Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

PENAGGULANGAN BENCANA DI INDONESIA

“TSUNAMI PANDEGLANG, BANTEN”

Penyusun:
Nauval Fariz Damas 201704200305

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Makalah “Penaggulangan Bencana di Indonesia, Tsunami


Pandeglang, Banten” telah diperiksa dan disetujui sebagai tugas wajib
dalam rangka konsekuensi mengambil izin.

Koordinator Pendidikan S1 Kedokteran


Forensik & Medikolegal FK UNAIR

dr. Nily Sulistyorini, Sp.F

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkah
dan rahmatNya, saya dapat menyelesaikan makalah dengan topik
“Penaggulangan Bencana di Indonesia, Tsunami Pandeglang, Banten” ini.
Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas wajib dalam rangka
konsekuensi mengambil izin pada kepaniteraan klinik bagian Forensik di
Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Soetomo Surabaya, dengan harapan
dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu yang bermanfaat bagi
pengetahuan penulis maupun pembaca.

Dalam penulisan dan penyusunan laporan kasus ini tidak lepas dari
bantuan dan dukungan berbagai pihak, untuk saya mengucapkan terima
kasih kepada:
a. dr. Edi Suyanto, Sp.F
b. dr. Nily Sulistyorini, Sp.F
c. Para dokter di bagian Forensik di Rumah Sakit Umum Daerah
Dr.Soetomo Surabaya
d. Para perawat dan staff di Forensik di Rumah Sakit Umum Daerah
Dr.Soetomo Surabaya

Saya menyadari bahwa makalah yang saya susun ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka saran dan kritik yang membangun dari semua pihak
sangat diharapkan. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat.

Surabaya, Januari 2019

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi geografis,
geologis, hidrologis serta demografis yang memungkinkan terjadinya
bencana, baik yang disebabkan faktor alam, non alam ulah tangan manusia
yang menyebabkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda serta dampak psycologis yang dalam keadaan tertentu
dapat menghambat pembangunan nasional.
Letak geografis Indonesia yang berada antara lempeng Euronesia
dan lempeng Euroasia menjadikan sebagian besar wilayah Indonesia rawan
terhadap bencana alam, kondisi ini merupakan ancaman yang sulit
diprediksi dengan perhitungan kapan, dimana, bencana apa yang terjadi,
berapa kekuatan bahkan kita tidak dapat memperkirakan estimasi korban
jiwa maupun harta benda.
Indonesia merupakan negara dengan potensi bahaya (hazard
potency) yang sangat tinggi, beberapa potensi tersebut antara lain adalah
gempa bumi, tsunami, banjir, letusan gunung berapi, tanah longsor, angin
ribut, kebakaran hutan dan lahan. Terdapat 2 (dua) kelompok utama potensi
bencana di wilayah Indonesia yaitu potensi bahaya utama (main hazard) dan
potensi bahaya ikutan (collateral hazard). Potensi bahaya utama (main
hazard) dapat dilihat antara lain pada peta potensi bencana gempa di
Indonesia yang menunjukkan bahwa Indonesia adalah wilayah dengan zona
gempa yang rawan, peta potensi bencana tanah longsor, peta potensi
bencana letusan gunung api, peta potensi bencana banjir. Sedangkan peta
potensi bencana ikutan (collateral hazard potency) dapat dilihat dari
beberapa indikator antara lain bangunan yang terbuat dari kayu, kepadatan
bangunan dan kepadatan industri berbahaya.
B. Tujuan Penulisan
Agar mahasiswa mengerti tentang sistem penanggulangan bencana
dan dapat menambah wawasan masyarakat secara umum sehingga dapat
turut serta dalam upayan penanggulangan bencana.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian pcristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan,
baik oieh faktor alam dan/atau faktor nonalam ulah tangan manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda serta dampak psikologis.
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa
bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah
longsor.
Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa
atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi,
gagal modernisasi, epidemi. dan wabah penyakit.
Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik
sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror.
B. Potensi bencana.
1. Bencana banjir. Banjir baik yang berupa genangan atau banjir bandang
bersipat merusak, aliran arus air yang tidak terlalu dalam tetapi cepat
dan bergolak (turbulent) dapat menghanyutkan manusia, hewan dan
tumbuhan.
2. Bencana tanah longsor. Gerakan tanah atau tanah longsor yang mampu
merusak lingkungannya baik akibat gerakan tanah dibawahnya atau
karena penimbunan akibat longsor tersebut.
3. Bencana letusan gunung api.
4. Bencana Gempa Bumi. Adalah getaran partikel batuan atau goncangan
pada kulit bumi yang disebabkan oleh pelepasan energi secara tiba-
tiba akibat aktivitas tektonik (gempa bumi tektonik) dan rekahan
akibat naiknya fluida (magma, gas uap dll) dari dalam bumi menuju
kepermukaan, disekitar gunung api, getaran tersebut menyebabkan

