Anda di halaman 1dari 24

MENGENAL GEMPA BUMI, TSUNAMI DAN LIKUIFAKSI 28 SEPTEMBER

2018 PASIGALA SERTA UPAYA PENANGANAN DAN PENCEGAHAN


KERUSAKAN YANG DITIMBULKAN

NAMA : MUTIARA ZAHRA RAMADANTI

KELAS : XI IPA1

ASAL SEKOLAH : SMA NEGERI 1 PALU


I. LATAR BELAKANG

Posisi Indonesia sangat strategis secara geografis di mana Indonesia diapit oleh 2 benua
yaitu Benua Asia dan Benua Australia. Tidak hanya itu saja, Indonesia juga diapit oleh 2
samudra yakni Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Indonesia terdiri atas berbagai pulau
besar dan pulau kecil yang berjumlah sebanyak 16.056 pulau. Indonesia merupakan negara
yang memiliki banyak pegunungan dan dikelilingi lautan. Dengan demikian, tanah Indonesia
menjadi sangat subur serta berlimpah dengan hasil bumi dan kekayaan laut. Walaupun
memiliki kekayaan alam yang berlimpah, namun Indonesia juga tidak luput dari resiko
bencana alam. Bencana alam merupakan serangkaian peristiwa yang mengganggu dan
mengancam keselamatan hidup setiap makhluk hidup, yang terjadi secara alamiah karena
disebabkan oleh faktor alam sehingga menyebabkan kerugian materi maupun non-materi .
Salah satu penyebab terjadinya bencana alam ini adalah letak geologis Indonesia yang
strategis. Secara geologis, Indonesia terletak di antara Sirkum Mediterania dan Sirkum Pasifik,
dan juga berada di pertemuan tiga lempeng yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan
lempeng Australia. Posisi ini menyebabkan Indonesia sering dilanda bencana alam seperti
gempa bumi, gunung meletus serta berbagai bencana lain.
Indonesia dikelilingi banyak gunung dimana sebagian besar merupakan gunung api aktif.
Gunung api aktif di Indonesia diperkirakan sebanyak 76 gunung, sementara gunung api
berstatus di atas normal sebanyak 22 gunung dengan 4 gunung di antaranya berstatus siaga [2].
Selain itu, Indonesia merupakan bagian Cincin Api Pasifik, yang menyebabkan wilayah Indonesia
sering mengalami berbagai aktivitas tektonik. Dengan demikian, sebagian besar wilayah di
Indonesia berpotensi tinggi mengalami berbagai peristiwa bencana alam. Beberapa bencana
alam bahkan berpotensi menyebabkan bencana alam lainnya seperti bencana gempa bumi
dan gunung meletus yang berpotensi menyebabkan tsunami.
Bencana alam geologi merupakan kejadian alam ekstrim yang diakibatkan oleh berbagai
fenomena geologi dan geofisika. Aktivitas tektonik di permukaan bumi dapat menjadi salah satu
penyebabnya, demikian halnya dengan aktivitas vulkanik di bawah permukaan bumi yang juga
mungkin sampai di permukaan. Pemahaman mengenai mitigasi bencana alam geologi dan
mitigasi hazard menjadi menarik dan mendesak untuk diteliti mengingat dampak yang
ditimbulkan bencana tersebut dewasa ini. Kerugian jiwa, material, dan budaya merupakan
aspek utama yang berisiko menanggung dampak bencana. Kesadaran tentang potensi bencana
di Indonesia dan fakta ilmiah di sekitar bencana yang menimpa negara ini menjadi alasan utama
perlunya dilakukan usaha-usaha ilmiah untuk mengatasinya. Peran aktif semua pihak yang
terkait merupakan sikap terbaik yang diperlukan untuk menanggulangi masalah bencana.

Indonesia merupakan negara kepulauan yang berada di atas lempeng benua, lempeng
Indo Australia dan lempeng Pasifik tak hanya menjadikan kaya sumber daya alam, namun juga
rawan akan bencana geologi. Menurut Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro, lempeng benua
relatif stabil. Namun lempeng Indo Australia terus bergerak ke arah utara sedang lempeng
Pasifik bergerak ke arah barat. ‘’Ini antara lain yang menyebabkan posisi Indonesia tidak stabil
dan rawan bencana geologi’’. Sebagai akibat gerakan lempeng-lempeng itulah yang
menimbulkan bencana geologi berupa letusan gunung berapi (vulkanologi), gempa bumi dan
gerakan tanah. Diungkapkan dari 129 gunung api sekitar 13 % berada di Indonesia dan saat ini
kondisinya sangat aktif. Selain itu ada tiga gunung api di dasar laut. Potensi gempa bumi di
berbagai lokasi, potensi gempa bumi serta gerakan tanah juga di berbagai lokasi. Secara umum
pada daerah yang pernah terjadi bencana ada peluang akan terjadi lagi
(http://www.esdm.go.id).

Selama ini bencana geologi yang sering terjadi akibat gempa bumi adalah gerakan tanah
dan liquifaksi, sedangkan gempa bumi/gempa tektonik yg besar sering disertai gelombang
tsunami. Hal ini terjadi pada Gempa bumi dan tsunami Sulawesi tengah 2018 adalah peristiwa
gempa bumi berkekuatan 7,4 Mw diikuti dengan tsunami yang melanda pesisir teluk palu dan
donggala pantai barat Pulau Sulawesi tengah Indonesia pada tanggal 28 September 2018,
pukul 18.02 WITA. Pusat gempa berada di 26 km utara Donggala dan 80 km barat laut kota Palu
dengan kedalaman 10 km. Guncangan gempa bumi dirasakan di Kabupaten Donggala, Kota
Palu, Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Sigi, Kabupaten Poso, Kabupaten Tolitoli,
Kabupaten Mamuju bahkan hingga Kota Samarinda, Kota Balikpapan, dan Kota Makassar.
Gempa memicu tsunami hingga ketinggian 5 meter di Kota Palu dan pesisir pantai donggala.

