Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

KOLESTATIS PADA ANAK

Pembimbing :
dr. Mildi Felicia, Sp.A

Disusun oleh :
Romanti Rolina Pagaribuan
1765050240

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
PERIODE 6 MEI – 20 JULI 2019
JAKARTA
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan pada ke hadirat Allah yang Maha Esa karena penulis telah
diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas Referat yang berjudul Kolestasis pada Anak.
Adapun tujuan penulisan tugas Referat ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa
mengenai Kolestasis pada Anak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. dr. Mildi Felicia, Sp.A selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan yang baik
selama penulisan tugas Referat ini maupun selama penulis mengikuti kepaniteraan klinik
di Ilmu Kesehatan Anak di Rumah Sakit Umum Universitas Kristen Indonesia.
2. Para dokter spesialis anak, dokter asisten, staf, dan perawat Departemen Ilmu Kesehatan
Anak Rumah Sakit Umum Universitas Kristen Indonesia yang telah membantu penulis
dalam menyelesaikan penulisan tugas Referat ini.
3. Keluarga dan teman-teman yang telah memberikan dukungan serta doa kepada penulis
sehingga penulisan tugas Referat ini dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa tugas Referat ini masih jauh dari kesempurnaan, karena
keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari semua pihak.

Jakarta, 05 Mei 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ....................................................................................................................2

Daftar Isi ...............................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................................6

2.1 Definisi Kolestasis .....................................................................................................6

2.2 Fisiologis ...................................................................................................................6

2.3 Etiologi dan Epidemiologi Kolestasis pada anak.......................................................8

2.4 Patofisiologi Kolestasis pada anak.............................................................................10

2.5 Manifestasi Klinis kolestasis pada anak ....................................................................11

2.6 Diagnosis Kolestasis pada anak ................................................................................12

2.7 Penatalaksanaan Kolestasis pada anak.......................................................................17

BAB III KESIMPULAN......................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................19

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kolestasis adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh kekurangan aliran empedu

Kanalikular yang mengarah ke akumulasi produk empedu dalam darah dan jaringan lain.

Hiperbilirubinemia terkonjugasi secara klasik didefinisikan sebagai bilirubin terkonjugasi

yang lebih besar dari 20% dari total bilirubin serum dengan tingkat minimum 1 mg / dL.

Empedu terbentuk di hati dan merupakan campuran dari asam empedu, bilirubin, dan lemak.

Ini disekresikan ke kanalikulus; dari titik itu, ia mengalir ke saluran empedu dan akhirnya

dibuang ke usus setelah penimbunan sementara di dalam kantong empedu. Perubahan dalam

aliran empedu yang normal menyebabkan agregasi yang tidak biasa dari garam empedu,

bilirubin, dan lipid dalam hati dan darah.1,2

Kolestasis didefinisikan sebagai terkonjugasi atau langsung kadar bilirubin lebih

besar dari 1 mg / dL ketika bilirubin total kurang dari 5 mg / dL atau lebih dari 20% dari

bilirubin total, jika bilirubin total lebih besar dari 5 mg / dL. Hiperbilirubinemia terkonjugasi

selalu bersifat patologis dan penting untuk membedakannya dari hiperbilirubinemia tak

terkonjugasi yang jinak dalam sebagian besar kasus. Karena itu, ada ikterus yang bertahan

di luar usia dua minggu seharusnya dievaluasi.2

Kolestasis pada Neonatorum dilaporkan sekitar 1 dari 2500 kelahiran hidup. Di

India, kolestasis neonatus merupakan sekitar 30% dari gangguan hepatobilier di India. Pada

umumnya, bayi kolestasis neonatus datang pada usia 4,5 minggu ke dokter untuk mencari

4
perawatan terapeutik di India dan usia rata-rata presentasi ke pusat tersier seperti kami di

