Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

KASUS ARITMIA JANTUNG BLOK KARDIOVASKULER


Makalah ini ditunjukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Gawat Darurat
Dosen Pengampu: Ns. Yana Hendriana., S.kep., M.kep

Disusun Oleh :
ISTI ZAMZAROH
CKR0170192

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
KAMPUS II
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya sehingga saya berhasil menyelesaikan makalah ini yang alhamdulillah tepat pada
waktunya yang berjudul ”KASUS ARITMIA JANTUNG BLOK KARDIOVASKULER”. Di
susun untuk memenuhi syarat salah satu tugas Keperawatan Gawat Darurat Tahun Ajaran 2020-
2021.

Makalah ini berisikan tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan aritmia jantung .
Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua. Adapun, penyusunan
makalah ini kiranya masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu, saya menghaturkan permohonan
maaf apabila terdapat keselahan dalam makalah ini. Saya pun berharap pembaca makalah ini
dapat memberikan kritik dan sarannya agar di kemudian hari saya bisa menyusun makalah yang
lebih sempuna lagi.

Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir khususnya:

1. Ns. H. Kanapi., S. Kep., M.Kep. selaku koordinator Kampus II STIKKU.


2. Ns. Nanang Saprudin., S.Kep., M.kep selaku ketua Prodi SI Ilmu Keperwatan Kampus
STIKKU
3. Ns. Yana Hendriana., S.Kep., M.Kep selaku dosen Keperawatan Gawat Darurat.
Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita.

Cirebon, 06 November 2020

Penyusun

DAFTAR ISI

ii
KATA PENGANTAR............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................................2
1.3.1 Tujuan Umum.............................................................................................2
1.3.2 Tujuan Khusus............................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan...............................................................................................2
1.4.1 Manfaat Teoritis.........................................................................................2
1.4.2 Manfaat Praktis...........................................................................................2
1.5 Sistematika Penulisan..........................................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Bencana.................................................................................................4
2.2 Definisi Trauma Healing.....................................................................................5
2.3 Dampak Bencana.................................................................................................5
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Strategi Penanganan Dampak Bencana pada Anak.............................................8
3.2 Strategi Penanganan Dampak Bencana pada Remaja.........................................13
3.2.1 Remaja dan Trauma Bencana.....................................................................13
3.2.2 Kemampuan Remaja Perempuan dalam Penanggulangan Bencana..........14
3.2.3 Pendekatan Perubahan Perilaku dalam Penanggulangan Bencana............16
3.2.4 Keterampilan Pendampingan Psikososial dalam Bencana.........................16
3.3 Strategi Penanganan Dampak Bencana pada Ibu Hamil.....................................16
3.4 Strategi Penanganan Dampak Bencana pada Disabilitas....................................17
3.5 Strategi Penanganan Dampak Bencana pada Lansia...........................................18
3.5.1 Dampak Psikologis Bencana pada Lansia...................................................19
3.5.2 Aktivitas Psikososial pada Lansia...............................................................19
3.5.3 Trauma Healing pada Lansia.......................................................................19

iii
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan............................................................................................................20
4.2 Saran......................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................21

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Negara Indonesia berada di garis khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua
dan dua samudera, berada dalam wilayah yang memiliki kondisi geografis, geologis,
hidrologis, dan demografis yang rawan terhadap terjadinya bencana dengan frekuensi yang
cukup tinggi. Indonesia terletak di atas lempeng benua yang dijejeri deretan gunung api
yang sangat aktif yang disebut dengan ring of fire (lingkaran api). Kondisi alam yang
rentan terhadap berbagai bencana ini tidak dapat dihindari, namun dapat diminimalisir dari
dampak buruk yang akan ditimbulkannya. Kejadian Tsunami di Aceh pada tanggal 26
Desember 2004 yang memakan banyak korban yaitu lebih dari 200.000 orang dan bencana
gempa tektonik yang terjadi di Yogyakarta pada tahun 2006 yang menimbulkan korban
6.234, cukup menjadi bahan introspeksi diri dalam penataan manajemen bencana. Idham
dalam Lesson from Aceh and Jogya: Towards Better Disaster Management, Partnership for
Government Refrom mengatakan “Aceh and Yogya cases make us aware that in disaster it
is needed to make every effort to put first, to assist, and protect the weak”.
Supaya menjadi perhatian di tahun mendatang, mari kita mengingat kembali
beberapa peristiwa bencana yang terjadi di Indonesia sepanjang tahun 2014. Pada awal
tahun 2014 Indonesia ditimpa banjir bandang di Manado, Sulawesi Utara. Sejumlah 19
orang tewas dan banyak rumah serta harta yang tersapu ikut terbawa arus banjir bandang.
Peristiwa meletusnya Gunung Sinabung di Tanah Karo, Sumatera Utara hingga Gunung
Sangeang di Bima, Nusa Tenggara Barat yang menelan korban tidak sedikit. Dipenghujung
tahun 2014, bencana kembali menimpa Indonesia di Kecamatan Karangkobar,
Banjarnegara dengan bencana tanah longsornya. Diperkirakan 108 orang tertimbun tanah
dan 97 orang tewas. Rentetan bencana tersebut bukan sebuah dongeng, akan tetapi nyata
dan benar-benar menimpa masyarakat Indonesia.
Bencana alam yang terjadi cukup besar biasanya akan menghilangkan banyak
harta benda, nyawa serta korban luka fisik maupun psikologis. Korban bencana tersebut
perlu mendapatkan perlakuan yang cepat untuk keamanan mereka. Pada Undang-undang
RI No. 24 Tahun 2007 Pasal 26 menjelasakan bahwa “setiap orang berhak mendapatkan

1
perlindungan sosial dan rasa aman, khususnya bagi kelompok masyarakat rentan bencana”.
Korban bencana tidak memandang jabatan, usia, maupun jenis kelamin. Korban bencana
bisa berasal dari kalangan anak-anak, Ibu hamil atau Ibu menyusui, disabilitas, remaja,
orang dewasa, atau lanjut usia. Seperti yang telah disebutkan dalam Pasal 26 bahwa
prioritas dalam penyelamatan korban bencana adalah kelompok yang dikategorikan rentan,
misalnya anak-anak, orang tua, cacat, pasien, rumah sakit, dan kaum lemah lainnya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Bencana?
2. Apa yang dimaksud dengan Trauma Healing?
3. Apa saja dampak bencana?
4. Bagaimana strategi penanganan dampak bencana pada ibu hamil sampai lansia?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan mahasiswa
tentang bagaimana strategi penanganan dampak bencana pada ibu hamil sampai lansia
dalam konteks layanan traumatic nursing in disaster.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian Bencana.
2. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian Trauma Healing.
3. Mahasiswa dapat mengetahui apa dampak bencana.
4. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana strategi penanganan dampak bencana
pada ibu hamil sampai lansia dalam konteks layanan traumatic nursing in disaster.

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Bagi Institusi Pendidikan
Penulisan ini dapat dijadikan masukan kepada pendidik dan mahasiswa, serta
menambah wawasan baru tentang bagaimana strategi penanganan dampak
bencana pada ibu hamil sampai lansia dalam konteks layanan traumatic nursing
in disaster.
2. Bagi Ilmu keperawatan

2
Penulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan mahasiswa
khususnya pada ilmu keperawatan sehingga dapat memberikan pelayanan yang
maksimal.
1.4.2 Manfaat Praktis
Bagi Praktek Keperawatan
Hasil penulisan ini dapat dijadikan sumber informasi dalam upaya
meningkatkan pelayanan kesehatan.

1.5 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan ini disusun secara sistematis yang terdiri dari 4 BAB yaitu :
BAB I PENDAHULUAN : Latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan,
manfaat penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORI : Definisi Bencana, Definisi Trauma Healing, Dampak
Bencana.
BAB III PEMBAHASAN : Strategi Penanganan Dampak Bencana pada Anak,
Strategi Penanganan Dampak Bencana pada Remaja,
Strategi Penanganan Dampak Bencana pada Ibu Hamil,
Strategi Penanganan Dampak Bencana pada Disabilitas,
Strategi Penanganan Dampak Bencana pada Lansia.
BAB IV PENUTUP : Kesimpulan dan saran.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Definisi Bencana


Menurut United Nation Development Program (UNDP) bencana adalah suatu
kejadian ekstrem dalam lingkungan alam atau manusia yang berakibat merugikan dan
mempengaruhi kehidupan manusia, harta benda atau aktivitas sampai pada tingkat yang
menimbulkan bencana. Kejadian bencana adalah sebuah peristiwa yang bisa terjadi di
mana saja dan kapan saja. Bencana sama halnya dengan masalah yaitu sesuatu hal yang
datangnya tidak diinginkan dan dapat menimbulkan kerugian bagi yang tertimpanya.
Namun ketika memaknai bencana sebagai teguran dari Tuhan, maka manusia akan
mengambil hikmah dari setiap kerugian yang menimpanya.

“Menurut NFPA 1600: Standard on Disaster /Emergency Management and


Business Continuity Program. A disaster Is an Incident where the resources, personnel, and
materials of the affected Facility cannot control an abnormal situation (fire, explosion, leak,
well blowout etc) that threaten the loss of human or physical resources of the facility and
environment.”

Segala bentuk kejadian yang tidak terkendali yang bersumber dari manusia atau
alam, berdampak pada hilangnya nyawa manusia atau harta dan merusak fasilitas serta
lingkungan disebut sebagai bencana. Pengertian dari kedua lembaga tersebut tentang
bencana memiliki kesamaan yaitu sebagai sebuah peristiwa yang mengganggu kehidupan
manusia yang disebabkan oleh alam atau non alam sehingga mengakibatkan kerugian serta
hilangnya nyawa dan harta benda. Bencana bisa disebabkan karena faktor alam, perbuatan
manusia, dan sosial. Teknologi kini semakin canggih beberapa bencana yang disebabkan
karena faktor alam dapat diberikan peringatan secara dini sebelumnya, sehingga manusia
dapat melakukan tindakan preventif untuk menghindari dan meminimalisir kerugian yang
terjadi.

4
Bencana semacam ini contohnya tsunami, gempa bumi, tanah longsor, angin
topan, wabah, dan gunung meletus. Bencana yang disebabkan karena ulah dari manusia baik
secara sengaja ataupun tidak bisa menjadi kasus yang serius ditindak lanjuti ke ranah hukum.
Bencana buatan manusia bisa berupa pencemaran lingkungan, kecelakaan transportasi,
ledakan bom, dan kegagalan teknologi. Adapun bencana sosial biasanya terjadi karena
kurangnya keharmonisan hubungan sosial, sehingga menimbulkan konflik antar suku atau
kelompok tertentu.

2.2 Definisi Trauma Healing

Pada Kamus Psikologi dijelaskan bahwa trauma merupakan setiap luka, sakit, atau
shock yang seringkali berupa fisik atau struktural maupun juga mental dalam bentuk shock
emosi yang menghasilkan gangguan lebih kurang tentang ketahanan fungsi-fungsi mental.
Trauma yang ditunjukan pada penelitian ini adalah gangguan psikologis yang dialami oleh
anak-anak akibat bencana alam yang menghampiri mereka. Trauma terjadi karena tidak
adanya kesiapan dalam menghadapi suatu peristiwa.

Healing secara bahasa memiliki arti penyembuhan. Menurut Arthur S. Reber dan
Emily Reber dalam The Penguin Dictionary of Psychology Third Edition, heal adalah to
become healty again and to make whole to free from impairment. That heal should be
reserved for relatively less severe cases of injury or trauma. Some use heal in the context of
providing assistance in the restorative process. Jadi trauma healing adalah suatu metode
penyembuhan pada gangguan psikologis yang dialami oleh seseorang karena lemahnya
ketahanan fungsi-fungsi mental.

2.3 Dampak Bencana

Bencana adalah sebuah masalah yang harus ditangani dengan serius, karena
apabila sudut pandang datangnya bencana masih kolot dan tradisional, maka korban yang
diakibatkan karena bencana akan semakin banyak. Dampak dari bencana dibedakan menjadi
dua jenis yaitu dampak secara fisik dan non fisik.

1) Dampak fisik dari bencana Inilah beberapa dampak fisik yang ditimbulkan dari
bencana, diantaranya adalah:

5
a. Kurangnya kemampuan untuk bergerak atau melakukan perjalanan karena
infrastruktur transportasi yang rusak dan hancur.
b. Terganggunya kesempatan pendidikan karena kerusakan sekolah atau guru dan
siswa yang cedera atau cacat karena ada tekanan, seperti trauma.
c. Hilangnya warisan budaya, fasilitas keagamaan, dan sumber daya masyarakat.
d. Hilangnya pasar dan kesempatan berdagang yang disebabkan oleh gangguan
bisnis jangka pendek akibat hilangnya konsumen, pekerja, fasilitas, persediaan,
atau peralatan.
e. Adanya tunawisma yang disebabkan oleh hilangnya rumah dan harta benda
f. Kehilangan, kerusakan, dan pencemaran lingkungan akibat kerusakan bangunan
dan infrastruktur yang rusak dan belum diperbaiki serta deformasi dan hilangnya
kulitas tanah.
g. Sulitnya komunikasi karena kerusakan dan kehilangan infrastruktur.
h. Kelaparan karena terputusnya rantai suplai makanan yang menyebabkan
kekurangan suplai makanan dan meningkatnya harga.
2) Dampak non fisik dari bencana:
Inilah beberapa dampak non fisik dari bencana, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Kerusuhan publik terjadi karena bentuk pemberontakan di dalam hati ketika
respon pemerintah tidak memadai.
b. Hilangnya kepercayaan investor yang mungkin berpotensi menarik kembali
investasi mereka dan di kemudian hari akan menciptakan pengangguran karena
pemotongan kerja atau kerusakan kerja di tempat kerja.
c. Trauma yang mendalam karena merasa takut, kehilangan barang, kematian
orangtua, sanak-saudara, serta kawannya dan terbayang-bayang akan bencana
yang menimpanya.

Begitu banyak dampak yang ditimbulkan dari suatu bencana, karena bencana adalah
sebuah peristiwa yang mengakibatkan kerugian dalam jumlah yang besar baik nyawa
ataupun harta. Sifatnya berantai tidak hanya satu orang tetapi juga pemerintah akan
merasakan akibatnya, dan tidak hanya berpengaruh pada satu sektor saja contohnya
kerusakan alam tetapi juga dan berpengaruh pada sektor ekonomi, sosial, budaya, dan
hukum. Pemulihan dari suatu bencana juga memerlukan waktu yang cukup lama terlebih

6
yang berkaitan dengan psikologis seseorang. Kedua dampak tersebut sama-sama akan
berbahaya apabila dibiarkan, namun yang akan lebih banyak disoroti dalam penelitian ini
adalah mengenai dampak non fisik atau lebih tepatnya trauma karena bencana.

University of Illinois Extension Disaster Resources menjelaskan ada beberapa kondisi


bencana yang dapat mengakibatkan trauma, diantaranya adalah:

a. Pengalaman atau melihat kejadian bencana yang menakutkan serta melihat langsung
tragedi kehancuran dan kematian pada seseorang.
b. Rumah atau tempat tinggalnya hancur.
c. Tinggal di pengungsian yang padat dan tidak membuat nyaman.
d. Harus menyesuaikan diri dengan orang-orang dan lingkungan yang baru.
e. Terpisah atau kehilangan keluarga dan kerabat dekat.
f. Orang tua kehilangan mata pencaharian, sehingga berpikir bahwa secara ekonomi
mendapatkan tekanan yang lebih berat.
g. Orang tua yang stres berat sehingga tidak ada waktu untuk merawat anaknya.
h. Melakukan pekerjaan orang dewasa.
i. Tidak melakukan hal-hal yang rutin seperti biasanya.

Keadaan tersebut dapat mengakibatkan trauma, adapun ciri-ciri peristiwa traumatis adalah:

1. Terjadi secara tiba-tiba.


2. Mengerikan, menimbulkan perasaan takut yang sangat.
3. Mengancam keutuhan fisik maupu mental.
4. Dapat menimbulkan dampak fisik, pikiran, perasaan, dan perilaku biasanya membekas
bagi mereka yang mengalami atau haya sekedar menyaksikan. Kondisi seperti stres yang
dirasakan setelah munculnya peristiwa traumatis disebut sebagai stres traumatis.

7
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Strategi Penanganan Dampak Bencana pada Anak

Trauma menjadi bagian masalah penting yang harus ditemukan solusinya, lewat
trauma healing masalah trauma akibat bencana dapat menjadi solusi yang tepat. Trauma
healing merupakan bagian dari manajemen bencana yang dapat mengatasi dampak bencana
secara psikologis. Shaluf mendefinisikan manajemen bencana sebagai istilah kolektif yang
mencakup semua aspek perencanaan untuk merespon bencana, termasuk kegiatan-kegiatan
sebelum bencana dan setelah bencana yang mungkin juga Trauma healing diberikan pada
tingkatan bantuan darurat yaitu pemenuhan keselamatan diri dari stres yang dialami akibat
bencana dahsyat yang menghampiri individu. Pemulihan dari suatu trauma membutuhkan
waktu lama atau tidaknya proses trauma healing tergantung dari individu itu sendiri. Dalam
buku Panduan Program Psikososial Paska Bencana ada empat teknik yang bisa dilakukan
untuk mengatasi trauma yang dialami anak-anak diantaranya adalah:

1. Teknik Relaksasi Untuk Anak


Teknik ini dapat membantu anak-anak menjadi rileks dan nyaman dengan tubuh dan jiwa
mereka. Teknik ini bisa dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
a. Sensor tubuh
Suatu upaya untuk mendorong mereka menyadari bagian dari tubuhnya dan
memberikan sugesti yang baik bahwa tubuh mereka itu sehat dan kuat. Hal ini
membiasakan anak-anak untuk dapat mengendalikan tubuhnya, sehingga mental
mereka menjadi kuat.
b. Menghirup bunga
Teknik ini bertujuan menstimulasi anak untuk menghirup oksigen dan nitrogen
monoksida yang dibutuhan oleh tubuh, dapat menenangkan pikiran dan jiwa.
Kegiatannya berupa mengajak anak-anak untuk menyebutkan nama bunga yang
harum kemudian mengimajinasikan bentuk, warna, dan harumnya.

8
c. Penghakau singa
Teknik ini memiliki tujuan untuk mengeluarkan emosi dan berteriak sekencang-
kencangnya atas perasaan mereka yang terpendam, melalui cerita singa yang
mengganggu desa mereka. Cerita singa ini bisa dibuat sendiri oleh relawan.
d. Mengeluarkan racun
Teknik mengeluarkan racun bisa dilakukan dengan cara menghirup nafas dan
mengeluarkan nafas sambil membayangkan sebuah udara hitam yang harus mereka
keluarkan dari dalam tubuh mereka.
e. Doa dan sholawat
Mengajak anaka-anak untuk berdoa dan bershalawat bersama sambil memegang
dada.
f. Menyanyikan lagu
Ajak anak-anak untuk berbaring dan memejamkan mata lalu nyanyikan mereka lagu
lembut sebagai penghantar tidur.
g. Membentuk benda
Teknik ini merupakan modifikasi dari progressive muscle untuk menstimulasi batang
otak, agar kembali memiliki kontrol terhadap otot-otot tubuh. Dilakukan dengan cara
mengajak anak-anak bergerak kemudian berjalan pelan dan membayangkan menjadi
benda sesuai dengan sifat benda tersebut.
h. Tempat rahasia
Tempat rahasia adalah teknik meminta anak-anak untuk menggambarkan sebuah
tempat lewat selembar kertas dan pensil, kemudian cobalah mengajak mereka untuk
menceritakan tempat tersebut. Setelah itu beri tahu mereka bahwa kita akan mengajak
mereka melalui sebuah imajinasi.
i. Gua bertingkat
Sama seperti yang sebelumnya, coba ajak anak-anak untuk melakukan perjalanan ke
sebuah gua bertingkat tiga sambil meminta mereka untuk melakukan beberapa
gerakan sebelum sampai ke tempat tujuan. Gerakan tersebut bisa berupa melompat,
menghirup nafas, melirik, mengangkat batu, menginjak, dan lain sebagainya sampai
akhirnya mereka sampai di gua tingkat tiga.

9
j. Imajinasi dengan awan
Ajak anak-anak untuk pergi ke ruangan terbuka sambil tiduran serta melihat awan di
langit. Setelah itu suruhlah mereka untuk menebak bentuk awan mana yang mirip
dengn kuda, boneka salju atau benda-benda lainnya.
2. Teknik Mengekspresikan Emosi untuk Anak
a. Melepas balon imajine
Tanyakan pada anak-anak mengenai emosi negatif yang mereka miliki, lalu mintalah
anak-anak untuk membayangkan sebuah balon kemudian meniupnya dan memasukan
emosi negatif tersebut ke dalam balon. Balonpun dengan ikhlas diterbangkan ke
langit bersama dengan emosi negatif yang selama ini terpendam.
b. Menyimpan emosi
Teknik menyimpan emosi ini memerlukan sebuah kardus atau kaleng bekas, pensil,
dan kertas. Mintalah pada anak-anak untuk menuliskan emosi negatif yang mereka
rasakan kemudian buang bersama emosi negatif itu ke dalam kardus atau kaleng yang
sudah disediakan.
c. Mengatasi flashback
Jika anak-anak mengalami flashback (misalnya tangan berkeringat, tiba-tiba sakit
kepala, mulut terasa kering, tempo nafas lebih cepat, panik) saat mendengar sesuatu
yang mengingatkan mereka akan kejadian yang traumatik, itu tandanya sedang
mengalami gejala stres selepas trauma (GSST). Anak kehilangan orientasi waktu,
yang perlu dilakukan adalah : gunakan kesadaran akan perbedaan waktu. Lakukan
dan katakan: Nama saya (sebutkan nama), saat ini saya sedang mengalami gejala
trauma. Injakkan kaki anda secara bergantian ke tanah (ini akan memberikan perasaan
anak masih memiliki kekuatan mengontrol badan). Sekarang tanggal (sebutkan
tanggal) saya ada di (sebutkan nama tempat), saya sedang melakukan (sebutkan nama
kegiatan). Tarik nafas dalam dan hembuskan perlahan-lahan beberapa kali hingga
pola nafas normal kembali.
3. Teknik Rekreasional
Pada dasarnya kegiatan rekreasional adalah segala aktivitas yang menyenangkan, dan
mampu mengembangkan aspek fisik, pikiran, sosial dan emosional anak sehingga
meningkatkan resiliensi mereka. Tidak semua kegiatan rekreasional dapat disebut sebagai

10
kegiatan dukungan psikososial. Hanya kegiatan yang memiliki tujuan untuk memenuhi
kebutuhan psikososial anak yang dapat disebut sebagai kegiatan dukungan psikososial.
a. Kegiatan seni
Kegiatan seni dapat menjadi alat komunikasi untuk mengekspresikan pikiran dan
perasaan. Kegiatan ini bisa berupa menggambar, bermain musik, melukis, dan
bernyanyi.
b. Pertunjukan drama dan boneka
Drama sangat baik untuk melatih kerjasama, mengekspresikan perasaan, dan belajar
dari sebuah pengalaman. Drama cocok dilakukan untuk anak usia 5-18 tahun.
Sedangkan pertunjukan boneka cocok untuk anak usia di bawah 9 tahun.
c. Bermain dan permainan
Kegiatan bermain bebas dapat meningkatkan kemampuan ekspresi diri anak.
Permainan berstruktur yaitu permainan yang memiliki tujuan, metode dan aturan
yang dapat mengajarkan nilai-nilai tertentu seperti berbagi dan kerja sama. Karena
bentuknya yang terstruktur, maka bisa dilakukan persiapan sehingga dalam
pelaksanaannya dapat lebih tertib dan teratur.
d. Menyampaikan, membaca, mendengarkan, dan menuliskan cerita
Baik mendengar atau menyampaikan cerita dapat melatih anak untuk belajar
berempati, mendengarkan dan menghargai orang lain. Isi cerita mengajarkan nilai-
nilai moral dan bagaimana menghadapi masalah.
e. Olahraga
Olahraga memberikan kesegaran dan menyalurkan energi anak dengan cara yang
positif. Olahraga melatih kemampuan bergerak dan meningkatkan kekuatan otot.
4. Teknik Ekspresif
a. Teknik Menulis
Menulis memiliki kekuatan katartif (pelepasan emosi). Dengan tulisan, seseorang
akan dapat menenangkan pikirannya, melepaskan ketegangan, menguraikan
kebingungan dan membuka alur baru dalam hidupnya. Teknik menulis tepat untuk
anak usia 10 tahun hingga remaja akhir (19 tahun) bahkan bisa juga untuk orang
dewasa.

11
b. Teknik Menggambar
1) Menggambar bebas
Mintalah mereka untuk menggambar sesuatu hal yang ada di pikiran mereka,
dengan begitu konselor, relawan, atau psikolog dapat mengetahui apa yang anak
tersebut sedang pikirkan.
2) Menggambar kejadian traumatis
Hal ini untuk mengidentifikasi hal-hal yang membuat mereka trauma, seperti
misalnya mobil ambulans.
3) Menggambar hari depan
Menggambar masa depan akan menunjukan harapan dan cita-cita di kemudian
hari, sehingga orang terdekat yang berada dengan anak dapat mengetahui dan
mengarahkan harapan anak.
4) Menggambar kata
Menggambar kata adalah meminta anak untuk menggambarkan kata yang paling
mereka sukai ke dalam wujud gambar.
5) Memberi judul
Setelah semua gambar terbentuk mintalah anak untuk memberikan judul pada
setiap gambar tersebut.
6) Menggambar perasaan
Kegiatan menggambarkan perasaan bertujuan untuk mengidentifikasikan,
memberi nama dan menyatakan emosi anak-anak, karena anak-anak terkadang
sulit untuk menyebutkan sebuah ekspresi perasaan yang dia rasakan.

Anak yang mengalami trauma yang kemudian diberikan trauma healing akan melewati
beberapa tahapan, diantaranya:

1. Terguncang
Pada tahapan terguncang ini, anak mengalami rasa kaget yang luar biasa. Di mana anak
harus mendengar bahkan melihat kejadian longsor tanpa adanya pemberitahuan dan
persiapan, sehingga hati dan pikiran anak akan terguncang.

12
2. Menyangkal
Menyangkal adalah peristiwa tidak menerima kenyataan yang menghampirinya. Pada
tahap menyangkal biasanya akan mulai muncul gejala-gejala trauma.
3. Marah
Setelah menyangkal, maka anak akan marah atau lebih ekstremnya lagi anak
memberontak. Anak belum bisa menerima keadaan yang terjadi.
4. Tidak berdaya
Pada tahap tidak berdaya ini anak mulai luluh dan mengerti hikmah dari kejadian yang
menimpanya. Ada proses pengakuan dalam diri dan kekuatan untuk dapat menerima
situasi yang terjadi. Seperti kehilangan orangtua, teman, dan saudara.
5. Penerimaan
Tahap terkahir yaitu penerimaan adalah tahapan di mana anak benar-benar dengan lapang
dada menerima, dan dapat melihat peristiwa yang menimpanya dengan positif. Pada
tahap ini gejala-gejala trauma mulai hilang.

3.2 Strategi Penanganan Dampak Bencana pada Remaja

3.2.1 Remaja dan Trauma Bencana

Remaja merupakan masa peralihan atau transisi dari anak-anak ke dewasa Masa ini
merupakan masa rawan dan juga masa di mana remaja mencari identitas dirinya dengan
cara menyesuaikan diri baik dengan kondisi dirinya maupun dengan lingkungan khususnya
dengan kelompoknya (Wong, 2008). Penyesuaian diri itu dapat dilakukan oleh remaja baik
perempuan maupun laki-laki dengan melakukan tugas perkembangannya. Tugas
perkembangan remaja perempuan dan laki-laki menurut Hurlock (1999, dalam Manurung,
2011) yaitu remaja mampu menerima keadaan fisiknya, mampu menerima dan memahami
peran seks usia dewasa, mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang
berlainan jenis, mencapai kemandirian emosional, mencapai kemandirian ekonomi serta
mampu mengembangkan konsep dan ketrampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk
melakukan peran sebagai anggota masyarakat. Berdasarkan tugas tersebut dapat diketahui
bahwa masa remaja merupakan masa yang rawan dan apabila tugas tersebut tidak dapat

13
dilakukan atau mengalami gangguan maka akan mengganggu pada proses tumbuh
kembang remaja baik pada aspek biologis, psikologis, sosialnya dan spiritualnya.

Remaja terutama remaja perempuan merupakan salah satu kelompok yang rentan
terjadinya trauma akibat bencana alam. Hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor yaitu 1)
keberadaan remaja perempuan masih dibawah risiko dan ancaman yang membahayakan
kelangsungan hidupnya, 2) tingkat ketergantungan hidup yang masih tinggi terhadap orang
dewasa, 3) belum memiliki banyak pengalaman hidup, 4) kemampuan untuk melindungi
diri sendiri masih terbatas, 5) mereka tidak dalam posisi yang dapat mengambil keputusan
atas dirinya sendiri (Lubis, 2012).

