Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Parasit merupakan salah satu faktor penyebab penyakit pada manusia. Salah satu
penyakit yang disebabkan parasit pada manusia adalah penyakit Balantidiasis yang
disebabkan oleh parasit Balantidium Coli, sejenis penyakit bersel satu .
Balantidiasis ini merupakan infestasi protozoa bersilia yang menimbulkan gejala
ganguan pencernaan. Penyakit ini tersebar luas, terutama didaerah yang tingkat
kebersihan masih rendah.
Umumnya parasit Balantidium Coli ini banyak terdapat pada daerah tropis. Pada
manusia frekuensinya rendah. Merupakan parasit yang terbanyak pada babi, dimana
dalam hal ini babi merupakan mucosa host. Biasanya parasit ini berhabitat pada mucosa
dan sub mucosa usus besar.
Untuk itulah saya membahas tentang penyakit balantidias tersebut, guna melihat
atau mengetahui faktor penyebab, bagaimana penularannya, gejala yang ditimbulkan serta
pencegahan penyakit tersebut.
1.2 Rumusan masalah
1. Apa yang menjadi penyebab penyakit Balantidiasis?
2. Bagaimana penularan penyakit tersebut serta apa dampak dan gejalanya?
3. Bagaimana pencegahan serta penanganan dari penyakit tersebut?
1.3 Tujuan Penulis
Untuk mengetahui lebih dalam tentang penyakait balantidiasis dan cara
penularannya serta pencegahannya.
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Penemu

Pertama yang mempelajari balantidiasis pada manusia dilakukan oleh Cassagrandi


dan Barnagallo pada 1896. Namun, percobaan ini tidak berhasil menemukan pembuat
infeksi dan tidak jelas apakah ia Balantidium coli atau bukan. Yang pertama kasus dari
balantidiasis di Filipina, di mana ia adalah yang paling umum, dilaporkan pada 1904. Saat
ini, Balantidium coli didistribusikan di seluruh dunia, namun kurang dari 1% dari
populasi manusia yang terinfeksi. Babi adalah reservoir utama dari parasit, dan infeksi
manusia lebih sering terjadi di daerah-daerah di mana babi banyak berinteraksi dengan
manusia. Ini termasuk tempat-tempat seperti Filipina, sebagaimana disebutkan
sebelumnya, tetapi juga termasuk negara-negara seperti Bolivia dan Papua Nugini.

2.2 Hospes, Nama Penyakit dan Habitat


Balantidium coli merupakan protozoa usus manusia yang terbesar dan satu-satunya
golongan ciliata manusia yang patogen, menimbulkan balantidiasis atau ciliate dysenteri.
Penyakit zoonosis yang sumber utamanya adalah babi sebagai reservoir host, hidup di
dalam usus besar manusia, babi dan kera. B.coli dalam siklus hidupnya memiliki 2
stadium, yaitu stadium tropozoit dan kista. Lingkaran hidup B.coli dan E.histolitica sama,
hanya saja bentuk kista dari B.coli tidak dapat membelah diri sebagaimana layaknya
E.histolitica.

2.3 Morfologi dan Siklus Hidup


Tropozoit berbentuk lonjong, ukuran 60-70 x 40-50 μm. Tubuh tertutup silia
pendek, kecuali di daerah mulut silia lebih panjang (adoral cilia). Bagian anterior
terdapat cekungan dinamakan peristom dan terdapat mulut (sitostom), tidak memiliki
usus namun dibagian posterior memiliki anus (cy;cyto).yge Terdapat 2 inti yang terdiri
dari makronukleus (maN;berbentuk ginjal) dan mikronukleus (miN;berbentuk bintik
kecil) yang terdapat pada cekungan makronukleus. Terdapat vakuole makanan (berisi sisa
makanan ; bakteri, leukosit, erithrosit, dll) dan vakuole kontraktil (cv)
Kista berbentuk bulat, ukuran 50-60 μ, dinding dua lapis, sitoplasma bergranul,
terdapat makro & mikronukleus serta sebuah badan refraktil. Tropozoit hidup dalam
mukosa dan sub mukosa usus besar, terutama di daerah sekum bagian terminal daripada
illeum. Bergerak ritmis dengan perantaraan cilia. Tropozoit tidak dapat lama hidup di luar
badan, tetapi kista tetap hidup selama beberapa minggu. Kista yang dapat hidup di luar
badan adalah bentuk infektif. Bila tertelan oleh hospes baru, maka dinding kista hancur
dan trofozoit yang dilepaskan masuk dinding usus, dan memperbanyak diri.
Stadium kista dan tropozoit dapat berlangsung di dalam satu jenis hospes.
Hospes alamiah adalah babi, dan manusia merupakan hospes insidentil. Jika kista infektif
tertelan di dalam usus besar akan berubah menjadi bentuk tropozoit. Di lumen usus atau
dalam submukosa usus, tropozoit tumbuh dan memperbanyak diri (multiplikasi). Jika
lingkungan usus kurang sesuai bagi tropozoit akan berubah menjadi kista.
Stadium kista parasit yang bertanggung jawab dalam proses penularan
balantidiasis (1). Umumnya kista tertelan melalui kontaminasi pada makanan dan air (2).
Setelah tertelan, terjadi excystation pada usus halus, dan tropozoit berkoloni di usus besar
(3)Tropozoit dalam lumen usus besar binatang dan manusia, dimana memperbanyak diri
dengan cara pembelahan binary fission (4). Tropozoit menjadi kista infektif (5).
Beberapa tropozoit menginvasi ke dinding usus besar dan berkembang, beberapa kembali
ke lumen dan memisahkan diri. Kista matang keluar bersama tinja.

