Anda di halaman 1dari 29

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya, makalah ini dapat
terselesaikan dengan sebaik-baiknya. Makalah ini adalah tugas kelompok dalam mata kuliah
Kardiovaskuler. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada para pihak yang telah
membantu kelancaran tugas ini, terutama dosen Krdiovaskuler yang telah memberi banyak
pengarahan serta ilmu kepada kami para mahasiswa.

Semoga makalah yang saya buat ini, bermanfaat bagi pembaca. Saya juga
mengharapkan kritik dan saran, supaya tugas selanjutnya dapat menjadi lebih baik dari
sebelumnya dan sesungguhnya semua itu bersifat membangun.

Jember, 30 Juli 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Berdasarkan survei kewsehatan rumah tangga (SKSRT) 2001, prevalensi anemia
pada balita 0-5 tahun sekitar 47%, anak usia sekolah dan remaja sekitar 26,5%.
Sementara survei di DKI Jakarta 2004 menunjukkan angka prevalensi anemia pada
balita sebesar 26,5%, 35 juta remaja menderita anemia gizi besi, usia 6 bulan cadangan
besi itu akan menipis, sehingga diperlukan asupan besi tambahan untuk mencegah
kekurangan besi.
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di
bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat (Nelson,1999). Kebanyakan anemia
pada anak adalah anemia kekurangan zat besi atau iron deficiency anemia. Penyebabnya
umumnya adalah pola makan yang kurang tepat. Anemia lainnya adalah anemia karena
pendarahan, anemia karena pabriknya mengalami gangguan (sumsum tulang tidak
memproduksi sel-sel darah dengan baik dan penyebabnya bermacam-macam), bisa juga
anemia karena yang bersangkutan menderita suatu penyakit keganasan seperti kangker,
leukemia dll, tapi biasanya dokter akan tahu karena hati dan limpanya membesar.
Anemia bisa menyebabkan kerusakan sel otak secdara permanen lebih berbahaya dari
kerusakan sel-sel kulit. Sekali sel-sel otak mengalami kerusakan tidak mungkin
dikembalikan seperti semula. Karena itu, pada masa amas dan kritis perlu mendapat
perhatian.
1.2 Tujuan
a. Tujuan umum dari penulisan makalah ini di harapkan mahasiswa mampu membuat
asuhan keperawatan penyakit anemia pada anak
b. Tujuan dari penulisan makalah diharapkan mahasiswa mampu:
1. Mengetahui anatomi fisiologi darah
2. Mengetahui pengertian anemia
3. Mengetahui etiologi anemia
4. Mengetahui patofisologi anemia
5. Mengetahui manifestasi klinis anemia
6. Mengetahui macam-macam anemia
7. Memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada anak yang menderita anemia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 ANATOMI FISIOLOGI
Sistem hematology tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi, termasuk
sumsum tulang dan nodus limfa. Darah adalah organ khusus yang berbeda dengan
organ lain karena berbentuk cairan.
Darah adalah suspensi dari partikel dalam larutan koloid cair yang mengandung
elektrolit. Peranannya sebagai medium pertukaran antara sel-sel yang terfiksasi dalam
tubuh dan lingkungan luar serta memiliki sifat-sifat protektif terhadap organisme
sebagai suatu keseluruhan dan khususnya terhadap darahnya sendiri.
Unsur seluler darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit), beberapa jenis sel
darah putih (leukosit), dan pecahan sel yang disebut trombosit.
1. Sumsum tulang
Sumsum tulang menempati bagian dalam tulang spons dan bagian tengah
rongga tulang panjang. Sumsum merupakan 4 % sampai 5 % berat badan
total,sehingga merupakan yang paling besar dalam tubuh. Sumsum bisa berwarna
merah atau kuning. Sumsum merah merupakan tempat diproduksi sel darah merah
aktif dan merupakan organ hematopoetik (penghasil darah) utama. Sedang
sumsum kuning, tersusun terutama oleh lemak dan tidak aktif dalam produksi
elemen darah. Selama masa kanak-kanak, sebagian besar sumsum berwarna
merah. Sesuai dengan pertumbuhan usia, sebagian besar dalam sumsum tulang
panjang mengalami perubahan menjadi sumsum kuning, namun masih
mempertahankan potensi untuk kembali berubah menjadi jaringan hematopoetik
apabila diperlukan.
2. Eritrosit
Sel darah merah atau eritrosit dalah merupakan cakram bikonkaf yang tidak
berinti yang kira-kira berdiameter 8 m, tebal bagian tepi 2m pada bagian tengah
tebalnya hanya 1m atau kurang. Karena sel itu lunak dan lentur maka dalam
perjalanannya melalui mikrosirkulasi konfigurasinya berubah. Stroma bagian luar
yang mengandung protein terdiri dari antigen kelompok A dan B serta faktor Rh
yang menentukan golongan darah seseorang. Komponen utama sel darah merah
adalah protein hemoglobin (Hb) yang mengangkut O2 dan CO2 dan
mempertahankan pH normal melalui serangkaian dapar intraseluler. Molekul-
molekul Hb terdiri dari 2 pasang rantai polipeptida (globin) dan 4 gugus hem,
masing-masing mengandung sebuah atom besi. Konfigurasi ini memungkinkan
pertukaran gas yang sangat sempurna.
Pembentukan hemoglobin terjadi pada sumsum tulang melalui semua
stadium pematangan. Sel darah merah memasuki sirkulasi sebagai retikulosit dari
sumsum tulang. Retikulosit adalah stadium terakhir dari perkembangan sel darah
merah yang belum matang dan mengandung jala yang terdiri dari serat-serat
retikular. Sejumlah kecil hemoglobin masih dihasilkan selama 24 sampai 48 jam
pematangan, retikulum kemudian larut dan menjadi sel darah merah yang matang.
3. Leukosit (sel darah putih)
Leukosit merupakan unit yang mobil/aktif dari sistem pertahanan tubuh.
Leukosit ini sebagian di bentuk di sumsum tulang (granulosit dan monosit serta
sedikit limfosit) dan sebagian lagi di jaringan limfe (limfosit dan sel-sel plasma).
Setelah dibentuk, sel-sel ini diangkut dalam darah menuju bagian tubuh untuk di
gunakan. Manfaat sesungguhnya dari sel darah putih ialah bahwa kebanyakan di
transpor secara khusus ke daerah yang terinfeksi dan mengalami peradangan
serius, jadi menyediakan pertahanan yang cepat dan kuat terhadap bahan infeksius
yang mungkin ada.
Ada 6 macam sel darah putih yang secara normal di temukan dalam darah.
Keenam sel tersebut ialah netrofil polimorfonuklir, eosinofil polimorfonuklir,
basofil polimorfonuklir, monosit, limfosit, dan kadang-kadang sel plasma. Selain
itu terdapat juga sejumlah besar trombosit, yang merupakan pecahan dari tipe
ketujuh sel darah putih yang dijumpai dalam sumsum tulang, yakni megakariosit.
Ketiga tipe dari sel, yaitu sel polimorfonuklir, seluruhnya mempunyai gambaran
granular, karena alasan itu mereka disrbut granulosit atau dalam terminologi
klinis disebut “poli” karena intinya multipel.
Granulosit dan monosit melindungi tubuh terhadap organisme penyerang
terutama dengan cara mencernakannya yaitu melalui fagositosis. Fungsi utama
limfosit dan sel-sel plasma berhubungan dengan sistem imun.
4. Trombosit
Trombosit merupakan partikel kecil, berdiameter 2 sampai 4 µm, yang
terdapat pada sirkulasi plasma darah. Karena dapat mengalami disintegrasi cepat
dan mudah, jumlahnya selalu berubah antara 150.000 dan 450.000 per mm³ darah,
tergantung jumlah yang dihasilkan, bagaimana digunakan, dan kecepatan
kerusakan. Dibentuk oleh fragmentasi sel raksasa sumsum tulang, yang disebut
megakariosit. Produksi trombosit diatur oleh trombopotein.
Trombosit berperan penting dalam mengotrol pendarahan. Apabila terjadi
pendarahan cedera vascular, trombosit mengumpul pada pada tempat edera
tersebut. Subtansi yang dilepaskan dari granula trombosit dan sel darah lainnya
menyebabkan trombosit menempel satu sama lain dan membentuk tambalan atau
sumbatan, yang sementara menghentikan pendarahan. Subtansi lain dilepaskan
dari trombosit untuk mengaktifasi factor pembekuan dalam plasma darah.
5. Plasma darah
Apabila elemen seluler diambil dari darah, bagian cairan yang tersisa
dinamakan plasma darah. Plasma darah mengandung ion, protein, dan zat lain.
Apabila plasma dibiarkan membeku, sisa cairan yang tertinggal dinamakan serum.
Serum mempunyai kandungan yang sama dengan plasma, keuali kandungan
fibrinogen dan beberapa factor pembekuan.
Protein plasma tersusun terutama oleh albumin dan globulin. Globulin
tersusun atas fraksi alfa, beta dan gama yang dapat dilhat dari laboratorium yang
dinamakan elektroforesis protein. Masing-masing kelompok disusun oleh protein
tertentu.
Gama globulin, yang tersusun terutama oleh anti bodi, dinamakan
immunoglobulin. Protein ini dihasilkan oleh limfosit dan sel plasma. Protein
plasma penting dalam fraksi alfa dan beta adalah globulin transpor dan nfaktor
pembekuan yang dibentuk di hati. Globulin transpor membawa berbagai zat dalam
bentuk terikat sepanjang sirkulasi. Misalnya tiroid terikat globulin, membawa
tiroksin, dan transferin membawa besi. Faktor pembekuan, termasuk fibrinogen,
tetap dalam keadaan tidak aktif dalam plasma darah sampai diaktifasi pada reaksi
pada tahap-tahap pembekuan.
Albumin terutama penting untuk pemeliharaan volume cairan dalam system
vaskuler. Dinding kapiler tidak permeabel terhadap albumin, sehingga
keberadaannya dalam plasma menciptakan gaya onkotik yang menjaga cairan
dalam rongga vaskuler. Albumin, yang dihasilkan oleh hati, memiliki kapasitas
mengikat berbagai zat yang ada dalam plasma. Dalam hal ini, albumin berfungsi
sebagai protein transpor untuk logam, asam lemak, bilirubin, dan obat-obatan,
diantara zat lainnya.
 PEMBENTUKAN SISTEM HEMATOPOISIS DALAM EMBRIO
Dibedakan menjadi 3 periode pembuatan sel darah pada masa embrio yaitu
 Periode mesoblastik
Sel darah dibuat dari jaringan masenkim. Mula-mula sel dibentuk dalam
pulau-pulau darah dari yolk salt, kemudian sistem hematopoisis di bentuk
dalam jaringan mesoblastik. Pada embrio sebesar 2,25 mm, pulau-pulau darah
tersebut masih ditemukan sedangkan pada 5mm sudah tidak tampak lagi.
Pembuatan darah intravaskulus dalam yolk salt dapat dilihat dalam embrio
sebesar 20 mm.
 Periode hepatic
Pembuatan sistem hematopoitik periode ini terjadi pada embrio sebesar 5-7
mm. Sel darah dibuat oleh jaringan masenkim yang ditemukan dalam jaringan
hati. Periode ini tampak sel eritrosit yang definitive, sel lekosit dan
megakariosit. Sel granulosit bertambah terus sampai bulan 4 kehidupan
embrio, dalam limpa dibentuk eritropoisis dan leukopoisis tetapi hanya sampai
bulan ke 5 kehidupan fetus.
 Periode myeloid
Merupakan periode terakhir pembentukan sistem hematopoisis dan dimulai
sejak embrio berumur 5 bulan. Mula-mula sel eritropoetik terutama dibuat
dalam hati sedangkan sel leukosit dalam sumsum tulang, tetapi dalam
perkembangan selanjutnya fungsi pembutan sel darah diambil alih oleh
sumsum tulang dan hepar tidak berfungsi membuat sel darah lagi

2.2 DEFINISI
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb
sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat (Nelson,1999).
Anemia berarti kekurangan sel darah merah, yang dapat di sebabkan oleh
hilangnya darah yang terlalu cepat atau karena terlalu lambatnya produksi sel
darah merah. (Guyton,1997).
Anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah atau konsentrasi
hemoglobin turun dibawah normal.(Wong,2003).
Anemia adalah penurunan dibawah normal dadam jumlah eritrosit, banyaknya
hemoglobin, atau volume sel darah merah, sistem berbagai jenis penyakit dan
kelainan (Dorlan, 1998)

2.3 PATOFISIOLOGI
a. Jumlah efektif eritrosit berkurang menyebabkan jumlah O2 ke
jaringan berkurang
b. Kehilangan darah yang mendadak (> 30%) mengakibatkan
pendarahan menimbulkan simtomatologi sekunder hipovolemi
dan hipoksia
c. Tanda dan gejala: gelisah, diaforesis (keringat dingin),
takikardi,dyspne, syok
d. Kehilangan darah dalam beberapa waktu (bulan) sampai
dengan 50% terdapat kompensasi adalah:
 Peningkatan curah jantung dan pernafasan
 Meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin
 Mengembangkan volume plasma dengan menarik
cairan dari sela-sela jaringan
 Redistribusi aliran darah ke organ vital
Salah satu tanda yang sering di kaitkan dengan anemia adalah pucat, ini
umumnya sering di kaitkan dengan volume darah, berkurangnya hemoglobin dan
vasokontriksi untuk memperbesar pengiriman O2 ke organ-organ vital. Karena faktor-
faktor seperti pigmentasi kulit, suhu dan kedalaman serta distribusi kapiler
mempengaruhi warna kulit maka warna kulit bukan merupakan indeks pucat yang
dapat diandalkan. Warna kuku, telapak tangan dan membran mukosa mulut serta
konjungtiva dapat digunakan lebih baik guna menilai kepucatan.

