Anda di halaman 1dari 26

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS TADULAKO
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

TUGAS I
GOLOGI TATA RUANG

OLEH :
MOH.SUDANDI
F12117033

PALU
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat


rahmat-Nya penulis bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Bencana Tsunami
dan Implikasinya Di Kota Palu,. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata
kuliah Geologi Tata Ruang.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini
memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan
wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

I
DAFTARISI
HALAMAN JUDUL 
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI ............................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN ..................................Error: Reference source not found
1.1 Latar Belakang .............................................Error: Reference source not found
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................2
1.3 Batasan Masalah................................................................................................2
1.4 Maksud dan Tujuan ...........................................................................................3
BAB II PEMBAHASN ...........................................................................................4
2.1 Pengertian Tsunami ...........................................................................................4
2.2 Penyebab Terjadinya Tsunami ..........................................................................4
2.3 Proses Terjadinya Tsunami ...............................................................................5
2.4 Dampak Tsunami ..............................................................................................6
2.5 Tektonik Pulau Sulawesi....................................................................................6
2.6 Sejarah Gempa dan Tsunami Kota Palu dan Karakteristik Kota Palu...............9
2.7 Karakteristik Wilayah Kota Palu.................Error: Reference source not found0
2.8 Permodelan Zona Genangan Tsunami di Sekitar Kota Palu............................12
2.9Zona Baha Tsunami......................................Error: Reference source not found3
2.10 Zona Kerentanan Tsunami........................Error: Reference source not found4
2.11 Zona Resiko Bencana Tsunami.................Error: Reference source not found5
2.12 Lokasi Rawan dan Lokasi Evakuasi..........Error: Reference source not found6
2.13 Rute Evakuasi................................................................................................17
2.14 Mitigasi Bencana Tsunami.............................................................................18
BAB III KESIMPULAN........................................................................................19
3.1 Kesimpulan .....................................................................................................19
3.2 Saran.................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................21

II
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sabuk Gempa Pasifik (Ring of Fire) merupakan daerah berbentuk seperti
tapal kuda yang mengelilingi Samudera Pasifik mencakup panjang 40.000km.
Sekitar 90% gempa bumi terjadinya di daerah ini dan 81% gempa bumi terbesar
terjadi di sepanjang Cincin Api tersebut. Indonesia masuk ke dalam Sabuk Gempa
Pasifik sehingga sering terjadi gempa bumi dan letusan gunung berapi. Seringnya
Indonesia dilanda gempa bumi menyebabkan risiko terjadinya sunami akan
semakin besar pula. Risiko tersebut akan semakin meningkat karena Indonesia
berada pada pertemuan lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia.

Gambar 1.1. Ring Of Fire (Kusdiantara, 2011:1)


Berdasarkan pengalaman historis, kejadian Tsunami sangat membahayakan
bagi komunitas masyarakat di wilayah pesisir pantai, meskipun daerah
tersebut jauh dari kawasan yang rawan gempa bumi (tektonik maupun vulkanik) b
awahlaut. Dampak yang dapat ditimbulkan akibat bencana tsunami sangatlah
besar, yaitu dapat berupa kematian, kehilangan harta benda, kehancuran sarana
dan prasarana khususnya didaerah pesisir pantai, menimbulkan gangguan
ekonomi dan bisnis, bahkan dapat mengganggu keadaan psikologis (traumati )
masyarakat. Negara-negara atau kota yang rentan terhadap bencana tsunami sudah
selayaknya memiliki suatu tindakan Preventif dan mitigasi untuk menghadapi
serangan tsunami baik itu pra maupun pasca agar mengurangi risiko yang di
timbulkan bencana tsunami, sesuai dengan Undang-undang No. 24 Tahun
2007tentang Penanggulangan Bencana. Tindakan yang dapat dilakukan antara lain

1
dengan pembuatan dokumen mitigasi bencana, pembangunan lokasi evakuasi
yang dapat digunakan baik yang bersifat alamiah berupa bukit, maupun buatan
berupa bangunan khusus untuk penampungan masyarakat saat terjadi bencana.
Selain itu, pembuatan rambu evakuasi dan rute evakuasi serta penyuluhan kepada
masyarakat agar masyarakat menjadi terlatih dan tidak panik saat bencana tsunami
benar-benar terjadi. Salah satu dari sekian banyak wilayah di bagian timur
Indonesia yang menyimpan potensi tsunami yang cukup besar adalah Kota Palu
dan sekitarnya.
Tercatat telah terjadi tiga kali kejadian di sekitar Teluk Palu, yaitu pada
tahun1927, 1968 dan 1996, sementara sekitar Kota Palu (Sulawesi Tengah)
terdapat 6kejadian. Wilayah Kota Palu dan sekitarnya terdapat beberapa potongan
sesar yang sangat berpotensi membangkitkan gempa bumi yang cukup kuat. Sesar
tersebut adalah Sesar Palu-Koro yang memanjang dari Palu ke arah Selatan dan
Tenggara melalui Sulawesi Selatan bagian Utara menuju ke selatan Bone sampai
di Laut Banda. Tujuan utama dari penulisan ini adalah untuk mengetahui zona
genangan tsunami dan implikasinya terhadap kegiatan mitigasi bencana di Kota
Palu.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan yang
muncul dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana zona genangan tsunami dan implikasinya terkait kegiatan mitigasi
bencana di Kota Palu?
2. Sistem mitigasi bencana apa saja yang telah dilakukan di Kota Palu, baik
oleh pemerintah maupun pemerintah daerah?

