Pembimbing :
dr. Mildi Felicia, Sp.A
Disusun oleh :
Romanti Rolina Pagaribuan
1765050240
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan pada ke hadirat Allah yang Maha Esa karena penulis telah
diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas Referat yang berjudul Kolestasis pada Anak.
Adapun tujuan penulisan tugas Referat ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa
mengenai Kolestasis pada Anak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. dr. Mildi Felicia, Sp.A selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan yang baik
selama penulisan tugas Referat ini maupun selama penulis mengikuti kepaniteraan klinik
di Ilmu Kesehatan Anak di Rumah Sakit Umum Universitas Kristen Indonesia.
2. Para dokter spesialis anak, dokter asisten, staf, dan perawat Departemen Ilmu Kesehatan
Anak Rumah Sakit Umum Universitas Kristen Indonesia yang telah membantu penulis
dalam menyelesaikan penulisan tugas Referat ini.
3. Keluarga dan teman-teman yang telah memberikan dukungan serta doa kepada penulis
sehingga penulisan tugas Referat ini dapat diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa tugas Referat ini masih jauh dari kesempurnaan, karena
keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari semua pihak.
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
Kolestasis adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh kekurangan aliran empedu
Kanalikular yang mengarah ke akumulasi produk empedu dalam darah dan jaringan lain.
yang lebih besar dari 20% dari total bilirubin serum dengan tingkat minimum 1 mg / dL.
Empedu terbentuk di hati dan merupakan campuran dari asam empedu, bilirubin, dan lemak.
Ini disekresikan ke kanalikulus; dari titik itu, ia mengalir ke saluran empedu dan akhirnya
dibuang ke usus setelah penimbunan sementara di dalam kantong empedu. Perubahan dalam
aliran empedu yang normal menyebabkan agregasi yang tidak biasa dari garam empedu,
besar dari 1 mg / dL ketika bilirubin total kurang dari 5 mg / dL atau lebih dari 20% dari
bilirubin total, jika bilirubin total lebih besar dari 5 mg / dL. Hiperbilirubinemia terkonjugasi
selalu bersifat patologis dan penting untuk membedakannya dari hiperbilirubinemia tak
terkonjugasi yang jinak dalam sebagian besar kasus. Karena itu, ada ikterus yang bertahan
India, kolestasis neonatus merupakan sekitar 30% dari gangguan hepatobilier di India. Pada
umumnya, bayi kolestasis neonatus datang pada usia 4,5 minggu ke dokter untuk mencari
4
perawatan terapeutik di India dan usia rata-rata presentasi ke pusat tersier seperti kami di
India adalah 3,5 bulan (kisaran: lahir hingga 15 bulan). Bahkan di negara maju seperti Jerman
(terutama penyebab yang bisa dilakukan tindakan terapi) dan ekstrahepatik (terutama atresia
biliaris).1 Pada referat kali ini akan dibahas secara lengkap mengenai kolestasis khususnya
pada bayi.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
sekunder akibat transportasi transmembran yang rusak atau obstruksi mekanik. Kolestasis
retensi zat empedu dalam hati yang biasanya diekskresikan ke dalam empedu dan akan
dialirkan ke dalam lumen usus. Dari segi klinis merupakan akumulasi zat-zat yang diekskresi
kedalam empedu seperti bilirubin, asam empedu, dan kolesterol didalam darah dan jaringan
tubuh.1,4,11
Kolestasis terkonjugasi atau langsung kadar bilirubin lebih besar dari 1 mg / dL ketika
bilirubin total kurang dari 5 mg / dL atau lebih dari 20% dari bilirubin total, jika bilirubin
2.2 Fisiologis
Hati adalah organ metabolik terbesar dan terpenting ditubuh; organ ini dapat
dipandang sebagai pabrik biokimia utama tubuh. Perannya dalam sistem pencernaan
adalah sekresi garam empedu, yang membantu pencernaan dan penyerapan lemak. 4
Kanalikulus biliaris, berjalan diantara sel-sel didalam setia lempeng hati. Hepatosit
terus menerus mengeluarkan empedu kedalam saluran tipis ini, yang mengangkut empedu
ke duktus biliaris di tepi lobulus. Duktus-duktus biliaris dari berbagai lobulus menyatu
untuk akhirnaya membentuk ductus biliaris komunis, yang mengangkut empedu dari hati
6
ke duodenum. Setiap hepatosit berkontak dengan siusoid di satu sisi dan kanalikulus
Lubang duktus biliaris ke dalam duodenum dijaga oleh spingter oddi, ang
spingter ini tertutup, sebagian besar empedu yang disekresikan oleh hati dialihkan balik ke
dalam kandung empedu, suatu struktur kecil berbentuk kantung yang terselip dibawah
tetapi tidak langsung berhubungan dengan hati. Karena itu, empenu tidak diangkut
langsung dari hati ke kandung empedu. Empedu kemudian disimpan dan dipekatkan
dikandung empedu diantara waktu makan. Setelah makan, empedu masuk keduodenum
akibat efek kombinasi pengosongan kandung empedu dan peningkatan sekresi empedu
oleh hati.4
kolesterol, lesitin, dan bilirubin dalam suatu cairan encer alkalis, serupa dengan sekresi
namun bahan ini penting dalam pencernaan dan penyerapan lemak, terutama melalui
Garam empedu adalah turunan kolesterol. Garam ini secara aktif disekresikan ke
dalam empedu dan akhirnya masuk ke duodenum Bersama dengan konstituen empedu
lainnya. Setelah ikut serta dalam pencernaan dan penyerapan lemak, sebagian besar garam
empedu diserap kembali kedalam darah oleh mekanisme transport aktif khusus yang
terletak di ileum terminal. Dari sini garam empedu dikembalikan ke system porta hati, yang
meresekresikannya kedalam empedu. Daur ulang garam empedu ini antara usus halus dan
7
Gambar 2.1 Fisiologis Hepatobilier
peningkatan fraksi bilirubin terkonjugasi (direk). Kondisi ini harus dibedakan dari ikterus
neonatal biasa, dimana bilirubin direk tidak pernah meningkat. Apabila bilirubin direk
meningkat perlu dipikarkan banyak penyakit yang berpotensi berat. Perlu diupayakan
diagnosis yang cepat, agar penyakit yang terdiagnosis masih bisa ditanganin, khususnya
ikterus kolestatik mempengaruhi sekitar 1 dalam setiap 2.500 bayi dan dengan
demikian jarang dilihat oleh sebagian besar perawat bayi. Penyebab paling umum dari
penyakit kuning kolestatik pada bulan-bulan pertama kehidupan adalah atresia bilier (25%
-40%) dan jarang pada berbagai individu dengan kelainan genetik (25%). Seringkali,
coledocholithiasis dan empedu yang diperiksa, hipoplasia atau empedu saluran empedu
neonatal.3,4
8
Tabel 2.1 Penyebab dari kolestasis pada bayi adalah sebagai berikut :2,4,6
9
2.4 Patofisiologis Kolestasis
mekanis aliran empedu atau ekskresi komponen empedu yang berubah menjadi kanalikulus
kolesterol, bilirubin, logam berat, serta sejumlah metabolit. Pembentukan dan transportasi
empedu diatur dengan baik dan tergantung pada fungsi sistem transportasi membran yang
berbeda. Mutasi genetik pada gen transporter atau paparan cedera kolestasis
mengakibatkan berkurangnya ekspresi dan fungsi. Hal ini mengakibatkan gangguan pada
kolestasis.11,14,15
kolestasis. Jika salah satu komponen empedu tidak dapat diangkut ke dalam kanalikulus,
atau jika ada gangguan mekanis pada saluran empedu, bilirubin bersirkulasi kembali ke
aliran darah dan kadar meningkat dalam serum. Bilirubin adalah bendera merah yang
terkonjugasi, prekursor bilirubin terkonjugasi, larut dalam air, terikat dengan albumin
Bilirubin dipisahkan dari albumin dan diambil oleh hepatosit melalui pembawa
10
ke dalam kanalikuli empedu melalui transporter dependen adenosin trifosfat yang dikenal
sebagai transporter anion organik multispesifik atau protein yang terkait dengan resisten
sama dari semua penyakit tersebut adalah ikterik akibat kolestasis. Ganbaran klinis sebagian
Ikterus akibat atresia bilier biasanya tidak segera tampak saat lahir, namun mulai
muncul dalam minggu pertama hingga kedua kehidupan. Pada penyakit ini, duktus biliaris
biasanya ada saat lahir, namun kemudian rusak oleh poses inflamasi. Selain ikterus, bayi
tidak tampak sakit. Kerusakan hati memburuk secara cepat hingga terjadi sirosis: gejala
11
hipertensi portal dengan splenomegali, asites, otot yang mengecil, dan kenaikan berat badan
yang kurang baik, ini jelas tampak pada usia beberapa bulan. Bila drainase dengan tindakan
bedah tidak berhasil dilakukan pada tahap awal perjalanan penyakitnya (idealnya sebelum
Hepatitis neonatal ditandai dengan bayi yang tampak sakit, dengan pembesaran hati
dan ikterus. Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik, namun bila dilakukan
biopsi hati, adanya sel raksasa (giant cell) hepatosit cukup khas untuk penyakit ini.
Skintigrafi hepatobilier biasanya menunjukan ambilan yang lambat oleh hati dan
selanjutnya eskresi isotop kedalam usus juga lambat. Bayi-bayi yang demikian secara
umum memiliki prognosis baik, dan sebagian besar mengalami resolusi spontan. 2,17,18
hepatitis neonatal. Hanya sekitar 20% dari semua bayi dengan kelainan genetik mengalami
kolestasis neonatal. Dari bayi-bayi yang terkena penyakit ini, sekitar 30% berlanjut
menjadi penyakit hati kronik berat, dan berakhir pada sirosis serta gagal hati. Defisiensi α1
– antitripsin adalah penyakit metabolik utama yang memerlukan transplantasi hati. 2,8,16,20
Sindrom Alagille ditandai dengan kolestasis kronik, dengan gambaran biopsi hati
yang unik yaitu duktus biliaris yang jarang dalam trias porta hepatika. Kelainan yang
berkaitan mencakup stenosis paru perifer atau anomali jantung lainnya; hipertelorisme;
wajah (facies) yang tidak biasa dengan mata yang cekung, dahi yang menonjol, dan dagu
yang runcing; vertebra berbentuk seperti kupu-kupu (butterfly vertebrae); dan defek limbus
okular ( embriotokson posterior). Kolestasis terjadi bervariasi namun terjadi seumur hidup
12
2.6 Diagnosis Kolestasis
Diagnosis Investigasi awal yang paling penting adalah pengukuran kadar bilirubin serum
yang difraksinas, bayi yang memiliki kolestasis akan memiliki bilirubin terkonjugasi> 1 mg /
dL ketika total bilirubin <5 mg / dL atau> 20% dari total kadar bilirubin jika total bilirubin> 5
mg / dL. Baru-baru ini, telah dilaporkan bahwa dalam 4 hari pertama kehidupan, batas untuk
bilirubin terkonjugasi mungkin> 0,8 mg / dL dan dari 8% menjadi 10% dari total bilirubin .
Juga telah disarankan bahwa dalam 14 hari pertama setelah kelahiran, batas untuk bilirubin
Penanda biokimia lain dapat meningkat pada bayi dengan kolestasis, tetapi mereka bukan
menunjukkan cedera hepatoseluler yang tidak spesifik; peningkatan kadar alkali fosfatase
dapat ditemukan pada obstruksi bilier tetapi juga dalam perjalanan penyakit tulang dan ginjal.
γ-Glutamyl transpeptidase (GGT) adalah enzim dalam epitel bilier yang peningkatannya
sangat terkait dengan gangguan kolestatik seperti atresia bilier, defisiensi α1-antitripsin,
sindrom Alagille dan hepatitis neonatal idiopatik. Banyak pengukuran biokimia lebih lanjut
berguna dalam mengidentifikasi etiologi kolestasis dan harus diputuskan berdasarkan situasi
klinis yang berbeda (yaitu: tes untuk kelainan bawaan metabolisme, kultur darah bakteri atau
serologi, dll.).5,14,15
13
Table 2.2 Evaluasi laboratorium dan pencitraan untuk ikterus neonatorum.2,16,17
Evaluasi Alasan
Pemeriksaan awal
Bilirubin total dan direk Peningkatan fraksi direk memastikan kolestasis
SGOT, SGPT Cidera hepatoselular
GGT Cidera obstruksi bilier
Galactose-1-posphate uridyltranverase pada Galaktosemia
SDM
Kadar α1 – antitripsin Defisiensi α1 – antitrypsin
Urinalisis dan kultur urine Infeksi saluran kemih dapat menyebabkan kolestasis
pada neonates
Kultur darah Sepsis dapat menyebabkan kolestasis
Asam amino dalam darah Asam-amino-pati
Asam organic urine Syndrome zellwegerr, penyakit lisosom
Klorida keringat atau analisis mutase FK Fibrosis kistik
Kultur urin untuk citomegalo virus Infeksis sitomegalo virus kongenital
Pemeriksaan pencitraan awal
Ultrasonografi abdomen Kista ductus koledokus, batu empedu, lesi massa,
penyakit caroli
Pemeriksaan pencitraan sekunder
Skintigrafi hepatobilier Menyingkirkan atresia bilier
Biopsi hati
Evaluasi histologi
Mikroskop Elektron
Enzim dan analisa DNA
Kultur
B. Rontgen toraks
Ini mungkin berguna untuk menilai adanya kelainan kardiovaskular, yang mungkin
berhubungan dengan atresia bilier, dan mendeteksi kelainan kerangka yang merupakan
C. Ultrasonografi
neonatal dan merupakan studi pencitraan awal yang paling berguna dalam evaluasi kolestasis
neonatal. Ini dapat menilai ukuran dan penampilan hati dan kantong empedu - termasuk visualisasi
batu empedu dan lumpur empedu. Pemeriksaan ultrasonografi dapat menegakkan diagnosis kista
koledochal atau mendemonstrasikan kandung empedu kecil atau tidak ada yang mungkin
14
menunjukkan (tetapi tidak diagnostik) atresia bilier. Di sisi lain, kehadiran kandung empedu yang
normal tidak mengesampingkan atresia bilier. Temuan tanda alur segitiga, area ekogenik di porta
hepatis karena kerucut jaringan fibrosa, spesifik untuk atresia bilier tetapi bukan diagnostik.5
Ultrasonografi jantung harus dilakukan ketika dicurigai ada kelainan jantung (yaitu jika terjadi
murmur). Bahkan, hingga 24% pasien dengan sindrom Alagille dan subset pasien atresia bilier
Indikasi diagnostik adalah kolestasis neonatal (terutama atresia bilier atau kista empedu
yang diketahui atau diduga) dan temuan abnormal yang tidak meyakinkan pada pemeriksaan lain
(mis. MRCP atau CT scan). Indikasi terapetik adalah obstruksi bilier (mis. Karena
koledocholithiasis yang diketahui atau dicurigai, sindrom sumbat empedu, infestasi parasit,
striktur bilier, atau kolangitis sklerosis primer), obstruksi bilier atau kebocoran setelah
Indikasi pediatrik untuk ERCP mirip dengan yang untuk orang dewasa, tetapi frekuensi
relatif masing-masing indikasi berbeda. Anak-anak memiliki angka kejadian penyakit ganas yang
lebih rendah tetapi lebih banyak indikasi terkait dengan kelainan bawaan atau trauma.13
15
Tabel 2.3 Indikasi ERCP pada anak13
Diagnostik Therapeutik
Atresia Biliar Spikterotomi
Kista koledokal Sphinkteroplasti
Obstruksi biliary untuk infestasi parasitik Ekstraksi Batu
striktur biliar jinak dan ganas Dilatasi Striktur
Kolangitis sclerosing primer Stent Placement
Evaluasi pre dan post oprasi Drainase Nasobiliari
Neoplasia
Penyakit post tramatik
Komplikasi operasi
ERCP dapat membantu dalam diagnosis atresia bilier dan kista koledokal, ketika semua
USG
Gambar 2.1 Alur ERCP dalam diagnostik dan terapi pada bayi dan anak dengan kolestasis
jaundice.13
16
(a) (b)
Gambar 2.3 (a)Fluoroscopic dan (b)Endoskopi pada kolestasis12
pengenalan penyakit yang dapat menerima terapi medis spesifik (yaitu: toksoplasmosis kongenital,
infeksi saluran kemih, galaktosemia, tirosinemia, hipotiroidisme) atau intervensi bedah dini
(atresia bilier, kista koledokal) . Manajemen medis kolestasis sebagian besar ditujukan untuk
mengobati komplikasi kolestasis kronis, seperti malabsorpsi lemak dan defisiensi vitamin yang
larut dalam lemak, pruritus, hiperkolesterolemia, sirosis, hipertensi portal, dan gagal hati, tetapi
banyak bentuk kolestasis, dan umumnya digunakan sebagai terapi lini pertama untuk pruritus
karena kolestasis, kolestasis yang diinduksi nutrisi parenteral, atresia bilier setelah perawatan
bedah, dan defisiensi α-antitripsin. Cara kerjanya tidak sepenuhnya dipahami tetapi tampaknya
memiliki dua komponen: (a) substitusi dalam asam empedu untuk asam empedu hidrofilik yang
lebih hepatotoksik, dan (b) stimulasi aliran empedu. Dosisnya adalah 20-30 mg / kg / hari dalam
tiga dosis terbagi . Satu-satunya efek samping yang umum adalah diare yang biasanya merespons
pengurangan dosis. UDCA dapat dihentikan ketika kolestasis telah sembuh. Rifampisin
17
menghambat penyerapan asam empedu oleh hepatosit dan menginduksi enzim mikrosom hati.