2.4 MANIFESTASI KLINIK


1. Pucat oleh karena kekurangan volume darah dan Hb, vasokontriksi
2. Takikardi dan bising jantung (peningkatan kecepatan aliran darah) Angina (sakit
dada)
3. Dispnea, nafas pendek, cepat capek saat aktifitas (pengiriman O2 berkurang)
4. Sakit kepala, kelemahan, tinitus (telinga berdengung) menggambarkan
berkurangnya oksigenasi pada SSP
5. Anemia berat gangguan GI dan CHF (anoreksia, nausea, konstipasi atau diare)

2.5 KLASIFIKASI ANEMIA


A. Anemia pasca-pendarahan (post hemorrhagi)
a. Etiologi
Kehilangan darah karena kecelakaan, operasi, pendarahan usus, ulkus
peptikum, pendarahan karena kelainan obstetric, hemoroid, ankilostomiasis.
Jadi umumnya karena kehilangan darah yang mendadak atau menahun
 Kehilangan darah mendadak
 Pengaruh yang timbul segera
Akibat kehilangan darah yang cepat, terjadi reflek kardiovaskular yang
fisiolgis berupa kontraksi arteriola, pengurangan aliran darah atau
komponennya ke organ tubuh yang kurang vital (anggota gerak, ginjal
dan sebagainya) dan penambahan alran darah ke organ vital (otak dan
jantung)
Gejala yang timbul tergantung dari cepat dan banyaknya darah yang
hilang dan apakah tubuh masih dapat mengadakan kompensasi.
Kehilangan darah sebanyak 12-15 % akan memperlihatkan gejala
pucat, transpirasi, takikardi, tekanan darah normal atau merendah.
Kehilangan sebanyak 15-20 % akan mengakibatkan tekanan darah
menurun dan dapat terjadi renjatan (shock) yang masih reversibel.
Kehilangan lebih dari 20% akan menimbulkan renjatan yang
ireversibel dengan angka kematian yang tinggi.
Pengobatan yang terbaik ialah dengan transfusi darah. Pilihan kedua
adalah plasma (plasma expanders atau plasma substitute). Dalam
pemberian darurat cairan intravena dengan cairan infus apa saja yang
tersedia
 Pengaruh lambat
Beberapa jam setelah pendarahan, terjadi pergeseran cairan
ekstravaskular ke intravaskular yaitu agar isi intravaskular dan teknan
osmotik dapat dipertahankan, tetapi akibatnya terjadi hemodilusi.
Gejala yang ditemukan ialah leukositosis (15.000-20.000/mm3). Nilai
hemoglobin, erirosit dan hematokrit merendah akibat hemodilusi.
Untuk mempertahankan metabolisme, sebagai kompensasi sistem
eritropoetik menjadi hiperaktif. Kadang-kadang terlihat gejal gagal
jantung
 Kehilangan darah menahun
Pengaruhnya terlihat sebagai gejala akibat defisiensi besi, bila tidak
diimbangi dengan masukan besi yang cukup.

