Anda di halaman 1dari 9

Giardia Lamblialis

Gambar 1.1 Giardia Lamblia

1. Pendahuluan
Protozoa merupakan hewan bersel satu yang dapat hidup secara mandiri atau berkelompok
yang memiliki struktur yang lengkap baik dalam susunan maupun fungsinya. Protozoa dapat
ditemukan di alam bebas seperti di lingkungan akuatik dan lingkungan sekitar. Beberapa
spesies menunjukkan hubungan mutualisme, komensalisme dan parasitisme. Protozoa yang
bersifat parasit menjadi perhatian dan banyak diteliti. Beberapa hal yang bisa dilihat secara in
vitro adalah kebutuhan nutrisi, stadium pertumbuhan, substansi toksin yang disekresi dan hal
fisiologi lainnya yang dapat dilihat dari hubungan parasit dengan inangnya.
Salah satu penyakit yang disebabkan oleh parasit adalah giardiasis. Giardiasis adalah
infeksi usus kecil yang disebabkan oleh Giardia lamblia (juga dikenal sebagai G.intestinalis),
yang merupakan protozoa berflagella. Giardiasis umum dilaporkan sebagai penyakit patogen
yang disebabkan oleh protozoa.
Giardia adalah parasit protozoa yang biasanya ditemukan di saluran cerna khususnya
usus halus dan biasa ditemui pada kucing, anjing, unggas, kuda, primata dan hewan liar
lainnya. Giardia ini bahkan juga dapat menginfeksi manusia. Pada makalah ini dititik
beratkan pada pengendalian, pencegahan dan efek yang ditimbulkan pada manusia sebagai
human primate.
1. Etiologi, habitat dan hospes
Giardia lamblia adalah suatu parasit protozoa cosmopolitan yang menghuni
usus halus manusia dan mammalia lain. Pada mamalia, giardiasis umumnya
disebabkan oleh Giardia duodenalis yang juga disebut Giardia intestinalis. Dua nama
sebelumnya yaitu Giardia Lambia dan Lamblia intestinalis, secara taxonomi sudah
tidak valid, namun masih saja bisa ditemukan di literatur. Spesies lainnya yang
ditemukan di hewan yaitu G. amphillis di amphibi, G. ardeae dan G. psittaci di
burung, G. muris di hewan pengerat, G. varani yang menginfeksi reptil. Manusia
diperkirakan menjadi reservoar utama untuk infeksi G. duodenalis pada orang-orang.
(Cfsph, 2012)

G.lamblia hidup di rongga usus kecil, yaitu duodenum dan bagian proksimal
yeyenum dan kadang-kadang di saluran dan kandung empedu. Bila kista matang
tertelan oleh hospes, maka akan terjadi ekskistasi di duodenum, kemudian sitoplasma
membelah dan flagel tumbuh dari aksonema sehingga terbentuk 2 trofozoit. Dengan
pergerakan flagel yang cepat trofozoit yang berada di antara villi usus bergerak dari
satu tempat ke tempat lain. Bila berada pada villi, trofozoit dengan batill isap akan
melekatkan diri pada epitel usus. Trofozoit kemudian berkembangbiak dengan cara
belah pasang longitudinal. Bila jumlahnya banyak sekali maka trofozoit yang melekat
pada mukosa dapat menutupi permukaan mukosa usus halus. Trofozoit yang tidak
melekat pada mukosa usus, akan mengikuti pergerakan peristaltik menuju ke usus
bagian distal yaitu usus besar. Enkistasi terjadi dalam perjalanan ke kolon, bila tinja
mulai menjadi padat, sehingga stadium kista dapat ditemukan dalam tinja yang padat.
(Cfsph, 2012)

