Disusun Oleh :
ISTI ZAMZAROH
CKR0170192
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya sehingga saya berhasil menyelesaikan makalah ini yang alhamdulillah tepat pada
waktunya yang berjudul ”KASUS ARITMIA JANTUNG BLOK KARDIOVASKULER”. Di
susun untuk memenuhi syarat salah satu tugas Keperawatan Gawat Darurat Tahun Ajaran 2020-
2021.
Makalah ini berisikan tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan aritmia jantung .
Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua. Adapun, penyusunan
makalah ini kiranya masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu, saya menghaturkan permohonan
maaf apabila terdapat keselahan dalam makalah ini. Saya pun berharap pembaca makalah ini
dapat memberikan kritik dan sarannya agar di kemudian hari saya bisa menyusun makalah yang
lebih sempuna lagi.
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir khususnya:
Penyusun
DAFTAR ISI
ii
KATA PENGANTAR............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................................2
1.3.1 Tujuan Umum.............................................................................................2
1.3.2 Tujuan Khusus............................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan...............................................................................................2
1.4.1 Manfaat Teoritis.........................................................................................2
1.4.2 Manfaat Praktis...........................................................................................2
1.5 Sistematika Penulisan..........................................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Bencana.................................................................................................4
2.2 Definisi Trauma Healing.....................................................................................5
2.3 Dampak Bencana.................................................................................................5
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Strategi Penanganan Dampak Bencana pada Anak.............................................8
3.2 Strategi Penanganan Dampak Bencana pada Remaja.........................................13
3.2.1 Remaja dan Trauma Bencana.....................................................................13
3.2.2 Kemampuan Remaja Perempuan dalam Penanggulangan Bencana..........14
3.2.3 Pendekatan Perubahan Perilaku dalam Penanggulangan Bencana............16
3.2.4 Keterampilan Pendampingan Psikososial dalam Bencana.........................16
3.3 Strategi Penanganan Dampak Bencana pada Ibu Hamil.....................................16
3.4 Strategi Penanganan Dampak Bencana pada Disabilitas....................................17
3.5 Strategi Penanganan Dampak Bencana pada Lansia...........................................18
3.5.1 Dampak Psikologis Bencana pada Lansia...................................................19
3.5.2 Aktivitas Psikososial pada Lansia...............................................................19
3.5.3 Trauma Healing pada Lansia.......................................................................19
iii
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan............................................................................................................20
4.2 Saran......................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................21
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
perlindungan sosial dan rasa aman, khususnya bagi kelompok masyarakat rentan bencana”.
Korban bencana tidak memandang jabatan, usia, maupun jenis kelamin. Korban bencana
bisa berasal dari kalangan anak-anak, Ibu hamil atau Ibu menyusui, disabilitas, remaja,
orang dewasa, atau lanjut usia. Seperti yang telah disebutkan dalam Pasal 26 bahwa
prioritas dalam penyelamatan korban bencana adalah kelompok yang dikategorikan rentan,
misalnya anak-anak, orang tua, cacat, pasien, rumah sakit, dan kaum lemah lainnya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Bencana?
2. Apa yang dimaksud dengan Trauma Healing?
3. Apa saja dampak bencana?
4. Bagaimana strategi penanganan dampak bencana pada ibu hamil sampai lansia?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan mahasiswa
tentang bagaimana strategi penanganan dampak bencana pada ibu hamil sampai lansia
dalam konteks layanan traumatic nursing in disaster.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian Bencana.
2. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian Trauma Healing.
3. Mahasiswa dapat mengetahui apa dampak bencana.
4. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana strategi penanganan dampak bencana
pada ibu hamil sampai lansia dalam konteks layanan traumatic nursing in disaster.
2
Penulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan mahasiswa
khususnya pada ilmu keperawatan sehingga dapat memberikan pelayanan yang
maksimal.
1.4.2 Manfaat Praktis
Bagi Praktek Keperawatan
Hasil penulisan ini dapat dijadikan sumber informasi dalam upaya
meningkatkan pelayanan kesehatan.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
Segala bentuk kejadian yang tidak terkendali yang bersumber dari manusia atau
alam, berdampak pada hilangnya nyawa manusia atau harta dan merusak fasilitas serta
lingkungan disebut sebagai bencana. Pengertian dari kedua lembaga tersebut tentang
bencana memiliki kesamaan yaitu sebagai sebuah peristiwa yang mengganggu kehidupan
manusia yang disebabkan oleh alam atau non alam sehingga mengakibatkan kerugian serta
hilangnya nyawa dan harta benda. Bencana bisa disebabkan karena faktor alam, perbuatan
manusia, dan sosial. Teknologi kini semakin canggih beberapa bencana yang disebabkan
karena faktor alam dapat diberikan peringatan secara dini sebelumnya, sehingga manusia
dapat melakukan tindakan preventif untuk menghindari dan meminimalisir kerugian yang
terjadi.
4
Bencana semacam ini contohnya tsunami, gempa bumi, tanah longsor, angin
topan, wabah, dan gunung meletus. Bencana yang disebabkan karena ulah dari manusia baik
secara sengaja ataupun tidak bisa menjadi kasus yang serius ditindak lanjuti ke ranah hukum.
Bencana buatan manusia bisa berupa pencemaran lingkungan, kecelakaan transportasi,
ledakan bom, dan kegagalan teknologi. Adapun bencana sosial biasanya terjadi karena
kurangnya keharmonisan hubungan sosial, sehingga menimbulkan konflik antar suku atau
kelompok tertentu.
Pada Kamus Psikologi dijelaskan bahwa trauma merupakan setiap luka, sakit, atau
shock yang seringkali berupa fisik atau struktural maupun juga mental dalam bentuk shock
emosi yang menghasilkan gangguan lebih kurang tentang ketahanan fungsi-fungsi mental.
Trauma yang ditunjukan pada penelitian ini adalah gangguan psikologis yang dialami oleh
anak-anak akibat bencana alam yang menghampiri mereka. Trauma terjadi karena tidak
adanya kesiapan dalam menghadapi suatu peristiwa.
Healing secara bahasa memiliki arti penyembuhan. Menurut Arthur S. Reber dan
Emily Reber dalam The Penguin Dictionary of Psychology Third Edition, heal adalah to
become healty again and to make whole to free from impairment. That heal should be
reserved for relatively less severe cases of injury or trauma. Some use heal in the context of
providing assistance in the restorative process. Jadi trauma healing adalah suatu metode
penyembuhan pada gangguan psikologis yang dialami oleh seseorang karena lemahnya
ketahanan fungsi-fungsi mental.
Bencana adalah sebuah masalah yang harus ditangani dengan serius, karena
apabila sudut pandang datangnya bencana masih kolot dan tradisional, maka korban yang
diakibatkan karena bencana akan semakin banyak. Dampak dari bencana dibedakan menjadi
dua jenis yaitu dampak secara fisik dan non fisik.
1) Dampak fisik dari bencana Inilah beberapa dampak fisik yang ditimbulkan dari
bencana, diantaranya adalah:
5
a. Kurangnya kemampuan untuk bergerak atau melakukan perjalanan karena
infrastruktur transportasi yang rusak dan hancur.
b. Terganggunya kesempatan pendidikan karena kerusakan sekolah atau guru dan
siswa yang cedera atau cacat karena ada tekanan, seperti trauma.
c. Hilangnya warisan budaya, fasilitas keagamaan, dan sumber daya masyarakat.
d. Hilangnya pasar dan kesempatan berdagang yang disebabkan oleh gangguan
bisnis jangka pendek akibat hilangnya konsumen, pekerja, fasilitas, persediaan,
atau peralatan.
e. Adanya tunawisma yang disebabkan oleh hilangnya rumah dan harta benda
f. Kehilangan, kerusakan, dan pencemaran lingkungan akibat kerusakan bangunan
dan infrastruktur yang rusak dan belum diperbaiki serta deformasi dan hilangnya
kulitas tanah.
g. Sulitnya komunikasi karena kerusakan dan kehilangan infrastruktur.
h. Kelaparan karena terputusnya rantai suplai makanan yang menyebabkan
kekurangan suplai makanan dan meningkatnya harga.
2) Dampak non fisik dari bencana:
Inilah beberapa dampak non fisik dari bencana, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Kerusuhan publik terjadi karena bentuk pemberontakan di dalam hati ketika
respon pemerintah tidak memadai.
b. Hilangnya kepercayaan investor yang mungkin berpotensi menarik kembali
investasi mereka dan di kemudian hari akan menciptakan pengangguran karena
pemotongan kerja atau kerusakan kerja di tempat kerja.
c. Trauma yang mendalam karena merasa takut, kehilangan barang, kematian
orangtua, sanak-saudara, serta kawannya dan terbayang-bayang akan bencana
yang menimpanya.
Begitu banyak dampak yang ditimbulkan dari suatu bencana, karena bencana adalah
sebuah peristiwa yang mengakibatkan kerugian dalam jumlah yang besar baik nyawa
ataupun harta. Sifatnya berantai tidak hanya satu orang tetapi juga pemerintah akan
merasakan akibatnya, dan tidak hanya berpengaruh pada satu sektor saja contohnya
kerusakan alam tetapi juga dan berpengaruh pada sektor ekonomi, sosial, budaya, dan
hukum. Pemulihan dari suatu bencana juga memerlukan waktu yang cukup lama terlebih
6
yang berkaitan dengan psikologis seseorang. Kedua dampak tersebut sama-sama akan
berbahaya apabila dibiarkan, namun yang akan lebih banyak disoroti dalam penelitian ini
adalah mengenai dampak non fisik atau lebih tepatnya trauma karena bencana.
a. Pengalaman atau melihat kejadian bencana yang menakutkan serta melihat langsung
tragedi kehancuran dan kematian pada seseorang.
b. Rumah atau tempat tinggalnya hancur.
c. Tinggal di pengungsian yang padat dan tidak membuat nyaman.
d. Harus menyesuaikan diri dengan orang-orang dan lingkungan yang baru.
e. Terpisah atau kehilangan keluarga dan kerabat dekat.
f. Orang tua kehilangan mata pencaharian, sehingga berpikir bahwa secara ekonomi
mendapatkan tekanan yang lebih berat.
g. Orang tua yang stres berat sehingga tidak ada waktu untuk merawat anaknya.
h. Melakukan pekerjaan orang dewasa.
i. Tidak melakukan hal-hal yang rutin seperti biasanya.
Keadaan tersebut dapat mengakibatkan trauma, adapun ciri-ciri peristiwa traumatis adalah:
7
BAB III
PEMBAHASAN
Trauma menjadi bagian masalah penting yang harus ditemukan solusinya, lewat
trauma healing masalah trauma akibat bencana dapat menjadi solusi yang tepat. Trauma
healing merupakan bagian dari manajemen bencana yang dapat mengatasi dampak bencana
secara psikologis. Shaluf mendefinisikan manajemen bencana sebagai istilah kolektif yang
mencakup semua aspek perencanaan untuk merespon bencana, termasuk kegiatan-kegiatan
sebelum bencana dan setelah bencana yang mungkin juga Trauma healing diberikan pada
tingkatan bantuan darurat yaitu pemenuhan keselamatan diri dari stres yang dialami akibat
bencana dahsyat yang menghampiri individu. Pemulihan dari suatu trauma membutuhkan
waktu lama atau tidaknya proses trauma healing tergantung dari individu itu sendiri. Dalam
buku Panduan Program Psikososial Paska Bencana ada empat teknik yang bisa dilakukan
untuk mengatasi trauma yang dialami anak-anak diantaranya adalah:
8
c. Penghakau singa
Teknik ini memiliki tujuan untuk mengeluarkan emosi dan berteriak sekencang-
kencangnya atas perasaan mereka yang terpendam, melalui cerita singa yang
mengganggu desa mereka. Cerita singa ini bisa dibuat sendiri oleh relawan.
d. Mengeluarkan racun
Teknik mengeluarkan racun bisa dilakukan dengan cara menghirup nafas dan
mengeluarkan nafas sambil membayangkan sebuah udara hitam yang harus mereka
keluarkan dari dalam tubuh mereka.
e. Doa dan sholawat
Mengajak anaka-anak untuk berdoa dan bershalawat bersama sambil memegang
dada.