1.3. Batasan Masalah


Agar tidak terjadi perluasan pembahasan, maka perlu adanya pembatasan
masalah. Batasan masalah dalam penulisan ini meliputi :
1. Dalam penulisan ini ruang lingkup yang diambil adalah di Kota Palu.

2
2. Data yang digunakan dalam penyusunan penulisan ini berupa data-data
yang diperoleh dari jurnal dan studi literatur yang telah di lakukan
sebelumnya. Jenis data tersebut berupa data kualitatif dan kuantitatif.
3. Hasil yang diperoleh dari penulisan ini adalah bencana tsunami dan
implikasinya serta sistem mitigasi bencana yang dilakukan oleh
pemerintah maupun pemerintah daerah di Kota Palu
1.4. Maksud dan Tujuan
 Maksud dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui implikasi bencana
tsunami serta sistem evakuasi berbasis jalur terpendek dan waktu evakuasi
minimum di Kota Palu.
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui zona genangan tsunami dan implikasinya terkait kegiatan
mitigasi bencana di Kota Palu.
2. Mengetahui sistem mitigasi bencana yang dilakukan oleh pemerintah
maupun pemerintah daerah di Kota Palu

3
BAB II
PEMBAHASN
2.1. Pengertian Tsunami
Tsunami merupakan gerakan badan air yang disebabkan perubahan
permukaan laut secara vertikal dengan tiba-tiba. Perubahan permukaan laut dapat
di sebabkan oleh gempa yang berasal dari bawah laut, letusan gunung berapi
bawah laut, longsor bawah laut, atau di laut atau meteor.
Gelombang tsunami mampu merambat ke segala arah. Energi yang terdapat
dalam gelombang tsunami sangat lah besar. Tsunami terkadang dianggap sebagai
gelombang air pasang. Hal tersebut karena saat mencapai daratan, gelombang ini
memang lebih mirip air pasang yang tinggi dari pada menyerupai ombak biasa
yang mencapai pantai. Akan tetapi, sebenarnya gelombang tsunami sama sekali
tidak berkaitan dengan peristiwa pasang surut air laut. Gelombang tsunami
mampu merambat ke segala arah. Di laut yang dalam, gelombang tsunami
merambat dengan kecepatan mencapai 1000 km/jam, menyamakan kecepatan
pesawat terbang. Ketinggian gelombang di laut yang dalam hanya berkisar 1
meter. Dengan demikian, laju gelombang tidak terlalu terasa oleh kapal yang
sedang berada di laut. Akan tetapi, ketika mendekati pantai, kecepatan gelombang
tsunami menurun. Namun, ketinggiannya sudah meningkat sampai puluhan meter.
2.2. Penyebab Terjadinya Tsunami
1. Gempa di bawah laut
Gempa bumi yang terjadi di bawah laut merupakan penyebab paling sering
terjadinya tsunami. Gerakan vertikal pada kerak bumi (gempa) dapat
menyebabkan dasar laut naik atau turun secara mendadak, yang menyebabkan
gangguan keseimbangan air yang ada di atasnya. Kondisi ini mengakibatkan
terjadinya aliran energi laut, yang ketika tiba di pantai menjadi tsunami.
Walaupun demikian, tidak semua gempa yang terjadi di bawah laut mampu
menyebabkan tsunami. Gempa bumi bawah laut yang menyebabkan terjadinya
tsunami adalah gempa bumi yang memenuhi kriteria seperti berikut : 
 Pusat gempa kurang dari 30 kilometer di bawah permukaan laut
 Gempa bumi yang berkekuatan minimal 6,5 SR

4
 Gempa bumi yang diakibatkan pola sesar naik atau turun
2. Meletusnya Gunung Berapi
Gunung berapi banyak terdapat di seluruh penjuru dunia. Letusan dari
gunung berapi mampu menyebabkan terjadinya gempa vulkanik (gempa yang
terjadi karena letusan gunung berapi). Meskipun sangat jarang terjadi, tsunami
yang disebabkan letusan gunung berapi berdampak sangat dahsyat.
Ditambah lagi jika posisi gunung berapinya ada di bawah laut.
3. Longsor Bawah Laut
Longsor bawah laut umumnya terjadi akibat hantaman antara lempeng
benua dan lempeng samudera yang disebabkan gempa dan perubahan air laut.
Keadaan ini membentuk paling laut secara tiba-tiba mempengaruhi pergerakan
volume air yang mendadak. Pada skala tertentu bisa menyebabkan tsunami. Ciri-
ciri tsunami yang disebabkan oleh longsor bawah laut adalah gempa yang berskala
kecil tapi mampu mengakibatkan tsunami yang dahsyat.
4. Hantaman Meteor
Tsunami juga bisa terjadi akibat jatuhnya meteor ke lautan. Selain itu,
meteor yang jatuh ke permukaan laut juga bisa menyebabkan ketidakseimbangan
lempeng di bawah laut yang menimbulkan terjadinya gempa. Hal ini jarang
terjadi, akan tapi berakibat tejadinya tsunami yang sangat besar.
5. Ulah Manusia
Beberapa ulah manusia juga memungkinkan untuk merusak bumi.
Misalnya, untuk menguji senjata untuk perang seperti bom nuklir. Jika pengujian
tersebut dilakukan di lautan, hal ini berpotensi menimbulkan gempa di bawah laut
yang berpotensi menimbulkan tsunami.

2.3. Proses Terjadinya Tsunami


Tsunami bisa terjadi disebabkan gangguan yang dapat menyebab kan
perpindahan air dalam jumlah yang besar, seperti letusan gunung berapi, gempa bumi,
tanah longsor atau meteorit yang jatuh menimpa permukaan bumi. Namun, 90 %
tsunami disebabkan oleh gempa yang berpusat di bawah laut. Gerakan vertikal di kerak

5
bumi bisa menyebabkan kenaikan dasar laut atau menjatuhkan secara mendadak, yang
mampu mengakibatkan gangguan keseimbangan air di dalamnya. Kondisi ini
mengakibatkan aliran energi air laut, yang ketika tiba di pantai menjadi gelombang
tsunami yang dihasilkan besar. Kecepatan gelombang tsunami bergantung pada
kedalaman laut tempat sumber gempa terjadi, di mana kecepatannya mampu mencapai
ratusan kilometer per jam. Ketika tsunami mencapai pantai, kecepatannya akan menjadi
berkurang. Di tengah, tinggi gelombang tsunami laut hanya mencapai beberapa
sentimeter sampai beberapa meter. Akan tetapi, saat mencapai pantai, tinggi gelombang
mampu mencapai puluhan meter karena ditambah jumlah air di sebelumnya. Ketika
tsunami mencapai pantai, gelombang akan menjalar menjauhi dari garis pantai dengan
jangkauan beberapa ratus meter bahkan dapat mencapai beberapa kilometer.
2.4. Dampak Tsunami
A. Dampak Positif 
 Tumbuhnya kerja sama untuk menolong korban bencana
 Timbulnya rasa kemanusiaan
 Mengetahui sampai kekuatan konstruksi bangunan yang telah ada serta
kelemahannya sehingga bisa dilakukan inovasi baru untuk kekuatan
konstruksi yang lebih baik
B. Dampak Negatif 
 Banyak terdapat kerusakan rumah dan fasilitas umum
 Banyak menimbulkan korban jiwa
 Muncul kekacauan ekonomi dan politik
 Timbul penyakit

2.5. Tektonik Pulau Sulawesi


Pulau Sulawesi terletak pada zona pertemuan di antara tiga pergerakan
lempeng besar yaitu pergerakan lempeng Hindia Australia dari selatan dengan
kecepatan rata 7 cm/tahun, lempeng Pasifik dari timur dengan kecepatan sekitar
6cm/tahun dan lempeng Asia bergerak relatif pasif ke tenggara. Posisi Sulawesi
yang berada pada kawasan lempeng tektonik microplate sangat rawan terhadap

6
gerakan dan benturan ketiga lempeng bumi tersebut yang akan menimbulkan
fenomena geologi dan dampak merugikan pada kehidupan manusia, terutama
ancaman gempa dan tsunami yang di setiap saat dapat terjadi.
Perkembangan tektonik di kawasan Pulau Sulawesi berlangsung sejak
zaman Tersier hingga sekarang, sehingga Pulau Sulawesi termasuk daerah teraktif
di Indonesia dan mempunyai fenomena geologi yang kompleks dan rumit.
Manifestasi tektonik yang ditimbulkan berupa patahan dan gunung api, seperti
patahan Walanae(Sulawesi Selatan), Palu Koro (dari Flores, Palu hingga Selat
Makassar), Patahan Gorontalo, patahan Batui (Sulawesi Tengah), patahan naik
Selat Makassar dan patahan Matano, Lawa noppo dan Kolaka (Sulawesi
Tenggara).
Dari fenomenal geologi dan tektonik tersebut di atas, maka di kawasan
Pulau Sulawesi terdapat beberapa daerah rawan terhadap bencana terutama
masalah gempa dan tsunami, seperti daerah-daerah yang berada pada jalur
Patahan Walanae, Palu Koro, Selat Makassar terutama bagian tengah dan utara,
perpotongan antara patahan Kolaka dan Palu Koro, patahan Gorontalo, Batui,
Matano dan patahan Kolaka. Daerah-daerah yang harus mendapat perhatian dan
harus diwaspadai adalah daerah perpotongan atau persinggungan di antara
patahan, karena di daerah ini gempa dapat bergenerasi dan berpotensi
menimbulkan bencana geologi.
Sebagai contoh, gempa yang terjadi di Makassar pada tanggal 12 Desember
2010 dengan kekuatan5,9 SR pusat gempa terletak 232 km ke arah barat daya
Makassar, berada pada daerah perpotongan patahan Selat Makassar dengan
patahan Laut Flores Barat.

7
Gambar 2.1. Geologi Pulau Sulawesi (cottam et al, 2011).
Perkembangan tektonik di kawasan Pulau Sulawesi berlangsung sejak
zaman Tersier hingga sekarang, sehingga bentuknya yang unik menyerupai huruf
“K”, dan termasuk daerah teraktif di Indonesia, mempunyai fenomena geologi
yang kompleks dan rumit. Manifestasi tektonik yang ditimbulkan berupa patahan
dan gunung api dapat menimbulkan gempa, tsunami dan bencana geologi lainnya.
Secara tektonik/struktur dan sejarah perkembangannya, Pulau Sulawesi di
bagi dalam 4 (empat) mintakat geologi (Endarto dan Surono, 1991) yaitu busur
vulkanik Sulawesi Barat, kontinental kerak Banggai Sula, oseanik kerak Sulawesi
Timur dan kompleks metamorf Sulawesi Tengah. Keempat mintakat tersebut di
pisahkan oleh batas – batas tektonik yang saling mempengaruhi satu sama lain.
Sehubungan dengan kejadian gempa dan tsunami akibat aktivitas tektonik di atas,
maka ada beberapa daerah yang harus diwaspadai yaitu pada daerah perpotongan
atau persinggungan di antara patahan, karena pada dasarnya di daerah inilah
gempa dapat bergenerasi dan berpotensi menimbulkan bencana geologi
Secara tektonik Pulau Sulawesi dibagi dalam empat mintakat yang didasari
atas sejarah pembentukannya yaitu Sulawesi Barat, Sulawesi Timur, Banggai Sula

8
dan Sulawesi Tengah yang bersatu pada kala Miosen – Pliosen oleh interaksi
antara lempeng Pasifik, Australia terhadap lempeng Asia.
2.6. Sejarah Gempa dan Tsunami Kota Palu
Daerah Palu dan sekitarnya, selain sangat rawan gempa bumi juga rawan
terhadap tsunami. Kerawanan gempa bumi dan tsunami daerah ini sudah di
buktikan dengan beberapa catatan sejarah gempa bumi dan tsunami yang
berlangsung sejak tahun 1927, seperti Gempa bumi dan Tsunami Palu 1927,
Gempa bumi dan Tsunami Parigi 1938 dan Gempa bumi dan Tsunami
Tambu,1968. Gempa bumi dan Tsunami Palu 1 Desember 1927 bersumber di
teluk Palu dan mengakibatkan kerusakan parah di Kota Palu, Palu, Biro maru dan
sekitar nya. Gempa bumi juga dirasakan di bagian tengah Pulau Sulawesi yang
jaraknya sekitar230 kilometer. Selain menimbulkan kerusakan sangat parah,
gempa bumi ini juga memicu tsunami di Teluk Palu
Gempa bumi dan Tsunami Parigi 20 Mei 1938 terjadi sangat dahsyat,
hingga dirasakan hampir di seluruh bagian Pulau Sulawesi dan Bagian
timur pulau Kalimantan. Daerah yang menderita kerusakan paling parah adalah
kawasan Teluk Parigi. Di tempat ini dilaporkan 942 unit rumah roboh. Kerusakan
yang di timbulkan ini meliputi lebih dari 50 % rumah yang ada wilayah tersebut,
sedangkan 184 rumah lainnya rusak ringan. Di Teluk Parigi dilaporkan 16 orang
tewas tenggelam, dan di Ampibabo satu orang tewas tersapu gelombang tsunami.
Dermaga Pelabuhan Parigi hanyut, dan menara suar penjaga pantai mengalami
rusak berat. Binatang ternak dan pohon kelapa juga banyak yang hanyut tersapu
gelombang tsunami. Beberapa ruas jalan di daerah Maretantale mengalami retak-
retak dengan lebar 50 cm di sertai keluar lumpur, bahkan sebuah rumah bergeser
hingga 25 meter, namun daerah Palu mengalami kerusakan ringan. Di daerah
Poso dan Tinombo di rasakan getaran sangat kuat, tetapi tidak menimbulkan
kerusakan. Gempa bumi dan Tsunami Tambu 14 Agustus 1968 merupakan gempa
bumi kuat yang bersumber di lepas pantai barat laut Sulawesi. Akibat gempa bumi
tersebut, di Teluk Tambu, antara Tambu dan Sabang, terjadi fenomena air surut
hingga kira-kira 3 meter dan selanjutnya terjadi hempasan gelombang tsunami.
Pada beberapa tebing terjadi longsoran dan terjadi retakan tanah yang disertai

9
munculnya pancaran air panas. Di Daerah Sabang dilaporkan bahwa tsunami
dating dengan suara gemuruh. Tsunami tersebut juga menyerang di sepanjang
pantai Palu. Menurut laporan, ketinggian gelombang tsunami mencapai 10 meter
dan limpasan tsunami ke daratan mencapai 500 meter dari garis pantai.
Daerah yang mengalami kerusakan paling parah adalah kawasan Mapaga.
Ditempat ini ditemukan160orang meninggal dan 40 orang dinyatakan hilang, serta
58 orang luka parah. Terakhir, Gempa bumi dan Tsunami Toli-Toli dan Palu
1996 (M6.3),menyebabkan 9 orang tewas,serta kerusakan parah di Desa Bangkir,
Toli - Toli, Tonggolobibi, dan Palu. Gempa bumi ini juga memicu
tsunami denganketinggian2 meter dengan limpasan air laut ke daratan sejauh 400
meter (Suparto et al.2006).Tingginya aktivitas gempa bumi di Daerah Palu
berlangsung hingga sekarang. Dalam beberapa tahun terakhir, gempa bumi kuat
masih terjadi dan mengguncang kawasan ini, seperti Gempa bumi Palu- Palu yang
terjadi pada tanggal 24 Januari 2005 yang menyebabkan satu orang meninggal
dan 4orang luka- luka. Bagi masyarakat Palu dan sekitarnya, kondisi alam yang
kurang bersahabat ini adalah sesuatu yang harus diterima sehingga mau tidak
mau, suka atau tidak suka, semua itu adalah risiko yang harus dihadapi sebagai
penduduk yang tinggal di kawasan seismik aktif. Bagi kalangan ahli kebumian
dan instansi terkait dalam penanganan bencana, labilnya Daerah Palu secara
tektonik merupakan tantangan berpikir untuk menyusun strategi mitigasi yang
tepat untuk memperkecil risiko jika
2.7. Karakteristik Wilayah Kota PaluA.
A. Batas Administrasi dan Letak Geografis Kota Palu
 Kota Palu secara geografis berada di tengah wilayah Kabupaten Donggala.
Tepatnya sepanjang bibir pantai Teluk Palu atau memanjang dari timur ke barat,
terletak di sebelah utara garis khatulistiwa pada koordinat 0,35°–1,20° Lintang
Utara dan 120°–122,09° Bujur Timur. Luas wilayah Kota Palu adalah 369,46
km2atau 36.946 ha dan terdiri atas 8 Kecamatan. Lebih jelas mengenai batas
administrasi dan letak geografis Kota Palu, dapat dilihat pada Gambar 2.2.
B. Penggunaan Lahan Kota Palu

10
 Penjelasan mengenai jenis dan luasan penggunaan lahan Kota Palu dapat di lihat
pada Tabel 2.1.
Jenis Luas Wilayah
LuasWilayah(%
PenggunaanLahan (Km2)
Hutan 186,315 50,43
Semak Belukar 69,327 18,76
Kebun 39,439 10,76
Ladang 5,215 1,41
Lahan Kosong 11,962 3,24
Pemukiman 35,401 9,58
Rumput 0,221 0,06
Sawah 12,215 3,31
Jalan 4,025 1,09
Tambak 0,257 0,07
Sungai 5,083 1,38
Total 369,46 100,09
Sumber: RTRW Kota Palu Tahun 2006 – 2025 dan Data Spasial Kota Palu
Tahun2012.

Gambar 2.2. Peta Administrasi Kota Palu (sumber: Komunitas Atlas Geografi,
2015)

11
2.8. Permodelan Zona Genangan Tsunami di Sekitar Kota Palu
Permodelan zona genangan tsunami dilakukan dengan menggunakan lima
skenario ketinggian run-up pada garis pantai, yakni 1m, 2m, 5m, 10m, dan
15m.Dari permodelan tersebut ditunjukkan bahwa pada skenario ketinggian run-
up 1meter, rendaman tsunami menggenangi wilayah Kota Palu seluas 328,2 Ha di
mana mayoritas wilayah yang tergenang masih berupa lahan kosong dan sedikit
permukiman. Genangan terluas terdapat di Kecamatan Palu Utara dengan
luas112,06 ha atau 34,14% dari total luas wilayah yang tergenang tsunami dengan
ketinggian 1 meter. Wilayah genangan terkecil berada di Kecamatan Palu Timur,
yang hanya seluas 14,60 ha atau 4,45% dari total luas wilayah genangan tsunami1
meter.
Pada permodelan tsunami dengan ketinggian run-up 2 meter ini, genangan
tsunami menjalar hingga tambak-tambak penduduk. Total luas wilayah yang
tergenang dalam skenario ini adalah 706,25 Ha atau meningkat 53,52 % dari
luasan genangan tsunami pada skenario run-up 1 meter. Kecamatan dengan
wilayah genangan terbesar adalah Kecamatan Palu Utara seluas 202,5 ha
atau30,09%. Sedangkan wilayah genangan terkecil adalah Kecamatan Palu Timur
dengan luasan 33,85 ha dengan persentase 4,79%.Pada permodelan tsunami
dengan ketinggian run-up 5 meter, genangan tsunami semakin menjalar ke
wilayah daratan. Berdasarkan hasil permodelan diperoleh hasil bahwa genangan
tsunami dengan ketinggian 5 meter telah memasuki wilayah permukiman
penduduk ke arah pusat Kota Palu. Wilayah dengan luas genangan terkecil adalah
Kecamatan Palu Timur dengan luas 117,29Ha, sedangkan wilayah dengan
genangan terluas adalah Kecamatan Palu Utara dengan luas 428,47 Ha (28,12%
dari total luas wilayah genangan pada ketinggian run-up 5 meter).Pada ketinggian
10 meter, genangan tsunami telah menjalar hingga Sungai Palu, wilayah
permukiman di sekitar sungai, sebagian permukiman dan lahan kosong di
sepanjang pantai bagian barat sisi timur, dan permukiman-permukiman lain yang
mengarah ke arah pusat kota. Luas genangan pun semakin besar, yaitu2380, 59
Ha, di mana luas genangan terbesar berada di Kecamatan Palu Utara(619,39 Ha).
Bahkan, Kecamatan Palu Selatan dan Kecamatan Tatanga yang sebelumnya tidak

12
tergenang tsunami, diprediksikan turut tergenang seluas 0,10 Ha dan 7,92 Ha jika
terjadi tsunami dengan ketinggian 10 meter. Permodelan tsunami dengan
ketinggian run-up 15 meter tergolong tingkat bahaya sangat tinggi. Hasil
permodelan pada ketinggian 15 meter menunjukkan bahwa genangan tsunami
semakin meluas dan menjalar ke arah pusat Kota Palu. Luasan genangan tsunami
mencapai 3458,56 Ha atau meluas 31,16% dari luasan genangan tsunami pada
ketinggian 10 meter. Luas genangan terbesar berada di Kecamatan Palu Utara dan
luas genangan terkecil berada di Kecamatan Palu Selatan dengan luas masing-
masing 842,84 Ha dan 34,94 Ha. Permodelan tsunami dengan ketinggianrun-up15
meter dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Permodelan Tsunami dengan Run-Up 15 Meter


(sumber :Rahmat Aris P & Iwan Rudiarto,2013)

2.9. Zona Bahaya Tsunami


Secara umum, luas bahaya tsunami Kota Palu adalah 3558,56 ha atau
±9,63% dari luas wilayah Kota Palu (luas Kota Palu adalah 36.946 ha). Seluruh
wilayah kecamatan yang ada di Kota Palu memiliki potensi terkena bahaya

13
tsunami, baik mulai tingkat bahaya rendah hingga tingkat bahaya sangat tinggi,
kecuali Kecamatan Palu Selatan dan Kecamatan Tatanga yang tidak memiliki
bahaya tsunami yang sangat tinggi. Kecamatan yang mempunyai luas bahaya
tsunami terbesar adalah Kecamatan Palu Utara, yaitu 842,84 Ha. Luas Kecamatan
Palu Utara adalah 3171 Ha sehingga luas kecamatan yang diprediksikan tergenang
adalah 26,58% dari luas wilayah total. Kecamatan dengan luas bahaya tsunami
terkecil adalah Kecamatan Palu Selatan. Zona bahaya tsunami dapat dilihat pada
Gambar 2.4

Gambar 2.4. Zona Bahaya Tsunami Kota Palu (sumber: Rahmat Aris P &Iwan
Rudiarto, 2013)
2.10. Zona Kerentanan Tsunami
Parameter yang digunakan dalam penentuan tingkat kerentanan Kota Palu
terhadap tsunami adalah kepadatan bangunan, jumlah penduduk wanita, balita,
dan manula, serta kepadatan penduduk. Dari parameter tersebut, diperoleh
4klasifikasi tingkat kerentanan tsunami di Kota Palu, yaitu kerentanan rendah,
sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Secara umum wilayah Kota Palu termasuk
dalam klasifikasi kerentanan tinggi terhadap tsunami. Wilayah yang mempunyai
kerentanan tinggi di Kota Palu adalah seluas 1190,91 Ha atau ±32,78% dari total
wilayah rentan di Kota Palu. Wilayah dengan kerentanan rendah seluas 1103,20

14
Ha, wilayah kerentanan sedang seluas 1076,50 Ha, serta wilayah kerentanan
sangat tinggi seluas 262,61Ha. Jika dirinci per kategori kecamatan, kecamatan
dengan luas kerentanan rendah terbesar adalah Kecamatan Palu Utara (288,57
Ha), kecamatan dengan luas kerentanan sedang terbesar adalah Kecamatan
Mantikulore (304,61Ha), kecamatan dengan luas kerentanan tinggi terbesar adalah
Kecamatan Mantikulore (359,87 Ha), dan kecamatan dengan luas kerentanan
sangat tinggi terbesar adalah Kecamatan Palu Selatan (179,54 Ha). Zona
Kerentanan Tsunami dapat dilihat pada Gambar 2.5

Gambar 2.5. Zona Kerentanan Tsunami Kota Palu (sumber: Rahmat ArisP &
Iwan Rudiarto,2013)
2.11. Zona Risiko Bencana Tsunami
Risiko bencana tsunami merupakan hasil interaksi antara potensi bahaya
(hazard) dengan tingkat kerentanan daerah (Vulnerability). Luas wilayah berisiko
tsunami di Kota Palu yang adalah 1416l,02 Ha. Dari luas wilayah
tersebut ,mayoritas merupakan wilayah berisiko tinggi, yaitu seluas 710,55 Ha.
Jika di rinciper kategori, wilayah berisiko rendah mempunyai luas 90,91 Ha
dengan wilayah terluas di Kecamatan Palu Utara (31,34 Ha), wilayah berisiko
sedang seluas402,59 Ha dengan wilayah terluas di Kecamatan Ulujadi (127,15
Ha), serta wilayah berisiko sangat tinggi seluas 211,97 Ha dengan luasan terbesar

15
di Kecamatan Palu Timur (126,46 Ha). Risiko bencana tsunami dapat dilihat pada
gambar 2.6

Gambar 2.6.Zona Risiko Tsunami Kota Palu (sumber: Rahmat Aris P &Iwan
Rudiarto,2013)

2.12. Lokasi Rawan dan Lokasi Evakuasi


Lokasi rawan yaitu merupakan lokasi kawasan terbangun yang mengalami
penggenangan (termasuk zona risiko) ataupun yang dekat dengan lokasi
penggenangan. Berdasarkan kondisi di lapangan, terdapat 108 lokasi rawan yang
dijadikan bangkitan dalam penentuan rute evakuasi. Kemudian, berdasarkan
kriteria prioritas lokasi evakuasi di atas dan pengamatan di lapangan, diperoleh
lokasi evakuasi sebanyak 161 unit, di mana sebagian besar bangunan yang dapat
digunakan sebagai shelter berupa bangunan peribadatan dan juga bangunan
pemerintahan serta pendidikan. Lokasi Rawan dan Lokasi Evakuasi bisa dilihat
pada Gambar 2.7

16
Gambar 2.7.Lokasi Rawan dan Lokasi Evakuasi Bencana Tsunami KotaPalu
(sumber: Rahmat Aris P & Iwan Rudiarto, 201).

2.13. Rute Evakuasi

Jaringan yang dipergunakan dalam pembuatan rute evakuasi tsunami


yaitu jaringan jalan. Nilai pada tiap segmen jalan adalah waktu tempuh tiap segme
ndengan memasukkan nilai waktu rata-rata orang berjalan yaitu sebesar
0,75m/detik. Berdasarkan hasil penentuan rute evakuasi, diperoleh sebanyak 108
rute evakuasi terpilih dan dari 161 bangunan/ shelter yang dapat dijadikan sebagai
lokasi evakuasi, terdapat 50 lokasi yang terpilih. Lokasi tersebut terbagi lagidalam
dua kelompok berdasarkan lokasinya yaitu di dalam kawasan yang terkena risiko
tsunami maupun kawasan yang aman terhadap risiko tsunami. Rute Evakuasi bisa
dilihat pada Gambar 2.8)

17
Gambar 2.8.Rute Evakuasi Bencana Tsunami Kota Palu (sumber:Rahmat
Aris P & Iwan Rudiarto, 2013)
2.14. Mitigasi Bencana Tsunami
Secara umum pengertian mitigasi adalah pengurangan, pencegahan ataubisa
dikatakan sebagai proses mengupayakan berbagai tindakan preventif untuk
meminimalisasi dampak negatif bencana yang akan terjadi. Pengertian dari
Mitigasi Bencana Geologi (Geologi Hazard Mitigation) adalah pengurangan,
pencegahan atau proses mengupayakan berbagai tindakan preventif untuk
meminimalisasi dampak negatif terhadap bencana alam geologi. Definisi Bencana
adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang di sebabkan, baik oleh faktor alam
dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis. (Definisi bencana menurut UU No. 24 tahun 2007).

18
BAB III
KESIMPULAN
3.1.Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan dari studi kasus ini yaitu:
1. Pulau Sulawesi terletak pada zona pertemuan di antara tiga pergerakan
lempeng besar yaitu pergerakan lempeng Hindia Australia dari selatan
dengan kecepatan rata 7 cm/tahun, lempeng Pasifik dari timur dengan
kecepatan sekitar 6 cm/tahun dan lempeng Asia bergerak relatif spesifk ke
tenggara. Posisi Sulawesi yang berada pada kawasan lempeng tektonik
microplate sangat rawan terhadap gerakan dan bentuk ke tiga lempeng
bumi tersebut yang akan menimbulkan fenomena geologi dan dampak
merugikan pada kehidupan manusia, terutama ancaman gempa dan
tsunami yang di setiap saat dapat terjadi.
2. Kerawanan gempa bumi dan tsunami daerah ini sudah di buktikan dengan
beberapa catatan sejarah gempa bumi dan tsunami yang berlangsung sejak
tahun 1927, seperti Gempa bumi dan Tsunami Palu1927, Gempa bumi dan
Tsunami Parigi 1938 dan Gempa bumi dan Tsunami Tambu 1968.
3. Untuk menilai sejauh mana potensi yang dimiliki oleh Kota Palu terhadap
bencana tsunami, maka dibuatlah beberapa permodelan zonasi wilayah
yang bahaya terhadap tsunami. Hasil dari permodelan ini dapat dijadikan
masukan secara langsung untuk mendeliniasi wilayah yang bahaya
terhadap tsunami. Tindakan yang di lakukan sebagai implikasi terhadap
bentuk mitigasi bencana tsunami di Kota Palu adalah mitigasi pasif atau
non fisik yaitu berupa kajian kebencanaan meliputi analisa kawasan
bahaya tsunami, kawasan rentan tsunami, kawasan resiko bencana
tsunami, dan penentuan lokasi evakuasi berdasarkan ketentuan buil ding
code serta penentuan rute evakuasi.
4. Terdapat beberapa kegiatan mitigasi bencana tsunami yang telah di
laksanakan di Kota Palu, yaitu telah dibuat membuat rambu-rambu
evakuasi yang dipasang di sejumlah jalan yang berada di sekitar Teluk
Palu. Rambu persegi panjang berwarna cokelat itu bertuliskan jalur

