Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH MASALAH GIZI “WASTING”

Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Dasar Gizi
Dosen Pengampu: Febrianti, S.P., M.Si.

Kelompok Penyusun :
Arfiansyah Audah Fakhri(11191010000038)
Feby DwiNaisya Rahmah( 11201010000065)
Gianluigi Fahrezi (11201010000069)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
NOVEMBER/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. karena atas nikmat dan karunia-Nya penulis
dapat merampungkan makalah yang berjudul “Masalah Gizi ‘Wasting’” tanpa
kendala yang berarti. Makalah ini disusun sebagai mata kuliah Dasar Gizi dengan
dosen pengampu Febrianti, S.P., M.Si. pada program studi Kesehatan Masyarakat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-
besarnya kepada para dosen pengampu mata kuliah Dasar Kesehatan Masyarakat
yang telah membimbing penulis dalam menyusun makalah ini. Penyusun berharap
agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang permasalahan
gizi yang ada di masyarakat. Tak lupa, penulis juga mengucapkan terima kasih
pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.

Tangerang, 05 November 2021

Tim penyusun,

Kelompok 8

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB 1 Pendahuluan ................................................................................................ 1
1. Latar Belakang ................................................................................................ 1
2. Tujuan ............................................................................................................. 2
BAB 2 Proses Biologis Terjadinya Masalah Gizi ................................................... 3
1. Zat Gizi Terkait dan Anjuran Konsumsinya Per Hari ..................................... 3
A. Karbohidrat................................................................................................. 3
B. Protein ........................................................................................................ 5
C. Lemak ......................................................................................................... 6
D. Energi ......................................................................................................... 7
2. Proses Biologis dalam Tubuh ......................................................................... 8
3. Penentuan Trigger Level ................................................................................. 9
4. Pengukuran Antropometri ............................................................................. 10
BAB 3 Faktor Risiko Masalah Gizi ...................................................................... 13
1. Framework .................................................................................................... 13
A. Studi Cohort ............................................................................................. 14
B. Studi Cross Sectional................................................................................ 16
C. Studi Case Control.................................................................................... 16
BAB 4 Pencegahan Masalah Gizi ......................................................................... 18
Daftar Pustaka ....................................................................................................... 22

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Wasting atau gizi kurus merupakan kejadian kekurangan gizi akut akibat dari
terjadinya penurunan berat badan yang cepat atau kegagalan untuk menambah berat
badan (UNICEF, 2020). Wasting didasarkan pada indeks berat badan menurut
panjang badan atau tinggi badan (BB/PB atau BB/TB) anak usia 0 (nol) sampai
dengan 60 (enam puluh) bulan. (PMK, 2020). Menurut data Riskesdas tahun 2018,
prevalensi wasting di Indonesia mengalami penurunan dari tahun-tahun
sebelumnya yakni sebesar 10,2% dan semua provinsi memiliki prevalensi balita
kurus di bawah 15%, dengan provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) memiliki
prevalensi tertinggi yakni sebesar 14,4% (Kementerian PPN/Bappenas, 2019).
Namun hal ini bukan berarti wasting menjadi masalah kesehatan yang sudah selesai
karena wasting masih dianggap sebagai masalah gizi utama di Indonesia yang
belum memenuhi standar dari WHO yakni sebesar 5% dan standar RPJMN yaitu
sebesar 9,5% (Kementerian PPN/Bappenas, 2019).

Masalah gizi seperti wasting ini memiliki dampak yang serius terhadap kualitas
generasi-generasi di masa yang akan datang. Anak yang menderita wasting akan
mengalami gangguan dalam pertumbuhan fisik dan perkembangannya, seperti
menurunkan kecerdasan dan kreativitasnya, serta memiliki resiko lebih besar untuk
terserang penyakit karena daya tahan tubuhnya yang lebih rendah. Anak yang
mengalami wasting juga memiliki resiko kematian 11,6 kali lebih besar daripada
anak-anak yang memiliki gizi baik dan bagi mereka yang bertahan hidup akan terus
mengalami masalah pada pertumbuhan dan perkembangan sepanjang hidup mereka
(Kementerian PPN/Bappenas, 2019).

Kejadian wasting berhubungan erat dengan status gizi pada individu yang
menderitanya. Status gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas
pertumbuhan dan perkembangan yang akhirnya berpengaruh terhadap kualitas

1
sumber daya manusia (SDM) serta status gizi merupakan gambaran dari keadaan
gizi di masyarakat. Apabila masyarakat memiliki status gizi yang rendah, maka
keberhasilan kualitas SDM nya akan menurun. Pembangunan kualitas SDM yang
baik untuk mencapai manusia yang sehat, cerdas, produktif, dan mandiri harus
sejalan dengan peningkatan status gizi di masyarakat. Masalah gizi seperti wasting
yang berpengaruh besar terhadap kualitas SDM harus mendapat perhatian khusus
dan harus segera diselesaikan agar pembangunan kualitas SDM yang baik dapat
berjalan dengan lancar dan nantinya kualitas SDM yang baik dapat membangun
Indonesia menjadi negara yang lebih maju.

2. Tujuan
• Menjelaskan proses biologis kejadian wasting
• Menjelaskan zat gizi yang berperan dalam kejadian wasting
• Mengidentifikasi trigger level wasting dan cara mengukur status gizinya
• Menjabarkan faktor risiko wasting berdasarkan contoh kasus yang sudah
dipilih
• Menerangkan tentang pencegahan dari masalah gizi wasting

2
BAB 2
PROSES BIOLOGIS TERJADINYA MASALAH GIZI

1. Zat Gizi Terkait dan Anjuran Konsumsinya Per Hari

A. Karbohidrat
Karbohidrat sebagai salah satu sumber energi utama bagi tubuh merupakan
zat makanan yang paling cepat menyuplai bahan bakar tubuh, sehingga jika
seseorang dalam kondisi lapar, maka makanan yang dipilih pertama kali
untuk mengatasi rasa lapar adalah makanan yang mengandung sumber
karbohidrat.

Karbohidrat mempunyai fungsi utama yaitu sebagai sumber energi utama


tubuh. Sebagian besar karbohidrat yang masuk ke dalam tubuh berada di
dalam sirkulasi darah sebagai glukosa, dan berfungsi langsung memenuhi
keperluan energi. Namun fungsi karbohidrat bukan hanya sebagai sumber
energi tetapi juga memiliki fungsi lain dalam keberlangsungan proses
metabolisme dalam tubuh yaitu penyedia energi utama, pengatur
metabolisme lemak, penghemat protein, penyuplai energi otak dan syaraf,
membantu metabolisme lemak dan protein, pengatur peristaltik usus, pemberi
muatan sisa makanan, dan penyimpan glikogen (Azrimaidaliza et al., 2020).

Kekurangan karbohidrat akan memberikan dampak yang kurang baik bagi


tubuh yakni apabila asupan karbohidrat kurang atau tidak dapat memenuhi
kebutuhan energi untuk aktivitas sehari-hari, maka tubuh akan memakai
cadangan protein dan lemak tubuh sebagai sumber energi. Hal ini disebut
dengan kondisi ketosis. Bila dibiarkan, kondisi ketosis akan menghasilkan
penumpukan senyawa keton yang merupakan produksi dari metabolisme
lemak. Kadar keton yang berlebihan dapat memicu dehidrasi dan
mengganggu keseimbangan senyawa kimia dalam darah. Akibatnya, kadar
glukosa dan keton dalam aliran darah pun meningkat,atau biasa disebut

3
dengan ketoasidosis. Ketoasidosis ini dapat mengubah sifat darah menjadi
asam yang dapat membahayakan kesehatan.

Tabel 1: Kebutuhan karbohidrat per hari (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,


2014).

Berdasarkan tabel diatas, kebutuhan karbohidrat menurut umur yaitu untuk


anak usia 0-5 bulan membutuhkan 59 gram karbohidrat per hari, usia 6-11
bulan membutuhkan 105 gram karbohidrat per hari, usia 1-3 tahun
membutuhkan 215 gram karbohidrat per hari, dan usia 4-6 tahun
membutuhkan 220 gram karbohidrat per hari.

4
B. Protein
Protein merupakan salah satu zat gizi makro yang penting bagi kehidupan
manusia selain karbohidrat dan lemak. Protein dikaitkan dengan berbagai
bentuk kehidupan, salah satunya adalah enzim yang dibuat dari protein. Tidak
ada kehidupan tanpa adanya enzim yang terdapat dalam berbagai jenis dan
fungsi yang berbeda di dalam tubuh manusia. Fungsi protein ialah memberi
tubuh asam amino yang digunakan untuk membangun dan memelihara
jaringan seperti otot, tulang, enzim, dan sel darah merah. Tubuh juga dapat
menggunakan protein sebagai sumber energi.

Kekurangan asupan protein menyebabkan gangguan pada mukosa,


menurunnya sistem imun sehingga mudah terserang penyakit infeksi seperti
infeksi saluran pencernaan (misal: diare) dan pernafasan. Hal ini disebut juga
dengan kurang energi protein (KEP). Kondisi kekurangan energi dan protein
pada balita dan anak-anak menyebabkan gangguan pada perkembangan
kognitif yang berdampak pada kecerdasan otak anak.

Tabel 2: Kebutuhan asupan protein per hari (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2014).

5
Berdasarkan tabel diatas, kadar protein normal tubuh menurut umur yaitu
untuk anak usia 0-5 bulan membutuhkan 1,31 protein/kg bb, usia 6-11 bulan
membutuhkan 1,14 protein/kg bb, usia 1-3 tahun membutuhkan 1,01
protein/kg bb, dan usia 4-6 tahun membutuhkan 0,87 protein/kg bb.

C. Lemak
Lemak (lipid) adalah zat organik hidrofobik yang bersifat sukar larut dalam
air. Namun lemak dapat larut pada larutan non polar seperti eter, alkohol,
kloroform, dan benzena. Lemak adalah zat yang kaya akan energi dan
berfungsi sebagai sumber energi yang memiliki peran penting dalam proses
metabolisme lemak. Fungsi Lemak ialah untuk menghasilkan energi dan
untuk membantu penyerapan vitamin vitamin larut lemak.

Kekurangan asupan lemak akan berdampak pada kurangnya asupan kalori


atau energi untuk proses aktivitas dan metabolisme tubuh. Asupan lemak
yang rendah diikuti dengan berkurangnya energi di dalam tubuh akan
menyebabkan perubahan pada massa dan jaringan tubuh serta gangguan
penyerapan vitamin yang larut dalam lemak. Hal ini akan berdampak pada
penurunan berat badan. Pada bayi makanan tinggi lemak (sekitar 40-60
persen) merupakan ciri khas untuk menunjang penambahan berat badan yang
pesat. ASI menyediakan prekursor dan derivat omega 3 dan omega 6. Jumlah
aktual asam lemak esensial dan LCPUFA asam lemak tak jenuh yang ada di
dalam ASI bervariasi tergantung dari jenis makanan ibu dan genetik yang

6
mengatur metabolisme. LCPUFA ASI menyediakan sekitar 50 energi dalam
bentuk lemak.

Tabel 3: Kebutuhan lemak per hari (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014)

Berdasarkan tabel diatas, kadar lemak normal tubuh menurut umur yaitu
untuk anak usia 0-5 bulan membutuhkan 31 lemak atau 50 persen energi
lemak perhari, usia 6-11 bulan membutuhkan 35 lemak atau 40 persen energi
lemak perhari, usia 1-3 tahun membutuhkan 45 lemak atau 30 persen energi
lemak perhari, dan usia 4-6 tahun membutuhkan 50 lemak atau 30 persen
energi lemak perhari.

D. Energi
Pengertian energi adalah daya atau kekuatan yang dapat digunakan untuk
melakukan berbagai proses kegiatan. Energi dinyatakan dalam unit panas atau
kilokalori (kkal). Satu kilokalori dinyatakan sebagai jumlah panas yang
diperlukan. Asupan energi yang tidak mencukupi kebutuhan dapat

7
menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan energi Ketidakseimbangan
energi secara berkepanjangan menyebabkan terjadinya masalah gizi seperti
kekurangan energi kronis ( serta berdampak pada perubahan berat badan
seseorang.

Tabel 4&5: Kebutuhan energi per hari (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014)

Berdasarkan tabel diatas, angka kecukupan energi tubuh menurut umur yaitu
untuk anak usia 0-5 bulan membutuhkan 550 gram kkal per hari, usia 6-11
bulan membutuhkan 800 gram kkal per hari, usia 1-3 tahun membutuhkan
1350 gram kkal per hari, dan usia 4-6 tahun membutuhkan 1400 gram kkal
perhari (Hardiansyah and dkk, 2019).

