Anda di halaman 1dari 22

Mata kuliah : Manajemen Disaster & Keperawatan Bencana

Dosen : Faisal Asdar, S.Kep.,Ns.,M.Biomed

“ MANAJEMEN BENCANA ERUPSI GUNUNG BERAPI”

OLEH :
KELOMPOK III

NH0119002 (Agnes Sevani)


NH0119018 (Fegar Hidayat)
NH0119024 (Ika Dewi Lestari)
NH0119041 (Ninin Wulan Sari)

KELAS A1

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES NANI HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kita panjatkan kepada Tuhan yang maha Esa karena dengan
Rahmat dan Hidayahnya, kita semua diberikan kemudahan dan kelancaran untuk
menyelesaikan tugas menyusun makalah mata kuliah “Manajemen Disaster &
Keperawatan Bencana”.

Kami ucapkan banyak terima kasih kepada Dosen kami karena telah
memberikan pengajaran, hal yang berkaitan dengan Manajemen Disaster &
Keperawatan Bencana sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini
tepat waktu.

Selanjutnya semoga dengan penyusunan Makalah ini dapat bermanfaat


bagi pembaca. Mohon maaf jika dalam penyusunan makalah ini terjadi banyak
kekuraangan atau kesalahan yang disengaja ataupun tidak disengaja.

Kelompok III
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................................
B. Tujuan Penulisan............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian.......................................................................................................
B. Penyebab.........................................................................................................
C. Jenis-Jenis....................................................................................................
D. Dampak/Akibat..............................................................................................
E. Pencegahan.
....................................................................................................
F. Mitigasi..........................................................................................................
G. Kesiapan........................................................................................................
H. Peringatan Dini...............................................................................................
I. Tanggap Darurat..........................................................................................
J. Bantuan Darurat...........................................................................................
K. Pemulihan....................................................................................................
L. Rehabilitasi..................................................................................................
M. Rekonstruksi................................................................................................
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................................
B. Saran............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai busur
gunung api terpanjang di dunia. Indonesia memiliki 127 gunung api aktif,
atau sekitar 13% gunung api aktif di dunia terletak di Indonesia, sehingga
Indonesia mempunyai gunung api terbanyak di dunia. Sekitar 60% dari
jumlah tersebut adalah gunung api yang memiliki potensi bahaya cukup
besar bagi penduduk yang ada di sekitarnya, sehingga demi keselamatan
dan kelangsungan hidupnya masyarakat perlu mewaspadai bahaya tersebut
(BNPB, 2016).
Badan Nasional Penanggulangan Bencana mencatat letusan
gunung api di Indonesia dari tahun 2000 hingga tahun 2018 berjumlah 144
letusan, dengan korban jiwa meninggal dan hilang 438 jiwa, luka-luka
3.546 jiwa, menderita dan mengungsi 1.136.782 jiwa. Sedangkan untuk
bangunan rumah terdapat bangunan rusak berat sebanyak 14.894 rumah,
rusak sedang 158 rumah, rusak ringan 5.726 rumah dan fasilitas kesehatan
26 unit, fasilitas peribadatan 38 unit, dan fasilitas pendidikan 617 unit.
Tahun 2018 letusan gunung api di Indonesia mengalami peningkatan dari
tahun sebelumnya, yaitu dari 6 letusan menjadi 52 letusan, yang juga
meningkatkan korban luka-luka dari 12 jiwa menjadi 56 jiwa (BNPB,
2018a).
Berdasarkan hasil kajian risiko bencana yang disusun oleh BNPB
pada tahun 2015, diketahui bahwa jumlah jiwa terpapar risiko bencana
erupsi gunung api banyak tersebar di Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara
dengan total seluruh Indonesia melebihi 3 juta jiwa (BNPB, 2016). Daerah
Istimewa Yogyakarta memiliki Gunung Merapi sebagai salah satu gunung
api aktif di Pulau Jawa. Pada tahun 2010 Gunung Merapi mengalami
letusan besar yang menimbulkan korban jiwa sebanyak 277 orang
meninggal di wilayah D.I. Yogyakarta (BNPB, 2011). Pada Mei 2018,
Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi
Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi menaikkan status Gunung
Merapi dari Normal atau level I menjadi Waspada atau level II (BNPB,
2018b).
Gunung api dapat meletus kapan saja, baik dengan atau tanpa
peringatan. Maka masyarakat sekitar sangat penting untuk bersikap siaga
menghadapi ancaman yang ada. Upaya pemerintah untuk memberikan
pemahaman mitigasi bencana terhadap masyarakat dilakukan melalui
lembaga Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) serta
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Pemerintah Indonesia
juga telah membentuk Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24
Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang lebih menitikberatkan
pada upayaupaya sebelum terjadi bencana. Dalam pelaksanaannya,
ternyata belum mampu mengubah pola pikir masyarakat untuk lebih
tanggap bencana. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya korban
akibat letusan Gunung Merapi tahun 2006 dan tahun 2010 serta Gunung
Kelud tahun 2014 (Sejati, 2015). Salah satu upaya penanggulangan
bencana adalah mitigasi bencana. Mitigasi bencana adalah serangkaian
upaya untuk mengurangi risiko bencana. Salah satu kegiatan mitigasi
bencana adalah penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan
baik secara konvensional maupun modern.
Gunung meletus tidak memandang siapa korbannya, termasuk
kelompok rentan. Kelompok yang paling rentan dalam situasi darurat
bencana adalah bayi, anak-anak, ibu hamil, ibu menyusui, penyandang
cacat, dan lansia. Kelompok rentan bencana tersebut perlu diberikan
prioritas berupa penyelamatan, evakuasi, pengamanan, pelayanan
kesehatan, dan psikososial (UU RI No. 24 Tahun 2007). Dalam kasus
kebencanaan, masyarakat yang terkena bencana sebenarnya mempunyai
cara sendiri untuk bertahan dalam kondisi tertentu (Prayitno, 2017). Salah
satu strategi pertahanan adalah kesadaran dan pengetahuan dalam
menghadapi bencana. Untuk itu masyarakat perlu meningkatkan kapasitas
pengetahuan kebencanaannya sedini mungkin (Teja, 2018).
Pengetahuan tentang bahaya yang ditimbulkan oleh bencana alam
tidak cukup hanya diberikan pada masyarakat dewasa, tetapi penting
diberikan pada seluruh masyarakat, utamanya yang bertempat tinggal di
daerah yang sangat berisiko terkena bencana (Annan, 2007). Masyarakat
Indonesia sudah semestinya dibekali dengan pengetahuan tentang bahaya-
bahaya bencana alam, mulai dari anak-anak sekolah TK, SD, dan
selanjutnya (Oemarmadi, 2005). Bekal pengetahuan dan kecakapan hidup
diperlukan oleh siswa khususnya kelas-kelas awal sehingga ketika terjadi
bencana siswa dapat melakukan upaya penyelamatan diri dan dapat
menolong orang lain (National Research Council, 2007). Peningkatan
pengetahuan kebencanaan dapat dilakukan di dalam maupun di luar kelas.
Tujuannya untuk mempersiapkan dan membekali siswa agar memahami
konsep mitigasi bencana alam sejak dini dan dapat membangun sikap
kesiapsiagaan terhadap bencana (Sejati, 2015).
Selama ini usaha peningkatan kesiapsiagaan terhadap bencana pada
usia anak-anak masih minim. Hal ini dikarenakan kegiatan tersebut lebih
menitikberatkan pada usia dewasa. Sendai Framework for Disaster Risk
Reduction 2015-2030 meletakkan dasar bagi semua pemangku
kepentingan untuk bersikap positif bahwa anak-anak harus dipandang
sebagai insan dengan segenap ketangguhan potensial untuk beradaptasi
dalam bencana (Amriel dalam Wibowo, dkk, 2016). Program edukasi
mitigasi bencana yang disediakan bagi siswa sekolah adalah Sekolah Siaga
Bencana (SSB) saja. Sekolah Siaga Bencana merupakan upaya
membangun kesiapsiagaan sekolah terhadap bencana dalam rangka
menggugah kesadaran seluruh unsur-unsur dalam bidang pendidikan, baik
individu maupun kolektif di sekolah dan lingkungan sekolah, baik itu
sebelum, saat, maupun setelah bencana terjadi (P2MB Universitas
Pendidikan Indonesia, 2010). SSB memiliki 2 tujuan utama, yaitu
menciptakan budaya siaga dan aman bencana serta membangun ketahanan
dalam menghadapi bencana oleh warga sekolah (Perwira, 2015).
Kelemahan dari program Sekolah Siaga Bencana yaitu penerapannya yang
tidak menyeluruh di semua sekolah serta dokumen risiko bencana yang
tidak menarik bagi anak-anak (Wibowo, dkk, 2016).

B. Tujuan Penulisan
Diketahui hubungan faktor (pengetahuan masyarakat, sikap masyarakat,
dan peran petugas kesehatan) dengan kesiapsiagaan masyarakat dalam
menghadapi bencana gunung meletus.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Gunung berapi atau gunung api secara umum adalah istilah
yang dapat didefinisikan sebagai suatu sistem saluran fluida panas
(batuan dalam wujud cair atau lava) yang memanjang dari kedalaman
sekitar 10 km di bawah permukaan bumi sampai ke permukaan bumi,
termasuk endapan hasil akumulasi material yang dikeluarkan pada saat
meletus. Suatu gunung berapi merupakan bentukan alam dari pecahan
yang terjadi di kerak dari benda langit bermasa planet, seperti Bumi, di
mana patahan tersebut mengakibatkan lava panas, abu vulkanik dan
gas bisa keluar dari dapur magma yang terdapat di bawah permukaan
bumi.
Letusan gunung berapi adalah bagian dari aktivitas vulkanik
yang disebut erupsi. Hampir semua kegiatan gunung api berkaitan
dengan zona kegempaan aktif. Erupsi dimulai ketika pada batas
lempeng bumi terjadi perubahan tekanan dan suhu yang sangat tinggi
sehingga mampu melelehkan material disekitarnya, yaitu cairan pijar
(magma). Magma akan mengintrusi batuan atau tanah melalui rekahan-
rekahan, lalu keluar mendekati permukaan bumi (BPBD Kulon Progo,
2015).
Gunung meletus adalah gunung yang memuntahkan materi-
materi dari dalam bumi seperti debu, awan panas, asap, kerikil, batu-
batuan, lahar panas, lahar magma, dan lain sebagainya. Letusan
gunung berapi yang membawa batu dan abu dapat menyembur sampai
sejauh radius 18 km atau lebih, sedangkan lavanya bisa membanjiri
sampai sejauh radius 90 km (Khambali, 2017).