Gempa bumi atau gempa tektonik adalah salah satu dari banyak bahaya alam yang
paling merusak, gempa-gempa tersebut bisa terjadi setiap saat di sepanjang tahun, dengan
dampak yang tiba-tiba dan hanya memberikan peringatan sedikit waktu saja. Gempa dapat
menghancurkan bangunan-bangunan dalam waktu yang sebentar saja, membunuh atau
melukai penduduk. Gempa tidak hanya merusak kota-kota secara menyeluruh tetapi juga bisa
mengacaukan pemerintahan, ekonomi dan struktur sosial dari satu negara (UNDP, 1995 : 17).
Upaya nonfisik dalam menangani gempa bumi adalah dengan menyesuaikan dan
mengatur kegiatan manusia agar sesuai dengan upaya mitigasi fisik maupun upaya lainnya.
Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah berkaitan dengan kebijakan tata ruang kawasan
pantai yang rawan bencana. Pada tempat-tempat yang berpotensi terjadi gempa bumi,
penataan kembali wilayah pesisir perlu dilakukan. Pembangunan permukiman yang terletak
terlalu dekat dengan garis pantai harus dihindari. Karena itu upaya yang bisa dilakukan adalah

dengan mengantisipasi dan meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh gempa bumi. Salah
satunya dengan membuat peta risiko gempa bumi yang dapat digunakan untuk mendukung
langkah-langkah perencanaan tata ruang yang merupakan gabungan beragam peta tematik
yang memuat data-data biogeofisik, infrastruktur, rawan bencana, dan sosekbud. Peta yang
dimaksud bisa menjadi dasar dalam menentukan arah dan rekomendasi pengembangan
wilayah pesisir, dengan demikian, kerusakan dan korban jiwa yang ditimbulkan oleh bencana
tersebut bisa diminimalkan. Selain itu dapat pula mencegah kerusakan sumberdaya alam
pesisir.
TINJAUAN PUSTAKA

Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam, antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, dan longsorlahan (PERMEN No. 10 tahun 2014). Hadirnya bencana memang
tidak dapat dicegah, akan tetapi jatuhnya korban dapat diminimalisir apabila penduduk
memiliki kesiapan psikologis dini terhadap bencana alam (Fathiyah & Harahap, 2007, dalam
Hiryanto & Fathiyah, 2013).
Jenis- jenis bencana antara lain:
1) Bencana Alam Yaitu bencana yang diakibatkan oleh peristiwa alam/serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam. Contohnya: gempa bumi, tsunami, gunung meletus,
banjir, kekeringan, angin topan, dan longsorlahan.
2) Bencana Non-Alam Yaitu bencana yang diakibatkan oleh peristiwa/serangkaian
peristiwa non alam. Contohnya: gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah
penyakit.
3) Bencana Sosial Yaitu bencana yang diakibatkan oleh peristiwa/serangkaian peristiwa
yang diakibatkan oleh manusia. Contohnya: konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas
masyarakat & terror (DPU, 2008).
Bencana alam dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan penyebabnya yaitu bencana
geologis, klimatologis dan ekstra-terestrial (lihat Tabel)
Jenis Bencana Alam Berdasarkan Penyebabnya
No Jenis Penyebab Bencana Alam Contoh Kejadiannya
1 Bencana alam geologis Gempa bumi, tsunami,
yaitu bencana alam yang disebabkan oleh gaya-gaya letusan gunung berapi,
dari dalam bumi. longsor/gerakan tanah,
amblesan atau abrasi.
2 Bencana alam klimatologis Banjir, banjir bandang, angin
Yaitu bencana alam yang disebabkan oleh perubahan puting beliung, kekeringan,
iklim, suhu atau cuaca hutan (bukan oleh manusia)
3 Bencana alam ekstra-terestrial yaitu bencana alam Impact atau hantaman atau
yang disebabkan oleh gaya atau energi dari luar bumi benda dari angkasa luar
Sumber: Kamadhis UGM ( 2007 dalam Amir, 2013)
GEMPA BUMI,LIKUIFAKSI DAN TSUNAMI PASIGALA SULAWESI TENGAH 28 SEPTEMBER 2018

A. Penyebab Gempa Palu dan Donggala 28 September yang Memicu Tsunami

Gempa besar beruntun dengan kekuatan 5 SR sampai 7,4 SR mengguncang Kabupaten


Donggala dan Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah, pada Jumat siang hingga petang
(28/9/2018). Gempa hari ini dilaporkan membuat banyak bangunan rusak di dua daerah itu.
Sejumlah retakan juga muncul jalan-jalan raya dua daerah tersebut. Jumlah korban jiwa
maupun luka serta dampak kerusakan masih sedang didata oleh Badan Nasional
Penanggulangan Bencana, sampai Jumat malam. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
(BMKG) sudah mengumumkan bahwa gempa terbesar hari ini yang mengguncang Donggala dan
Palu berkekuatan 7,7 SR. Pusat gempat itu di kedalaman 10 km. Sedangkan posisi pusat gempa
ini pada arah 27 km Timur Laut Donggala. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan
BMKG telah memperbarui data gempa besar yang terjadi pukul 17.02 WIB itu menjadi
berkekuatan 7,4 SR. Sementara pusat gempa dideteksi berada di kedalaman 11 Km dan pada
arah 26 km utara Donggala. “Kami keluarkan peringatan dini tsunami pada lima menit setelah
gempa itu terjadi,” kata Dwikorita dalam siaran pers BMKG, pada Jumat malam (28/9/2018).
Menurut Dwikorita, beberapa menit setelah gempa 7,4 SR terjadi, diperkirakan muncul tsunami
di Pantai Palu sekitar 17.22 WIB. Keterangan saksi di lapangan yang dikumpulkan BMKG
menyimpulkan tsunami itu memicu kenaikan air laut di Pantai Palu hingga setinggi 5,5 meter.

Lingkungan Tektonik Indonesia


Sumber : http://www.reindo.co.id/gempa/Reference/Indore.htm

Sejumlah video di media sosial merekam kejadian saat tsunami menerjang kawasan
pantai Watusampu dan pantai Talise. Setelah kenaikan air surut atau saat tsunami sudah
selesai, peringatan dini tsunami diakhiri oleh BMKG pada pukul 17.36 WIB (18.36 WITA).
Menurut Dwikorita, gempa besar beruntun pada hari ini, yang berpusat di kawasan sekitar
Donggala dan Palu, dipicu oleh aktivitas sesar Palu-Koro. “Ini gempa dangkal akibat aktivasi
sesar geser Palu-Koro,” kata Dwikorita.

Analisis PVMBG Soal Pemicu Gempa Palu dan Donggala Analisis Pusat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) juga memperkirakan gempa besar 7,7 SR (7,4 SR setelah
diperbarui BMKG) dipicu oleh aktivitas sesar Palu-Koro. “Berdasarkan posisi dan kedalaman
pusat gempabumi, maka kejadian gempabumi tersebut disebabkan oleh aktivitas sesar aktif
pada zona sesar Palu-Koro yang berarah baratlaut-tenggara,” demikian pernyataan resmi
PVMBG. Sedangkan kawasan daratan sekitar pusat gempa 7,4 SR itu, seperti kabupaten
Donggala, disusun oleh oleh batuan berumur pra Tersier, Tersier dan Kuarter. Batuan ini
sebagian telah mengalami pelapukan. Endapan Kuarter tersebut, menurut analisis PVMBG,
pada umumnya bersifat urai, lepas, lunak, belum kompak (unconsolidated), bersifat
memperkuat efek goncangan gempabumi. Karakter Aktivitas Sesar Palu-Koro Sementara pakar
geologi dari UGM Wahyu Wilopo mengatakan gempa yang mengguncang Palu dan Donggala
hari ini kemungkinan besar memang dipicu aktivitas sesar Palu-Koro. Patahan ini, kata dia,
memiliki karakter pergerakan cenderung bergeser atau bukan sesar naik seperti yang memicu
gempa Lombok. “Ini sama dengan sesar semangko yang membelah Pulau Sumatera,” kata
Wahyu saat dihubungi Tirto pada Jumat malam. Wahyu mencatat sesar Palu-Koro memiliki
pergerakan dinamis, yakni sekitar 10 mm per tahun. Ini artinya pergerakan sesar ini, kata
Wahyu, cukup tinggi. Namun, karena gempa memicu tsunami, Wahyu memperkirakan aktivitas
sesar tidak hanya bergeser tapi juga memiliki komponen pergerakan vertikal. Karena itu, kata
dia, terbuka kemungkinan aktivitas sesar Palu-Koro memicu pergerakan sesar lain yang
berkarakter naik atau turun dan berada di bawah laut.
B. Peta guncangan gempa yang dilansir USGS.

Pusat gempa bumi (episentrum) berada di darat, sekitar Kecamatan Sirenja, Kabupaten
Donggala. Guncangan gempa bumi ini dilaporkan telah dirasakan cukup kuat di sebagian besar
provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, dan sebagian Kalimantan Timur serta Sulawesi
Selatan , Gorontalo, dan Sulawesi Utara. Di Makassar misalnya, getaran sempat dirasakan
beberapa detik. Di Menara Bosowa, karyawan berlarian meninggalkan gedung. Di Palopo,
Sulawesi Selatan, guncangan membuat warga berlarian meninggalkan rumah. Di Samarinda,
gempa turut dirasakan sampai warga keluar berhamburan dari gedung dan pusat perbelanjaan.
Di Balikpapan, guncangan gempa turut dirasakan di rusunawa, dan hotel. Secara umum gempa
dirasakan berintensitas kuat selama 2-10 detik. Dengan memperhatikan lokasi episentrum dan
kedalaman hiposenttrum gempa bumi, tampak bahwa gempa bumi dangkal ini terjadi akibat
aktivitas di zona sesar Palu Koro. Sesar ini merupakan sesar yang teraktif di Sulawesi, dan bisa
pula disenut paling aktif di Indonesia dengan pergerakan 7 cm pertahun. Sesar yang diteliti di
LIPI baru sampai sesar darat. Sedangkan sesar di laut sama sekali nihil dari penelitian. Menurut
Sutopo Purwo Nugroho, gempa bumi yang terjadi "merupakan jenis gempa bumi dangkal akibat
aktivitas sesar Palu Koro, yang dibangkitkan oleh deformasi dengan mekanisme pergerakan dari
struktur sesar mendatar mengiri (slike-slip sinistral)". Sehubungan gempa ini, Wahyu W.
Pandoes dari pihak BPPT menyatakan bahwa gempa ini berkekuatan 2,5 × 1020 Nm atau setara
3 × 106 ton TNT. Ini serupa 200 kali bom Hiroshima.

Gempa bumi dan tsunami Sulawesi 2018 (Sulawesi)

Waktu UTC : 2018-09-28 10:02:43

ISC : 612780996

USGS-ANSS : ComCat

Tanggal setempat : 28 September 2018

Waktu setempat : 18:02:44 (WITA)

Lama : 3-7 Menit

Kekuatan : 7,4 Mw
Kedalaman : 10 km (6,2 mi)

Episentrum : 0.18°S 119.85°EKoordinat: 0.18°S 119.85°E

Sesar : Sesar Palu Koro

Jenis Sesar : mendatar

Kerusakan total : 66.390 rumah hancur[1]

Intensitas maks. : IX MMI

Tsunami : Ya (tinggi 7 m (23 ft) di Donggala) (atau 15 m (49 ft) di Wani)[2]

Gempa awal 6,0 Mw

Pukul : 15:00:00 (WITA)

Gempa susulan : 6,1 Mw Pukul 18:45:25 (WITA)

Korban : 2.045 tewas (menurut BNPB per 10 Oktober 2018)[3]

925 tewas (menurut Satgas Gempa-Tsunami Sulteng)[4]

1.203 tewas (menurut ACT)[5]

632 luka-luka[6]

100+ orang hilang

16.732 penduduk mengungsi[5]


C. Likuefaksi

Akibat guncangan gempa bumi, beberapa saat setelah puncak gempa terjadi muncul gejala
likuefaksi (pencairan tanah) yang memakan banyak korban jiwa dan material. Dua tempat yang
paling nyata mengalami bencana ini adalah Kelurahan Petobo dan Perumnas Balaroa di Kota
Palu. Balaroa ini terletak di tengah-tengah sesar Palu-Koro. Saat terjadinya likuifaksi, terjadi
kenaikan dan penurunan muka tanah. Beberapa bagian amblas 5 meter, dan beberapa bagian
naik sampai 2 meter. Di Petobo, ratusan rumah tertimbun lumpur hitam dengan tinggi 3-5
meter. Terjadi setelah gempa, tanah di daerah itu dengan lekas berubah jadi lumpur yang
dengan segera menyeret bangunan-bangunan di atasnya. Di Balaroa, rumah amblas, bagai
terisap ke tanah. Adrin Tohari, peneliti LIPI, ada menyebut bahwa di bagian tengah zona Sesar
Palu-Koro, tersusun endapan sedimen yang berumur muda, dan belum lagi
terkonsolidasi/mengalami pemadatan. Karenanya ia rentan mengalami likuefaksi jika ada
gempa besar.

D. Tsunami

Gempa bumi ini dinyatakan berpotensi tsunami oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika (BMKG) sehingga dikeluarkan peringatan dini tsunami untuk wilayah pesisir pantai
Kabupaten Donggala, Kota Palu dan sebagian pesisir utara Kabupaten Mamuju. Tsunami
diprediksi memiliki ketinggian 0,5 – 3 meter dengan waktu tiba di Kota Palu pukul 18.22 WITA.
Pukul 18.27 WITA terjadi kenaikan air muka laut 6 cm di pesisir Kabupaten Mamuju. BNPB
mengeluarkan asbab daripada terjadinya tsunami ini. Menurut BNPB, tsunami ini sebabnya
adalah adanya kelongsoran sedimen dalam laut yang mencapai 200-300 meter. Sutopo Purwo
Nugroho, pihak Humas BNPB lebih lanjut menyatakan bahwa sendimen tersebut belum
terkonsolidasi dengan kuat sehingga ketika diguncang gempa terjadi longsor. Di lain tempat
selain Donggala, adanya gempa lokal yang membuat tsunami tak sebesar di Donggala.

Di Teluk Palu yang jaraknya lebih dekat dengan pusat gempa diperkirakan terlebih
dahulu mengalami tsunami setinggi 1,5 meter. Pukul 18.37 WITA, BMKG mengakhiri peringatan
dini tsunami akibat gempa ini. Fakta terbaru menyebut bahwa titik tertinggi tsunami tercatat
11,3 meter, terjadi di Desa Tondo, Palu Timur, Kota Palu. Sedangkan titik terendah tsunami
tercatat 2,2 meter, terjadi di Desa Mapaga, Kabupaten Donggala. Baik di titik tertinggi maupun
titik terendah, tsunami menerjang pantai, menghantam permukiman, hingga gedung-gedung
dan fasilitas umum.

Kompas melaporkan sebuah survei gabungan tim Indonesia-Jepang. Abdul Muhari dari
Kementerian KKP dan Fumihiko Imamura dari Universitas Tohoku menyebut landaan tsunami
(inundation distance) hanyalah 200-300 meter dari bibir pantai, dan tinggi tsunami di darat
(inundation depth) hanya 2-5 meter. Karakter ini menunjukkan bahwa tsunami ini
bergelombang pendek. Ini berbeda dengan apa yang dinyatakan oleh hasil pernyataan BMKG,
bahwa tsunami di Palu mencapai 6-7 meter, dan bahkan ada yang menyebut bahwa sampai
11,31 meter. Data juga mengonfirmasi, bahwa tsunami terjadi kurang sebelum 10 menit. Selain
itu pula, survei mengonfirmasi bahwa tsunami terjadi setelah adanya longsoran bawah laut
pasca gempa. Melihat keberulangan tsunami yang rata-rata terjadi 30 tahun sekali, maka hasil
survei ini pula merekomendasikan agar pesisir Palu jadi ruang terbuka saja, tidak tempat
hunian. Survei ini melibatkan Kapal Baruna Jaya BPPT, dan Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI
Angkatan Laut. Diharapkan, hasil survei berguna untuk pembelajaran dan pembangunan
kembali Kota Palu.