2. Proses Biologis dalam Tubuh


Jika jumlah energi yang diperoleh dari zat gizi tidak tercukupi , maka tubuh akan
melakukan penghematan terhadap pemakaian energi , untuk menjamin berbagai
reaksi biokimia dalam tubuh tetap berlangsung secara normal. Kekurangan gizi
secara umum menyebabkan gangguan pada proses-proses antara lain, proses
pertumbuhan , produksi tenaga , pertambahan tubuh , struktur dan fungsi otak , dan
perilaku. Kondisi patologis yang dapat terjadi pada kekurangan zat gizi karbohidrat,
protein, dan lemak yakni:
1. Ketoasidosis

8
Merupakan kondisi di mana terjadi penumpukan kadar asam keton dalam
darah. Keton dalam darah terbentuk akibat kurangnya jumlah karbohidrat
dalam tubuh untuk menghasilkan energi, sehingga tubuh memanfaatkan
lemak sebagai sumber energinya. Penumpukan keton akan mengakibatkan
darah menjadi asam. Kadar keton dalam tubuh dapat diukur dengan
pengecekan gula darah.
2. KEP (kekurangan energi dan protein)
Merupakan kondisi dimana tubuh kekurangan asupan energi dan protein.
Pada kondisi yang ringan, KEP pada anak belum memiliki gejala yang sangat
terlihat, namun anak tersebut akan terlihat kurus. Pada kondisi yang berat,
KEP pada anak memiliki gejala klinis yang secara garis besar dapat
dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor atau marasmickwashiokor.

3. Penentuan Trigger Level


Trigger level wasting pada balita dapat ditentukan dari prevalensi.Jika prevalensi
wasting kurang dari 2.5 persen dapat dikatakan sangat rendah, jika prevalensi
diantara 2.5-5 persen dapat dikatakan rendah, jika prevalensi diantara 5-10 persen
dapat dikatakan sedang, jika prevalensi antara 10-15 dapat dikatakan tinggi dan jika
prevalensi diatas 15 persen dapat dikatakan sangat tinggi.

Wasting termasuk ke dalam masalah kesehatan masyarakat nasional karena


menurut data dari Riskesdas 2018 , total prevalensi di Indonesia adalah 10,2 %
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2018) yang mana hal ini berada pada
ambang batas tinggi (10%-15%) berdasarkan trigger level yang ditetapkan oleh
WHO pada tahun 2018 (de Onis et al., 2019).
Prevalence Thresholds (%) Labels
<2,5 Very Low
2,5-<5 Low
5-<10 Medium
10-<15 High

9
>=15 Very High
Tabel 6: Trigger Warning masalah wasting (de Onis et al., 2019)

4. Pengukuran Antropometri

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 2 Tahun 2020 tentang Standar


Antropometri Anak, Kurus dan Sangat Kurus adalah status gizi yang didasarkan
pada indeks: Berat Badan menurut Panjang Badan (BB/PB) atau Berat Badan
menurut Tinggi Badan (BB/TB). Indikator ini digunakan oleh anak usia 0 60 bulan
dengan tujuan untuk mengukur berat badan sesuai dengan tinggi badan anak.

Berat badan anak balita ditimbang menggunakan timbangan yang memiliki presisi
0,1 kg, sedangkan badan diukur menggunakan alat ukur tinggi badan dengan presisi
0,1 cm. Namun, jika pengukuran dilakukan dengan panjang badan, maka dilakukan
konversi, mengurangi Panjang badan dengan 0,7 cm.

Gizi seorang anak dapat dilihat dari tabel diatas melalui perhitungan Z-score dengan
cara seperti diatas. Dan standar berat badan menurut tinggi badan dapat dilihat
melalui tabel yang diperoleh dari Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 2 Tahun
2020 tentang Standar Antropometri Anak dibawah ini :

10
Tabel 7: Standar berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) anak laki-laki umur 24-60 bulan
(PMK, 2020)

Lingkar lengan atas juga bisa menjadi indikator wasting yang ditujukan bagi Wanita
usia subur dan Wanita hamil , sebab LILA bisa mengindikasikan terjadinya
kekurangan energi kronis (KEK). Seorang Wanita usia subur dan Wanita hamil
dinyatakan mengalami KEK apabila lingkar lengan atasnya <23.5 cm.
1. Pengukuran dilakukan pada lengan tangan yang tidak . Contohnya jika
terbiasa beraktivitas dengan tangan kanan, maka pengukuran LILA dilakukan
pada lengan kiri.
2. Tekuk lengan sehingga tangan berbentuk siku. Kemudian, cari titik tengah
dari tulang bahu hingga siku. Pengukuran LILA akan dilakukan di area
tersebut.
3. Lingkarkan pita LILA di titik tengah antara tulang bahu dan siku. Jangan
terlalu ketat atau terlalu longgar.
4. Ukuran LILA akan terlihat di pita meteran.

11
Tabel 8: Cut-Off point lingkar lengan atas terhadap indeks massa tubuh dalam mendeteksi
kekurangan energi kronis (Sheila, 2017).