4
kerusakan dan runtuhnya struktur bangunan yang menimbulkan
keruntuhan, disamping itu pula dampak lain yang ditimbulkan adalah
kebakaran, kecelakaan industri dan transfortasi, banjir akibat runtuhnya
bendungan dan tanggul.
5. Bencana Tsunami. Gelombang air laut yang membawa material baik
berupa sisa-sisa bangunan, tumbuhan dan material lainnya menghempas
segala sesuatu yang berdiri didatran pantai dengan kekuatan dahsyat.
Bangunan-bangunan yang mempunyai dimensi lebar dinding sejajar
dengan garis pantai atau tegak lurus dengan arah datangnya gelombang
akan mendapat tekanan yang paling kuat sehingga akan mengalami
kerusakan yang paling parah.
6. Bencana Kebakaran. Kebakaran yang terjadi dipengaruhi oleh faktor
alam berupa cuaca yang kering serta faktor manusia baik yang
disengaja maupun tidak, sedangkan kerusakan yang ditimbulkan
berupa kerusakan lingkungan, korban jiwa dan harta benda dampak
samping yang diakibatkan kebakaran adalah asap yang dapat
mempengaruhi kesehatan serta gangguan aktifitas penerbangan.
7. Bencana Kekeringan. Kekeringan akan berdampak bagi kesehatan
manusia, tanaman serta hewan baik secara langsung maupun tidak
langsung dampak dari bencana kekeringan ini seringkali secara
gradual/lambat, sehingga apabila tidak dipantau secara terus menerus
akan mengakibatkan bencana berupa hilangnya bahan pangan akibat
tanaman pangan ternak mati, petani kehilangan mata pencaharian,
sehingga berdampak urbanisasi.
8. Bencana Angin Siklon Tropis. Tekanan dan hisapan serta tenaga angin
meniup selama beberapa jam dapat mengakibatkan kerusakan pada
bangunan dan sarana umum kebanyakan angin topan disertai hujan
deras yang dapat menimbulkan bencana lain seperti tanah longsor dan
banjir.
9. Bencana Wabah Penyakit. Wabah penyakit menular berdampak kepada
masyarakat yang sangat luas

5
10. Bencana Kegagalan Teknologi. Pada skala besar dapat mengancam
kestabilan ekologi secara global, ledakan instalasi dapat menyebabkan
korban jiwa, luka-luka dan kerusakan infrastruktur, kebakaran,
pencemaran udara, sumber air minum, tanaman, pertanian serta
terganggunya kestabilan ekologi secara global.

C. Kriteria Bencana.
1. Kriteria Bencana alam pada skala Tingkat Nasional.
a. Bencana yang terjadi menyebabkan mekanisme sistem
pemerintahan di daerah tersebut, baik dalam kawasan satu provinsi
atau lebih tidak berfungsi.
b. Infrastruktur di kawasan daerah yang terkena bencana mengalami
rusak berat dan tidak berfungsi.
c. Korban manusia baik yang meninggal maupun luka, serta
kerusakan bangunan dan rumah tempat tinggal sangat banyak
sehingga menyebabkan unsur-unsur BPBD Provinsi/BPBD
Kabupaten/Kota tidak mampu mengatasi akibat bencana tersebut.
d. Hasil data korban dan kerusakan daerah yang sangat banyak,
selanjutnya Presiden menetapkan Bencana Nasional.
2. Kriteria Bencana alam pada Skala Tingkat Provinsi.
a. Bencana alam yang terjadi tidak menyebabkan lumpuhnya
mekanisme sistem pemerintahan di kawasan daerah yang terkena
bencana.
b. Infrastruktur hanya sebagian kecil yang tidak berfungsi.
c. Korban manusia dan kerusakan daerah yang timbul, unsur-unsur
BPBD Provinsi masih mampu mengatasi.
d. Unsur-unsur BPBD Provinsi masih mampu mengatasi terhadap
korban manusia dan kerusakan daerah yang timbul.
3. Kriteria Bencana alam pada skala Tingkat Kabupaten/Kota.
a. Bencana yang terjadi tidak menyebabkan lumpuhnya mekanisme
sistem pemerintahan di kawasan daerah yang terkena bencana.
b. Infrastruktur yang ada di kawasan tersebut semua berfungsi.

