Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Herpes zoster adalah infeksi virus pada kulit. Herpes simpleks virus merupakan salah satu
virus yang menyebabkan penyakit herpes pada manusia. Tercatat ada tujuh jenis virus
yang dapat menyebabkan penyakit herpes pada manusia yaitu, herpes simpleks, Varizolla
zoster (VZV), Cytomegalovirus (CMV), Epstein Barr (EBV), dan human herpes virus
tipe 6 (HHV-6), tipe 7 (HHV-7), tipe 8 (HHV-8). Semua virus herpes memiliki ukuran
dan morfologi yang sama dan semuanya melakukan replikasi pada inti sel.
Perbedaan antara Hervers dan Verisela. Hervers simpleks dapat bervariasi dari satu
individu ke individu lain. Infeksi pertama berlangsung lebih lama dan lebih berat, kira-
kira 3 minggu dan sering disertai gejala lain seperti demam, lemas, nyeri di sekitar mulut,
tidak mau makan dan dapat ditemukan pembengkakan kelenjar getah bening. Gejala
utamanya berupa vesikel yang berkelompok di atas kulit yang lembab dan merah, berisi
cairan jernih dan kemudian menjadi keruh, terkadang gatal dan dapat menjadi krusta.
Krusta ini kemudian akan lepas dari kulit dan memperlihatkan kulit yang berwarna merah
jambu yang akan sembuh tanpa bekas luka. Vesikel ini dapat timbul di tubuh bagian
mana saja, namun paling sering timbul di daerah sekitar mulut, hidung, daerah genital dan
bokong. Setelah itu, penderita masuk dalam fase laten, karena virus tersebut sebenarnya
masih terdapat di dalam tubuh penderita dalam keadaan tidak aktif di dalam ganglion
(badan sel saraf), yang mempersarafi rasa pada daerah yang terinfeksi. HSV disebarkan
melalui kontak langsung antara virus dengan mukosa atau setiap kerusakan di kulit. Virus
herpes tidak dapat hidup di luar lingkungan yang lembab dan penyebaran infeksi melalui
cara selain kontak langsung kecil kemungkinannya terjadi. Sedangkan varisela mulai
timbul 10-21 hari setelah terinfeksi. Pada anak-anak yang usianya berkisar 10 tahun
gejala pertamanya adalah sakit kepala, demam sedang, dan rasa tidak enak di
badan.Gejala tersebut tidak ditemukan pada anak-anak di bawah usia 10 tahun dan akan
menjadi gejala yang berat jika menyerang anak yang lebih dewasa.24-36 jam pertama
setelah timbulnya gejala awal, muncul ruam di badan dan kemudian tersebar ke wajah,
tangan, dan kaki. Selain itu ruam juga akan muncul di selaput mukosa seperti di bagian
dalam mulut atau vagina. Ruam yang awalnya berbentuk bintik-bintik merah datar

1
(makula), akan menjadi bintik-bintik menonjol (papula), membentuk lepuhan berisi
cairan (vesikel), yang terasa gatal, dan pada akhirnya mengering. Proses ini memakan
waktu 6-8 jam, selanjutnya akan terbentuk bintik-bintik dan lepuhan baru.Pada hari
kelima biasanya tidak terbentuk lepuhan baru, seluruh lepuhan akan mengering pada hari
keenam, dan akan menghilang dalam waktu kurang dari 20 hari Penularan.Virus varicella
zoster menyebar melalui udara. Orang dengan daya tahan tubuh rendah dapat terserang
virus ini. Penularan dapat muncul sejak 48 jam sebelum ruam pertama muncul hingga 5
hari setelahnya. Setelah tertular, biasanya dibutuhkan waktusekiter 10-21 hari gejala
pertama muncul. Jangka waktu ini dikenal sebagai masa inkubasi. Cacar air ditularkan
melalui udara prnapasan, kontak langsung dengan cairan ruam, dan kontak dengan cairan
yang tekena cairan ruam, seperti handuk, seprei, atau selimut. Penamaan virus ini
memberi pengertian bahwa infeksi primer virus ini menyebabkan timbulnya penyakit
varisela, sedangkan reaktivasi (keadaan kambuh setelah sembuh dari varisela)
menyebabkan herves zoster.
Melihat kondisi seperti tersebut di atas, maka penulis menyusun makalah yang berjudul
Asuhan Keperawatan pada pasien Herves. Perawat harus dapat mendeteksi secara dini
tanda dan gejala klien dengan herves. Sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan
secara komprehensif pada klien dengan herves.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
a. Untuk menambah pengetahuan mengenai Keperawatan Medikal
Bedah tentang Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Herves
b. Agar mahasiswa lebih memahami seputar Perbedaan Penyakit Herves
dan Varisela .
2. Tujuan khusus
a. Agar lebih memahami tentang Keperawatan Medikal Bedah Asuhan
Keperawatan Pada Klien Dengan Herves
b. Agar memenuhi tugas mata ajar Konsep Dasar Manusia.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Anatomi Fisiologi

Kulit adalah lapisan atau jaringan yang menutupi seluruh tubuh dan melindungi tubuh
dari bahaya yang datang dari luar. Kulit merupakan bagian tubuh yang perlu mendapat
perhatian khusus untuk memperindah kecantikan, selain itu kulit dapat membantu
menemukan penyakit yang didrita pasien (Syaifuddin, 2011).

1. Susunan Kulit Manusia

Menurut Syaifuddin (2011), Kulit manusia tersusun atas tiga lapisan, yaitu
epidermis, dermis dan subkutis.

a. Epidermis

Epidermis merupakan lapisan teratas pada kulit manusia dan memiliki tebal
yang berbeda-beda: 400-600 um untuk kulit tebal (kulit pada telapak tangan
dan kaki) dan 75-150 um untuk kulit tipis (kulit selain telapak tangan dan kaki,
memiliki rambut).

3
b. Dermis

Dermis yaitu lapisan kulit di bawah epidermis, memiliki ketebalan yang


bervarias bergantung pada daerah tubuh dan mencapai maksimum 4 mm di
daerah punggung. Dermis terdiri atas dua lapisan dengan batas yang tidak
nyata, yaitu stratum papilare dan stratum reticular.

1) Stratum papilare, yang merupakan bagian utama dari papila dermis, terdiri
atas jaringan ikat longgar. Pada stratum ini didapati fibroblast, sel mast,
makrofag, dan leukosit yang keluar dari pembuluh (ekstravasasi).

2) Stratum retikulare, yang lebih tebal dari stratum papilare dan tersusun atas
jaringan ikat padat dan serat kolagen.

c. Hipodermis
Hipodermis adalah lapisan bawah kulit yang terdiri atas jaringan pengikat
longgar, komponennya serat longgar, elastis, dan sel lemak.

B. Pengertian

Herpes zooster adalah radang kulit akut dan setempat yang merupakan reaktivasi virus
variselo-zaster dari infeksi endogen yang telah menetap dalam bentuk laten setelah
infeksi primer oleh virus ( Marwali, 2000).
Sedangkan menurut Sjaiful (2002), merupakan penyakit neurodermal ditandai dengan
nyeri radikular unilateral serta erupsi vesikuler berkelompok dengan dasar eritematoso
pada daerah kulit yang dipersarafi oleh saraf kranialis atau spinalis.

4
Demikian menurut Mansjoer A (2007). Herpes zoster (dampa,cacar ular) adalah
penyakit yang disebabkan infeksi virus varisela-zoster yang menyerang kulit dan
mukosa. Infeksi ini merupakan reaktivasi virusyang terjadi setelah infeksi primer.

Dari tiga pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan, herpes zooster adalah radang
kulit akut dan setempat yang merupakan reaktivasi virus variselo-zaster yang
menyerang kulit dan mukosa ditandai dengan nyeri radikular unilateral serta erupsi
vesikuler berkelompok dengan dasar eritematoso.

C. Etiologi

Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi dari virus varicella zoster . Infeksiositas
virus ini dengan cepat dihancurkan oleh bahan organic, deterjen, enzim proteolitik,
panas dan suasana Ph yang tinggi. Masa inkubasinya 1421 hari.
a. Faktor Resiko Herpes zoster.
1) Usia lebih dari 50 tahun, infeksi ini sering terjadi pada usia ini akibat daya tahan
tubuhnya melemah. Makin tua usia penderita herpes zoster makin tinggi pula
resiko terserang nyeri.
2) Orang yang mengalami penurunan kekebalan (immunocompromised) seperti
HIV dan leukimia. Adanya lesi pada ODHA merupakan manifestasi pertama
dari immunocompromised.
3) Orang dengan terapi radiasi dan kemoterapi.
4) Orang dengan transplantasi organ mayor seperti transplantasi sumsum tulang.
5) Factor pencetus kambuhnya Herpes zoster antara lain, Trauma / luka,
Kelelahan, Demam, Alkohol, Gangguan pencernaan, Obat obatan, Sinar
ultraviolet, Haid
6) Stress

5
Secara umum, penyebab dari terjadinya herpes simpleks ini adalah sebagai berikut,
Herpes Virus Hominis (HVH), Herpes Simplex Virus (HSV), Varicella Zoster Virus
(VZV), Epstein Bar Virus (EBV) dan Citamoga lavirus (CMV)

Namun yang paling sering herpes simpleks disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe I
dan tipe II. Cara penularan melalui hubungan kelamin, tanpa melalui hubungan kelamin
seperti melalui alat-alat tidur, pakaian, handuk atau sewaktu proses persalinan/partus
pervaginaan pada ibu hamil dengan infeksi herpes pada alat kelamin luar.

D. Patofisiologi
Herpes zoster bermula dari Infeksi primer dari VVZ (virus varisells zoster) ini pertama
kali terjadi di daerah nasofaring. Disini virus mengadakan replikasi dan dilepas ke
darah sehingga terjadi viremia permulaan yang sifatnya terbatas dan asimptomatik.
Keadaan ini diikuti masuknya virus ke dalam Reticulo Endothelial System (RES) yang
kemudian mengadakan replikasi kedua yang sifat viremianya lebih luas dan
simptomatik dengan penyebaran virus ke kulit dan mukosa. Sebagian virus juga
menjalar melalui serat-serat sensoris ke satu atau lebih ganglion sensoris dan berdiam
diri atau laten didalam neuron. Selama antibodi yang beredar didalam darah masih
tinggi, reaktivasi dari virus yang laten ini dapat dinetralisir, tetapi pada saat tertentu
dimana antibodi tersebut turun dibawah titik kritis maka terjadilah reaktivasi dari virus
sehingga terjadi herpes zoster.

Patofisiologi herpes simpleks masih belum jelas, ada kemungkinan :


a. Infeksi primer akibat transmisi virus secara langsung melalui jalur neuronal dari perifer
ke otak melalui saraf Trigeminus atau Offactorius.
b. Reaktivitas infeksi herpes virus laten dalam otak.
c. Pada neonatus penyebab terbanyak adalah HSV-2 yang merupakan infeksi dari secret
genital yang terinfeksi pada saat persalinan.

E. Manifestasi Klinik
1. Gejala prodomal
a. Keluhan biasanya diawali dengan gejala prodomal yang berlangsung selama 1 4
hari.

6
b. Gejala yang mempengaruhi tubuh : demam, sakit kepala, fatige, malaise, nusea,
rash, kemerahan, sensitive, sore skin ( penekanan kulit), neri, (rasa terbakar atau
tertusuk), gatal dan kesemutan. Nyeri bersifat segmental dan dapat berlangsung
terus menerus atau hilang timbul. Nyeri juga bisa terjadi selama erupsi kulit.
c. Gejala yang mempengaruhi mata : Berupa kemerahan, sensitive terhadap cahaya,
pembengkakan kelopak mata. Kekeringan mata, pandangan kabur, penurunan
sensasi penglihatan dan lain lain.
2. Timbul erupsi kulit
a. Kadang terjadi limfadenopati regional
b. Erupsi kulit hampir selalu unilateral dan biasanya terbatas pada daerah yang
dipersarafioleh satu ganglion sensorik. Erupsi dapat terjadi di seluruh bagian tubuh,
yang tersering di daerah ganglion torakalis.
c. Lesi dimulai dengan macula eritroskuamosa, kemudian terbentuk papulpapul dan
dalam waktu 1224 jam lesi berkembang menjadi vesikel. Pada hari ketiga berubah
menjadi pastul yang akan mengering menjadi krusta dalam 710 hari. Krusta dapat
bertahan sampai 23 minggu kemudian mengelupas. Pada saat ini nyeri segmental
juga menghilang
d. Lesi baru dapat terus muncul sampai hari ke 4 dan kadangkadang sampai hari ke
7
e. Erupsi kulit yang berat dapat meninggalkan macula hiperpigmentasi dan jaringan
parut (pitted scar)
f. Pada lansia biasanya mengalami lesi yang lebih parah dan mereka lebih sensitive
terhadap nyeri yang dialami.

F. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic pada Herpes zoster. Tes diagnostic ini untuk membedakan dari
impetigo, kontak dermatitis dan herps simplex :
1. Tzanck Smear : mengidentifikasi virus herpes tetapi tidak dapat membedakan herpes
zoster dan herpes simplex.
2. Kultur dari cairan vesikel dan tes antibody : digunakan untuk membedakan diagnosis
herpes virus
3. Immunofluororescent : mengidentifikasi varicella di sel kulit
4. Pemeriksaan histopatologik

7
5. Pemerikasaan mikroskop electron
6. Kultur virus
7. Identifikasi anti gen / asam nukleat VVZ (virus varisela zoster)
8. Deteksi antibody terhadap infeksi virus:
a. Virologi:
1) Mikroskop cahaya.
2) Pemeriksaan antigen langsung (imunofluoresensi).
3) PCR,
4) Kultur Virus,
b. Serologi
1) ELISA,
2) Western Blot Test,
3) Biokit HSV-II.

G. Komplikasi

Herpes zoster tidak menimbulkan komplikasi pada kebanyakan orang. Bila timbul
komplikasi, hal-hal berikut dapat terjadi:

1. Neuralgia pasca herpes. Ini adalah komplikasi yang paling umum. Nyeri saraf
(neuralgia) akibat herpes zoster ini tetap bertahan setelah lepuhan kulit menghilang.
2. Infeksi kulit. Kadang-kadang lepuhan terinfeksi oleh bakteri sehingga kulit
sekitarnya menjadi merah meradang. Jika hal ini terjadi maka Anda mungkin perlu
antibiotik.
3. Masalah mata. Herpes zoster pada mata dapat menyebabkan peradangan sebagian
atau seluruh bagian mata yang mengancam penglihatan.
4. Kelemahan/layuh otot. Kadang-kadang, saraf yang terkena dampak adalah saraf
motorik dan saraf sensorik yang sensitif. Hal ini dapat menimbulkan kelemahan
(palsy) pada otot-otot yang dikontrol oleh saraf.
5. Komplikasi lain. Misalnya, infeksi otak oleh virus varisela-zoster, atau penyebaran
virus ke seluruh tubuh. Ini adalah komplikasi yang sangat serius tapi jarang terjadi.

8
H. Penatalaksanaan Medis

Herpes zoster biasanya sembuh sendiri setelah beberapa minggu. Biasanya pengobatan
hanya diperlukan untuk meredakan nyeri dan mengeringkan inflamasi.

1. Pada stadium vesicular diberi bedak salicyl 2% atau bedak kocok kalamin untuk
mencegah vesikel pecah.
2. Bila vesikel pecah dan basah, diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptik
atau kompres dingin dengan larutan burrow 3 x sehari selama 20 menit.
3. Pereda nyeri. Salah satu masalah terbesar herpes zoster adalah rasa nyeri. Nyeri ini
kadang-kadang sangat keras. Parasetamol dapat digunakan untuk meredakan sakit. Jika
tidak cukup membantu, silakan tanyakan kepada dokter Anda untuk meresepkan
analgesik yang lebih kuat.
4. Antivirus. Penggunaan obat antivirus diberikan 72 jam setelah terbentuk ruam akan
mempersingkat durasi terbentuknya ruam dan meringankan rasa sakit. Apabila
gelembung telah pecah, maka penggunaan antivirus tidak efektif lagi.
5. Steroid. Steroid membantu mengurangi peradangan dan mempercepat penyembuhan
lepuhan. Namun, penggunaan steroid untuk herpes zoster masih kontroversial. Steroid
juga tidak mencegah neuralgia pasca herpes.

9
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN HERPES ZOSTER

A. PENGKAJIAN
1. Biodata
a. Identitas Pasien
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
b. Riwayat penyakit Sekarang
c. Riwayat penyakit keluarga
d. Riwayat penyakit dahulu
e. Riwayat psikososial.
3. Pola Kehidupan
a. Aktivitas dan Istirahat
Apakah pasien mengeluh merasa cemas, tidak bisa tidur karena nyeri, dan gatal.
b. Pola Nutrisi dan Metabolik
Bagaimana pola nutrisi pasien, apakah terjadi penurunan nafsu makan, anoreksia.
c. Pola Aktifitas dan Latihan
Dengan adanya nyeri dan gatal yang dirasakan, terjadi penurunan pola akifitas
pasien.
d. Pola Hubungan dan peran
Klien akan sedikit mengalami penurunan psikologis, isolasi karena adanya
gangguan citra tubuh.

4. Pengkajian fisik
a. Pengkajian fisik
1) Keadaan Umum
2) Tingkat Kesadaran
b. TTV
1) Head To Toe
a) Kepala

10
b) Kulit kepala
2) Rambut
Warna rambut hitam, tidak ada bau pada rambut, keadaan rambut tertata rapi.
3) Mata (Penglihatan)
Posisi simetris, pupil isokor, tidak terdapat massa dan nyeri tekan, tidak ada
penurunan penglihatan.
4) Hidung (Penciuman)
Posisi sektum naso tepat ditengah, tidak terdapat secret, tidak terdapat lesi, dan
tidak terdapat hiposmia. Anosmia, parosmia, kakosmia.
5) Telinga (Pendengaran)
a) Inspeksi
b) Daun telinga : tidak terdapat lesi, kista epidemoid, dan keloid.
c) Lubang telinga : tidak terdapat obstruksi akibat adanya benda asing.
d) Palpasi
Tidak terdapat edema, tidak terdapat nyeri tekan pada otitis media dan
mastoidius.
e) Pemeriksaan pendengaran
f) Test audiometric : 26 db (tuli ringgan)
g) Test weber : telinga yang tidak terdapat sumbatan mendengar lebih keras.
h) Test rinne : test (-) pada telinga yang terdapat sumbatan
6) Mulut dan gigi
Mukosa bibir lembab, tidak pecah-pecah, warna gusi merah muda, tidak terdapat
perdarahan gusi, dan gigi bersih.
7) Leher
Posisi trakea simetris, tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada
pembesaran vena jugularis, tidak ada nyeri tekan.
8) Thorak
a) Bentuk : simetris
b) Pernafasan : regular
c) Tidak terdapat otot bantu pernafasan
9) Abdomen
a) Inspeksi
b) Bentuk : normal simetris
c) Benjolan : tidak terdapat benjolan

11
d) Palpasi
e) Tidak terdapat nyeri tekan
f) Tidak terdapat massa / benjolan
g) Tidak terdapat tanda tanda asites
h) Tidak terdapat pembesaran hepar
i) Perkusi
j) Suara abdomen : tympani.
10) Reproduksi
Pada pemeriksaan genitalia pria, daerah yang perlu diperhatikan adalah
bagianglans penis, batang penis, uretra, dan daerah anus. Sedangkan pada
wanita,daerah yang perlu diperhatikan adalah labia mayora dan minora, klitoris,
introitus vagina, dan serviks. Jika timbul lesi, catat jenis, bentuk, ukuran /
luas,warna, dan keadaan lesi. Palpasi kelenjar limfe regional, periksa
adanyapembesaran; pada beberapa kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar
limferegional

11) Ekstremitas

Tidak terdapat luka dan spasme otot.

Integument ditemukan adanya vesikel-vesikel berkelompok yang nyeri,edema di


sekitar lesi,dan dapat pula timbul ulkus pada infeksi sekunder.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit.


2. Nyeri dan rasa gatal berhubungan dengan lesi kulit.
3. Potensial terjadi penyebaran penyakit s.d infeksi virus

C. INTERVENSI
Diagnosa I
Tujuan : Integritas kulit mulai kembali normal
Kriteria hasil :
1. Mempertahakan integritas kulit.
2. Tidak ada maserasi.
3. Tidak ada tanda-tanda cidera termal.

12
4. Tidak ada infeksi.
Intervensi :
a. Lindungi kulit yang sehat dari kemungkinan maserasi (hidrasi stratum korneum yg
berlebihan) ketika memasang balutan basah.
Rasional: Maserasi pada kulit yang sehat dapat menyebabkan pecahnya kulit dan
perluasan kelainan primer.
b. Hilangkan kelembaban dari kulit dengan penutupan dan menghindari friksi.
Rasional: Friksi dan maserasi memainkan peranan yang penting dalam proses
terjadinya sebagian penyakit kulit.
c. Jaga agar terhindar dari cidera termal akibat penggunaan kompres hangat dengan
suhu terlalu tinggi & akibat cedera panas yg tidak terasa (bantalan pemanas,
radiator).
Rasional: Penderita dermatosis dapat mengalami penurunan sensitivitas terhadap
panas.
d. Nasihati klien untuk menggunakan kosmetik dan preparat tabir surya.
Rasional: Banyak masalah kosmetik pada hakekatnya semua kelainan malignitas
kulit dapat dikaitkan dengan kerusakan kulit kronik.

Diagnosa II
Tujuan : Nyeri atau gatal berkurang atau dapat terkontrol
Kriteria hasil :
1. Pasien tampak tenang
2. Nyeri skala 2 3
3. Tanda-tanda vital dalam batas normal
4. Rasa gatal berkurang
Intervensi :
a. Temukan penyebab nyeri/gatal
Rasional : Membantu mengidentifikasi tindakan yang tepat untuk memberikan
kenyamanan.
b. Kaji skala nyeri, frekuensim daerah, nyeri
Rasional : Mengetahui derajat nyeri
c. Antisipasi reaksi alergi (dapatkan riwayat obat).
Rasional: Ruam menyeluruh terutama dengan awaitan yang mendadak
dapatmenunjukkan reaksi alergi obat.

13
d. Ajarkan tehnik relaksasi dan dekstraksi
Rasional : Mengurangi rasa nyeri
e. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian analgetik
Rasional : Analgetik dapat menurunkan rasa nyeri

Diagnosa III
Tujuan : Setelah perawatan tidak terjadi penyebaran penyakit
Kriteria hasil :
1. Tidak terjadi penularan penyakit pada pasien / orang lain
2. Klien mengerti akan kondisi penyakitnya

Intervensi :
a. Isolasikan klien
Rasional : Mencegah terjadinya penularan terhadap klien lain.
b. Gunakan teknik aseptic dalam perawatannya
Rasional : Mencegah penularan dengan klien lain dengan menggunakan peralatan
yang sama.
c. Batasi pengunjung dan minimalkan kontak langsung
Rasional : Banyak nya pengunjung meningkatkan resiko terjadinya penularan.
d. Jelaskan pada klien/keluarga proses penularannya.
Rasional: Klien lebih memahami kondisi penyakitnya

D. EVALUASI

1. Tidak terjadinya infeksi


2. Integritas kulit klien mulai membaik
3. Skala nyeri klie berkurang

14
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Herpes zooster adalah radang kulit akut dan setempat yang merupakan reaktivasi virus
variselo-zaster dari infeksi endogen yang telah menetap dalam bentuk laten setelah
infeksi primer oleh virus ( Marwali, 2000).Dapat disimpulkan Herpes zooster adalah
radang kulit akut dan setempat yang merupakan reaktivasi virus variselo-zaster yang
menyerang kulit dan mukosa ditandai dengan nyeri radikular unilateral serta erupsi
vesikuler berkelompok dengan dasar eritematoso. Pada pasien mungkin muncul
dengan iritasi, penurunan kesadaran yang disertai pusing, dan kekuningan pada kulit
(jaudince) dan kesulitan bernafas atau kejang.

B. SARAN

Untuk mencapai suatu keberhasilan yang baik dalam pembuatan makalah selanjutnya,
maka penulis memberikan saran kepada:
1. Mahasiswa
Dalam pengumpulan data, penulis mendapatkan berbagai kesulitan. Dengan
usaha yang sungguh-sungguh, sehingga penulis mendapatkan data untuk dapat
menyelesaikan makalah ini.
2. Pendidikan
Pada Prodi Keperawatan STIKes WIDYA NUSANTARA PALU, khususnya
perpustakaan. Agar dapat menyediakan buku-buku yang sudah mengalami
perubahan-perubahan yang lebih maju sehingga buku tersebut bukan saja sebagai
sumber ilmu tetapi dapat dijadikan sumber referensi untuk materi makalah.
Khususnya untuk makalah-makalah yang akan dijadikan makalah selanjutnya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arief dkk. (2007). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Marwali, dkk. (1984). Pedoman Pengobatan Penyakit Kulit. Bandung : Alumni.

Sjaiful dan Wresti I. (2002). Infeksi Virus Herpes. Jakarta : FKUS

Syaifuddin. (2011). Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta:


Salemba Medika

http://medicalposts.blogspot.com/2012/06/patofisiologi-dan-manifestasi-herves.htm diakses
pada 19 Februari pukul 13.00
http://worldhealth-bokepzz.blogspot.com/2012/03/herves.html diakses pada 19 Februari 2013
pukul 13.00

16

Anda mungkin juga menyukai