Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

PEMENUHAN KEBUTUHAN JANGKA PANJANG


Dosen : Wijaya Kusuma, Ners.,M.Kep

DI SUSUN OLEH :
KELEMPOK 3

1. Dandung Setiadi (2017.C.09a.0880)


2. Eltra (2017.C.09a.0883)
3. Erikson (2017.C.09a.0885)
4. Hendra Gustika (2017.C.09a.0890)
5. Jefri (2017.C.09a.0893)
6. Halimatussyadiah (2017.C.09a.0889)
7. Istiyani Lotina Lilit (2017.C.09a.0892)
8. Lafa Nolla (2017.C.09a.0896)
9. Sapto Widiantoro (2017.C.09a.0908)
10. Winda Aprilia (2017.C.09a.0915)
11. Yulia Tikai (2017.C.09a.0920)

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya,
saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Pemenuhan Kebutuhan Jangka
Panjang”. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang
diberikan oleh dosen pengajar Selain itu juga merupakan suatu standar pemberian
nilai pada mata kuliah yang bersangkutan. Saya menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan.
Maka dari itu, kritik saran yang membangun sangat saya harapkan, supaya
makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan agar pembaca mendapat pengetahuan
tambahan mengenai materi “Pemenuhan Kebutuhan Jangka Panjang”.Atas
perhatiannya kepada makalah ini kami ucapkan terima kasih.

Palangka Raya, 25 November 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …….…………………………………………………………


i
DAFTAR ISI………………………………………..………………………………..ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………..………………….……..………...….1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………..……….…….....2
1.3 Tujuan Penulisan ……………..…………………………………..
………….........2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi ........................................................................................................
............4
2.2 Pemenuhan kebutuhan dasar……….……...………
................................................4
2.3 Kategori paket dan standar logistic penanggulangan
bencana…………..................6
2.4 Jenis Bantuan…………………..
……………………………................................10
2.5 Bantuan Sandang………………………………..
……………..............................12

2.6 Pengadaan Kebutuhan Sandang……………....……… ........................................13


2.8 Standar Minimal Pemenuhan Kebutuhan Sandang………………...
………….....14
2.8 Penyediaan pangan, air bersih dan sanitasi, pernaungan, sandang, dan berbagai
layanan kesehatan penting yang
memadai.............................................................16
2.9 Penyelenggaraan Pemberian Bantuan…................................................................18
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan............................................................................................................24
3.2 Saran......................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA

ii 1
BAB
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap bencana, baik bencana
alam maupun karena ulah manusia. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
bencana ini adalah kondisi geografis, iklim, geologis dan faktor-faktor lain seperti
keragaman sosial budaya dan politik. Wilayah Indonesia dapat digambarkan secara
geografis yang merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat
lempeng tektonik yaitu lempeng benua Asia dan benua Australia serta lempeng
samudera Hindia dan samudera Pasifik. Serta terdiri dari gugusan kepulauan
mempunyai potensi bencana yang sangat tinggi dan juga sangat bervariasi dari aspek
jenis bencana. Kondisi alam terseut serta adanya keanekaragaman penduduk dan
budaya di Indonesia menyebabkan timbulnya risiko terjadinya bencana alam, bencana
ulah manusia dan kedaruratan kompleks, meskipun disisi lain juga kaya akan
sumberdaya alam. Pada umumnya risiko bencana alam meliputi bencana akibat factor
geologi (gempabumi, tsunami dan letusan gunung api), bencana akibat
hydrometeorologi (banjir, tanah longsor, kekeringan, angin topan), bencana akibat
faktor biologi (wabah penyakit manusia, penyakit tanaman/ternak, hama tanaman)
serta kegagalan teknologi (kecelakan industri, kecelakaan transportasi, radiasi nuklir,
pencemaran bahan kimia). Bencana akibat ulah manusia terkait dengan konflik antar
manusia akibat perebutan sumberdaya yang terbatas, alasan ideologi, religius serta
2
politik. Sedangkan kedaruratan kompleks merupakan kombinasi dari situasi bencana
pada suatu daerah konflik.
Indonesia merupakan negara yang sangat sering didera bencana alam, seperti
gempa tektonik yang diikuti gelombang tsunami, erupsi gunung merapi, tanah
longsor, banjir, angin putting beliung, dan bencana alam lainnya. Akibat dari
terjadinya bencana alam tersebut, telah menyisakan banyak penderitaan bagi
masyarakat di daerah yang terkena bencana bahkan masyarakat lainnya. Berdasarkan
rekapitulasi data kejadian bencana dari Direktorat Perlindungan Sosial Korban
Bencana Alam Kementerian Sosial RI pada bulan Januari sampai dengan Februari
2010 tercatat jumlah korban bencana yang meninggal dunia/hilang sebanyak 75 jiwa,
sementara yang menderita karena kehilangan
1 sanak saudara dan harta benda tercatat
sebanyak 22.162 Kepala Keluarga dan 101.893 jiwa. Disisi lain dalam situasi
bencana, kelompok rentan menjadi kelompok yang terdampak lebih besar dan berat
karena kekurangan dan kelemahannya, seperti bayi, balita, dan anak-anak; ibu yang
sedang mengandung / menyusui; penyandang cacat (disabilitas); dan orang lanjut
usia.
Kompleksitas dari permasalahan bencana tersebut memerlukan suatu penataan
atau perencanaan yang matang dalam penanggulangannya, sehingga dapat
dilaksanakan secara terarah dan terpadu. Penanggulangan yang dilakukan selama ini
belum didasarkan pada langkah-langkah yang sistematis dan terencana, sehingga
seringkali terjadi tumpang tindih dan bahkan terdapat langkah upaya yang penting
tidak tertangani (BNPB, 2008).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007, tentang
Penanggulangan Bencana, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 tentang
Kesejahteraan Sosial dan Rencana Nasional Penanggulangan Bencana (Renas PB)
tahun 2010-2014 mengamanatkan Kementerian Sosial dalam fase tanggap darurat
alam adalah pemenuhan kebutuhan dasar dan shelter, serta draft Renas PB tahun 2015
–2019, memberikan tugas kepada Kementerian Sosial dalam pemenuhan kebutuhan
korban dan relawan. Kesepakatan Nasional pembentukan cluster penanggulangan
bencana tahun 2014 Kementerian Sosial mendapatkan tugas perlidungan dan logistik
pengungsi.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana pasal 26 ayat (2) menyatakan bahwa setiap orang yang
menjadi korban bencana berhak mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesa Nomor 22 Tahun 2008 tentang
Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana pasal 28 ayat (1) bahwa bantuan
pemenuhan kebutuhan dasar sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (2) huruf d,
diberikan kepada korban bencana dalam bentuk penampungan sementara, bantuan 3

pangan, sandang, air bersih dan sanitasi, dan pelayanan kesehatan.