1.1.1 Epidemiologi
Cara infeksi dengan menelan kista matang yang dapat terjadi secara tidak
langsung melalui air dan makanan yang terkontaminasi, atau secara langsung melalui
fecal-oral. Giardia dilaporkan telah terjadi di Afrika, Asia dan Amerika Latin; sekitar
200 juta orang terinfeksi, dengan 500.000 kasus baru yang dilaporkan setiap
tahunnya. (Raza, 2013)
Giardia memiliki 2 fase utama, yaitu fase trofozoit dan fase kistik. Infeksinya
dikarenakan kistik yang tertelan, yang dieskresikan di feses. Sekitar 10-25 kistik yang
dapat menyebabkan infeksi pada manusia. Beberapa mamalia 1-10 kistik. Kistik
giardia dapat di transmisi secara langsung antar host, termasuk kontaminasi air dan
makanan. (Raza, 2013)
Trofozoit dilepaskan oleh kistik yang tertelan di usus halus, dimana
trofozoitnya mempebanyak diri. Banyak trofozoit yang membelah diri tebawa sampai
ke kolon, dan sedikit demi sedikit berubah menjadi kistik sebagai respon terhadap
rangsagan bile salt. Kistik dapat muncul di feses setelah 3 hari atau 3 minggu setelah
terjadinya infeksi, tergantung spesies host. (Raza, 2013)
Kistiknya dapat bertahan untuk beberapa waktu yang lama pada lingkungan
yang dingin, dan lembab. Dan sangat suseptibel terhadap sinar matahari dan akan
hancur dengan mudah pada lingkungan yang kering dan panas. (Reza, 2013)
a. Stadium trofozoit: Ukuran 12-15 mikron; berbentuk simetris bilateral seperti buah
jambu monyet yang bagian anteriornya membulat dan bagian posteriornya
meruncing. Permukaan dorsal cembung (konveks) dan pipih di sebelah ventral
dan terdapat batil isap berbentuk seperti cakram yang cekung dan menempati
setengah bagian anterior badan parasit. Ia mempunyai sepasang inti yang letaknya
di bagian anterior, bentuknya oval dengan kariosom di tengah atau butir-butir
kromatin tersebar di plasma inti. Trofozoit ini mempunyai 4 pasang flagel yang
berasal dari 4 pasang blefaroplas. Terdapat 2 pasang yang lengkung dianggap
sebagai benda parabasal, letaknya melintang di posterior dari batil isap.
b. Stadium kista: Berbentuk oval berukuran 8-12 mikron, mempunyai dinding yang
tipis dan kuat. Sitoplasmanya berbutir halus dan letaknya jelas terpisah dari
dinding kista. Kista yang baru terbentuk mempunyai 2 inti; yang matang
mempunyai 4 inti, letaknya pada satu kutub.
(A) (B)
Gambar 1.2 (A) Trofozoit (B) Kistik

Siklus hidup Giardia


Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, Giardia memiliki 2 fase
perkembangan, yaitu kistik dan trofozoit. Kistik memiliki dinding hyaline yang
berperan sebagai pelindung dan membuat Giardia resisten terhadap temperature dan
faktor lingkungan lainnya seperti udara dan khlorinasi air. Kistik dapat bertahan di air
sampai 3 bulan. Kistik terkonsumsi melalui air yang terkontaminasi atau proses
pemasakan yang kurang matang dan tersangkut di lambung. (Reza, 2013)
Enkistasi merupakan aktivasi kista berinti empat dorman untuk mengeluaran
parasit motil yang membelah mejadi dua trofozoit. Enkisitasi kistik terjadi karena
kontak dengan lingkungan asam di lambung, menyebabkan pelepasan satu atau dua
trofozoit setelah beberapa hal terjadi seperti aktivasi parasite-derived protease. Lalu
trofozoit itu berpindah ke duodenum dan traktus gastrointestinal atas, dimana mereka
menyebabkan gejala klinis karena mendukung perubahan pH alkaline. (Reza, 2013)
Sebagian trofozoit akan mengalami enkistasi saat menuju kolon. Kondisi yang
dapat menstimulasi proses ini tidak diketahui secara pasti tetapi secara in vitro,
enkistasi dapat diinduksi oleh pajanan terhadap empedu dan peningkatan pH. Setelah
enkistasi, parasit tersebut akan keluar bersama tinja. Kista resisen terhadap
penggunaan kimia ringan seperti air berklorin dan pendidihan air serta tahan dalam air
dingin dalam berbulan-bulan. Kista dapat dimuskahkan dengan pembekuan atau
pendinginan. (Reza, 2013).
Gambar 1.3 Siklus hidup Giardia lamblialis

1. Pemberantasan dan Pencegahan


Pencegahan infeksi parasit ini terutama dengan memperhatikan hygiene
perorangan, keluarga, dan kelompok dengan menghindari air minum yang
terkontaminasi. Sanitasi air minum untuk mencegah terjadinya epidemi giardiasis
dilakukan dengan metode coagulation-sedimentation-filtration. Klorinasi air minum
untuk mengeliminasi kista memerlukan konsentrasi yang lebih tinggi dan kontak yang
lebih lama pada biasanya. Proteksi individu dapat dilakukan dengan merebus air
sampai mendidih minimal 1 menit. Bila air tidak dapat direbus, dapat diberikan 2-4
tetes kaporit untuk setiap liter air dan tunggu selama 60 menit sebelum diminum. Bila
airnya dingin dibutuhkan waktu semalam untuk membunuh kista G.intestinalis.
Memanaskan makanan atau makanan yang matang dapat mencegah infeksi kista
G.intestinalis. (Reza, 2013)

Pemberantasan/ penatalaksanaan

1. Metronidazol
Giardiasis biasanya dapat berhasil diobati dengan menggunakan obat yang
disebut metronidazol, yang bekerja dengan membunuh parasit yang menyebabkan
infeksi. Dengan dosis 5-7,5 mg/kg berat badan 3 kali sehari selama 7 hari atau 30
mg/kg berat badan dosis tunggal selama 3 hari. (Gandahusada, 2000)
Hal ini biasanya diambil dalam bentuk tablet (oral). Kursus yang disarankan
perawatan akan tergantung pada faktor-faktor seperti usia dan berat badan, tetapi
dapat berkisar dari tiga sampai 10 hari saja. (Gandahusada, 2000)
Metronidazol ditoleransi dengan baik pada orang dewasa dan anak-anak. Efek
samping yang serius jarang (terjadi dalam waktu kurang dari 1 dalam 1.000 orang).
(Gandahusada, 2000)
Efek samping yang paling sering dilaporkan biasanya yang ringan
mempengaruhi sistem pencernaan, seperti:
a. Mual
b. Muntah
c. Diare
d. Sakit perut

2. Tinidazol
Jika tidak dapat mengambil metronidazol, misalnya telah sebelumnya
memiliki reaksi alergi terhadap hal itu, suatu obat alternatif yang disebut tinidazol
mungkin disarankan, dengan dosis 30-50 mg/kg dosis tunggal.
Kebanyakan orang hanya perlu kursus 1-3 hari tinidazol. Risiko efek samping
sedikit lebih tinggi, meskipun ini cenderung ringan dan meningkatkan sebagai
tubuh Efek samping meliputi:
a. Mual
b. Muntah
c. Kehilangan nafsu makan
d. Diare
e. Sakit perut atau kram
f. Kelelahan
g. Rasa logam tidak menyenangkan di mulut (Gandahusada, 2000)
Kesimpulan
Giardia lamblia merupakan protozoa yang bersifat parasit dan menimbulkan
giardiasis yang merupakan gangguan pada saluran pencernaan. Mayoritas jalur infeksi
Giardia lamblia adalah melalui air yang tercemar oleh Giardia. Protozoa ini memiliki
dua stadium yaitu bentuk kista dan trofozoit. Saat di dalam tubuh inang, Giardia
berbentuk trofozoit (infektif) sedangkan saat diluar tubuh inang akan membentuk
kista (non-infektif).
Pencegahan utama yang dapat dilakukan adalah mencuci tangan sebelum dan
sesudah melakukan kegiatan, selalu menggunakan air yang telah dididihkan atau
disaring sebelum dikonsumsi, dan menjaga sanitasi diri sendiri dan lingkungan.
Pengobatan yang dapat dilakukan antara lain dengan furazolidone, metronidazole dan
tinidazole
Daftar Pustaka
Cheng, Thomas C. 1973. General Parasitology. Florida: Academic Press, Inc.
Levine, Norman D. 1978. Textbook of Veterinary Parasitology. Burgess Publishing
Company.
Safar, Rosdiana. 2009. Parasitologi Kedokteran: Protozoologi, Entomologi dan
Helmintologi. Bandung: Yrama Widya.

CFSPH. The Center for Food Security & Public Health. 2012. Giardiasis. Iowa
http://www.cfsph.iastate.edu/Factsheets/pdfs/giardiasis.pdf [ diakses pada 22 Mei
2017]

Raza, A. dkk. Giardiasis. 2013. Reviews in Veterinary and Animal Sciences. (1): 15-20

Gandahusada, Srisasi, dkk. 2000. Parasitologi Kedokteran Edisi 3. Jakarta. Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai