Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH SISTEM PENANGGULANGAN BENCANA TERPADU DAN

ASPEK ETIK DAN LEGAL DALAM KEPERAWATAN BENCANA

Disusun oleh kelompok 2

1. Kurnia Sari (NPM. 2126010035.P)


2. Nirna Jayansi (NPM. 2126010055.P)

Dosen Pengajar atau Pembimbing:

Ns. GITA MAYASARI.M.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TRI MANDIRI SAKTI

BENGKULU

TA 2021/2022

1
DAFTAR ISI

BAB I...............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................4
A. Latar Belakang..................................................................................................................4
B. Tujuan Penulisan...............................................................................................................4
BAB II.............................................................................................................................................4
PEMBAHASAN..............................................................................................................................5
C. Pengertian.........................................................................................................................5
D. Potensi bencana.................................................................................................................5
E. Kriteria Bencana...............................................................................................................6
F. Korban Bencana................................................................................................................6
G. Hakekat Penanggulangan Bencana...................................................................................7
H. Asas Penanggulangan Bencana.........................................................................................7
I. Tujuan Penanggulangan Bencana.....................................................................................7
J. Prinsip-prinsip Penanggulangan Bencana.........................................................................8
K. Pentahapan Penanggulangan Bencana..............................................................................8
II. ASPEK ETIK DAN LEGAL DALAM KEPERAWATAN BENCANA.................................12
BAB III..........................................................................................................................................17
PENUTUP.....................................................................................................................................17
A. Kesimpulan.....................................................................................................................17
B. Saran...............................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................17

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis,
hidrologis serta demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan
faktor alam, non alam ulah tangan manusia yang menyebabkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda serta dampak psycologis yang dalam
keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan nasional.
Letak geografis Indonesia yang berada antara lempeng Euronesia dan lempeng
Euroasia menjadikan sebagian besar wilayah Indonesia rawan terhadap bencana alam,
kondisi ini merupakan ancaman yang sulit diprediksi dengan perhitungan kapan, dimana,
bencana apa yang terjadi, berapa kekuatan bahkan kita tidak dapat memperkirakan estimasi
korban jiwa maupun harta benda.
Indonesia merupakan negara dengan potensi bahaya (hazard potency) yang sangat
tinggi, beberapa potensi tersebut antara lain adalah gempa bumi, tsunami, banjir, letusan
gunung berapi, tanah longsor, angin ribut, kebakaran hutan dan lahan. Terdapat 2 (dua)
kelompok utama potensi bencana di wilayah Indonesia yaitu potensi bahaya utama (main
hazard) dan potensi bahaya ikutan (collateral hazard). Potensi bahaya utama (main hazard)
dapat dilihat antara lain pada peta potensi bencana gempa di Indonesia yang menunjukkan
bahwa Indonesia adalah wilayah dengan zona gempa yang rawan, peta potensi bencana
tanah longsor, peta potensi bencana letusan gunung api, peta potensi bencana banjir.
Sedangkan peta potensi bencana ikutan (collateral hazard potency) dapat dilihat dari
beberapa indikator antara lain bangunan yang terbuat dari kayu, kepadatan bangunan dan
kepadatan industri berbahaya.

B. Tujuan Penulisan
Agar mahasiswa mengerti tentang sistem penanggulangan bencana dan aspek etik

dan legal dalam keperawatan bencana serta dapat menambah wawasan masyarakat secara

umum sehingga dapat turut serta dalam upayan penanggulangan bencana.