12
BAB 3
FAKTOR RISIKO MASALAH GIZI

1. Framework

Gambar 1: Framework prevalensi wasting (UNICEF, 1990)

Framework di atas mengadopsi determinan prevalensi wasting yang dirilis oleh


UNICEF (UNICEF, 1990). Menurut framework ini, kejadian wasting disebabkan
oleh tiga faktor: “immediate, underlying, dan basic causes”. Immediate factor
(faktor langsung) adalah kebutuhan gizi yang tidak terpenuhi dan gejala penyakit.
Sementara itu, underlying causes (penyebab pokok) akan mengarah kepada
timbulnya faktor langsung yakni kebutuhan gizi dan penyakit. Penyebab-penyebab
pokok ini berkaitan erat dengan status terpenuhinya kebutuhan anak dan wanita.

13
Ada tiga kategori penyebab pokok: tidak adanya lingkungan dan fasilitas kesehatan
yang memadai, kesulitan untuk mengakses makanan, serta praktik pengasuhan
orang tua yang kurang baik. Faktor-faktor pokok ini adalah hasil dari tidak
terpenuhinya kebutuhan dasar (basic needs) yang berhubungan dengan
ketimpangan sumber daya di masyarakat yang disebabkan oleh latar sejarah dan
faktor lainnya. Kebutuhan dasar ini memiliki lingkup paling luas dalam framework
di atas dan mencakup faktor politik, hukum, serta budaya yang secara langsung
maupun tidak mempengaruhi proses pembentukan gizi pada masyarakat
(Fernandez, Himes and de Onis, 2002).

Komponen yang membentuk tiga faktor penyebab wasting di atas didapatkan dari
hasil persamaan regresi dan hasilnya bisa berbeda tergantung pada wilayah yang
diteliti. Contohnya, model yang sama pernah dipakai di wilayah Afrika dan hasil
akhirnya dimasukkan faktor berat badan lahir rendah (BBLR) sebagai penyebab
pokok dan tingkat literasi orang dewasa sebagai kebutuhan utama. Hasil lain,
seperti di Asia, memasukkan variabel seperti kejadian campak sebagai penyebab
langsung dan akses air minum sebagai penyebab pokoknya.

Lebih lanjut, faktor-faktor di framework akan dijelaskan sesuai dengan contoh pada
studi kasus berikut:

A. Studi Cohort

Pada studi yang dilakukan pada tahun 2014-2016 dengan melibatkan 2 grup kohort
anak-anak yang diikuti selama 89 minggu di area rural ethiopia. Studi ini meneliti
hubungan malaria—malnutrisi dan malnutrisi—malaria (Gari et al., 2018). Malaria
diteliti sebab di wilayahnya, Etiopia, malaria adalah penyakit yang banyak terjadi
pada anak-anak. 68% wilayah negara tersebut memiliki karakteristik lingkungan
yang mendukung transmisi malaria, dan sebanyak 68% populasinya berisiko
terkena malaria (Taffese et al., 2018).

14
Kesimpulan dari studi ini adalah bahwa malaria merupakan faktor risiko dari
stunting dan wasting, namun stunting atau wasting tidak berhubungan dengan
penyebaran penyakit malaria. Hubungan tersebut bisa dijelaskan dengan dampak
yang ditimbulkan oleh malaria kepada status gizi penjamunya. Malaria bisa
menyebabkan penurunan berat badan yang signifikan akibat hilangnya nafsu makan
dan peningkatan kebutuhan energi akibat sakit. Lebih lanjut, anak yang terjangkit
infeksi malaria membutuhkan lebih banyak protein dan kalori daripada anak yang
tidak terinfeksi untuk penyembuhannya, sehingga ketidakadaan makanan bisa
meningkatkan faktor risiko malnutrisi (Calder and Jackson, 2000). Oleh karena
malaria teridentifikasi sebagai faktor risiko, maka follow up mengenai status gizi
pada anak yang terinfeksi malaria sangat dibutuhkan untuk mencegah kejadian
wasting. Penelitian lain yang dilakukan di Kamboja membuktikan hubungan antara
asupan makanan dengan kejadian wasting. Penelitian tersebut menggunakan
beberapa indikator, yakni variasi makanan, frekuensi makanan, serta kuantitas
makanan dari segi umurnya (Som et al., 2021)

Dari studi tersebut disimpulkan bahwa kuantitas dan kualitas dari makanan yang
dikonsumsi lebih penting dibandingkan frekuensi (seberapa sering) makan. Maka
dari itu, penanganan wasting harus lebih menitikberatkan pada peningkatan kualitas
dan kuantitas baik untuk anak-anak maupun ibu yang masih menyusui (Som et al.,
2021).