Reproduksi
Berlangsung secara binary transverse fission (belah diri melintang), yaitu tropozoit
melakukan pembelahan diri dan secara konjugasi, dimana 2 tropozoit membentuk kista
bersama, dan kemudian bertukar material dari inti dan berpisah kembali menjadi 2
tropozoit baru.

2.4 Patologi dan Gejala Klinis


Pada umumnya balantidiasis tidak menampakkan gejala klinis, dan infeksi pada
manusia terjadi karena makan kista infektif yang tertelan bersama air atau makanan yang
telah tercemar tinja babi atau penderita lainnya. Pada usus besar (utamanya)
menimbulkan ulserasi, sehingga menimbulkan perdarahan dan pembentukan lendir di
tinja penderita. Penderita tidak mengalami demam pada kasus balantidiosis usus besar.
Mukosa dan submukosa usus diinvasi dan dirusak oleh jasad yang memperbanyak
diri. Invasi berhasil dengan bantuan fermen-fermen sitolitik dan penerobosan secara
mekanik. Parasit memperbanyak diri dengan membentuk sarang dan abses kecil yang
kemudian pecah menjadi ulkus yang lonjong dan tidak teratur dengan pinggiran merah
yang menggaung. Dengan kelainan mulai dari hiperemi cataral yang sederhana sampai
pada ulkus yang jelas. Masing-masing tukak mungkin terpisah dengan mukosa yang
normal atau hiperemik di antaranya atau ulkus-ulkus itu menjadi satu dengan sinus-sinus
yang saling berhubungan.
Pada semua kasus berakibat fatal terdapat ulkus multipel dan difus dan terdapat
gangren. Sediaan histologik menunjukkan daerah-daerah hemoragik, infiltrasi sel bulat,
abses, ulkus nekrotik, dan terdapat invasi parasit, reaksi utama ialah sel inti satu yang
menyolok kecuali bila ada infeksi bakteri yang sekunder. Pada waktu eksaserbasi pada
infeksi yang kronis terdapat ulkus-ulkus kecil dan tidak jelas. Mukosa mengalami
peradangan merata dan mungkin terdapat daerah-daerah kecil yang diliputi suatu
membran dan di bawahnya ada jaringan yang terkelupas. Pada infeksi sedang yang akut
mungkin terdapat tinja yang encer sebanyak 6 - 15 x sehari dengan lendir, darah dan
nanah. Pada keadaan kronis mungkin terdapat diare yang timbul-hilang diselingi oleh
konstipasi, nyeri pada colon, anemi dan cachexia.
Banyak infeksi berjalan tanpa gejala, dan prognosis tergantung pada hebatnya
infeksi dan reaksi terhadap terapi. Prognosis baik pada infeksi tanpa gejala dan pada
infeksi kronis. Balantidiasis tidak berhasil menyerbu hati. Jumlah infeksi yang kecil dan
kegagalan untuk menimbulkan infeksi secara eksperimen, menunjukkan kekebalan
bawaan yang tinggi pada manusia.

2.5 Cara Penularan dan Diagnosis


Penularannya yaitu dengan cara menelan kista yang berasal dari kotoran inang yang
terinfeksi, pada saat wabah, penularan terutama melalui air yang terkontaminasi.
Penularan sporadis terjadi karena masuknya kotoran kemulut melalui tangan atau melalui
air dan makanan yang terkontaminasi kotoran binatang atau manusia. Masa penularan
terjadi selama infeksi. Penularan pada manusia terjadi dari tangan kemulut atau melalui
makanan yang terkontaminasi. misalnya, pada orang yang memelihara babi dan yang
membersihkan kandang babi, bila tangan ini terkontaminasi dengan tinja babi yang
mengandung bentuk kista dan kista ini tertelan, maka terjadilah infeksi. Kebersihan
perorangan dan sanitasi lingkungan dapat mempengaruhi terjadinya penularan.
Secara klinis balantidiasis dapat dikacaukan dengan disentri lain dan demam usus.
Diagnosis tergantung pada berhasilnya menemukan tropozoit dalam tinja encer dan lebih
jarang tergantung pada penemuan kista dalam tinja padat, dan tinja harus diperiksa
beberapa kali, karena pengeluaran parasit dari badan manusia berbeda-beda. Pada
penderita dengan infeksi di daerah sigmoid-rectum, pemakian sigmoidiskop berguna
untuk mendapatkan bahan pemeriksaan. Diagnosis labolatorium dapat ditentukan dengan
pemeriksaan tinja untuk menemukan bentuk kista atau tropozoit.

2.6 Epidemiologi
Pada manusia frekuensi Balantidium coli rendah, sedangkan frekuensi pada babi
tinggi berkisar anatar 63 - 91%. Babi mengandung Balantidium coli dan Balantidium suis.
Spesies Balantidium coli dapat menular kepada manusia sedangkan Balantidium suis
tidak dapat ditularkan kepada manusia.
Tetapi babi tidak satu-satunya hewan dimana parasit ditemukan. Jepang dalam
sebuah kajian yang menganalisis fecal sampel di 56 spesies berhubung dgn Hewan
mamalia, Balantidium coli ditemukan tidak hanya dalam semua Babi liar diuji (dengan
boars liar dan babi yang dianggap spesies yang sama), itu juga ditemukan dalam lima
jenis spesies non manusia: Simpanse (Pan troglodytes), Hylobates lar, Squirrelmonkey
(Saimiri sciurea), Kudus yakis (Comopithecus hamadryas), dan Jepang macaque
(Macaca fuscata). Dalam studi lainnya, adalah Balantidium coli juga ditemukan di
spesies dari pesanan Rodentia dan Carnivora.
Bukti epidemiologi yang menyokong pendapat bahwa babi bukan sumber utama
daripada infeksi manusia, dan ini bertentangan dengan pendapat dahulu. Frekuensi infeksi
rendah pada manusia yang bekerja di daerah-daerah yang ada hubungan erat antara
mereka dengan babi dan manusia refrakter terhadap infeksi dengan “strain” babi. Bila
terjadi suatu wabah maka manusia yang menjadi sumber infeksi utama, di mana
penularan terjadi dari tangan ke mulut dan dari makanan yang terkena kontaminasi.

2.7 Pengobatan dan Pencegahan


Obat-obatan yang sering digunakan yaitu :
idiodohydroxyquin, yang bekerja membunuh amoeba didalam lumen usus halus. Dosis
600 mg diberikan per oral 3x sehari selama 20 hari.
Tetracycline, penggunaan tetrasiklin akan menghambat sintesis protein parasit
Flagyl, sebagai anti protozoa dan anti bakteri. Dengan dosis 500 mg 3x sehari selama 20
hari diberikan per oral
Metronidazole, dengan dosis 750 mg, diberikan 3x sehari selama 5 hari.
Cara pencegahan :
Beri penyuluhan pada masyarakat tentang higiene perorangan.
Lindungi tempat penampungan/ sumber air untuk masyarakat dari kontaminasi kotoran
babi.
Penanganan makanan yang tepat.
Memperhatikan pembuangan kotoran manusia.
Kurangi kontak dengan babi dan kotorannya.
2.8 Pengawasan Penderita dan Pengendalian
1. Laporan kepada instansi kesehatan setempat setiap kejadian balantidiasis yang terjadi
guna mencegah wabah
2. Disenfeksi serentak dengan cara pembuangan kotoran yang saniter dan sehat
3. Investasi kontak dan sumber infeksi : pemeriksaan mikroskopis tinja dari anggota
rumah tangga dan kontak yang dicurigai. Lakukan investigasi terhadap
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Balantidiasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh Balantidium Coli dapat
didiagnosa dengan menemukan parasit dalam tinja. Balantidiasis ini kebanyakan bersifat
asimetomatis, dapat diobati dengan diiodohydroxycline, tetracyline, flageyl,
mentronidoze

DAFTAR PUSTAKA
1). Yatim, faisal. 2007. Macam – macam Penyakit Menular. Jakarta : Pustaka Obor Populer

2). Soedarto. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Handbook of Medical Parasitology.


Sagung seto: Jakarta: 2011

3).Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Edisi ke 4. FKUI; Jakarta: 2008

4).Soedarto. Protozoologi Kedokteran. Cetakan III. Widya Medika; Jakarta: 1995

5).Tille P M. Diagnostic Microbiology. 13th edition. Elsevier; ,Missouri: 2014

6). Mandell G L. Bennet J E. Dolin R. Principles and Practice of Infectious Disease. 7th
edition. Elsevier: Philadelphia: 2010

Anda mungkin juga menyukai