DOSEN PEMBIMBING:
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Asuhan
Keperawatan Hipovolemia Pada Pasien Diare ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Ibu
Teresia Retna p. S.kep.,Ns.,M.kespada mata kuliah Metodologi Keperawatan. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang konsep teori dan Asuhan
Keperawatan Hipovolemia Pada Pasien Diare bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Teresia Retna p. S.kep.,Ns.,M.kesselaku
dosen mata kuliah Metodologi Keperawatan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.
Tuban, 20 Oktober 2022
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 1
BAB I : PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 2
1.2 Rumusan Masalah 2
1.1 Tujuan 2
1.1 Manfaat 2
BAB 2 : KONSEP DASAR HIPOVOLEMIA
2.1 Definisi 2
2.2 Etiologi 2
2.3 Manifestasi Klinis 2
2.4 Dampak Hipovolomia 2
2.5 Pencegahan Hipovolemia pada Diare 2
BAB 3 : KONSEP DASAR DIARE 4
3.1 Definisi 2
3.2 Etiologi 2
3.3 Patofisiologi 2
3.4 Manifestasi Klinis 2
3.5 Pemeriksaan Penunjang 2
3.6 Penatalaksanaan 2
3.7 Komplikasi 2
3.8 Klasifikasi 2
BAB 4 : ASUHAN KEPERAWATAN HIPOVOLEMIA PADA PASIEN DIARE 4
4.1 Pengkajian 2
4.2 Diagnosa 2
4.3 Perencanaan 2
4.4 Implementasi 2
4.5 Evaluasi 2
4.6 Pathway 2
BAB 5 : LAPORAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN HIPOVOLEMIA PADA PASIEN DIARE 4
5.1 Pengkajian 2
5.2 Analisa Data 2
5.3 Diagnosa 2
5.4 Perencanaan 2
5.5 Implementasi 2
5.6 Evaluasi 2
BAB 6 : PENUTUP 4
6.1 Kesimpulan 2
6.2 Saran 2
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1
elektrolit, dan gangguan keseimbangan asam-basa. Penyulit tersebut akan mengakibatkan
pasien yang menderita diare meninggal (Dewi, dkk 2011). Hipokalemia kondisi ketika kadar
2 kalium dalam darah berada di bawah batas normal. Hipoglikemia adalah kekurangan kadar
gula plasma dan hipoglikemia bisa menyebabkan kerusakan pada otak dan kematian.
Malnutrisi energi protein akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik (Hassan & Alatas,
2002). Beberapa upaya yang dapat di lakukan pada pasien dengan diare di antaranya penuhi
kebutuhan cairan tubuh pertolongan pertama diare yang bisa di lakukan adalah konsumsi
minuman yang mengandung elektrolit seperti oralit. Oralit terdiri dari campuran air dengan
gula dan garam yang berfungsi untuk menggantikan elektrolit. (Sari, 2011 & NANDA, 2017).
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) ada 2 milyar kasus diare pada orang
dewasa di seluruh dunia setiap tahun. Di Amerika Serikat, insidens kasus diare mencapai 200
juta hingga 300 juta kasus per tahun. Sekitar 900.000 kasus diare perlu perawatan di rumah
sakit. Di seluruh dunia, sekitar 2,5 juta kasus kematian karena diare per tahun.
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang
seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-nya yang masih tinggi. Survei
morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan dari tahun 2000 s/d
2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000 IR penyakit Diare 301/ 1.000
penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374/1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423/1.000
penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1.000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare
juga masih sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69
Kecamatan dengan jumlah kasus 8.133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009
terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang
(CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah
penderita 4.204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74 %.) (KEMENKES RI, 2011).
Pada tahun 2020 cakupan pelayanan penderita diare pada semua umur sebesar 44,4%.
Disparitas antar provinsi untuk cakupan pelayanan penderita diare semua umur adalah antara
4,9% (Sulawesi Utara) dan Nusa Tenggara Barat (78,3%). Tahun 2020 secara nasional
penggunaan oralit semua umur belum mencapai target yaitu sebesar 88,3%. Tidak
tercapainya target tersebut disebabkan pemberi layanan di Puskesmas dan kader belum
memberikan oralit sesuai dengan standar tata laksana yaitu sebanyak 6 bungkus/penderita
diare. Selain itu, masyarakat masih belum mengetahui tentang manfaat oralit sebagai cairan
yang harus diberikan pada setiap penderita diare untuk mencegah terjadinya dehidrasi.
Di negara yang sedang berkembang, insiden yang tinggi dari penyakit diare merupakan
kombinasi dari 8 sumber air yang tercemar, kekurangan protein dan kalori yang
menyebabkan turunnya daya tahan tubuh (Suharyono, 2003). Mekanisme dasar penyebab
timbulnya diare adalah gangguan osmotik (makanan yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air
dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain
itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin didinding usus, sehingga sekresi air dan
elektrolit meningkat kemudian menjadi diare. Gangguan motilitas usus yang mengakibatkan
hiperperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi)
yang mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik dan
hypokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan
sirkulasi darah (Zein dkk, 2004). Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokan dalam 6
2
golongan besar yaitu infeksi disebabkan oleh bakteri, virus atau invasi parasit, malabsorbsi,
alergi, keracunan, imunodefisiensi dan sebab-sebab lainya (DEPKES RI, 2011).
Perawat mempunyai peranan penting dalam memberikan asuhan keperawatan secara
mandiri dan kolaborasi dalam pemberian terapi, asupan cairan dan nutrisi, dan pelaksanaan
tindakan baik bedah maupun non bedah dalam menangani masalah keperawatan yang dialami
pasien. Penalaksanaan pasien diare akut dimulai dengan terapi simptomatik, seperti rehidrasi
dan penyesuaian diet. Terapi simptomatik dapat diteruskan selama beberapahari sebelum
dilakukan evaluasi lanjutan pada pasien tanpa penyakit yang berat, terutama bila tidak
dijumpai adanya darah samar dan leukosit pada fesesnya (Medicinus, 2009). Penatalaksanaan
pada pasien yang mengalami diare dengan merekomendasikan penggunaan osmolaritas
rendah dan mengkonsumsi oral rehydration solution (ORS), zink, serta meningkatkan jumlah
cairan yang sesuai (Carvajal et al., 2016). Penanganan diare akut ditujukan untuk mencegah/
menanggulangi dehidrasi serta gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa,
kemungkinan terjadinya intoleransi, mengobati kausa dari diare yang spesifik, mencegah dan
menanggulangi gangguan gizi serta mengobati penyakit penyerta. Untuk melaksanakan terapi
diare secara komprehensif, efisien dan efektif harus dilakukan secara rasional.
Secara umum terapi rasional adalah terapi yang tepat indikasi, tepat dosis, tepat penderita,
tepat obat, waspada terhadap efek samping. Prinsip tatalaksana diare di Indonesia telah
ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan yaitu LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan
Diare) menganjurkan bahwa semua penderita diare harus mendapatkan oralit maka target
penggunaan oralit adalah 100% dari semua kasus diare yang mendapatkan pelayanan di
puskesmas dan kader. (KEMENKES RI, 2011).
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Mendeskripsikan Asuhan Keperawatan Hipovolemia Pada Pasien Diare di IGD
RSUD Tuban
2. Tujuan Khusus
Mendeskripsikan pengkajian Asuhan Keperawatan Hipovolemia Pada Pasien
Diare.
Mendeskripsikan rumusan diagnosa Asuhan Keperawatan Hipovolemia pada
Pasien Diare.
Mendeskripsikan perencanaan Asuhan Keperawatan Hipovolemia pada Pasien
Diare.
Mendeskripsikan pelaksanaan tindakan Asuhan Keperawatan Hipovolemia pada
Pasien Diare.
Mendeskripsikan hasil evaluasi Asuhan Keperawatan Hipovolemia pada Pasien
Diare.
3
1.4 Manfaat
Manfaat dari penyusunan makalah ini diharapkan bisa menambah wawasan dan
pengetahuan mahasiswa tentang konsep teori dan Asuhan Keperawatan Hipovolemia Pada
Pasien Diare sehingga mahasiswa dapat mengetahui mengenai Asuhan Keperawatan
Hipovolemia Pada Pasien Diare dan mampu menyusun asuhan keperawatan pada klien.
4
BAB II
KONSEP DASAR HIPOVOLEMIA
4.1 DEFINISI
Hipovolemia adalah penurunan volume cairan intavaskular, interstisial, dan/atau
intaseluler (PPNI, 2017). Hipovolemia juga diartikan sebagai suatu kondisi akibat
kekurangan volume cairan ekstraseluler (CES), dan dapat terjadi karena kehilangan cairan
melalui kulit, ginjal, gastrointestinal, perdarahan (Tarwoto & Wartonah, 2019). Hipovolemia
adalah suatu kondisi akibat kekurangan volume cairan ekstraseluler. Kekurangan cairan
eksterna terjadi karena penurunan asupan cairan dan kelebihan pengeluaran cairan. Tubuh
akan merespon kekurangan cairan tubuh dengan mengosongkan cairan vaskuler. Sebagai
kompensasi akibat penurunan cairan interstisial, tubuh akan mengalirkan cairan keluar sel.
Pengosongan cairan ini terjadi pada pasien diare dan muntah (Brunner& Suddarth, 2020).
4.2 ETIOLOGI
Penyebab hipovolemia menurut standar diagnosis keperawatan indonesia (SDKI DPD
PPNI, 2017) adalah kehilangan cairan aktif melalui (kulit, gastrointestinal, dan ginjal),
kegagalan mekanisme regulasi, peningkatan permeabilitas kapiler, kekurangan intake cairan.
Hipovolemia ini dapat terjadi disebabkan karena penurunan masukan, kehilangan cairan yang
abnormal melalui kulit, gastrointestinal, ginjal abnormal, perdarahan.
5
4.4 DAMPAK HIPOVOLEMIA
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan masalah penting. Pada diare
akut, kehilangan cairan secara mendadak dapat mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik
yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui feses potensial mengarah ke hipokalemia dan
asidosis metabolik. Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis dapat
mengakibatkan syok hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi sehingga
menimbulkan komplikasi lain yakni Tubular Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya
terjadi gagal multi organ (Irianto Koes, 2014).
4.5 PENCEGAHAN HIPOVOLEMIA PADA DIARE
Seseorang dengan diare yang berat dan tidak segera diobati, biasanya meninggal
bukan karena infeksi tetapi karena kehilangan cairan dan elektolit yang sangat banyak
(misalnya, sodium, potassium, kalium, basa) dari buang air besarnya. Pada kasus diare,
mengganti kehilangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang penting untuk mencegah
terjadinya hipovolemia, hal ini dapat dilakukan dengan memberikan banyak minum air,
larutan gula-garam, kuah sup, sari buah, oralit, atau bila kondisi balita buruk biasanya diberi
cairan infus. Berikan juga susu yang berkadar penuh ataupun yang sedikit diencerkan, lewat
mulut atau dengan sonde lambung bila ada muntah dan hilangnya nafsu makan (Irianto Koes,
2014).