BAB II
3
PEMBAHASAN
I. SISTEM PENANGGULANGAN BENCANA TERPADU
C. Pengertian
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian pcristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor
alam dan/atau faktor nonalam ulah tangan manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda serta dampak
psikologis.
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi.
dan wabah penyakit.
Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau
antar komunitas masyarakat, dan teror.
D. Potensi bencana.
1. Bencana banjir. Banjir baik yang berupa genangan atau banjir bandang
bersipat merusak, aliran arus air yang tidak terlalu dalam tetapi cepat dan
bergolak (turbulent) dapat menghanyutkan manusia, hewan dan tumbuhan.
2. Bencana tanah longsor. Gerakan tanah atau tanah longsor yang mampu
merusak lingkungannya baik akibat gerakan tanah dibawahnya atau karena
penimbunan akibat longsor tersebut.
3. Bencana letusan gunung api.
4. Bencana Gempa Bumi. Adalah getaran partikel batuan atau goncangan pada kulit
bumi yang disebabkan oleh pelepasan energi secara tiba-tiba akibat aktivitas
tektonik (gempa bumi tektonik) dan rekahan akibat naiknya fluida (magma, gas
uap dll) dari dalam bumi menuju kepermukaan, disekitar gunung api, getaran tersebut
menyebabkan kerusakan dan runtuhnya struktur bangunan yang menimbulkan
keruntuhan, disamping itu pula dampak lain yang ditimbulkan adalah kebakaran,
kecelakaan industri dan transfortasi, banjir akibat runtuhnya bendungan dan tanggul.
5. Bencana Tsunami. Gelombang air laut yang membawa material baik berupa sisa-sisa
bangunan, tumbuhan dan material lainnya menghempas segala sesuatu yang berdiri
didatran pantai dengan kekuatan dahsyat. Bangunan-bangunan yang mempunyai
dimensi lebar dinding sejajar dengan garis pantai atau tegak lurus dengan arah
datangnya gelombang akan mendapat tekanan yang paling kuat sehingga akan
mengalami kerusakan yang paling parah.
6. Bencana Kebakaran. Kebakaran yang terjadi dipengaruhi oleh faktor alam
berupa cuaca yang kering serta faktor manusia baik yang disengaja maupun tidak,
sedangkan kerusakan yang ditimbulkan berupa kerusakan lingkungan, korban
jiwa dan harta benda dampak samping yang diakibatkan kebakaran adalah asap yang
dapat mempengaruhi kesehatan serta gangguan aktifitas penerbangan.
7. Bencana Kekeringan. Kekeringan akan berdampak bagi kesehatan manusia,
tanaman serta hewan baik secara langsung maupun tidak langsung dampak dari
bencana kekeringan ini seringkali secara gradual/lambat, sehingga apabila tidak
4
dipantau secara terus menerus akan mengakibatkan bencana berupa hilangnya bahan
pangan akibat tanaman pangan ternak mati, petani kehilangan mata pencaharian,
sehingga berdampak urbanisasi.
8. Bencana Angin Siklon Tropis. Tekanan dan hisapan serta tenaga angin meniup
selama beberapa jam dapat mengakibatkan kerusakan pada bangunan dan sarana
umum kebanyakan angin topan disertai hujan deras yang dapat menimbulkan bencana
lain seperti tanah longsor dan banjir.
9. Bencana Wabah Penyakit. Wabah penyakit menular berdampak kepada masyarakat
yang sangat luas
10. Bencana Kegagalan Teknologi. Pada skala besar dapat mengancam kestabilan
ekologi secara global, ledakan instalasi dapat menyebabkan korban jiwa, luka-luka dan
kerusakan infrastruktur, kebakaran, pencemaran udara, sumber air minum, tanaman,
pertanian serta terganggunya kestabilan ekologi secara global.

E. Kriteria Bencana.
1. Kriteria Bencana alam pada skala Tingkat Nasional.
a. Bencana yang terjadi menyebabkan mekanisme sistem pemerintahan di daerah
tersebut, baik dalam kawasan satu provinsi atau lebih tidak berfungsi.
b. Infrastruktur di kawasan daerah yang terkena bencana mengalami rusak berat dan
tidak berfungsi.
c. Korban manusia baik yang meninggal maupun luka, serta kerusakan bangunan
dan rumah tempat tinggal sangat banyak sehingga menyebabkan unsur-unsur
BPBD Provinsi/BPBD Kabupaten/Kota tidak mampu mengatasi akibat bencana
tersebut.
d. Hasil data korban dan kerusakan daerah yang sangat banyak, selanjutnya Presiden
menetapkan Bencana Nasional.
2. Kriteria Bencana alam pada Skala Tingkat Provinsi.
a. Bencana alam yang terjadi tidak menyebabkan lumpuhnya mekanisme sistem
pemerintahan di kawasan daerah yang terkena bencana.
b. Infrastruktur hanya sebagian kecil yang tidak berfungsi.
c. Korban manusia dan kerusakan daerah yang timbul, unsur-unsur BPBD Provinsi
masih mampu mengatasi.
d. Unsur-unsur BPBD Provinsi masih mampu mengatasi terhadap korban manusia
dan kerusakan daerah yang timbul.

3. Kriteria Bencana alam pada skala Tingkat Kabupaten/Kota.


a. Bencana yang terjadi tidak menyebabkan lumpuhnya mekanisme sistem
pemerintahan di kawasan daerah yang terkena bencana.
b. Infrastruktur yang ada di kawasan tersebut semua berfungsi.
c. Unsur-unsur BPBD Kabupaten/Kota mampu mengatasi terhadap timbulnya
korban manusia maupun kerusakan daerah.
F. Korban Bencana.
1. Manusia. Korban manusia akibat suatu bencana baik yang mengalami luka ringan,
luka berat dan meninggal dunia.