Cholestyramine dapat berguna pada pruritus yang resisten dan hiperkolesterolemia berat
yang berhubungan dengan kolestasis. Kerjanya dengan mengikat asam empedu usus dan
kolesterol, sehingga mencegah reabsorpsi dan mempromosikan sintesis asam empedu dari
kolesterol. Namun, cholestyramine mungkin memiliki efek samping seperti asidosis metabolik,
menstimulasi aliran independen asam empedu, meningkatkan sintesis asam empedu, menginduksi
enzim mikrosom hati dan, karenanya, menurunkan kadar asam empedu yang bersirkulasi, tetapi
efek samping sedasi dan perilaku membatasi penggunaannya. Dosis umumnya 3–10 mg / kg /
hari.5,6,19
Manajemen nutrisi bayi dengan kolestasis diberikan karena bayi dengan dengan kolestasis
sering mengalami steatorrhea dan peningkatan pengeluaran energi. Oleh karena itu, asupan kalori
harus sekitar 125% dari tunjangan diet yang direkomendasikan berdasarkan berat badan ideal.
Trigliserida rantai menengah (MCT) lebih mudah diserap daripada asam lemak rantai panjang dan
merupakan sumber kalori lemak yang lebih baik. Faktanya, MCT relatif larut dalam air, tidak
memerlukan pelarutan oleh misel asam empedu dan dapat langsung diserap ke dalam sirkulasi
portal . Penyerapan vitamin yang larut dalam lemak (A, D, E, dan K) usus membutuhkan kehadiran
asam empedu. Dosis minimal dua hingga empat kali tunjangan harian yang direkomendasikan
diberikan. Suplementasi vitamin harus dilanjutkan setidaknya tiga bulan setelah resolusi penyakit
kuning karena ada penundaan sebelum aliran empedu normal didirikan .5,6,19,21
Tatalaksana Atresia bilier ekstrahepatik adalah prosedur bedah kasai. Sisi duktus biliaris
yang rusak diangakat dan digantikan dengan Roux-En-Y loop jejunum. Operasi ini harus dilakukan
18
sebelum usia 2-3bulan untuk memperoleh kemungkinan keberhasilan tertinggi. Meski demikian,
tingkat keberhasilannya masih rendah; banyak anak yang akhirnya memerlukan transplantasi hati.
2,16
Beberapa penyebab metabolik kolestasi neonates dapat ditangani dengan manipulasi diet
(galaktoosemia) atau obat (tirosinemia); semua pasien yang terkena memerlukan terapi suportif.
Ini meliputi suplemen vitamin yang larut lemak (vitamin A, D, E, K) dan susu formula yang
mengandung trigliserida rantai sedang, yang dapat diabsorbsi tanda micelle yang diemulsi oleh
garam empedu. Agen koleretik, seperti asam tursodeoksikolat dan fenobarbital, dapat
19
BAB III
KESIMPULAN
dan kompleksitas metabolisme bilirubin merupakan bagian integral untuk memahami etiologi
gangguan. Mengingat perbedaan yang luas, pendekatan evaluasi bertahap sangat penting.
kasus di mana kolestasis disebabkan oleh etiologi infeksi, manajemen medis yang tepat
dimulai. Namun, kolestasis seringkali kronis dan penatalaksanaannya mungkin perlu fokus
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Carolina C, Susana P, et al. Cholestasis in the newborn: experience of a level III Neonatal
Intensive Care Unit during 19 years. Journal of Pediatric and Neonatal Individualized
Medicine. 2017. 1(6);p1-9
2. Pandita Aakash, Vishal Gupta, Girish Gupta. Neonatal Cholestasis: A Pandora’s Box.
2018. Department of Neonatology, Sanjay Gandhi Postgraduate Institute of Medical
Sciences, Lucknow, India. Clinical Medicine Insights: Pediatrics(12): p1–6
3. Marcedante karen J, Kliekman Robert M, et al. Nelson. Ilmu kesehatan Anak Esensial.
Edisi ke-6. IDAI; Saunders Elsevier.
4. Rima Fawaz, y Ulrich Baumann, et al.Guidlines for evaluation of cholestasis jaundice in
infant.2017. JPGN;64(1);p154-168
5. Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC
6. Dani et al. Italian guidelines for the management and treatment of neonatal cholestasis.
Italian Journal of Pediatrics (2015) 41:69
7. Buonpane Christie I, Ares Guillermo J, et al. Utility of liver biopsy in the evaluation of
pediatric total parenteral nutritional cholestasis. Elsevier. Children’s hospital Chicago.
Devision of pediatric surgery. Chicago;Elsevier (2017)1-6
8. Juffrie Mohammad, Soenarto Sri S Y, Oswari Hanifah, et al. Buku Ajar Gastroenterologi
Hepatologi jilid 1. IDAI. Tahun 2012. Badan penerbit IDAI;p365
9. John F. Kennedy. Nelson Texbook of Pediatrics. Ed 20th. Elsevier:2016.
10. Scholz Stefan, Jarboe Marcus D. Diagnostic and Interventional Ultrasound in Pediatrics
and Pediatric surgery. New York; Switzerland.2016.
11. Thomas Gotze, Blessing Holger, Grillhosi Christian. Neonatal Cholestasis- Diferentian
Diagnoses, Current diagnostic procedures, and treatment. 2015. Fontiers in pediatrics;
43(3):p1-10
12. Khalaf, R., Phen, C., Karjoo, S., & Wilsey, M. (2016). Cholestasis beyond the Neonatal
and Infancy Periods. Pediatric Gastroenterology, Hepatology & Nutrition, 19(1), 1.
13. Henkjan J. Verkade, Jorge A. Bezerra, Mark Davenport, Richard A. Schreiber, Georgina
Vergani M. Biliary atresia and other cholestatic childhood diseases: Advances and future
challenges. Journal of Hepatology.2016(65);p631–642
21
14. De Angelis P, Tambucci R, Angelino G, Torroni F, Rea F, et al. (2016) Endoscopic
Retrograde Cholangiopancreatography in Pediatric Biliary Diseases. J Clin Gastroenterol
Treat 2:009.
15. Pandita Aakash, Vishal Gupta, Girish Gupta. Neonatal Cholestasis: A Pandora’s Box.
2018. Department of Neonatology, Sanjay Gandhi Postgraduate Institute of Medical
Sciences, Lucknow, India. Clinical Medicine Insights: Pediatrics(12): p1–6
16. Rima Fawaz, Ulrich Baumann, Udeme Ekong, Björn Fischler, Nedim Hadzic, et al.
Guideline for the Evaluation of Cholestatic Jaundice in Infants . 2017. JPGN Journal of
Pediatric Gastroenterology and Nutrition Publish.
17. Parnia Torfenejad, Bita Geramizadeh, Mahmoud Haghighat,Seyed Mohsen Dahghani,
Mojgan Zahmatkeshan, et al. Progressive Familial Intrahepatic Cholestasisandits
Subtypes: The First Report From Iran. 2016. ,Department of Pathology, Shiraz University
of Medical Sciences,Shiraz, IRIran.
18. Yelda Türkmenoğlu, Yeşim Acar, Fatih Cemal Özdemir, et al. A Rare Case of
Cholestasis: Arthrogryposis, Renal Tubular Disorder and Cholestasis Syndrome. Journal
of Pediatric Res 2018;5(3):161-3.
19. Racha Khalaf, Claudia Phen, Sara Karjoo, and Michael Wilsey. Cholestasis beyond the
Neonatal and Infancy Periods. Pediatric gastroenterology, hepatology & nutrition. 2016
March 19(1):1-11
20. Li Li1, Yuan Hua Chen, Yuan-Yuan Yang, Lin Cong, et al. Effect of Intrahepatic
Cholestasis on Neonatal Birth Weight: A Meta-Analysi. Journal Clinical Res Pediatric
Endocrinol 2018;10(1):38-43.
21. Giuseppe O, Claudia M, Claudio V, Nicola C, Alfredo G, PietroV, Pediatric Parenteral
Nutrition-Associated Liver Diseaseand Cholestasis: advances in pathomechanisms-based
prevention and treatment, Digestive and Liver Disease (2015).
22