Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEPERAWATAN HIPOVOLEMIA PADA PASIEN DIARE

MAKALAH INI DISUSUN BERTUJUAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA


KULIAH METODOLOGI KEPERAWATAN

DOSEN PEMBIMBING:

Teresia Retna P , S.kep.,Ns.,M.kes


DISUSUN OLEH : KELOMPOK 5

1. Anisyah Muflihatun (P27820521007)


2. Helmi Chentia (P27820521018)
3. Julia Novita P. (P27820521021)
4. Mochamad Yanuar B.F (P27820521031)
5. Syavira Aulia M (P27820521045)
6. Vellsa Zahrotul C. (P27820521047)
7. Vera Feriska A. (P27820521048)
8. Asri Rohmawati (P27820521050)

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN KAMPUS TUBAN 2022/2023


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Asuhan
Keperawatan Hipovolemia Pada Pasien Diare ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Ibu
Teresia Retna p. S.kep.,Ns.,M.kespada mata kuliah Metodologi Keperawatan. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang konsep teori dan Asuhan
Keperawatan Hipovolemia Pada Pasien Diare bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Teresia Retna p. S.kep.,Ns.,M.kesselaku
dosen mata kuliah Metodologi Keperawatan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

 
Tuban, 20 Oktober 2022

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 1
BAB I : PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 2
1.2 Rumusan Masalah 2
1.1 Tujuan 2
1.1 Manfaat 2
BAB 2 : KONSEP DASAR HIPOVOLEMIA

2.1 Definisi 2
2.2 Etiologi 2
2.3 Manifestasi Klinis 2
2.4 Dampak Hipovolomia 2
2.5 Pencegahan Hipovolemia pada Diare 2
BAB 3 : KONSEP DASAR DIARE 4
3.1 Definisi 2
3.2 Etiologi 2
3.3 Patofisiologi 2
3.4 Manifestasi Klinis 2
3.5 Pemeriksaan Penunjang 2
3.6 Penatalaksanaan 2
3.7 Komplikasi 2
3.8 Klasifikasi 2
BAB 4 : ASUHAN KEPERAWATAN HIPOVOLEMIA PADA PASIEN DIARE 4
4.1 Pengkajian 2
4.2 Diagnosa 2
4.3 Perencanaan 2
4.4 Implementasi 2
4.5 Evaluasi 2
4.6 Pathway 2
BAB 5 : LAPORAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN HIPOVOLEMIA PADA PASIEN DIARE 4

5.1 Pengkajian 2
5.2 Analisa Data 2
5.3 Diagnosa 2
5.4 Perencanaan 2
5.5 Implementasi 2
5.6 Evaluasi 2
BAB 6 : PENUTUP 4

6.1 Kesimpulan 2
6.2 Saran 2
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia secara fisiologis, yang
memiliki proporsi besar dalam bagian tubuh, hampir 90% dari total berat badan tubuh.
Menurut World Health Organization (WHO) diare adalah kejadian buang air besar dengan
konsistensi lebih cair dari biasanya, dengan frekuensi tiga kali atau lebih dalam priode 24
jam.
Diare merupakan penyakit berbasis lingkungan yang disebabkan oleh infeksi
mikroorganisme meliputi bakteri, virus, parasite, protozoa, dan penularannya secara fekal
oral. Diare dapat mengenai semua kelompok umur baik balita, anak-anak, dan orang dewasa
dengan berbagai golongan sosial (WHO Diarrhoeal disiase, 2017). Diare adalah suatu kondisi
dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa
air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih ) dalam satu hari.
(DEPKES RI, 2011).
Hipovolemia adalah suatu kondisi akibat kekurangan volume cairan ekstraseluler.
Kekurangan cairan eksterna terjadi karena penurunan asupan cairan dan kelebihan
pengeluaran cairan. Tubuh akan merespon kekurangan cairan tubuh dengan mengosongkan
cairan vaskuler. Sebagai kompensasi akibat penurunan cairan interstisial, tubuh akan
mengalirkan cairan keluar sel. Pengosongan cairan ini terjadi pada pasien diare dan muntah.
Hipovolemia biasanya terjadi pada beberapa penyakit salah satunya yaitu penyakit yang
menyerang sistem gastrointestinal. Dalam studi kasus ini penulis berfokus pada hipovolemia
pada pasien yang mengalami diare (Nurjanah, 2020).
Diare akut pada orang dewasa merupakan penyakit yang sering dijumpai dan secara
umum dapat diobati sendiri. Namun, komplikasi akibat dehidrasi atau toksin dapat
menyebabkan morbiditas dan mortalitas, meskipun penyebab 2 dan penanganannya telah
diketahui dengan baik, serta prosedur diagnostiknya juga makin baik (Amin, 2015).
Berdasarkan data World Health Organization (WHO, 2015) ada 2 milyar kasus diare pada
orang dewasa di seluruh dunia setiap tahun. Di Amerika Serikat, insidens kasus diare
mencapai 200 juta hingga 300 juta kasus per tahun. Sekitar 900.000 kasus diare perlu
perawatan di rumah sakit. Di seluruh dunia, sekitar 2,5 juta kasus kematian karena diare per
tahun.
Pada penderita diare bila tidak segera ditangani dengan benar dapat terjadi Dehidrasi
(ringan sedang, berat, hipotonik, isotonik, atau hipertonik), renjatan hipovolemik,
hipokalemia, hipoglikemia, intolerasni sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan
defisiensi enzim laktase, terjadi kejang pada dehidrasi hipertonik. Selanjutnya dapat terjadi
malnutrisi energi protein akibat muntah dan diare (Ngastiyah, 2005).
Dampak yang terjadi pada penderita diare: Apabila bahan patogen (cleansing effect)
hilang, maka diare bisa sembuh sendiri. Namun pada sisi lain, diare menyebabkan kehilangan
cairan (air, elektrolit, dan basa) dan bahan makanan dari tubuh. Sering kali dalam diare akut
timbul berbagai penyulit, seperti dehidrasi dengan segala akibatnya, gangguan keseimbangan

1
elektrolit, dan gangguan keseimbangan asam-basa. Penyulit tersebut akan mengakibatkan
pasien yang menderita diare meninggal (Dewi, dkk 2011). Hipokalemia kondisi ketika kadar
2 kalium dalam darah berada di bawah batas normal. Hipoglikemia adalah kekurangan kadar
gula plasma dan hipoglikemia bisa menyebabkan kerusakan pada otak dan kematian.
Malnutrisi energi protein akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik (Hassan & Alatas,
2002). Beberapa upaya yang dapat di lakukan pada pasien dengan diare di antaranya penuhi
kebutuhan cairan tubuh pertolongan pertama diare yang bisa di lakukan adalah konsumsi
minuman yang mengandung elektrolit seperti oralit. Oralit terdiri dari campuran air dengan
gula dan garam yang berfungsi untuk menggantikan elektrolit. (Sari, 2011 & NANDA, 2017).
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) ada 2 milyar kasus diare pada orang
dewasa di seluruh dunia setiap tahun. Di Amerika Serikat, insidens kasus diare mencapai 200
juta hingga 300 juta kasus per tahun. Sekitar 900.000 kasus diare perlu perawatan di rumah
sakit. Di seluruh dunia, sekitar 2,5 juta kasus kematian karena diare per tahun.
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang
seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-nya yang masih tinggi. Survei
morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan dari tahun 2000 s/d
2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000 IR penyakit Diare 301/ 1.000
penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374/1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423/1.000
penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1.000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare
juga masih sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69
Kecamatan dengan jumlah kasus 8.133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009
terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang
(CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah
penderita 4.204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74 %.) (KEMENKES RI, 2011).
Pada tahun 2020 cakupan pelayanan penderita diare pada semua umur sebesar 44,4%.
Disparitas antar provinsi untuk cakupan pelayanan penderita diare semua umur adalah antara
4,9% (Sulawesi Utara) dan Nusa Tenggara Barat (78,3%). Tahun 2020 secara nasional
penggunaan oralit semua umur belum mencapai target yaitu sebesar 88,3%. Tidak
tercapainya target tersebut disebabkan pemberi layanan di Puskesmas dan kader belum
memberikan oralit sesuai dengan standar tata laksana yaitu sebanyak 6 bungkus/penderita
diare. Selain itu, masyarakat masih belum mengetahui tentang manfaat oralit sebagai cairan
yang harus diberikan pada setiap penderita diare untuk mencegah terjadinya dehidrasi.
Di negara yang sedang berkembang, insiden yang tinggi dari penyakit diare merupakan
kombinasi dari 8 sumber air yang tercemar, kekurangan protein dan kalori yang
menyebabkan turunnya daya tahan tubuh (Suharyono, 2003). Mekanisme dasar penyebab
timbulnya diare adalah gangguan osmotik (makanan yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air
dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain
itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin didinding usus, sehingga sekresi air dan
elektrolit meningkat kemudian menjadi diare. Gangguan motilitas usus yang mengakibatkan
hiperperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi)
yang mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik dan
hypokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan
sirkulasi darah (Zein dkk, 2004). Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokan dalam 6

2
golongan besar yaitu infeksi disebabkan oleh bakteri, virus atau invasi parasit, malabsorbsi,
alergi, keracunan, imunodefisiensi dan sebab-sebab lainya (DEPKES RI, 2011).
Perawat mempunyai peranan penting dalam memberikan asuhan keperawatan secara
mandiri dan kolaborasi dalam pemberian terapi, asupan cairan dan nutrisi, dan pelaksanaan
tindakan baik bedah maupun non bedah dalam menangani masalah keperawatan yang dialami
pasien. Penalaksanaan pasien diare akut dimulai dengan terapi simptomatik, seperti rehidrasi
dan penyesuaian diet. Terapi simptomatik dapat diteruskan selama beberapahari sebelum
dilakukan evaluasi lanjutan pada pasien tanpa penyakit yang berat, terutama bila tidak
dijumpai adanya darah samar dan leukosit pada fesesnya (Medicinus, 2009). Penatalaksanaan
pada pasien yang mengalami diare dengan merekomendasikan penggunaan osmolaritas
rendah dan mengkonsumsi oral rehydration solution (ORS), zink, serta meningkatkan jumlah
cairan yang sesuai (Carvajal et al., 2016). Penanganan diare akut ditujukan untuk mencegah/
menanggulangi dehidrasi serta gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa,
kemungkinan terjadinya intoleransi, mengobati kausa dari diare yang spesifik, mencegah dan
menanggulangi gangguan gizi serta mengobati penyakit penyerta. Untuk melaksanakan terapi
diare secara komprehensif, efisien dan efektif harus dilakukan secara rasional.
Secara umum terapi rasional adalah terapi yang tepat indikasi, tepat dosis, tepat penderita,
tepat obat, waspada terhadap efek samping. Prinsip tatalaksana diare di Indonesia telah
ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan yaitu LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan
Diare) menganjurkan bahwa semua penderita diare harus mendapatkan oralit maka target
penggunaan oralit adalah 100% dari semua kasus diare yang mendapatkan pelayanan di
puskesmas dan kader. (KEMENKES RI, 2011).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana Asuhan Keperawatan Hipovolemia Pada Pasien Diare

1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
 Mendeskripsikan Asuhan Keperawatan Hipovolemia Pada Pasien Diare di IGD
RSUD Tuban
2. Tujuan Khusus
 Mendeskripsikan pengkajian Asuhan Keperawatan Hipovolemia Pada Pasien
Diare.
 Mendeskripsikan rumusan diagnosa Asuhan Keperawatan Hipovolemia pada
Pasien Diare.
 Mendeskripsikan perencanaan Asuhan Keperawatan Hipovolemia pada Pasien
Diare.
 Mendeskripsikan pelaksanaan tindakan Asuhan Keperawatan Hipovolemia pada
Pasien Diare.
 Mendeskripsikan hasil evaluasi Asuhan Keperawatan Hipovolemia pada Pasien
Diare.

3
1.4 Manfaat
Manfaat dari penyusunan makalah ini diharapkan bisa menambah wawasan dan
pengetahuan mahasiswa tentang konsep teori dan Asuhan Keperawatan Hipovolemia Pada
Pasien Diare sehingga mahasiswa dapat mengetahui mengenai Asuhan Keperawatan
Hipovolemia Pada Pasien Diare dan mampu menyusun asuhan keperawatan pada klien.

4
BAB II
KONSEP DASAR HIPOVOLEMIA

4.1 DEFINISI
Hipovolemia adalah penurunan volume cairan intavaskular, interstisial, dan/atau
intaseluler (PPNI, 2017). Hipovolemia juga diartikan sebagai suatu kondisi akibat
kekurangan volume cairan ekstraseluler (CES), dan dapat terjadi karena kehilangan cairan
melalui kulit, ginjal, gastrointestinal, perdarahan (Tarwoto & Wartonah, 2019). Hipovolemia
adalah suatu kondisi akibat kekurangan volume cairan ekstraseluler. Kekurangan cairan
eksterna terjadi karena penurunan asupan cairan dan kelebihan pengeluaran cairan. Tubuh
akan merespon kekurangan cairan tubuh dengan mengosongkan cairan vaskuler. Sebagai
kompensasi akibat penurunan cairan interstisial, tubuh akan mengalirkan cairan keluar sel.
Pengosongan cairan ini terjadi pada pasien diare dan muntah (Brunner& Suddarth, 2020).

4.2 ETIOLOGI
Penyebab hipovolemia menurut standar diagnosis keperawatan indonesia (SDKI DPD
PPNI, 2017) adalah kehilangan cairan aktif melalui (kulit, gastrointestinal, dan ginjal),
kegagalan mekanisme regulasi, peningkatan permeabilitas kapiler, kekurangan intake cairan.
Hipovolemia ini dapat terjadi disebabkan karena penurunan masukan, kehilangan cairan yang
abnormal melalui kulit, gastrointestinal, ginjal abnormal, perdarahan.

4.3 MANIFESTASI KLINIS


Tanda dan gejala dari hipovolemia menurut (SDKI DPD PPNI, 2017) ialah:
a. Gejala dan tanda mayor
1) Objektif
- Nadi teraba lemah
- Tekanan darah menurun
- Membran mukosa kering
- Turgor kulit menurun
b. Gejala dan tanda minor
a. Subjektif
- Merasa lemah
- Mengeluh haus
b. Objektif
- Pola tidur berubah
- Status mental berubah
- Suhu tubuh meningkat
- Berat badan turun tiba-tiba

5
4.4 DAMPAK HIPOVOLEMIA
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan masalah penting. Pada diare
akut, kehilangan cairan secara mendadak dapat mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik
yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui feses potensial mengarah ke hipokalemia dan
asidosis metabolik. Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis dapat
mengakibatkan syok hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi sehingga
menimbulkan komplikasi lain yakni Tubular Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya
terjadi gagal multi organ (Irianto Koes, 2014).
4.5 PENCEGAHAN HIPOVOLEMIA PADA DIARE
Seseorang dengan diare yang berat dan tidak segera diobati, biasanya meninggal
bukan karena infeksi tetapi karena kehilangan cairan dan elektolit yang sangat banyak
(misalnya, sodium, potassium, kalium, basa) dari buang air besarnya. Pada kasus diare,
mengganti kehilangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang penting untuk mencegah
terjadinya hipovolemia, hal ini dapat dilakukan dengan memberikan banyak minum air,
larutan gula-garam, kuah sup, sari buah, oralit, atau bila kondisi balita buruk biasanya diberi
cairan infus. Berikan juga susu yang berkadar penuh ataupun yang sedikit diencerkan, lewat
mulut atau dengan sonde lambung bila ada muntah dan hilangnya nafsu makan (Irianto Koes,
2014).

6
BAB III
KONSEP DASAR DIARE

3.1 DEFINISI
Diare merupakan penyakit berbasis lingkungan yang disebabkan oleh infeksi
mikroorganisme meliputi bakteri, virus, parasite, protozoa, dan penularannya secara fekal oral.
Diare dapat mengenai semua kelompok umur baik balita, anak-anak, dan orang dewasa dengan
berbagai golongan sosial (WHO Diarrhoeal disiase, 2017).
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek
atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau
lebih ) dalam satu hari. (DEPKES RI, 2011).
Diare merupakan suatu penyakit yang di tandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi
tinja yang lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang dari
biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah dan
tinja berdarah. (WHO, 2011).

3.2 ETIOLOGI
Penyebab utama diare akibat virus adalah rotasi virus banyak organisme yang
menyebabkan diare akibat bakteri, yaitu campylobacter, shigella, salmonella, staphylococcus
aureus dan escherichia coli. Salah satu agen parasit yang paling sering menyebabkan diare
pada anak. Kebanyakan organisme patogen penyebab diare disebarluaskan lewat jalur fekal,
oral melalui makanan atau air yang terkontaminasi atau ditularkan antar manusia dengan
kontak yang erat. Kurangnya air bersih, tinggal berdesakan, hygiene yang buruk, kurang gizi
dan merupakan faktor resiko utama, khususnya untuk terjangkit infeksi bakteri atau parasit
yang patogen (Akton, 2014).

3.3 PATOFISIOLOGI
Menurut Muttaqin & Sari (2011) secara umum kondisi peradangan pada
gastrointestinal disebabkan oleh infeksi dengan melakukan invasi pada mukosa,
memproduksi enterotoksin dan atau memproduksi sitotoksin. Mekanisme ini menghasilkan
peningkatan sekresi cairan atau menurunkan absorpsi cairan sehingga akan terjadi dehidrasi
dan hilangnya nutrisi dan elektrolit. Mekanisme dasar yang menyebabkan diare meliputi hal-
hal sebagai berikut:
a) Gangguan osmotik, kondisi ini berhubungan dengan asupan makanan atau zat yang sukar
diserap oleh mukosa intestinal dan akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus
meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus
yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
b) Respons inflamasi mukosa, terutama pada seluruh permukaan intestinal akibat produksi
enterotoksin dari agen infeksi memberikan respons peningkatan aktivitas sekresi air dan
elektrolit oleh dinding usus ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena
terdapat peningkatan isi rongga usus.
c) Gangguan motilitas usus, terjadinya hiperperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya
kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare, sebaliknya bila peristaltik

7
usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat
menimbulkan diare.
Usus halus menjadi bagian absorpsi utama dan usus besar melakukan absorpsi air
yang akan membuat solid dari komponen feses, dengan adanya gangguan dari gastroenteritis
akan menyebabkan absorpsi nutrisi dan elektrolit oleh usus halus, serta absorpsi air menjadi
terganggu. Selain itu, diare juga dapat terjadi akibat masuknya mokroorganisme hidup ke
dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung. Mikroorganisme tersebut
berkembangbiak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi
hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare. Mikroorganisme memproduksi
toksin. Enterotoksin yang di produksi agen bakteri (seperti E. Coli dan Vibrio cholera) akan
memberikan efek lansung dalam peningkatan pengeluaran sekresi air ke dalam lumen
gastrointestinal. Beberapa agen bakteri bisa memproduksi sitotoksin (seperti Shigella
dysenteriae, vibrio parahaemolyticus, clostridium difficilr, enterohemorrhagic E. Coli) yang
menghasilkan kerusakan sel-sel yang terinflamasi. Invasi enterosit dilakukan beberapa
miktoba seperti Shigella, organisme campylobacter, dan enterovasif E. Coli yang
menyebabkan terjadinya destruksi, serta inflamasi.
Pada manifestasi lanjut dari diare dan hilangnya cairan, elektrolit mamberikan
manifestasi pada ketidakseimbangan asam basa dan gangguan sirkulasi yaitu terjadinya
gangguan keseimbangan asama basa (metabolik asidosis). Hal ini terjadi karena kehilangan
Na-bikarbonat bersama feses. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor
tertimbun dalam tubuh dan terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya anoreksia
jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan
oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na dari cairan eksraseluler
ke dalam cairan intraseluler. Respon patologis penting dari gastroenteritis dengan diare berat
adalah dehidra, pemahaman perawat sangatlah penting mengenai bagaimana patofisiogi
dehidrasi dapat membantu dalam menyusun rencana intervensi sesuai kondisi individu.
Dehidrasi adalah suatu gangguan dalam keseimbangan air yang disebabkan output
melebihi intake sehingga jumlah air pada tubuh berkurang. Meskipun yang hilang adalah
cairan tubuh, tetapi dehidrasi juga disertai gangguan elektrolit. Dehidrasi dapat terjadi karena
kekurangan air (water deflection), kekurangan natrium (sodium defletion), serta kekurangan
air dan natrium secara bersama-sama. Kekurangan air atau dehidrasi primer (water
deflection): pada peradangan gastroenteritis, fungsi usus besar dalam melakukan absorpsi
cairan terganggu sehingga masuknya air sangat terbatas. Gejala-gejala khas pada dehidrasi
primer adalah haus, saliva sedikit sekali sehingga mulut kering, oliguria sampai anuri, sangat
lemah, serta timbulnya gangguan mental seperti halusinasi dan delirium. Pada stadium awal
kekurangan cairan, ion natrium dan klorida ikut menghilang dengan cairan tubuh, tetapi
akhirnya terjadi reabsorpsi ion melalui tubulus ginjal yang berlebihan sehingga cairan
ekstrasel mengandung natrium dan klor berlebihan, serta terjadi hipertoni. Hal ini
menyebabkan air keluar dari sel sehingga terjadi dehidrasi intasel, inilah yang menimbulkan
rasa haus. Selain itu, terjadi perangsangan pada hipofisis yang kemudian melepaskan hormon
antidiuretik sehingga terjadi oliguria.
Dehidrasi sekunder (sodium depletion). Pada gastroenteritis, dehidrasi sekunder
merupakan dehidrasi yang terjadi karena tubuh kehilangan cairan tubuh yang mengandung
elektrolit. Kekurangan natrium sering terjadi akibat keluarnya cairan melalui saluran
pencernaan pada keadaan muntah-muntah dan diare yang hebat. Akibat dari kekurangan
natrium terjadi hipotoni ekstrasel sehingga tekanan osmotik menurun. Hal ini menghambat

8
dikeluarkan hormon antidiuretik sehingga ginjal mengeluarkan air agar tercapai konsentrasi
cairan ekstrasel yang normal. Akibatnya volume plasma dan cairan interstisial menurun.
Selain itu, karena terdapat hipotoni ekstrasel, air akan masuk ke dalam sel. Gejala-gejala
dehidrasi sekunder adalah nausea, muntah-muntah, sakit kepala, serta perasaan lesu dal lelah.
Akibat turunnya volume darah, maka curah jantung pun menurun sehingga tekanan darah
juga menurun dan filtrasi glomerulos menurun, kemudian menyebabkan terjadinya
penimbunan nitrogen yang akan meningkatkan risiko gangguan kesimbangan asam basa dan
hemokonsentrasi.
Diare dengan dehidrasi berat dapat mengakibatkan renjatan (syok) hipovolemik. Syok
adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh defisien sirkulasi akibat disparitas
(ketidakseimbangan) antara volume darah dan ruang vascular. Faktor yang menyebabkan
ketidakseimbangan ini adalah bertambahnya kapasitas ruang susunan vascular dan
berkurangnya volume darah. Syok dibagi dalam syok primer dan syok sekunder. Pada syok
primer terjadi defisiensi sirkulasi akibat ruang vascular membesar karena vasodilatasi. Ruang
vaskular yang membesar mengakibatkan darah seolaholah ditarik dan sirkulasi umum dan
segera masuk ke dalam kapiler dan venula alat-alat dalam (visera).
Pada syok sekunder terjadi gangguan keseimbangan cairan yang menyebabkan
defisiensi sirkulasi perifer disertai jumlah volume darah yang menurun, aliran darah yang
kurang, serta hemokosentrasi dan fungsi ginjal yang terganggu. Sirkulasi yang kurang tidak
langsung terjadi setelah adanya kena serangan/kerusakan, tetapi baru beberapa waktu
sesudahnya, oleh karena itu disebut syok sekunder atau delayed shock. Gejala-gejalanya
adalah rasa lesu dan lemas, kulit yang basah, kolaps vena terutama vena-vena supervisial,
pernapasan dangkal, nadi cepat dan lemah, tekanan darah yang rendah, oliguria, dan
terkadang disertai muntah. Faktor yang menyebabkan terjadinya disparitas pada
gastroenteritis adalah karena volume darah berkurang akibat permeabilitas yang bertambah
secara menyeluruh. Hal ini membuat cairan keluar dari pembuluh-pembuluh dan kemudian
masuk ke dalam jaringan sehingga terjadi pengentalan (hemokonsentarsi) darah.

3.5 MANINFESTASI KLINIS


Menurut Kusuma (2016) Manifestasi klinis dapat di jadikan dua yaitu diare akut dan
diare kronis:
a. Diare akut
- Buang air besar encer, gas-gas dalam perut, rasa tidak enak dan nyeri perut
- Nyeri pada kuadran kanan bawah disertai kram dan bunyi pada perut
- Demam biasanya dalam menanggapi infeksi seperti virus atau infeksi bakteri atau
peradangan karena penyakit
b. Diare kronik
- Penurunan berat badan dan napsu makan
- Demam biasanya dalam menanggapi infeksi seperti virus atau infeksi bakteri atau
peradangan karena penyakit
- Dehidrasi tanda-tandanya hipotensi takikardi, denyut lemah.

9
3.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pasien yang dengan diare akan di perlukan pemeriksaan penunjang yaitu antara
lain:
1) Pemeriksaan tinja, baik secara makroskopi maupun mikroskopi dengan kultur,
2) Tes malabrorbsi yang meliputi karbohidrat (ph, clinic tes), lemak, dan kultur urine.
3) Pemeriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin, hematokrit, leukosit, jumlah leukosit),
kadar elektrolit serum, ureum dan kreatinin,
4) Pemeriksaan tinja (makroskopis dan mikrokopis, Ph dan kadar gula dalam tinja,
Biakan dan resistensi feses (colok dubur)) dan foto x-ray abdomen.
Pasien dengan diare karena virus biasanya mempunyai jumlah dan hitung jenis
leukosit yang normal atau limfositosis. Pasien dengan infeksi bakteri terutama bakteri yang
invasi ke mukosa, memiliki leukositosis dengan kelebihan darah putih. Neutropenia dapat
timbul pada samnellosis. Ureum dan kreatinin diperiksa untuk mengetahui adanya
kekurangan volume cairan dan mineral tubuh. Pemeriksaan tinja di lakukan untuk melihat
adanya leukosit dalam tinja yang menunjukan adanya infeksi bakteri, adanya telur cacing dan
parasit dewasa. Pasien yang telah mendapatkan pengobatan antibiotik dalam tiga bulan
sebelumnya atau yang mengalami diare di rumah sakit sebaiknya di periksa tinja untuk
pengukuran toksin slostridium difficile. Rektoskopi atau sigmoidoskopi perlu di
pertimbangkan pada pasien-pasien yang toksik, pasien dengan diare berdarah atau pasien
dengan diare akut perristen. Pada sebagian besar, sigmoidoskopi mungkin adekuat sebagai
pemeriksaan awal (Wong, 2009).

3.7 PENATALAKSANAAN
 Pentalaksanaan Medis
1) Dehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan. Empat hal
pentin perlu diperhatikan:
b. Jenis cairan
c. Oral: Pedialyte atau oralit, Ricelyte
d. Parenteral: NaCl, Isotonic, infuse
e. Jumlah cairan: Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan cairan yang dikeluarkan.
2) Jalan masuk atau cairan pemeberian
a. Cairan per oral, pada pasien dehidrasi ringan dan sedang cairan diberikan per oral
berupa cairan yang berisikan NaCl dan NaHCO3, KCL, dan glukosa.
b. Cairan parenteral, pada umumnya cairan Ringer Laktat (RL)selalu tersedia di fasilitas
kesehatan dimana saja.
Mengenai beberapa banyak cairan yang diberikan tergantung dari berat ringan
dehidrasi, yang diperhitungkan dengan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan
berat badannya.
3) Jadwal pemeberian cairan
Diberikan 2 jam pertama, selajutnya dilakukan penilaian kembali status hidrasi untuk
menghitung kebutuhan cairan
 Penatalaksanaan Non Medis
a. Edukasi pasien, bahwa dengan penatalaksanaan yang tepat maka BAB cair dapat
berkurang dan komplikasi akibat diare dapat dicegah.

10
b. Edukasi kepada anggota keluarga, mengenai faktor risiko yang ada pada mereka dan
pentingnya melakukan perilaku hidup bersih dan sehat.
c. Edukasi kepada keluarga untuk melakukan tindakan pencegahan penyakit diare,
dengan cara cuci tangan setiap sebelum makan dan setelah dari kamar mandi.

3.8 KOMPLIKASI
Menurut Suhayono dalam (Nursalam, 2008) komplikasi yang dapat terjadi dari diare
akut maupun kronis, yaitu:
1. Kehilangan cairan dan elektrolit (terjadi dehidrasi) Kondisi ini dapat mengakibatkan
gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolic), karena:
a. Kehilangan natrium bicarbonate bersama tinja.
b. Walaupun susu diteruskan, sering dengan pencernaan dalam waktu yang terlalu
lama
c. Makanan diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorpsi dengan baik adanya
hiperstaltik.
2. Gangguan sirkulasi Sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah, maka dapat
terjadi gangguan sirkulasi dara berupa renjatan atau syok hipovolemik. Akibat perfusi
jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah sehingga dapat
mengakibatkan perdarahan di dalam otak, kesadaran menurun, dan bila tidak segera
ditolong maka penderita meninggal.

3.1 KLASIFIKASI
Secara klinik, diare dibedakan menjadi empat macam sindrom antara lain:
a. Diare Akut
Diare akut ialah diare yang terjadi secara mendadak pada orang yang sebelumnya
sehat. Diare berlangsung kurang dari 14 hari (bahkan kebanyakan kurang dari 7 hari)
dengan disertai pengeluaran fases lunak atau cair, sering tanpa darah, mungkin
disertai muntah dan panas. Penyebab diare akut adalah rotavirus, Escherichi coli
enterotoksigenik, Shigella, Campylobacter jejuni dan Crytosporidium (Sodikin,
2019). Menurut Gale & Wilson (2018) diare akut didefinisikan sebagai frekuensi tinja
yang meningkat, hingga 3 kali atau lebih per hari atau lebih dari 200g tinja per hari
yang berlangsung kurang dari 14 hari.
b. Diare Kronik
Diare kronik didefinisikan sebagai diare yang berlangsung lebih dari 2 minggu.
Diare kronik mungkin berkaitan dengan malabsorpsi nutrien, mungkin juga tidak
(Bernstain & Shelow, 2019). Penyebab diare kronik pada usia lansia adalah enteritis
virus, giardiasis, tumor (diare sekretori), kolitis ulseratif, penyakit seliak (Terri &
Susan, 2019), defisiensi laktosa sekunder pascainfeksi, irritable bowel syndrome,
intoleransi laktosa, enteropati AIDS, defek imun didapat (Richard & Robert, 2020).
c. Disentri
Menurut Anigilaje (2018) Disentri didefinisikan dengan diare yang disertai darah
dalam fases, menyebabkan anoreksia, penurunan berat badan cepat, dan kerusakan
mukosa usus karena bakteri invasif.
d. Diare Persisten
Diare persisten adalah diare yang pada mulanya yang bersifat akut tetapi
berlangsung lebih dari 14 hari, kejadian dapat dimulai sebagai diare cair atau disentri.

11
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN HIPOVOLEMIA PADA PASIEN DIARE

5.1 PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap pertama dalam proses keperawatan. Tahap ini sangat
penting dan menentukan dalam tahap-tahap selanjutnya. Data yang komprehensif dan valid
akan menentukan penetapan diagnosa keperawatan dengan tepat dan benar, serta selanjutnya
berpengaruh dalam perencanaan keperawatan (Tarwoto & Wartonah, 2015).
Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktik
keperawatan terdiri atas lima tahap yang berurutan dan saling berhubungan, yaitu pengkajian,
diagnosis, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Tahap-tahap tersebut berintegrasi
terhadap fungsi intelektual problem-solving 17 dalam mendefinisikan suatu asuhan
keperawatan (Nursalam, 2013).
Asuhan keperawatan medikal bedah yaitu:
a. Identitas Klien dan Keluarga
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, usia, pendidikan, rumah sakit, nomer register,
diagnosa, penanggung jawab, pekerjaan, agama, dan suku bangsa, tanggal atau jam
masuk.
b. Keluhan utama
Pada pasie diare ditandai dengan meningkatnya frekuensi buang air besar/BAB,
menurunya nafsu makan, lemas, turgor kulit jejas (elastisitas kulit menurun), terkadang
disertai demam, dan penurunan berat badan.
c. Riwayat penyakit sekarang
Kronologi terjadinya serangan, dan karakteristiknya serangan
d. Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah mengalami diare akut atau belum, serta riwayat penyakit
yang pernah diderita oleh pasien.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Berisi tentang adanya penyakit keturunan, kebiasaan keluarga, paparan penyakit
menular yang menyerang anggota keluarga, pohon keluarga, penyakit keturunan,
kebiasaan keluarga, lokasi geografis.
f. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum : tampak lemah
2) Tanda-tanda vital : tekanan darah, suhu tubuh, nadi lemah dan cepat
g. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan tinja : makroskopi dan mikroskopi
2) Pemeriksaan elektrolit

5.2 DIAGNOSA
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas mengenai status kesehatan
atau masalah aktual atau risiko mengidentifikasi serta menentukan intervensi keperawatan
untuk mengurangi, mencegah atau menghilangkan masalah kesehatan pasien yang ada
pada tanggung jawabnya (Carpenito, 1983 dalam Tarwoto & Wartonah, 2011).

12
5.3 PERENCANAAN
Perencanaan keperawatan meliputi perumusan tujuan, tindakan, rasional, dan
penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada klien berdasarkan analisis pengkajian agar
masalah kesehatan dan keperawatan klien dapat teratasi. Rencana keperawatan yang
dapat dirumuskan pada pasien diare menurut SIKI yaitu:

TUJUAN DAN KRITERIA RENCANA RASIONAL


HASIL KEPERAWATAN
Setelah dilakukan intervensi Manajemen 1. Menentukan kehilangan
keperawatan selama 1x Observasi: dan kebutuhan cairan
24 jam, maka keseimbangan Periksa tanda dan gejala 2. Memenuhi kebutuhan
cairan meningkat, dengan diare (mis. Turgor kulit makanan dan cairan
kriteria hasil: menurun, membran mukosa 3. Menurunkan pergerakan
1. Asupan cairan kering, haus, lemah) usus dan muntah
meningkat Terapeutik berikan asupan 4. Meningkatkan konsumsi
2. Kelembapan membran cairan oral yang lebih
mukosa meningkat Edukasi: 5. Meningkatkan nafsu
3. Dehidrasi menurun Anjurkan memperbanyak makan
4. Tekanan darah asupan 6. Meningkatkan sirkulasi
membaik cairan oral 7. Meningkatkan informasi
5. Membran mukosa Kolaborasi: dan kerjasama
Membaik Kolaborasi pemberian obat
6. Mata cekung membaik
7. Turgor kulit membaik
Sumber: (SIKI,2017)

5.4 IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu pasien dalam masalah status kesehatan. Status kesehatan yang dikelola
secara baik nantinya mengambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses pelaksanaan
implementasi harus berpusat pada kebutuhan klien, faktor lain yang mempengaruhi
kebutuhan keperawatan (Dinarti & Mulyanti. 2017)

5.5 EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan, evalusi pada dasarnya
membandingan status keadaan kesehatan pasien dengan tujuan atau kriteria hasil yang telah
ditetapkan. Evaluasi perkembangan kesehatan pasien dilihat dari tindakan keperawatan,
tujuannya untuk mengetahui sejauh mana tujuan perawatan dapat dicapai dan memberikan
umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang telah diberikan (Tarwoto & Wartonah,
2015). Evaluasi ditulis setiap kali setelah semua tindakan dilakukan terhadap pasien. Pada
tahap evaluasi dibagi menjadi 4 tahap yaitu SOAP atau SOAP(IER) (Suprajitno 2012):
a. S (Data Subyektif): Subyektif adalah keluhan pasiensaat ini yang didapatkan dari
melakukan anamnesa untuk mendapatkan keluhan pasien saat ini, riwayat penyakit yang
lalu, riwayat penyakit keluarga.

13
b. O (Data Obyektif): Obyektif adalah hasil pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan tanda-
tanda vital, skala nyeri dan hasil pemeriksaan penunjang pasien pada saat ini. Lakukan
pemeriksaan fisik dan kalau perlu pemeriksaan penunjang terhadap pasien.
c. A (assessment): Penilaian keadaan adalah berisi diagnosis kerja, diagnosis diferensial
atau problem pasien, yang didapatkan dari menggabungkan penilaian subyektif dan
obyektif. Pada tahap ini dijelaskan apakah masalah kebutuhan pasien telah terpenuhi atau
tidak
d. P (planning): Rencana asuhan adalah berisi rencana untuk menegakan diagnosis
(pemeriksaan penunjang yang akandilakukan untuk menegakkan diagnosis pasti),
rencana terapi (tindakan, diet, obat-obat yang akan diberikan), rencana monitoring
(tindakan monitoring yang akan dilakukan, misalnya pengukuran tensi, nadi, suhu,
pengukuran keseimbangan cairan, pengukuran skala nyeri) dan rencana pendidikan
(misalnya apa yang harus dilakukan, makanan apa yang boleh dan tidak, bagaimana
posisi)

14
5.6 PATHWAY

Faktor Mal Absorbsi Faktor Makanan Faktor Psikologi


- Karbohidrat - Makanan Besi - Rasa takut
- Lemak - Beracun - Cemas
- Protein - Alergi Makanan

Penyerapan sari-sari
makanan dalam Saluran
pencernaan tidak adekuat
peradangan isi usus

Terdapatnya zat-zat Gangguan sekresi Gangguan motilitas


yang tidak diserap usus

Tekanan osmotif Sekresi air dalam elektrolit Hiperperistltik


meningkat dalam usus meningkat

Reabsorbsi didalam Merangsang usus Kesempatan usus


usus besar terganggu mengeluarkan isinya menyerap makanan

DIARE

BAB sering dengan Inflamasi saluran


konsistensi cair pencernaan

Kulit disekitar Cairan yang Frekwensi Agen Mual dan


anus lecet dan keluar banyak defekasi Pirogenic muntah
teriritasi

Kemerahan, BAB encer Suhu tubuh


gatal & Sering Dehidrasi dengan atau meningkat Anoreksia
digaruk tanpa darah

Kerusakan Gangguan cairan Gangguan Hipertermi Nutrisi


integritas kulit pemenuhan eliminasi BAB kurang dari
cairan & elektrolit diare kebutuhan

15
Sumber : Prastowo, Finisia Andi. 2009. Asuhan Keperawatan pada Tn.S dengan Gangguan Sistem Pencernaan Diare di Bangsal Melati
RSUD Sragen. Karya Ilmiah (Diploma). Universitas Muhammadiyah Surakarta. 41 hal.

BAB V
LAPORAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN HIPOVOLEMIA PADA PASIEN DIARE
KASUS :
Asuhan keperawatan pada Tn.R berusia 43 tahun dengan gangguan system pencernaan
Diare; pasien mengatakan merasa lemas,pasien mengatakan BAB 4-5 x/hari dengan
konsistensi cair, warna kekuningan, bau khas feces, BAK 1-2 x/hari dengan bau urine seperti
obat, pasien mengatakan makan hanya habis 2-3 sendok dari porsi RS karena bila makan
merasa mual dan nafsu makan menurun BB: 53 kg; tekanan darah 90/80 mm Hg, Nadi 120
x/menit, suhu : 38 oC, RR: 22 x/ menit.

5.1 PENGKAJIAN

I. IDENTITAS
Nama   : Tn.R
Tempat, tanggal lahir/umur : Tuban, 05 Januari 1979
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMA                                        
Alamat, no telp. : Kec.Tuban Kab.Tuban
Suku / bangsa :  Jawa                                     
Status pernikahan :  Kawin                                    
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai swasta
Diagnosa medis :  Diare
No. medical record : 184395                                       
Tanggal masuk : 25 Januari 2022                               
                                           
II. KELUHAN UTAMA:
Pasien mengatakan mengeluh lemas dan mual dan dalam sehari bisa BAB 4-5x dan sudah
terjadi selama 3 hari berturut-turut.

III. RIWAYAT KESEHATAN


1. Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat penyakit sekarang, pasie mengatakan merasa mual dan lemas,pasien
mengatakan BAB cair 4-5x/hari, warna kekuningan kemudian pada tanggal 23 januari
2022 diperiksa ke dokter tetapi belum sembuh, dan pada tanggal 25 Januari 2022 oleh
keluarga dibawa ke IGD RSUD Tuban dengan, diare 4-5 x/hari, konsistensi cair, warna
kekuningan kemudian pasien dianjurkan dirawat inap di bangsal Melati.
2. Riwayat kesehatan lalu
Pasien mengatakan dahulu pernah sakit tifus pada bulan Desember 2022 dan dirawat
di RSUD Tuban selama 4 hari.

16
3. Riwayat kesehatan keluarga
Dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit menular seperti TBC, Hepatitis,
dan penyakit menurun seperti Hipertensi, DM dll.

IV. POLA FUNGSI KESEHATAN


1. Persepsi Sehat - Managemen Kesehatan
- Sebelum sakit pasien mengatakan penyakit yang diderita hanya penyakit ringan
sehingga pasien berfikir lama kelamaan akan sembuh sendiri
- Pasien selalu menerapkan pola hidup sehat seperti makan makanan bergizi dan
berolahraga.
- Pasien mengatakan ketika dirinya sakit berobat ke dokter dan selalu mematuhi
anjuran yang diberikan
- Setelah perawatan pasien mengatakan dapat mengetahui penyakitnya setelah dirawat
dan jika keluarga pasien yang sakit akan dibawa ke pelayanan kesehatan terdekat
untuk mengetahui penyakitnya.

2. Pola Nutrisi - Metabolisme


TB : 165 cm BB sebelum sakit : 55 kg BB saat sakit: 53 kg
Kebiasaan di rumah:
 Frekuensi makan: 3 x/hari
 Makan memakai sendok:
terkadang
 Jenis makanan di rumah: makan nasi dengan lauk bervariasi
 Nafsu makan : 1 porsi 3 x sehari
 Minum : (+8 gelas) 2000 cc/hari, Jenis : Air putih
Saat sakit:
 Frekuensi makan: 3x /hari
 Nafsu makan : Menurun (habis 2-3 sendok/hari)
 Minum : (+ 4 gelas) + 1000 cc/hari, Jenis : Air putih
 Keluhan/masalah: Mual, , dan nafsu makan menurun

3. Pola Eliminasi
- Pola defekasi
Sebelum sakit: pasien mengatakan BAB 1x sehari dengan konsistensi padat, berwarna
kuning
Saat sakit: pasien mengatakan BAB 4-5x sehari dengan konsistensi cair, bau khas feces,
berwarna kuning
- Pola eliminasi urine
Sebelum sakit: pasien mengatakan BAK 4-5x perhari, berwarna kuning
Setelah sakit: pasien mengatakan BAK 1-2x perhari, berwarna kuning pekat dan bau
urine khas obat

17
4. Pola Aktifitas - Latihan
Kebiasaan olah raga:
 Jenis : sebelum sakit pasien dapat berolahraga jalan dan lari,
selama sakit pasien hanya berada di tempat tidur dengan berganti
posisi duduk dan berbaring
 Frekuensi : 2x seminggu
 Aktifitas waktu luang: sebelum sakit pasien mendapat hiburan dengan melihat TV,
membaca koran, berbincang-bincang dengan tetangga sekitar

 Kemampuan aktivitas sehari-hari


Sebelum sakit: pasien mengatakan bisa melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri
Saat sakit: pasien mengatakan perlu bantuan orang lain saat melakukan aktivitas sehari-
hari.
 Kemampuan perawatan diri
Sebelum sakit:
Aktivitas 0 1 2 3 4
Mandi V
Berpakaian V
Eliminasi V
Mobilisasi ditempat tidur V
Pindah V
Ambulasi V
Naik tangga V

 Aktifitas selama sakit: selama sakit pasien hanya berada di tempat tidur dengan berganti
posisi duduk dan berbaring, selama sakit pasien dapat informasi dari tim medis.

Saat sakit :
Aktivitas 0 1 2 3 4
Mandi V
Berpakaian V
Eliminasi V
Mobilisasi ditempat tidur V
Pindah V
Ambulasi V
Naik tangga V
Ket:
Mandiri : 0
Alat bantu: 1
Bantuan orang lain :2
Bantuan orang lain dan alat: 3
Tergantung/tidak mampu: 4

5. Pola Tidur Istirahat


Kebiasaan tidur di rumah:
 Jumlah jam tidur:
Malam = 8 jam
Siang : 1 jam

18
Saat sakit/ di rumah sakit:
 Jumlah jam tidur:
Malam = 3-4 jam
Siang : Tidak pernah

6. Pola Kognitif Persepsi


 Pola Kognitif:
Daya ingat jangka pendek : selama sakit klien hanya diam dan lesu tidak banyak bicara.
Daya ingat jangka panjang : sebelum sakit klien dapat berbicara dengan lancar, dapat
melakukan aktivitas secara mandiri
 Pola Persepsi:
Fungsi Penglihatan : Normal (tidak memakai kacamata)
Fungsi Pendengaran : Normal (tidak memakai alat bantu dengar)
Fungsi Pembau : Normal (dapat mencium dan membedakan bau)
Fungsi Raba : Normal (dapat merasakan rangsangan)
Fungsi Pengecapan : Tidak normal (tidak bisa membedakan rasa)

- Kemampuan mengambil keputusan


Pasien lebih sering mengambil keputusan sendiri karena ia kepala keluarga terkadang
berdiskusi dengan istrinya.

7. Pola Persepsi – Konsep Diri


 Gambaran diri : pasien mengatakan tidak nyaman dengan kondisi saat ini dan ingin
segera pulang dengan kondisi sehat
 Identitas diri : pasien berusia 43 tahun, sudah menikah, berjenis kelamin laki-laki
 Ideal diri : pasien berharap bisa tetap menjadi suami yang baik bagi
istrinya
 Harga diri kooperatif : hubungan pasien dengan perawat dan orang lain disekitarnya
baik
 Peran : pasien di rumah sebagai suami dan kepala rumah tangga yang baik
bagi istrinya dan di lingkungan masyarakat sebagai masyarakat biasa. Untuk masalah
keuangan selama pasien sakit dapat teratasi karena pasien dan istrinya sama-sama
bekerja.

8. Pola Peran - Hubungan


 Hubungan dengan keluarga : pasien mengatakan berhubungan baik dengan keluarga
 Hubungan dengan orang lain : selama sakit pasien mengatakan tidur kurang nyenyak
karena terganggu dengan lingkungan sekitar terlalu gaduh / ramai pada saat jam
kunjung pasien

9. Pola Seksualitas – Reproduksi


- Pasien berjenis kelamin laki-laki
- Pasien mengatakan sudah menikah dan belum memiliki anak
- Pasien tidak mengalami gangguan penyakit kelamin seperti Gonore, Candidiasis,
Sifilis dll.

19
10. Pola Koping - Toleransi Stres
- Komunikasi dan hubungan yang baik dengan keluarga dan lingkungan masyarakat
- Klien selalu mendapatkan dukungan keluarga disaat sakit dan sehat
- Selama sakit pasien tidak dapat beraktivitas seperti biasanya
- Cara pasien mengatasi stress biasanya dialihkan dengan berolahraga

11. Pola Nilai - Keyakinan


Pasien mengatakan beragama Islam, sebelum sakit pasien menjalankan sholat
5 waktu secara rutin dengan berdiri, selama sakit pasien menjalankan sholat 5 waktu
secara rutin di tempat tidur dengan berbaring.

V. PEMERIKSAAN FISIK
1. Penampilan umum klien
- Ekspresi wajah, bicara, mood: ekspresi wajah tampak pucat, mata menonjol dan
kemerahan, bicara cenderung lemah, mood tidak baik (pasien tampak gelisah)
 Berpakaian dan kebersihan umum: Bersih
 Gaya berjalan: sebelum sakit pasien dapat berjalan, selama sakit pasien hanya berada
di tempat tidur dengan berganti posisi duduk dan berbaring.
2. Tanda-tanda vital
- Suhu: 38 °C
- Nadi: 120 x/menit
- Respirasi: 22 x/ menit.
- TD: 90/80 mm Hg
3. Sistem pernafasan
 Hidung : bersih tidak ada secret, tidak terpasang oksigen.
 Leher : tidak ada pembesaran tiroid dan vena jugularis, tidak ada rasa nyeri saat
menelan.
 Dada : Pengembangan dada kanan dan kiri sama
 Suara napas tambahan: Tidak ada
4. Sistem kardiovaskuler
 Konjungtiva : normal, berwarna merah muda
 Bibir : kering
 Suara jantung : teratur, tidak ada suara tambahan
 Capillary retilling time: normal
 Edema : tidak ada
5. Sistem perncernaan
 Bibir : Kering
 Mulut : Kering
 Abdomen  :
Bising usus : terdengar peristatik usus 35x/menit,
Perkusi : Timpani
Masa: Tidak ada
Nyeri tekan: Tidak ada
 Kemampuan BAB: Diare
6. Sistem saraf
 Kesadaran : composmentis

20
 GCS: E = 4 V = 5 M = 6 Nilai total= 15
 Kepala: kepala mesochephal, rambut hitam pendek, tidak berketombe, tidak ada
benjolan di kepala.
 wajah: simetris, bentuk oval, tidak ada pembengkakan
 Pupil mata: Isokor
 Leher : tidak ada pembesaran tiroid dan vena jugularis, tidak ada rasa nyeri saat
menelan
 Refleks (spesifik) : normal
7. Sistem muskuloskeletal
 Kemampuan pergerakan sendi: bebas
 Parase: tidak ada
 Paralise: tidak ada
 Hemiprase: tidak ada
 Ekstremitas atas: tidak ada kelainan
 Ekstremitas bawah: tidak ada kelainan
 Tulang belakang: tidak ada kelainan
8. Sistem integument
Warna kulit: sawo matang Akral: Kering Turgor : Jelek/menurun

9. Sistem perkemihan
 Produksi urin: 200ml/hari, frekuensi berkemih :1-2 x/hari
 Warna: Kuningan
 Bau: Seperti obat
 Kemampuan berkemih: Oliguri
10. Sistem reproduksi
Laki-laki
 Keadaan gland penis : normal
 Testis : normal
 Kebersihan : bersih
 Lainnya, sebutkan : tidak terpasang kateter
11. Sistem immun
 Allergi (cuaca, debu, bulu binatang, zat kimia)   : tidak ada
 Immunisasi : tidak ada
 Penyakit yang berhubungan dengan perubahan cuaca : tidak ada
 Riwayat transfusi dan reaksinya : tidak ada

VI. TEST DIAGNOSTIK


 Creatinin: 3,1 mg/dl (nilai normal p: 0,6-1,2 mg/dl, w: 0,5-1,1 mg/dl)
VII. TERAPI
 Mendapatkan terapi IVFD RL 22 tpm
 paracetamol 3x1 tablet,
 zinc 1x10 mg
 dan oralit setiap kali diare.
Tanda tangan

21
Nama terang
.................................
5.2 ANALISA DATA
N DATA ETILOGI PROBLEM
O
1. DS : Kehilangan Hipovolemia
 Pasien mengatakan merasa lemas dan mual cairan aktif
 Pasien mengatakan BAB 4-5x/hari
 Pasien mengatakan BAK 1-2x/hari dengan
volume urine 200ml/hari

DO :
 Pasien BAK 1-2x/hari
 Volume urine 200ml/hari
 Pasien BAB 4-5x/hari
 Turgor kulit menurun
 Membran mukosa kering
 Suhu: 38 °C
 Nadi: 120 x/menit
 Respirasi: 22 x/ menit.
 TD: 90/50 mm Hg,

5.3 DIAGNOSA
Hipovelemia b.d kehilangan cairan aktif d.d frekuensi nadi meningkat, tekanan darah
menurun, turgor kulit menurun, volume urin menurun, membran mukosa kering

22
5.4 PERENCANAAN
NO DIAGNOSIS TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN KRITERIA
HASIL
1. Hipovelemia b.d Tujuan: 1. Identifikasi 1. Untuk
kehilangan cairan status dehidrasi mengetahui status
aktif d.d frekuensi Kebutuhan cairan pasien: dehidrasi atau
nadi meningkat, terpenuhi setelah keadan mata, tugor kehilangan cairan
tekanan darah dilakukan tindakan kulit dan membran berlebih pada
menurun, turgor keperawatan mukosa pasien.
kulit menurun, selama 1 x 24 jam
volume urin
menurun, membran 2. Menjelaskan 2. Memberikan
mukosa kering mengenai informasi dan
pemasukan dan menjelasakan
Kriteria hasil: pengeluaran cairan tentang
 Turgor kulit keseimbangan
normal cairan, fungsi
 Mukosa bibir ginjal dan kontrol
lembab, penyakit usus .
 Mual dan muntah
teratasi 3. Monitor TTV 3. Mengetahui
 Frekuensi defekasi keadaan Umum
normal (1-2x/hari) pasien
 Frekuensi BAK 4. Pantau masukan
normal (4-5x/hari) 4. Untuk
dan keluaran
 Jumlah urine menentukan
meliputi frekuensi
normal (800- kebutuhan
BAK dan BAB,
1300ml) penggantian dan
warna urine dan
 Feses konsistensi keefektifan terapi.
fases, serta
normal (lembek konsistensi fases
sampai padat)
 TTV dalam batas 5. Kolaborasi 5. Efek obat anti
normal dengan Dokter diare dapat
 Suhu: 36,1- dalam pemberian meringankan
37,5°C obat anti diare gejala diare
 Nadi: 60- loperamid 4mg/hari
100x/menit
 TD: 90/60-
140/90 mmHg
 RR:
16-20x/menit

23
5.5 IMPLEMENTASI

NO DIAGNOSIS TGL/JAM TINDAKAN PARAF


KEPERAWATAN
1 Hipovelemia b.d
kehilangan cairan Tanggal,27 1) Mengidentifikasi Kel.5
aktif d.d frekuensi Januari tanda dan gejala
nadi meningkat, 2022/jam dehidrasi.
tekanan darah 08.00 Respon: keadaan
menurun, turgor kulit pasien normal,
kulit menurun, mukosa bibir lembab
volume urin
menurun, membran Tanggal,27 2) Menjelaskan
mukosa kering Januari pentingnya cairan
2022/jam untuk tubuh,
09.00 Respon: pasien
memahami
pentingnya cairan
bagi tubuh

Tanggal,27 3) mengobservasi TTV


Januari Respon:
2022/jam - TD 120/80 mmHg,
10.00 - N : 84 x/menit,
- S : 37’C,
- R : 20x/menit.
Tanggal,27
4) Memantau BAB,
Januari
pemasukan dan
2022/jam
keluaran urine.
11.00
Respon: pasien
BAB 1-2x/hari,
konsistensi lunak,
warna feses kuning
kecokelatan dan
BAK 4-5x/hari urine
berwarna
kuning,volume urine
1200cc
Tanggal,27
Januari 5) Memberikan obat
2022/jam loperamid 4mg
19.00 Respon: pasien mau
meminum obat yang

24
diberikan

5.6 EVALUASI
NO Tanggal/jam Diagnosa Evaluasi TTD
keperawatan
1 Tanggal 28 Hipovelemia b.d S:
Januari kehilangan cairan Kel.5
2022/jam 07.30  Pasien mengatakan
aktif d.d frekuensi
sudah tidak merasa
nadi meningkat,
lemas dan mual
tekanan darah
menurun, turgor  Pasien mengatakan
kulit menurun, BAB 1-2x/hari
volume urin  Pasien mengatakan
menurun, membran BAK 4-5x/hari
mukosa kering
O:
 Pasien BAK 4-5x/hari
 Volume urine
1200cc/24 jam
 Pasien BAB 1-2x/hari
 Konsistensi fases
lembek
 Turgor kulit normal
 mukosa bibir lembab
 TD 120/80 mmHg,
 N : 84 x/menit,
 S : 37’C,
 R : 20 x/menit.

A: Tujuan teratasi

P: Intervensi dihentikan

25
BAB VI
PENUTUP

6.1 KESIMPULAN
Diagnosa yang muncul pada kasus Diare pada Tn.R adalah Hipovelemia b.d kehilangan
cairan aktif d.d frekuensi nadi meningkat, tekanan darah menurun, turgor kulit menurun,
volume urin menurun, membran mukosa kering. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tak adekuat. Tindakan yang dapat terlaksana
dengan baik dalam perawatan Tn.R adalah mengobsrvasi keadaan umum pasien, Memantau
tanda dan gejala dehidrasi, Memantau pemasukan dan pengeluaran cairan, Mengobservasi
tanda-tanda vital, Menjelaskan pentingnya cairan untuk tubuh, Melanjutkan terapi dari dokter
untuk obat antidiare dan antibiotic, Menganjurkan pasien untuk makan sedikit tapi sering,
Memberikan diet sesuai dengan kondisi pasien, Anjurkan pasien bersikap rileks. Tindakan
yang kurang dapat terlaksana dengan baik yaitu belum bisa memberikan lingkungan yang
tenang, mengkaji kekurangan cairan / dehidrasi hanya berdasarkan perkiraan keluarga pasien.

6.2 SARAN
Dengan adanya makalah ini diharap pembaca dapat memahami penjelasan di dalamnya
sehingga dapat diterapkan, guna pemaksimalan pemahaman mengenai Asuhan keperawatan
Hopovolemia pada Pasien Diare

26
DAFTAR PUSTAKA

Tarwotoh & Wartonah. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan Edisi 2.
Jakarta: Salemba Medika.
Wilkinson dkk. (2011). Buku Saku Diagnosa Keperawatan: dengan diagnosa NANDA,
Intervensi NIC, Dan Kriteria Hasil NOC. Edisi 9. Jakarta : ECG.
Doenges. ME. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: ECG
Hidayat, AA. (2016). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika
Muralitharan & Pette. (2015). Dasar_Dasar Patofisiologi Terapan. Jakarta: Bumi Medika.
Nanda Diagnosis Keperawatan. 2017. Definisi & klasifikasi. Edisi 10. Indonesia.
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Prastowo, Finisia Andi. 2009. Asuhan Keperawatan pada Tn.S dengan Gangguan Sistem
Pencernaan Diare di Bangsal Melati RSUD Sragen. Karya Ilmiah (Diploma).
Universitas Muhammadiyah Surakarta. 41 hal.

27
28

Anda mungkin juga menyukai