B. Anemia defisiensi besi


Anemia akibat defesiensi besi untuk sisntesis Hb merupakan penyakit darah
yang paling sering pada bayi dan anak. Frekuensinya berkaitan dengan aspek
dasar metabolisme besi dan nutrisi tertentu. Tubuh bayi baru lahir mengandung
kira-kira 0,5 g besi, sedangkan dewasa kira-kira 5 g. untuk mengejar perbedaan itu
rata-rata 0,8 mg besi harus direabsorbsi tiap hari selama 15 tahun pertam
kehidupan. Disamping kebutuhan pertumbuhan ini, sejumlah kecil diperlukan
untuk menyeimbangkan kehilangan besi normal oleh pengelupasan sel, karena itu
untuk mempertahankan keseimbangan besi positif pada anak, kira-kira 1 mg besi
harus direabsorbsi setiap hari.
a. Etiologi
Menurut patogenesisnya, etiologi anemia defisiensi besi dibagi:
 Masukan kurang: MEP, defisiensi diet relatif yang disertai pertumbuhan
yang cepat
 Absorsi kurang: MEP: diare kronis, sindrom malabsorbsi lainnya
 Sintesis kurang: transferin (hipotransferinemia congenital)
 Kebutuhan yang bertambah: infeksi, pertumbuhan yang cepat
 Pengeluaran yang bertambah: kehilangan darah karena ankilostomiasis,
amubiasis yang menahun, polip, hemolisis intravascular kronis yang
menyebabkan hemosiderinemia
Ditinjau dari segi umur penderita, etologi anemia defisiensi besi dapat
digolongkan menjadi:
 Bayi dibawah usia 1 tahun
 Kekurangan depot besi dari lahir, misalnya pada prematuritas, bayi
kembar, bayi yang dilahirkan oleh ibu yang anemia
 Pemberian makanan tambahan yang terlambat, yaitu karena bayi diberi
asi saja
 Anak umur 1-2 tahun
 Infeksi yang berulang-ulang seperti enteritis, bronkopneumonia dan
sebagainya
 Diet yang tidak adekuat
 Anak umur lebih dari 5 tahun
 Kehilangan darah kronis karena infestasi parasit, misalnya
ankilostomiasis, amubisis
Seekor caing Ankylostoma duodenale akan menghisap darah 0,2-0,3
ml darah setiap hari
 Diet yang tidak adekuat
b. Manifestasi klinik
Anak tampak lemas, sering berdebar-debar, lekas lelah, pucat, sakit
kepala, iritabel dan sebagainya. Mereka tidak tampak sakit karena perjalanan
penyakitnya bersifat menahun. Tampak pucat terutama pada mukosa bibir dan
faring, telapak tangan dan dasar kuku, konjungtiva ocular berwarna kebiruan
atau putih mutiara (pearly white). Papil lidah tampak atrofi. Jantung tampak
membesar dan terdengar murmur sistolik yang fungsionil. Pada anak MEP
dengan infestasi ankylostoma akan memperlihatkan perut buncit yang disebut
pot belly dan dapat terjadi edema. Tidak ada pembesaran limpa dan hepar dan
tidak terdapat diatesis hemoragik. Pemeriksaan radiologis tulang tengkorak
akan menunjukkan pelebaran diploe dan penipisan tabula eksterna sehingga
mirip dengan perubahan tulang tengkorak dari talasemia
c. Pemeriksaan laboratorium
Kadar Hb< 10 g%; MCV < 79 cµ; MCHC < 32%, mikrositik,
hipokromik, poikilositosis, sel target. Kurve Price Jones bergeser kekiri.
Leukosit dan trombosit normal. Pemeriksaan sumsum tulang menunjukkan
system eritropoetik hiperaktif dengan sel normoblas polikromatofil yang
predominan. Dengan demikian terjadi maturation arrest pada tingkat
normoblas polikromatofil. Dengan pewarnaan khusus dapat dibuktikan tidak
terdapat besi dalam sumsum ntulang
Serum iron (SI) merendah dan iron binding capacity (IBC) meningkat (kecuali
pada MEP, SI dan IBC rendah)
d. Diagnosis
Ditegakkan atas dasar ditemukannya penyebab defisiensi besi, gambaran
eritrosit mikrositik hipokromik, SI rendah dan IBC meningkat, tidak terdapat
besi dalam sumsum tulang dan reaksi yang baik terhadap pengobatan denan
besi
e. Pengobatan
Makanan yang adekuat. Sulfas ferosus 3x10 mg/kgbb/hari. Obat ini
murah tapi kadang-kadang dapat menyebabkan enteritis. Hasil pengobatan
dapat terlihat dari kenaikan hitung retikulosit (reticulocyte crisis) dan kenaikan
kadar Hb 1-2 g%/minggu. Selain itu dapat pula diberikan preparat besi
parenteral. Obat ini lebih mahal harganya dan penyuntikannya harus intra
muscular dalam atau ada pula yang dapat diberikan secara intravena. Preparat
besi parenteral hanya diberikan bila pemberian peporal tidak berhasil
Tranfusi darah hanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 5 g% dan disertai
dengan keadaan umum yang tidak baik, misalnya gagal jantung,
bronkopneumonia dan sebagainya. Umumnya jarang diberikan transfusi darah
karena perjalanan penyakitnya menahun
Antelmintik diberikan bila ditemukan cacing penyebab defisiensi besi, (umur)
dalam tiap kapsul, diberikan 3 kapsul dengan selang waktu 1 jam, semalam
sebelumnya anak dipuasakan dan diberikan laksan setelah 1 jam kapsul ketiga
dimakan. Pirantel pamoate 10 mg/kgbb (dosis tunggal). Antibiotika diberikan
bila terdapat infeksi.
C. Anemia megaloblastik
Anemia megaloblastik secara umum mempunyai abnormalitas
morfologi dan pematangan eritrosit tertentu. Morfologi megaloblastik dapat
dijumpai pada sejumlah keadaan, hampir senua kasus pada anak disebkan oleh
defisiensi asam folat, vitamin B12 atau kedua-duanya.
 Defisiensi asam folat
Folat berlimpah dalam berbagai makanan termasuk sayuran hijau, buah
dan orgn binatang (ginjal, hati). Defisiensi dalam makanan biasanya disertai
pertumbuhan cepat atau infeksi yang dapat menaikan kebutuhan asam folat.
Kebutuhan atas dasar berat badan pada anak lebih besar dibandingkan pada
orang dewasa. Karena kebutuhan yang meningkat untuk pertumbuhan.
Kebutuhan juga meningkat sejalan dengan pergantian (turnover) jaringan.
Susu manusia dan binatang memberi pasokan asam folat dalam jumlah yang
memadai. Susu domba jelas defisien, suplementasi asam folat harus diberikan
bila susu domba merupakan makanan pokok. Jika tidak diberi suplemen, susu
bubuk juga mungkin sumber yang miskin asam folat.
 Terapi
Bila diagnosis telah ditegakkan atau pada anak dengan sakit
berat, anemia diberikan secara oral atau parenteral dengan dosis 1-5
mg/24 jam. Jika diagnosis spesifik belum diragukan 50-100 µg/24 jam
folat dapat diberikan selam 1 minggu sebagai uji diagnostic, atau 1 µg/
24 jam sianokobalamin parenteral untuk kecurigaan defisiensi vitamin
B12. karena respon hematology dapat diharapkan dalam waktu 72 jam,
transfusi hanya terindikasi jika anemia berat atau anak sakit berat.
Terapi asam folat harus diteruskan sampai 3-4 minggu.
 Defisiensi B12 (kobalamin)
Vitamin B12 dihasilkan dari kobalamin dalam makanan, terutama
sumber hewani, produksi skunder oleh mikiroorganisne. Defisiensi vitamin
B12 dapat disebabkan karena kurang masukan, pembedahan lambung,
konsumsi atau inhibisi kompleks B12- factor intrinsic, abnormalitas yang
melibatkan sisi reseptor di ileum terminal, atau abnormalitas TCII. Meskipun
TCI mengikat 80% kobalamin serum, defisiensi protein ini menyebabkan
kadar penurunan B12 tetapi tidak pada anemia megaloblastik.
Kasus defisiensi terdapat pada bayi minum ASI yang ibunya mempunyai diet
kurang atau yang menderita anemia pernisiosa.
a. Terapi
Respon hematologist segera akan mengikut pemberian parenteral vitamin
B12 (1 mg), biasanya dengan retikulositosis dalam 2-4 hari, bila tidak ada
penyakit peradangan yang menyertai. Kebutuhan fisiologis vitamin B12
adalah 1-5 µg/ 24 jam, dan respon hematologist telah diamati dengan dosis
kecil ini, ini menunjukan bahwa pemberian mini dosis dapat digunakan
sebagai uji terapeutik bila diagnosis defisiensi vitamin B12 diragukan. Jika
ada bukti keterlibatan neurologis, 1 mg harus disuntikkan intramuscular
harian selama 2 minggu. Terapi rumatan perlu selama hidup penderita,
pemberian bulanan intramuscular vitamin B12 cukup.
D. Anemia hemolitik
Pada anemia hemolitik, umur eritrosit menjadi lebih pendek (normal
umur eritrosit 100-120 hari)
Penyakit ini dapat dibagi menjadi dalam 2 golongan besar yaitu:
 Golongan dengan penyebab hemolisis yang terdapat dalam eritrosit sendiri.
Umumnya penyebab hemolisis dalam golongan ini ialah kelainan bawaan
(konginetal)
 Golongan dengan penyebab hemolisis ekstraseluler. Biasanya penyebabnya
merupakan faktor yang didapat (acquired)
 Gangguan intrakorpuskuler (konginetal)
Kelainan ini umumnya disebabkan oleh karena adanya gangguan metabolisme
dalam eritrosit itu sendiri
Keadaan ini dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:
- Gangguan pada struktur dinding eritrosit
- Gangguan enzim yang mengakibatkan kelainan metabolisme dalam
eritrosit
- Hemoglobinopatia
 Gangguan struktur dinding eritrosit
 Sferositosis
Penyebab hemolisis pada penyakit ini diduga disebabkan oleh kelainan
membran eritrosit. Kadang-kadang penyakit ini berlangsung ringan
sehingga sukar dikenal. Pada anak gejala anemianya lebih menyolok
daripada dengan ikterusnya, sedangkan pada orang dewasa sebaliknya.
Suatu infeksi yang ringan saja sudah dapat menimbulkan krisis aplastik
Kelainan radiologis tulang dapat ditemukan pada anak yang telah lama
menderita kelainan ini.Pada 40-80% penderita sferositosis ditemukan
kolelitiasis.
 Pengobatan
Transfusi darah terutama dalam keadaan krisis. Pengangkatan limpa pada
keadaan yang ringan dan anak yang agak besar (2-3 tahun). Sebaiknya
diberikan roboransia
 Ovalositosis (eliptositosis)
Pada penyakit ini 50-90% dari eritrositnya berbentuk oval (lonjong).
Dalam keadaan normal bentuk eritrosit ini ditemukan kira-kira 15-20%
saja. Penyakit ini diturunkan secara dominan menurut hukum mendel.
Hemolisis biasanya tidak seberat sferositosis. Kadang-kadang ditemukan
kelainan radiologis tulang. Splenektomi biasanya dapat mengurangi proses
hemolisis dari penyakit ini.
 A-beta lipropoteinemia
Pada penyakit ini terdapat kelainan bentuk eritrosit yang menyebabkan
umur eritrosit tersebut menjadi pendek. Diduga kelainan bentuk eritrosit
tersebut disebabkan oleh kelainan komposisi lemak pada dinding sel
 Gangguan pembentukan nukleotida
Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah, misalnya
pada panmielopatia tipe fanconi
 Anemia hemolitik oleh karena kekurangan enzim
 Definisi glucose-6- phosphate-Dehydrogenase (G-6PD)
 Defisiensi Glutation reduktase
 Defisiensi Glutation
 Defisiensi Piruvatkinase
 Defisiensi Triose Phosphate-Isomerase (TPI)
 Defisiensi difosfogliserat mutase
 Defisiensi Heksokinase
 Defisiensi gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase
 Hemoglobinopatia
Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari
hemoglobinnya (95%), kemudian pada perkembangan selanjutnya konsentrasi
HbF akan menurun, sehingga pada umur satu tahun telah mencapai keadaan
yang normal
Sebenarnya terdapat 2 golongan besar gangguan pembentukan hemoglobin ini,
yaitu:
 Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal).
Misal HbS, HbE dan lain-lain
 Gangguan jumblah (salah satu atau beberapa) rantai globin. Misal
talasemia
 Gangguan ekstrakorpuskuler
Gangguan ini biasanya didapat (acquired) dan dapat disebabkan oleh:
- Obat-obatan, racun ular, jamur, bahan kimia (bensin, saponin, air),
toksin(hemolisin) streptococcus, virus, malaria, luka bakar juga dapat
menyebabkan anemia hemolitik
- Hipersplenisme. Pembesaran limpa apapun sebabnya sering
menyebabkan penghancuran eritrosit
- Anemia oleh karena terjadinya penghancuran eritrosit akibat terjadinya
reaksi antigen-antibodi.
- Antagonisme ABO atau inkompatibilitas golongan darah lain seperti
Rhesus dan MN
- Alergen atau hapten yang berasal dari luar tubuh, tetapi dalam tubuh
akan melekat pada permukaan eritrosit dan menimbulkan reaksi
antigen-antibodi pada permukaan eritrosit dan hal ini dapat
menyebabkan hemolisis. Kejadian tersebut dapat ditimbulkan oleh
virus, bakteri atau obat-obatan seperti kina, PAS dan insektisida.
- Hemolisis dapat pula timbul akibat adanya reaksi autoimun.
Perjalanan penyakitnya bergantung pada penyebab hemolisisnya, bisa
berlangsung ringan tetapi dapat juga terjadi akut, cepat dan dapat
menyebabkan kematian. Pada keadan yang sangat berat sering terjadi
hemoglobinuria dan hemoglobin yang bebas ini diduga merusak
tubulus ginjal sehingga terjadi oliguria, bahkan kerusakan ginjal itu
bukan disebabkan oleh hemoglobin bebas semata-mata, tetapi juga
oleh karena terjadinya mikroangiopatia dari pembuluh darah ginjal.
Oleh karena terjadi pembuatan trombin yang berlebihan, maka dalam
hal ini diperlukan pemberian heparin.
 Pengobatan
Pada keadaan yang berat, akibat keracunan obat-obatan,
pemberian transfusi darah dapat menolong penderita. Kadang-kadang
diperlukan pula transfusi tukar. Pada anemia hemolitik oleh karena
proses imun maka pemberian darah harus hati-hati oleh karena hal ini
dapat menambah proses hemolisis. Dalam hal ini sebaiknya diberikan
transfusi eritrosit yang telah dicuci. Diberikan pula prednison atau
hidrokortison dengan dosis tinggi pada anemia hemolitik imun ini. Bila
perlu diberikan preparat kortikosteroid secara intravena. Apabila
didapatkan gagal ginjal akut, maka diberikan cairan dan obat-obatan
sesuai dengan penatalaksanaan dari gagal ginjal akut. Pada anemia
hemolitik autoimun yang biasanya berlangsung lama, maka disamping
pemberian prednison, juga diberikan azatioprin (imuran).