B. Penyebab
1. Peningkatan kegempaan vulkanik
Aktivitas yang tidak biasa pada gunung berapi, seperti frekuensi
gempa bumi meningkat yang mana dalam sehari bisa terjadi
puluhan kali gempa tremor yang tercatat di alat Seismograf. Selain
itu terjadi peningkatan aktivitas Seismik dan kejadian vulkanis
lainnya hal ini disebabkan oleh pergerakan magma, hidrotermal
yang berlangsung di dalam perut bumi. Jika tanda-tanda seperti
diatas muncul dan terus berlangsung dalam beberapa waktu yang
telah ditentukan maka status gunung berapi dapat ditingkatkan
menjadi level waspada. Pada level ini harus dilakukan penyuluhan
kepada masyarakat sekitar, melakukan penilaian bahaya dan
potensi untuk naik ke level selanjutnya dan kembali mengecek
sarana serta pelaksanaan shift pemantauan yang harus terus
dilakukan.
2. Suhu kawah meningkat secara signifikan
Sebagai tanda bahwa magma telah naik dan mencapai lapisan
kawah paling bawah sehingga secara langsung akan mempengaruhi
suhu kawah secara keseluruhan. Pada gunung dengan status
normal, volume magma tidak terlalu banyak terkumpul di daerah
kawah sehingga menyebabkan suhu di sekitar normal. Naiknya
magma tersebut bisa disebabkan oleh pergerakan tektonik pada
lapisan bumi dibawah gunung seperti gerakan lempeng sehingga
meningkatkan tekanan pada dapur magma dan pada akhirnya
membuat magma terdorong ke atas hingga berada tepat dibawah
kawah. Pada kondisi seperti ini, banyak hewan hewan di sekitar
gunung bermigrasi dan terlihat gelisah. Selain itu meningkatnya
suhu kawah juga membuat air tanah di sekitar gunung menjadi
kering.
3. Terjadinya deformasi badan gunung
Peningkatan gelombang magnet dan listrik sehingga menyebabkan
perubahan struktur lapisan batuan gunung yang dapat
mempengaruhi bagian dalam sepeti dapur magma yang volume-
nya mengecil atau bisa juga saluran yang menghubungkan kawah
dengan dapur magma menjadi tersumbat akibat deformasi batuan
penyusun gunung.
4. Lempeng lempeng bumi yang saling berdesakan
Tekanan besar menekan dan mendorong permukaan bumi sehingga
menimbulkan berbagai gejala tektonik, vulkanik dan meningkatkan
aktivitas geologi gunung. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya
bahwa lempeng merupakan bagian dari kerak bumi yang terus
bergerak setiap saat, dan daerah pengunungan merupakan zona
dimana kedua lempeng saling bertemu, desakan lempeng bisa juga
menjadi penyebab perubahan struktur dalam gunung berapi.
5. Akibat tekanan yang sangat tinggi
Beberapa penyebab seperti yang dijelaskan pada bagian
sebelumnya mendorong cairan magma untuk bergerak ke atas
masuk ke saluran kawah dan keluar. Jika sepanjang perjalanan
magma menyusuri saluran kawah terdapat sumbatan, bisa
menimbulkan ledakan yang dikenal dengan letusan gunung berapi.
Semakin besar tekanan dan volume magma-nya maka semakin
kuat ledakan yang akan terjadi.

C. Jenis-Jenis
Terdapat tiga jenis erupsi berdasarkan pergerakan magma dari dalam
ke permukaan bumi. Tiga jenis erupsi itu adalah freatik,
freatomagmatik dan magmatik.
1. Erupsi Freatik
a) Terjadi ketika magma segar mulai naik dari dapur magma ke
tubuh gunung. Pada fase ini magma berinteraksi dengan air
bawah tanah dan menyebabkan penguapan. Ketika intensitas
uap makin tinggi dan memiliki tekanan yang cukup tinggi, uap
mampu membobol bebatuan pembekuan magma tua yang
menyumbat kawah.
b) Oleh karena itu, material vulkanik yang disemburkan oleh
erupsi freatik lebih didominasi uap air bercampur gas-gas
vulkanik lainnya. Material vulkaniknya memiliki suhu kurang
dari 200º C dan saat tiba di kaki gunung sudah setara suhu
lingkungan. Erupsi freatik sama sekali tidak memuntahkan
magma segar. Intensitas erupsinya juga umumnya kecil.
2. Erupsi Freatomagmatik
a) Erupsi ini biasanya terjadi setelah erupsi freatik berlalu.
Letusan ini terjadi ketika magma segar naik ke tubuh gunung
namun belum mencapai lubang letusan. Magma mulai
bersentuhan langsung dengan air bawah tanah.
b) Persentuhan dengan air yang lebih dingin membuat permukaan
magma segar sontak mendingin cepat, membentuk butiran-
butiran pasir hingga kerikil dengan komposisi khas. Sebaliknya
air bawah tanah langsung menguap dengan frekuensi dan
intensitas yang lebih tinggi.
c) Selain menyemburkan uap air dan gas-gas vulkanik lainnya,
erupsi freatomagmatik pun menyemburkan debu, pasir hingga
kerikil. Namun kali ini mayoritas berasal dari magma segar
yang membeku cepat. Intensitas erupsinya akan lebih besar dari
erupsi freatik dan material vulkanik yang dimuntahkannya pun
lebih panas.
3. Erupsi Magmatik
a) Ini adalah puncak erupsi, sebab magma segar sudah keluar dari
lubang letusan. Erupsi magmatik secara umum terbagi menjadi
dua: eksplosif (ledakan) dan efusif (leleran). Erupsi magmatik
eksplosif umumnya melibatkan magma segar yang bersifat
asam karena banyak mengandung silikat (SiO2).
b) Sementara pada erupsi magmatik yang efusif, magma segar
yang keluar lebih bersifat basa (basaltik). Magmanya lebih
encer dan kurang mengandung gas.
D. Dampak
Setiap bencana alam pasti membawa dampak tersendiri yang
dirasakan oleh penduduk yang berada disekitar bencana. Biasanya
bencana alam identik dengan dampak negatif namun tidak demikian
terjadi pada letusan gunung berapi yang justru membawa dampak
positif disamping terdapat juga efek negatifnya. Berikut ini adalah
dampak letusan gunung berapi baik yang positif maupun negatif :
1. Dampak negatif
a) Asap dan debu yang banyak keluar saat sebelum ataupun
sesudah letusan dapat menyebabkan ISPA bagi masyarakat
yang tinggal didekat lokasi bencana.
b) Dengan meletusnya gunung berapi, maka otomatis segala
aktivitas penduduk menjadi lumpuh sehingga ekonomi tidak
berjalan dengan semestinya
c) Lava dan lahar akan merusak semua yang dilaluinya seperti
hutan, sungai, lahan pertanian maupun pemukiman penduduk.
d) Karena lahar merusak hutan sekitar maka akan mempengaruhi
ekosistem hayati wilayah tersebut.
e) Terjadinya pencemaran udara karena saat terjadi letusan,
gunung berapi mengeluarkan debu dan gas gas beracun yang
mengandung Sulfur dioksida, Hidrogen sulfida, Nitrogen
dioksida.
f) Menganggu parawisata yang terdapat pada titik tertentu yang
mana sebelum terjadinya bencana menjadi tujuan destinasi
wisata. Dengan letusan gunung berapi, beberapa lokasi wisata
ditutup sehingga menghambat laju ekonomi.
2. Dampak Posistif
a) Saat terjadi letusan, banyak batu batu berbagai ukuran yang
dimuntahkan gunung yang mana dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat sekitar sebagai bahan bagunan.
b) Besarnya volume material vulkanik selama letusan berlangsung
ternyata membawa berkah tersendiri bagi masyarakat sekitar
karena memiliki profesi baru yakni sebagai penambang pasir.
c) Tanah tanah sekitar gunung yang terkena material letusan akan
semakin subur, tentu saja hal ini sangat menguntungkan para
petani dimana mereka tidak perlu mengeluarkan biaya lagi
untuk membeli pupuk.
d) Setelah gunung meletus, biasanya muncul mata air makdani
yaitu mata air yang kaya dengan kandungan mineral.
e) Selain itu muncul pula sumber air panas / geyser baru secara
bertahap dan periodik, hal ini tentu saja dapat dimanfaatkan
masyarakat untuk kesehatan kulit.
f) Pada wilayah yang sering terjadi letusan gunung berapi sangat
potensial untuk dijadikan pembangkit listrik tenaga panas bumi
yang tentu saja bernilai ekonomis.

E. Pencegahan

Pencegahan merupakan upaya yang dilakukan untuk mencegah


terjadinya bencana (jika mungkin dengan meniadakan bahaya.
Misalnya: melarang pembakaran hutan dalam perladangan, melarang
penambangan batu di daerah yang curam, melarang membuang
sampah sembarangan (Khambali, 2017).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ahdi (2015)


didapatkan hasil bahwa proses perencanaan penanggulangan bencana
melalui pendekatan manajemen risiko di Kabupaten Malang sudah
dilaksanakan meskipun ada satu tahapan yang belum maksimal yaitu
identifikasi risiko bencana yang dilakukan baru pemetaan daerah/
kawasan rawan bencana, tantangan ke depan yang paling prioritas
adalah mensinergikan antara peraturan penanggulangan bencana
dengan peraturan perencanaan pembangunan serta integrasi PRB
dalam perencanaan pembangunan, adapun alternatif pemikiran baru
dibangun berdasarkan analisis faktor-faktor yang berpengaruh,
tantangan ke depan dan telaah ilmiah yang koheren dan kompeten.