6
c. Unsur-unsur BPBD Kabupaten/Kota mampu mengatasi terhadap
timbulnya korban manusia maupun kerusakan daerah.
D. Korban Bencana.
1. Manusia. Korban manusia akibat suatu bencana baik yang mengalami
luka ringan, luka berat dan meninggal dunia.
2. Harta Benda. Korban harta benda akibat bencana dapat berupa
hilangnya atau rusaknya harta benda, tempat tinggal, hewan serta
sarana dan prasarana umum lainnya.
3. Lingkungan hidup. Kerusakan ataupun hilangnya sarana prasarana
lingkungan yang menyangkut kepentingan hidup masyarakat secara
umum.
E. Hakekat Penanggulangan Bencana.
1. Penanggulangan bencana merupakan salah satu wujud dari upaya untuk
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia.
2. Penanggulangan bencana adalah kewajiban bersama antara Pemerintah
dan masyarakat yang didasarkan pada partisipasi, dukungan dan
prakarsa masyarakat serta Pemerintah Daerah.
3. Penanggulangan bencana dititik beratkan pada tahap sebelum terjadinya
bencana yang meliputi kegiatan pencegahan, penjinakan dan
kesiapsiagaan untuk memperkecil, mengurangi dan memperlunak
dampak yang ditimbulkan oleh bencana.
4. Penanggulangan bencana adalah bagian dari kegiatan pembangunan
yang bertujuan untuk mengurangi penderitaan masyarakat dan
meningkatkan kehidupan dan penghidupan masyarakat secara lahir
batin.
F. Asas Penanggulangan Bencana.
1. Kemanusiaan. Memberikan perlindungan dan penghormatan hak-hak
azasi manusia, harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk
Indonesia secara proporsional.

7
2. Keadilan. Setiap materi muatan ketentuan dalam penanggulangan
bencana harus mecerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap
warga negara tanpa kecuali.
3. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan.
Penanggulangan bencana tidak boleh berisi hal-hal yang membedakan
latar belakang antara lain, agama, suku, golongan, gender atau status
sosial.
4. Keseimbangan, Keselarasan dan Keserasian. Dalam penanggulangan
bencana harus mencerminkan keseimbangan kehidupan sosial dan
lingkungan, keselarasan tata kehidupan dan lingkungan serta
mencerminkan keserasian lingkungan dan kehidupan sosial masyarakat.
5. Ketertiban dan kepastian hukum. Penanggulangan bencana harus dapat
menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya
kepastian hukum.
6. Kebersamaan. Penanggulangan bencana pada dasarnya menjadi tugas
dan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat yang
dilakukan secara gotong royong.
7. Kelestarian lingkungan hidup. Materi muatan ketentuan dalam
penanggulangan bencana mencerminkan kelestarian lingkungan untuk
generasi sekarang dan untuk generasi yang akan datang demi untuk
kepentingan bangsa dan negara.
8. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Penanggulangan bencana harus
memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi secara optimal sehingga
mempermudah dan mempercepat proses penanggulangan bencana baik
pada tahap pencegahan, pada saat terjadi bencana maupun pada tahap
pasca bencana.
G. Tujuan Penanggulangan Bencana.
1. Memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana.
2. Menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada.
3. Menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana,
terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh.
4. Menghargai budaya lokal.

8
5. Membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta.
6. Mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan dan
kedemawanan.
7. Menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
H. Prinsip-prinsip Penanggulangan Bencana.
1. Cepat dan tepat. Dalam penanggulangan harus dilaksanakan secara
cepat dan tepat sesuai dengan tuntunan keadaan.
2. Prioritas. Apabila terjadi bencana, kegiatan penanggulangan harus
mendapat prioritas dan diutamakan pada kegiatan penyelamatan
manusia.
3. Koordinasikan dan keterpaduan. Penanggulangan bencana didasarkan
pada koordinasi yang baik dan saling mendukung. Sedangkan
keterpaduan adalah penanggulangan bencana dilakukan oleh berbagai
sektor secara terpadu yang didasarkan pada kerja sama yang baik dan
saling mendukung.
4. Berdaya guna dan berhasil guna. Yang dimaksud dengan berdaya guna
adalah dalam mengatasi kesulitan masyarakat dilakukan dengan tidak
membuang waktu, tenaga dan biaya yang berlebihan. Sedangkan
berhasil guna adalah kegiatan penanggulangan bencana harus berhasil
guna dalam mengatasi kesulitan masyarakat.
5. Transparansi dan akuntabilitas. Yang dimaksud dengan transparansi
pada penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan dapat
dipertanggung jawabkan, sedangkan akuntabilitas berarti dapat
dipertanggung jawabkan secara etik dan hukum.
6. Kemandiriaan. Bahwa penanggulangan bencana utamanya harus
dilakukan oleh masyarakat didaerah rawan bencana secara swadaya.
7. Nondiskriminasi. Bahwa negara dalam penanggulangan bencana tidak
memberikan perlakuan yang berbeda terhadap jenis kelamin, suku,
agama, ras dan aliran politik apapun.