Bantuan darurat bencana untuk pemenuhan kebutuhan dasar korban bencana
diberikan dengan memperhatikan standar minimal kebutuhan dasar dan
memperhatikan prioritas kepada kelompok rentan. Agar pemberian bantuan
pemenuhan kebutuhan dasar bagi korban bencana tersebut berdaya guna dan berhasil
guna, perlu disusun sebuah pedoman yang berisi tentang tata cara pemberian bantuan
pemenuhan kebutuhan dasar bagi korban bencana yang memenuhi standar minimal,
sehingga dapat dijadikan acuan oleh pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat
nasional dan internasional, lembaga non pemerintah, baik daerah, nasional, maupun
internasional (BNPB, 2008).
Dari berbagai permasalahan pengorganisasian, distribusi, dan pembagian
kebutuhan dasar korban bencana dan pengungsi khususnya kebutuhan sandang
pengungsi maka penulis tertarik untuk membahas lebih jauh mengenai manajemen
pemenuhan kebutuhan sandang pengungsi.
1.2 RumusanMasalah
1.2.1 Bagaimanakah pemenuhan kebutuhan jangka panjang pada penanggulangan
bencana ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Menambah pengetahuan dan wawasan pembaca dan penulis dalam hal
pemenuhan kebutuhan jangka panjang pada penanggulangan bencana
1.3.2 Pembaca dapat menerapkan upaya pemenuhan kebutuhan pada penanggulangan
bencana, terutama untuk para petugas kesehatan.
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Defenisi
Menurut Abraham Maslow kebutuhan dasar manusia adalah unsure-unsur
yang dibutuhkan oleh manusia dalam menjaga keseimbangan, baik secara fisiologis
maupun psikologis yang bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan keseahatan.
Sandang adalah logistik yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar
melindungi tubuh berupa pakaian dan perlengkapan pribadi. Sedangakan pengungsi
adalah orang atau kelompok orang yang terpaksa atau dipaksa keluar dari tempat
tinggalnya untuk jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat dampak buruk
bencana (BNPB, 2018).
Sehingga kebutuhan sandang pengungsi dapat didefenisikan sebagai segala
sesuatu yang dibutuhkan oleh orang atau sekelompok orang yang terpaksa keluar dari
tempat tinggalnya berupa pakaian dan perlengkapan pribadi.
2.2 Pemenuhan Kebutuhan Dasar
Kebutuhan dasar manusia merupakan kebutuhan utama yang harus diperhatikan
dalam mengatasi kekurangan dan keterbatasan korban bencana terutama pada
sekelompok pengungsi untuk menjaga kelangsungan hidup para pengungsi.
Pemenuhan kebutuhan dasar yang dimaksud telah diatur dalam Pasal 48 d meliputi
yang bantuan penyediaan kebutuhan air bersih dan sanitasi, pangan, sandang,
pelayanan kesehatan, pelayanan psikososial, dan penampungan dan tempat hunian.
Selanjutnya kebutuhan dasar menurut UU No 24 Tahun 2007, pasal 48 huruf d, dan
pasal 53, meliputi:
1. Pangan, antara lain:
1. Makanan anak, isinya: biskuit, susu, dan lainnya.
2. Kebutuhan air bersih, sanitasi, dan lainnya.
3. Makan dan minum yang cukup, dan lainnya.
4. Peralatan dapur, alat masak untuk makan, dan lainnya.
5
2. Sandang, antara lain:
1. Family kit, berisi: peralatan mandi, alat keluarga dan wanita lainnya.
2. Kit ware, isinya: pempers bayi, minyak telon, popok dan alat bayi lainnya.
3. Pakaian untuk anak, wanita, laki-laki, dan selimut.
4. Pelatan untuk mandi. 4

3. Papan, antara lain:


1. Tenda keluarga, tenda pleton, dan lainnya.
2. Barak sementara.
4. Kesehatan, antara lain:
1. Pelayanan kesehatan.
2. Obat-obatan.
3. Peralatan olah raga.
4. Tempat perawatan.
5. Kenyamanan, antara lain:
1. Disayang.
2. Diperhatikan.
3. Ditegur/disapa.
4. Kenyamanan.
6. Pendidikan, antara lain:
1. Pakaian seragam sekolah, sepatu sekolah, tas, perlatan tulis.
2. Biaya transportasi.
3. Sarana pendidikan.
4. Pelayanan pendidikan/proses pendidikan.
Kebutuhan dasar spesifik perempuan dan anak, antara lain: alat pembalut wanita,
pakaian dalam wanita, pempers untuk anak, dan lainnya.
Kemudian untuk mempermudah manajemen proses advokasi pemenuhan
kebutuhan dasar pengungsi maka harus melalui tahap- tahan yang sistematis sebagai
berikut :
1. Langkah 1: Mengidentifikasi permasalahan kebutuhan dasar korban bencana alam
6
terutama kelompok rentan yang tidak terpenuhi dan dapat mengganggu
keberlangsungan hidupnya.
2. Langkah 2: Memahami dan mendalami masalah yang ada dan mengumpulkan
bukti yang relevan dalam rangka memperkuat pembelaan, disertai dengan
dokumen pendukung yang diperlukan.
3. Langkah 3: Mengidentifikasi target kunci yang menjadi penentu atau yang
menjadi sumber terjadinya masalah pemenuhan kebutuhan dasar korban bencana
alam terutama kelompok rentan.
4. Langkah 4: Klarifikasi dan berikan batasan kebutuhan dasar yang tidak terpenuhi
(bermasalah) dikaitkan dengan kewenangan yang ada pada pembela.
5. Langkah 5: Membangun komunikasi efektif dengan semua pihak yang dapat
mempengaruhi stakeholder yang terlibat.
6. Langkah 6: Rumuskan kesepakatan dan langkah yang harus dilakukan dalam
rangka pemenuhan kebutuhan dasar korban bencana alam terutama kelompok
rentan.
7. Langkah 7: Melaksanakan kesepakatan dan langkah yang telah dirumuskan dalam
point 6.
8. Langkah 8: Melakukan pemantauan dan evaluasi secara terus menerus terhadap
progres pemenuhan kebutuhan dasar kelompok sasaran terutama kelompok
rentan.
2.3 Kategori, Paket Dan Standar Logistik Penanggulangan Bencana
Kategori, paket dan standar logistik penanggulangan bencana menurut
peraturan kepala badan nasional penanggulangan bencana nomor : 18 tahun 2009
tentang pedoman standarisasi logistik penanggulangan bencana adalah sebagai
berikut :
1. Kategori Logistik
Kategori bantuan logistik dalam penanggulangan bencana dapat dibedakan
menjadi beberapa kategori yaitu :
1. Pangan, yang termasuk dalam kategori ini adalah makanan pokok
(beras/sagu/jagung/ubi,dll), lauk-pauk, air bersih, bahan makanan pokok
tambahan seperti mi, susu, kopi, teh, perlengkapan makan (food ware) dan
7
sebagainya.
2. Sandang, yang termasuk dalam kategori ini adalah perlengkapan pribadi
berupa baju, kaos dan celana anak-anak sampai dewasa laki-laki dan
perempuan, sarung, kain batik panjang, handuk, selimut, daster, perangkat
lengkap pakaian dalam, seragam sekolah laki-laki dan perempuan (SD dan
SMP), sepatu/alas kaki sekolah dan turunannya.
3. Logistik lainnya, termasuk dalam kategori ini adalah, obat dan alat kesehatan
habis pakai, tenda gulung, tikar, matras, alat dapur keluarga, kantong tidur
(sleeping bag) dan sebagainya.
4. Paket kematian, termasuk dalam kategori ini adalah, kantong mayat, kain
kafan dan sebagainya.
2. Paket Logistik
Paket Logistik Penanggulangan Bencana adalah pengelompokkan jenis-jenis
logistik kedalam satu paket agar memudahkan pemberian bantuan logistik, terdiri
atas:
1. Paket Pangan, terdiri atas: Beras 0,4 kg (bahan lain disesuaikan), lauk-pauk,
mi instan 3 (tiga) bungkus, kecap 150 ml, Air minum 4 liter, Paket pangan ini
untuk 1 (satu) jiwa, untuk 1 (satu) hari, dan dapat disiapkan makanan siap saji.
2. Paket Sandang, terdiri atas:
1) Memiliki satu perangkat lengkap pakaian dengan ukuran yang tepat sesuai
jenis kelamin masing-masing, serta alas tidur yang memadai.
2) Perempuan dan anak-anak setidaknya memiliki dua perangkat lengkap
pakaian dengan ukuran yang tepat sesuai budaya, iklim dan musim.
3) Anak sekolah setidaknya memiliki 2 stel seragam sekolah lengkap
termasuk sepatu/ alas kaki dengan ukuran yang tepat sesuai jenis kelamin
dan jenjang sekolah yang diikuti.
4) Setiap orang memiliki pakaian khusus untuk beribadah sesuai agama dan
keyakinannya.
5) Setiap orang memiliki satu pasang alas kaki.
6) Bayi dan anak dibawah usia 2 tahun harus memiliki selimut dengan
ukuran (100 X 70) cm.
7) Setiap orang memiliki 250 gram sabun mandi setiap bulan.
8) Setiap orang memiliki 200 gram sabun cuci setiap bulan.
9) Setiap perempuan dan anak-anak gadis yang sudah menstruasi memiliki
8
bahan pembalut.
10) Setiap bayi dan anak-anak dibawah usia 2 tahun memiliki 12 popok cuci
sesuai kebiasaan di tempat yang bersangkutan.
11) Setiap orang memiliki sikat gigi dan pasta gigi sesuai kebutuhan.
3. Paket Logistik Lain terdiri atas: Paket obat dan alat kesehatan habis pakai, tenda
gulung, tikar dan matras, paket ini untuk satu Kepala Keluarga (empat jiwa).
4. Paket Kematian, terdiri atas: Kain kafan dan kelengkapannya dan kantong mayat,
paket ini untuk satu jiwa.
Adapun standar logistik penanggulangan bencana adalah sebagai berikut :
1. Tahap Kesiapsiagaan
Standar Logistik yang tersedia pada tahap kesiapsiagaan berfungsi sebagai ”buffer
stock”. Berdasarkan Provinsi dan jumlah penduduk, maka standar minimal
logistik yang tersedia dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Standar Umum
Secara umum setiap wilayah Provinsi disiagakan paket pangan, paket
sandang, paket logistik lainnya dan paket kematian. Standar minimal paket
pangan yang tersedia adalah 1% dari jumlah penduduk selama 3 (tiga) hari.
Paket sandang dan logistik lain untuk 1 (satu) Kepala keluarga. Khusus untuk
paket kematian 1% dari jumlah paket sandang.
b. Standar Khusus
Secara khusus standar jumlah minimal setiap paket logistik yang tersedia di
setiap Provinsi dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel. 1
Standar minimal paket logistik kesiapsiagaan di setiap Provinsi.
10
2.4 Jenis Bantuan
Beberapa jenis bantuan yang diberikan kepada pengungsi menurut Peraturan
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana nomor 7 tahun 2008 tentang
pedoman tata cara pemberian bantuan pemenuhan kebutuhan dasar adalah sebagai
berikut :
1. Bantuan Tempat Penampungan/Hunian Sementara
Bantuan penampungan/hunian sementara diberikan dalam bentuk tenda-tenda,
barak, atau gedung fasilitas umum/sosial, seperti tempat ibadah, gedung olah
raga, balai desa, dan sebagainya, yang memungkinkan untuk digunakan sebagai
tempat tinggal sementara.
Standar Minimal Bantuan :
1. Berukuran 3 (tiga) meter persegi per orang.
2. Memiliki persyaratan keamanan dan kesehatan.
3. Memiliki aksesibititas terhadap fasilitas umum.
4. Menjamin privasi antar jenis kelamin dan berbagai kelompok usia.
2. Bantuan Pangan
Bantuan pangan diberikan dalam bentuk bahan makanan, atau masakan yang
disediakan oleh dapur umum. Bantuan pangan bagi kelompok rentan diberikan
dalam bentuk khusus.
Standar Minimal Bantuan :
1. Bahan makanan berupa beras 400 gram per orang per hari atau bahan
makanan pokok lainnya dan bahan lauk pauk.
2. Makanan yang disediakan dapur umum berupa makanan siap saji sebanyak 2
kali makan dalam sehari.
3. Besarnya bantuan makanan (poin a dan b) setara dengan 2.100 kilo kalori
(kcal).
3. Bantuan Non Pangan
Bantuan non pangan diberikan kepada korban bencana dalam status pengungsi di
tempat hunian sementara pada pasca tanggap darurat, dalam bentuk : 11
a. Peralatan Memasak dan Makan
Masing-masing rumah tangga korban bencana dapat memperoleh bantuan
peralatan memasak dan perlengkapan untuk makan.
Standar Minimal Bantuan :
1) Tiap rumah tangga memiliki :
a) Piranti pokok berupa 1 panci besar dengan pegangan dan penutup, 1
panci sedang dengan pegangan dan penutup, 1 baskom untuk
penyiapan dan penyajian, 1 pisau dapur, dan 2 centong kayu.
b) Sebuah ember tertutup dengan kapasitas 40 liter dan sebuah ember
terbuka dengan kapasitas 20 liter.
c) Sebuah jerigen dengan kapasitas 20 liter.
2) Tiap orang memiliki : 1 piring makan, 1 sendok makan, 1 cangkir atau
gelas.
3) Pemberian bantuan botol susu bayi hanya untuk kasus-kasus tertentu.
b. Kompor, Bahan Bakar, dan Penerangan
Masing-masing rumah tangga korban bencana dapat memperoleh sarana
memasak, yaitu kompor dan pasokan bahan bakar dan lampu penerangan
secara memadai.
Standar Minimal Bantuan :
1) Kompor dan bahan bakar yang tersedia secara rutin.
2) Tersedianya tempat penyimpanan bahan bakar yang aman.
3) Alat penerangan seperti : lampu lentera, lilin, atau penerangan lain yang
memadai.
c. Alat-alat dan Perkakas
Korban bencana dapat memperoleh bantuan alat-alat dan perkakas untuk
memperbaiki hunian sementara.
Standar Minimal Bantuan :
1) Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan bantuan alatalat dan
perkakas yang dibutuhkan, seperti martil, gergaji, cangkul, sekop, kapak,
parang, dan gerobak kayu.
2) Memperoleh pelatihan dan pembimbingan dalam penggunaan alat-alat dan
perkakas. 12