E. Aplastik
Merupakan keaadan yang disebabkan berkurangnya sel darah dalam
darah tepi, akibat terhentinya pembentukan sel hemopoetik dalam sumsum
tulang. Sistim limfopoetik dan RES sebenarnya dalam keadaan aplastik juga,
tetapi relatif lebih ringan dibandingkan dengan ketiga sistem hemopoetik
lainnya. Aplasia ini hanya dapat terjadi pada satu, dua atau ketiga sistem
hemopoetik (eritropoetik, granulopoetik dan trombopoetik). Aplasia yang
hanya mengenai sistem eritropoetik disebut eritroblastopenia (anemia
hipoplastik), yang hanya mengenai sistem granulopoetik saja disebut
agranulositosis (penyakit schultz), sedangkan yang hanya mengenai sistem
trombopoetik disebut amegakariostik trombositopenik purpura (ATP). Bila
mengenai sistem disebut panmiel optisis atau lazimnya disebut anemia
aplastik.
1. Panmieloptisis (anemia aplastik)
Kecuali jenis kongenital, anemia aplastik biasanya terdapat pada anak
berumur lebih dari 6 tahun. Depresi sumsum tulang oleh obat atau bahan
kimia, meskipun ,dengan dosis rendah tetapi berlangsung sejak usia muda
secara terus-menerus, baru akan terlihat pengaruhnya setelah beberapa tahun
kemudian. Misalnya pemberian kloramfenikol yang terlampau sering pada
bayi (sejak umur 2-3 bulan), baru akan menyebabkan gejala anemia aplastik
setelah ia berumur lebih dari 6 tahun. Disamping itu pada beberapa kasus
gejala sudah timbul hanya beberapa saat setelah ia kontak dengan gen
penyebabnya.
a. Etiologi
 Faktor konginetal
Sindrom fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain seperti
mikrosefali, strabismus, anomali jari, kelainan ginjal dan sebagainya.
 Faktor didapat
 Bahan kimia: benzene, insektisida, senyawa As, Au, Pb.
 Obat: kloramfenikol, mesantoin (antikonvulsan), piribenzamin
(antihistamin), santonin-kalomel, obat sitostatika (myleran,
methrotrexate, TEM, vincristine, rubidomycine, dan sebagainya)
 Radiasi: sinar, rontgen, radioaktif
 Faktor individu: alergi terhadap obat, bahan kimia dan lain-lain
 Infeksi: tuberkolosis milier, hepatitis dan sebagainya
 Lain-lain: keganasan, penyakit ginjal, gangguan endokrin
 Idiopatik: merupakan penyebab yang paling sering. Akhir-akhir ini
faktor imunologis telah dapat menerangkan aetiologi golongan
idiopatik ini.
b. Gejala klinis dan Hematologis
Pada prinsipnya berdasarkan gambaran sumsum tulang yang berupa aplasia
sistim eritropoetik, granulopoetik dan trompoetik, serta aktifitas relatif sistem
limfopoetik dan RES (lihat tabel). Aplasia sistem eritropoetik dalam darah tepi akan
terlihat sebagai retikulositopenia yang disertai dengan merendahnya kadar Hb,
hematrokit dan hitung eritrosit. Klinis anak akan terlihat pucat dan berbagai gejala
anemia lainya seperti anoreksia, lemah, palpitasi, sesak karena gagal jantung dan
sebagainya. Ikhtisar gejala klinis dan hematologis anemia aplastik
c. Pengobatan
 Prednison dan testosteron
Prednison diberikan dengan dosis 2-5 mg/kgbb/hari peroral, sedangkan
testosteron dengan dosis 1-2 mg/kgbb/hari sebaiknya secara parenteral.
Penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa testosteron lebih baik diganti
dengan oksimetolon yang mempunyai daya anabolik dan merangsng sistem.
Hematopoetik lebih kuat dan diberikan dengan dosis 1-2 mg/kgbb/hari peroral.
Pada pemberian oksimetolon ini hendaknya diperhatikan fungsi hati.
Pengobatan biasanya berlangsung berbulan-bulan, bahkan dapat sampai
bertahun-tahun. Bila telah terdapat remisi, dosis obt diberikan separuhnya dan
jumblah sel darah diawasi setiap minggu. Kemudian jika terjadi relaps, dosis
obat harus diberikan penuh kembali.
 Transfusi darah
Transfusi darah diberikan jika hanya diperlukan. Pada keadaan yang
sangat gawat (pendarahan masif, pendarahan otak dan sebagainya)dapat
diberikan suspensi trombosit
 Pengobatan terhadap infeksi sekunder
Untuk menghindarkan anak dari infeksi, sebaiknya anak diisolasi
dalam ruangan yang ’suci hama’. Pemberian obat antibiotika hendaknya
dipilih yang tidak menyebabkan depresi sumsum tulang. Kloramfenikol tidak
boleh diberikan.
 Makanan
Disesuaikan dengan keadaan anak, umumnya diberikan makanan
lunak. Hati-hati pada pemberian makanan melalui pipa lambung karena
mungkin menyebabkan luka/pendarahan pada waktu pipa dimasukkan
 Istirahat
Untuk mencegah trjadinya pendarahan, terutama pendarahan otak.
2.6 KOMPLIKASI
Komplikasi umum anemia meliputi:
1. Gagal jantung
2. Perestesia
3. Kejang
BAB III
Asuhan Keperawatan Anemia

Kasus :
Ny.K 35 tahun datang ke RS Raden, dengan keluhan klien mengatakan dadanya nyeri, sakit
kepala dan sesak nafas, lemas, cepat lelah saat beraktivitas. Pasien mengatakan nafsu makan
berkurang dan berat badannya sebelum sakit 50 Kg, klien mengatakan mual, lemas/lemah,
sesak napas, dan klien tampak pucat, mukosa bibir dan tangan tampak pucat, konjungtiva
tampak pucat, pada sudut tampak bercak berwarna pucat keputihan, kuku pasien tampak
melengkung seperti sendok.
Setelah dilakukan pemeriksaan fisik, diperoleh data TD : 80/60 mmHg, Suhu : 350 C, HR :
80x/i, RR : 25x/i, (Hb didapat ; Hb 9 g/dl, kadar zat besi 3mg),TB 158 cm, BB : 45 Kg.
A. Pengkajian
1. Pengkajian
Nama : Ny.K
Umur : 35 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Cirebon
Agama : Islam
Suku : Sunda
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Swasta
Lama Bekerja : 3 Tahun
Sumber Informasi : Klien dan Keluarga
Tanggal masuk RS : 15 juli 2018
S. Perkawinan : Menikah
Tanggal Pengkajian : 15 juli 2018
2. Riwayat Penyakit
a. Keluhan utama saat masuk Rumah Sakit:
Klien mengatakan dadanya nyeri, sakit kepala dan sesak nafas, lemas, cepat lelah saat
beraktivitas. Pasien mengatakan nafsu makan berkurang dan berat badannya sebelum
sakit 50 Kg, klien mengatakan mual, lemas/lemah, sesak napas.
b. Riwayat Penyakit Sekarang:
Tidak ada riwayat penyakit sekarang
c. Riwayat Penyakit Dahulu:
Klien tidak ada menderita Penyakit sebelumnya.
3. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan secara: Inspeksi, Palpasi, Auskultasi, dan Perkusi.
a. Inspeksi
1. Sistem Penglihatan posisi Mata: simetris, konjungtiva tampak pucat, pada sudut tampak
bercak berwarna pucat keputihan,
2. Sistem Pendengaran daun telinga: normal, serumen (-), cairan dalam telinga (-)
3. Sistem Pernafasan: RR: 25x/m abnormal
4. Sistem Pencernaan: keadaan mulut mukosa bibir tampak pucat, mual, nafsu makan
kurang.
5. Sistem integumen: turgor kulit lambat, klien tampak pucat, kuku pasien tampak
melengkung seperti sendok.
b. Palpasi
1. Sistem pencernaan abdomen: tidak ada pembesaran, nyeri tekan di daerah abdomen (-)
2. Sistem Kardiovaskuler: TD: 80/60 mmHg (normal), nadi: 80x/m
c. Auskultasi
Pada fase lanjut bising usus dan peristaltik normal.
d. Perkusi
Hipertimpani
A. KLASIFIKASI DATA
Data Subjektif Data Objektif