9
8. Nonproletisi. Dalam penanggulangan bencana dilarang menyebarkan
agama atau kenyakinan terutama pada saat pemberian bantuan dan
pelayanan darurat bencana.
I. Pentahapan Penanggulangan Bencana.
1. Pra Bencana.
a. Dalam situasi tidak terjadi bencana.
Perencanaan penanggulangan bencana meliputi :
1) Pengenalan dan pengkajian ancaman bencana.
2) Pemahaman kerentanan masyarakat.
3) Analisa kemungkinan dampak bencana.
4) Pilihan tindakan pengurangan resiko bencana.
5) Penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak
bencana.
6) Alokasi tugas, kewewenangan dan sumber daya yang tersedia.
7) Penyusunan rencana penanggulangan bencana dikoordinasikan
dengan : BNPB untuk tingkat nasional, BPBD untuk tingkat
Provinsi, BPBD untuk tingkat Kabupaten/Kota dan ditetapkan
oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya untuk jangka waktu 5 tahun.
8) Rencana penanggulangan bencana ditinjau secara berkala
setiap 2 tahun sekali atau sewaktu waktu bila terjadi bencana.
9) Penyusunan rencana penanggulangan bencana dilakukan
berdasarkan pedoman yang ditetapakan oleh kepala BNPB.
“Pengurangan resiko bencana dilakukan untuk mengurangi ancaman
dan kerentanan serta meningkatkan kemampuan masyarakat untuk
menghadapai bencana melalui kegiatan” :
1) Pengenalan dan pemantauan resiko bencana.
2) Perencanaan partisipatif penanggulangan bencana.
3) Pengembangan budaya sadar bencana.
4) Peningkatan komitmen terhadap pelaku penanggulangan
bencana.

10
5) Penerapan upaya fisik dan non fisik dan pengaturan
penanggulangan bencana.
6) Untuk melakukan upaya pengurangan resiko bencana
dilakukan penyusunan rencana aksi pengurangan resiko baik
secara nasional maupun daerah.
Pencegahan dilakukan dengan cara mengurangi ancaman dan
kerentanan pihak yang terancam bencana dengan melakukan
kegiatan meliputi :
1) Identifikasi dan pengenalan secara pasti terhadap sumber
bahaya/ancaman bencana.
2) Kontrol terhadap penguasaan dan pengelolaan sumber daya
alam yang secara tiba-tiba berpotensi menjadi sumber bencana.
3) Pemantauan penggunaan tehnologi.
4) Penataan ruang dan pengelolaan lingkungan hidup.
5) Penguatan ketahanan sosial masyarakat.
Pemaduan dalam Perencanaan Pembangunan. Dilakukan oleh
pemerintah atau pemerintah daerah melalui koordinasi,integrasi dan
sinkronisasi dengan cara mencantumkan unsur-unsur rencana
penanggulangan bencana kedalam rencana pembangunan pusat dan
daerah.
Persyaratan Analisis Resiko Bencana. Setiap kegiatan
pembangunan yang mempunyai resiko tinggi yang dapat
menimbulkan bencana dilengkapi analisis resiko bencana sebagai
bagian dari usaha penanggulangan bencana sesuai kewenangannya,
dan ditetapkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) yang ditunjukkan dalam dokumen yang disyahkan oleh
pejabat pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
selanjutnya BNPB melakukan pemantauan dan evaluasi atas
pelaksanaannya.
Pelaksanaan dan penegakan tata ruang. Dilakukan untuk
mengurangi resiko bencana yang mencakup pemberlakuan
peraturan tentang penataan ruang, standard keselamatan dan

11
penerapan sanksi terhadap pelanggar dimana pemerintah secara
berkala melaksanakan pemantauan & evaluasi.
Pendidikan dan Pelatihan serta Persyaratan Standard Teknis
Penanggulangan Bencana. Dilaksanakan dan ditetapkan oleh
pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana.
a. Kesiap siagaan.Kesiap siagaan dalam situasi terdapat potensi
terjadinya bencana dilakukan melalui :
1) Penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan darurat
bencana.
2) Pengorganisasian, pemasangan dan pengujian sistim peringatan
dini.
3) Penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan
kebutuhan dasar.
4) Pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan dan geladi tentang
mekanisme tanggap darurat.
5) Penyiapan lokasi evakuasi.
6) Penyusunan data akurat, informasi dan pemutahiran prosedur
tetap tanggap darurat bencana.
7) Penyediaan dan penyiapan bahan, barang dan peralatan untuk
pemenuhan pemulihan prasarana dan sarana.
b. Peringatan Dini. Dilakukan untuk pengambilan tindakan cepat dan
tepat dalam rangka mengurangi resiko terkena bencana serta
mempersiapkan tindakan tanggap darurat dan dilakukan melalui :
1) Pengamatan gejala bencana.
2) Analisis hasil pengamatan gejala bencana.
3) Pengambilan keputusan oleh pihak yang berwenang.
4) Penyebar luasan informasi tentang peringatan bencana.
5) Pengambilan tindakan oleh masyarakat.
c. Mitigasi. Dilakukan untuk mengurangi resiko bencana bagi
masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana, yang
dilakukan melalui :

12
1) Pelaksanaan tata ruang yang berdasarkan analisis resiko
bencana.
2) Pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur dan tata
bangunan.
3) Penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan dan pelatihan baik
secara konvensional maupun modern.
3. Tanggap Darurat.
a. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi kerusakan dan
sumber daya dilakukan untuk mengidentifikasi :
1) Cakupan lokasi bencana.
2) Jumlah korban.
3) kerusakan prasarana dan sarana.
4) Gangguan terhadap fungsi pelayanan umum serta pemerintahan.
5) Kemampuan sumber daya alam maupun buatan.
b. Penentuan status keadaan darurat bencana. Keadaan darurat bencana
dilaksanakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan
tingkatan bencana untuk tingkat nasional ditetapkan oleh Presiden,
tingkat Provinsi oleh Gubernur dan tingkat Kabupaten/Kota oleh
Bupati/Wali kota. Pada saat status keadaan darurat bencana
ditetapkan BNPB dan BPBD memiliki kemudahan akses dibidang :
1) Pengerahan sumber daya manusia.
2) Pengerahan peralatan.
3) Pengerahan logistik.
4) Imigrasi, cukai dan karantina.
5) Perijinan.
6) Pengadaan barang dan jasa.
7) Pengelolaan dan pertanggung jawaban uang / barang.
8) Penyelamatan.
9) Komando untuk memerintahkan instansi/lembaga.
c. Penyelamatan dan Evakuasi Korban. Pada tahap ini dilakukan
dengan memberikan pelayanan kemanusiaan yang timbul akibat
bencana yang terjadi pada suatu daerah melalui upaya :

13
1) Pencarian dan penyelamatan korban
2) pertolongan darurat.
3) Evakuasi korban dan pemakaman korban yang meninggal dunia.
4) Pemenuhan Kebutuhan Dasar. Dalam tahap ini pemerintah
harus menyediakan kebutuhan dasar meliputi
a) Kebutuhan air bersih dan sanitasi.
b) Pangan.
c) Sandang.
d) Pelayanan kesehatan.
e) Pelayanan Psikososial.
f) Penampungan dan tempat hunian.
5) Perlindungan terhadap kelompok rentan. Dilakukan dengan
memberikan prioritas kepada kelompok rentan berupa
penyelamatan, evakuasi, pengamanan, pelayanan kesehatan dan
psikososial. Adapun yang termasuk kelompok rentan terdiri
atas :
a) Bayi, balita dan anak-anak.
b) Ibu yang sedang mengandung dan menyusui.
c) penyandang cacat.
d) Lanjut usia.
6) Pemulihan prasarana dan sarana vital. Pemulihan prasarana dan
sarana vital bertujuan berfungsinya prasarana dan sarana vital
dengan segera, agar kehidupan masyarakat tetap berlangsung,
dilakukan dengan memperbaiki/menggantikan kerusakan akibat
bencana.
4. Pasca Bencana
Dalam penanganan penanggulangan bencana ditahap pasca bencana
dilakukan kegiatan rehabilitas dan rekonstruksi.
a. Rehabilitasi
1) Perbaikan lingkungan daerah bencana.
2) Perbaikan prasarana dan sarana umum.
3) Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat.

14
4) Pemulihan sosial psycologis.
5) Pelayanan kesehatan.
6) Rekonsiliasi dan resolusi konflik.
7) Pemulihan sosial ekonomi budaya.
8) Pemulihan keamanan dan ketertiban.
9) Pemulihan fungsi pemerintah.
10) Pemulihan fungsi pelayanan publik.
11) Ketentuan lain mengenai rehabilitasi diatur dengan peraturan
pemerintah.
b. Rekonstruksi.
Dilakukan melalui kegiatan pembangunan yang lebih baik meliputi:
1) Pembangunan kembali sarana dan prasarana.
2) Pembangunan kembali sarana sosial masyarakat.
3) Membangkitkan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat.
4) Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan
yang lebih baik dan tahan bencana.
5) Partisipasi dan peran serta lembaga organisasi kemasyarakatan,
dunia usaha dan masyarakat.
6) Peningkatan kondisi sosial, ekonomi dan budaya.
7) Peningkatan fungsi pelayanan publik.
8) Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.
9) Ketentuan lain mengenai rekonstruksi diatur dengan peraturan
pemerintah.
J. Pelaksanaan Kebijakan Penanggulangan Bencana Kabupaten
Pandeglang, Banten.
Pemerintah Provinsi Banten telah menyusun Rencana
Penanggulangan Bencana Provinsi Banten Tahun yang ditetapkan dengan
Peraturan Gubernur Banten, yang tujuan penyusunan Kebijakan
Penanggulangan Bencana tersebut adalah:
1. Mempersiapkan perencanaan yang terarah, terpadu dan
terkoordinasi untuk menurunkan risiko bencana di Provinsi Banten.