2.5 Bantuan Sandang


Secara spesifik bantuan sandang menurut Peraturan Kepala Badan Nasional
Penanggulangan Bencana nomor 7 tahun 2008 tentang pedoman tata cara pemberian
bantuan pemenuhan kebutuhan dasar terdiri dari :
1. Perlengkapan Pribadi
Perlengkapan pribadi merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting untuk
melindungi diri dari iklim, memelihara kesehatan serta mampu menjaga privasi
dan martabat.
Standar Minimal Bantuan :
a. Memiliki satu perangkat lengkap pakaian dengan ukuran yang tepat sesuai
jenis kelamin masing-masing, serta peralatan tidur yang memadai sesuai
standar kesehatan dan martabat manusia.
b. Perempuan dan anak-anak setidaknya memiliki dua perangkat lengkap
pakaian dengan ukuran yang tepat sesuai budaya, iklim, dan musim.
c. Perempuan dan anak-anak gadis setidaknya memiliki dua perangkat lengkap
pakaian dalam dengan ukuran yang tepat sesuai budaya, iklim, dan musim.
d. Anak sekolah setidaknya memiliki 2 stel seragam sekolah lengkap dengan
ukuran yang tepat sesuai jenis kelamin dan jenjang sekolah yang diikuti.
e. Anak sekolah memiliki satu pasang sepatu/alas kaki yang digunakan untuk
sekolah.
f. Setiap orang memiliki pakaian khusus untuk beribadah sesuai agama dan
keyakinannya.
g. Setiap orang memiliki satu pasang alas kaki.
h. Bayi dan anak-anak dibawah usia 2 tahun harus memiliki selimut dengan
ukuran 100 X 70 cm.
i. Setiap orang yang terkena bencana harus memiliki alas tidur yang memadai,
dan terjaga kesehatannya.
j. Setiap kelompok rentan : bayi, anak usia dibawah lima tahun, anak-anak, ibu
hamil atau menyusui, penyandang cacat, orang sakit, dan orang lanjut usia,
13
memiliki pakaian sesuai ebutuhan masing-masing.
k. Setiap kelompok rentan, memiliki alat bantu sesuai kebutuhan, misalnya :
tongkat untuk lansia dan penyandang cacat.
2. Kebersihan Pribadi
Tiap rumah tangga memperoleh kemudahan mendapatkan bantuan sabun mandi
dan barang-barang lainnya untuk menjaga kebersihan, kesehatan, serta martabat
manusia.
Standar Minimal Bantuan :
a. Setiap orang memiliki 250 gram sabun mandi setiap bulan.
b. Setiap orang memiliki 200 gram sabun cuci setiap bulan.
c. Setiap perempuan dan anak gadis yang sudah menstruasi memiliki bahan
pembalut.
d. Setiap bayi dan anak-anak di bawah usia dua tahun memiliki 12 popok cuci
sesuai kebiasaan di tempat yang bersangkutan.
e. Setiap orang memiliki sikat gigi dan pasta gigi sesuai kebutuhan.
2.6 Pengadaan Kebutuhan Sandang
Pengadaan kebutuhan sandang Peraturan Kepala Badan Nasional
Penanggulangan Bencana nomor 6.a tahun 2011 tentang pedoman penggunaan dana
siap pakai pada status keadaan darurat bencana adalah sebagai berikut :
Penggunaan Dana Siap Pakai untuk pemenuhan kebutuhan sandang meliputi:
1. Pengadaan sandang, berupa pakaian umum dewasa dan anak, perlengkapan
sandang bayi, keperluan tidur, dan perlengkapan khusus wanita dewasa.
a. Yang dimaksud dengan pakaian umum dewasa dan anak antara lain celana,
daster, kaos, seragam dan sepatu anak sekolah, dan sejenisnya.
b. Yang dimaksud dengan sandang bayi antara lain popok, bedongan, selendang,
selimut bayi, kelambu untuk bayi dan sejenisnya
c. Yang dimaksud dengan keperluan tidur antara lain kain sarung, kain, selimut,
piyarna, dan sejenisnya.
d. Yang dimaksud dengan perkengkapan khusus wanita dewasa adalah pembalut
wanita dan sejenisnya.
2. Transportasi untuk distribusi bantuan sandang, berupa sewa sarana transportasi
14
darat, air, udara, dan atau pembelian BBM.
a. Sarana transportasi tersebut diperlukan untuk pengiriman bantuan sandang
dari tempat lain ke lokasi kejadian.
2.7 Standar Minimal Pemenuhan Kebutuhan Sandang
Standar minimal pemenuhan kebutuhan sandang menurut keputusan menteri
kesehatan republik indonesia nomor: 1357/menkes/sk/xii/2001 tentang standar
minimal penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana dan penanganan
pengungsi menteri kesehatan republik Indonesia.
1. Standar minimal sandang
Para pengungsi, termasuk masyarakat setempat, memiliki cukup selimut,
pakaian, dan alas kaki untuk melindungi mereka dari iklim dan menjamin
martabat serta kesejahteraan mereka.
Tolok ukur kunci :
a. Para pengungsi dan penduduk setempat memiliki akses guna memperoleh
selimut yang cukup.
b. Laki–laki dan anak–anak lelaki usia 14 tahun ke atas memiliki satu set
sandang lengkap, dengan ukuran yang cukup pas, cocok dengan budaya,
cuaca, dan iklim setempat.
c. Perempuan serta anak–anak perempuan usia 14 tahun ke atas memiliki 2 set
pakaian lengkap, termasuk pakaian dalam yang baru, dengan ukuran yang
cukup pas, cocok dengan budaya, iklim, dan cuaca setempat. Mereka
memperoleh pembalut yang cukup secara teratur setiap bulan.
d. Anak – anak usia 2 sampai 14 tahun memiliki satu set pakaian dengan ukuran
yang cukup pas, cocok dengan budaya, iklim, dan cuaca setempat, menurut
jenis kelamin masing–masing.
e. Anak –anak sampai usia 2 tahun memiliki 1 handuk badan, 1 handuk muka, 1
syal bayi, 2 set pakaian lengkap, 6 popok dengan peniti, sabun bayi, minyak
bayi, dan 3 celana plastik. Alternatifnya ini dipasok sebagi modul.
f. Perlengkapan yang sesuai dengan budaya setempat untuk memakamkan
jenazah disediakan.
g. Terdapat perencanaan untuk mengganti selimut dan pakaian dengan yang baru
15
sesudah masa pemakaian tiga tahun.
h. Semua orang memperoleh alas kaki bila perlu.
2. Standar kebutuhan rumah tangga
Tiap keluarga memiliki akses terhadap piranti rumah tangga, sabun untuk
menjaga kebersihan pribadi dan peralatan lain yang diperlukan.
Tolok ukur kunci :
a. Keluarga – keluarga pengungsi maupun tuan rumah memiliki piranti yang
pokok: 1 panci tertutup, 1 baskom, 1 pisau dapur, 2 sendok kayu, 2 alat
pengambil air yang berkapasitas antara 1 sampai 20 liter, ditambah alat
penyimpanan air tertutup ukuran 20 liter.
b. Tiap orang memiliki : 1 piring makan, 1 sendok logam, 1 cangkir.
c. Tiap orang mendapatkan sabun ukuran 250 gram per bulan. Terdapat
perencanaan untuk mengganti alat – alat yang tahan lama dengan yang baru
sesudah jangka waktu pemakaian 3 bulan.
d. Tiap keluarga memperoleh akses terhadap alat–alat dan bahan–bahan yang
sesuai untuk kegiatan mencari nafkah, sesegera mungkin.
e. Alat–alat dan bahan–bahan yang dipasok dianggap pantas oleh penerimanya
dan mereka sudah terbiasa menggunakannya, dengan tingkat teknologis yang
setara dengan piranti mereka sebelum terlanda musibah. Barang–barang itu
juga sesuai dengan kondisi–kondisi pemanfaatannya.
3. Standar Prasarana dan perlengkapan
Tolok ukur kunci :
a. Setiap keluarga mempunyai dua alat pengambil air yang berkapasitas 10–20
liter, dan tempat penyimpan air berkapasitas 20 liter. Alat–alat ini sebaiknya
berbentuk wadah yang berleher sempit dan/bertutup
b. Setiap orang mendapat sabun ukuran 250 gram per bulan.
c. Bila kamar mandi umum harus disediakan, maka prasarana ini harus cukup
banyak untuk semua orang yang mandi secara teratur setiap hari pada jam–
jam tertentu. Pisahkan petak–petak untuk perempuan dari yang untuk laki–
laki.
d. Bila harus ada prasarana pencucian pakaian dan peralatan rumah tangga untuk
umum, satu bak air paling banyak dipakai oleh 100 orang. 16

2.8 Penyediaan pangan, air bersih dan sanitasi, pernaungan, sandang, dan
berbagai layanan kesehatan penting yang memadai
1. Selama dan setelah tahap darurat dari sebuah bencana, harus disediakan pangan,
air bersih dan sanitasi, pernaungan, sandang, dan berbagai layanan kesehatan
penting yang memadai untuk orang-orang yang terkena dampak bencana alam
yang memerlukan barang-barang dan jasa-jasa ini. Penyediaan barang-barang dan
jasa-jasa harus dilakukan tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun berdasarkan
ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, opini politik atau opini lainnya,
asal-usul kebangsaan atau sosial, properti, kelahiran, usia, cacat fisik, atau status-
status lainnya. Kelayakan barang-barang dan jasa-jasa ini artinya bahwa mereka
(i) tersedia, (ii) mudah diakses, (iii) bisa diterima, dan (iv) bisa disesuaikan:
a. Tersedia berarti bahwa barang-barang dan jasa-jasa itu tersedia untuk populasi
yang terkena dampak dalam kuantitas dan kualitas yang memadai.
b. Mudah diakses berarti bahwa barang-barang dan jasa-jasa itu
1) Diberikan tanpa diskriminasi kepada semua orang yang membutuhkan,
2) berada dalam jangkauan yang aman dan secara fisik dapat diakses oleh
siapapun, termasuk kelompok-kelompok rentan dan terpinggirkan, dan
3) diketahui oleh para penerima bantuan;
c. Bisa diterima merujuk pada penyediaan barang-barang dan jasa-jasa yang bisa
diterima baik secara kultural maupun mempertimbangkan aspek gender dan
usia;
d. Bisa disesuaikan mensyaratkan bahwa barang-barang dan jasa-jasa itu
disediakan melalui cara-cara yang cukup fleksibel untuk disesuaikan dengan
perubahan kebutuhan-kebutuhan dalam tahap-tahap berbeda yang mencakup
tahap pemberian bantuan darurat, tahap rekonstruksi, dan, dalam kasus
pengungsi, tahap kepulangan mereka. Selama tahap darurat awal, penyediaan
pangan, air bersih dan sanitasi, pernaungan, sandang, dan layanan-layanan
kesehatan dianggap memadai apabila bisa menjamin kelangsungan hidup
17
semua orang yang membutuhkannya.
2. Jika pangan, air bersih dan sanitasi, pernaungan, sandang, dan layanan-layanan
kesehatan tidak tersedia dalam jumlah yang mencukupi, barang-barang dan jasa-
jasa itu pertama-tama harus diberikan kepada mereka yang paling membutuhkan.
Definisi kebutuhan harus berdasarkan pada dan dinilai dari kriteria non-
diskriminatif dan obyektif.
3. Jika populasi tuan rumah, yang tidak secara langsung terkena dampak bencana-
bencana alam, juga mengalami kekurangan air bersih dan sanitasi, pernaungan,
sandang, dan layanan-layanan kesehatan yang penting seperti mereka yang
terkena dampak bencana alam, maka bantuan harus juga disediakan bagi mereka
berdasarkan kesetaraan.
4. Hak mendapat pernaungan harus dimengerti sebagai hak untuk tinggal di suatu
tempat dalam keadaan aman, damai, dan bermartabat. Kriteria-kriteria ini harus
dipakai sebagai patokan-patokan dalam perencanaan dan implementasi program-
program pernaungan, dengan mempertimbangkan keadaan-keadaan yang berbeda
selama dan setelah tahap darurat.
5. Mereka yang terkena dampak bencana alam jika diperlukan harus diberikan akses
ke bantuan psiko-sosial dan layanan-layanan sosial. Perhatian khusus harus
diberikan kepada kebutuhan kesehatan kaum perempuan, termasuk penyediaan
sandang yang layak dan pasokan barang-barang yang higenis, akses ke para
penyedia barang-barang kesehatan bagi perempuan dan layanan-layanan lainnya
seperti alat-alat kesehatan reproduksi.
6. Perhatian khusus harus diberikan kepada penyediaan layanan psiko-sosial bagi
korban-korban penganiayaan seksual dan penganiayaan-penganiayaan lainnya.
7. Perhatian khusus harus diberikan kepada pencegahan penyakit menular dan yang
menyebarkan infeksi, termasuk HIV/AIDS, yang menjangkiti populasi yang
terkena dampak, khususnya mereka yang kehilangan tempat tinggal karena
bencana.