19
evakuasi disertai gambar ombak dan tanda panah yang mengarahkan ke
titik aman. Selain itu, Kota Palu telah memiliki satu unit sirene peringatan
dini bencana tsunami berdaya jangkau 3 kilometer. Pemerintah bekerja
sama dengan seniman lokal guna membuat lagu atau syair menggunakan
bahasa yang mudah dipahami masyarakat dan juga memanfaatkan kearifan
lokal sebagai sarana peringatan dini, dan juga menggunakan radio sebagai
sarana peringatan dini bencana.
3.2.Saran
 Berikut di bawah ini terdapat beberapa saran yang penulis cantumkan bertujuan
untuk pengembangan mitigasi bencana Kota Palu selanjutnya:
1. Menambah beberapa unit sirine peringatan dini bencana tsunami
2. Melakukan sosialisasi atau penyuluhan mengenai ancaman tsunami, serta
cara menghadapi tsunami kepada masyarakat
3. Membangun shelter yang terpilih sebagai bangunan evakuasi beradadi
wilayah yang tidak berisiko tsunami.
4. Mengutamakan pengintegrasian tindakan mitigasi bencana tsunami di
Kota Palu ke dalam bentuk dokumen tata ruang seperti Dokumen
Peraturan Daerah (Perda) RTRW Kota Palu, RDTRK, izin lokasi, dan Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) sesuai dengan karakteristik potensi bencana
tsunami di Kota Pal

20
DAFTAR PUSTAKA

 Aris Pratomo, Rahmat., & Rudiarto, Iwan. (2013). Permodelan Tsunami


dan Implikasinya Terhadap Mitigasi Bencana di Kota Palu. Biro
Penerbit Planologi Undip Vol. 9(2):174-18. Diakses 25 Maret 2018, pukul
18:44,(https://www.researchgate.net/publication/317074396_Permodelan_
Tsunami_dan_Implikasinya_Terhadap_Mitigasi_Bencana_di_Kota_Palu)
 Daryono. 2011. “Tataan Tektonik dan Sejarah Kegempaan Palu,
SulawesiTengah. Artikel Kebumian. Badan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika”.Diakses 10 April, pukul 13:44, (https://www. facebook.
com/notes/wwwbmkggoid/tataan-tektonik-dan-sejarah-kegempaan-palu-
sulawesi-tengah/494939305788/)
 Dikmansyah, Dwi. (2017). Cara Pushidrosal Antisipasi Bencana
TsunamiTNI AL Kembangkan Pangkalan di Teluk Ratai Lampung dan
Teluk PaluSulawesi Tengah. Diakses 26 Aril 2017, pukul
19:47(http://www.siagaindonesia.com/171460/cara-pushidrosal-antisipasi-
bencana-tsunami.html)
 Ilmu Dasar. (2017). “Tsunami: Pengertian, Penyebab, Dampak,
dan Proses”.Diakses 10 April 2018, pukul 19:24, (https://www. ilmudasar.
com/2017/04/Pengertian-Dampak-Proses-Terjadi-dan-Penyebab-Tsunami-
adalah.html)
 Lageni, Nursang., Al Saban, M.I., Tarmizin., Pujiasih, Tri., Belafista.,
Israwati. (2015). Tektonik Pulau Sulawesi.Tugas Geologi Indonesia.
Diakses10 April, pukul 13:57 ,(http://uchanklageni .blogspot. co.
id/2015/11/tektonik-pulau-sulawesi. html)
 Maruto, Riski. (2012). Kota Palu Sudah Harus Miliki "shelter". Antara
Sulteng. Diakses 26 April 2018, pukul 19:22, (https://sulteng .antaranews.
com/berita/5218/kota-palu-sudah-harus-miliki-shelter-oleh-riski-maruto)
 Noor, Djauhari. (2014). Pengantar Mitigasi Bencana Geologi . Yogya
karta :Deepublish.

21
 Wikipedia. (2016). “Sistem Peringatan Dini Tsunami”. Diakses 10
April2018, pukul 19:07, (https://id. wikipedia. org/ wiki /Sistem_
peringatan_dini_ tsunami).

22
I

Anda mungkin juga menyukai