Anda di halaman 1dari 8

Giardia Lamblialis

Gambar 1.1 Giardia Lamblia

1. Etiologi, habitat dan hospes


Giardia lamblia adalah suatu parasit protozoa cosmopolitan yang
menghuni usus halus manusia dan mammalia lain. Pada mamalia, giardiasis
umumnya disebabkan oleh Giardia duodenalis yang juga disebut Giardia
intestinalis. Dua nama sebelumnya yaitu Giardia Lambia dan Lamblia
intestinalis, secara taxonomi sudah tidak valid, namun masih saja bisa
ditemukan di literatur. Spesies lainnya yang ditemukan di hewan yaitu G.
amphillis di amphibi, G. ardeae dan G. psittaci di burung, G. muris di hewan
pengerat, G. varani yang menginfeksi reptil. Manusia diperkirakan menjadi
reservoar utama untuk infeksi G. duodenalis pada orang-orang. (Cfsph, 2012)

G.lamblia hidup di rongga usus kecil, yaitu duodenum dan bagian


proksimal yeyenum dan kadang-kadang di saluran dan kandung empedu. Bila
kista matang tertelan oleh hospes, maka akan terjadi ekskistasi di duodenum,
kemudian sitoplasma membelah dan flagel tumbuh dari aksonema sehingga
terbentuk 2 trofozoit. Dengan pergerakan flagel yang cepat trofozoit yang
berada di antara villi usus bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Bila
berada pada villi, trofozoit dengan batill isap akan melekatkan diri pada epitel
usus. Trofozoit kemudian berkembangbiak dengan cara belah pasang
longitudinal. Bila jumlahnya banyak sekali maka trofozoit yang melekat pada
mukosa dapat menutupi permukaan mukosa usus halus. Trofozoit yang tidak
melekat pada mukosa usus, akan mengikuti pergerakan peristaltik menuju ke
usus bagian distal yaitu usus besar. Enkistasi terjadi dalam perjalanan ke
kolon, bila tinja mulai menjadi padat, sehingga stadium kista dapat
ditemukan dalam tinja yang padat. (Cfsph, 2012)

2. Epidemiologi
Cara infeksi dengan menelan kista matang yang dapat terjadi secara
tidak langsung melalui air dan makanan yang terkontaminasi, atau secara
langsung melalui fecal-oral. Giardia dilaporkan telah terjadi di Afrika, Asia
dan Amerika Latin; sekitar 200 juta orang terinfeksi, dengan 500.000 kasus
baru yang dilaporkan setiap tahunnya. (Raza, 2013)
Giardia memiliki 2 fase utama, yaitu fase trofozoit dan fase kistik.
Infeksinya dikarenakan kistik yang tertelan, yang dieskresikan di feses.
Sekitar 10-25 kistik yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia.
Beberapa mamalia 1-10 kistik. Kistik giardia dapat di transmisi secara
langsung antar host, termasuk kontaminasi air dan makanan. (Raza, 2013)
Trofozoit dilepaskan oleh kistik yang tertelan di usus halus, dimana
trofozoitnya mempebanyak diri. Banyak trofozoit yang membelah diri tebawa
sampai ke kolon, dan sedikit demi sedikit berubah menjadi kistik sebagai
respon terhadap rangsagan bile salt. Kistik dapat muncul di feses setelah 3
hari atau 3 minggu setelah terjadinya infeksi, tergantung spesies host. (Raza,
2013)
Kistiknya dapat bertahan untuk beberapa waktu yang lama pada
lingkungan yang dingin, dan lembab. Dan sangat suseptibel terhadap sinar
matahari dan akan hancur dengan mudah pada lingkungan yang kering dan
panas. (Reza, 2013)
a. Stadium trofozoit: Ukuran 12-15 mikron; berbentuk simetris bilateral
seperti buah jambu monyet yang bagian anteriornya membulat dan bagian
posteriornya meruncing. Permukaan dorsal cembung (konveks) dan pipih
di sebelah ventral dan terdapat batil isap berbentuk seperti cakram yang
cekung dan menempati setengah bagian anterior badan parasit. Ia
mempunyai sepasang inti yang letaknya di bagian anterior, bentuknya oval
dengan kariosom di tengah atau butir-butir kromatin tersebar di plasma
inti. Trofozoit ini mempunyai 4 pasang flagel yang berasal dari 4 pasang
blefaroplas. Terdapat 2 pasang yang lengkung dianggap sebagai benda
parabasal, letaknya melintang di posterior dari batil isap.
b. Stadium kista: Berbentuk oval berukuran 8-12 mikron, mempunyai
dinding yang tipis dan kuat. Sitoplasmanya berbutir halus dan letaknya
jelas terpisah dari dinding kista. Kista yang baru terbentuk mempunyai 2
inti; yang matang mempunyai 4 inti, letaknya pada satu kutub.