5
2. Harta Benda. Korban harta benda akibat bencana dapat berupa hilangnya atau
rusaknya harta benda, tempat tinggal, hewan serta sarana dan prasarana umum
lainnya.
3. Lingkungan hidup. Kerusakan ataupun hilangnya sarana prasarana lingkungan yang
menyangkut kepentingan hidup masyarakat secara umum.
G. Hakekat Penanggulangan Bencana.
1. Penanggulangan bencana merupakan salah satu wujud dari upaya untuk melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
2. Penanggulangan bencana adalah kewajiban bersama antara Pemerintah dan
masyarakat yang didasarkan pada partisipasi, dukungan dan prakarsa masyarakat serta
Pemerintah Daerah.
3. Penanggulangan bencana dititik beratkan pada tahap sebelum terjadinya bencana yang
meliputi kegiatan pencegahan, penjinakan dan kesiapsiagaan untuk memperkecil,
mengurangi dan memperlunak dampak yang ditimbulkan oleh bencana.
4. Penanggulangan bencana adalah bagian dari kegiatan pembangunan yang bertujuan
untuk mengurangi penderitaan masyarakat dan meningkatkan kehidupan dan
penghidupan masyarakat secara lahir batin.
H. Asas Penanggulangan Bencana.
1. Kemanusiaan. Memberikan perlindungan dan penghormatan hak-hak azasi manusia,
harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.
2. Keadilan. Setiap materi muatan ketentuan dalam penanggulangan bencana harus
mecerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali.
3. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan. Penanggulangan bencana
tidak boleh berisi hal-hal yang membedakan latar belakang antara lain, agama, suku,
golongan, gender atau status sosial.
4. Keseimbangan, Keselarasan dan Keserasian. Dalam penanggulangan bencana harus
mencerminkan keseimbangan kehidupan sosial dan lingkungan, keselarasan tata
kehidupan dan lingkungan serta mencerminkan keserasian lingkungan dan kehidupan
sosial masyarakat.
5. Ketertiban dan kepastian hukum. Penanggulangan bencana harus dapat menimbulkan
ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.
6. Kebersamaan. Penanggulangan bencana pada dasarnya menjadi tugas dan tanggung
jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat yang dilakukan secara gotong
royong.
7. Kelestarian lingkungan hidup. Materi muatan ketentuan dalam penanggulangan
bencana mencerminkan kelestarian lingkungan untuk generasi sekarang dan untuk
generasi yang akan datang demi untuk kepentingan bangsa dan negara.
8. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Penanggulangan bencana harus memanfaatkan
ilmu pengetahuan dan teknologi secara optimal sehingga mempermudah dan
mempercepat proses penanggulangan bencana baik pada tahap pencegahan, pada saat
terjadi bencana maupun pada tahap pasca bencana.
I. Tujuan Penanggulangan Bencana.
1. Memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana.
2. Menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada.
3. Menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu,
terkoordinasi dan menyeluruh.
6
4. Menghargai budaya lokal.
5. Membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta.
6. Mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan dan kedemawanan.
7. Menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
J. Prinsip-prinsip Penanggulangan Bencana.
1. Cepat dan tepat. Dalam penanggulangan harus dilaksanakan secara cepat dan tepat
sesuai dengan tuntunan keadaan.
2. Prioritas. Apabila terjadi bencana, kegiatan penanggulangan harus mendapat
prioritas dan diutamakan pada kegiatan penyelamatan manusia.
3. Koordinasikan dan keterpaduan. Penanggulangan bencana didasarkan pada
koordinasi yang baik dan saling mendukung. Sedangkan keterpaduan adalah
penanggulangan bencana dilakukan oleh berbagai sektor secara terpadu yang
didasarkan pada kerja sama yang baik dan saling mendukung.
4. Berdaya guna dan berhasil guna. Yang dimaksud dengan berdaya guna adalah dalam
mengatasi kesulitan masyarakat dilakukan dengan tidak membuang waktu, tenaga dan
biaya yang berlebihan. Sedangkan berhasil guna adalah kegiatan penanggulangan
bencana harus berhasil guna dalam mengatasi kesulitan masyarakat.
5. Transparansi dan akuntabilitas. Yang dimaksud dengan transparansi pada
penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggung jawabkan,
sedangkan akuntabilitas berarti dapat dipertanggung jawabkan secara etik dan hukum.
6. Kemandiriaan. Bahwa penanggulangan bencana utamanya harus dilakukan oleh
masyarakat didaerah rawan bencana secara swadaya.
7. Nondiskriminasi. Bahwa negara dalam penanggulangan bencana tidak memberikan
perlakuan yang berbeda terhadap jenis kelamin, suku, agama, ras dan aliran politik
apapun.
8. Nonproletisi. Dalam penanggulangan bencana dilarang menyebarkan agama atau
kenyakinan terutama pada saat pemberian bantuan dan pelayanan darurat bencana.
K. Pentahapan Penanggulangan Bencana.
1. Pra Bencana.
a. Dalam situasi tidak terjadi bencana.
Perencanaan penanggulangan bencana meliputi :
1) Pengenalan dan pengkajian ancaman bencana.
2) Pemahaman kerentanan masyarakat.
3) Analisa kemungkinan dampak bencana.
4) Pilihan tindakan pengurangan resiko bencana.
5) Penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak bencana.
6) Alokasi tugas, kewewenangan dan sumber daya yang tersedia.
7) Penyusunan rencana penanggulangan bencana dikoordinasikan dengan :
BNPB untuk tingkat nasional, BPBD untuk tingkat Provinsi, BPBD untuk
tingkat Kabupaten/Kota dan ditetapkan oleh pemerintah dan pemerintah
daerah sesuai dengan kewenangannya untuk jangka waktu 5 tahun.
8) Rencana penanggulangan bencana ditinjau secara berkala setiap 2 tahun
sekali atau sewaktu waktu bila terjadi bencana.
9) Penyusunan rencana penanggulangan bencana dilakukan berdasarkan
pedoman yang ditetapakan oleh kepala BNPB.

7
Pengurangan resiko bencana dilakukan untuk mengurangi ancaman dan kerentanan
serta meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menghadapai bencana melalui
kegiatan :
1) Pengenalan dan pemantauan resiko bencana.
2) Perencanaan partisipatif penanggulangan bencana.
3) Pengembangan budaya sadar bencana.
4) Peningkatan komitmen terhadap pelaku penanggulangan bencana.
5) Penerapan upaya fisik dan non fisik dan pengaturan penanggulangan bencana.
6) Untuk melakukan upaya pengurangan resiko bencana dilakukan penyusunan
rencana aksi pengurangan resiko baik secara nasional maupun daerah.
Pencegahan dilakukan dengan cara mengurangi ancaman dan kerentanan pihak
yang terancam bencana dengan melakukan kegiatan meliputi :
1) Identifikasi dan pengenalan secara pasti terhadap sumber bahaya/ancaman
bencana.
2) Kontrol terhadap penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam yang secara
tiba-tiba berpotensi menjadi sumber bencana.
3) Pemantauan penggunaan tehnologi.
4) Penataan ruang dan pengelolaan lingkungan hidup.
5) Penguatan ketahanan sosial masyarakat.
Pemaduan dalam Perencanaan Pembangunan. Dilakukan oleh pemerintah atau
pemerintah daerah melalui koordinasi,integrasi dan sinkronisasi dengan cara
mencantumkan unsur-unsur rencana penanggulangan bencana kedalam rencana
pembangunan pusat dan daerah.
Persyaratan Analisis Resiko Bencana. Setiap kegiatan pembangunan yang
mempunyai resiko tinggi yang dapat menimbulkan bencana dilengkapi analisis
resiko bencana sebagai bagian dari usaha penanggulangan bencana sesuai
kewenangannya, dan ditetapkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) yang ditunjukkan dalam dokumen yang disyahkan oleh pejabat
pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, selanjutnya BNPB
melakukan pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaannya.
Pelaksanaan dan penegakan tata ruang. Dilakukan untuk mengurangi resiko
bencana yang mencakup pemberlakuan peraturan tentang penataan ruang, standard
keselamatan dan penerapan sanksi terhadap pelanggar dimana pemerintah secara
berkala melaksanakan pemantauan & evaluasi.
Pendidikan dan Pelatihan serta Persyaratan Standard Teknis Penanggulangan
Bencana. Dilaksanakan dan ditetapkan oleh pemerintah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
2. Dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana.
a. Kesiap siagaan. Kesiap siagaan dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana
dilakukan melalui :
1) Penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan darurat bencana.
2) Pengorganisasian, pemasangan dan pengujian sistim peringatan dini.
3) Penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan dasar.
4) Pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan dan geladi tentang mekanisme
tanggap darurat.
5) Penyiapan lokasi evakuasi.
8
6) Penyusunan data akurat, informasi dan pemutahiran prosedur tetap tanggap
darurat bencana.
7) Penyediaan dan penyiapan bahan, barang dan peralatan untuk pemenuhan
pemulihan prasarana dan sarana.
b. Peringatan Dini. Dilakukan untuk pengambilan tindakan cepat dan tepat
dalam rangka mengurangi resiko terkena bencana serta mempersiapkan tindakan
tanggap darurat dan dilakukan melalui :
1) Pengamatan gejala bencana.
2) Analisis hasil pengamatan gejala bencana.
3) Pengambilan keputusan oleh pihak yang berwenang.
4) Penyebar luasan informasi tentang peringatan bencana.
5) Pengambilan tindakan oleh masyarakat.
c. Mitigasi. Dilakukan untuk mengurangi resiko bencana bagi masyarakat yang
berada pada kawasan rawan bencana, yang dilakukan melalui :
1) Pelaksanaan tata ruang yang berdasarkan analisis resiko bencana.
2) Pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur dan tata bangunan.
3) Penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan dan pelatihan baik secara
konvensional maupun modern.
3. Tanggap Darurat.
a. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi kerusakan dan sumber daya
dilakukan untuk mengidentifikasi :
1) Cakupan lokasi bencana.
2) Jumlah korban.
3) kerusakan prasarana dan sarana.
4) Gangguan terhadap fungsi pelayanan umum serta pemerintahan.
5) Kemampuan sumber daya alam maupun buatan.
b. Penentuan status keadaan darurat bencana. Keadaan darurat bencana dilaksanakan
oleh pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan tingkatan bencana untuk
tingkat nasional ditetapkan oleh Presiden, tingkat Provinsi oleh Gubernur dan
tingkat Kabupaten/Kota oleh Bupati/Wali kota. Pada saat status keadaan darurat
bencana ditetapkan BNPB dan BPBD memiliki kemudahan akses dibidang :
1) Pengerahan sumber daya manusia.
2) Pengerahan peralatan.
3) Pengerahan logistik.
4) Imigrasi, cukai dan karantina.
5) Perijinan.
6) Pengadaan barang dan jasa.
7) Pengelolaan dan pertanggung jawaban uang / barang.
8) Penyelamatan.
9) Komando untuk memerintahkan instansi/lembaga.
c. Penyelamatan dan Evakuasi Korban. Pada tahap ini dilakukan dengan
memberikan pelayanan kemanusiaan yang timbul akibat bencana yang terjadi pada
suatu daerah melalui upaya :
1) Pencarian dan penyelamatan korban
2) pertolongan darurat.
3) Evakuasi korban dan pemakaman korban yang meninggal dunia.
9
4) Pemenuhan Kebutuhan Dasar. Dalam tahap ini pemerintah harus menyediakan
kebutuhan dasar meliputi
a) Kebutuhan air bersih dan sanitasi.
b) Pangan.
c) Sandang.
d) Pelayanan kesehatan.
e) Pelayanan Psikososial.
f) Penampungan dan tempat hunian.
5) Perlindungan terhadap kelompok rentan. Dilakukan dengan memberikan
prioritas kepada kelompok rentan berupa penyelamatan, evakuasi,
pengamanan, pelayanan kesehatan dan psikososial. Adapun yang termasuk
kelompok rentan terdiri atas :
a) Bayi, balita dan anak-anak.
b) Ibu yang sedang mengandung dan menyusui.
c) penyandang cacat.
d) Lanjut usia.
6) Pemulihan prasarana dan sarana vital. Pemulihan prasarana dan sarana vital
bertujuan berfungsinya prasarana dan sarana vital dengan segera, agar
kehidupan masyarakat tetap berlangsung, dilakukan dengan
memperbaiki/menggantikan kerusakan akibat bencana.
4. Pasca Bencana
Dalam penanganan penanggulangan bencana ditahap pasca bencana dilakukan
kegiatan rehabilitas dan rekonstruksi.
a. Rehabilitasi
1) Perbaikan lingkungan daerah bencana.
2) Perbaikan prasarana dan sarana umum.
3) Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat.
4) Pemulihan sosial psycologis.
5) Pelayanan kesehatan.
6) Rekonsiliasi dan resolusi konflik.
7) Pemulihan sosial ekonomi budaya.
8) Pemulihan keamanan dan ketertiban.
9) Pemulihan fungsi pemerintah.
10) Pemulihan fungsi pelayanan publik.
11) Ketentuan lain mengenai rehabilitasi diatur dengan peraturan pemerintah.
b. Rekonstruksi.
Dilakukan melalui kegiatan pembangunan yang lebih baik meliputi :
1) Pembangunan kembali sarana dan prasarana.
2) Pembangunan kembali sarana sosial masyarakat.
3) Membangkitkan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat.
4) Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih
baik dan tahan bencana.
5) Partisipasi dan peran serta lembaga organisasi kemasyarakatan, dunia usaha
dan masyarakat.
6) Peningkatan kondisi sosial, ekonomi dan budaya.
7) Peningkatan fungsi pelayanan publik.
10
8) Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.
9) Ketentuan lain mengenai rekonstruksi diatur dengan peraturan pemerintah.