6
BAB III
KONSEP DASAR DIARE
3.1 DEFINISI
Diare merupakan penyakit berbasis lingkungan yang disebabkan oleh infeksi
mikroorganisme meliputi bakteri, virus, parasite, protozoa, dan penularannya secara fekal oral.
Diare dapat mengenai semua kelompok umur baik balita, anak-anak, dan orang dewasa dengan
berbagai golongan sosial (WHO Diarrhoeal disiase, 2017).
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek
atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau
lebih ) dalam satu hari. (DEPKES RI, 2011).
Diare merupakan suatu penyakit yang di tandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi
tinja yang lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang dari
biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah dan
tinja berdarah. (WHO, 2011).
3.2 ETIOLOGI
Penyebab utama diare akibat virus adalah rotasi virus banyak organisme yang
menyebabkan diare akibat bakteri, yaitu campylobacter, shigella, salmonella, staphylococcus
aureus dan escherichia coli. Salah satu agen parasit yang paling sering menyebabkan diare
pada anak. Kebanyakan organisme patogen penyebab diare disebarluaskan lewat jalur fekal,
oral melalui makanan atau air yang terkontaminasi atau ditularkan antar manusia dengan
kontak yang erat. Kurangnya air bersih, tinggal berdesakan, hygiene yang buruk, kurang gizi
dan merupakan faktor resiko utama, khususnya untuk terjangkit infeksi bakteri atau parasit
yang patogen (Akton, 2014).
3.3 PATOFISIOLOGI
Menurut Muttaqin & Sari (2011) secara umum kondisi peradangan pada
gastrointestinal disebabkan oleh infeksi dengan melakukan invasi pada mukosa,
memproduksi enterotoksin dan atau memproduksi sitotoksin. Mekanisme ini menghasilkan
peningkatan sekresi cairan atau menurunkan absorpsi cairan sehingga akan terjadi dehidrasi
dan hilangnya nutrisi dan elektrolit. Mekanisme dasar yang menyebabkan diare meliputi hal-
hal sebagai berikut:
a) Gangguan osmotik, kondisi ini berhubungan dengan asupan makanan atau zat yang sukar
diserap oleh mukosa intestinal dan akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus
meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus
yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
b) Respons inflamasi mukosa, terutama pada seluruh permukaan intestinal akibat produksi
enterotoksin dari agen infeksi memberikan respons peningkatan aktivitas sekresi air dan
elektrolit oleh dinding usus ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena
terdapat peningkatan isi rongga usus.
c) Gangguan motilitas usus, terjadinya hiperperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya
kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare, sebaliknya bila peristaltik
7
usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat
menimbulkan diare.
Usus halus menjadi bagian absorpsi utama dan usus besar melakukan absorpsi air
yang akan membuat solid dari komponen feses, dengan adanya gangguan dari gastroenteritis
akan menyebabkan absorpsi nutrisi dan elektrolit oleh usus halus, serta absorpsi air menjadi
terganggu. Selain itu, diare juga dapat terjadi akibat masuknya mokroorganisme hidup ke
dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung. Mikroorganisme tersebut
berkembangbiak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi
hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare. Mikroorganisme memproduksi
toksin. Enterotoksin yang di produksi agen bakteri (seperti E. Coli dan Vibrio cholera) akan
memberikan efek lansung dalam peningkatan pengeluaran sekresi air ke dalam lumen
gastrointestinal. Beberapa agen bakteri bisa memproduksi sitotoksin (seperti Shigella
dysenteriae, vibrio parahaemolyticus, clostridium difficilr, enterohemorrhagic E. Coli) yang
menghasilkan kerusakan sel-sel yang terinflamasi. Invasi enterosit dilakukan beberapa
miktoba seperti Shigella, organisme campylobacter, dan enterovasif E. Coli yang
menyebabkan terjadinya destruksi, serta inflamasi.
Pada manifestasi lanjut dari diare dan hilangnya cairan, elektrolit mamberikan
manifestasi pada ketidakseimbangan asam basa dan gangguan sirkulasi yaitu terjadinya
gangguan keseimbangan asama basa (metabolik asidosis). Hal ini terjadi karena kehilangan
Na-bikarbonat bersama feses. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor
tertimbun dalam tubuh dan terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya anoreksia
jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan
oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na dari cairan eksraseluler
ke dalam cairan intraseluler. Respon patologis penting dari gastroenteritis dengan diare berat
adalah dehidra, pemahaman perawat sangatlah penting mengenai bagaimana patofisiogi
dehidrasi dapat membantu dalam menyusun rencana intervensi sesuai kondisi individu.
Dehidrasi adalah suatu gangguan dalam keseimbangan air yang disebabkan output
melebihi intake sehingga jumlah air pada tubuh berkurang. Meskipun yang hilang adalah
cairan tubuh, tetapi dehidrasi juga disertai gangguan elektrolit. Dehidrasi dapat terjadi karena
kekurangan air (water deflection), kekurangan natrium (sodium defletion), serta kekurangan
air dan natrium secara bersama-sama. Kekurangan air atau dehidrasi primer (water
deflection): pada peradangan gastroenteritis, fungsi usus besar dalam melakukan absorpsi
cairan terganggu sehingga masuknya air sangat terbatas. Gejala-gejala khas pada dehidrasi
primer adalah haus, saliva sedikit sekali sehingga mulut kering, oliguria sampai anuri, sangat
lemah, serta timbulnya gangguan mental seperti halusinasi dan delirium. Pada stadium awal
kekurangan cairan, ion natrium dan klorida ikut menghilang dengan cairan tubuh, tetapi
akhirnya terjadi reabsorpsi ion melalui tubulus ginjal yang berlebihan sehingga cairan
ekstrasel mengandung natrium dan klor berlebihan, serta terjadi hipertoni. Hal ini
menyebabkan air keluar dari sel sehingga terjadi dehidrasi intasel, inilah yang menimbulkan
rasa haus. Selain itu, terjadi perangsangan pada hipofisis yang kemudian melepaskan hormon
antidiuretik sehingga terjadi oliguria.