15
2. Meningkatkan kinerja lembaga dan instansi Penanggulangan
Bencana di Provinsi Banten menuju profesionalisme dengan
pencapaian yang terukur dan terarah.
3. Mensinergikan kinerja pemerintah, swasta, masyarakat dan instansi
terkait dalam Penanggulangan Bencana dalam suasana damai
sesuai dengan budaya masing-masing daerah di wilayah Provinsi
Banten.
4. Melindungi masyarakat di wilayah Provinsi Banten dan sekitarnya
dari bahaya yang mengancam.
Terdapat 6 Kebijakan Penanggulangan Bencana Gempa Bumi
Provinsi Banten, yaitu antara lain:
1. Mendirikan BPBD Prov. Banten dengan sumber daya yang
memadai dan kompeten sesuai dengan metode terstandarisasi.
2. Menerbitkan prosedur internal untuk mobilisasi sumber daya di
Prov. Banten dalam PB.
3. Membangun jaringan kerja PB untuk optimalisasi mobilisasi
sumber daya, system peringatan dini bencana yag handal dan
responsive bagi masyarakat.
4. Membangun peningkatan pengetahuan masyarakat dalam PB.
5. Membangun wilayah percontohan siaga bencana untuk
mengembangkan kemampuan penduduk dalam memobilisasi
sumber daya.
6. Melaksanakan mitigasi structural pada daerah rentan dan
menerapkan analisis risiko bencana pada rencana pembangunan.
Dalam kebijakan Penanggulangan Bencana Tsunami ini telah
mengakomodasi kepentingan dan tanggungjawab dari berbagai pihak
terkait. Proses penyusunan yang melibatkan berbagai organisasi
pemerintah dan non-pemerintah serta sektor swasta dari seluruh wilayah di
Banten memberikan kesempatan kepada berbagai pihak untuk turut andil
dalam penyusunan kebijakan Penanggulangan Bencana.

16
Kebijakan PB Banten diharapkan mampu untuk melingkupi semua
daerah di Provinsi Banten. Kebijakan Penanggulangan Bencana ini
memiliki dua sudut pandang berdasarkan fungsi pemerintahan provinsi
dan mempertimbangkan otonomi daerah. Di internal pemerintahan
provinsi, KPB ini terbatas dalam pelaksanaan fungsi koordinasi, fasilitasi
dan motivasi/stimulasi pemerintah provinsi kepada pemerintahan kota /
kabupaten yang berada di wilayah Banten. Sedangkan dalam lingkup
pemerintahan kota / kabupaten, KPB ini dapat dijadikan rujukan dalam
penyusunan KPB kota/kabupaten yang berisikan kegiatan‐kegiatan yang
bersifat teknis sesuai dengan kondisi lokal.

Untuk pengelolaan pelaksanaan RPB Sumbar ini, dilakukan oleh


Lembaga BPBD yang menggantikan peran satkorlak PB yang bersifat
koordinatif dan fungsional. Selain lembaga pemerintah, sumber daya yang
turut berperan dalam penanggulangan bencaa terdiri dari masyarakat
umum,swasta, lembaga non pemerintahan, perguruan tinggi dan media
massa. Pendanaan kegiatan penanggulangan bencana berasal dari APBN,
APBD, sector swasta, donor nasional dan internasional.
Dalam pelaksanaan di lapangan yaitu yang bersangkutan adalah
Bupati Kabupaten Serang mengeluarkan surat keputusan bupati Serang
dalam penetapan status tanggap darurat bencana tsunami di kabupaten
Serang Nomor :360/Kep.504-Huk/2018.

17
Gambar 1: Surat keputusan Bupati

18
Setiap pelaksanaan penanggulangan bencana pemerintah berkerjasama
dengan instansi-instansi pemerintahan yang ada dan juga lembaga-lembaga
kebencanaan. Koordinasi tersebut tertulis dalam organogram penaggulangan
bencana. Hal ini memudahkan alur koordinasi di lapangan.

Gambar 2: Organogram POSKO penanganan bencana.

Gambar 3: Call center dan Social media untuk pemberitaan

19
Gambar 4: POSKO Terpadu

K. RETINA ISMKI

Kejadian alam memang sudah menjadi hal yang biasa terjadi di


Indonesia. Sebagian besar kejadian alam yang terjadi bersifat merugikan dan
menimbulkan bencana yang tidak dapat dihindari. Tidak hanya menimbulkan
kerusakan dan kerugian, tetapi juga mengancam nyawa. Tidak sedikit korban jiwa
yang meninggal karena bencana alam. Indonesia termasuk wilayah dengan banyak
aktivitas tektoniksehingga harus terus menghadapi resiko letusan gunung berapi,
gempa dan tsunami. Tidak sedikit pula bencana – bencana yang terjadi akibat ulah

20
manusia sendiri seperti kebakaran, banjir, dan sebagainya. Selain itu, longsor dan
puting beliung juga mengakibatkan bencana yang tidak kalah besar.
Pada tahun 2018 lalu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
menyatakan merupakan tahun bencana apabila ditinjau dari jumlah korban dan
kerugian ekonomi yang ditimbulkan, berdasarkan data BNPB mencatat per 30
Desember 2018 mencapai 2.564 bencana di Indonesia. Kejadian bencana alam
mengalami peningkatan dari tahun 2017 lalu. Dari kejadian tersebut, jumlah
korban meninggal mencapai 3.349 orang, 1.432 orang hilang, 21.064 orang luka-
luka, 10,2 juta orang mengungsi dan terdampak, serta 319.527 unit rumah rusak.
( BNPB, NCBC Indonesia 31 desember 2018).
Sebagai agent of health, mahasiswa kedokteran Indonesia menjadi bagian
yang harus turut peduli atas peristiwa bencana alam yang sedang terjadi.Selama
ini, mahasiswa kedokteran Indonesia sudah cukup tanggap dalam menggalang
bantuan bagi wilayah bencana. Akan tetapi, aksi tanggap bencana yang sudah ada
itu dapat dikatakan kalah cepat dan partisipasi mahasiswa masih sangat kurang
untuk mengambil bagian dari penanganan bencana, membantu masyarakat dalam
keterpurkan akibat bencana, dengan beberapa penghambat bagi mahasiswa
kedoktera dari segi ilmu pengetahuan, skill terkait kebencanaan yang masih sangat
kurang menjadi faktor utama kurangnya keterlibatan mahasiswa kedokteran dalam
aksi tanggap bencana, maka dari itu diperlukan adanya fasilitas training dan
workshop bagi mahasiswa kedokteran Indonesia untuk meningkatkan
pengetahuan dan skill manajemen bencana.
Tujuan dibentuknya RETINA ISMKI:
1. Meningkatkan peran dan aksi ISMKI terhadap bencana yang terjadi di
Indonesia.
2. Menciptakaan suatu sistem aksi tanggap bencana cepat dan efektif dan
mengajak seluruh mahasiswa kedokteran indonesia untuk terlibat
didalamnya.
3. Menciptakan koordinasi antar institusi, wilayah, dan nasional dalam hal
tanggap bencana.
4. Mengajak seluruh mahasiswa kedokteran Indonesia untuk terlibat dalam
aksi peduli bencana.

21
Melakukan pelatihan dan workshop mengenai EMT (Emergency Medical Team)
di tingkat Regio, Wilayah, Nasional, dan Internasional.

 Community Empowerment akan melakukan penggalangan dana dengan


program kerja Crisis Center, dana yang terkumpul akan dikelola dalam
bentuk management dan birokrasi klaster kesehatan ditempat bencana,
menghubungkan dengan dinkes setempat dan memberikah arahan kapan TIM
RETINA akan turun aksi dilokasi bencana.
 Melakukan pelatihan EMT (Emergency Medical Team) di setiap
regio/wilayah/nasional ISMKI, tentunya dengan konsep yang sudah dibuat
oleh VPPD dalam SOP RETINA ISMKI.
 Pelaksanaan EMT Nasional diadakan pada event RAKORNAS dan IMSS
dengan metode training (kuliah umum dan praktik). Pelaksanaan EMT
Wilayah diadakan pada event Muskerwil dengan metode training (kuliah
umum dan praktik). Pelaksanaan EMT tingkat regio dilakukan atas dasar
inisiasi institusi/regio dan akan difasilitasi oleh pihak VPPD.
Adapun alur koordinasi pendirian posko dan bergabung dengan klaster kesehatan
dalam suatu bencana.

1. Tim retina koordinasi dengan dinas kesehatan setempat, puskesmas, dan klaster
kesehatan.

2. Selanjutnya cek-in di klaster kesehatan dan di tempatkan di daerah bencana


untuk membangun posko kesehatan / perkuat puskesmas setempat.