II. ASPEK ETIK DAN LEGAL DALAM KEPERAWATAN BENCANA


A. Pengertian Etika Keperawatan

Nilai merupakan suatu keyakinan personal mengenai harga atas suatu ide tingkah
laku, kebiasaan atau objek yang menyususn suatu dasar standar yang mempengaruhi
tingkah laku.
Norma merupakan aturan-aturan atau Norma yaitu aturan-aturan atau pedoman
khusus mengenai tingkah laku, sikap, dan perbuatan yang boleh dilakukan dan tidak
boleh dilakukan. Jika kita berbicara norma, norma di bagi menjadi dua yaitu : norma
yang datang dari Tuhan dan norma yang dibuat oleh manusia. Norma Agama dan Norma
Sosial, yg berorientasi untuk mengatur kehidupan manusia agar menjadi manusia yang
berbudaya dan beradab.
Etika merupakan ilmu tentang kesusilaan yang menetukan bagaimana sepatutnya
manusia hidup di dalam mansyarakat yang menyangkut aturan-aturan atau prinsip yang
menentukan tingkah laku yang benar, yaitu : 1. Baik dan buruk 2. Kewajiban dan
tanggung jawab (Isnaini,2001)
Etika merupakan aplikasi atau penerapan teori tentang filosofi moral ke dalam
situasi nyata dan berfokus pada prinsip-prinsip dan konsep yang membimbing manusia
berfikir dan bertindak dalam kehidupannya yang dilandasi oleh nilai-nilai yang
dianutnya.
Etika berbagai profesi digariskan dalam kode etik yang bersumber dari martabat
dan hak manusia (yang memiliki sikap menerima) dan kepercayaan dari profesi. Profesi
menyusun kode etik berdasarkan penghormatan atas nilai dan situasi individu yang
dilayani.
. Tipe-Tipe Kode Etik

1. Bioetik
Bioetik merupakan studi filosofi yang mempelajari tentang kontroversi dalam
etik, menyangkut masalah biologi dan pengobatan.
• lingkup sempit : bioetik merupakan evaluasi etik pada moralitas treatment atau inovasi
teknologi, dan waktu pelaksanaan pengobatan pada manusia.
• lingkup luas: evaluasi pada semua tindakan moral yang mungkin membantu atau
bahkan membahayakan kemampuan organisme terhadap perasaan takut dan nyeri, yang
meliputi semua tindakan yang berhubungan dengan pengobatan dan biologi.
Dapat disimpulkan bahwa bioetik lebih berfokus pada dilema yang menyangkut
perawatan kesehatan modern, aplikasi teori etik dan prinsip etik terhadap
masalahmasalah pelayanan kesehatan
2. Clinical Ethics/Etik Klinik
Etik klinik merupakan bagian dari bioetik yang lebih memperhatikan pada
masalah etik selama pemberian pelayanan , Ex : :adanya persetujuan atau penolakan
3. Nursing Ethics/Etik Perawatan

11
Bagian dari bioetik, yang merupakan studi formal tentang isu etik dan
dikembangkan dalam tindakan keperawatan serta dianalisis untuk mendapatkan
keputusan etik.
Kode Etik ICN (International Council of Nurses 2006) menekankan
penghormatan terhadap hak asasi manusia, kepekaan terhadap nilai-nilai dan kebiasaan,
martabat, keadilan dan keadilan. Perawat diharapkan untuk berlatih sesuai dengan ajaran-
ajaran ini dalam bencana dan memodifikasi praktik mereka sebagaimana diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan lingkungan bencana (Deeny, Davies, Gillespie dan Spencer
2007). Pemberian bantuan membutuhkan perhatian terhadap adat istiadat dan budaya dan
jaminan martabat dan kerahasiaan individu. Ada potensi nilai-nilai ini akan berkurang
dalam menghadapi kebutuhan besar untuk bantuan.
Bencana mengharuskan perawat untuk membuat pilihan etis yang sulit dalam
menghadapi sumber daya yang langka. Keputusan sering dibuat untuk kebaikan yang
lebih baik daripada individu. Pergeseran fokus dari merawat individu untuk menyediakan
layanan kesehatan yang optimal di tingkat komunitas tidak datang secara alami banyak
perawat. Misalnya, selama bencana, seorang perawat yang bekerja di triase mungkin
perlu memilih antara dua pasien yang membutuhkan operasi, satu luka parah dengan
peluang kecil untuk bertahan hidup dan yang lain dengan luka serius tapi bagus peluang
pemulihan. Selama masa non-bencana, pasien yang kritis akan dikirim ke operasi
pertama, tetapi dalam bencana dengan sumber daya terbatas, pasien dengan peluang
terbesar untuk bertahan hidup akan menjadi yang pertama. Di situasi lain, perawat
mungkin perlu memberikan imunisasi dengan vaksin terbatas yang tersedia. Merupakan
hal yang sulit untuk menentukan prioritas. Tenaga kerja keperawatan harus sadar akan
masalah praktik etis dalam bencana di Indonesia Agar menjadi peserta yang dihargai dan
efektif dalam respons bencana.
B. Prinsip Etika Keperawatan
 Otonomi (Autonomi) prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu
mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa
mampu memutuskan sesuatu dan orang lain harus menghargainya. Otonomi
merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan
diri.
 Beneficence (Berbuat Baik) prinsip ini menuntut perawat untuk melakukan hal
yang baik dengan begitu dapat mencegah kesalahan atau kejahatan.
 Justice (Keadilan) nilai ini direfleksikan dalam praktek professional ketika
perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktik dan
keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
 Non-maleficence (tidak merugikan) prinsi ini berarti tidak menimbulkan
bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien. Contoh ketika ada klien yang
menyatakan kepada dokter secara tertulis menolak pemberian transfuse darah dan
ketika itu penyakit perdarahan (melena) membuat keadaan klien semakin
memburuk dan dokter harus mengistrusikan pemberian transfuse darah. akhirnya
transfuse darah ridak diberikan karena prinsi beneficence walaupun pada situasi
ini juga terjadi penyalahgunaan prinsi nonmaleficince.
 Veracity (Kejujuran) nilai ini bukan cuman dimiliki oleh perawat namun harus
dimiliki oleh seluruh pemberi layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran

12
pada setia klien untuk meyakinkan agar klien mengerti. Informasi yang diberikan
harus akurat, komprehensif, dan objektif. Kebenaran merupakan dasar membina
hubungan saling percaya. Klie memiliki otonomi sehingga mereka berhak
mendapatkan informasi yang ia ingin tahu.
 Fidelity (Menepati janji) tanggung jawab besar seorang perawat adalah
meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan, dan
meminimalkan penderitaan. Untuk mencapai itu perawat harus memiliki
komitmen menepati janji dan menghargai komitmennya kepada orang lain.
 Confidentiality (Kerahasiaan) kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus
dijaga privasi klien. Dokumentasi tentang keadaan kesehatan klien hanya bisa
dibaca guna keperluan pengobatan dan peningkatan kesehatan klien. Diskusi
tentang klien diluar area pelayanan harus dihindari.
 Accountability (Akuntabilitasi) akuntabilitas adalah standar yang pasti bahwa
tindakan seorang professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau
tanda tekecuali. Contoh perawat bertanggung jawab pada diri sendiri, profesi,
klien, sesame teman sejawat, karyawan, dan masyarakat. Jika perawat salah
memberi dosis obat kepada klien perawat dapat digugat oleh klien yang menerima
obat, dokter yang memberi tugas delegatif, dan masyarakat yang menuntut
kemampuan professional
C. Aspek Legal
1. UU no 36 tahun 2009 pasal 11 tentang kesehatan
Ayat (1) “tenaga kesehatan dikelompokkan ke dalam tenaga medis, psikologi klinik,
keperawatan, kebidanan, kefarmasian, kesehatan lingkungan, gizi, keterapian fisik,
keteknisian medis, biomedika, kesehatan tradisional dan tenaga kesehatan lain.”
2. Hak dan Kewajiban Perawat
UU no 38 tahun 2014 tentang tenaga kesehatan
 Pasal 36 (Hak)
1. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang sesuai dengan kode etik, standar
pelayanan keperawatan, standar pelayanan profesi, SPO dan perundangan
2. Mendapat informasi yang benar, jelas dan jujur dari klie/ keluarganya
3. Memperoleh fasilitas kerja sesuai standar
 bnbPasal 37 (Kewajiban)
1. Memberikan pelayanan keperawatan sesuai kode etik, standar pelayanan
keperawatan, standar pelayanan profesi, SPO dan perundangan
2. Merujuk klien yang tidak dapat ditangani perawat …, sesuai dengan lingkup dan
tingkat kompetensinya
3. Mendokumentasikan asuhan keperawatan sesuai standar.

3.Peran Perawat Pra Bencana


UU no 38 tahun 2014 pasal 31 tentang tenaga kesehatan
1. Dalam menjalankan tugas sebagai penyuluh dan konselor bagi Klien, Perawat
berwenang:
a. melakukan pengkajian Keperawatan secara holistik di tingkat individu dan
keluarga serta di tingkat kelompok masyarakat;
b. melakukan pemberdayaan masyarakat;
c. melaksanakan advokasi dalam perawatan kesehatan masyarakat;
13
d. menjalin kemitraan dalam perawatan kesehatan masyarakat; dan
e. melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling.
2. Dalam menjalankan tugasnya sebagai pengelola Pelayanan Keperawatan,
Perawat berwenang:
a. melakukan pengkajian dan menetapkan permasalahan;
b. merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi Pelayanan Keperawatan; dan
c. mengelola kasus.
3 Dalam menjalankan tugasnya sebagai peneliti Keperawatan, Perawat
berwenang:
a. melakukan penelitian sesuai dengan standar dan etika;
b. menggunakan sumber daya pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan atas izin
pimpinan; dan
c. menggunakan pasien sebagai subjek penelitian sesuai dengan etika profesi dan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Peran Perawat Saat Bencana
 UU No 38 Tahun 2014 Pasal 35 tentang tenaga kesehatan
1. Dalam keadaan darurat untuk memberikan pertolongan pertama, Perawat
dapat melakukan tindakan medis dan pemberian obat sesuai dengan
kompetensinya.
2. Pertolongan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk
menyelamatkan nyawa Klien dan mencegah kecacatan lebih lanjut.
3. Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan keadaan
yang mengancam nyawa atau kecacatan Klien.
4. Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Perawat
sesuai dengan hasil evaluasi berdasarkan keilmuannya.
 UU No 38 Tahun 2014 pasal 33 ayat (4)
Dalam melaksanakan tugas pada keadaan keterbatasan tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Perawat berwenang:
a. melakukan pengobatan untuk penyakit umum dalam hal tidak terdapat
tenaga medis;
b. merujuk pasien sesuai dengan ketentuan pada sistem rujukan; dan
c. melakukan pelayanan kefarmasian secara terbatas dalam hal tidak
terdapat tenaga kefarmasian.
 UU No 36 Tahun 2009 Pasal 63
1. Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan diselenggarakan untuk
mengembalikan status kesehatan, mengembalikan fungsi tubuh akibat
penyakit dan/atau akibat cacat, atau menghilangkan cacat.
2. Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan dengan
pengendalian, pengobatan, dan/atau perawatan.
3. Pengendalian, pengobatan, dan/atau perawatan dapat dilakukan
berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan atau cara lain yang dapat
dipertanggungjawabkan kemanfaatan dan keamanannya.
4. Pelaksanaan pengobatan dan/atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran
atau ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.

14
5. Peran Perawat Pasca Bencana
PP No. 21 Pasal 56 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana
Peran perawat adalah menyediakan pelayanan keperawatan kepada korban
bencana dan ikut melakukan rehabilitasi pasca bencana seperti melakukan
rehabilitasi mental kepada korban bencana.
Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Menjelaskan bahwa: –
Pasal 82 tentang pelayanan kesehatan bencana: pelayanan kesehatan dimaksud
pada ayat (2): tanggap darurat dan paska bencana; mencakup pelayanan kegawat
daruratan yang bertujuan untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan
lebih lanjut. – Pasal 83 ayat (1) setiap orang yang memberikan pelayanan
kesehatan pada bencana harus ditujukan untuk penyelamatan nyawa dan
mencegah kecacatan lebih lanjut, dan kepentingan terbaik bagi pasien. – Ayat (2)
Pemerintah menjamin perlindungan hukum bagi setiap orang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian pcristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oieh faktor
alam dan/atau faktor nonalam ulah tangan manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda serta dampak
psikologis.
Beberapa potensi bencana yang perlu diwaspadai antara lain bencana banjir,
bencana tanah longsor, bencana letusan gunung api, bencana Gempa Bumi, Bencana
Tsunami, Bencana Kebakaran, Bencana Kekeringan. Kekeringan, Bencana Angin Siklon
Tropis, Bencana Wabah Penyakit dan Bencana Kegagalan Teknologi.
B. Saran
Meskipun makalah ini masih belum sempurna, maka disarankan kepada pembaca
kiranya dapat mempelajari dan mengetahui prinsip dasar penanggulangan bencana dan
aspek etik dan legal dalam keperawatan bencana. Dengan demikian dapat turut serta
dalam pengendalian dini bencana yang akan terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, PDF


diakses pada 14 September 2019
Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan,
PDF diakses pada 18 September 2019
Peraturan Pemerintan Republik Indonesia Nomor 21 Tahu 2008 Tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, PDF diakses pada 18 September 2019
Elon, Yunus. Aspek Etik dan Legal dalam Keperawatan Gawat Darurat, Emergency and
Critis Universitas Advent Indonesia, PDF Diakses pada 15 September 2019
Widyastuti, Merina. Aspek Legal Keperawatan Bencana, PPT diakses pada 14 September
2019

16

Anda mungkin juga menyukai