Anda di halaman 1dari 36

Asuhan Keperawatan Perioperatif

Pada Nn. D Dengan Dianosa Medis Apendiksitis

Di Ruang Instalasi Bedah Sentral

RSUD RA KARTINI KABUPATEN JEPARA

Disusun Oleh :

1. Ellinda Putri K
2. Feby Amasia Y
3. Hertine Mega P
4. Isnaeni Yuyun Y
5. Ulfin Nur Jannah
6. Vivin Yuliana

PROGRAM STUDI D3 - KEPERAWATAN


AKPER KRIDA HUSADA KUDUS
TAHUN AKADEMIK 2019/ 2020
Jl.Kudus Pati KM.5,Desa Jepang,Kec.Mejobo ,KabKudus
Telp.(0291) 4248655,4248656,Fax (0291) 4248657
Email.akperkridahusada@yahoo.co.id

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Y.M.E. Atas berkat dan rahmatnya
makalah tentang Apendisitis Akut ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar.Tak lupa
kami ucapkan terima kasih kepada pembaca yang budiman dan harapan kami atas selesainya
makalah ini tak lain adalah agar para pembaca mendapatkan pengetahuan yang baru dan
informasi yang lebih luas khususnya tentang Apendisitis Akut.
kami menyadari walaupun sudah berusaha sekuat kemampuan yang kami miliki
dalam menyusun makalah ini, masih banyak kekurangan, kelemahan, dan ketidak
sempurnaannya, baik dari segi bahasa, pengolahan, maupun dalam penyusunan. Untuk itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca demi
tercapainya kesempurnaan dalam makalah ini.

Penulis

2
DAFTAR ISI

JUDUL HALAMAN...............................................................................................
KATA PENGANTAR.............................................................................................
DAFTAR ISI...........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG.................................................................................
B. TUJUAN PENULISAN..............................................................................
C. MANFAAT MAKALAH............................................................................
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Pengertian....................................................................................................
B. Klasifikasi....................................................................................................
C. Etiologi........................................................................................................
D. Patofisiologi................................................................................................
E. Manifestasi Klinis.......................................................................................
F. Komplikasi..................................................................................................
G. Pemeriksaan Penunjang dan Hasilnya.........................................................
H. Penatalaksanaan..........................................................................................
I. Pathways......................................................................................................
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian Pre Operatif...............................................................................
B. Pengkajian Intra Operatif............................................................................
C. Pengkajian Post Operatif.............................................................................
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................................
B. Saran............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Apendisitis adalah peradangan dari apendik periformis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering (Dermawan dan Rahayuningsih, 2010)
Istilah usus buntu di masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus buntu
yang sebenarnya adalah sekum. Apendiks diperkirakan ikut serta dalam imun sektorik
di saluran pencernaan. Namun, pengangkatan apendiks tidak menimbulkan efek
fungsi system imun yang jelas.(Santacroce, 2009)
Dari hasil survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia apendisitis
akut merupakan salah satu penyebab dari akut abdomen dan beberapa indikasi untuk
dilakukan operasi kegawatdaruratan abdomen. Insiden apendisitis di Indonesia
menmpati urutan tertinggi di antara kasus kegawatan abdomen lainnya(Depkes, 2009)
Peradangan pada apendik selain mendapat intervensi farmakologi juga
memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi dan memberi
implikasi pada perawat dalam bentuk asuhan keperawatan. Berlanjutnya kondisi
apendiksitis akan meningkatkan resiko terjadinya perforasi dan membentuk massa
periapendikular. Perforasi dalam cairan inflamasi dan bakteri masuk ke rongga
abdomen lalu memberi respon inflamasi permukaan peritonium atau terjadi
peritonitis. Apabila perforasi apendiks disertai dengan material abses, maka akan
memberikan manifestasi nyeri lokal akibat akumulasi abses dan kemudian juga akan
memberikan respon peritonitis. Manifestasi yang khas dari periforasi apendiks adalah
nyeri hebat yang tiba-tiba datang pada abdomen kanan bawah. (Tzanakis, 2010)
B. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui lebih jelas penyebab, gejala, dan asuhan keperawatan pada pasien
Apendiksitis.
C. Manfaat Makalah
Mengetahui lebih jelas penyebab, gejala, dan asuhan keperawatan pada pasien
Apendiksitis.