f. Menyanyikan lagu
Ajak anak-anak untuk berbaring dan memejamkan mata lalu nyanyikan mereka lagu
lembut sebagai penghantar tidur.
g. Membentuk benda
Teknik ini merupakan modifikasi dari progressive muscle untuk menstimulasi batang
otak, agar kembali memiliki kontrol terhadap otot-otot tubuh. Dilakukan dengan cara
mengajak anak-anak bergerak kemudian berjalan pelan dan membayangkan menjadi
benda sesuai dengan sifat benda tersebut.
h. Tempat rahasia
Tempat rahasia adalah teknik meminta anak-anak untuk menggambarkan sebuah
tempat lewat selembar kertas dan pensil, kemudian cobalah mengajak mereka untuk
menceritakan tempat tersebut. Setelah itu beri tahu mereka bahwa kita akan mengajak
mereka melalui sebuah imajinasi.
i. Gua bertingkat
Sama seperti yang sebelumnya, coba ajak anak-anak untuk melakukan perjalanan ke
sebuah gua bertingkat tiga sambil meminta mereka untuk melakukan beberapa
gerakan sebelum sampai ke tempat tujuan. Gerakan tersebut bisa berupa melompat,
menghirup nafas, melirik, mengangkat batu, menginjak, dan lain sebagainya sampai
akhirnya mereka sampai di gua tingkat tiga.
9
j. Imajinasi dengan awan
Ajak anak-anak untuk pergi ke ruangan terbuka sambil tiduran serta melihat awan di
langit. Setelah itu suruhlah mereka untuk menebak bentuk awan mana yang mirip
dengn kuda, boneka salju atau benda-benda lainnya.
2. Teknik Mengekspresikan Emosi untuk Anak
a. Melepas balon imajine
Tanyakan pada anak-anak mengenai emosi negatif yang mereka miliki, lalu mintalah
anak-anak untuk membayangkan sebuah balon kemudian meniupnya dan memasukan
emosi negatif tersebut ke dalam balon. Balonpun dengan ikhlas diterbangkan ke
langit bersama dengan emosi negatif yang selama ini terpendam.
b. Menyimpan emosi
Teknik menyimpan emosi ini memerlukan sebuah kardus atau kaleng bekas, pensil,
dan kertas. Mintalah pada anak-anak untuk menuliskan emosi negatif yang mereka
rasakan kemudian buang bersama emosi negatif itu ke dalam kardus atau kaleng yang
sudah disediakan.
c. Mengatasi flashback
Jika anak-anak mengalami flashback (misalnya tangan berkeringat, tiba-tiba sakit
kepala, mulut terasa kering, tempo nafas lebih cepat, panik) saat mendengar sesuatu
yang mengingatkan mereka akan kejadian yang traumatik, itu tandanya sedang
mengalami gejala stres selepas trauma (GSST). Anak kehilangan orientasi waktu,
yang perlu dilakukan adalah : gunakan kesadaran akan perbedaan waktu. Lakukan
dan katakan: Nama saya (sebutkan nama), saat ini saya sedang mengalami gejala
trauma. Injakkan kaki anda secara bergantian ke tanah (ini akan memberikan perasaan
anak masih memiliki kekuatan mengontrol badan). Sekarang tanggal (sebutkan
tanggal) saya ada di (sebutkan nama tempat), saya sedang melakukan (sebutkan nama
kegiatan). Tarik nafas dalam dan hembuskan perlahan-lahan beberapa kali hingga
pola nafas normal kembali.
3. Teknik Rekreasional
Pada dasarnya kegiatan rekreasional adalah segala aktivitas yang menyenangkan, dan
mampu mengembangkan aspek fisik, pikiran, sosial dan emosional anak sehingga
meningkatkan resiliensi mereka. Tidak semua kegiatan rekreasional dapat disebut sebagai
10
kegiatan dukungan psikososial. Hanya kegiatan yang memiliki tujuan untuk memenuhi
kebutuhan psikososial anak yang dapat disebut sebagai kegiatan dukungan psikososial.
a. Kegiatan seni
Kegiatan seni dapat menjadi alat komunikasi untuk mengekspresikan pikiran dan
perasaan. Kegiatan ini bisa berupa menggambar, bermain musik, melukis, dan
bernyanyi.
b. Pertunjukan drama dan boneka
Drama sangat baik untuk melatih kerjasama, mengekspresikan perasaan, dan belajar
dari sebuah pengalaman. Drama cocok dilakukan untuk anak usia 5-18 tahun.