Meskipun kita juga harus ingat, bisa juga seseorang terbawa pada kehidupan yang
terhenti oleh pengalaman traumatik yang sudah mengguncang struktur kehidupan hingga
ke akarnya. Orang itu tidak lagi memikirkan masa kini dan masa depan, melainkan secara
permanen kehidupan yang dijalaninya terserap untuk memikirkan masa lalu (hlm 303).

Pernyataan Freud diatas menerangkan bahwa individu yang mengalami peristiwa


traumatik akan mengalami neurosis traumatik dimana individu akan merasa ketakutan dan
sering bermimpi akan peristiwa tersebut. Hal ini tentu saja akan mengganggu kehidupan
bagi individu yang mengalaminya. Selain itu pengalaman akan peristiwa bencana tersebut
membuat anak-anak dan remaja khususnya remaja perempuan menjadi semakin rentan.

Kerentanan remaja perempuan pasca bencana tidak hanya pada kerentanan fisik
saja akan tetapi juga kerentanan emosi dan psikis serta sosial mereka. Selain itu kebutuhan
khusus pada remaja perempuan mungkin kurang terpenuhi seperti kebutuhan akan
makanan yang bergizi, pakaian, pembalut, kebutuhan akan disayangi, kebutuhan akan
diperhatikan dan didengarkan serta dukungan dari orang-orang yang sangat mereka
sayangi. Selain itu dalam perkembangan sosial masa remaja baik remaja laki-laki maupun
perempuan ditandai dengan mulainya memperluas hubungan dengan teman sebaya.
Kehadiran kelompok sebaya menjadi suatu yang berarti bagi remaja perempuan.
Kehadirannya menjadi suatu wadah bagi remaja perempuan untuk belajar kecakapan sosial
dengan cara mengambil peranan di kelompoknya (Soetjiningsih, 2004). Hal ini tentu saja

14
akan ikut berperan dalam proses gangguan tumbuh kembang pada remaja perempuan
apabila kebutuhan sosial remaja perempuan tidak juga dipenuhi atau diperhatikan.

3.2.2 Kemampuan Remaja Perempuan dalam Penanggulangan Bencana

Kemampuan penanggulangan bencana yang harus dimiliki oleh remaja perempuan adalah
sebagai berikut:

1) Pemahaman Diri Sendiri


Pemahaman diri sendiri merupakan upaya mengenal lebih tentang potensi diri sendiri,
memahami gambaran diri siapakah sebenarnya saya, apa yang saya miliki, dan
bagaimana sebenarnya saya harus berbuat.Pemahaman diri ini seorang individu
berupaya mengenal kekuatan dan kelemahan diri. Sehingga setelah menyadari
keberadaanya, dia mampu melakukan pengenalan dan instrospeksi diri sejauh mana
dia mengenal kelebihannya. Selain itu pemahaman diri membuat individu menjadi
lebih proaktif dalam mengatasi permasalahannya. Oleh karenanya pada saat upaya
penanggulangan bencana akan dilakukan, maka kita berusaha menyadarkan korban
bencana agar mereka memilih perilaku proaktif daripada reaktif dalam menyelesaikan
permasalahan yang mereka hadapi (Nurjanah, 2001).
2) Kesiagaan Perempuan dalam Bencana
Kesiagaan remaja perempuan dalam menghadapi bencana dilakukan melalui upaya
membekali diri dengan pengetahuan tentang bencana baik secara fisik maupun
psikologis. Pengetahuan tentang bencana secara fisik adalah segala pengetahuan yang
menyangkut terjadinya bencana misalnya apa yang harus diperbuat apabila terjadi
gempa agar mereka dapat terlindungi dan selamat. Selain itu perlu juga kesiapan
secara psikologis dengan melakukan persiapan mental dalam rangka pemulihan saat
terjadi bencana baik yang menimpa diri sendiri atau orang-orang di sekitar diri kita.
Pendekatan yang lebih fokus pada penanganan individu dengan gangguan psikologis
ini disebut dengan pendekatan klinik. Misalnya penanganan trauma kolektif yang
melampaui permasalahan trauma individu (Depsos, 2012).

15
3) Rasa Kebersamaan
Permasalahan traumatis berdampak kolektif seringkali memunculkan permasalahan
pola pikir atau perilaku yang serius. Trauma kolektif ini biasanya berimplikasi pada
seluruh anggota masyarakat yang tidak hanya berpengaruh pada masalah psikososial
tapi juga yang lainnya seperti ekonomi. Oleh karenanya kita memusatkan pada
pendekatan komunitas yaitu penguatan kelompok secara sinergi serta memberikan
efek yang dapat melebihi intervensi perorangan.

3.2.3 Pendekatan Perubahan Perilaku dalam Penanggulangan Bencana

Pendekatan yang dilakukan untuk penanggulangan korban bencana sebaiknya


menggunakan pendekatan yang mampu mengubah perilaku korban. Perubahan perilaku ini
membutuhkan waktu yang relatif lama sehingga membutuhkan kesabaran dalam
melakukannya. Pendekatan yang dapat dilakukan dapat dengan pendekatan individual
maupun kelompok. Pendekatan yang dapat dilakukan meliputi pendidikan keagamaan,
pemecahan masalah dan debriefing.

3.2.4 Ketrampilan Pendampingan Psikososial dalam Bencana

Pendampingan psikososial korban bencana harus dilakukan secara cepat, tepat dan intensif.
Tindakan yang dapat dilakukan dalam pendampingan psikososial yaitu:

1. Melakukan identifikasi terkait permasalahan psikososial yang terjadi pada korban


bencana. Hal ini dilakukan untuk dapat mengetahui seberapa besar permasalahan
psikososial yang terjadi akibat bencana tersebut.
2. Manajemen kecemasan/ panik dengan cara:
a. Menarik napas panjang selama beberapa detik kemudian mengeluarkan napas.
Tindakan ini dilakukan sebanyak lima kali.
b. Mengendurkan kedua tangan dengan membuka kemudian menutup jari tangan.
Tindakan ini dilakukan selama lima kali.
c. Mengetuk dahi dengan tangan selama beberapa detik. Tindakan ini dilakukan
selama lima kali.
3. Melakukan psikoeduasi, yaitu sebagai salah satu cara agar masyarakat mulai
mengenal suatu ketrampilan yang disebut dengan konseling. Tindakan ini dilakukan

16
dengan tujuan agar membantu keluarga atau masyarakat dalam menyelesaikan suatu
permasalahannya sehingga kegiatan psikoedukasi ini dapat merubah persepsi
masyarakat tentang konseling.

3.3 Strategi Penanganan Dampak Bencana pada Ibu Hamil

Ibu hamil, ibu pascapersalinan dan bayi baru lahir merupakan kelompok rentan,
terlebih pada saat bencana.Mereka memiliki kebutuhan yang berbeda, sehingga diperlukan
penanganan yang tersendiri, misalnya untuk pemenuhan kebutuhan gizi, pemantauan ibu
hamil risiko tinggi, pemantauan ibu pasca-persalinan, dll. Pada situasi normal, Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih tinggi dan jumlah
kematian akan dapat meningkat pada situasi krisis kesehatan sehingga upaya mencegah
meningkatnya kesakitan dan kematian maternal dan neonatal harus menjadi prioritas penting.
Pada situasi krisis kesehatan, pelayanan kesehatan reproduksi ada kalanya tidak tersedia
bahkan justru meningkat pada situasi bencana.

Ibu hamil dapat melahirkan sewaktu-waktu dan bisa saja terjadi komplikasi, sehingga
membutuhkan layanan kesehatan reproduksi berkualitas. Masalah yang nampak saat ini
adalah masalah kesehatan ibu hamil dan anak diantaranya adalah kekurangan, kebersihan dan
rentan terkena penyakit lainnya seperti diare, ISPA dan yang baru-baru ini adalah penyakit
COVID-19 hingga masalah komplikasi saat persalinan seperti pendarahan dan infeksi. Ibu
hamil yang mengalami stress tinggi pasca bencana asupan energi dan proteinnya lebih
rendah, beresiko mengalami kekurangan energy kronis dan melahirkan bayi dengan berat
badan lahir rendah. Penanggung jawab komponen maternal neonatal harus berkoordinasi
untuk memastikan setiap ibu hamil, ibu melahirkan dan bayi baru lahir mendapatkan
pelayanan yang dibutuhkan. Memastikan petugas dapat menjangkau ibu hamil dan
ditempatkan di dalam satu tempat khususnya untuk ibuhamil yang akan melahirkan dalam
waktu dekat. Memastikan asupan gizi yang cukup bagi kelompok rentan khususnya ibu hamil
dan ibu menyusui, dan bayi baru lahir.

17
3.4 Strategi Penanganan Dampak Bencana pada Disabilitas

Pemerintah Indonesia dalam kebijakan dan strategi program PRB menunjukkan


komitmen kuat dalam perwujudan PRB inklusif disabilitas. Selain Program Desa Tangguh
yang memegang prinsip inklusi, BNPB juga telah mengesahkan Peraturan Kepala BNPB No.
14 Tahun 2014 tentang Penanganan, Perlidungan dan Partisipasi Penyandang Disabilitas
dalam Penanggulangan Bencana. Untuk mendukung implementasi Perka ini, Pusdiklat
BNPB telah mengembangkan kurikulum pelatihan terkait PRB Inklusif Disabilitas. ASB
Indonesia, sebagai mitra Pemerintah, dalam hal ini berupaya untuk mengaplikasikan
kebijakan dan strategi program Pemerintah dalam kegiatan PRB praktis berbasis masyarakat
dan dalam kerangka Desa Tangguh Inklusif.

Prinsip inklusif dalam penyelenggaraan Program Desa Tangguh mencoba untuk


merangkul semua kepentingan lintas sektor. Tujuan dari penerapan prinsip inklusif ini adalah
agar penyelenggraan program Desa Tangguh dapat melibatkan semua masyarakat dan
mendatangkan manfaat bagi semua masyarakat, tidak terkecuali penyandang disabilitas.
Petunjuk teknis pelaksanaan Desa Tangguh secara jelas menyebutkan bahwa penyandang
disabilitas merupakan salah satu target utama program. Dalam konteks inklusif, penyandang
disabilitas tentunya tidak hanya menjadi target penerima tetapi juga menjadi target mitra
pelaksana kegiatan Desa Tangguh. Berbagai pembelajaran membuktikan bahwa masyarakat
penyandang disabilitas memiliki kapasitas untuk terlibat langsung dalam PB baik pada tahap
sebelum, saat, maupun pasca bencana. Partisipasi masyarakat disabilitas yang berarti
(meaningful participation) dalam mendayagunakan kapasitas yang ada mampu berkontribusi
secara signifikan dalam pencapaian dan pemeliharaan kualitas ketangguhan.

Prinsip PRB memberi penekanan pada individu dan masyarakat yang berisiko. Oleh
karena itu pengabaian (baik disengaja maupun tidak disengaja) terhadap penyandang
disabilitas, sebagai masyarakat yang terpapar risiko lebih tinggi daripada masyarakat pada
umumnya, berlawanan dengan prinsip PRB itu sendiri. Pembenaran penyandang disabilitas
sebagai anggota masyarakat yang terpapar risiko lebih tinggi setidaknya dapat dihubungkan
dengan hambatan praktis terkait akses terhadap informasi dan pendidikan kebencanaan dan
jalur evakuasi serta sistem peringatan dini yang belum disesuaikan dengan kebutuhan dan
kemampuan penyandang disabilitas. Terkait dengan keragaman kapasitas masyarakat, nilai-

18
nilai inklusifitas yang mendasari penyelenggaraan kegiatan Desa Tangguh dalam hal ini juga
ditujukan untuk optimalisasi pendayagunaan ragam kapasitas yang berguna untuk memenuhi
kebutuhan dala membangun ketangguhan masyarakat yang beragam.

3.5 Strategi Penanganan Dampak Bencana pada Lansia

3.5.1 Dampak Psikologis Bencana pada Lansia

Para lansia telah mengalami penurunan kemampuan fisik dan mental. kemampuan adaptasi
yang dimiliki juga sudah sangat jauh berkurang, sehingga sangat rentan terhadap
perubahan. Selain itu kaum lanjut usia ini juga telah kehilangan peran, sehingga merasa
dirinya tidak berarti dan tidak dibutuhkan lagi oleh keluarganya. Mereka juga rentan
terhadap kemungkinan diabaikan oleh keluarga.

3.5.2 Aktivitas Psikososial pada lansia


1) Berikan keyakinan yang positif
2) Dampingi pemulihan fisiknya dengan melakukan kunjungan berkala
3) Berikan perhatian yang khusus untuk mendapatkan kenyamanan pada lokasi
penampungan
4) Bantu untuk membangun kembali kontak dengan keluarga maupun lingkungan sosial
lainnya
5) Dampingi untuk menapatkan pengobatan dan bantuan keuangan
3.5.3 Trauma Healing pada Lansia
Untuk mengatasi trauma pada korban bencana, maka dilaksanakan program trauma
healing. Trauma healing merupakan salah satu program yang bertujuan untuk
penyembuhan luka trauma yang dialami oleh korban bencana, mulai dari anak-anak,
dewasa, dan lansia. Beberapa program trauma healing yang dapat dilaksanakan yaitu:
1. Diskusi kelompok
Diskusi kelompok dapat dijalankan dengan membentuk FGD (Focus Group Discussion)
dimana dalam kelompok ini, peserta mendiskusikan sebuah topik masalah kemudian
mencari pemecahan masalah dari topik yang diangkat dan disepakati.

19
2. Kegiatan ibadah
Kegiatan ibadah sangat membantu korban bencana dalam menerima apa yang dialaminya
dengan ikhlas dan lapang dada. Selain, fisik, rohani korban juga perlu diberikan siraman
agar korban tetap tegar dalam menjalani kondisinya saat pasca bencana. Salah satu
kegiatan ibadah yang dapat dijalankan untuk korban dewasa yaitu majelis taklim.
3. Kesenian dan keterampilan
Kegiatan kesenian dan keterampilan yang dilakukan hendaknya kegiatan yang
menghasilkan profit, sehingga kegiatan ini memberikan manfaat bagi korban dewasa.
Diantara kegiatan kesenian dan keterampilan yang dapat dilakukan, yaitu: menyulam,
merajut, memasak, dan lain-lain.
4. Terapi Aktivitas dan exercise pada lansia
Melakukan latihan fisik secara teratur dengan tujuan meningkatkan kesehatan, bisa
dilakukan individu dan kelompok

20
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Bencana merupakan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam
dan/ atau faktor non- alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Bencana menimbulkan trauma psikologis bagi semua orang yang mengalaminya.

Peran perawat sangatlah penting pada kasus ini. Peran perawat sangat berguna untuk
memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan standar keperawatan dan kode etik
dalam menangani pasien dengan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pasca bencana
alam. Dan diharapkan kepada pembaca dan penulis bisa lebih memahami materi mengenai
penyakit dengan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pasca bencana alam dilihat dari
perbandingan data di lahan dan konsep teori yang sesungguhnya.

4.2 Saran

Sebagai seorang calon perawat diharapkan bisa turut andil dalam melakukan kegiatan tanggap
bencana. Sekarang tidak hanya dituntut mampu memiliki kemampuan intelektual namun harus
memilki jiwa kemanusiaan melalui aksi siaga bencana.

21
DAFTAR PUSTAKA

James Drever, Kamus Psikologi, (Jakarta: Bina Aksara 1988), hlm. 498.

John M.Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia An English-Indonesian


Dictionary, (Jakarta: PT Gramedia, 1992), hlm. 293.

Soehatman Ramli, Pedoman Praktis Manajemen Bencana (Disaster Management), Dian Rakyat,
Jakarta, 2010, hlm. 4.

Nurjanah, dkk, Manajemen Bencana, (Bandung: Alfabeta, 2012), hlm. 150.

Soehatman Ramli, Pedoman Praktis Manajemen..., hlm.10.

Bevaola Kusumasari, Manajemen Bencana dan Kapabilitas Pemerintah Lokal, Gava Media:
Yogyakarta, 2014, hlm. 13-14.

Ratna Megawangi dan Reza Indragiri Amriel, Membantu Anak Pulih dari Trauma Bencana
(Petunjuk Praktik bagi Guru dan Orangtua), (Jakarta: Penerbit Republika, 2006), hlm. 3.

http://sintak.unika.ac.id/staff/blog/uploaded/5812003257/files/buku_panduan_psikososial_2.doc.
Diakses pada tanggal 29 April 2020.

Tirza T Laluyan, dkk, Pemulihan Trauma: Panduan Praktis Pemulihan Trauma Akibat Bencana
Alam, (Depok: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia, 2007), hlm. 46

Lubis M. (2012). Perlindungan Anak dalam Situasi Bencana. Maret 2012. www.ccde.or.id.

Manurung (2011). Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja. http://repository.usu.ac.id

Soetjiningsih. (2004). Buku Ajar Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta.
Sagung Seto.

Nurjannah I. (2001). Hubungan Terapeutik Perawat dan Klien: Kualitas Pribadi Sebagai Sarana.
PSIK FK UGM. Yogyakarta

Depsos. (2012). Perempuan dan Bencana. 21 Februari 2012. www.depsos.go.id.

22
Kemenkes R. PEDOMAN PELAKSANAAN PAKET PELAYANAN AWAL MINIMUM
(PPAM) KESEHATAN REPRODUKSI PADA KRISIS KESEHATAN. In: RI KK, editor.
Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat 2017.

Wagustina S. STRES, ASUPAN ZAT GIZI, STATUS GIZI IBU HAMIL PASCABENCANA
TSUNAMI 2004 DAN STATUS BERAT BADAN LAHIR DI KABUPATEN ACEH BESAR:
Universitas Gadjah Mada; 2006.

23

Anda mungkin juga menyukai