Dehidrasi sekunder (sodium depletion). Pada gastroenteritis, dehidrasi sekunder
merupakan dehidrasi yang terjadi karena tubuh kehilangan cairan tubuh yang mengandung
elektrolit. Kekurangan natrium sering terjadi akibat keluarnya cairan melalui saluran
pencernaan pada keadaan muntah-muntah dan diare yang hebat. Akibat dari kekurangan
natrium terjadi hipotoni ekstrasel sehingga tekanan osmotik menurun. Hal ini menghambat
8
dikeluarkan hormon antidiuretik sehingga ginjal mengeluarkan air agar tercapai konsentrasi
cairan ekstrasel yang normal. Akibatnya volume plasma dan cairan interstisial menurun.
Selain itu, karena terdapat hipotoni ekstrasel, air akan masuk ke dalam sel. Gejala-gejala
dehidrasi sekunder adalah nausea, muntah-muntah, sakit kepala, serta perasaan lesu dal lelah.
Akibat turunnya volume darah, maka curah jantung pun menurun sehingga tekanan darah
juga menurun dan filtrasi glomerulos menurun, kemudian menyebabkan terjadinya
penimbunan nitrogen yang akan meningkatkan risiko gangguan kesimbangan asam basa dan
hemokonsentrasi.
Diare dengan dehidrasi berat dapat mengakibatkan renjatan (syok) hipovolemik. Syok
adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh defisien sirkulasi akibat disparitas
(ketidakseimbangan) antara volume darah dan ruang vascular. Faktor yang menyebabkan
ketidakseimbangan ini adalah bertambahnya kapasitas ruang susunan vascular dan
berkurangnya volume darah. Syok dibagi dalam syok primer dan syok sekunder. Pada syok
primer terjadi defisiensi sirkulasi akibat ruang vascular membesar karena vasodilatasi. Ruang
vaskular yang membesar mengakibatkan darah seolaholah ditarik dan sirkulasi umum dan
segera masuk ke dalam kapiler dan venula alat-alat dalam (visera).
Pada syok sekunder terjadi gangguan keseimbangan cairan yang menyebabkan
defisiensi sirkulasi perifer disertai jumlah volume darah yang menurun, aliran darah yang
kurang, serta hemokosentrasi dan fungsi ginjal yang terganggu. Sirkulasi yang kurang tidak
langsung terjadi setelah adanya kena serangan/kerusakan, tetapi baru beberapa waktu
sesudahnya, oleh karena itu disebut syok sekunder atau delayed shock. Gejala-gejalanya
adalah rasa lesu dan lemas, kulit yang basah, kolaps vena terutama vena-vena supervisial,
pernapasan dangkal, nadi cepat dan lemah, tekanan darah yang rendah, oliguria, dan
terkadang disertai muntah. Faktor yang menyebabkan terjadinya disparitas pada
gastroenteritis adalah karena volume darah berkurang akibat permeabilitas yang bertambah
secara menyeluruh. Hal ini membuat cairan keluar dari pembuluh-pembuluh dan kemudian
masuk ke dalam jaringan sehingga terjadi pengentalan (hemokonsentarsi) darah.
9
3.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pasien yang dengan diare akan di perlukan pemeriksaan penunjang yaitu antara
lain:
1) Pemeriksaan tinja, baik secara makroskopi maupun mikroskopi dengan kultur,
2) Tes malabrorbsi yang meliputi karbohidrat (ph, clinic tes), lemak, dan kultur urine.
3) Pemeriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin, hematokrit, leukosit, jumlah leukosit),
kadar elektrolit serum, ureum dan kreatinin,
4) Pemeriksaan tinja (makroskopis dan mikrokopis, Ph dan kadar gula dalam tinja,
Biakan dan resistensi feses (colok dubur)) dan foto x-ray abdomen.
Pasien dengan diare karena virus biasanya mempunyai jumlah dan hitung jenis
leukosit yang normal atau limfositosis. Pasien dengan infeksi bakteri terutama bakteri yang
invasi ke mukosa, memiliki leukositosis dengan kelebihan darah putih. Neutropenia dapat
timbul pada samnellosis. Ureum dan kreatinin diperiksa untuk mengetahui adanya
kekurangan volume cairan dan mineral tubuh. Pemeriksaan tinja di lakukan untuk melihat
adanya leukosit dalam tinja yang menunjukan adanya infeksi bakteri, adanya telur cacing dan
parasit dewasa. Pasien yang telah mendapatkan pengobatan antibiotik dalam tiga bulan
sebelumnya atau yang mengalami diare di rumah sakit sebaiknya di periksa tinja untuk
pengukuran toksin slostridium difficile. Rektoskopi atau sigmoidoskopi perlu di
pertimbangkan pada pasien-pasien yang toksik, pasien dengan diare berdarah atau pasien
dengan diare akut perristen. Pada sebagian besar, sigmoidoskopi mungkin adekuat sebagai
pemeriksaan awal (Wong, 2009).
3.7 PENATALAKSANAAN
Pentalaksanaan Medis
1) Dehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan. Empat hal
pentin perlu diperhatikan:
b. Jenis cairan
c. Oral: Pedialyte atau oralit, Ricelyte
d. Parenteral: NaCl, Isotonic, infuse
e. Jumlah cairan: Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan cairan yang dikeluarkan.
2) Jalan masuk atau cairan pemeberian
a. Cairan per oral, pada pasien dehidrasi ringan dan sedang cairan diberikan per oral
berupa cairan yang berisikan NaCl dan NaHCO3, KCL, dan glukosa.
b. Cairan parenteral, pada umumnya cairan Ringer Laktat (RL)selalu tersedia di fasilitas
kesehatan dimana saja.
Mengenai beberapa banyak cairan yang diberikan tergantung dari berat ringan
dehidrasi, yang diperhitungkan dengan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan
berat badannya.
3) Jadwal pemeberian cairan
Diberikan 2 jam pertama, selajutnya dilakukan penilaian kembali status hidrasi untuk
menghitung kebutuhan cairan
Penatalaksanaan Non Medis
a. Edukasi pasien, bahwa dengan penatalaksanaan yang tepat maka BAB cair dapat
berkurang dan komplikasi akibat diare dapat dicegah.
10
b. Edukasi kepada anggota keluarga, mengenai faktor risiko yang ada pada mereka dan
pentingnya melakukan perilaku hidup bersih dan sehat.
c. Edukasi kepada keluarga untuk melakukan tindakan pencegahan penyakit diare,
dengan cara cuci tangan setiap sebelum makan dan setelah dari kamar mandi.
3.8 KOMPLIKASI
Menurut Suhayono dalam (Nursalam, 2008) komplikasi yang dapat terjadi dari diare
akut maupun kronis, yaitu:
1. Kehilangan cairan dan elektrolit (terjadi dehidrasi) Kondisi ini dapat mengakibatkan
gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolic), karena:
a. Kehilangan natrium bicarbonate bersama tinja.
b. Walaupun susu diteruskan, sering dengan pencernaan dalam waktu yang terlalu
lama
c. Makanan diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorpsi dengan baik adanya
hiperstaltik.
2. Gangguan sirkulasi Sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah, maka dapat
terjadi gangguan sirkulasi dara berupa renjatan atau syok hipovolemik. Akibat perfusi
jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah sehingga dapat
mengakibatkan perdarahan di dalam otak, kesadaran menurun, dan bila tidak segera
ditolong maka penderita meninggal.
3.1 KLASIFIKASI
Secara klinik, diare dibedakan menjadi empat macam sindrom antara lain:
a. Diare Akut
Diare akut ialah diare yang terjadi secara mendadak pada orang yang sebelumnya
sehat. Diare berlangsung kurang dari 14 hari (bahkan kebanyakan kurang dari 7 hari)
dengan disertai pengeluaran fases lunak atau cair, sering tanpa darah, mungkin
disertai muntah dan panas. Penyebab diare akut adalah rotavirus, Escherichi coli
enterotoksigenik, Shigella, Campylobacter jejuni dan Crytosporidium (Sodikin,
2019). Menurut Gale & Wilson (2018) diare akut didefinisikan sebagai frekuensi tinja
yang meningkat, hingga 3 kali atau lebih per hari atau lebih dari 200g tinja per hari
yang berlangsung kurang dari 14 hari.
b. Diare Kronik
Diare kronik didefinisikan sebagai diare yang berlangsung lebih dari 2 minggu.
Diare kronik mungkin berkaitan dengan malabsorpsi nutrien, mungkin juga tidak
(Bernstain & Shelow, 2019). Penyebab diare kronik pada usia lansia adalah enteritis
virus, giardiasis, tumor (diare sekretori), kolitis ulseratif, penyakit seliak (Terri &
Susan, 2019), defisiensi laktosa sekunder pascainfeksi, irritable bowel syndrome,
intoleransi laktosa, enteropati AIDS, defek imun didapat (Richard & Robert, 2020).
c. Disentri
Menurut Anigilaje (2018) Disentri didefinisikan dengan diare yang disertai darah
dalam fases, menyebabkan anoreksia, penurunan berat badan cepat, dan kerusakan
mukosa usus karena bakteri invasif.
d. Diare Persisten
Diare persisten adalah diare yang pada mulanya yang bersifat akut tetapi
berlangsung lebih dari 14 hari, kejadian dapat dimulai sebagai diare cair atau disentri.
11
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN HIPOVOLEMIA PADA PASIEN DIARE
5.1 PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap pertama dalam proses keperawatan. Tahap ini sangat
penting dan menentukan dalam tahap-tahap selanjutnya. Data yang komprehensif dan valid
akan menentukan penetapan diagnosa keperawatan dengan tepat dan benar, serta selanjutnya
berpengaruh dalam perencanaan keperawatan (Tarwoto & Wartonah, 2015).
Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktik
keperawatan terdiri atas lima tahap yang berurutan dan saling berhubungan, yaitu pengkajian,
diagnosis, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Tahap-tahap tersebut berintegrasi
terhadap fungsi intelektual problem-solving 17 dalam mendefinisikan suatu asuhan
keperawatan (Nursalam, 2013).
Asuhan keperawatan medikal bedah yaitu:
a. Identitas Klien dan Keluarga
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, usia, pendidikan, rumah sakit, nomer register,
diagnosa, penanggung jawab, pekerjaan, agama, dan suku bangsa, tanggal atau jam
masuk.
b. Keluhan utama
Pada pasie diare ditandai dengan meningkatnya frekuensi buang air besar/BAB,
menurunya nafsu makan, lemas, turgor kulit jejas (elastisitas kulit menurun), terkadang
disertai demam, dan penurunan berat badan.
c. Riwayat penyakit sekarang
Kronologi terjadinya serangan, dan karakteristiknya serangan
d. Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah mengalami diare akut atau belum, serta riwayat penyakit
yang pernah diderita oleh pasien.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Berisi tentang adanya penyakit keturunan, kebiasaan keluarga, paparan penyakit
menular yang menyerang anggota keluarga, pohon keluarga, penyakit keturunan,
kebiasaan keluarga, lokasi geografis.
f. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum : tampak lemah
2) Tanda-tanda vital : tekanan darah, suhu tubuh, nadi lemah dan cepat
g. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan tinja : makroskopi dan mikroskopi
2) Pemeriksaan elektrolit
5.2 DIAGNOSA
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas mengenai status kesehatan
atau masalah aktual atau risiko mengidentifikasi serta menentukan intervensi keperawatan
untuk mengurangi, mencegah atau menghilangkan masalah kesehatan pasien yang ada
pada tanggung jawabnya (Carpenito, 1983 dalam Tarwoto & Wartonah, 2011).
12
5.3 PERENCANAAN
Perencanaan keperawatan meliputi perumusan tujuan, tindakan, rasional, dan
penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada klien berdasarkan analisis pengkajian agar
masalah kesehatan dan keperawatan klien dapat teratasi. Rencana keperawatan yang
dapat dirumuskan pada pasien diare menurut SIKI yaitu:
5.4 IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu pasien dalam masalah status kesehatan. Status kesehatan yang dikelola
secara baik nantinya mengambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses pelaksanaan
implementasi harus berpusat pada kebutuhan klien, faktor lain yang mempengaruhi
kebutuhan keperawatan (Dinarti & Mulyanti. 2017)
5.5 EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan, evalusi pada dasarnya
membandingan status keadaan kesehatan pasien dengan tujuan atau kriteria hasil yang telah
ditetapkan. Evaluasi perkembangan kesehatan pasien dilihat dari tindakan keperawatan,
tujuannya untuk mengetahui sejauh mana tujuan perawatan dapat dicapai dan memberikan
umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang telah diberikan (Tarwoto & Wartonah,
2015). Evaluasi ditulis setiap kali setelah semua tindakan dilakukan terhadap pasien. Pada
tahap evaluasi dibagi menjadi 4 tahap yaitu SOAP atau SOAP(IER) (Suprajitno 2012):
a. S (Data Subyektif): Subyektif adalah keluhan pasiensaat ini yang didapatkan dari
melakukan anamnesa untuk mendapatkan keluhan pasien saat ini, riwayat penyakit yang
lalu, riwayat penyakit keluarga.
13
b. O (Data Obyektif): Obyektif adalah hasil pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan tanda-
tanda vital, skala nyeri dan hasil pemeriksaan penunjang pasien pada saat ini. Lakukan
pemeriksaan fisik dan kalau perlu pemeriksaan penunjang terhadap pasien.
c. A (assessment): Penilaian keadaan adalah berisi diagnosis kerja, diagnosis diferensial
atau problem pasien, yang didapatkan dari menggabungkan penilaian subyektif dan
obyektif. Pada tahap ini dijelaskan apakah masalah kebutuhan pasien telah terpenuhi atau
tidak
d. P (planning): Rencana asuhan adalah berisi rencana untuk menegakan diagnosis
(pemeriksaan penunjang yang akandilakukan untuk menegakkan diagnosis pasti),
rencana terapi (tindakan, diet, obat-obat yang akan diberikan), rencana monitoring
(tindakan monitoring yang akan dilakukan, misalnya pengukuran tensi, nadi, suhu,
pengukuran keseimbangan cairan, pengukuran skala nyeri) dan rencana pendidikan
(misalnya apa yang harus dilakukan, makanan apa yang boleh dan tidak, bagaimana
posisi)
14
5.6 PATHWAY
Penyerapan sari-sari
makanan dalam Saluran
pencernaan tidak adekuat
peradangan isi usus
DIARE
15
Sumber : Prastowo, Finisia Andi. 2009. Asuhan Keperawatan pada Tn.S dengan Gangguan Sistem Pencernaan Diare di Bangsal Melati
RSUD Sragen. Karya Ilmiah (Diploma). Universitas Muhammadiyah Surakarta. 41 hal.
BAB V
LAPORAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN HIPOVOLEMIA PADA PASIEN DIARE
KASUS :
Asuhan keperawatan pada Tn.R berusia 43 tahun dengan gangguan system pencernaan
Diare; pasien mengatakan merasa lemas,pasien mengatakan BAB 4-5 x/hari dengan
konsistensi cair, warna kekuningan, bau khas feces, BAK 1-2 x/hari dengan bau urine seperti
obat, pasien mengatakan makan hanya habis 2-3 sendok dari porsi RS karena bila makan
merasa mual dan nafsu makan menurun BB: 53 kg; tekanan darah 90/80 mm Hg, Nadi 120
x/menit, suhu : 38 oC, RR: 22 x/ menit.
5.1 PENGKAJIAN
I. IDENTITAS
Nama : Tn.R
Tempat, tanggal lahir/umur : Tuban, 05 Januari 1979
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMA
Alamat, no telp. : Kec.Tuban Kab.Tuban
Suku / bangsa : Jawa
Status pernikahan : Kawin
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai swasta
Diagnosa medis : Diare
No. medical record : 184395
Tanggal masuk : 25 Januari 2022
II. KELUHAN UTAMA:
Pasien mengatakan mengeluh lemas dan mual dan dalam sehari bisa BAB 4-5x dan sudah
terjadi selama 3 hari berturut-turut.
16
3. Riwayat kesehatan keluarga
Dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit menular seperti TBC, Hepatitis,
dan penyakit menurun seperti Hipertensi, DM dll.
3. Pola Eliminasi
- Pola defekasi
Sebelum sakit: pasien mengatakan BAB 1x sehari dengan konsistensi padat, berwarna
kuning
Saat sakit: pasien mengatakan BAB 4-5x sehari dengan konsistensi cair, bau khas feces,
berwarna kuning
- Pola eliminasi urine
Sebelum sakit: pasien mengatakan BAK 4-5x perhari, berwarna kuning
Setelah sakit: pasien mengatakan BAK 1-2x perhari, berwarna kuning pekat dan bau
urine khas obat
17
4. Pola Aktifitas - Latihan
Kebiasaan olah raga:
Jenis : sebelum sakit pasien dapat berolahraga jalan dan lari,
selama sakit pasien hanya berada di tempat tidur dengan berganti
posisi duduk dan berbaring
Frekuensi : 2x seminggu
Aktifitas waktu luang: sebelum sakit pasien mendapat hiburan dengan melihat TV,
membaca koran, berbincang-bincang dengan tetangga sekitar
Aktifitas selama sakit: selama sakit pasien hanya berada di tempat tidur dengan berganti
posisi duduk dan berbaring, selama sakit pasien dapat informasi dari tim medis.
Saat sakit :
Aktivitas 0 1 2 3 4
Mandi V
Berpakaian V
Eliminasi V
Mobilisasi ditempat tidur V
Pindah V
Ambulasi V
Naik tangga V
Ket:
Mandiri : 0
Alat bantu: 1
Bantuan orang lain :2
Bantuan orang lain dan alat: 3
Tergantung/tidak mampu: 4
18
Saat sakit/ di rumah sakit:
Jumlah jam tidur:
Malam = 3-4 jam
Siang : Tidak pernah
19
10. Pola Koping - Toleransi Stres
- Komunikasi dan hubungan yang baik dengan keluarga dan lingkungan masyarakat
- Klien selalu mendapatkan dukungan keluarga disaat sakit dan sehat
- Selama sakit pasien tidak dapat beraktivitas seperti biasanya
- Cara pasien mengatasi stress biasanya dialihkan dengan berolahraga
V. PEMERIKSAAN FISIK
1. Penampilan umum klien
- Ekspresi wajah, bicara, mood: ekspresi wajah tampak pucat, mata menonjol dan
kemerahan, bicara cenderung lemah, mood tidak baik (pasien tampak gelisah)
Berpakaian dan kebersihan umum: Bersih
Gaya berjalan: sebelum sakit pasien dapat berjalan, selama sakit pasien hanya berada
di tempat tidur dengan berganti posisi duduk dan berbaring.
2. Tanda-tanda vital
- Suhu: 38 °C
- Nadi: 120 x/menit
- Respirasi: 22 x/ menit.
- TD: 90/80 mm Hg
3. Sistem pernafasan
Hidung : bersih tidak ada secret, tidak terpasang oksigen.
Leher : tidak ada pembesaran tiroid dan vena jugularis, tidak ada rasa nyeri saat
menelan.
Dada : Pengembangan dada kanan dan kiri sama
Suara napas tambahan: Tidak ada
4. Sistem kardiovaskuler
Konjungtiva : normal, berwarna merah muda
Bibir : kering
Suara jantung : teratur, tidak ada suara tambahan
Capillary retilling time: normal
Edema : tidak ada
5. Sistem perncernaan
Bibir : Kering
Mulut : Kering
Abdomen :
Bising usus : terdengar peristatik usus 35x/menit,
Perkusi : Timpani
Masa: Tidak ada
Nyeri tekan: Tidak ada
Kemampuan BAB: Diare
6. Sistem saraf
Kesadaran : composmentis
20
GCS: E = 4 V = 5 M = 6 Nilai total= 15
Kepala: kepala mesochephal, rambut hitam pendek, tidak berketombe, tidak ada
benjolan di kepala.
wajah: simetris, bentuk oval, tidak ada pembengkakan
Pupil mata: Isokor
Leher : tidak ada pembesaran tiroid dan vena jugularis, tidak ada rasa nyeri saat
menelan
Refleks (spesifik) : normal
7. Sistem muskuloskeletal
Kemampuan pergerakan sendi: bebas
Parase: tidak ada
Paralise: tidak ada
Hemiprase: tidak ada
Ekstremitas atas: tidak ada kelainan
Ekstremitas bawah: tidak ada kelainan
Tulang belakang: tidak ada kelainan
8. Sistem integument
Warna kulit: sawo matang Akral: Kering Turgor : Jelek/menurun
9. Sistem perkemihan
Produksi urin: 200ml/hari, frekuensi berkemih :1-2 x/hari
Warna: Kuningan
Bau: Seperti obat
Kemampuan berkemih: Oliguri
10. Sistem reproduksi
Laki-laki
Keadaan gland penis : normal
Testis : normal
Kebersihan : bersih
Lainnya, sebutkan : tidak terpasang kateter
11. Sistem immun
Allergi (cuaca, debu, bulu binatang, zat kimia) : tidak ada
Immunisasi : tidak ada
Penyakit yang berhubungan dengan perubahan cuaca : tidak ada
Riwayat transfusi dan reaksinya : tidak ada
21
Nama terang
.................................
5.2 ANALISA DATA
N DATA ETILOGI PROBLEM
O
1. DS : Kehilangan Hipovolemia
Pasien mengatakan merasa lemas dan mual cairan aktif
Pasien mengatakan BAB 4-5x/hari
Pasien mengatakan BAK 1-2x/hari dengan
volume urine 200ml/hari
DO :
Pasien BAK 1-2x/hari
Volume urine 200ml/hari
Pasien BAB 4-5x/hari
Turgor kulit menurun
Membran mukosa kering
Suhu: 38 °C
Nadi: 120 x/menit
Respirasi: 22 x/ menit.
TD: 90/50 mm Hg,
5.3 DIAGNOSA
Hipovelemia b.d kehilangan cairan aktif d.d frekuensi nadi meningkat, tekanan darah
menurun, turgor kulit menurun, volume urin menurun, membran mukosa kering
22
5.4 PERENCANAAN
NO DIAGNOSIS TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN KRITERIA
HASIL
1. Hipovelemia b.d Tujuan: 1. Identifikasi 1. Untuk
kehilangan cairan status dehidrasi mengetahui status
aktif d.d frekuensi Kebutuhan cairan pasien: dehidrasi atau
nadi meningkat, terpenuhi setelah keadan mata, tugor kehilangan cairan
tekanan darah dilakukan tindakan kulit dan membran berlebih pada
menurun, turgor keperawatan mukosa pasien.
kulit menurun, selama 1 x 24 jam
volume urin
menurun, membran 2. Menjelaskan 2. Memberikan
mukosa kering mengenai informasi dan
pemasukan dan menjelasakan
Kriteria hasil: pengeluaran cairan tentang
Turgor kulit keseimbangan
normal cairan, fungsi
Mukosa bibir ginjal dan kontrol
lembab, penyakit usus .
Mual dan muntah
teratasi 3. Monitor TTV 3. Mengetahui
Frekuensi defekasi keadaan Umum
normal (1-2x/hari) pasien
Frekuensi BAK 4. Pantau masukan
normal (4-5x/hari) 4. Untuk
dan keluaran
Jumlah urine menentukan
meliputi frekuensi
normal (800- kebutuhan
BAK dan BAB,
1300ml) penggantian dan
warna urine dan
Feses konsistensi keefektifan terapi.
fases, serta
normal (lembek konsistensi fases
sampai padat)
TTV dalam batas 5. Kolaborasi 5. Efek obat anti
normal dengan Dokter diare dapat
Suhu: 36,1- dalam pemberian meringankan
37,5°C obat anti diare gejala diare
Nadi: 60- loperamid 4mg/hari
100x/menit
TD: 90/60-
140/90 mmHg
RR:
16-20x/menit
23
5.5 IMPLEMENTASI
24
diberikan
5.6 EVALUASI
NO Tanggal/jam Diagnosa Evaluasi TTD
keperawatan
1 Tanggal 28 Hipovelemia b.d S:
Januari kehilangan cairan Kel.5
2022/jam 07.30 Pasien mengatakan
aktif d.d frekuensi
sudah tidak merasa
nadi meningkat,
lemas dan mual
tekanan darah
menurun, turgor Pasien mengatakan
kulit menurun, BAB 1-2x/hari
volume urin Pasien mengatakan
menurun, membran BAK 4-5x/hari
mukosa kering
O:
Pasien BAK 4-5x/hari
Volume urine
1200cc/24 jam
Pasien BAB 1-2x/hari
Konsistensi fases
lembek
Turgor kulit normal
mukosa bibir lembab
TD 120/80 mmHg,
N : 84 x/menit,
S : 37’C,
R : 20 x/menit.
A: Tujuan teratasi
P: Intervensi dihentikan
25
BAB VI
PENUTUP
6.1 KESIMPULAN
Diagnosa yang muncul pada kasus Diare pada Tn.R adalah Hipovelemia b.d kehilangan
cairan aktif d.d frekuensi nadi meningkat, tekanan darah menurun, turgor kulit menurun,
volume urin menurun, membran mukosa kering. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tak adekuat. Tindakan yang dapat terlaksana
dengan baik dalam perawatan Tn.R adalah mengobsrvasi keadaan umum pasien, Memantau
tanda dan gejala dehidrasi, Memantau pemasukan dan pengeluaran cairan, Mengobservasi
tanda-tanda vital, Menjelaskan pentingnya cairan untuk tubuh, Melanjutkan terapi dari dokter
untuk obat antidiare dan antibiotic, Menganjurkan pasien untuk makan sedikit tapi sering,
Memberikan diet sesuai dengan kondisi pasien, Anjurkan pasien bersikap rileks. Tindakan
yang kurang dapat terlaksana dengan baik yaitu belum bisa memberikan lingkungan yang
tenang, mengkaji kekurangan cairan / dehidrasi hanya berdasarkan perkiraan keluarga pasien.
6.2 SARAN
Dengan adanya makalah ini diharap pembaca dapat memahami penjelasan di dalamnya
sehingga dapat diterapkan, guna pemaksimalan pemahaman mengenai Asuhan keperawatan
Hopovolemia pada Pasien Diare
26
DAFTAR PUSTAKA
Tarwotoh & Wartonah. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan Edisi 2.
Jakarta: Salemba Medika.
Wilkinson dkk. (2011). Buku Saku Diagnosa Keperawatan: dengan diagnosa NANDA,
Intervensi NIC, Dan Kriteria Hasil NOC. Edisi 9. Jakarta : ECG.
Doenges. ME. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: ECG
Hidayat, AA. (2016). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika
Muralitharan & Pette. (2015). Dasar_Dasar Patofisiologi Terapan. Jakarta: Bumi Medika.
Nanda Diagnosis Keperawatan. 2017. Definisi & klasifikasi. Edisi 10. Indonesia.
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Prastowo, Finisia Andi. 2009. Asuhan Keperawatan pada Tn.S dengan Gangguan Sistem
Pencernaan Diare di Bangsal Melati RSUD Sragen. Karya Ilmiah (Diploma).
Universitas Muhammadiyah Surakarta. 41 hal.
27
28