F. Mitigasi
1. Sebelum gunung meletus
a. Mengenali daerah setempat dalam menentukan tempat yang
aman untuk mengungsi.
b. Membuat perencanaan penanganan bencana.
c. Mempersiapkan pengungsian jika diperlukan.
d. Mempersiapkan kebutuhan dasar (pangan, pakaian alat
perlindungan).
2. Ketika gunung meletus
a. Hindari daerah rawan bencana seperti lereng gunung, lembah
dan daerah aliran lahar.
b. Di tempat terbuka, lindungi diri dari abu letusan dan awan
panas.
c. Persiapkan diri untuk kemungkinan bencana susulan.
d. Kenakan pakaian yang bisa melindungi tubuh, seperti baju
lengan panjang, celana panjang, topi dan lainnya.
e. Gunakan pelindung mata seperti kacamata renang atau lainnya.
f. Jangan memakai lensa kontak.
g. Pakai masker atau kain menutupi mulut dan hidung.
h. Saat turunnya awan panas usahakan untuk menutup wajah
dengan kedua belah tangan.
3. Setelah gunung meletus
a. Jauhi wilayah yang terkena hujan abu.
b. Bersihkan atap dari timbunan abu, karena beratnya bias
merusak atau meruntuhkan atap bangunan.
c. Hindari mengendarai mobil di daerah yang terkena hujan abu
sebab bisa merusak mesin motor, rem, persneling hingga
pengapian.

G. Kesiapsiagaan
Menurut Nurjanah (2012), tindakan atau bentuk yang perlu
dipersiapkan dalam menghadapi kesiapsiagaan bencana gunung
meletus, meliputi:
1. Simulasi bencana
Simulasi merupakan kegiatan pelatihan evakuasi jika alarm
peringatan dini terjadi maka masyarakat akan lari menuju arah jalur
evakuasi.
2. Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)
Pemberian alat pelindung diri (APD) kepada masyarakat yang
terdampak bencana gunung meletus. APD yang diperlukan untuk
bencana gunung meletus meliputi: kacamata agar terhindar dari
abu vulkanik dan masker agar abu vulkanik tidak terhirup.
3. Membuat jalur evakuasi
Menentukan jalur evakuasi harus mempertimbangkan rute yang
paling cepata dan aman dilalui masyarakat. Membuat jalur
evakuasi sangat penting dilakukan untuk meminimalkan terjadinya
korban jiwa. Penyusunan peta jalur evakuasi unruk penyelamatan
guna memberikan perlindungan ke arah yang tepat bagi
masyarakat. Tempat perlindungan yang telah ditentukan harus
aman dari aliran lava dan lahar serta sudah ditentukan kapasitas
untuk masyarakat mengungsi. Tempat pengungsian harus tersedia
sarana MCK dan air bersih yang mencukupi.
4. Mempersiapkan kebutuhan dasar
Kebutuhan dasar sangat penting bagi kehidupan manusia karena
disaat terjadi erupsi gunung meletus sulit mencari kebutuhan dasar
manusia. Tas siaga bencana sangat perlu dimiliki masyarakat yang
tinggal di daerah rawan bencana. Isi dari tas siaga bencana antara
lain obat-obatan ringan, perlengkapan P3K (kasa, plester, alkohol/
revanol, gunting kecil), persediaan makan dan minum, senter, pluit,
korek api, selimut, pakaian, foto keluarga, surat-surat penting
beserta map anti air.

H. Peringatan Dini
1. Hindari daerah rawan bencana seperti lereng gunung, lembah dan
daerah aliran lahar.
2. Di tempat terbuka, lindungi diri dari abu letusan dan awan panas.
3. Persiapkan diri untuk kemungkinan bencana susulan.
4. Kenakan pakaian yang bisa melindungi tubuh, seperti baju lengan
panjang, celana panjang, topi dan lainnya.
5. Gunakan pelindung mata seperti kacamata renang atau lainnya.
6. Jangan memakai lensa kontak.
7. Pakai masker atau kain menutupi mulut dan hidung.
8. Saat turunnya awan panas usahakan untuk menutup wajah dengan
kedua belah tangan.

I. Tanggap Darurat
Tanggap darurat adalah upaya yang dilakukan segera pada saat
kejadian bencana untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan,
terutama berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi, dan
pengungsian (Khambali, 2017).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Siswanto (2015)
tentang sistem informasi manajemen komando tanggap darurat
bencana letusan gunung berapi didapatkan hasil bahwa sistem
informasi manajemen komando tanggap darurat bencana letusan
Gunung Merapi ini dapat digunakan dalam upaya untuk
penanggulangan bencana di komando tanggap darurat bencana letusan
Gunung Merapi. Basis data dalam sistem informasi manajemen
komando tanggap darurat bencana ini meliputi relawan, korban,
barang/ bantuan, donator, transaksi penerimanaan dan pengeluaran
barang. Proses yang terjadi dalam sistem ini adalah pengolahan dari
sumber data dan jenis data yang ada menjadi informasi berupa laopran
secara periodik. Output yang dihasilkan berupa laporan penerimaan
barang, laporan pengeluaran barang, laporan stok barang/ bantuan serta
laporan daftar kebutuhan.

J. Bantuan Darurat
Kebutuhan dasar sangat penting bagi kehidupan manusia
karena disaat terjadi erupsi gunung meletus sulit mencari kebutuhan
dasar manusia. Tas siaga bencana sangat perlu dimiliki masyarakat
yang tinggal di daerah rawan bencana. Isi dari tas siaga bencana antara
lain obat-obatan ringan, perlengkapan P3K (kasa, plester, alkohol/
revanol, gunting kecil), persediaan makan dan minum, senter, pluit,
korek api, selimut, pakaian, foto keluarga, surat-surat penting beserta
map anti air.

K. Pemulihan
Pemulihan adalah proses pemulihan darurat kondisi masyarakat
yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali prasarana dan
sarana pada keadaan semula. Upaya yang dilakukan adalah
memperbaiki prasarana dan pelayanan dasar yaitu jalan, listrik, air
bersih, pasar, puskesmas (Khambali, 2017).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Trirahaya (2016)
tentang manajemen bencana erupsi gunung merapi oleh Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sleman didapatkan hasil
bahwa dalam menghadapi erupsi Gunung Merapi BPBD Kabupaten
Sleman telah melaksanakan seluruh tahapan dalam manajemen
bencana yaitu tahap Mitigation dengan membuat talud banjir, kantong
lahar, Early Warning System dan rambu evakuasi, Preparedness
dengan melakukan pemantauan Gunung Merapi, simulasi erupsi,
Membentuk Sekolah Siaga Bencana, Desa Tangguh Bencana, dan
Sister School, Tahap Response dengan membuat scenario rencana
evakuasi, pelatihan pengelolaan barak dan dapur umum, dan Recovery
yaitu pemulihan meliputi pembangunan hutan, pemulihan
infrastruktur, penggantian ternak dan bantuan sapi perah dengan
pengawasan dari BPBD Kabupaten Sleman.

L. Rehabilitasi
1. Sektor perumahan, antara lain melalui:
a) Pembuatan panduan dan prinsip mekanisme subsidi rumah.
b) Fasilitasi pengorganisasian pembersihan rumah dan lingkungan
berbasis masyarakat.
c) Fasilitasi pengelolaan hunian sementara.
2. Sektor infrastruktur, antara lain melalui:
a) Fasilitasi rembug desa untuk pembangunan kembali jalan dan
jembatan desa.
b) Fasilitasi pengelolaan air bersih dan jamban
3. Sektor sosial, antara lain melalui:
a) Penyediaan layanan trauma healing.
b) Penyediaan layanan kesehatan umum.
c) Penyediaan higiene kits.
d) Penyediaan makanan tambahan untuk balita.
e) Bantuan biaya dan peralatan sekolah untuk siswa SD, SMP dan
SMA yang terdampak.
f) Pemulihan kegiatan keagamaan dan revitalisasi organisasi
keagamaan.
g) Revitalisasi sistem keamanan desa.
h) Revitalisasi seni budaya yang berguna untuk mendorong
pemulihan.
4. Sektor ekonomi produktif, antara lain melalui:
a) Revitalisasi kelompok tani, kebun dan ternak.
b) Program diversifikasi/alternatif usaha pertanian.
c) Penyediaan bibit tanaman cepat panen.
d) Bantuan modal usaha untuk pedagang dan industri kecil
menengah.

M. Rekonstruksi
Rekonstruksi merupakan program jangka menengah dan jangka
panjang guna perbaikan fisik, sosial, dan ekonomi untuk
mengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi yang sama atau
lebih baik dari sebelumnya (Khambali, 2017)
Berdasarkan penelitian oleh Wulansari (2017) tentang
metodologi penilaian kualitas hunian paska bencana sebagai evaluasi
strategi rekonstruksi: analisis factual dan perseptual didapatkan hasil
bahwa penilaian kualitas hunian paska bencana merupakan cara yang
efektif untuk melakukan evaluasi terhadap strategi rekonstruksi.
Penilaian kualitas hunian paska bencana itu sendiri dapat
menggunakan pendekatan factual, perseptional, maupun perpaduan
keduanya, sesuai dengan obyek pengamatan yang dipilih.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Gunung berapi atau gunung api secara umum adalah istilah


yang dapat didefinisikan sebagai suatu sistem saluran fluida panas
(batuan dalam wujud cair atau lava) yang memanjang dari kedalaman
sekitar 10 km di bawah permukaan bumi sampai ke permukaan bumi,
termasuk endapan hasil akumulasi material yang dikeluarkan pada saat
meletus. Suatu gunung berapi merupakan bentukan alam dari pecahan
yang terjadi di kerak dari benda langit bermasa planet, seperti Bumi, di
mana patahan tersebut mengakibatkan lava panas, abu vulkanik dan
gas bisa keluar dari dapur magma yang terdapat di bawah permukaan
bumi.
Gunung meletus dicantumkan sebagai salah satu bencana alam
di bumi ini, karena dapat menyebabkan berbagai macam kerugian dan
juga kerusakan. Namun sebagai salah satu jenis bencana alam, gunung
meletus dikategorikan sebagai bencana alam yang masih dapat
diantisipasi. Hal ini karena gunung meletus datangnya selalu disertai
oleh tanda-tanda tertentu sehingga semuanya bisa diantisipasi dari
awal agar tidak terdapat korban jiwa dan kerugian material bisa
diantisipasi serendah mungkin. Ketika tanda-tanda tersebut datang,
maka sebagai masyarakat (khususnya yang berada di sekitar gunung
berapi) harus waspada dan segera melakukan tindakan.

B. SARAN
Pemerintah agar memberikan sosialisasi dan simulasi kepada
masyarakat yang tinggal di daerah bencana, bagaimana cara mengatasi
bencana yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Geologi Indonesia. (2011). Data dasar Gunung Api Indonesia. Edisi ke-
Bandung: Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). (2014). Rencana Nasional


Penanggulangan Bencana 2015-2019

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). (2015). Rencana Strategis

Badan Penanggulangan Bencana Tahun 2015-2019

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). (2012). Manajemen


Kesiapsiagaan Bencana Alam Gunung Meletus . Kota Tomohon.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). (2011). Rencana Aksi


Rehabilitasi dan rekonstruksi Wilayah Pasca Erupsi Gunung Merapi di
Propinsi Yoyakarta dan Propinsi Jawa Tengah. Jakarta: Badan Nasional
Penanggulangan Bencana

Centre for Research on the Epidemiology of Disasters (CRED). (2015). The


Human Cost of Natural Disasters. Tersedia dalam
:http://www.unisdr.org/2015/docs/climatechange/COP21_WeatherDisaster
s Report_2015_FINAL.pdf [Diakses 2 Mei 2016]

Sejati, D. (2017). Rangkuman Pengetahuan Umum Lengkap Indonesia & Dunia.


Jakarta: Bmedia

Khambali. I. (2017). Manajemen Penanggulangan Bencana. Yogyakarta: ANDI

Nurjanah. (2012) Manajemen Bencana. Bandung: Alfabeta

Trirahayu T. (2016). Manajemen Bencana Erupsi Gunung Merapi Oleh Badan


Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sleman

Anda mungkin juga menyukai