18

2.9 Penyelenggaraan Pemberian Bantuan


Penyelenggaraan pemberian bantuan menurut peraturan kepala badan nasional
penanggulangan bencana nomor 7 tahun 2008 tentang pedoman tata cara pemberian
bantuan pemenuhan kebutuhan dasar adalah sebagai berikut :
1. Pengorganisasian
Pengorganisasian atau tata cara pemberian bantuan pemenuhan kebutuhan dasar
dikoordinasikan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) serta
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) sesuai dengan tingkatan
bencana, melalui Sistem Komando Tanggap Darurat bencana. Negara donor atau
NGO yang akan memberikan bantuan kepada Indonesia harus menghubungi
kantor kedutaan atau kantor perwakilan. Selanjutnya, kedutaan atau kantor
perwakilan akan berkoordinasi dengan Departemen Luar Negeri perihal jenis
bantuan.
Informasi tentang bantuan tersebut akan diteruskan kepada BNPB. Selanjutnya
berdasarkan hasil penilaian cepat atau rapid assessment, BNPB menentukan jenis
dan jumlah kebutuhan dasar yang diperlukan, untuk disampaikan kepada pihak
yang akan memberikan bantuan. Pihak imigrasi, bea cukai, Mabes POLRI dan
TNI, serta Departemen Perhubungan harus mempermudah prosedur tersebut.
a. Pemberi Bantuan dari Luar Negeri
Bantuan dari masyarakat/NGO luar negeri diberikan melalui BNPB atau
BPBD kepada korban bencana, atau langsung kepada korban bencana setelah
berkoordinasi dengan BNPB atau BPBD.
b. Pemberi dan Penyalur Bantuan
1) Tingkat pusat : BNPB/Departemen terkait.
Tugas : Menerima dan menyalurkan bantuan.
2) Tingkat Provinsi : BPBD Provinsi/Dinas tingkat Provinsi.
Tugas : Menerima dan menyalurkan bantuan.
3) Tingkat Kabupaten/Kota : BPBD Kabupaten/Kota dan Dinas tingkat
Kabupaten/Kota.
Tugas : Menerima dan menyalurkan bantuan.
19
c. Penerima bantuan : Korban bencana.
2. Pelaksana Pemberian Bantuan
a. Pemberian bantuan pemenuhan kebutuhan dasar dilaksanakan oleh Tim
Pelaksana Pemberi Bantuan.
b. Tim Pelaksana Pemberi Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dipimpin oleh seorang Koordinator Lapangan yang dibantu oleh :
1) Petugas Administrasi
2) Petugas Medis
3) Petugas Keamanan
4) Petugas Dapur Umum Lapangan
5) Pekerja Sosial
6) Psikolog
7) Petugas teknis sesuai kebutuhan, seperti teknisi pendirian tenda, teknisi air
bersih, teknisi sanitasi, teknisi penerangan, teknisi komunikasi.
8) Partisipan lain yang memiliki kepedulian dalam penanggulangan bencana.
c. Tim pelaksana pemberi bantuan dapat berasal dari :
1) Pemerintah daerah, desa/kelurahan
2) Instansi pemerintah
3) TNI / POLRI
4) LSM
5) PMI
6) Perguruan Tinggi
7) Anggota masyarakat lainnya
d. Tim Pelaksana Pemberi Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah
instansi, organisasi, kelompok, atau perorangan yang telah dilatih dalam
penanggulangan bencana atau memiliki ketrampilan sesuai kebutuhan.
3. Pelaksanaan Pemberian Bantuan
a. Penyusunan Daftar Penerima Bantuan
Agar bantuan yang diberikan tepat sasaran, maka perlu dilakukan identifikasi
penerima bantuan secara rinci sehingga tidak satu orangpun korban bencana
yang tertinggal dan tidak menerima bantuan. Mekanisme yang dilakukan pada
kegiatan pendaftaran penerima bantuan adalah sebagai berikut : 20
1) Langkah-langkah
a) Mengidentifikasi jumlah keluarga di setiap titik penampungan
(Gunakan lampiran - 1).
b) Berdasarkan identifikasi jumlah keluarga, disusun daftar penerima
bantuan secara keseluruhan sesuai dengan kelompok umur (Gunakan
lampiran - 2).
2) Teknik yang digunakan
Penyusunan daftar penerima bantuan dilakukan dengan menggunakan
survey di seluruh tempat penampungan melalui wawancara, observasi, dan
studi dokumentasi (jika ada). Keragaman penggunaan teknik dimaksudkan
agar data benar-benar valid.
3) Waktu pelaksanaan
Penyusunan daftar penerima bantuan dilakukan sesegera mungkin, agar
pengadaan bantuan dapat diupayakan dengan cepat dan pendistribusian
bantuan dapat segera dilakukan.
4) Pelaksana
Yang bertugas melakukan penyusunan daftar penerima bantuan adalah
petugas/tim pengumpul data yang telah terlatih atau memiliki pengalaman
dalam melakukan pengumpulan data. Pelaksana dapat ditetapkan oleh
petugas yang berwenang (koordinator lapangan).
b. Penilaian Kebutuhan (need assessment)
Agar bantuan yang diberikan pada korban sesuai dengan yang dibutuhkan,
perlu dilakukan penilaian dengan mempertimbangkan kelompok umur, jenis
kelamin, dan kelompok rentan lainnya. Susunan daftar penerima bantuan
dapat dijadikan data awal dalam mempertimbangkan kebutuhan penerima
bantuan. Mekanisme yang dilakukan pada kegiatan penilaian kebutuhan
adalah sebagai berikut :
1) Langkah-langkah
a) Mengidentifikasi kebutuhan penerima bantuan (korban bencana).
 Mengidentifikasi kebutuhan penerima bantuan .
 Menentukan prioritas bantuan yang diperlukan. 21
 Menyusun daftar kebutuhan berdasarkan prioritas yang diperlukan.
b) Mengidentifikasi sumber.
 Mengidentifikasi barang-barang/aset yang masih dimiliki
korban/penerima bantuan (Gunakan lampiran-3).
 Mengidentifikasi pihak-pihak yang mungkin dilibatkan dalam
penyediaan kebutuhan yang diperlukan penerima bantuan.
 Mengidentifikasi sumber-sumber lain di sekitar tempat
penampungan.
c) Menentukan jenis bantuan yang diperlukan penerima bantuan (korban
bencana).
 Berdasarkan identifikasi kebutuhan dan sumber, selanjutnya dapat
ditentukan jenis bantuan apa saja yang diperlukan penerima
bantuan (Gunakan lampiran - 4).
 Selain daftar jenis bantuan dan pihak yang dapat dilibatkan, perlu
disusun daftar kebutuhan yang diperlukan setiap hari, seminggu
sekali, atau sebulan sekali pada masa tanggap darurat (Gunakan
lampiran - 5).
2) Teknik yang digunakan
Kegiatan identifikasi kebutuhan dapat dilakukan dengan menggunakan
teknik wawancara, observasi dan diskusi dengan calon penerima bantuan.
Keterlibatan korban dalam kegiatan ini dimaksudkan agar bantuan yang
akan diberikan sesuai dengan prioritas kebutuhan mereka.
3) Waktu pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan identifikasi kebutuhan dapat dilakukan setelah daftar
penerima bantuan tersusun. Selanjutnya daftar penerima bantuan akan
dijadikan salah satu acuan dalam melakukan identifikasi kebutuhan.
4) Pelaksana
Pelaksanaan kegiatan ini dapat dilakukan oleh petugas/tim pengumpul
data/pendamping lapangan yang telah terlatih atau memiliki pengalaman
dalam melakukan penilaian kebutuhan. 22
c. Penentuan Jumlah Bantuan
Langkah berikutnya dari mekanisme pemberian bantuan adalah menentukan
jumlah bantuan yang harus didistribusikan pada seluruh penerima bantuan
(korban bencana).
1) Langkah-langkah
a) Menyiapkan daftar penerima bantuan dan daftar kebutuhan yang
diperlukan sesuai dengan prioritas.
b) Menghitung perkiraan jumlah yang harus didistribusikan pada setiap
hari/minggu/bulan (Gunakan lampiran - 6, 7, 8).
c) Menghitung jumlah bantuan tidak terduga (Gunakan lampiran - 9).
d) Menghitung jumlah keseluruhan bantuan yang diperlukan selama masa
di penampungan (Gunakan lampiran - 10)
2) Teknik yang digunakan
Penghitungan jumlah bantuan keseluruhan, dilakukan dengan teknik
pengolahan data sederhana (manual) atau jika data terlalu kompleks
karena melibatkan jumlah dan jenis bantuan yang banyak, maka
pengolahan data dapat menggunakan Statistical Package for Social
Sciences (SPSS) atau teknik pengolahan data lain yang paling
memungkinkan.
3) Waktu penghitungan
Penghitungan jumlah bantuan dilakukan setelah daftar penerima bantuan
dan data jumlah setiap jenis bantuan terkumpul.
4) Pelaksana
Untuk dapat menghitung jumlah bantuan secara cermat, diperlukan orang-
orang yang memiliki pengalaman dan terlatih dalam melakukan
pengolahan data.
d. Pendistribusian Bantuan
Pendistribusian bantuan harus cepat dan tepat serta sesuai dengan kondisi
setempat, dengan melalui beberapa mekanisme:
23
1) Penerima bantuan pangan diidentifikasi dan menjadi sasaran berdasarkan
kebutuhan.
2) Metode distribusi dirancang melalui konsultasi dengan kelompok-
kelompok setempat, lembaga-lembaga mitra, dan melibatkan berbagai
kelompok penerima.
3) Titik-titik distribusi sedekat mungkin dengan hunian sementara penerima
untuk memastikan akses yang mudah dan aman.
4) Kualitas, jumlah jatah makanan/pangan dan rencana distribusi
diinformasikan jauh sebelumnya kepada penerima bantuan.
5) Kinerja dan efektifitas program bantuan pangan dimonitor dan dievaluasi
dengan semestinya.
e. Pencatatan dan Pelaporan
Kegiatan pencatatan dan pelaporan yang berkaitan dengan mekanisme
pemberian bantuan mulai dari setiap tahap didokumentasikan ataupun dicatat
dalam suatu dukumen sebagai bukti pertanggungjawaban sebagai berikut:
1) Pencatatan penerimaan bantuan meliputi: pemberi bantuan, jumlah, dan
jenis bantuan, serta waktu penyerahan bantuan.
2) Pencatatan penyaluran meliputi : penerima bantuan, jumlah, dan jenis
bantuan, waktu penyaluran, lokasi penyaluran bantuan, serta
penanggungjawab (contact persons).
3) Pencatatan persediaan logistik dan peralatan.
4) Pelaporan hasil penerimaan dan penyaluran bantuan disampaikan kepada
SATLAK PB/BPBD kabupaten/kota, SATKORLAK PB/BPBD provinsi
atau BNPB dengan tembusan lembaga/instansi yang memberi bantuan

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Indonesia merupakan salah satu yang rawan bencana sehingga diperlukan
manajemen atau penanggulangan bencana yang tepat dan terencana. Manajemen
bencana merupakan serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan
pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana,
tanggap darurat, dan rehabilitasi. Manajemen bencana di mulai dari tahap
prabecana, tahap tanggap darurat, dan tahap pascabencana.
Pertolongan pertama dalam bencana sangat diperlukan untuk meminimalkan
kerugian dan korban jiwa. Pertolongan pertama pada keadaan bencana
menggunakan prinsip triage. Serta pemenuhan kebutuhan dalam jangka panjang
sangat diperlukan untuk penanggulangan dalam bencana.

3.2 Saran
Masalah penanggulangan bencana tidak hanya menjadi beban pemerintah
atau lembaga-lembaga yang terkait. Tetapi juga diperlukan dukungan dari
masyarakat umum. Diharapkan masyarakat dari tiap lapisan dapat ikut
berpartisipasi dalam upaya penanggulangan bencana.

24
DAFTAR PUSTAKA

Keputusan Menkes RI No. 876/Menkes/SK/XI/ 2006. Kebijakan dan Strategi


Nasional Penanganan Krisis dan Masalah Kesehatan Lain. Jakarta, Depkes RI.
Keputusan Menkes RI No. 1653/Menkes/SK/XII/ 2006. Pedoman Penanganan
Bencana Bidang Kesehatan. Jakarta, Depkes RI.
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 7 Tahun 2008
Tentang Pedoman Tata Cara Pemberian Bantuan Pemenuhan Kebutuhan
Dasar.
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 16 Tahun 2012
Tentang Pedoman Pengelolaan Gudang Logistik Dan Peralatan Dalam Status
Keadaan Darurat Bencana.
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 6.A Tahun 2011
Tentang Pedoman Penggunaan Dana Siap Pakai Pada Status Keadaan Darurat
Bencana.
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 13 Tahun 2008
Tentang Pedoman Manajemen Logistik Dan Peralatan Penanggulangan
Bencana.
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 4 Tahun 2008
Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana.
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 10 Tahun 2012
Tentang Pengelolaan Bantuan Logistik Pada Status Keadaan Darurat
Bencana.
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 8 Tahun 2011
Tentang Standardisasi Data Kebencanaan.
Lampiran 01.

Lampiran 02.
Lampiran 03.

Lampiran 04.
Lampiran 05.

.
Lampiran 06
Lampiran 07.
Lampiran 08.

Lampiran 09.
Lampiran 10.

Anda mungkin juga menyukai