India adalah 3,5 bulan (kisaran: lahir hingga 15 bulan). Bahkan di negara maju seperti Jerman

dan Amerika Serikat, usia rata-rata saat diagnosis adalah 60 hari.2

Etiologi kolestasis meliputi penyebab yang dapat digolongkan intrahepatik dan

ekstrahepatik yang masing-masing mempunyai berbagai macam etiologi. Fokus utama

dalam diagnostik pada kasus kolestasis adalah membedakan kolestasis intrahepatik

(terutama penyebab yang bisa dilakukan tindakan terapi) dan ekstrahepatik (terutama atresia

biliaris).1 Pada referat kali ini akan dibahas secara lengkap mengenai kolestasis khususnya

pada bayi.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kolestasis

Kolestasis merupakan hasil dari penurunan ekskresi empedu dan konstituennya

sekunder akibat transportasi transmembran yang rusak atau obstruksi mekanik. Kolestasis

juga didefinisikan sebagai kekurangan pembentukan empedu atau aliran mengakibatkan

retensi zat empedu dalam hati yang biasanya diekskresikan ke dalam empedu dan akan

dialirkan ke dalam lumen usus. Dari segi klinis merupakan akumulasi zat-zat yang diekskresi

kedalam empedu seperti bilirubin, asam empedu, dan kolesterol didalam darah dan jaringan

tubuh.1,4,11

Kolestasis terkonjugasi atau langsung kadar bilirubin lebih besar dari 1 mg / dL ketika

bilirubin total kurang dari 5 mg / dL atau lebih dari 20% dari bilirubin total, jika bilirubin

total lebih besar dari 5 mg / dL.1

2.2 Fisiologis

Hati adalah organ metabolik terbesar dan terpenting ditubuh; organ ini dapat

dipandang sebagai pabrik biokimia utama tubuh. Perannya dalam sistem pencernaan

adalah sekresi garam empedu, yang membantu pencernaan dan penyerapan lemak. 4

Kanalikulus biliaris, berjalan diantara sel-sel didalam setia lempeng hati. Hepatosit

terus menerus mengeluarkan empedu kedalam saluran tipis ini, yang mengangkut empedu

ke duktus biliaris di tepi lobulus. Duktus-duktus biliaris dari berbagai lobulus menyatu

untuk akhirnaya membentuk ductus biliaris komunis, yang mengangkut empedu dari hati

6
ke duodenum. Setiap hepatosit berkontak dengan siusoid di satu sisi dan kanalikulus

biliaris disisi lain. 4

Lubang duktus biliaris ke dalam duodenum dijaga oleh spingter oddi, ang

mencegah empedu masuk ke duodenum kecuali sewaktu pencernaan makanan. Ketika

spingter ini tertutup, sebagian besar empedu yang disekresikan oleh hati dialihkan balik ke

dalam kandung empedu, suatu struktur kecil berbentuk kantung yang terselip dibawah

tetapi tidak langsung berhubungan dengan hati. Karena itu, empenu tidak diangkut

langsung dari hati ke kandung empedu. Empedu kemudian disimpan dan dipekatkan

dikandung empedu diantara waktu makan. Setelah makan, empedu masuk keduodenum

akibat efek kombinasi pengosongan kandung empedu dan peningkatan sekresi empedu

oleh hati.4

Empedu mengandung beberapa konstituen organik, yaitu garam empedu,

kolesterol, lesitin, dan bilirubin dalam suatu cairan encer alkalis, serupa dengan sekresi

NaHCO3 apnkreas. Meskipun, empedu tidak mengandung enzim pencernaan apapun

namun bahan ini penting dalam pencernaan dan penyerapan lemak, terutama melalui

aktifitas garam empedu.4

Garam empedu adalah turunan kolesterol. Garam ini secara aktif disekresikan ke

dalam empedu dan akhirnya masuk ke duodenum Bersama dengan konstituen empedu

lainnya. Setelah ikut serta dalam pencernaan dan penyerapan lemak, sebagian besar garam

empedu diserap kembali kedalam darah oleh mekanisme transport aktif khusus yang

terletak di ileum terminal. Dari sini garam empedu dikembalikan ke system porta hati, yang

meresekresikannya kedalam empedu. Daur ulang garam empedu ini antara usus halus dan

hati disebut sirkulasi enterohepatik.4

7
Gambar 2.1 Fisiologis Hepatobilier

2.3 Etiologi dan Epidemiologi Kolestasis

Kolestasis didefinisikan sebagai penurunan aliran empedu dan ditandai dengan

peningkatan fraksi bilirubin terkonjugasi (direk). Kondisi ini harus dibedakan dari ikterus

neonatal biasa, dimana bilirubin direk tidak pernah meningkat. Apabila bilirubin direk

meningkat perlu dipikarkan banyak penyakit yang berpotensi berat. Perlu diupayakan

diagnosis yang cepat, agar penyakit yang terdiagnosis masih bisa ditanganin, khususnya

atresia bilier dan penyakit metabolik seperti galaktosemia atau thirosinemia.2,10

ikterus kolestatik mempengaruhi sekitar 1 dalam setiap 2.500 bayi dan dengan

demikian jarang dilihat oleh sebagian besar perawat bayi. Penyebab paling umum dari

penyakit kuning kolestatik pada bulan-bulan pertama kehidupan adalah atresia bilier (25%

-40%) dan jarang pada berbagai individu dengan kelainan genetik (25%). Seringkali,

etiologi tidak diketahui.3

Penyebab struktural kolestasis meliputi atresia bilier, kista choledochal,

coledocholithiasis dan empedu yang diperiksa, hipoplasia atau empedu saluran empedu

intrahepatik (sindrom Alagille), kolangitis sklerosis neonatal, dan kolangitis sklerosis

neonatal.3,4

8
Tabel 2.1 Penyebab dari kolestasis pada bayi adalah sebagai berikut :2,4,6

A. Saluran empedu ekstrahepatik


Atresia biliari
Kista koledokus
Hipoplasia biliary
koledokolithiasis
Perforasi kandung empedu
Kongitis sklerosis neotatal
B. Saluran empedu intrahepatik
Sindrom Pauciti (sindrom Alagille, mutasi pada JAGGED1)
Non-sindrom paucity
- Hipotiroidism
- Disgenesis kandung empedu
Fibrosis hepatik Kongenital
- Malformasi lempeng duktus
- Penyakit polikistik ginjal
- Penyakit karoi
- Hepatic cyst
Fibrosis kistik
Langerhans’ cell histiocytiosis
Sindrom hiper-IgM
C. Hepatosit
Sepsis menyebabkan kolestasis
Hepatitis neonatus
Infeksi Virus
- Hepatitis B
- Citomegalovirus (juga menginfeksi cholangiocytes)
- Herpes viruses (simplex and HHV-6 dan 8)
- Adenovirus
- Enterovirus
- Parovirus B19
Toxoplasmosis
Siphilis
Progressive familial intrahepatic cholestasis syndromes
- PFIC-1: mutasi pada FIC1, aminophospholipid transporter
- PFIC-1: mutasi pada BESP, the canalicular bile salt export pump
- PFIC-1: mutasi pada MDR3, canalicular phospholipid flippase
Defek sintetik asam empedu
Defek siklus urea
Mithocondrial enzymopathies
Peroxisomal disorders(zellweger syndrome)
Gangguan karbohidrat
- Galaktosemia
- Intoleran fruktosa herediter
- Penyekit simpanan glikogen
Defisiensi α1-Antitripsin
Neonatal hemochromatosis
Total parenteral nutrition-associated cholestasis

9
2.4 Patofisiologis Kolestasis

Kolestasis merupakan hasil dari penurunan ekskresi empedu akibat obstruksi

mekanis aliran empedu atau ekskresi komponen empedu yang berubah menjadi kanalikulus

empedu. Empedu memiliki banyak konstituen termasuk asam empedu, fosfolipid,

kolesterol, bilirubin, logam berat, serta sejumlah metabolit. Pembentukan dan transportasi

empedu diatur dengan baik dan tergantung pada fungsi sistem transportasi membran yang

berbeda. Mutasi genetik pada gen transporter atau paparan cedera kolestasis

mengakibatkan berkurangnya ekspresi dan fungsi. Hal ini mengakibatkan gangguan pada

metabolisme dan ekskresi konstituen ini. Ini, pada gilirannya, menyebabkan

kolestasis.11,14,15

Salah satu elemen empedu, bilirubin terkonjugasi, adalah indikator diagnostik

kolestasis. Jika salah satu komponen empedu tidak dapat diangkut ke dalam kanalikulus,

atau jika ada gangguan mekanis pada saluran empedu, bilirubin bersirkulasi kembali ke

aliran darah dan kadar meningkat dalam serum. Bilirubin adalah bendera merah yang

ditemukan dalam evaluasi laboratorium yang dapat membantu dokter mengidentifikasi

kolestasis. Dengan demikian, memahami metabolisme bilirubin terkonjugasi sangat

penting untuk mendekonstruksi mekanisme kolestasis yang kompleks. Bilirubin tak

terkonjugasi, prekursor bilirubin terkonjugasi, larut dalam air, terikat dengan albumin

dalam sirkulasi, dan merupakan produk dari pemecahan heme.11,15

Bilirubin dipisahkan dari albumin dan diambil oleh hepatosit melalui pembawa

biliranslocase di persimpangan sinusoidal. Dalam hepatosit, bilirubin tak terkonjugasi

terikat dengan glutathione s-transferase. Kemudian dikonjugasikan dengan asam

glukuronat melalui bilirubin glukuronosiltransferase. Bilirubin terkonjugasi diekskresikan

10
ke dalam kanalikuli empedu melalui transporter dependen adenosin trifosfat yang dikenal

sebagai transporter anion organik multispesifik atau protein yang terkait dengan resisten

multidrug. Jika ada gangguan transportasi bilirubin ke kanalikulus, bilirubin terkonjugasi

akan resirkulasi ke dalam serum, di mana ia terdeteksi pada evaluasi laboratorium.11,14

Gambar 2.2 Metabolisme Bilirubin7

2.5 Manifestasi Klinis Kolestasis

Kolestasis disebabkan oleh bermacam penyakit yang berbeda, karakteristik yang

sama dari semua penyakit tersebut adalah ikterik akibat kolestasis. Ganbaran klinis sebagian

dari penyebab tersering telah diberikan.2

Ikterus akibat atresia bilier biasanya tidak segera tampak saat lahir, namun mulai

muncul dalam minggu pertama hingga kedua kehidupan. Pada penyakit ini, duktus biliaris

biasanya ada saat lahir, namun kemudian rusak oleh poses inflamasi. Selain ikterus, bayi

tidak tampak sakit. Kerusakan hati memburuk secara cepat hingga terjadi sirosis: gejala

11
hipertensi portal dengan splenomegali, asites, otot yang mengecil, dan kenaikan berat badan

yang kurang baik, ini jelas tampak pada usia beberapa bulan. Bila drainase dengan tindakan

bedah tidak berhasil dilakukan pada tahap awal perjalanan penyakitnya (idealnya sebelum

usia 2 bulan), progresi kearah gagal hati tidak dapat dihindarkan.2,8,18

Hepatitis neonatal ditandai dengan bayi yang tampak sakit, dengan pembesaran hati

dan ikterus. Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik, namun bila dilakukan

biopsi hati, adanya sel raksasa (giant cell) hepatosit cukup khas untuk penyakit ini.

Skintigrafi hepatobilier biasanya menunjukan ambilan yang lambat oleh hati dan

selanjutnya eskresi isotop kedalam usus juga lambat. Bayi-bayi yang demikian secara

umum memiliki prognosis baik, dan sebagian besar mengalami resolusi spontan. 2,17,18

Defisiensi α1 – antitripsin memiliki gambaran klinis yang sulit dibedakan dengan

hepatitis neonatal. Hanya sekitar 20% dari semua bayi dengan kelainan genetik mengalami

kolestasis neonatal. Dari bayi-bayi yang terkena penyakit ini, sekitar 30% berlanjut

menjadi penyakit hati kronik berat, dan berakhir pada sirosis serta gagal hati. Defisiensi α1

– antitripsin adalah penyakit metabolik utama yang memerlukan transplantasi hati. 2,8,16,20

Sindrom Alagille ditandai dengan kolestasis kronik, dengan gambaran biopsi hati

yang unik yaitu duktus biliaris yang jarang dalam trias porta hepatika. Kelainan yang

berkaitan mencakup stenosis paru perifer atau anomali jantung lainnya; hipertelorisme;

wajah (facies) yang tidak biasa dengan mata yang cekung, dahi yang menonjol, dan dagu

yang runcing; vertebra berbentuk seperti kupu-kupu (butterfly vertebrae); dan defek limbus

okular ( embriotokson posterior). Kolestasis terjadi bervariasi namun terjadi seumur hidup

dan berkaitan dengan hiperkolestrolemia dan pruritus berat. Perkembangan menjadi

penyakit hati terminal jarang terjadi.2,8,15

12
2.6 Diagnosis Kolestasis

A. Pemeriksaan laboratorium dan pencitraan

Diagnosis Investigasi awal yang paling penting adalah pengukuran kadar bilirubin serum

yang difraksinas, bayi yang memiliki kolestasis akan memiliki bilirubin terkonjugasi> 1 mg /

dL ketika total bilirubin <5 mg / dL atau> 20% dari total kadar bilirubin jika total bilirubin> 5

mg / dL. Baru-baru ini, telah dilaporkan bahwa dalam 4 hari pertama kehidupan, batas untuk

bilirubin terkonjugasi mungkin> 0,8 mg / dL dan dari 8% menjadi 10% dari total bilirubin .

Juga telah disarankan bahwa dalam 14 hari pertama setelah kelahiran, batas untuk bilirubin

terkonjugasi mungkin> 0,5 mg / dL, dan> 2 mg / dL untuk bilirubin terkonjugasi .5,14,15

Penanda biokimia lain dapat meningkat pada bayi dengan kolestasis, tetapi mereka bukan

merupakan diagnostik atau prognostik: peningkatan serum transaminase (ALT, AST)

menunjukkan cedera hepatoseluler yang tidak spesifik; peningkatan kadar alkali fosfatase

dapat ditemukan pada obstruksi bilier tetapi juga dalam perjalanan penyakit tulang dan ginjal.

γ-Glutamyl transpeptidase (GGT) adalah enzim dalam epitel bilier yang peningkatannya

sangat terkait dengan gangguan kolestatik seperti atresia bilier, defisiensi α1-antitripsin,

sindrom Alagille dan hepatitis neonatal idiopatik. Banyak pengukuran biokimia lebih lanjut

berguna dalam mengidentifikasi etiologi kolestasis dan harus diputuskan berdasarkan situasi

klinis yang berbeda (yaitu: tes untuk kelainan bawaan metabolisme, kultur darah bakteri atau

serologi, dll.).5,14,15

13
Table 2.2 Evaluasi laboratorium dan pencitraan untuk ikterus neonatorum.2,16,17

Evaluasi Alasan
Pemeriksaan awal
Bilirubin total dan direk Peningkatan fraksi direk memastikan kolestasis
SGOT, SGPT Cidera hepatoselular
GGT Cidera obstruksi bilier
Galactose-1-posphate uridyltranverase pada Galaktosemia
SDM
Kadar α1 – antitripsin Defisiensi α1 – antitrypsin
Urinalisis dan kultur urine Infeksi saluran kemih dapat menyebabkan kolestasis
pada neonates
Kultur darah Sepsis dapat menyebabkan kolestasis
Asam amino dalam darah Asam-amino-pati
Asam organic urine Syndrome zellwegerr, penyakit lisosom
Klorida keringat atau analisis mutase FK Fibrosis kistik
Kultur urin untuk citomegalo virus Infeksis sitomegalo virus kongenital
Pemeriksaan pencitraan awal
Ultrasonografi abdomen Kista ductus koledokus, batu empedu, lesi massa,
penyakit caroli
Pemeriksaan pencitraan sekunder
Skintigrafi hepatobilier Menyingkirkan atresia bilier
Biopsi hati
Evaluasi histologi
Mikroskop Elektron
Enzim dan analisa DNA
Kultur

B. Rontgen toraks

Ini mungkin berguna untuk menilai adanya kelainan kardiovaskular, yang mungkin

berhubungan dengan atresia bilier, dan mendeteksi kelainan kerangka yang merupakan

karakteristik dari sindrom Alagille.5

C. Ultrasonografi

Ultrasonografi perut merupakan alat penting dalam pemeriksaan diagnostik kolestasis

neonatal dan merupakan studi pencitraan awal yang paling berguna dalam evaluasi kolestasis

neonatal. Ini dapat menilai ukuran dan penampilan hati dan kantong empedu - termasuk visualisasi

batu empedu dan lumpur empedu. Pemeriksaan ultrasonografi dapat menegakkan diagnosis kista

koledochal atau mendemonstrasikan kandung empedu kecil atau tidak ada yang mungkin

14
menunjukkan (tetapi tidak diagnostik) atresia bilier. Di sisi lain, kehadiran kandung empedu yang

normal tidak mengesampingkan atresia bilier. Temuan tanda alur segitiga, area ekogenik di porta

hepatis karena kerucut jaringan fibrosa, spesifik untuk atresia bilier tetapi bukan diagnostik.5

Ultrasonografi jantung harus dilakukan ketika dicurigai ada kelainan jantung (yaitu jika terjadi

murmur). Bahkan, hingga 24% pasien dengan sindrom Alagille dan subset pasien atresia bilier

memiliki penyakit jantung structural.5,9,15

D. Endoskopi retrograde cholangiopancreatography (ERCP)

Indikasi diagnostik adalah kolestasis neonatal (terutama atresia bilier atau kista empedu

yang diketahui atau diduga) dan temuan abnormal yang tidak meyakinkan pada pemeriksaan lain

(mis. MRCP atau CT scan). Indikasi terapetik adalah obstruksi bilier (mis. Karena

koledocholithiasis yang diketahui atau dicurigai, sindrom sumbat empedu, infestasi parasit,

striktur bilier, atau kolangitis sklerosis primer), obstruksi bilier atau kebocoran setelah

transplantasi hati, komplikasi pasca operasi setelah kolesistektomi laparoskopi. Teknik-teknik

berikut umumnya digunakan selama terapi ERCP: sphincterotomy, sphincteroplasty (pelebaran

balon), ekstraksi batu, pelebaran striktur, penempatan stent.13

Indikasi pediatrik untuk ERCP mirip dengan yang untuk orang dewasa, tetapi frekuensi

relatif masing-masing indikasi berbeda. Anak-anak memiliki angka kejadian penyakit ganas yang

lebih rendah tetapi lebih banyak indikasi terkait dengan kelainan bawaan atau trauma.13

15
Tabel 2.3 Indikasi ERCP pada anak13

Diagnostik Therapeutik
Atresia Biliar Spikterotomi
Kista koledokal Sphinkteroplasti
Obstruksi biliary untuk infestasi parasitik Ekstraksi Batu
striktur biliar jinak dan ganas Dilatasi Striktur
Kolangitis sclerosing primer Stent Placement
Evaluasi pre dan post oprasi Drainase Nasobiliari
Neoplasia
Penyakit post tramatik
Komplikasi operasi

ERCP dapat membantu dalam diagnosis atresia bilier dan kista koledokal, ketika semua

langkah diagnostik lainnya mengarah pada diagnosis tanpa batas.. 13

Bayi dan anak dengan kolestasis jaundice


(kecuali karena penyebab medis)

USG

Duktus biliaris tidak berdilatasi Duktus biliaris berdilatasi

Biopsy hati untuk


menyingkirkan atresia biliaris Anak atau bayi tidak Anak atau bayi sesuai
sesuai

Tidak jelas Obstruksi Jelas Obstruksi Butuh untuk evaluasi


Suit drainase Butuh
biliari biliari diagnostic dari
ductus interfensi
pancreato-biliary
biliary terapetik
jungtion
Skintigrafi Ulangi
Hepatobilier biopsi hati Kombinasi Terapetik
Diagnostik/terapetik
ERCP ERCP
ERCP

Intraoperative cholangiogram +/- operasi

Gambar 2.1 Alur ERCP dalam diagnostik dan terapi pada bayi dan anak dengan kolestasis

jaundice.13

16
(a) (b)
Gambar 2.3 (a)Fluoroscopic dan (b)Endoskopi pada kolestasis12

2.7 Penatalaksanaan Kolestasis

Penatalaksanaan kolestasis bertujuan dalam penatalaksanaan bayi dengan kolestasis adalah

pengenalan penyakit yang dapat menerima terapi medis spesifik (yaitu: toksoplasmosis kongenital,

infeksi saluran kemih, galaktosemia, tirosinemia, hipotiroidisme) atau intervensi bedah dini

(atresia bilier, kista koledokal) . Manajemen medis kolestasis sebagian besar ditujukan untuk

mengobati komplikasi kolestasis kronis, seperti malabsorpsi lemak dan defisiensi vitamin yang

larut dalam lemak, pruritus, hiperkolesterolemia, sirosis, hipertensi portal, dan gagal hati, tetapi

tidak dapat mengubah jalannya pengobatan.5

Asam Ursodeoxycholic (UDCA) telah ditemukan memiliki efek menguntungkan pada

banyak bentuk kolestasis, dan umumnya digunakan sebagai terapi lini pertama untuk pruritus

karena kolestasis, kolestasis yang diinduksi nutrisi parenteral, atresia bilier setelah perawatan

bedah, dan defisiensi α-antitripsin. Cara kerjanya tidak sepenuhnya dipahami tetapi tampaknya

memiliki dua komponen: (a) substitusi dalam asam empedu untuk asam empedu hidrofilik yang

lebih hepatotoksik, dan (b) stimulasi aliran empedu. Dosisnya adalah 20-30 mg / kg / hari dalam

tiga dosis terbagi . Satu-satunya efek samping yang umum adalah diare yang biasanya merespons

pengurangan dosis. UDCA dapat dihentikan ketika kolestasis telah sembuh. Rifampisin

17
menghambat penyerapan asam empedu oleh hepatosit dan menginduksi enzim mikrosom hati.

Dosis yang dianjurkan adalah 10 mg / kg / hari. Itu ditunjukkan dalam manajemen.5,6,19

Cholestyramine dapat berguna pada pruritus yang resisten dan hiperkolesterolemia berat

yang berhubungan dengan kolestasis. Kerjanya dengan mengikat asam empedu usus dan

kolesterol, sehingga mencegah reabsorpsi dan mempromosikan sintesis asam empedu dari

kolesterol. Namun, cholestyramine mungkin memiliki efek samping seperti asidosis metabolik,

steatorrhea, dan sembelit. Dosis 250 mg / kg / hari umumnya digunakan. Fenobarbital

menstimulasi aliran independen asam empedu, meningkatkan sintesis asam empedu, menginduksi

enzim mikrosom hati dan, karenanya, menurunkan kadar asam empedu yang bersirkulasi, tetapi

efek samping sedasi dan perilaku membatasi penggunaannya. Dosis umumnya 3–10 mg / kg /

hari.5,6,19

Manajemen nutrisi bayi dengan kolestasis diberikan karena bayi dengan dengan kolestasis

sering mengalami steatorrhea dan peningkatan pengeluaran energi. Oleh karena itu, asupan kalori

harus sekitar 125% dari tunjangan diet yang direkomendasikan berdasarkan berat badan ideal.

Trigliserida rantai menengah (MCT) lebih mudah diserap daripada asam lemak rantai panjang dan

merupakan sumber kalori lemak yang lebih baik. Faktanya, MCT relatif larut dalam air, tidak

memerlukan pelarutan oleh misel asam empedu dan dapat langsung diserap ke dalam sirkulasi

portal . Penyerapan vitamin yang larut dalam lemak (A, D, E, dan K) usus membutuhkan kehadiran

asam empedu. Dosis minimal dua hingga empat kali tunjangan harian yang direkomendasikan

diberikan. Suplementasi vitamin harus dilanjutkan setidaknya tiga bulan setelah resolusi penyakit

kuning karena ada penundaan sebelum aliran empedu normal didirikan .5,6,19,21

Tatalaksana Atresia bilier ekstrahepatik adalah prosedur bedah kasai. Sisi duktus biliaris

yang rusak diangakat dan digantikan dengan Roux-En-Y loop jejunum. Operasi ini harus dilakukan

18
sebelum usia 2-3bulan untuk memperoleh kemungkinan keberhasilan tertinggi. Meski demikian,

tingkat keberhasilannya masih rendah; banyak anak yang akhirnya memerlukan transplantasi hati.
2,16

Gambar 2.4 Cholecystoileocolonic anastomosis16

Beberapa penyebab metabolik kolestasi neonates dapat ditangani dengan manipulasi diet

(galaktoosemia) atau obat (tirosinemia); semua pasien yang terkena memerlukan terapi suportif.

Ini meliputi suplemen vitamin yang larut lemak (vitamin A, D, E, K) dan susu formula yang

mengandung trigliserida rantai sedang, yang dapat diabsorbsi tanda micelle yang diemulsi oleh

garam empedu. Agen koleretik, seperti asam tursodeoksikolat dan fenobarbital, dapat

meningkatkan aliran empedu pada beberapa keadaan.2,16,21

19
BAB III
KESIMPULAN

Sementara kolestasis memiliki banyak etiologi, memahami patofisiologi kolestasis

dan kompleksitas metabolisme bilirubin merupakan bagian integral untuk memahami etiologi

gangguan. Mengingat perbedaan yang luas, pendekatan evaluasi bertahap sangat penting.

Setelah diagnosis ditegakkan, pengobatan disesuaikan berdasarkan etiologi penyakit. Dalam

kasus di mana kolestasis disebabkan oleh etiologi infeksi, manajemen medis yang tepat

dimulai. Namun, kolestasis seringkali kronis dan penatalaksanaannya mungkin perlu fokus

untuk mengurangi efek samping negatif.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Carolina C, Susana P, et al. Cholestasis in the newborn: experience of a level III Neonatal
Intensive Care Unit during 19 years. Journal of Pediatric and Neonatal Individualized
Medicine. 2017. 1(6);p1-9
2. Pandita Aakash, Vishal Gupta, Girish Gupta. Neonatal Cholestasis: A Pandora’s Box.
2018. Department of Neonatology, Sanjay Gandhi Postgraduate Institute of Medical
Sciences, Lucknow, India. Clinical Medicine Insights: Pediatrics(12): p1–6
3. Marcedante karen J, Kliekman Robert M, et al. Nelson. Ilmu kesehatan Anak Esensial.
Edisi ke-6. IDAI; Saunders Elsevier.
4. Rima Fawaz, y Ulrich Baumann, et al.Guidlines for evaluation of cholestasis jaundice in
infant.2017. JPGN;64(1);p154-168
5. Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC
6. Dani et al. Italian guidelines for the management and treatment of neonatal cholestasis.
Italian Journal of Pediatrics (2015) 41:69
7. Buonpane Christie I, Ares Guillermo J, et al. Utility of liver biopsy in the evaluation of
pediatric total parenteral nutritional cholestasis. Elsevier. Children’s hospital Chicago.
Devision of pediatric surgery. Chicago;Elsevier (2017)1-6
8. Juffrie Mohammad, Soenarto Sri S Y, Oswari Hanifah, et al. Buku Ajar Gastroenterologi
Hepatologi jilid 1. IDAI. Tahun 2012. Badan penerbit IDAI;p365
9. John F. Kennedy. Nelson Texbook of Pediatrics. Ed 20th. Elsevier:2016.
10. Scholz Stefan, Jarboe Marcus D. Diagnostic and Interventional Ultrasound in Pediatrics
and Pediatric surgery. New York; Switzerland.2016.
11. Thomas Gotze, Blessing Holger, Grillhosi Christian. Neonatal Cholestasis- Diferentian
Diagnoses, Current diagnostic procedures, and treatment. 2015. Fontiers in pediatrics;
43(3):p1-10
12. Khalaf, R., Phen, C., Karjoo, S., & Wilsey, M. (2016). Cholestasis beyond the Neonatal
and Infancy Periods. Pediatric Gastroenterology, Hepatology & Nutrition, 19(1), 1.
13. Henkjan J. Verkade, Jorge A. Bezerra, Mark Davenport, Richard A. Schreiber, Georgina
Vergani M. Biliary atresia and other cholestatic childhood diseases: Advances and future
challenges. Journal of Hepatology.2016(65);p631–642

21
14. De Angelis P, Tambucci R, Angelino G, Torroni F, Rea F, et al. (2016) Endoscopic
Retrograde Cholangiopancreatography in Pediatric Biliary Diseases. J Clin Gastroenterol
Treat 2:009.
15. Pandita Aakash, Vishal Gupta, Girish Gupta. Neonatal Cholestasis: A Pandora’s Box.
2018. Department of Neonatology, Sanjay Gandhi Postgraduate Institute of Medical
Sciences, Lucknow, India. Clinical Medicine Insights: Pediatrics(12): p1–6
16. Rima Fawaz, Ulrich Baumann, Udeme Ekong, Björn Fischler, Nedim Hadzic, et al.
Guideline for the Evaluation of Cholestatic Jaundice in Infants . 2017. JPGN Journal of
Pediatric Gastroenterology and Nutrition Publish.
17. Parnia Torfenejad, Bita Geramizadeh, Mahmoud Haghighat,Seyed Mohsen Dahghani,
Mojgan Zahmatkeshan, et al. Progressive Familial Intrahepatic Cholestasisandits
Subtypes: The First Report From Iran. 2016. ,Department of Pathology, Shiraz University
of Medical Sciences,Shiraz, IRIran.
18. Yelda Türkmenoğlu, Yeşim Acar, Fatih Cemal Özdemir, et al. A Rare Case of
Cholestasis: Arthrogryposis, Renal Tubular Disorder and Cholestasis Syndrome. Journal
of Pediatric Res 2018;5(3):161-3.
19. Racha Khalaf, Claudia Phen, Sara Karjoo, and Michael Wilsey. Cholestasis beyond the
Neonatal and Infancy Periods. Pediatric gastroenterology, hepatology & nutrition. 2016
March 19(1):1-11
20. Li Li1, Yuan Hua Chen, Yuan-Yuan Yang, Lin Cong, et al. Effect of Intrahepatic
Cholestasis on Neonatal Birth Weight: A Meta-Analysi. Journal Clinical Res Pediatric
Endocrinol 2018;10(1):38-43.
21. Giuseppe O, Claudia M, Claudio V, Nicola C, Alfredo G, PietroV, Pediatric Parenteral
Nutrition-Associated Liver Diseaseand Cholestasis: advances in pathomechanisms-based
prevention and treatment, Digestive and Liver Disease (2015).

22

Anda mungkin juga menyukai