Tabel 9: Hubungan antara kepatuhan dalam pemberian makanan dan determinan lainnya dengan
kejadian wasting (weight/height) (Som et al., 2021).

15
B. Studi Cross Sectional
Penelitian di Nigeria menunjukkan hubungan signifikan antara pengetahuan
tentang edukasi nutrisi pada orangtua dan pengasuh dengan status gizi anak
(p=0.018) (Oly-Alawuba and Ihedioha, 2017). Orang tua dan pengasuh yang diteliti
mayoritas memiliki tingkat pendidikan sekunder dan bekerja sebagai pegawai
negeri bergaji rendah. Mereka juga memandang bahwa masalah nutrisi pada anak
merupakan hal yang wajar dan bukan sebagai masalah yang memerlukan
penanganan langsung (Oly-Alawuba and Ihedioha, 2017). Oleh karena itu, perlu
adanya pencerahan kepada ibu/pengasuh dalam bentuk edukasi tentang nutrisi, pola
makan yang sehat, serta pentingnya gizi bagi anak oleh berbagai media mulai dari
organisasi masyarakat sampai lembaga pemerintahan (Oly-Alawuba and Ihedioha,
2017).

Tabel 10: Hubungan antara pengetahuan tentang edukasi nutrisi dengan kejadian wasting (Oly-
Alawuba and Ihedioha, 2017).

C. Studi Case Control


Pada penelitian yang dilakukan di 3 sekolah dasar di Kabupaten Gresik, ditemukan
hubungan signifikan antara kebiasaan melewatkan sarapan dan pemilihan makanan

16
jajanan dengan kejadian wasting (p=0,007 dan p=0,001). Sarapan mampu
memberikan energi bagi anak untuk menjalankan aktivitasnya. Jika sering
melewatkan sarapan, maka anak akan mudah lelah dan gampang mengantuk
(Khomsan, 2004). Anak juga menghabiskan sebagian besar waktunya di sekolah,
sehingga jika ia melewatkan sarapan, maka dia akan lebih sering mengonsumsi
jajanan yang belum bisa dipastikan nilai gizi dan higienitasnya (Syahnur, Afrida
and Askar, 2013). Penelitian lain menyebutkan bahwa sekitar 85% jajanan yang
dijual di sekitar sekolah memiliki kadar gizi yang kurang yakni memiliki kadar
energi kurang dari 300 gram dan protein kurang dari 5 gram dalam setiap 100 gram
porsi jajanan (Wiraningrum, Pudjirahaju and Setyobudi, 2015). Temuan ini
berkaitan dengan penyebab langsung (immediate causes) yakni tidak tercukupinya
asupan gizi pada anak serta faktor pokok (underlying causes) mengenai
pengetahuan sumber daya manusia, yang keduanya terdapat pada framework.

Tabel 11: Hubungan kebiasaan melewatkan sarapan dan pemilihan makanan jajanan dengan
kejadian wasting anak di tiga sekolah dasar di Desa Sembung, Kecamatan Wringinanom,
Kabupaten Gresik (Rakhman and Taufiqurrahman, 2018).

17
BAB 4
PENCEGAHAN MASALAH GIZI

Pencegahan timbulnya masalah gizi seperti wasting memerlukan upaya yang


optimal untuk mengurangi prevalensinya. Pencegahan tersebut bisa dilakukan
dengan salah satu cara yaitu melakukan sosialisasi pedoman Gizi Seimbang yang
bisa dijadikan sebagai panduan makan, beraktivitas fisik, hidup bersih dan
memantau berat badan secara teratur untuk mempertahankan berat badan normal.
Pedoman Gizi Seimbang merupakan pedoman susunan pangan dalam kehidupan
sehari-hari yang didalamnya terkandung jenis dan jumlah zat gizi yang diperlukan
sesuai dengan kebutuhan tubuh dengan memperhatikan prinsip keanekaragaman
pangan, aktivitas fisik, perilaku hidup bersih dan memantau berat badan secara
teratur dalam rangka mempertahankan berat badan normal untuk mencegah
masalah gizi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).

Pada penerapannya, Pedoman Gizi Seimbang harus didasari pada 4 pilar yang
tertulis di dalamnya. Dimana keempat pilar tersebut menjadi acuan dalam
penerapan Pedoman Gizi Seimbang guna mencegah terjadinya masalah gizi.
Keempat pilar tersebut yaitu :
1. Mengonsumsi makanan dengan beraneka ragam
2. Menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat
3. Melakukan aktivitas fisik atau pola hidup aktif
4. Menjaga dan memantau berat badan (BB) yang ideal

Pada kejadian wasting, yang menjadi faktor penyebab utama penyebab terjadinya
wasting adalah pola makan yang tidak sesuai dengan anjuran atau Angka
Kecukupan Gizi (AKG) individu. Pola makan merupakan perilaku paling penting
yang dapat mempengaruhi keadaan gizi. Hal ini disebabkan karena kuantitas dan
kualitas makanan dan minuman yang dikonsumsi akan mempengaruhi asupan gizi
sehingga akan mempengaruhi kesehatan individu. AKG tiap individu berbeda
karena disesuaikan dengan berat dan tinggi badan tiap individu tersebut. Pada

18
kejadian wasting, angka kecukupan gizi yang dilihat adalah kecukupan energi,
protein, karbohidrat, lemak, dan vitamin A.

Tabel 12. Tabel Angka Kecukupan Energi, Protein, Lemak, Karbohidrat pada Bayi/Anak

Tabel 13. Tabel Angka Kecukupan Vitamin A pada Bayi/Anak

Angka Kebutuhan Gizi pada anak juga harus disesuaikan dengan jumlah atau porsi
sekali makan yang dibutuhkan pada tiap individu. Dimana porsi makan ini bisa
dilihat pada standar program Isi Piringku yang dibuat oleh Kementrian Kesehatan
RI dimana program ini menjelaskan bahwa porsi sekali makan yang baik yaitu 1/3
piring diisi dengan buah-buahan, 1/3 piring lainnya diisi dengan lauk-pauk, 2/3
piring diisi dengan sayuran, dan 2/3 piring lainnya diisi dengan makanan pokok.

19
Gambar 1. Program Isi Piringku

Untuk anjuran porsi makan anak menurut kebutuhan energinya telah


dijelaskan takarannya pada Pedoman Gizi Seimbang. Dimana anjuran porsi makan
ini juga disesuaikan dengan AKG tiap individu.

Tabel 14&15: Anjuran Porsi Makan Anak Usia 1-6 Tahun

Dalam Pedoman Gizi Seimbang terdapat pesan-pesan, baik pesan umum


maupun pesan khusus, yang mana diantaranya mengacu terhadap masalah gizi
wasting, yakni :

20
1. Pada bayi usia 0-6 bulan.
a. Bayi usia 0-6 bulan disarankan untuk diberikan ASI eksklusif sampai
umur 6 bulan, hal ini dikarenakan kebutuhan energi dan zat gizi untuk
bayi hanya dapat dipenuhi dari ASI saja, serta pemberian ASI eksklusif
dapat mempercepat pemulihan sakit pada bayi.
2. Pada anak usia 6-24 bulan.
a. Pemberian ASI dilanjutkan sampai umur 2 tahun dan ditambah dengan
MP-ASI di usia 6 bulan, hal ini dikarenakan ASI masih mengandung zat
gizi penting namun jumlahnya tidak memenuhi kebutuhan, oleh karena
itu diperlukan pemberian MP-ASI guna memenuhi kebutuhan zat gizi
lain terutama zat gizi mikro sehingga anak dapat tumbuh dan
berkembang dengan optimal.
3. Pada anak usia 2-5 tahun.
a. Membiasakan makan 3 kali sehari, dimulai dari sarapan atau makan
pagi, makan siang, dan makan malam. Hal ini dilakukan untuk
menghindari anak mengonsumsi makanan yang tidak sehat di luar
rumah dan membiasakan sarapan di pagi hari berguna untuk
perkembangan otak anak.
b. Perbanyak konsumsi makanan kaya protein, sayuran, dan buah-buahan.
Hal ini dikarenakan protein memiliki peran penting dalam membangun
dan memelihara jaringan pada tubuh.
c. Minum air putih sesuai kebutuhan tubuh, hal ini dilakukan agar anak
tidak membiasakan minum minuman manis atau bersoda, karena jenis
minuman tersebut memiliki kandungan gula yang tinggi.

Membiasakan bermain dan melakukan aktivitas fisik setiap hari, hal ini dilakukan
untuk mendukung tumbuh kembang dan kecerdasan anak.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Azrimaidaliza et al. (2020) Buku Ajar Dasar Ilmu Gizi Kesehatan


Masyarakat, Journal of Chemical Information and Modeling.
2. Calder, P. C. and Jackson, A. A. (2000) ‘Undernutrition, infection and
immune function’, Nutrition Research Reviews. 2007/12/14, 13(1), pp. 3–
29. doi: DOI: 10.1079/095442200108728981.
3. Fernandez, I. D., Himes, J. H. and de Onis, M. (2002) ‘Prevalence of
nutritional wasting in populations: building explanatory models using
secondary data’, Bulletin of the World Health Organization, 80(4), pp. 282–
291. Available at: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/12075364.
4. Gari, T. et al. (2018) ‘Malaria increased the risk of stunting and wasting
among young children in Ethiopia: Results of a cohort study’, PLOS ONE,
13(1), p. e0190983. Available at:
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0190983.
5. Hardiansyah and dkk (2019) Prosiding WNPG XI, Prosiding WNPG ke-XI
Bidang 1: Peningkatan Gizi Masyarakat “Percepatan Penurunan Stunting
Melalui Revitalisasi Ketahanan Pangan dan Gizi dalam Rangka Mencapai
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan”.
6. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2014) Pedoman Gizi
Seimbang, Pedoman Gizi Seimbang. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
7. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2018) Laporan Nasional
Riskesdas 2018. Jakarta.
8. Kementerian PPN/Bappenas (2019) Kajian Sektor Kesehatan
Pembangunan Gizi di Indonesia, Kementerian PPN/Bappenas.
9. Khomsan, A. (2004) Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. 2nd edn. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
10. Oly-Alawuba, N. M.-A. and Ihedioha, S. (2017) ‘Nutritional Knowledge Of
Mothers / Caregivers in Relation To The Anthropometric Indices Of
Children(2–5 Years) In Obowu Local Government Area, Imo State,

22
Nigeria’, The FASEB Journal, 31(S1), pp. 957.13-957.13. doi:
https://doi.org/10.1096/fasebj.31.1_supplement.957.13.
11. de Onis, M. et al. (2019) ‘Prevalence thresholds for wasting, overweight
and stunting in children under 5 years.’, Public health nutrition, 22(1), pp.
175–179. doi: 10.1017/S1368980018002434.
12. PMK (2020) ‘Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2
Tahun 2020 Tentang Standar Antropometri Anak’, 4(1).
13. Rakhman, A. F. and Taufiqurrahman, T. (2018) ‘Hubungan kebiasaan
melewatkan sarapan dan Pemilihan jajanan dengan kejadian Wasting di
Desa Sembung Kecamatan Wringinanom Kabupaten Gresik’, Amerta
Nutrition; Vol 2, No 3 (2018): AMERTA NUTRITION. doi:
10.20473/amnt.v2i3.2018.237-244.
14. Sheila, O. (2017) Hubungan Indeks Massa Tubuh dan Lingkar Lengan Atas,
Lingkar Pinggang, dan Lingkar Panggul dengan Status Gizi Mahasiswa FK
USU. Universitas Sumatra Utara.
15. Som, S. V et al. (2021) ‘Adherence to Child Feeding Practices and Child
Growth: A Retrospective Cohort Analysis in Cambodia’, Nutrients . doi:
10.3390/nu13010137.
16. Syahnur, M., Afrida, A. and Askar, M. (2013) ‘Hubungan Kebiasaan
Sarapan Pagi Dan Status Gizi Dengan Prestasi Belajar Anak Di Sdn 20
Pangkajene Sidrap’, Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis; Vol 2 No 1 (2013):
Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis. Available at:
http://ejournal.stikesnh.ac.id/index.php/jikd/article/view/373.
17. Taffese, H. S. et al. (2018) ‘Malaria epidemiology and interventions in
Ethiopia from 2001 to 2016’, Infectious Diseases of Poverty, 7(1), p. 103.
doi: 10.1186/s40249-018-0487-3.
18. UNICEF, N. Y. (USA) (1990) ‘Strategy for improved nutrition of children
and women in developing countries’, UNICEF Policy Review (UNICEF).
UNICEF.
19. UNICEF, N. Y. (USA) (2020) Gizi. Available at:
https://www.unicef.org/indonesia/id/gizi (Accessed: 6 November 2021).

23
20. Wiraningrum, E. A., Pudjirahaju, A. and Setyobudi, S. I. (2015) ‘Pangan
Jajanan Anak Sekolah Dasar (PJAS), Kecukupan Energi dan Zat Gizi Anak
Sekolah Dasar’, Jurnal Informasi Kesehatan Indonesia (JIKI, 1(1), pp. 25–
33.

24

Anda mungkin juga menyukai