Sedangkan pertunjukan boneka cocok untuk anak usia di bawah 9 tahun.
c. Bermain dan permainan
Kegiatan bermain bebas dapat meningkatkan kemampuan ekspresi diri anak.
Permainan berstruktur yaitu permainan yang memiliki tujuan, metode dan aturan
yang dapat mengajarkan nilai-nilai tertentu seperti berbagi dan kerja sama. Karena
bentuknya yang terstruktur, maka bisa dilakukan persiapan sehingga dalam
pelaksanaannya dapat lebih tertib dan teratur.
d. Menyampaikan, membaca, mendengarkan, dan menuliskan cerita
Baik mendengar atau menyampaikan cerita dapat melatih anak untuk belajar
berempati, mendengarkan dan menghargai orang lain. Isi cerita mengajarkan nilai-
nilai moral dan bagaimana menghadapi masalah.
e. Olahraga
Olahraga memberikan kesegaran dan menyalurkan energi anak dengan cara yang
positif. Olahraga melatih kemampuan bergerak dan meningkatkan kekuatan otot.
4. Teknik Ekspresif
a. Teknik Menulis
Menulis memiliki kekuatan katartif (pelepasan emosi). Dengan tulisan, seseorang
akan dapat menenangkan pikirannya, melepaskan ketegangan, menguraikan
kebingungan dan membuka alur baru dalam hidupnya. Teknik menulis tepat untuk
anak usia 10 tahun hingga remaja akhir (19 tahun) bahkan bisa juga untuk orang
dewasa.
11
b. Teknik Menggambar
1) Menggambar bebas
Mintalah mereka untuk menggambar sesuatu hal yang ada di pikiran mereka,
dengan begitu konselor, relawan, atau psikolog dapat mengetahui apa yang anak
tersebut sedang pikirkan.
2) Menggambar kejadian traumatis
Hal ini untuk mengidentifikasi hal-hal yang membuat mereka trauma, seperti
misalnya mobil ambulans.
3) Menggambar hari depan
Menggambar masa depan akan menunjukan harapan dan cita-cita di kemudian
hari, sehingga orang terdekat yang berada dengan anak dapat mengetahui dan
mengarahkan harapan anak.
4) Menggambar kata
Menggambar kata adalah meminta anak untuk menggambarkan kata yang paling
mereka sukai ke dalam wujud gambar.
5) Memberi judul
Setelah semua gambar terbentuk mintalah anak untuk memberikan judul pada
setiap gambar tersebut.
6) Menggambar perasaan
Kegiatan menggambarkan perasaan bertujuan untuk mengidentifikasikan,
memberi nama dan menyatakan emosi anak-anak, karena anak-anak terkadang
sulit untuk menyebutkan sebuah ekspresi perasaan yang dia rasakan.
Anak yang mengalami trauma yang kemudian diberikan trauma healing akan melewati
beberapa tahapan, diantaranya:
1. Terguncang
Pada tahapan terguncang ini, anak mengalami rasa kaget yang luar biasa. Di mana anak
harus mendengar bahkan melihat kejadian longsor tanpa adanya pemberitahuan dan
persiapan, sehingga hati dan pikiran anak akan terguncang.
12
2. Menyangkal
Menyangkal adalah peristiwa tidak menerima kenyataan yang menghampirinya. Pada
tahap menyangkal biasanya akan mulai muncul gejala-gejala trauma.
3. Marah
Setelah menyangkal, maka anak akan marah atau lebih ekstremnya lagi anak
memberontak. Anak belum bisa menerima keadaan yang terjadi.
4. Tidak berdaya
Pada tahap tidak berdaya ini anak mulai luluh dan mengerti hikmah dari kejadian yang
menimpanya. Ada proses pengakuan dalam diri dan kekuatan untuk dapat menerima
situasi yang terjadi. Seperti kehilangan orangtua, teman, dan saudara.