E. Dampak kerusakan dan korban

Pada awalnya, 1 orang tewas dan 10 orang luka-luka dikabarkan akibat gempa pertama
berkekuatan 6,0 Mw pukul 15.00 WITA. Namun begitu, angka begitu cepat meningkat, sampai
diketahuilah jumlah korban telah sampai 420 orang meninggal. Pada Selasa 2 Oktober, Sutopo
mengabarkan bahwa, korban meninggal telah mencapai 1234 orang. Adapun jumlah orang
tertimbun yang dilaporkan masyarakat telah mencapai 152 orang. Orang yang terluka dibawa
ke rumah sakit untuk cepat mendapatkan perawatan. Korban yang tewas maupun yang terluka,
merupakan korban tertimpa bangunan yang roboh. BPBD Kabupaten Donggala juga
menyatakan bahwa puluhan rumah rusak karena adanya gempa ini.
Sementara akibat gempa 7,4 Mw yang disusul Tsunami di Kota Palu hingga Sabtu, 29
September 2018, pukul 15.00 WITA korban tewas mencapai 844 jiwa, lebih dari 500 orang luka
berat, 29 orang hilang dan sebanyak 65.733 rumah rusak menurut Kapendam Kodam XIII
Merdeka Kolonel (Inf) M Thohir. Dari antara orang-orang yang hilang itu, sebanyak satu
keluarga sebanyak 5 orang hilang di tengah tsunami di Pantai Talise. Dari antara 400 lebih orang
yang meninggal itu, baru teridentifikasi sebanyak 97 orang. Sejumlah tempat rata dengan
tanah. Sepanjang cakrawala, ternampaklah kayu yang bersepah di mana-mana, pepuingan, dan
atap-atap yang terserak. Jalan raya juga terkena longsor akibat gempa ini. Menurut laporan
Kompas mengutip dari seorang saksi, bahwa banyak sekali mayat yang tewas bergelimpangan
di pantai. Dilaporkan bahwa kondisi korban meninggal dunia sangat memprihantinkan. Jenazah
dilaporkan bercampur dengan puing-puing material yang beserakan. Seorang warga Korsel
dilaporkan hilang dalam bencana ini. Dikabarkan bahwa ia ditelpon pada pukul 16.50, dan
telpon itu tidak diangkatnya. Orang Indonesia yang pergi bersamanya juga tak dapat ditelpon
Terakhir, setelah diumumkan oleh BNPB pada 10 Oktober bahwa korban meninggal gempa itu
mencapai 2.045 orang, didapati paling banyak ada di Palu sebesar 1.636 orang dan disusul Sigi
kemudian Parigi. Sementara itu, korban yang mengungsi sebanyak 82.775 orang, dan 8.731
orang pengungsi berad di luar Sulawesi.
Sebagai akibat dari guncangan gempa ini, Hotel Roa-Roa yang ada di Jalan Pattimura
Palu, juga Rumah Sakit Anuntapura di Jalan Kangkung, yang berlantai 4, juga roboh. Mal
terbesar di Palu, Mal Tatura, juga roboh. Ada puluhan sampai ratusan orang yang terjebak di
dalamnya. Tsunami di Palu sampai membuat KM Sabuk Nusantara terhempas puluhan meter
dari Pelabuhan Wani. Pelabuhan itu sendiri rusak pula dermaga dan bangunannya. Pelabuhan
Pantoloan rusak paling parah di sana. Quay crane atau keran peti kemas yang biasa digunakan
untuk bongkar muat peti kemas juga roboh. ]Dari sejumlah foto yang beredar, gempa Palu
tergolong dahsyat. Kios-kios di pesisir Teluk Palu atau Pantai Talise tersapu gelombang besar.
Jembatan Kuning yang merupakan ikon kota Palu turut ambruk. Terlihat di Teluk Talise,
reruntuhan jembatan yang memisah antara Palu Barat dan Palu Utara. Selain itu, terlihat juga
Masjid Arqam Bab Al Rahman atau Masjid Apung Palu yang roboh masuk ke dalam laut. Terlihat
pula reruntuhan menara ATC Bandara Mutiara Sis Al Jufri Palu serta kerusakan di pelabuhan.

Sebagai akibat daripada kerusakan pada Bandara Palu pula, bandara ini telah ditutup
pada hari Jumat pukul 07.26 malam sampai 7.20 malam. Dilaporkan, Sigi, Parigi Moutong dan
Donggala juga terdampak gempa ini. Jaringan air bersih, listrik, dan bahan bakar minyak
menjadi sulit diakses. Perhubungan komunikasi antara Donggala dan Palu menjadi sulit diakses
akibat tak berfungsinya ratusan BTS tersebut. Kemenkominfo menyatakan bahwa dari antara
3007 BTS, ada 431 BTS yang tak berfungsi, yakni 14,31%nya. Ini disebakan oleh karena mereka
tidak mendapatkan akses listrik. ada beberapa jaringan telekomunikasi dari Palu ke Santigi,
Mamuju, dan Poso terputus akibat gempa bumi berkekutan 7,4 skala richter itu. Menurut
sumber Kumparan.com, apa-apa sudah mulai pada susah. BBM ada yang dijual Rp 100 ribu
perbotol mineral. Kondisi lalu lintas pun menjadi semrawut, macet pun tak terhindarkan. Mobil
dan motor tertahan di jalan raya karena mogok kehabisan bahan bakar. Selain itu, air bersih
mulai sulit dicari dan listrikpun padam. Pada Jumat malam, ratusan warga Mamuju telah pergi
mengungsi karena khawatir akan datangnya tsunami. Kemudian akibat dari bencana ini, sekitar
16000 korban gempa mengungsi, pada 24 titik di kota Palu.

F. Kerusakan pascagempa di Petobo

Bidang Pendidikan

Sebagaimana yang diketahui mengenai akibat gempa ini, kehidupan masyarakat


terdampak karena adanya gempa ini. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy
menyebut bahwa ada 2736 sekolah di Sulawesi Tengah yang rusak, serta 20.000 guru dan
100.000 pelajar yang terdampak karena bencana gempa dan tsunami ini. Angka itu merupakan
jumlah keseluruhan yang mengalami kerusakan tetapi belum diklasifikasi tingkat keparahannya,
mulai dari hancur total hingga rusak ringan. Sigi mencatat jumlah kerusakan tertinggi
dibandingkan dengan Palu, Donggala dan Parigi Moutong. Di Balaroa, ada 3 sekolah dasar yang
rusak semua. Mendikbud Muhadjir Effendy pada Rabu 3 Oktober 2018, memastikan akan
dibangunnya kelas darurat dan pendidikan tak boleh berhenti karena bencana ini. Kegiatan ini
dirasa penting untuk menghapus trauma anak-anak. Selain itu, akan diadakan tunjangan khusus
untuk para guru. Sekolah darurat akan dibangun sesuai standar UNICEF. Serta pembangunan
sekolah permanen, perlu waktu setahun.
Pada lain kesempatan, Menteri Muhadjir menyatakan bahwa akan relokasi sekitar 80%
sekolah di Palu. Mengingat ada 9 unit sekolah yang amblas, dari mulai TK sampai SMA. Selain
itu pula, ia menyatakan pihak Kemendikbud akan mengirimkan berbagai bantuan dan aset
pendidikan. Sebab, banyak aset pendidikan seperti komputer hilang pascagempa. Selain itu
pula, dari pihak Kemendikbud telah menyediakan 333 unit sekolah darurat dengan 7 ruang.
UNICEF juga akan memberi ratusan tenda dan 20 tenda sedang dipersiapkan.
Total jumlah peserta didik Kabupaten Donggala, Sigi, Parigi Moutong, dan Palu adalah 256.836.
Namun, untuk jumlah keseluruhan peserta didik yang terdampak masih dalam penghitungan.
Ada 422 sekolah terdampak berdasarkan data per 6 Oktober 2018 yakni lima sekolah PAUD,
161 SD, 45 SMP, 89 SMA, 74 SMK, dan empat sekolah luar biasa (SLB). Selain itu, 79 guru dan
tenaga pendidik terdampak berdasar pada data 8 Oktober 2018, dan 59 siswa terdampak. Yakni
23 siswa meninggal, 35 siswa hilang, dan 1 luka berat.

Berikut ini gambar dampak kerusakan yg di ambil setelah tanggal 28 september 2018
UPAYA PENANGANAN DAN MEMINIMALKAN KERUSAKAN AKIBAT GEMPA BUMI TSUNAMI
DAN LIKUIFAKSI

Upaya nonfisik dalam menangani gempa bumi, tsunami dan likuifaksi adalah dengan
menyesuaikan dan mengatur kegiatan manusia agar sesuai dengan upaya mitigasi fisik maupun
upaya lainnya. Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah berkaitan dengan kebijakan tata
ruang kawasan pantai yang rawan bencana dan pemetaan daerah zona merah dan zona hijau
Pada tempat-tempat yang berpotensi terjadi gempa bumi, tsunami dan likuifaksi. Penataan
kembali wilayah pesisir perlu dilakukan. Pembangunan permukiman yang terletak terlalu dekat
dengan garis pantai harus dihindari. Karena itu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan
mengantisipasi dan meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh gempa bumi. Salah satunya
dengan membuat peta risiko gempa bumi yang dapat digunakan untuk mendukung langkah-
langkah perencanaan tata ruang yang merupakan gabungan beragam peta tematik yang
memuat data-data biogeofisik, infrastruktur, rawan bencana, dan sosekbud. Peta yang
dimaksud bisa menjadi dasar dalam menentukan arah dan rekomendasi pengembangan
wilayah pesisir,dan daerah rawan likuifaksi dengan demikian, kerusakan dan korban jiwa yang
ditimbulkan oleh bencana tersebut bisa diminimalkan. Selain itu dapat pula mencegah
kerusakan sumberdaya alam pesisir.

Untuk itu, langkah-langkah untuk pengelolaan penanggulangan bencana menjadi sangat


penting untuk dilakukan, baik sebelum, sesudah maupun saat terjadinya bencana. Sesuai
dengan tujuan utamanya yaitu mengurangi dan/atau meniadakan korban dan kerugian yang
mungkin timbul, maka titik berat perlu diberikan pada tahap sebelum terjadinya bencana, yaitu
terutama kegiatan penjinakan/peredaman. Kegiatan lainnya yang diambil pada saat sebelum
terjadinya bencana adalah kegiatan pencegahan (prevention) dan kesiapsiagaan. Kegiatan
pencegahan dimaksudkan untuk menghindarkan terjadinya bencana, dan dititikberatkan pada
upaya penyebarluasan berbagai peraturan perundang- undangan yang berdampak dalam
meniadakan atau mengurangi risiko bencana. Kegiatan kesiap siagaan ditujukan untuk
menyiapkan respon masyarakat bila terjadi bencana, yang dilakukan dengan mengadakan
pelatihan bagi masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana, serta pendidikan dan
pelatihan bagi aparat pemerintah. Sedangkan kegiatan penjinakan dilakukan untuk
memperkecil, mengurangi dan memperlunak dampak yang ditimbulkan bencana atau dikenal
dengan istilah Mitigasi (Akbar, 2006 : 2-3).

Perencanaan tata ruang adalah sebuah proses yang menerus yang meliputi keputusan-
keputusan atau pilihan-pilihan mengenai berbagai macam alternatif pemanfaatan sumberdaya
yang tersedia untuk pencapaian tujuan tertentu pada waktu tertentu di masa yang akan
datang. Penataan ruang meliputi 3 aspek klasik, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Pada 3 aspek tersebut upaya pemanfaataan
sumberdaya dilakukan untuk kepentingan masa yang akan datang dan dimanfaatkan seoptimal
mungkin untuk kesejahteraan penduduk pada wilayah tersebut. Sehingga jelas, upaya yang
dilakukan akan memenuhi pengertian menghindari terjadinya bencana (Akbar, 2006 : 3).
Sebagai ilustrasi singkat dapat dicontohkan disini bagaimana pertimbangan aspek bencana
dimasukkan ke dalam 3 aspek klasik penataan ruang yaitu perencanaan, pemanfaatan dan
pengendalian. Misalnya :
a. Pada saat penyusunan perencanaan tata ruang, maka aspek bencana harus menjadi
pertimbangan dalam pengalokasian ruang. Sehingga rencana tata guna lahan yang dihasilkan
sesuai dengan kaidah penataan ruang yang baik, yaitu daerah yang merupakan potensi bencana
harus dihindari dari kegiatan manusia. Bencana yang dapat timbul sebagai kegiatan alam
maupun karena kegiatan manusia harus dihindari melalui pengalokasian ruang (misalnya
melalui penetapan kawasan lindung).

b. Tidak tertutup kemungkinan bahwa daerah yang dari segi fisik-geologinya merupakan
daerah yang rawan bencana (bantaran sungai, kemiringan yang terjal, dsb), ternyata sudah
merupakan daerah yang padat penduduknya. Pada daerah yang sudah terlanjur dihuni manusia
tersebut, maka peraturan dan persyaratan bangunan merupakan pedoman yang diperlukan.
Penyediaan sarana dan prasarana penunjang (penyediaan hidran, penyediaan jalur hijau, dsb)
pada daerah yang mempunyai potensi bencana harus diperlakukan secara khusus dibandingkan
dengan daerah lainnya.
c. Pemberian ijin lokasi kegiatan merupakan salah satu bagi persyaratan yang harus
dipenuhi sebelum sebuah kegiatan ditetapkan berlokasi pada sebuah tempat. Salah satu aspek
yang harus dipenuhi untuk memberikan ijin antara lain adalah terletak pada daerah yang tidak
mempunyai potensi bencana. Dengan kata lain, pengendalian pembangunan selain
mempertimbangkan aspek sosial-ekonomi, juga harus memperhatikan aspek fisik kesesuaian
lahan.
Arahan Pemanfaatan lahan pada daerah pesisir, tentunya harus memperhatikan
kesesuaian dan kemampuan lahan. Aktivitas yang akan ditempatkan pada suatu ruang di
kawasan pesisir harus memperhatikan kesesuaian antara kebutuhan (demand) dengan
kemampuan lingkungan menyediakan sumberdaya (carrying capacity). Dengan mengacu
kepada keseimbangan antara demand dan supply, maka akan dicapai suatu optimasi
pemanfaatan ruang antara kepentingan masa kini, masa datang serta menghindari terjadinya
konflik pemanfaatan ruang. Kesesuaian lahan tidak saja mengacu kepada kriteria biofisik
semata, tetapi juga meliputi kesesuaian secara sosial ekonomi dan sosial
(http://rudyct.tripod.com/sem1_023/indra_zainun.htm).
Dalam hal ketidakmampuan manusia mengantisipasi dampak lingkungan di pesisir
akibat berbagai aktivitas, maka setiap pemanfaatan harus dilakukan dengan hati-hati. Untuk
menjaga keseimbangan ekologi, pemanfaatan lahan untuk kawasan lindung dan konservasi
harus mendapat perhatian khusus, setelah kawasan ini terpenuhi baru ditentukan kawasan
budidaya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpukan bahwa Wilayah Sulawesi tengah khususnya kota
Palu dan sekitarnya serta daerah Pesisir Sulawesi tengah memiliki potensi akan terjadinya
bencana alam gempa bumi, tsunami dan likuifaksi . Kondisi ini akan mengancam keselamatan
jiwa dan harta benda penduduk yang berada di kawasan tersebut. Perencanaan dan
pengelolaan kawasan rawan bencana alam perlu diperlakukan secara khusus melalui usaha
pencegahan. Termasuk dalam usaha pencegahan adalah perencanaan pemanfaatan lahan serta
peraturan yang ketat, penyuluhan, program intensif, penanggulangan teknis, sistem monitoring
informasi, dan peringatan dini.
Perlindungan dengan mangrove

Sempatlah beredar rencana untuk membangun tanggul laut di Teluk Palu untuk
menahan abrasi dan pasang laut. Tanggul akan mulai dibangun pada April 2019 sepanjang 7,5
km di Palu. Namun begitu, ada pula usul untuk mempertimbangkan mangrove sebagai
pelindung jangka panjang selain untuk menjaga ekosistem. Salah satu penyintas, Sitti Ramlah,
dosen di Universitas Tadulako, melihat hempasan kayu yang terhalang oleh rimbunan bakau di
desa Loli yang ada di Kabupaten Donggala. Di Kabonga Besar, Kecamatan Banawa, masih dari
tempat yang sama, tak terlihat dampak tsunami, karena rumah-rumah warga terlindungi hutan
mangrove seluas 10 ha. Padahal ada rumah yang hanya berjarak 5 meter saja dari bibir pantai.
[98] Berkomentar soal ini, ilmuwan LIPI Nugraha Dwi Hananto menyebut bahwa mangrove atau
bakau dengan akar tunjangnya yang tumbuh rapat dan melebar akan bekerja seperti jaring
untuk mengadang gelombang laut seperti tsunami.

Bahan Referensi

^ a b Gempa 7,7 Guncang Sulteng, Berpotensi Tsunami

^ Safitri, Eva (10 Oktober 2018). "Korban Meninggal Bencana Sulteng Jadi 2.045 Jiwa". Detik.
Diakses tanggal 2018-10-20.

^ a b Wahid, Ahmad Bil (1 Oktober 2018). "Satgas Gempa-Tsunami Sulteng: Korban Meninggal
Dunia 925 Orang". Detik. Diakses tanggal 2018-10-01.

^ a b "ACT: Korban Meninggal Dunia Gempa-Tsunami Capai 1.203 Orang | Republika Online".
Republika Online. Diakses tanggal 2018-10-01.

^ "Korban Tewas Gempa dan Tsunami Palu-Donggala Capai 844 Orang". CNN Indonesia. 1
Oktober 2018. Diakses tanggal 2018-10-01.

^ Nugroho Tri Laksono (28 September 2018). "BMKG Memutakhirkan Data Gempa Donggala 7,4
M". Detik.com. Diakses tanggal 28 September 2018.
^ a b c d Arif, Ahmad (2 Oktober 2018). "Bencana dari Darat dan Lautan". Kompas. Hlm.2.

^ Eva Safitri. BNPB: Tinggi Tsunami Capai 5 Meter di Palu. detikNews Sabtu 29 September 2018,
15:06 WIB

^ Nanda Perdana Putra. BNPB: Tsunami di Palu Tingginya Hampir 6 Meter. liputan6 Sabtu 29
Sep 2018, 17:26 WIB

^ Gempa Donggala Terasa hingga Kalimantan

^ Gempa 7,7 SR di Donggala Terasa Hingga Makassar

^ Gempa 7,7 SR di Donggala dirasakan warga hingga ke Gorontalo

^ a b c "Petaka di Pesisir Teluk Palu". Kompas. Hlm.1 & 11.

^ Sumarsono (editor) (29 September 2018). "Gempa Palu dan Donggala Terasa hingga Kaltim,
Warga Samarinda dan Balikpapan Panik". Tribun Kaltim. Diakses tanggal 29 September 2018.

^ Firdausi, Fadrik Aziz (30 September 2018). "Sesar Palu-Koro: Sering Bikin Gempa, tapi Minim
Data". Tirto.id. Diakses tanggal 30 September 2018.

^ Wicaksonl, Bhakti Satrio (29 September 2018). Wibawa, Shierine Wangsa, ed. "Apa itu Sesar
Palu Koro yang Menyebabkan Tsunami dan Gempa Bumi?". Kompas. Diakses tanggal 30
September 2018.

^ "BPPT: Energi Gempa Donggala Setara 200 Kali Bom Hiroshima". Liputan6. 29 September
2018. Diakses tanggal 1 Oktober 2018.

^ Sartika, Resa Eka Ayu (30 September 2018). Utomo, Yunanto Wiji, ed. "Fenomena Tanah
Bergerak Pasca-gempa Donggala, Samakah dengan Lapindo?". Kompas. Diakses tanggal 1
Oktober 2018.

^ a b Fenomena Likuifaksi dan Tenggelamnya Rumah-Rumah di Petobo. Republika daring, edisi


Selasa 2 Oktober 2018.
^ a b c Nugraha, Indra (5 Oktober 2018). "Fenomena Semburan Lumpur Tenggelamkan
Pemukiman Kala Gempa Sulteng". Mongabay. Diakses tanggal 6 Oktober 2018.

^ Muhammad Fida Ul Haq. Muncul Lumpur Usai Gempa di Sigi Bikin Bangunan dan Pohon
'Jalan'. DetikNews Edisi Minggu 30 September 2018, 06:33 WIB.

^ Ayu, Reni Sri (5 Oktober 2018). "Lumpur Pindahkan Kmapung Kami". Kompas. hlm.21

^ Detik-detik Gempa Memicu Tsunami Palu dan Donggala

^ "BNPB Paparkan Dua Penyebab Utama Tsunami Palu". Republika. 29 September 2018. Diakses
tanggal 29 September 2018.

^ Galih, Bayu (editor) (28 September 2018). "BMKG Cabut Peringatan Tsunami akibat Gempa
Berkekuatan 7,7 di Sulteng". Kompas. Diakses tanggal 28 September 2018.

^ Farisa, Fitria Chusna (10 Oktober 2018). Gatra, Sandro, ed. "Tsunami Tertinggi di Palu Capai
11,3 Meter". Kompas. Diakses tanggal 20 Oktober 2018.

^ a b "Survei Menyingkap Misteri Tsunami Palu", Kompas. 8 Oktober 2018. hlm.1 & 11.

^ "Strong quake, tsunami in Indonesia's Sulawesi island kill at least 30". news.trust.org. Diakses
tanggal 2018-09-29.

^ Damanik, Caroline (editor) (29 September 2018). "Korban Tewas Gempa Palu Mencapai 420
Orang". Kompas. Diakses tanggal 29 September 2018.

^ Puspita, Ratna; Astungkoro, Ronggo (2 Oktober 2018). "Korban Meninggal Dunia Gempa dan
Tsunami Sulteng Jadi 1.234". Republika. Diakses tanggal 2 Oktober 2018.

^ Malaha, Rolex (28 September 2018). Maryati, ed. "Satu meninggal akibat gempa di Donggala".
Antara. Diakses tanggal 28 September 2018.

^ Farisa, Fitria Chusna (1 Oktober 2018). Gatra, Sandro, ed. "BNPB: Korban Tewas Gempa dan
Tsunami di Sulteng 844 Orang". Kompas. Diakses tanggal 2018-10-01.
^ Wirakusuma, K. Yudha (29 September 2018). "29 Orang Hilang Akibat Gempa dan Tsunami di
Palu". The Guardian. Diakses tanggal 29 September 2018.

^ Lubabah, Raynaldho Ghiffari (29 September 2018). "BNPB sebut 5 orang hilang akibat tsunami
di Palu". Merdeka. Diakses tanggal 29 September 2018.

^ Lamb, Kate; Davidson, Helen; dan agensi (29 September 2018). "Indonesia tsunami: hundreds
dead on Sulawesi after earthquake". The Guardian. Diakses tanggal 29 September 2018.

^ Azhar, Rosyid A. (29 September 2018). Jatmiko, Bambang Priyo, ed. "Saksi Mata Sebut Banyak
Korban Meninggal Dunia di Pantai Talise Palu". Kompas. Diakses tanggal 29 September 2018.

^ "Satu Warga Korsel di Lokasi Gempa Sulteng Tak Bisa Dihubungi". CNN Indonesia. 29
September 2018. Diakses tanggal 29 September 2018.

^ "Tsunami Palu Donggala: korban tewas jadi 2.045, bantuan mulai menembus wilayah
terisolir". BBC Indonesia. 10 Oktober 2018. Diakses tanggal 20 Oktober 2018.

^ Aliansyah, Muhammad Agil (29 September 2018). "Mal, hotel hingga rumah sakit di Palu
ambruk terdampak gempa, korban belum dievakuasi". Merdeka. Diakses tanggal 29 September
2018.

^ Putri, Teatrika Handiko (29 September 2018). "KM Sabuk Nusantara Terhempas Tsunami Palu
Sejauh 70 Meter". IDN Times. Diakses tanggal 29 September 2018.

^ Safitri, Eva (29 September 2018). "Penampakan Dampak Gempa dan Tsunami dari
Ketinggian". Detik. Diakses tanggal 29 September 2018.

^ "Palu airport closed following multiple earthquakes in Central Sulawesi". The Jakarta Post. 28
September 2018. Diakses tanggal 29 September 2018.

^ "Tsunami dan gempa Palu turut berdampak ke Donggala, Sigi, dan Parigi Moutong". BBC
Indonesia. 30 September 2018. Diakses tanggal 30 September 2018.
^ "Hundreds dead in Palu, Donggala still out of reach". The Jakarta Post. 29 September 2018.
Diakses tanggal 30 September 2018.

^ Safitri, Eva (29 September 2018). "16 Ribu Warga Palu Mengungsi Akibat Gempa dan
Tsunami". Detik. Diakses tanggal 29 September 2018.

^ "Pendidikan Tetap Berlanjut". Kompas, 4 Oktober 2018.

^ Litha, Yoanes; Sucahyo, Nurhadi (3 Oktober 2018). "Kemendikbud: 2.736 Sekolah Terdampak
Gempa Sulawesi Tengah". VOA Indonesia. Diakses tanggal 5 Oktober 2018.

^ Nugroho, Kelik Wahyu; Saleh, Yudhistira Amran (9 Oktober 2018). "Mendikbud: 80 Persen
Sekolah di Palu Akan Direlokasi Pascagempa". Kumparan. Diakses tanggal 20 Oktober 2018.

^ a b S.; Martha, Herlinawati (15 Oktober 2018). Lestari, Dewanti, ed. "Kemdikbud bangun 333
sekolah darurat". Antara. Diakses tanggal 20 Oktober 2018.

tanggal 30 September 2018.

Anda mungkin juga menyukai