3. Kemudian membuat posko kesehatan durasi tinggal minimal 2 minggu .

4. Selama 2 minggu melaksnakan kegiatan medis dan psikososial / traumahealing

5. Setelah semua dinyatakan aman oleh BNPB relawan boleh meninggalkan


posko masing-masing.

RETINA ISMKI tergabung dalam klaster kesehatan, dalam pelaksanaannya di


lapangan setiap posko yang tergabung dalam klaster kesehatan wajib membuat
laporan setiap harinya mengenai pendataan jumlah pasien yg diperiksa, tindakan
apa saja yang sudah dilakukan, data pasien, obat yang diberikan, apakah ada
pasien rujukan atau tidak. Selain itu klaster kesehatan juga bertanggung jawab
untuk melakukan pencerdasan kepada pengungsi ataupun warga terdampak
bencana mengenai bagaimana menjaga kesehatan diri dan kesehatan lingkungan

22
dalam lingkungan pengungsian. Malksanakan trauma healing (terutama pada
anak-anak) dan materi-materi kesehatan yang lain.

Setiap relawan yang bergabung harus atas ijin posko terpadu dan ketua
klaster, selain itu relawan wajib melakukan registrasi secara online sehingga tidak
sembarangan dan semua dapat dipertanggungjawabkan.

Gambar 5: Link form online relawan dan tanda pengenal

23
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemerintah Provinsi Banten telah menyusun Rencana


Penanggulangan Bencana Tsunami Provinsi Banten (RPB Banten). Dalam
kebijakan Penanggulangan Bencana yang telah ditetapkan oleh Pemerintah
Banten telah mengakomodasi kepentingan dan tanggungjawab dari
berbagai pihak terkait. Proses penyusunan yang melibatkan berbagai
organisasi pemerintah dan non-pemerintah serta sektor swasta dari seluruh
wilayah di Banten memberikan kesempatan kepada berbagai pihak untuk
turut andil dalam penyusunan kebijakan Penanggulangan Bencana.

Kebijakan yang menjadi prioritas untuk Penanggulangan Bencana di


Banten yaitu sebagai berikut:

1. Kebijakan Menjalin partisipasi dan desentralisasi komunitas


melalui pembangian kewenangan dan sumber daya pada tingkat
lokal.
2. Kebijakan Membentuk dan memberdayakan forum/jaringan daerah
khusus untuk pengurangan risiko bencana.
3. Kebijakan Menyelenggarakan sistem-sistem yang siap untuk
memantau, mengarsipkan dan menyebarluaskan data potensi
bencana dan kerentanankerentanan utama.
4. Kebijakan Memperkuat dokumen Kajian Risiko Daerah Provinsi
Banten.
5. Kebijakan Menerapkan metode riset untuk kajian tentang
kebencanaan di Provinsi Banten.
6. Kebijakan Memperkuat bidang ekonomi produksi untuk
mengurangi kerentanan perekonomian masyarakat.
7. Kebijakan Menerapkan prosedur-prosedur penilaian dampak risiko
bencana terhadap proyek-proyek pembangunan besar, terutama
infrastruktur.

24
8. Kebijakan Menyusun Rencana Kontijensi bencana, mengadakan
latihan reguler untuk menguji dan mengembangkan program-
program tanggap darurat bencana.
9. Kebijakan Menyediakan prosedur yang relevan untuk melakukan
tinjauan pasca bencana selama masa tanggap darurat.
B. Saran
Berdasarkan hasil analisis kebijakan penanggulangan bencana
Provinsi Banten, disarankan hal-hal sebagai berikut :

1. Untuk meningkatkan efektivitas kebijakan penanggulangan


bencana Provinsi Sumatera Barat, pemerintah Provinsi Sumatera
Barat perlu memperkuat koordinasi sesama pemerintahan (SKPD),
dengan daerah Kabupaten/Kota, LSM dan swasta.
2. Komitmen politis kepala daerah sangat diperlukan untuk menjamin
pengarusutamaan penanggulangan bencana di Provinsi Sumatera
Barat.
Meskipun makalah ini masih belum sempurna, maka disarankan
kepada pembaca kiranya dapat mempelajari dan mengetahui prinsip dasar
penanggulangan bencana. Dengan demikian dapat turut serta dalam
pengendalian dini bencana yang akan terjadi.

25
DAFTAR PUSTAKA

PUSAT TERITORIAL ANGKATAN LAUT

PEDOMAN UMUM TANGGAP BENCANA IKATAN DOKTER INDONESIA

GRAND DESIGN ISMKI

BNPB

RPB BANTEN

26
Lampiran
FOTO KEGIATAN

27
Lampiran
FOTO KEGIATAN

28

Anda mungkin juga menyukai