1. Klien mengatakan dadanya nyeri, sesak 1. Klien tampak pucat, mukosa bibir dan
nafas. tangan tampak pucat, konjungtiva
2. Klien mengatakan mual tampak pucat, pada sudut tampak bercak
3. Klien mengatakan sesak napas dan lemas, berwarna keputihan, kuku pasien
cepat lelah pada saat beraktivitas. tampak melengkung seperti sendok
4. Klien mengatakan nafsu makan berkurang 2. Tanda –tanda vital:
5. Klien mengatakan berat badan sebelum TD: 80/60 mmHg
sakit 50 Kg SH: 350 C
HR: 80x/m
RR: 25x/m
3. Pemeriksaan Fisik:
TB: 158Cm
BB: 45Kg
4. Hasil lab penunjang:
Hb: 9 g/dl
Kadar zat besi: 3mg

B. ANALISA DATA
Data Subjektif/Objektif Masalah Kemungkinan Penyebab
1. DS: Gangguan kebutuhan Penurunan suplai O2 ke
- Klien mengatakan Dada Nyeri oksigenisasi Organ
DO:
- Klien tampak meringis
- TD: 80/60mmHg
- HR: 80x/m
- SH: 350 C
- RR: 25x/m
- Hb: 9g/dl, Kadar zat besi: 3mg
2. DS: Gangguan pemenuhan Intake yang tidak adekuat
- Klien mengatakan nafsu makan Nutrisi kurang dari
berkurang dan mual Kebutuhan tubuh
- Klien mengatakan sebelum sakit BB:
50Kg
DO:
- TB: 158cm
- BB: 45Kg
𝐵𝐵 45
 𝐼𝑀𝑇 = 𝑇𝐵(𝑚)2 = (1,58)2
45
= = 18,03
2,4964

Analisa: Index Masa Tubuh (IMT) klien


≤ batas normal IMT 20-25
(Underweight)
3. DS: Intoleransi Aktivitas Ketidakseimbangan antara
- Klien Mengatakan lemas, cepat lelah suplai oksigen (pengiriman)
pada Saat beraktifitas. dan kebutuhan ke jaringan
DO:
- Klien tampak pucat, Mukosa bibir dan
tangan tampak pucat
- Konjungtiva tampak pucat, sudut
tampak bercak berwarna pucat keputihan
C. DAFTAR MASALAH
No Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan kebutuhan oksigenisasi b.d Penurunan suplai O2 ke Organ. Yang ditandai
oleh klien mengatakan dada nyeri,klien tampak meringis kesakitan, TD:80/60 mmHg,
HR: 80x/m, S: 35o C, RR: 25x/m Hb: 9g/dl, Kadar zat besi: 3mg
2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d Intake yang tidak adekuat.
Yang ditandai oleh Klien mengatakan nafsu makan berkurang dan mual, klien
𝐵𝐵
mengatakan BB sebelum sakit 50Kg, TB: 158cm, BB: 45Kg, 𝐼𝑀𝑇 = 𝑇𝐵(𝑚)2 =
45 45
= = 18,03
(1,58)2 2,4964

*Analisa index IMT (Indeks Massa Tubuh) klien ≤ IMT Normal 20-25 (Underweight)
3. Intoleransi Aktivitas b.d Ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan
kebutuhan. Yang ditandai oleh klien Mengatakan sesak nafas dan lemas, cepat lelah
pada Saat beraktifitas ,klien tampak pucat, Mukosa bibir dan tangan tampak pucat,
Konjungtiva tampak pucat, sudut tampak bercak berwarna pucat keputihan
D. PERENCANAAN

Tgl Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Rencana Tindakan Rasional