5. Penerimaan
Tahap terkahir yaitu penerimaan adalah tahapan di mana anak benar-benar dengan lapang
dada menerima, dan dapat melihat peristiwa yang menimpanya dengan positif. Pada
tahap ini gejala-gejala trauma mulai hilang.
Remaja merupakan masa peralihan atau transisi dari anak-anak ke dewasa Masa ini
merupakan masa rawan dan juga masa di mana remaja mencari identitas dirinya dengan
cara menyesuaikan diri baik dengan kondisi dirinya maupun dengan lingkungan khususnya
dengan kelompoknya (Wong, 2008). Penyesuaian diri itu dapat dilakukan oleh remaja baik
perempuan maupun laki-laki dengan melakukan tugas perkembangannya. Tugas
perkembangan remaja perempuan dan laki-laki menurut Hurlock (1999, dalam Manurung,
2011) yaitu remaja mampu menerima keadaan fisiknya, mampu menerima dan memahami
peran seks usia dewasa, mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang
berlainan jenis, mencapai kemandirian emosional, mencapai kemandirian ekonomi serta
mampu mengembangkan konsep dan ketrampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk
melakukan peran sebagai anggota masyarakat. Berdasarkan tugas tersebut dapat diketahui
bahwa masa remaja merupakan masa yang rawan dan apabila tugas tersebut tidak dapat
13
dilakukan atau mengalami gangguan maka akan mengganggu pada proses tumbuh
kembang remaja baik pada aspek biologis, psikologis, sosialnya dan spiritualnya.
Remaja terutama remaja perempuan merupakan salah satu kelompok yang rentan
terjadinya trauma akibat bencana alam. Hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor yaitu 1)
keberadaan remaja perempuan masih dibawah risiko dan ancaman yang membahayakan
kelangsungan hidupnya, 2) tingkat ketergantungan hidup yang masih tinggi terhadap orang
dewasa, 3) belum memiliki banyak pengalaman hidup, 4) kemampuan untuk melindungi
diri sendiri masih terbatas, 5) mereka tidak dalam posisi yang dapat mengambil keputusan
atas dirinya sendiri (Lubis, 2012).
Meskipun kita juga harus ingat, bisa juga seseorang terbawa pada kehidupan yang
terhenti oleh pengalaman traumatik yang sudah mengguncang struktur kehidupan hingga
ke akarnya. Orang itu tidak lagi memikirkan masa kini dan masa depan, melainkan secara
permanen kehidupan yang dijalaninya terserap untuk memikirkan masa lalu (hlm 303).
Kerentanan remaja perempuan pasca bencana tidak hanya pada kerentanan fisik
saja akan tetapi juga kerentanan emosi dan psikis serta sosial mereka. Selain itu kebutuhan
khusus pada remaja perempuan mungkin kurang terpenuhi seperti kebutuhan akan
makanan yang bergizi, pakaian, pembalut, kebutuhan akan disayangi, kebutuhan akan
diperhatikan dan didengarkan serta dukungan dari orang-orang yang sangat mereka
sayangi. Selain itu dalam perkembangan sosial masa remaja baik remaja laki-laki maupun
perempuan ditandai dengan mulainya memperluas hubungan dengan teman sebaya.
Kehadiran kelompok sebaya menjadi suatu yang berarti bagi remaja perempuan.
Kehadirannya menjadi suatu wadah bagi remaja perempuan untuk belajar kecakapan sosial
dengan cara mengambil peranan di kelompoknya (Soetjiningsih, 2004). Hal ini tentu saja
14
akan ikut berperan dalam proses gangguan tumbuh kembang pada remaja perempuan
apabila kebutuhan sosial remaja perempuan tidak juga dipenuhi atau diperhatikan.
Kemampuan penanggulangan bencana yang harus dimiliki oleh remaja perempuan adalah
sebagai berikut:
15
3) Rasa Kebersamaan
Permasalahan traumatis berdampak kolektif seringkali memunculkan permasalahan
pola pikir atau perilaku yang serius. Trauma kolektif ini biasanya berimplikasi pada
seluruh anggota masyarakat yang tidak hanya berpengaruh pada masalah psikososial
tapi juga yang lainnya seperti ekonomi. Oleh karenanya kita memusatkan pada
pendekatan komunitas yaitu penguatan kelompok secara sinergi serta memberikan
efek yang dapat melebihi intervensi perorangan.
Pendampingan psikososial korban bencana harus dilakukan secara cepat, tepat dan intensif.
Tindakan yang dapat dilakukan dalam pendampingan psikososial yaitu:
16
dengan tujuan agar membantu keluarga atau masyarakat dalam menyelesaikan suatu
permasalahannya sehingga kegiatan psikoedukasi ini dapat merubah persepsi
masyarakat tentang konseling.
Ibu hamil, ibu pascapersalinan dan bayi baru lahir merupakan kelompok rentan,
terlebih pada saat bencana.Mereka memiliki kebutuhan yang berbeda, sehingga diperlukan
penanganan yang tersendiri, misalnya untuk pemenuhan kebutuhan gizi, pemantauan ibu
hamil risiko tinggi, pemantauan ibu pasca-persalinan, dll. Pada situasi normal, Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih tinggi dan jumlah
kematian akan dapat meningkat pada situasi krisis kesehatan sehingga upaya mencegah
meningkatnya kesakitan dan kematian maternal dan neonatal harus menjadi prioritas penting.
Pada situasi krisis kesehatan, pelayanan kesehatan reproduksi ada kalanya tidak tersedia
bahkan justru meningkat pada situasi bencana.
Ibu hamil dapat melahirkan sewaktu-waktu dan bisa saja terjadi komplikasi, sehingga
membutuhkan layanan kesehatan reproduksi berkualitas. Masalah yang nampak saat ini
adalah masalah kesehatan ibu hamil dan anak diantaranya adalah kekurangan, kebersihan dan
rentan terkena penyakit lainnya seperti diare, ISPA dan yang baru-baru ini adalah penyakit
COVID-19 hingga masalah komplikasi saat persalinan seperti pendarahan dan infeksi. Ibu
hamil yang mengalami stress tinggi pasca bencana asupan energi dan proteinnya lebih
rendah, beresiko mengalami kekurangan energy kronis dan melahirkan bayi dengan berat
badan lahir rendah. Penanggung jawab komponen maternal neonatal harus berkoordinasi
untuk memastikan setiap ibu hamil, ibu melahirkan dan bayi baru lahir mendapatkan
pelayanan yang dibutuhkan. Memastikan petugas dapat menjangkau ibu hamil dan
ditempatkan di dalam satu tempat khususnya untuk ibuhamil yang akan melahirkan dalam
waktu dekat. Memastikan asupan gizi yang cukup bagi kelompok rentan khususnya ibu hamil
dan ibu menyusui, dan bayi baru lahir.
17
3.4 Strategi Penanganan Dampak Bencana pada Disabilitas
Prinsip PRB memberi penekanan pada individu dan masyarakat yang berisiko. Oleh
karena itu pengabaian (baik disengaja maupun tidak disengaja) terhadap penyandang
disabilitas, sebagai masyarakat yang terpapar risiko lebih tinggi daripada masyarakat pada
umumnya, berlawanan dengan prinsip PRB itu sendiri. Pembenaran penyandang disabilitas
sebagai anggota masyarakat yang terpapar risiko lebih tinggi setidaknya dapat dihubungkan
dengan hambatan praktis terkait akses terhadap informasi dan pendidikan kebencanaan dan
jalur evakuasi serta sistem peringatan dini yang belum disesuaikan dengan kebutuhan dan
kemampuan penyandang disabilitas. Terkait dengan keragaman kapasitas masyarakat, nilai-
18
nilai inklusifitas yang mendasari penyelenggaraan kegiatan Desa Tangguh dalam hal ini juga
ditujukan untuk optimalisasi pendayagunaan ragam kapasitas yang berguna untuk memenuhi
kebutuhan dala membangun ketangguhan masyarakat yang beragam.
Para lansia telah mengalami penurunan kemampuan fisik dan mental. kemampuan adaptasi
yang dimiliki juga sudah sangat jauh berkurang, sehingga sangat rentan terhadap
perubahan. Selain itu kaum lanjut usia ini juga telah kehilangan peran, sehingga merasa
dirinya tidak berarti dan tidak dibutuhkan lagi oleh keluarganya. Mereka juga rentan
terhadap kemungkinan diabaikan oleh keluarga.
19
2. Kegiatan ibadah
Kegiatan ibadah sangat membantu korban bencana dalam menerima apa yang dialaminya
dengan ikhlas dan lapang dada. Selain, fisik, rohani korban juga perlu diberikan siraman
agar korban tetap tegar dalam menjalani kondisinya saat pasca bencana. Salah satu
kegiatan ibadah yang dapat dijalankan untuk korban dewasa yaitu majelis taklim.
3. Kesenian dan keterampilan
Kegiatan kesenian dan keterampilan yang dilakukan hendaknya kegiatan yang
menghasilkan profit, sehingga kegiatan ini memberikan manfaat bagi korban dewasa.
Diantara kegiatan kesenian dan keterampilan yang dapat dilakukan, yaitu: menyulam,
merajut, memasak, dan lain-lain.
4. Terapi Aktivitas dan exercise pada lansia
Melakukan latihan fisik secara teratur dengan tujuan meningkatkan kesehatan, bisa
dilakukan individu dan kelompok
20
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Bencana merupakan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam
dan/ atau faktor non- alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Bencana menimbulkan trauma psikologis bagi semua orang yang mengalaminya.
Peran perawat sangatlah penting pada kasus ini. Peran perawat sangat berguna untuk
memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan standar keperawatan dan kode etik
dalam menangani pasien dengan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pasca bencana
alam. Dan diharapkan kepada pembaca dan penulis bisa lebih memahami materi mengenai
penyakit dengan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pasca bencana alam dilihat dari
perbandingan data di lahan dan konsep teori yang sesungguhnya.
4.2 Saran
Sebagai seorang calon perawat diharapkan bisa turut andil dalam melakukan kegiatan tanggap
bencana. Sekarang tidak hanya dituntut mampu memiliki kemampuan intelektual namun harus
memilki jiwa kemanusiaan melalui aksi siaga bencana.
21
DAFTAR PUSTAKA
James Drever, Kamus Psikologi, (Jakarta: Bina Aksara 1988), hlm. 498.
Soehatman Ramli, Pedoman Praktis Manajemen Bencana (Disaster Management), Dian Rakyat,
Jakarta, 2010, hlm. 4.
Bevaola Kusumasari, Manajemen Bencana dan Kapabilitas Pemerintah Lokal, Gava Media:
Yogyakarta, 2014, hlm. 13-14.
Ratna Megawangi dan Reza Indragiri Amriel, Membantu Anak Pulih dari Trauma Bencana
(Petunjuk Praktik bagi Guru dan Orangtua), (Jakarta: Penerbit Republika, 2006), hlm. 3.
http://sintak.unika.ac.id/staff/blog/uploaded/5812003257/files/buku_panduan_psikososial_2.doc.
Diakses pada tanggal 29 April 2020.
Tirza T Laluyan, dkk, Pemulihan Trauma: Panduan Praktis Pemulihan Trauma Akibat Bencana
Alam, (Depok: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia, 2007), hlm. 46
Lubis M. (2012). Perlindungan Anak dalam Situasi Bencana. Maret 2012. www.ccde.or.id.
Soetjiningsih. (2004). Buku Ajar Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta.
Sagung Seto.
Nurjannah I. (2001). Hubungan Terapeutik Perawat dan Klien: Kualitas Pribadi Sebagai Sarana.
PSIK FK UGM. Yogyakarta
22
Kemenkes R. PEDOMAN PELAKSANAAN PAKET PELAYANAN AWAL MINIMUM
(PPAM) KESEHATAN REPRODUKSI PADA KRISIS KESEHATAN. In: RI KK, editor.
Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat 2017.
Wagustina S. STRES, ASUPAN ZAT GIZI, STATUS GIZI IBU HAMIL PASCABENCANA
TSUNAMI 2004 DAN STATUS BERAT BADAN LAHIR DI KABUPATEN ACEH BESAR:
Universitas Gadjah Mada; 2006.
23