknologi,
wabah penyakit, konflik sosial, serta aksi teror.

Hambatan-hambatan yang mungkin muncul dalam tanggap darurat


antara lain :

- Kekurangsiapan atau kegagapan memberikan bantuan;


- Informasi tidak akurat;
- Terputusnya komunikasi dan transportasi sedangkan pemulihan
komunikasi dan transportasi darurat tidak bisa segera dilakukan;
- Target pemberian bantuan tidak jelas;
- Ketidakamanan dan tidak adanya jaminan perlindungan sedangkan
fasilitas keamanan belum bisa diciptakan secara cepat;
- Hambatan politis dan administratif/birokrasi yang lambat;
- Tidak seimbangnya antara kebutuhan dari lapangan dan persediaan
bantuan;
- Cakupan wilayah terlalu luas dan sulit terjangkau sehingga bantuan
tidak memadai;
- Petugas lapangan, relawan, mengalami kelelahan akibat hal yang
dikerjakan terlalu banyak sedangkan waktunya terbatas;
- Ketidakpuasan atau ketidaksabaran korban karena bantuan yang
datang terlambat.
B. Solusi yang Menjadi Gagasan

Makna reformasi administrasi sebagai cara pandang yang berbeda


dalam melihat, menyelesaikan dan memberikan solusi yang lebih baik
sangat diperlukan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana alam
yang lebih baik. Pentingnya reformasi administrasi penanggulangan
bencana alam dikarenakan selama ini penanggulangan bencana mayoritas
masih bertumpu pada masalah bencana dan beberapa penyebabnya. Akan
tetapi Wijaya (2007) menyatakan bahwa dalam masalah lain
penanggulangan bencana terdapat pada antisipasi bencana itu sendiri
sehingga upaya antisipasi menjadi sebuah masalah tersendiri. Misalnya,
kejelasan struktur sistem peringatan dini, kelembagaan yang fleksibel dan
sigap, serta sosialisasi yang efektif bagi seluruh lapisan masyarakat.
Fenomena bencana alam secara nasional membuktikan bahwa pemerintah
memerlukan tindakan yang lebih efektif untuk menangani bencana mulai
dari tahap antisipasi.
Langkah antisipasi bencana alam inilah upaya reformasi administrasi
berupa pergeseran mind set and cultural set oleh Stakeholder yang
terdapat di daerah dalam menanggulangi bencana alam ditekankan. Secara
normatif diatur oleh UU No. 24 Tahun 2007 yang memberikan paradigma
baru dalam penanggulangan bencana ke pencegahan dan pengurangan
resiko bencana. Perubahan mind set and cultural set untuk menekan resiko
bencana sangat penting sebagai daerah rawan bencana alam.

Bencana alam di Kab. Pacitan dapat dikatakan sebagai sebuah rutinitas


dimana tindakan antisipatif sangat diperlukan untuk mengurangi resiko
yang ditimbulkan akibat bencana. Bencana dalam bentuk apapun selalu
memakan korban jiwa, harta, merusak tatanan sosial ekonomi
menjadikannya sebagai masalah publik menurut pemahaman kolektif
sebagai langkah reformasi administrasi bagi pelayanan publik yaitu
tindakan antisipatif dalam menanggulangi bencana.dalam reformasi
administrasi, pemahaman seluruh stakeholder tingkat lokal terhadap
penanggulangan bencana sangat penting dalam memperbaiki kinerja
manajemen pada situasi bencana.

C. Langkah Strategis Untuk Merealisasikan Gagasan


Dari proses-proses alamiah geologi, selain telah mengakibatkan
berbagai perubahan bentuk permukaan bumi dengan sumber kekayaan
alamnya, juga perlu disadari adanya proses yang berpotensi menjadi suatu
bencana alam. Secara sadar maupun tidak sadar, saat ini kita telah berada
di daerah yang berpotensi bencana. Maka dari itu, pemahaman dan usaha-
usaha manajemen bencana secara dini dan berkesinambungan perlu
dilakukan, sehingga kita bisa hidup dengan nyaman.
Langkah-langkah untuk melakukan pencegahan dan mitigasi secara
khusus diarahkan pada ancaman yang ada dan relevan dengan ancaman
tersebut. Langkah-langkah ini dimaksudkan untuk menghilangkan
ancaman, mengurangi dampak ancaman ataupun menghindari kerentaan
(kondisi rentan) yang berhubungan ancaman tersebut.
Lebih mudahnya, langkah pencegahan dan mitigasi disingkat menjadi
H2M, yaitu :
- Hilangkan (H), semua upaya yang mungkin dilakukan untuk
menghilangkan ancaman.
- Hindari (H), semua upaya menghindarkan masyarakat dari
ancaman dengan cara menghilangkan kerentaan yang diakibatkan
oleh adanya ancaman tersebut.
- Mitigasi (M), semua upaya untuk mengurangi dampak yang buruk
dan merugikan dari sebuah ancaman, dilakukan dengan
mengurangi kekuatan dan daya rusak ancaman.

Langkah-langkah pencegahan dan mitigasi ancaman antara lain seperti


melakukan analisis/kajian ancaman, melakukan perencanaan pencegahan
dan mitigasi, menentukan langkah pencegaham atau mitigasi yang bisa
dilakukan.

Hal mendadsar yang perlu dilakukan untuk mencegah atau memitigasi


adalah mengenali ancaman berdasarkan sejarah kebencanaan dan prediksi
potensi suatu bencana suatu wilayah atau kajian ancaman. Kajian ancaman
meliputi identifikasi :
a. Ancaman apa yang berpotensi mengenai wilayah tersebut?
b. Apa saja karakteristik dari ancaman-ancaman tersebut (variabel
dalam ancaman yang dapat meningkatkan resiko bencana)?
c. Apa yang menyebabkan ancaman-ancaman tersebut bisa berubah
menjadi bencana?
d. Bagaimana urutan ancaman yang perlu segera ditangani terlebih
dahulu?
Misalnya pada permasalahan tsunami yang terdampak sebesar 70%
luas area perkotaan Pacitan dan hampir 50% memiliki dampak bahaya
tsunami yang sangat tinggi. Sebagai ibukota kabupaten, Kecamatan
Pacitan merupakan pusat aktivitas pemerintah, pendidikan, pemukiman,
ekonomi, dan keberagaman aktivitas penduduk, Pacitan memiliki tingkat
resiko yang tinggi baik secara sosial budaya maupun ekonomi. Bencana
tsunami tidak dapat diprediksi sehinggo resiko yang ada terbilang cukup
tinggi, dan harus diminimalisir melali mitigasi bencana. Probosiwi (2012)
upaya mitigasi struktural dilakukan melalui pembangunan fisik seperti
penanaman vegetasi yang dapat meminimalisir dampak gelombang
tsunami, pembangunan tempat pengungsian yang aman, dan penyiapan
jalur evakuasi. Untuk mitigasi nonstruktural dilakukan melalui manajemen
resiko tsunami, penataan dan penguatan kelembagaan dan penguatan
modal masyarakat.
KESIMPULAN

Makalah yang berjudul “Strategi Hidup Di Wilayah Berpotensi Bencana”


menjelaskan bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana di Indonesia
dilakukan ppada berbagai tahapan kegiatan yang berpedoman pada UU No. 24
Tahun 2007 tentang Penanggulangan bencana dan Peraturan Pemerintah terkait
lainnya yang telah memasukan pengurangan resiko bencana. Pentingnya
pemahaman manajemen penanggulangan bencana yang terdiri dari manajemen
resiko bencana, manajemen darurat bencana, dan manajemen pemulihan bencana.
Sistem penanggulangan bencana dalam pembangunan merubah paradigma
penanggulangan bencana yang berfokus pada tanggap darurat berubah menjadi
fokus pada pengurangan resiko bencana.

Manajemen penanggulangan bencana merupakan suatu proses yang


dinamis, yang dikembangkan dari fungsi manajemen klasik yang meliputi
perencanaan, pengorganisasian, pembagian tugas, pengendalian dan pengawasan
dalam penanggulangan bencana. Dalam upaya menerapkan manajemen
penanggulangan bencana, dilaksanakan melalui 3 tahapan, yaitu :

1. Tahapan pra-bencana, yang dilaksanakan ketika tidak terajadi bencana


dan terdapat potensi bencana;
2. Tahapan tanggapa darurat, yang diterapkan dan dilaksanakan pada saat
sedang terjadi bencana;
3. Tahapan pasca bencana yang diterapkan setelah terjadi bencana.

Grindle (1980) memformulasikan “implementasi kebijakan” sebagai upaya


menciptakan keterkaitan ang memungkinkan tujuan kebijakan publik dapat
diwujudkan sebagai hasil dari aktivitas pemerintah, mengingat kebijakan publik
pada umumnya hanya memuat pernyataan secara garis besar tentang tujuan atau
sasaran dan sarana pencapaiannya. Sehingga setiap kebijakan publik perlu
diterjemahkan ke dalam program tindakan, agar tujuan yang tertuang dalam
kebijakan tersebut dapat tercapai. Jadi, kita tidak bisa menentukan estimasi waktu
yang diperlukan untuk merealisasikan penanggulangan bencana.

Keterlibatan masyarakat sangat diperlukan dalam penanggulangan


bencana karena masyarakat dapat menjadi orang pertama yang memberikan
respons terhadap bencana yang mereka hadapi. Untuk itu, MDMC bersama BNPB
dan gerakan masyarakat lainnya berupaya membekali pengetahuan kepada
masyarakat, terutama kepada siswa di sekolah tentang cara yang dapat dilakukan
untuk mencegah dalam menanggulangi bencana. Selain itu, PMI juga melakukan
upaya untuk membantu mengurangi resiko bencana salah satunya dengan cara
membangun masyarakat tangguh saat menghadapi bencana, PMI melakukan aksi
kemanusiannya di daerah-daerah rawan bencana dengan mengutamakan beberapa
strategi.

Strategi tersebut antara lain adalah dengan mengintergrasikan pengurangan


resiko bencana, melakukan adaptasi perubahan iklim dan upaya pelestarian
lingkungan dalam kebijakan pengurangan resiko berencana. PMI dalam
menjalankan aksinya bekerjasama dengan pemerintah, swasta, gerakan
masyarakat, serta pemangku kepentingan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Adiyoso, W. (2018). Manajemen Bencana : Pengantar Isu-Isu Strategis. Jakarta: Bumi


AKsara.

BN. (2020, 10 13). Keterlibatan Masyarakat Sangat DIperlukan Dalam Pengurangan


Resiko Bencana. Dipetik 11 04, 2022, dari BADAN NASIONAL
PENANGGULANGAN BENCANA: bnpb.go.id/berita/keterlibatan-masyarakat-
sangat-diperlukan-dalam-pengurangan-resiko-berencana

Burhannudin Mukhamad Fatkhurahman, B. (2017). Reformasi Administrasi Dalam


Manajemen Bencana. Jurnal Hukum dan Hak Asasi Manusia, 50-182.

Rakyat, K. P. (2017). Modul Manajemen Penanggulangan Bencana Pelatihan


Penanggulangan Bencana Banjir. Bandung.

Sadisun, I. A. (2004). Manajemen Bencana : Strategi Hidup Di Wilayah Berpotensi


Bencana. Lokakarya Kepedulian Terhadap Kebencanaan Geologi dan
Lingkungan, 1-3.

Anda mungkin juga menyukai