Hasil
15/07/ Gangguan kebutuhan Setelah dilakukan 1. Kaji lokasi dan lamanya nyeri 1. Nyeri pada anemia membuat
2018 oksigenasi b.d Penurunan intervensi 3x24 Jam klien (skala 0-10) hipoksia dan dapat menimbulkan
Suplai O2 ke Organ, yang menunjukan kebutuhan 2. Anjurkan klien mengambil posisi infark
ditandai dengan: O2 mulai tercukupi, yang yang nyaman (mis: tinggikan 2. Meningkatkan ekspansi dada,
DS: ditandai dengan: kepala sedikit pada tempat tidur sirkulasi O2 yang masuk ke
a. Klien mengatakan dada Kriteria Hasil: tanpa menggunakan bantal) dalam paru-paru berjalan normal,
nyeri dan sesak nafas. a. Menunjukan postur 3. Kolaborasi pemberian transfusi meningkatkan kenyamanan &
DO: badan yang rileks, dan darah jenis PRC (Packed Red resiko terjadi cedera, serta
a. Klien tampak meringis bisa bergerak ringan Cell) 500cc menurunkan nyeri
b. TD: 80/60 mmHg b. Mampu istirahat 3. Mencegah bahaya decom curdis
c. HR: 80x/m dengan cukup yang berakibat menurun.
d. SH: 350 C
e. RR: 25x/i
f. Hb: 9g/dl
g. Kadar zat besi: 3mg
PERENCANAAN
Tgl Diagnosa Keperawatan Tujuan & Rencana Tindakan Rasional
Kriteria Hasil
15/07/ Gangguan pemenuhan nutrisi Setelah dilakukan a. Kaji pola makan bila dikaitkan a. Dengan pemahaman klien akan
2018 kurang dari kebutuhan b.d Intake intervensi 3x24 dengan kondisi klien saat ini. lebih kooperatif mengikuti aturan
yang tidak adekuat. Yang Jam klien b. Beri makanan dalam keadaan b. Untuk meningkatkan selera dan
ditandai oleh: menunjukan hangat dan porsi kecil serta diet mencegah mual, mempercepat
DS: kebutuhan Nutrisi TKTP perbaikan nutrisi, serta mengurangi
a. Klien mengatakan nafsu mulai tercukupi, c. Libatkan keluarga pasien dalam beban kerja jantung
makan berkurang dan mual yang ditandai pemenuhan kebutuhan nutrisi c. Dengan bantuan keluarga dalam
b. Klien mengatakan BB dengan: tambahan yang tidak bertentangan pemenuhan nutrisi dengan tidak
sebelum sakit 50Kg Kriteria Hasil: dengan penyakitnya. bertentangan dengan pola diet akan
DO: a. Nafsu makan d. Lakukan & ajarkan perawatan meningkatkan pemenuhan nutrisi.
a. TB: 158cm membaik mulut sebelum & sesudah d. Hygine oral yang baik akan
b. BB: 45Kg b. BB mulai naik intervensi atau pemeriksaan peroral meningkatkan nafsu makan klien
𝐵𝐵 45 0,5 Kg e. Beri motivasi & dukungan e. Meningkatkan secara psikologis.
c.𝐼𝑀𝑇 = 𝑇𝐵(𝑚)2 = =
(1,58)2
45
c. Keadaan psikologis f. Koreksi anemi defisiensi besi
= 18,03
2,4964 umum f. Kolaborasi pemberian preparat zat absolute dan fungsional, sampai
*Analisa index IMT (Indeks membaik besi peroral (ferrous glukonat, status besi cukup.
Massa Tubuh) klien ≤ IMT fumarat dan suksinat) dan
Normal 20-25 (Underweight) parenteral (dekstran besi)
Tgl Diagnosa Keperawatan Tujuan & Rencana Tindakan Rasional
Kriteria Hasil
15/07/ Intoleransi Aktivitas b.d Setelah dilakukan a. Kaji tingkat aktivitas klien a. Respon klien terhadap aktivitas
2018 Ketidakseimbangan antara suplai intervensi 2x24 b. Tingkatkan istirahat, batasi dapat mengindikasikan penurunan
oksigen (pengiriman) dan Jam klien aktivitas, dan berikan aktivitas O2 pada miokardium
kebutuhan. Yang ditandai oleh: menunjukan ringan yang tidak berat. b. Menurunkan kerja miokardium
DS: aktivitas klien c. Pertahankan klien tirah baring atau konsumsi O2
a. Klien Mengatakan sesak nafas sehari-hari mulai sementara sakit, pertahankan c. Untuk mengurangi beban kerja
dan lemas, cepat lelah pada tercukupi, yang gerak pasif selama sakit kritis. jantung
Saat beraktifitas. ditandai dengan: d. Evaluasi tanda-tanda vital saat d. Untuk observasi kedadaan umum
DO: Kriteria Hasil: kemajuan aktivitas terjadi. klien
a. Klien tampak pucat, Mukosa a. Klien mulai e. Berikan waktu istirahat diantara e. Meningkatkan kontraksi otot
bibir dan tangan tampak pucat dapat waktu aktivitas sehingga membantu aliran vena
b. Konjungtiva tampak pucat, melakukan f. Kolaborasi pemberian O2 Nasal balik untuk mengetahui fungsi
sudut tampak bercak berwarna aktivitas Kanul 6 liter/hari jantung bila dikaitkan dengan
pucat keputihan secara ringan aktivitas
b. Keadaan f. Pengiriman suplai O2 ke jaringan
umum perifer terpenuhi, mengurangi
membaik sesak nafas
E. IMPLEMENTASI
No Tgl/Jam No. Dx Catatan Tindakan Tanda
Kep. (Respon Subjektif/Objektif/Hasil) Tangan
1. 16/07/18 1 - Mengobservasi tanda-tanda vital:
R/H: TD: 110/70mmhg, Sh: 35,6°C
N: 80x/menit RR: 22x/menit.
- Kolaborasi pemberian transfusi darah jenis
PRC (Packed Red Cell) 500cc
R/H: tidak ada tanda-tanda alergi, dan demam
2 - Memberikan makanan dalam keadaan hangat
dan porsi kecil serta diet TKTP:
R/H: Klien mulai makan sedikit tapi sering.
Dihabiskan ½ porsi, tidak ada tanda-tanda
mual dan muntah.
- Memberikan preparat zat besi peroral (ferrous
glukonat, fumarat dan suksinat) dan parenteral
(dekstran besi):
R/H: tidak ada riwayat dan tanda-tanda
alergi.
3 - Memberikan O2 Nasal Kanul 6 liter/hari:
R/H: tampak klien sesak nafas berkurang,
tanda-tanda sianosis dan hipoksia berkurang.
- Mengkaji tingkat aktivitas klien:
R/H: tidak ada indikasi penurunan O2 pada
miokardium.
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di
bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat (Nelson,1999).
Anemia berarti kekurangan sel darah merah, yang dapat di sebabkan oleh hilangnya
darah yang terlalu cepat atau karena terlalu lambatnya produksi sel darah merah.
(Guyton,1997).
Macam-macam atau klasifikasi dari anemi berdasarkan etiolognya yaitu: anemia pasca
pendarahan (kehilangan darah mendadak, kehilangan darah menahun), anemia defisiensi besi,
anemia megaloblastik (defisiensi asam folat dan B12), anemia hemolitik dan anemia aplastik
Kebanyakan anemia pada anak adalah anemia kekurangan zat besi atau iron defisiensi
anemia. Penyebab umumnya adalah pola makan yang salah atau kurang tepat. Anemia
lainnya adalah anemia karena pendarahan anemia karena pabriknya mengalami gangguan
(sumsum tulang tidak memproduksi sel-sel darah dengan baik dan penyebabnya macam-
macam).
DAFTAR PUSTAKA

Abdulrrahman, dkk. 1995. Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Unifersitas. Jakarta
Behrman, Ricard E et all. Ilmu Kesehatan Anak. Vol 2. Jakarta: EGC.
Guyton, Arthur C. 1997. Fisiologi Kedokteran. Ed 9. Jakarta: EGC.
Price & Wilson. 1995. Patofisiologi. Jakarta: EGC
Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik/ Donna L. Wong: alih bahasa
Monika ester, editor edisi bahasa indonesia, Sari kurniasih. Ed 4. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai