Disusun oleh :
Dolina Wambrauw
Maria M. Udam
Mawar Melania Umrah
Rosaliyan F. Maitimu
Trisno La’bi Allo
Universitas Cenderawasih
Fakultas Kedokteran
2019/2020
Kata Pengantar
Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Mahaesa, atas berkat dan Rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “ Batu Empedu” dapat terselesaikan dengan
baik. Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah II dengan Ibu Hotnida E, Situmorang, S.Kep., Ns., M.Ng sebagai
dosen pengampu.
Penulis sadar betul bahwasanya makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena
itu kami meminta saran dari pembaca demi majunya makalah ini menjadi lebih baik. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat dan dijadikan referensi untuk siapapun yang membacanya.
penulis
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ........................................................................................................................... 1
BAB I ......................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 3
BAB II........................................................................................................................................ 5
PENUTUP................................................................................................................................ 18
2
BAB I
PENDAHULUAN
Kolelitiasis memiliki variasi ukuran mulai dari sekecil butiran pasir sampai
sebesar bola golf . Batu empedu dapat dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan bahan
pembentuknya yaitu batu kolesterol, batu pigmen atau batu bilirubin yang terbentuk
dari kalsium bilirubinat yang terbagi menjadi batu pigmen hitam dan batu pigmen
coklat. Peningkatan insiden batu empedu dapat dilihat dalam kelompok berisiko tinggi
yang di singkat dengan “6F” yaitu : fat, fifties, female, fertile, food, dan family. Batu
empedu terbentuk disebabkan oleh banyak faktor, dimana kejadiannya akan meningkat
seiring dengan banyaknya faktor risiko yang dimiliki oleh seseorang, dimana faktor
yang mempengaruhi terjadinya antara lain usia, obesitas, diabetes melitus, dan rokok.
jenis kelamin juga berperan dalam faktor risiko terbentuknya batu empedu dimana
wanita memiliki risiko 2 kali lipat terkena batu empedu dibandingkan dengan pria. Hal
ini diakibatkan karena kadar hormone estrogen yang berpengaruh terhadap peningkatan
eksresi kolesterol oleh kandung empedu.
3
1.2 Rumusan Masalah
Mampu memahami kosep dasar dan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
penyakit Kolelitiasis atau Batu Empedu.
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan batu empedu atau kolelitiasis ?
2. Untuk mengetahui bagaimana etiologi dari penyakit batu empedu ?
3. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi batu empedu ?
4. Untuk mengetahui apa klasifikasi batu empedu ?
5. Untuk mengetahui apa saja manifestasi klinis dari penyakit batu empedu ?
6. Untuk mengetahui apa pemeriksaan penunjang untuk pasien batu empedu ?
7. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan untuk pasien batu empedu ?
8. Untuk memahami bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien batu empedu ?
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kandung empedu merupakan kantong berbentuk alpukat yang terletak tepat dibawah lobus
kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, infundibulum, dan kolum. Fundus
bentuknya bulat, ujung nya buntu dari kandung empedu. Korpus merupakan bagian terbesar
dari kandung empedu. Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung empedu (Hunter, 2007;
Tank, 2009). Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah pear/alpukat dengan
panjang sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 ml empedu. Bagian fundus umumnya menonjol sedikit
keluar ke luar tepi hati, di bawah lengkung iga kanan, di tepi lateral muskulus rectus abdominis.
Sebagian korpus besar korpus menempel dan tertanam di dalam jaringan hati. Kandung
empedu seluruhnya diliputi oleh peritoneum.
Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1000 ml/hari. Diluar waktu makan,
empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan di sini mengalami
pemekatan sekitar 50%. Fungsi primer dari kandung empedu adalah memekatkan empedu
dengan absorpsi air dan natrium (Doherty, 2010). Empedu yang di sekresi secara terus menerus
oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu
membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan hati sebagai duktus
hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus
koledokus (Price, 1995; Tank, 2009). Pengaliran cairan empedu diatur oleh tiga faktor, yaitu
sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter koledokus
Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90%) cairan
empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik. Garam empedu adalah
5
steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal dari kolesterol. Pengaturan produksinya
dipengaruhi mekanisme umpan balik yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal
kalau diperlukan (Sjamsuhidayat, 2005; Hunter, 2007).
AIR 9,7 gm % 95 gm %
ELEKTROLIT - -
Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna, akan tetapi, faktor
predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan metabolisme yang
disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu.
Perubahan susunan empedu mungkin merupakan yang paling penting pada pembentukan
batu empedu, karena terjadi pengendapan kolesterol dalam kandung empedu. Stasis
empedu dalam kandung empedu dapat meningkatkan supersaturasi progesif, perubahan
susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Infeksi bakteri dalam saluran empedu
dapat berperan sebagian dalam pembentukan batu, melalui peningkatan dan deskuamasi
sel dan pembentukan mukus (Silbernagl, 2000).
6
Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu. Pada kondisi
yang abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan pembentukan batu empedu.
Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan pengendapan kolesterol adalah : terlalu banyak
absorbsi air dari empedu, terlalu banyak absorbsi garam-garam empedu dan lesitin dari
empedu, terlalu banyak sekresi kolesterol dalam empedu, Jumlah kolesterol dalam empedu
sebagian ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis
kolesterol sebagai salah satu produk metabolisme lemak dalam tubuh. Untuk alasan inilah,
orang yang mendapat diet tinggi lemak dalam waktu beberapa tahun, akan mudah
mengalami perkembangan batu empedu (Guyton, 1997; Townsend, 2004).
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan empedu yang
supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3) berkembang karena
bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting
dalam pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan
kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan
kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam media
yang mengandung air. Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid
yang mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam
empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu
rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik (Garden, 2007).
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti pengendapan
kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari larutan
membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi yang
lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris
yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih pengkristalan (Hunter, 2007; Garden,
2007).
1) Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%
kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung >
50% kolesterol) (Bhangu, 2007). Batu kolestrol murni merupakan hal yang jarang
ditemui dan prevalensinya kurang dari 10%. Biasanya merupakan soliter, besar, dan
permukaannya halus. Empedu yang di supersaturasi dengan kolesterol bertanggung
jawab bagi lebih dari 90 % kolelitiasis di negara Barat. Sebagian besar empedu ini
merupakan batu kolesterol campuran yang mengandung paling sedikit 75 % kolesterol
berdasarkan berat serta dalam variasi jumlah fosfolipid, pigmen empedu, senyawa
organik dan inorganik lain.
7
2) Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis batu empedu yang mengandung <
20% kolesterol. Jenisnya antara lain:
a) Batu pigmen kalsium bilirubinan (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung
kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen cokelat terbentuk
akibat adanya faktor stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat disebabkan
oleh adanya disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan infeksi parasit.
Bila terjadi infeksi saluran empedu, khususnya E. Coli, kadar enzim B- 31
glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi bilirubin
bebas dan asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin menjadi kalsium
bilirubinat yang tidak larut. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan adanya
hubungan erat antara infeksi bakteri dan terbentuknya batu pigmen
cokelat.umumnya batu pigmen cokelat ini terbentuk di saluran empedu dalam
empedu yang terinfeksi (Townsend, 2004; Alina, 2008).
b) Batu pigmen hitam.
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya
akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi (Lesmana, 2006). Batu pigmen hitam
adalah tipe batu yang banyak ditemukan pada pasien dengan hemolisis kronik
atau sirosis hati. Batu pigmen hitam ini terutama terdiri dari derivat polymerized
bilirubin. Potogenesis terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu
pigmen hitam terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril
(Doherty, 2010).
3) Batu campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20- 50%
kolesterol. Merupakan batu campuran kolesterol yang mengandung kalsium. Batu ini
sering ditemukan hampir sekitar 90 % pada penderita kolelitiasis. batu ini bersifat
majemuk, berwarna coklat tua. Sebagian besar dari batu campuran mempunyai dasar
metabolisme yang sama dengan batu kolesterol (Garden, 2007)
1. Asimtomatik
Batu yang terdapat dalam kandung empedu sering tidak memberikan gejala
(asimtomatik). Dapat memberikan gejala nyeri akut akibat kolesistitis, nyeri bilier,
nyeri abdomen kronik berulang ataupun dispepsia, mual (Suindra, 2007). Studi
perjalanan penyakit sampai 50 % dari semua pasien dengan batu kandung empedu,
tanpa mempertimbangkan jenisnya, adalah asimtomatik. Kurang dari 25 % dari pasien
yang benar-benar mempunyai batu empedu asimtomatik akan merasakan gejalanya
yang membutuhkan intervensi setelah periode wakti 5 tahun. Tidak ada data yang
8
merekomendasikan kolesistektomi rutin dalam semua pasien dengan batu empedu
asimtomatik (Hunter, 2007).
2. Simtomatik
9
Dalam prosedur ini, peraparat radioktif disuntikan secara intravena. Kernudian diambil
oleh hepatosit dan dengan cepat ekskeresikan kedalam sinar bilier. Memerlukan waktu panjang
lebih lama untuk mengerjakannya membuat pasien terpajan sinar radiasi.
2.1.6 Penatalaksanaan
Sasaran utama terapi medis adalah untuk mengurangi insidensi episode nyeri akut
kantung empedu dan kolesistitis dengan penatalaksanaan suportif dan diet dan, jika
memungkinkan, menghilangkan penyebabnya dengan menggunakan farmakoterapi, prosedur
endoskopik, atau intervensi bedah.
Capai remisi dengan istirahat, cairan IV, pengisapan nasogastrik, analgesik, dan antibiotik.
Diet segera setelah episode biasanya berupa cairan rendah lemak dengan protein dan
karbohidrat tinggi dilanjutkan dengan makanan padat yang lembut, hindari telur, krim, babi,
makanan gorengan, keju, rich dressings, sayuran pembentuk gas, dan alkohol.
Terapi Farmakologis
Selain dengan melarutkan batu empedu, batu empedu dapat dikeluarkan dengan instrumen lain
(mis., kateter dan instrumen yang dilengkapi keranjang disusupkan ke saluran slang T atau
fistula yang dibentuk pada saat pemasangan slang T, endoskopi ERCP), litotripsi intrakorporeal
(denyut nadi laser), atau terapi gelombang syok eks- trakorporeal (litotripsi atau litotripsi
gelombang syok ekstrakorporeal (ESWLJ).
Penatalaksanaan Bedah
10
Kolesistostomi (bedah atau perkutan): Kantung empedu dibuka, dan batu,
empedu, atau drainase purulen dikeluarkan.
2.2.1 Pengkajian
Riwayat kesehatan
(2010:223-224) adalah:
a) Sirkulasi
b) Makanan/cairan
Anorexia, mual/muntah intoleransi terhadap lemak dan makanan
pembentukkan gas dari makanan, regurgitasi rekuren, indigesti, flatulen
sidan dyspepsia, rasa seperti terbakar pada epigastrik, kembung dan
dyspepsia.
Obesitas, penurunan berat badan, bising usus normal atau penurunan.
c) Respirasi
Meningkatkan respiratory rate, nafas pendek dan dangkal
d) Keamanan
Demam ringan, demam tinggi dan menggigil (komplikasi septic), jaundice kulit
kering dan gatal, tendensi perdarahan (defisiensi vitamin k).
e) Nyeri/ketidaknyamanan
Nyeri epigastrik berat dan abdomen bagian atas, nyeri menyebar kebahu
kanan/scapula dada mid epigastrik, nyeri bertambah berat nyeri kadang
malam hari dan berlansung selama 30 menit, meningkat dengan
pergerakkan, nyeri sehabis makan terutama makanan berlemak, prueitus,
cenderung terjadi perdarahan.
Terdapat pantulan ketegangan, atau kekakuan abdomen ketika kuadran
kanan atas abdomen dipalpasi, murphy’s sign positif.
f) Penyeluhan/pembelajaran
11
g) Aktivitas/istirahat
h) Eliminasi
Perubahan warna urin dan feses
Distensi abdomen, massa terpalpasi di kuadran kanan atas, urin gelap, stool
puat, steatorrhea.
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien kolelitiasis menurut (Nanda NIC-NOC 2015)
adalah:
Intervensi keperawatan pada pasien kolesistitis menurut (NANDA NIC-NOC 2015 : hal
273) adalah:
Tujuan : thermoregulation
Kriteria hasil : suhu tubuh dalam rentang normal, nadi dan RR dalam rentang normal, tidak ada
perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
Intervensi :
Rasional : Suhu 38,9-41,1 menunjukkan adanya proses infeksius akut. Pola demam dapat
membantu dalam diagnosis Mengetahui penyakit dengan nilai suhu dan membantu dalam
menetapkan intervensi tindakan
b) monitor IWL
12
Rasional : IWL (Insensible Water Loss) adalah hilangnya cairan yang tidak dapat dilihat
dengan melalui evaporasi dan respirasi. Memonitor IWL bertujuan untuk Mengetahui jumlah
cairan yang hilang
Rasional : Perubahan pada warna dan suhu kulit merupakan indikasi demam
Rasional : obat antipiretik bekerja sebagai pengatur kembali pusat pengatur panas.
rasional : Untuk merangsang penurunan panas melalui efek kerja konduksi Penyediaan udara
brsih
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis: obstruksi/spasme duktus, proses
inflamasi, iskemia, jaringan/nekrosis (kematian jaringan) nekrosis (NANDA NICNOC
2015 : hal 273) adalah :
Kriteria hasil : skala nyeri menurun (0-2), tanda-tanda vital stabil, ekspresi wajah rileks.
Intervensi :
a) Observasi dan catat lokasi, karakter nyeri dan skala nyeri (0-10)
Rasional : membantu dalam menentukan penyebab nyeri dan memberikan informasi yang jelas
mengenai penyakit, komplikasi dan terapi yang efektif.
Rasional: nyeri berat yang tidak hilang dengan tindakan rutin dapat menunjukkan terjadinya
komplikasi.
c) Ajuarkan klien untuk bed rest, dan berikan posisi yang nyaman.
Rasional: bed rest pada posisi fowler rendah akan mengurangi tekanan intraabdomen dan
menurunkan nyeri
13
d) Ajarkan teknik relaksasi seperti bimbingan imajinasi, visualisasi, latihan napas dalam.
Berikan aktivitas diversional.
h) Mempertahankan komunikasi dengan klien dan dan gunakan teknik mendengar yang
baik.
Kriteria Hasil : turgor kulit elastis, membrane mukosa lembab, pengisian kapiler <3 detik,
intake dan output seimbang dan tandatanda vital dalam rentang normal.
Intervensi :
a) Kaji status hidrasi klien (membrane mukosa, turgor kulit pengisian kapiler.
14
Rasional : muntah dan aspirasi gaster dapat menyebabkan hypokalemia.
i) Pemasangan NGT.
Kriteria hasil : nadi dalam batas yang diharapkan, irama jantung dalam batas yang diharapkan,
frekuensi napas dalam batas yang di harapkan, natrium serum dbn, kalium serum dbn, klorida
serum dbn, kalsium serum dbn, magnesium serum, dbn, PH darah serum dbn, mata cekung
tidak ditemukan, demam tidak di temukan, TD dbn, hematokrit dbn
Intervensi :
a) Monitor status sirkulasi BP, warna kulit, suhu kulit, denyut jantung, HR, dan ritme,
nadi perifer, dan kapiler refil.
15
c) Monitor tanda awal syok
Kriteria Hasil : berat badan meningkat, porsi makan habis, distensi abdomen tidak terjadi, mual
dan muntah teratasi.
Intervensi :
Rasional : bermanfaat dalam menentukan kebutuhan nutrisi melalui rute yang paling tepat.
16
Rasional : mencegah mual dan spasme gaster.
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah pear/alpukat dengan panjang
sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 ml empedu. Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan
komponen terbesar (90%) cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam
anorganik. Garam empedu adalah steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal dari kolesterol.
Pengaturan produksinya dipengaruhi mekanisme umpan balik yang dapat ditingkatkan sampai
20 kali produksi normal kalau diperlukan (Sjamsuhidayat, 2005; Hunter, 2007).
Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu. Pada kondisi yang
abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan pembentukan batu empedu. Berbagai
kondisi yang dapat menyebabkan pengendapan kolesterol adalah : terlalu banyak absorbsi air
dari empedu, terlalu banyak absorbsi garam-garam empedu dan lesitin dari empedu, terlalu
banyak sekresi kolesterol dalam empedu, Jumlah kolesterol dalam empedu sebagian ditentukan
oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol sebagai salah
satu produk metabolisme lemak dalam tubuh. Untuk alasan inilah, orang yang mendapat diet
tinggi lemak dalam waktu beberapa tahun, akan mudah mengalami perkembangan batu
empedu (Guyton, 1997; Townsend, 2004).
3.2 Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Hardi .2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA
NIC – NOC. Edisi 2 Revisi. Yogyakarta : Mediaction.
Beckingham, J.J. 2001. ABC Of Diseases Of Liver, Pancreas, And Biliary System Gallstone
Disease. British Medical Journal Vol 13., 322(7278): 91–94.
Brunner & Sudarth, 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 12. Jakarta : EGC
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/1d9343acd7629df4b474f76c93c9927
2.pdf dikunjungi taggal 28 februari 2020
19