(A) (B)
Gambar 1.2 (A) Trofozoit (B) Kistik

Siklus hidup Giardia


Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, Giardia memiliki 2 fase
perkembangan, yaitu kistik dan trofozoit. Kistik memiliki dinding hyaline
yang berperan sebagai pelindung dan membuat Giardia resisten terhadap
temperature dan faktor lingkungan lainnya seperti udara dan khlorinasi air.
Kistik dapat bertahan di air sampai 3 bulan. Kistik terkonsumsi melalui air
yang terkontaminasi atau proses pemasakan yang kurang matang dan
tersangkut di lambung. (Reza, 2013)
Enkistasi merupakan aktivasi kista berinti empat dorman untuk
mengeluaran parasit motil yang membelah mejadi dua trofozoit. Enkisitasi
kistik terjadi karena kontak dengan lingkungan asam di lambung,
menyebabkan pelepasan satu atau dua trofozoit setelah beberapa hal terjadi
seperti aktivasi parasite-derived protease. Lalu trofozoit itu berpindah ke
duodenum dan traktus gastrointestinal atas, dimana mereka menyebabkan
gejala klinis karena mendukung perubahan pH alkaline. (Reza, 2013)
Sebagian trofozoit akan mengalami enkistasi saat menuju kolon.
Kondisi yang dapat menstimulasi proses ini tidak diketahui secara pasti tetapi
secara in vitro, enkistasi dapat diinduksi oleh pajanan terhadap empedu dan
peningkatan pH. Setelah enkistasi, parasit tersebut akan keluar bersama tinja.
Kista resisen terhadap penggunaan kimia ringan seperti air berklorin dan
pendidihan air serta tahan dalam air dingin dalam berbulan-bulan. Kista dapat
dimuskahkan dengan pembekuan atau pendinginan. (Reza, 2013).
Gambar 1.3 Siklus hidup Giardia lamblialis

3. Pemberantasan dan Pencegahan


Pencegahan infeksi parasit ini terutama dengan memperhatikan
hygiene perorangan, keluarga, dan kelompok dengan menghindari air minum
yang terkontaminasi. Sanitasi air minum untuk mencegah terjadinya epidemi
giardiasis dilakukan dengan metode coagulation-sedimentation-filtration.
Klorinasi air minum untuk mengeliminasi kista memerlukan konsentrasi yang
lebih tinggi dan kontak yang lebih lama pada biasanya. Proteksi individu
dapat dilakukan dengan merebus air sampai mendidih minimal 1 menit. Bila
air tidak dapat direbus, dapat diberikan 2-4 tetes kaporit untuk setiap liter air
dan tunggu selama 60 menit sebelum diminum. Bila airnya dingin dibutuhkan
waktu semalam untuk membunuh kista G.intestinalis. Memanaskan makanan
atau makanan yang matang dapat mencegah infeksi kista G.intestinalis. (Reza,
2013)

Pemberantasan/ penatalaksanaan

1. Metronidazol
Giardiasis biasanya dapat berhasil diobati dengan menggunakan obat
yang disebut metronidazol, yang bekerja dengan membunuh parasit yang
menyebabkan infeksi. Dengan dosis 5-7,5 mg/kg berat badan 3 kali sehari
selama 7 hari atau 30 mg/kg berat badan dosis tunggal selama 3 hari.
(Gandahusada, 2000)
Hal ini biasanya diambil dalam bentuk tablet (oral). Kursus yang
disarankan perawatan akan tergantung pada faktor-faktor seperti usia dan
berat badan, tetapi dapat berkisar dari tiga sampai 10 hari saja.
(Gandahusada, 2000)
Metronidazol ditoleransi dengan baik pada orang dewasa dan anak-
anak. Efek samping yang serius jarang (terjadi dalam waktu kurang dari 1
dalam 1.000 orang). (Gandahusada, 2000)
Efek samping yang paling sering dilaporkan biasanya yang ringan
mempengaruhi sistem pencernaan, seperti:
a. Mual

b. Muntah

c. Diare

d. Sakit perut

2. Tinidazol
Jika tidak dapat mengambil metronidazol, misalnya telah sebelumnya
memiliki reaksi alergi terhadap hal itu, suatu obat alternatif yang disebut
tinidazol mungkin disarankan, dengan dosis 30-50 mg/kg dosis tunggal.
Kebanyakan orang hanya perlu kursus 1-3 hari tinidazol. Risiko efek
samping sedikit lebih tinggi, meskipun ini cenderung ringan dan
meningkatkan sebagai tubuh Efek samping meliputi:
a. Mual

b. Muntah

c. Kehilangan nafsu makan

d. Diare

e. Sakit perut atau kram

f. Kelelahan

g. Rasa logam tidak menyenangkan di mulut (Gandahusada, 2000)

CFSPH. The Center for Food Security & Public Health. 2012. Giardiasis. Iowa
http://www.cfsph.iastate.edu/Factsheets/pdfs/giardiasis.pdf [ diakses pada 22
Mei 2017]

Raza, A. dkk. Giardiasis. 2013. Reviews in Veterinary and Animal Sciences. (1): 15-
20

Gandahusada, Srisasi, dkk. 2000. Parasitologi Kedokteran Edisi 3. Jakarta. Penerbit


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai