Oleh :
Nama Kelompok: 4
1. Sheilania F. Tumeluk
2. Maria Klarita Mouw
3. Pritilia M. Akoit
4. Agrinto Taloim
5. Maria F. Oematan
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan
rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga tugas makalah dengan judul
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PENYAKIT KOLELITIASIS” bisa selesai
pada waktunya.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun
terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................................................
BAB I PENDALUHUAN
1.1 LATAR BELAKANG..............................................................................................1
2.1 TUJUAN...................................................................................................................3
3.1 MANFAAT...............................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1.2 PENGERTIAN.........................................................................................................4
2.2 KLASIFIKASI.........................................................................................................5
3.2 ETIOLOGI...............................................................................................................6
4.2 PATOFISIOLOGI...................................................................................................7
5.2 PATHWAY...............................................................................................................8
6.2 MANIFESTASI KLINIS.........................................................................................9
7.2 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK...........................................................................10
8.2 PENATALAKSANAAN MEDIS............................................................................10
9.2 KOMPLIKASI.........................................................................................................11
BAB III TINJAUAN KASUS
1. PENGKAJIAN...........................................................................................................18
2. DIAGNOSA................................................................................................................27
3. INTERVENSI.............................................................................................................28
4. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI......................................................................29
BAB IV PENUTUP
1.3 KESIMPULAN........................................................................................................33
2.3 SARAN......................................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................
1
BAB I
PENDALUHUAN
3.1 Manfaat
Bagi Mahasiswa
Hasil penelitian membuat pengalaman belajar dalam meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilan berkaitan dengan pasien dengan Kolelitiasis dan
menambah wawasan sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya dalam mengembangkan
4
penelitian lanjutan terhadap pasien yang menderita dengan Kolelitiasis.
Bagi Institut
1. Rumah Sakit
Sebagai masukan dalam melaksanakan 5 tahap proses keperawatan dan
meningkatkan pemberian pelayanan kesehatan pada pasien, khususnya pasien
dengan Kolelitiasis.
2. Bagi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan kualitas
pendidikan keperawatan dan pelaksanaan 5 tahap proses keperawatan pada
pasien, khususnya pasien dengan Kolelitiasis.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.2 Pengertian
Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung
empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian besar batu
empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu (Wibowo, 2010).
Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen di atas ginjal kanan, kolon, lambung, pankreas,
dan usus serta tepat di bawah diafragma. Hati dibagi menjadi lobus kiri dan kanan, yang
berawal di sebelah anterior di daerah kandung empedu dan meluas ke belakang vena kava.
Kuadran kanan atas abdomen didominasi oleh hati serta saluran empedu dan kandung
empedu. Pembentukan dan ekskresi empedu merupakan fungsi utama hati(Wibowo, 2010).
Kandung empedu adalah sebuah kantung terletak di bawah hati yang
mengonsentrasikan dan menyimpan empedu sampai ia dilepaskan ke dalam usus.
Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu, tetapi ada juga yang
terbentuk primer di dalam saluran empedu.Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran
empedu jika empedu mengalami aliran balik karena adanya penyempitan saluran. Batu
empedu di dalam saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu
(kolangitis). Jika saluran empedu tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera
menimbulkan infeksi di dalam saluran.
Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi di bagian tubuh
lainnya.Adanya infeksi dapat menyebabkan kerusakan dinding kandung empedu, sehingga
menyebabkan terjadinya statis dan dengan demikian menaikkan batu empedu. Infeksi dapat
disebabkan kuman yang berasal dari makanan. Infeksi bisa merambat ke saluran empedu
sampai ke kantong empedu. Penyebab paling utama adalah infeksi di usus. Infeksi ini
menjalar tanpa terasa menyebabkan peradangan pada saluran dan kantong empedu sehingga
cairan yang berada di kantong empedu mengendap dan menimbulkan batu. Infeksi tersebut
misalnya tifoid atau tifus. Kuman tifus apabila bermuara di kantong empedu dapat
menyebabkan peradangan lokal yang tidak dirasakan pasien, tanpa gejala sakit ataupun
demam. Namun, infeksi lebih sering timbul akibat dari terbentuknya batu dibanding
penyebab terbentuknya batu.
6
2.2 Klasifikasi
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di golongkankan
atas 3 (tiga) golongan. (Sylvia and Lorraine, 2006) :
1. Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70% kolesterol.
Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50%
kolesterol).
Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3 faktor utama :
a. Supersaturasi kolesterol
2. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang mengandung <20%
kolesterol. Jenisnya antara lain:
a. Batu pigmen kalsium bilirubinan (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung
kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen cokelat terbentuk
akibat adanya faktor stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat
disebabkan oleh adanya disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan
infeksi parasit. Bila terjadi infeksi saluran empedu, khususnya E. Coli, kadar
enzim B-glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi
bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin menjadi
kalsium bilirubinat yang tidak larut. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan
adanya hubungan erat antara infeksi bakteri dan terbentuknya batu pigmen
cokelat.umumnya batu pigmen cokelat ini terbentuk di saluran empedu dalam
empedu yang terinfeksi.
7
b. Batu pigmen hitam
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya
akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi.1 Batu pigmen hitam adalah tipe batu
yang banyak ditemukan pada pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis hati.
Batu pigmen hitam ini terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin.
Potogenesis terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam
terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril.
3. Batu campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-
50% kolesterol
3.2 Etiologi
Cholelitiasis merupakan endapan satu atau lebih komponen diantaranya empedu
kolesterol, billirubin, garam, empedu, kalsium, protein, asam lemak, dan fosfolipid. Batu
empedu biasanya terbentuk dalam kantung empedu terdiri dari unsur-unsur padat yang
membentuk cairan empedu, batu empedu memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang
sangat bervariasi. Batu empedu yang tidak lazim dijumpai pada anak-anak dan dewasa
muda tetapi insidenya semakin sering pada individu yang memiliki usia lebih diatas 40
tahun. setelah itu insiden cholelitiasis atau batu empedu semakin meningkat hingga sampai
pada suatu tingkat yang diperkirakan bahwa pada usia 75 tahun satu dari 3 orang akan
memiliki penyakit batu empedu, etiologi secara pastinya belum diketahuiakan tetapi ada
faktor predisposisi yang penting diantaranya gangguan metabolisme, yang menyebabkan
terjadinya perubahan komposisi empedu, adanya statis empedu, dan infeksi atau radang
pada empedu.
Perubahan yang terjadi pada komposisi empedu sangat mungkin menjadi faktor
terpenting dalam terjadinya pembentukan batu empedu karena hati penderita cholelitiasis
kolesterol mengekskresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang
berlebihan tersebut mengendap di dalam kandung empedu (dengan cara yang belum
diketahui secara pasti) untuk membentuk batu empedu, gangguan kontraksi kandung
empedu, atau mungkin keduanya dapat menyebabkan statis empedu dalam kandung
empedu. Faktor hormon (hormon kolesistokinin dan sekretin) dapat dikaitkan dengan
keterlambatan pengosongan kandung empedu, infeksi bakteri atau radang empedu dapat
8
menjadi penyebab terbentuknya batu empedu.
Mukus dapat meningkatkan viskositas empedu dan unsur selatau bakteri dapat
berperan sebagai pusat pengendapan. Infeksi lebih timbul akibat dari terbentuknya batu,
dibanding penyebab terbentuknya cholelitiasis (Haryono, 2013). Tatalaksana kolelitiasis
dapat dibagi menjadi dua, yaitu bedah dan non bedah. Terapi non bedah dapat berupa lisis
batu yaitu disolusi batu dengan sediaan garam empedu kolelitolitik, ESWL (exstracorporeal
shock wave lithitripsy) dan pengeluaran secara endoskopi, sedangkan terapi bedah dapat
berupa laparoskopi kolesistektomi, dan open kolesistektomi. Perawat yang berhubungan
langsung dengan klien kolelitiasis harus melaksanakan perannya secara profesional,
melakukan teknik relaksasi adalah tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mengurangi
nyeri, tindakan reklaksasi mencakup teknik relaksasi nafas dalam, distraksi, dan stimulasi
kulit. .Batu Empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang dibentuk
pada bagian saluran empedu lain. Etiologi batu empedu masih belum diketahui. Satu teori
menyatakan bahwa kolesterol dapat menyebabkan supersaturasi empedu di kandung
empedu. Setelah beberapa lama, empedu yang telah mengalami supersaturasi menjadi
mengkristal dan mulai membentuk batu. Akan tetapi, tampaknya faktor predisposisi
terpenting adalah gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan
komposisi empedu, stasis empedu, dan infeksi kandung empedu. Berbagai faktor yang
mempengaruhi pembentukan batu empedu, diantaranya:
a) Eksresi garam empedu.Setiap faktor yang menurunkan konsentrasi
berbagai garam empedu atau fosfolipid dalam empedu. Asam empedu
dihidroksi atau dihydroxy bile acids adalah kurang polar dari pada asam
trihidroksi. Jadi dengan bertambahnya kadar asam empedu dihidroksi
mungkin menyebabkan terbentuknya batu empedu.
b) Kolesterol empedu apa bila binatanang percobaan di beri diet tinggi
kolestrol, sehingga kadar kolesrtol dalam vesika vellea sangat tinggi,
dapatlah terjadi batu empedu kolestrol yang ringan. Kenaikan kolestreol
empedu dapat di jumpai pada orang gemuk, dan diet kaya lemak.
c) Substansia mucus Perubahan dalam banyaknya dan komposisi substansia
mukus dalam empedu mungkin penting dalam pembentukan batu empedu.
d) Pigmen empedu Pada anak muda terjadinya batu empedu mungkin
disebabkan karena bertambahya pigmen empedu. Kenaikan pigmen
empedu dapat terjadi karena hemolisis yang kronis. Eksresi bilirubin
adalah berupa larutan bilirubin glukorunid.
9
e) InfeksiAdanya infeksi dapat menyebabkan krusakan dinding kandung
empedu, sehingga menyebabkan terjadinya stasis dan dengan demikian
menaikan pembentukan batu.
4.2 Patofisiologi
Empedu adalah satu-satunya jalur yang signifikan untuk mengeluarkan kelebihan
kolesterol dari tubuh, baik sebagai kolesterol bebas maupun sebagai garam empedu. Hati
berperan sebagai metabolisme lemak. Kira-kira 80 persen kolesterol yang disintesis
dalam hati diubah menjadi garam empedu, yang sebaliknya kemudian disekresikan
kembali ke dalam empedu sisanya diangkut dalam lipoprotein, dibawa oleh darah ke
semua sel jaringan tubuh.Kolesterol bersifat tidak larut air dan dibuat menjadi larut air
melalui agregasi garam empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersama-sama ke dalam
empedu. Jika konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi empedu
(supersaturasi), kolesterol tidak lagi mampu berada dalam keadaan terdispersi sehingga
menggumpal menjadi kristal-kristal kolesterol monohidrat yang padat.
Etiologi batu empedu masih belum diketahui sempurna. Sejumlah penyelidikan
menunjukkan bahwa hati penderita batu kolesterol mensekresi empedu yang sangat jenuh
dengan kolesterol. Batu empedu kolesterol dapat terjadi karena tingginya kalori dan
pemasukan lemak. Konsumsi lemak yang berlebihan akan menyebabkan penumpukan di
dalam tubuh sehingga sel-sel hati dipaksa bekerja keras untuk menghasilkan cairan
empedu.
Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu dengan cara yang
belum dimengerti sepenuhnya.Patogenesis batu berpigmen didasarkan pada adanya
bilirubin tak terkonjugasi di saluran empedu (yang sukar larut dalam air), dan
pengendapan garam bilirubin kalsium. Bilirubin adalah suatu produk penguraian sel darah
merah. Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan
berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigmen dan batu
campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung >50%
kolesterol) atau batu campuran (batu yang mengandung 20-50% kolesterol). Angka 10%
sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana mengandung <20% kolesterol. Faktor yang
mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah keadaan statis kandung empedu,
pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan konsentrasi kaslium dalam
kandung empedu.
10
Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang terbentuk di
dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan fosfolipid
membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi
(supersaturated) oleh substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan
berkristalisasi dan membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang terbentuk
dalam kandung empedu, kemudian lama-kelamaan kristal tersebut bertambah ukuran,
beragregasi, melebur dan membentuk batu. Faktor motilitas kandung 16 empedu, billiary
statis, dan kandungan empedu merupakan predisposisi pembentukan batu kandung
empedu.
Batu kolesterol Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3 faktor utama:
a. Supersaturasi kolesterol
b. Hipomotilitas kandung empedu
c. Nukleasi/pembentukan nidus cepat Khusus mengenai nukleasi cepat, sekarang
telah terbukti bahwa empedu pasien dengan kolelitiasis mempunyai zat yang
mempercepat waktu nukleasi kolesterol (promotor) sedangkan empedu orang
normal mengandung zat yang menghalangi terjadinya nukleasi
5.2 Pathway
cholelitiasis
Kandung empedu
Mengkristal
Ekeskresi garam empedu
(membentuk menjadi batu )
11
6.2 Manifestasi Klinis
Gejala klinik kolelitiasis bervariasi dari tanpa gejala hingga munculnya gejala. Lebih
dari 80% batu kandung empedu memperlihatkan gejala asimptomatik (pasien tidak
menyadari gejala apapun). Gejala klinik yang timbul pada orang dewasa biasanya dijumpai
gejala:
3. Mual, muntah
4. Demam
12
Prosedur ini akan memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa
pada malam harinya sehingga kandung empedunya berada dalam keadan distensi.
Penggunaan ultra sound berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan
kembali. Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau
duktus koleduktus yang mengalami dilatasi.
b. Radiografi: Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG meragukan.
Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji
kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya,
berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral kolesistografi tidak digunakan bila
pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan media kontras ke
kandung empedu yang mengalami obstruksi.
c. Sonogram
Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding kandung
empedu telah menebal.
d. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)
Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya
dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat
optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars
desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus
pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk
menentukan keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi serta
evaluasi percabangan bilier.
Pemeriksaan Laboratorium
2. Kenaikan fosfolipid.
13
5. Kenaikan bilirubin total, transaminase (Normal < 0,4 mg/dl).
6. Penurunan urobilirubin.
8. Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di duktus
utama (Normal: 17 - 115 unit/100ml).
8.2 Penatalaksanaan Medis
Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan non bedah dan
bedah. Ada juga yang membagi berdasarkan ada tidaknya gejala yang menyertai
kolelitiasis, yaitu penatalaksanaan pada kolelitiasis simptomatik dan kolelitiasis yang
asimptomatik.
a. Penatalaksanaan Nonbedah
Penatalaksanaan pendukung dan diet
Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh
dengan istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik.
Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang
lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk.
Manajemen terapi :
14
Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu dengan pemberian obat-
obatan oral. Ursodeoxycholic acid lebih dipilih dalam pengobatan daripada
chenodeoxycholic karena efek samping yang lebih banyak pada penggunaan
chenodeoxycholic seperti terjadinya diare, peningkatan aminotransfrase dan
hiperkolesterolemia sedang.Pemberian obat-obatan ini dapat menghancurkan batu
pada 60% pasien dengan kolelitiasis, terutama batu yang kecil. Angka
kekambuhan mencapai lebih kurang 10%, terjadi dalam 3-5 tahun setelah terapi.
Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi nonoperatif
diantaranya batu kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4 batu, fungsi
kandung empedu baik dan duktus sistik paten. Pada anak-anak terapi ini tidak
dianjurkan, kecuali pada anak- anak dengan risiko tinggi untuk menjalani operasi.
c. Disolusi kontak
Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk menghancurkan batu kolesterol
dengan memasukan suatu cairan pelarut ke dalam kandung empedu melalui
kateter perkutaneus melalui hepar atau alternatif lain melalui kateter nasobilier.
Larutan yang dipakai adalah methyl terbutyl eter. Larutan ini dimasukkan dengan
suatu alat khusus ke dalam kandung empedu dan biasanya mampu
menghancurkan batu kandung empedu dalam 24 jam.
Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus dengan batu yang
kolesterol yang radiolusen. Larutan yang digunakan dapat menyebabkan iritasi
mukosa, sedasi ringan dan adanya kekambuhan terbentuknya kembali batu
kandung empedu.
15
e. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
5. Penatalaksanaan Bedah
a. Kolesistektomi terbuka
b. Kolesistektomi laparaskopi
16
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya
kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli
bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan
pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini
dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di
rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja,
nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan
adalah keamanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi
seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama
kolesistektomi laparoskopi.
9.2 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis :
1. Asimtomatik
2. Obstruksi duktus sistikus
3. Kolik bilier
4. Kolesistitis akut
5. Perikolesistitis
6. Peradangan pankreas (pankreatitis)
7. Perforasi
8. Kolesistitis kronis
9. Hidrop kandung empedu
10. Empiema kandung empedu
11. Fistel kolesistoenterik
12. Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali dan batu
empedu muncul lagi)
13. Ileus batu empedu (gallstone ileus)
17
BAB III
TINJAUAN KASUS
seorang laki-laki usia 39 tahun, pendidikan smp bekerja sebagai pedagang masuk rumah
sakit. Diagnosa masuk yaitu kolangitis, kolesistitis, kolelitiasis. Alasan kunjungan/
keluhan utam: 1 bulan sebelum masuk rumah sakit klien merasa nyeri di perut kanan atas,
nyeri tidak menjalar ketika menarik napas. Nyeri bila menarik napas, rasa seperti
tertusuk. Panas naik turun hingga menggigil, bila nyeri klien menjadi sesak. Selama di
rumah diberikan obat promag keluhan hilang tetapi hanya sementara. Sehari sebelum
masuk rumah sakit dirasa nyeri hilang timbul lagi sehingga klien. Pada usia 12 tahun
klien pernah mengalami pembengkakan diseluruh tubuh dan tidak pernah berobat,
sembuh sendiri, belum pernah dioperasi dan dirawat di RS. Tidak ada alergi terhadap
makanan dan obat-obatan. Klien merokok ½ bungkus per hari dan minum kopi 2x/sehari.
Klien terbiasa minum obat sendiri bila sakit tak pernah berobat ke dokter atau puskesmas.
Frekuensi makan 3x sehari, berat badan waktu masuk RS 50 kg. Makanan yang disukai
mie instan. Tidak ada makanan yang dipantang, sedangkan makanan yang tidak disukai
adalah gorengan dan makanan yang mengandung santan. Frekuensi berkemih rata-rata
6x/hari. Tak ada keluhan dalam eliminasi.
18
1. PENGKAJIAN
IDENTITAS
1. Keluhan Utama: 1 bulan sebelum masuk rumah sakit klien merasa nyeri di perut
kanan atas, nyeri tidak menjalar ketika menarik napas. Nyeri bila menarik napas, rasa
seperti tertusuk. Panas naik turun hingga menggigil, bila nyeri klien menjadi sesak
19
2. Riwayat Penyakit Sekarang: kolelitiasi
3. Keluhan saat dikaji: klien merasa nyeri di perut kanan atas, nyeri tidak menjalar
ketika menarik napas. Nyeri bila menarik napas, rasa seperti tertusuk. Panas naik
turun hingga menggigil, bila nyeri klien menjadi sesak.
Diagnosa : Pada usia 12 tahun klien pernah mengalami pembengkakan diseluruh tubuh
dan tidak pernah berobat, sembuh sendiri.
2. Sistem Pernapasan
a. Keluhan : Sehat Nyeri Waktu Bernapas Batuk Produktif Tidak Produktif
Sekret : ada Konsistensi : kental
Warna : hijau Bau : menyengat
b. Irama Nafas Teratur Tidak Teratur
20
c. Jenis Despnoe Kusmau Cheyne Stokes
d. Suara Nafas Vesikuler Bronko Vesikuler
Ronki Weezing
Lain-Lain :
gallop lain-lain.....
d. CRT : 15 detik
Masalah keperawatan :
Tidak ada
4. Sistem Persyarafan
a. GCS : 15 ( E4V5M6 )
21
E. Pupil Isokor Anisokor
Diameter…….15...........
Lain-lain : Klien merokok ½ bungkus per hari dan minum kopi 2x/sehari.
5. Sistem perkemihan
22
Masalah keperawatan :
Tidak ada
6. Sistem pencernaan
23
h. Kulit ikterik sianosis kemerahan hiperpigmentasi
i. Turgor baik kurang jelek
j. Luka jenis : Tidak ada luas: - bersih kotor
Lain-lain : tidak ada
8. Sistem Endokrin
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
24
c. Reaksi saat interaksi kooperatif tidak kooperatif curiga
Masalah keperawatan :
Tidak ada
d. Merokok : ya tidak
e. Alkohol : ya tidak
Lain-lain : tidak ada
PENGKAJIAN SPIRITUAL
Kebiasaan beribadah
Lain-lain :
Masalah keperawatan :
Tidak ada
25
PEMERIKSAAN PENUNJANG (Laboratorium, Radiologi, EKG, USG )
N Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
o
1. Radiologi
2. Radiografi:
Kolesistografi
3. Sonogram
4. ERCP (Endoscopic
Retrograde
Colangiopancreatografi)
2.
3.
4.
5.
26
FORMAT ANALISA DATA
27
kesakitan
2 DS: klien mengatakan saat sakit Manajemen Kurang terpapar
pasien tidak pernah ke rumah sakit Kesehatan Tidak informasi
ataupun puskesmas, Efektif
DO: klien tampak kebingungan
ketika di tanyakan tentang
penyakitnya
28
nyeri skala nyeri
• Kemampua • Identifikasi
n respons nyeri
melakukan non verbal
aktivitas • Identifikasi
secara faktor yang
mandiri memperberat
• Melaporka dan
n nyeri memperingan
terkontrol nyeri
• Frekuensi • Identifikasi
nadi pengetahuan
membaik dan keyakinan
• Terpenuhi tentang nyeri
mobilisasi • Identifikasi
dengan pengaruh
baik budaya
• Memberika terhadap respon
n obat nyeri
analgetik • Identifikasi
pengaruh nyeri
pada kualitas
hidup
• Monitor efek
samping
penggunaan
analgetik
2 Selasa, 14 Manajemen kesehatan Setelah dilakukan Observasi
maret 2021 tidak efektif intervensi selama 1 • Identifikasi
berhubungan dengan x 15 menit, maka kesiapan dan
kurang terpapar diharapkan tingkat kemampuan
informasi pengetahuan menerima
meningkat informasi
Edukasi
• Jelaskan
penanganan
mjasalah
kesehatan
• Anjurkan
menggunakan
fasilitas
kesehatan yang
ada
• Informasikan
sumber yang
tepat yang
tersedia di
masyarakat
• Anjurkan
mengevaluasi
tujuan secara
periodik
• Ajarkan
program
kesehatan
29
dalam
kehidupan
sehari-hari
• Ajarkan cara
memelihara
kesehatan
30
2. Memonitoring tanda-tanda pengertian, penyebab, tanda
vital dan gejala dari kolelitiasis.
3. memberikan informasi O: klien mengatakan nyeri
pada klien tentang kondisi yang dirasa sudah menurun
dengan cara yang tepat. A: masalah teratasi sebagian.
4. menginstruksikan klien P: intervensi dilanjutkan
mengenal tanda dan gejala
untuk melaporkan pada
pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara
yang tepat.
31
BAB IV
PENUTUP
1.3 Kesimpulan
Penerapan asuhan keperawatan pada umumnya sama antara teori dan kasus
hal ini dapat dibuktikan dalam penerapan kasus pada Tn. T yang menderita
kolelitiasis. Penerepan kasus ini dilakukan dengan menggunakan proses
32
keperawatan mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi.
2.3 Saran
Pengkajian pada pasien secara head to-toe dan selalu berfokus pada
keluhan pasien saat pengkajian (here and now). Selain itu tindakan mandiri
perawat perlu ditingkatkan dalam perawatan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
33
Ginting, S. 2012. A Description Characteristic Risk Factor of the Kolelitiasis disease in
the Colombia Asia Medan Hospital. Jurnal penelitian Dharma Agung (J-DA).
Medan.http://repository.maran atha.edu/ 12708/10/1110127 Journal.pdfdiakses pada
tanggal 24 maret 2021
Potter & Perry. ( 2005 ). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik. Edisi 4. Volume 2. Jakarta : EGC
Rendy, M. Clevo &TH, Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan
Penyakit Dalam.Yogjakarta : Nuha Medika.
Sylvia A. Price and Lorraine M. Wilson, 2005. Patofisiologi : konsep klinis proses –
proses penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC
Tylor M. Cyntia & Ralph Sparks Sheila (2003). Diagnosis Keperawatan Dengan Rencana
Asuhan. Edisi 10. Penerbit Buku Kedokteran. EGC
34