4
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur yang
terpuntir, appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan
multiplikasi (Chang, 2010)
Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapt terjadi tanpa
penyebab yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat terpuntirnya
apendiks atau pembuluh darahya (Corwin, 2009).
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur
baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia
antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, Arief,dkk, 2012)
Apendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh
fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen
merupakan penyebab utama Apendisitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat
terjadi karena parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, dan
Enterobius vermikularis (Ovedolf, 2009).

B. KLASIFIKASI
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada
dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi
dari apendiks.
2. Penyebab obstruksi dapat berupa :
a. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks
b. Fekalit
c. Benda asing
d. Tumor
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi
tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra
luminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.

5
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks
sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada
dinding apendiks.
Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi
dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.
a. Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis.
Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme
yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan
infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.
Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam
lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum
lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan
nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada
seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
b. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat :
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks
secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah
apendektomi.
Kriteria  mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding
apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan
ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis
kronik antara 1-5 persen.
c. Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang
di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi
menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut
pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk
aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn
lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan
apendektomi yang diperiksa secara patologik.

6
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering
penderita datang dalam serangan akut
d. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat
adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa.
Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun
jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa
menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut
kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat
bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah
apendiktomi.
e. Tumor Apendiks
Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi
atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional,
dianjurkan  hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup yang jauh
lebih baik dibanding hanya apendektomi.
f. Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis
prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas
spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom
karsinoid berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas
karena spasme bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus
tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan
gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan
residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen
patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor,
dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan

7
C. ETIOLOGI
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor prediposisi
yaitu:
1. Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi
karena:
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun
(remaja dewasa).Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada
masa tersebut.
4. Tergantung pada bentuk apendiks:
a. Appendik yang terlalu panjang
b. Massa appendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
d. Kelainan katup di pangkal appendiks(Nuzulul, 2009)

D. PATOFISIOLOGI
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan
sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah
terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis
supuratif akut.

8
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih
kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah
terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2007) .

E. MANIFESTASI KLINIK

a. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan, mual,
muntah dan hilangnya nafsu makan.

b. Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.

c. Nyeri tekan lepas dijumpai.

d. Terdapat konstipasi atau diare.

e. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.

f. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.

g. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter.

h. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.

i. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.

j. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen


terjadi akibat ileus paralitik.

k. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien mungkin
tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.

9
F. KOMPLIKASI
1. Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis.Faktor
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis.Faktor penderita
meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan
diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat
melakukan penanggulangan.Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka
morbiditas dan mortalitas.Proporsi komplikasi Apendisitis 10-32%, paling sering
pada anak kecil dan orang tua.Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2
tahun dan 40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada
anak-anak dan orang tua.43 Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih
tipis, omentum lebih pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan
terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah.
Adapun jenis komplikasi diantaranya:
a. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon
dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila
Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar
ke rongga perut.Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit,
tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif
pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak
sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan
leukositosis terutamapolymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
c. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya
yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis.Bila infeksi tersebar luas
pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum.Aktivitas
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan
hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi,
dan oligouria.Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah,
nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.

10
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN HASILNYA
a. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP).Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-18.000/mm3
(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah
serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut yang
akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui
proses elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu
80% dan 90%.
b. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography
Scanning(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada
tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-
scan ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari
appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat
akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan
92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas
dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.
c. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi
saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
d. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa peradangan
hati, kandung empedu, dan pankreas.
e. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa adanya
kemungkinan kehamilan
f. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan Barium
enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk kemungkinan
karsinoma colon.
g. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis, tetapi
mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis dengan obstruksi usus
halus atau batu ureter kanan.

11
H. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi.
b. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik.Pemberian
antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita Apendisitis perforasi,
sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian
antibiotik sistemik
c. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan yang
dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi).Penundaan
appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan
perforasi.Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
d. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi yang
lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen.Komplikasi utama adalah infeksi luka
dan abses intraperitonium.Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci
dengan garam fisiologis atau antibiotik.Pasca appendektomi diperlukan perawatan
intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan besar
infeksi intra-abdomen.

12
I. PATHWAYS
Apendisitis

Hiperplasi folikel Benda asing Erosi mukosa Fekalit Striktur Tumor


Limfoid apendisitis

Obstruksi

Mukosa terbendung

Apendiks teregang

Tekanan intraluminal

Nyeri
Aliran darah terganggu

Ulserasi dan invasi bakteri


Pada dinding apendiks

Apendisitis

Cemas
Ke peritonium Trombosis pada vena intramural

Peritonitis pembedahan operasi Pembengkakan dan iskemia

Luka insisi
Perforasi
pengaruh anestesi Nyeri akut Resiko
Perdarahan

Ketidakefektifan pola Jalan masuk kuman


Resiko infeksi
nafas (Mansjoer, 2013)

13
J. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian Fokus
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pre operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi jaringan
intestinal oleh inflamasi)
2) Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan penurunan
peritaltik.
3) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah.
4) Cemas  berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.

b. Post operasi
1) Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi
appenditomi).
2) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post
pembedahan).
3) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelemahan otot:
anestesi
4) Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan
pengobatan b.d kurang informasi.

14
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Pre Operasi
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Nyeri akut berhubungan dengan agen NOC: 1. NIC:
injuri biologi (distensi jaringan Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karasteristik nyeri
intestinal oleh inflamasi) keperawatan, diharapkan nyeri 2. Jelaskan pada pasien tentang penyebab nyeri
klien berkurang dengan kriteria 3. Ajarkan tehnik untuk pernafasan diafragmatik lambat / napas dalam
hasil: 4. Berikan aktivitas hiburan (ngobrol dengan anggota keluarga)
1. Klien mampu mengontrol nyeri 5. Observasi tanda-tanda vital
(tahu penyebab nyeri, mampu 6. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik
menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri, mencari
bantuan)
2. Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan
menggunakan manajemen
nyeri
3. Tanda vital dalam rentang
normal: TD (systole 110
-130mmHg, diastole 70-

15
90mmHg),HR(60
100x/menit), RR (16-
24x/menit), suhu (36,5-
37,50C)
4. Klien tampak rileks mampu
tidur/istirahat
2. Perubahanpola eliminasi (konstipasi) Setelah dilakukan asuhan
berhubungan dengan penurunan keperawatan, diharapkan 1. Pastikan kebiasaan defekasi klien dan gaya hidup sebelumnya.
peritaltik. konstipasi klien teratasi dengan 2. Auskultasi bising usus
kriteria hasil: 3. Tinjau ulang pola diet dan jumlah / tipe masukan cairan.
1. BAB 1-2 kali/hari 4. Berikan makanan tinggi serat.
2. Feses lunak 5. Berikan obat sesuai indikasi, contoh : pelunak feses
3. Bising usus 5-30 kali/menit
3. Kekurangan volume cairan Setelah dilakukan asuhan 1.Monitor tanda- tanda vital
berhubungan dengan mual muntah. keperawatan diharapkan 2.Kaji membrane mukosa, kaji tugor kulit dan pengisian kapiler.
keseimbangan cairan dapat 4. Awasi masukan dan haluaran, catat warna urine/konsentrasi, berat jenis.
dipertahankan dengan kriteria 5. Auskultasi bising usus, catat kelancaran flatus, gerakan usus.
hasil: 6. Berikan perawatan mulut sering dengan perhatian khusus pada
1. Kelembaban membrane perlindungan bibir.
mukosa 7. Pertahankan penghisapan gaster/usus.
2. Turgor kulit baik 8. Kolaborasi pemberiancairan IV dan elektrolit
3. Haluaran urin adekuat: 1

16
cc/kg BB/jam
4. Tanda-tanda vital dalam batas
normal: TD (systole 110-
130mmHg, diastole 70-
90mmHg), HR(60-
100x/menit), RR (16-
24x/menit), suhu (36,5-
37,50C)

4. Cemas  berhubungan dengan akan Setelah dilakukan asuhan 1. Evaluasi tingkat ansietas, catat verbal dan non verbal pasien
dilaksanakan operasi. keperawatan, diharapkan 2. Jelaskan dan persiapkan untuk tindakan prosedur sebelum dilakukan
kecemasan klien berkurang 3. Jadwalkan istirahat adekuat dan periode menghentikan tidur.
dengan kriteria hasil: 4. Anjurkan keluarga untuk menemani disamping klien
1. Melaporkan ansietas menurun
sampai tingkat teratasi
2. Tampak rileks

b. Post operasi

NO Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1 Nyeri berhubungan dengan agen NOC: NIC:

17
injuri fisik (luka insisi post operasi Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji skala nyeri lokasi, karakteristik dan laporkan perubahan nyeri de
appenditomi). keperawatan, diharapkan nyeri tepat.
berkurang dengan kriteria hasil: 2. Monitor tanda-tanda vital
1. Melaporkan nyeri berkurang 3. Pertahankan istirahat dengan posisi semi powler.
2. Klien tampak rileks 4. Dorong ambulasi dini.
3. Dapat tidur dengan tepat 5. Berikan aktivitas hiburan.
4. Tanda-tanda vital dalam batas 6. Kolborasi tim dokter dalam pemberian analgetika.
normal: TD (systole 110-
130mmHg, diastole 70-
90mmHg), HR(60-100x/menit),
RR (16-24x/menit), suhu (36,5-
37,50C)

18
2. Resiko infeksi berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji adanya tanda-tanda infeksi pada area insisi
tindakan invasif (insisi post keperawatan diharapkan infeksi 2. Monitor tanda-tanda vital. Perhatikan demam, menggigil, berkeri
pembedahan). dapat diatasi dengan kriteria hasil: perubahan mental
1. Klien bebas dari tanda-tanda 3. Lakukan teknik isolasi untuk infeksi enterik, termasuk cuci tangan efe
infeksi 4. Pertahankan teknik aseptik ketat pada perawatan luka insisi / terb
2. Menunjukkan kemampuan untuk bersihkan dengan betadine.
mencegah timbulnya infeksi 5. Awasi / batasi pengunjun dan siap kebutuhan.
3. Nilai leukosit (4,5-11ribu/ul) 6. Kolaborasi tim medis dalam pemberian antibiotic

3 Resiko perdarahan berhubungan Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor ketat tanda tanda perdarahan.
dengan tindakan invansif keperawatan diharapkan resiko 2. Catat nilai Hb dan Ht sebelum dan sesudah terjadinya perdarahan
perdarahan berkurang dengan 3. Lakukan manual pressure (tekanan) pada area perdarahan
kriteria hasil: 4. Lakukan pressure dressing (perban yang menekan) pada area luka
1. Tidak ada hematuria dan 5. Instruksikan pasien untuk membatasi aktivitas

19
hematematis 6. Kolaborasi dalam pemberian terapi: lactulose atau vasopressin
2. Kehilangan darah yang terlihat 7. Kurangi faktor stress
3. Tekanan darah dalam batas 8. Pertahankan jalan nafas pasien
normal sistol dan diastole 9. Monitor nutrisi pasien
4. Tidak ada perdarahan pervagina 10. Berikan cairan intra vena
5. Tidak ada distensi abdominal
6. Hemoglobin dan hematokrit
dalam batas normal
7. Plasma, PT, PTT dalam batas
normal
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji ulang pembatasan aktivitas pascaoperasi
prognosis dan kebutuhan pengobatan keperawatan diharapkan 2. Anjuran menggunakan laksatif/pelembek feses ringan bila perlu
b.d kurang informasi. pengetahuan bertambah dengan hindari enema
kriteria hasil: 3. Diskusikan perawatan insisi, termasuk mengamati balutan, pembat
1. menyatakan pemahaman proses mandi, dan kembali ke dokter untuk mengangkat jahitan/pengikat
penyakit, pengobatan dan 4. Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medic, contoh peningk
berpartisipasi dalam program nyeri edema/eritema luka, adanya drainase, demam
pengobatan                                     
    

20
21
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pre Operatif

Diagnosa Medis : Apendiksitis Akut


Tindakan perasi : Laparatomy Apendiksitis
Tanggal : 13 Desember 2019

Identitas Pasien
Nama : Nn. D
Usia : 20 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
No Rekam Medik : 000719xxx
Ruangan : IBS
Tanggal Lahur : 10 Desember 1999

Riwayat Kesehatan
a. Keadaan Umum : Baik
b. Keluhan Utama
Pasien mengatakan nyeri di bagian perut sebelah kanan bawah
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan tidak pernah dirawat di rumah sakit, tidak pernah dioperasi
sebelumnya dan tidak memiliki penyakit yang menurun atau menular seperti
TBC,Hipertensi, HIV Aids, dan lain – lain.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit
seperti pasien dan tidak ada yang memiliki penyakit yang menular atau
menurun seperti penyakit DM, Hipertensi, HIV Aids, dan lain – lain.
e. Riwayat Penyakit
Pasien mengatakan nyeri di bagian perut sebelah kanan sejak kurang lebih
delapan bula, tetapi pasien menghiraukan rasa sakitnya. Makin lama sakitnya
semakin tidak bisa ditahan kemudian pasien periksa ke dokter pada tanggal 10

22
Desember 2019, dokter menyarankan untuk melakukan pemeriksaan lebih
lanjut di Rumah Sakit. Kemudian pasien saat pulang kerja pasien mengalami
kesakitan/ nyeri yang sangat hebat pada bagian perutnya, pasien memutuskan
untuk periksa ke RSUD RA Kartini pada tanggal 11 Desember pukul 19.00.
Pasien di rawat di ruang Anggrek 2, setelah dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut pasien disarankan untuk melakukan tindakan operasi Laparatomy
Apendisitis.

Hasil Pemeriksaan Laboratorium/Penunjang Lainnya


1. Pemeriksaan Laboratorium
No. Lab : 19121200xxx
Nama : Nn. D
No. RM : 00719xxx
Alamat : Bondo 3/4 Bangsri Jepara
Jenis Kelamin : Perempuan
Ruangan : Anggrek 2
Tanggal Mulai : 12-12-2019 09:51:50
Tanggal Selesai : 12-12-2019 10:21:51

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Perempuan

Haemoglobi 11,1* gr% 12-16


n

Leucoccyt 6.180 mmᶾ 4000-10000

Trombocyt 236.000 mmᶾ 150000-400000

Hematokrit 32,9* % 37-43

GDS 109 mg% 80-150

2. Pemeriksaan USG
USG di area abdomen dextra bagian bawah

23
Jenis Set Operasi : Basic mayor set

Pengkajian

Waktu tiba : 10.00 WIB


1. Bio-Fisik
a. Breathing
Pasien bernafas spontan, tidak memakai alat bantu pernapasan
Respirasi Rate : 16x/menit
SPO2 : 100%
b. Blood
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 82x/menit
Suhu : 36,8⁰C
c. Brain
Kesadaran : Composmentis
GCS : 15 E : 4, M : 6, V : 5
d. Bladder
Tidak terpasang dower cateter
e. Bowel
Berat Badan : 42 kg
Tinggi Badan : 158 cm
IMT : 42/(1,58)² = 16,8
f. Bone
1) Integritas kulit utuh
2) Tidak ada patah tulang
3) Status nyeri :

P : Abdomen dextra bawah

Q : Nyeri tumpul

R : Kuadran 3

S : Skala 5 (Skala Sedang)

T : Hilang timbul

24
2. Psikologi
Pasien mengatakan cemas/ takut karena akan dioperasi
3. Sosial Budaya
a. Hubungan pasien dengan keluarga baik, keluarga pasien mendukung
untuk tindakan operasi.
b. Pasien beragama Islam

25
Analisa Data Diagnosa Tujuan Intervensi Implementasi Evaluasi
Keperawatan

DS : 1.Nyeri akut Setelah 1.NIC 1.Memonitor TTV S:


berhubungan dilakukan
-Pasien mengatakan Pain level 2.Mengkaji skala -Pasien mengatakan skala nyeri berkurang dari 5 ke 4
dengan tindakan
cemas/takut dioperasi nyeri
keperawatan -Monitor P:abdomen dextra bawah
-Pasien mengatakan 1x15 menit TTV 3.Mengajarkan teknik
Q:nyeri tumpul
nyeri di perut bagian diharapkan nyeri relaksasi
-Kaji skala
kanan bawah pasien R:Kuadran 3
2.Ansietas nyeri 4.Memberi
berkurang
P:abdomen dextra berhubungan pengetahuan pasien S:Skala5 (nyeri sedang)
dengan kriteria -Ajarkan
bawah dengan stresor tentang prosedur
hasil: teknik T:Hikang timbul
(tindakan operasi
Q:nyeri tumpul relaksasi
pembedahan) 1.Skala nyeri
R:Kuadran 3 berkurang 1-
-Pasien mengatakan sudah mrengerti prosedur tindakan
3(nyeri ringan)
S:Skala5 (nyeri operasi
sedang) 2.Ekspresi
2.NIC
wajah pasien
T:Hikang timbul
tampak tenang Anxiety O:

-Beri -Pasien tampak tenang


DO : pengetahuan

26
-Pasien tampak cemas pasien
tentang
-TTV: A: Masalah belum teratasi
prosedur
TD:110/70mmHg operasi P:Lanjutkan intervensi

N:82x/menit Setelah -Kaji skala nyeri


dilakukan
RR:16x/menit -Monitor TTV
tindakan
S:36,8⁰C keperawatan -Ajarkan teknik relaksasi
1x15 menit
SPO2:100%
diharapkan
-Pasien tampak pasien tidak
meringis kesakitan cemas/cemas
hilang dengan
kriteria hasil:

1.Pasien tampak
tenang

2.Pasien
mengetahui
prosedur operasi

27
B. INTRA OPERATIF

Pengkajian
Waktu masuk OK : 10.20 WIB
Waktu keluar OK : 11.00 WIB
Anestesi
Waktu mulai : 10.20 WIB
Waktu selesai : 10.35 WIB
Jenis anestesi : Regional anestesi
Nama tindakan operasi : Laparatomy apendisitis
Waktu mulai tindakan : 10.30 WIB
Waktu selesai tindakan : 11.05 WIB

a. Breathing
Pasien bernafas spontan, pasien memakai nasa kanul 3 liter
Respirasi Rate :16x/menit
SPO2 : 95%
b. Blood
Tekanan Darah : 130/70 mmHg
Nadi : 86x/menit
Suhu : 36⁰C
Jumlah perdarahan : 100cc
c. Brain
Kesadaran : Apatis
GCS : 12 E : 4, M : 4 , V : 4
d. Bladder
Tidak terpasang dower cateter
e. Bowel
Berat Badan : 42 kg
Tinggi Badan : 158 cm
IMT : 42/(1,58)² = 16,8

28
f. Bone
1) Integritas kulit tidak utuh, terdapat luka laparatomy di abdomen
dengan panjang 20 cm
2) Tidak ada patah tulang

29
Analisa Data Diagnosa Tujuan Intervensi Implementasi Evaluasi
Keperawatan

DS : - Resiko perdarahan Setelah dilakukan 1.Atur posisi supinasi 1.Mengatur posisi S:-
berhubungan dengan tindakan keperawatan supinasi
DO : 2.Siapkan peralatan
prosedur invasif 1x40 menit diharapkan
bedah 2.Menyiapkan
-Pasien memakai nasa resiko perdarahan tidak O:
peralatan bedah
kanul 3 liter terjadi dengan kriteria 3.Kolaborasi dengan
-Terdapat perdarahan 100cc
hasil: dokter pemberian obat: 3.Berkolaborasi
-TTV:
dengan dokter
1.Perdarahan kurang dari Kalnex 500 mg
RR:16x/menit pemberian obat:
50cc A: Masalah belum teratasi
SPO2: 95% Kalnex 500 mg
2.Tidak terjadi
TD:130/70 mmHg perdarahan
P:Lanjutkan intervensi:
N: 86x/menit S: 36⁰C
-Kolaborasi dengan dokter
-Kesadaran: apatis pemberian obat:
GCS: 12, E:4, V:4,
Kalnex 500 mg
N:4

-Perdarahan 100cc

30
Set operasi digunakan : Set Basic Mayor

Jenis-jenis alat dalam set

Jenis Alat Penghitungan Awal Penghitungan Penghitungan


Kedua Terakhir

Bengkok 2 2 2

Com Betadhine 1 1 1

Nalpuder 2 2 2

Gunting Jaringan 2 2 2

Gunting Benang 1 1 1

Pinset Chirurgis 2 2 2

Pinset Anatomis 2 2 2

Pean Bengkok Kecil 7 7 7

Pean Bengkok Besar 3 3 3

Pean Lurus 5 5 5

Scapel Besar/Kecil 1/1 1/1 1/1

Kocher 6 6 6

Duk Klem 6 6 6

Hak Besar 1 1 1

Hak Sedang 1 1 1

Hak Kecil 1 1 1

Kassa 20 20 20

C. POST OPERATIF

Waktu masuk ruang pemulihan


Tanggal : 13 Desember 2019
Pukul : 11.10 WIB

31
Waktu keluar ruang pemulihan
Tanggal : 13 Desember 201
Pukul : 11.25 WIB
Status anestesi : Regional Anestesi
Skor :

a. Breathing
Pasien bernafas spontan, pasien memakai nasa kanul 3 liter per menit
Respirasi Rate : 24x/menit
SPO2 : 99%
b. Blood
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 89x/menit
Suhu : 36,1⁰C
c. Brain
Kesadaran : Composmentis
GCS : 15 E : 4, M : 6 , V : 5
d. Bladder
Tidak terpasang dower cateter
e. Bowel
Berat Badan : 42 kg
Tinggi Badan : 158 cm
IMT : 42/(1,58)² = 16,8
f. Bone
Integritas kulit tidak utuh, terdapat luka laparatomy di abdomen dengan
panjang 20 cm dan tidak ada patah tulang

32
Analisa Data Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Implementasi EVALUASI

DS : - Ketidakefektifan pola NOC : NIC : 1.memberikan terapi oksigen 3 S:-


nafas berhubungan liter per menit
DO : Status pernapasan Monitor pernapasan ( 3350,
dengan kelemahan
(0403 hal 560) hal 236) 2. memposisikan pasien head till
-pasien tampak otot : anastesi O:
chin lift
sesak nafas Setelah dilakukan 1.berikan terapi oksigen
-RR
tindakan nasal kanul 3l/menit 3. monitor frekuensi dan suara
-RR;24x/menit 24x/menit
keperawatan 1x 30 nafas tambahan
2. posisikan pasien head
menit diharapkan A: Masalah
chin chin lift 4. kolaborasi dengan tim medis
pola nafas pasien belum
lain dalam pemberian anidot obat
dapat terarasi dengan 3. monitor frekuensi dan teratasi
anastesi
KH ; suara nafas tambahan

1. RR dalam 4. kolaborasi medis anidot


P:Lanjutkan
rentang obat anastesi
intervensi:
normal : 16-
20x/menit - berikan
2. Pasien dapat terapi
bernafas oksigen
dengan 3l/menit
mudah

33
34
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua umur baik
laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30
tahun (Mansjoer 2013)
Penyebab penyakit apendisitis secara pasti belum diketahui. Tetapi, terjadinya
apendisitis ini umumnya karena bakteri. Selain itu, terdapat banyak faktor pencetus
terjadinya penyakit ini diantaranya sumbatan lumen apendiks, hiperplasia jaringan
limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris yang dapat menyebabkan sumbatan.
B. SARAN
Semoga makalah yang kami susun dapat dimanfaatkan secara maksimal, sehingga
dapat membantu proses pembelajaran dan dapat mengefektifkan kemandirian dan
kreatifitas mahasiswa. Selain itu, diperlukan lebih banyak referensi untuk menunjang
proses pembelajaran.

35
DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth, J, Corwin. (2009). Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.

Fatma. (2010). Askep Appendicitis. Diakses http://fatmazdnrs.blogspot.com/2010/08/askep-


appendicitis.html pada tanggal 09 Mei 2012.

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.

Mansjoer, A.  (2007). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Nuzulul. (2009). Askep Appendicitis. Diakses


http://nuzulul.fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35840-Kep%20Pencernaan Askep
%20Apendisitis.html tanggal 09 Mei 2012.

Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddart. Edisi 8.
Volume 2. Jakarta, EGC

JANGAN LUPA DAFTAR PUSTAKA DISEUSAIKAN

Edit daftar isi dll yang masih kurang.

36

Anda mungkin juga menyukai