Disusun oleh :
Kelompok 2
(A12.1)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
(22020112120007)
(22020112130034)
(22020112130040)
(22020112130052)
(22020112130053)
(22020112140120)
A. Latar belakang
Sistem pencernaan pada manusia terdiri dari saluran gastrointestinal, meliputi
mulut, esofagus, lambung dan usus sampai anus. Fungsi utama sistem pencernaan adalah
menyediakan makanan, air dan elektrolit bagi tubuh dari nutrien yang dicerna sampai
siap untuk diserap tubuh (Sloane, 2004). Pertemuan usus halus dan usus besar terletak di
bawah kanan duodenum. Pada tempat ini terdapat apendiks veriformis. Apendiks ini
dapat mengalami gannguan inflamasi akut, yang biasa disebut dengan apendisitis.
Apendisitis merupakan peradangan pada Apendiks yang berbahaya jika tidak
ditangani dengan segera di mana terjadi infeksi berat yang bisa menyebabkan pecahnya
lumen usus (Williams & Wilkins, 2011 dalam Meliala, 2011). Apendisitis dapat terjadi
pada semua usia. Meskipun bisa terjadi pada semua usia, lebih sering terjadi antara usia
10 dan 30 tahun (Brunner&Suddarths, 2008). Angka kejadian apendisitis cukup tinggi di
dunia. Menurut Lubis (2008), setiap tahun apendisitis menyerang 10 juta penduduk
Indonesia dan saat ini morbiditas angka apendisitis di Indonesia mencapai 95 per 1000
penduduk dan angka ini merupakan tertinggi di antara negara-negara di Association of
South East Asia Nation (ASEAN) (Indri, 2014).
Gejala klinis dari apendisitis adalah nyeri kuadran bawah dan disertai demam
ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Apendisitis juga mempunyai
komplikasi. Komplikasi utama pada apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat
berkembang menjadi peritonitis atau abses (Smeltzer, 2001). Untuk menangani gejala
dan mencegah komplikasi tersebut, maka diperlukan penatalaksanaan yang tepat pada
pasien dengan apendisitis.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui konsep teori, masalah keperawatan dan asuhan keperawatan pada
pasien dengan penyakit apendisitis
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian apendisitis
b. Mengetahui etiologi apendisitis
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Usus buntu adalah bagain kecil, seperti jari yang melekat pada sekum tepat di
bawah katup ileosekal. Karena proses pengosongan ke dalam usus besar tidak efisien dan
lumen yang kecil, maka rentan untuk terhambat dan rentan terhadap infeksi (apendisitis).
Usus buntu yang terhalang dapat menjadi radang dan edema dan akhirnya terisi dengan
nanah. Ini adalah yang paling penyebab umum dari peradangan akut pada kuadran kanan
bawah dari rongga perut (Brunner&Suddarths, 2008).
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks (ujung seperti jari-jari
kecil sepanjang kurang lebih 10 cm, melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal),
disebabkan oleh bakteri, dicetuskan oleh sumbatan lumen seperti fekalit, tumor appendiks
dan cacing askaris (UNIMUS).
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Apendisitis akut
adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah rongga
abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001 dalam
Docstoc, 2010). Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing (MN
Hasya, 2012).
B. Etiologi
Berbagai hal dapat berperan sebagai faktor pencetus apendisitis. Sumbatan lumen
apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia
jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan
sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi
mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004
dalam USU).
Apendisitis adalah infeksi dari bakteri. Hal yang berperan sebagai penyebabnya
adalah obstruksi lumen apendiks sebagai faktor presipitasi, kebiasaan makan-makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi, erosi mukosa apendiks karena parasit
(Sjamsuhidayat, 2004 dalam UNIMUS).
f. Bila dilakukan penekanan kemudian dilepaskan pada titik McBurney maka pasien
apendisitis akut akan merasa sangat nyeri.
g. Nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknyasehingga merupakan nyeri
somatik setempat.
h. Kadang tidak ada nyeri epigastrum, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita
seperti memerlukan obat pencahar.
Klasifikasi apendisitis akut :
a. Apendisitis akut simple
Peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa. Gejalanya yaitu :
1) Nyeri di daerah umbilikus
2) Mual
3) Muntah
4) Anoreksia
5) Malaise
6) Demam ringan.
b. Apendisitis supuratif
Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di
titik McBurney, defans muskuler dan nyeri pada gerak aktif dan pasif.
c. Apendisitis akut gangrenosa
Didapatkan tanda-tanda supuratif, apendiks mengalami gangren pada bagian
tertentu. Dinding apendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman.
1) Apendisitis infiltrate
Apendisitis infiltrate merupakan proses radang apendiks yang
penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, seum, kolon dan
peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat
satu dengan yang lainnya.
2) Apendisitis abses
Terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah.
3) Apendisitis perforasi
Merupakan pecahnya apendiks yang sudah gangren yang menyebabkan pus
masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum.
2. Apendisitis kronis
Apendisitis kronis merupakan nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu
atau terjadi secara menahun. Prevalensi hanya 1-5%. Diagnosis apendisitis kronis sulit
ditegakkan. Patologi anatomi digunakan untuk menegakkan apendisitis kronis karena
diagnosis sebelum operasi sangat sulit ditetapkan (Smink & Soybel, 2005). Diagnosis
apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya :
a. Riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu
b. radang kronik apendikssecara makroskopik dan mikroskopik.
mikroskopik apendisitis kronikadalah :
1) Fibrosis menyeluruh dinding apendiks
2) Sumbatan parsial atau total lumen apendiks
Kriteria
G. Pemeriksaan penunjang
1. Uji psoas dan uji obturator
Pemeriksaan ini dilakukan juga untuk mengetahui letak apendiks yang
meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas mayor lewat
hiperekstensi sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks
yang meradang menempel pada m.psoas mayor, maka tindakan tersebut akan
menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan
andorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang
kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka
tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis
pelvika (Akhyar Yayan, 2008 ).
2. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP).
Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.00020.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%. Sedangkan pada CRP
ditemukan jumlah serum yang meningkat.
3. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan
ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi
pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian
menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami
inflamasi serta pelebaran sekum.
H. Penatalaksanaan
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan.
Antibiotik dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk membatasi aktivitas
fisik sampai pembedahan dilakukan ( akhyar yayan,2008 ). Analgetik dapat diberikan
setelah diagnosa ditegakkan. Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks)
dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat
dilakukan dibawah anestesi umum umum atau spinal, secara terbuka ataupun dengan
cara laparoskopi yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Bila
apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney banyak dipilih oleh para ahli bedah. Pada
penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi dulu.
Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan bila dalam observasi
masih terdapat keraguan. Bila terdapat laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik
pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak
(Smeltzer C. Suzanne, 2002).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
APENDISITIS
Kasus
Seorang wanita 30 tahun datang ke IGD dengan keluhan nyeri perut sekitar pusar
sampai bagian kanan bawah sejak dua hari yang lalu dan bertambah parah mulai semalam.
Pasien terlihat gelisah, menahan nyeri dan memegang perutnya. Pasien mengatakan nyeri
seperti ditusuk tusuk dan meningkat ketika bergerak atau berjalan. Pasien terlihat berkeringat
dingin dan pucat serta mengeluh mual dan muntah. Tekanan darah 112/68 mmHg, frekuensi
nadi 114x/menit, frekuensi nafas 24x/menit, dan suhu 38,80C.
A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Primer
a. Airways
Pada airway yang perlu dikaji lebih lanjut yaitu apakah klien terdapat suara
tambahan atau tidak, apakah ada sumbatan/tidak.
b. Breathing
Nafas klien cepat dengan RR 24 kali per menit, yang perlu dikaji lebih lanjut
yaitu apakah pengembangan dada simetris/tidak,apakah ada retraksi dinding dada
c. Circulation
Klien mengalami takikardia dengan HR 114 x/menit, Tekanan darah klien 112/68
mmHg
d. Disability
Klien terlihat gelisah, menahan nyeri dan memegang perutnya
e. Exposure
Pada exposure yang perlu dikaji lebih lanjut yaitu apakah klien terdapat trauma
atau jejas pada tubuhnya
2. Pengkajian Sekunder
a. Identitas klien
Nama
Tempat/tanggal lahir
Usia
Jenis kelamin
Diagnosis medis
: Ny. A
:: 30 tahun
: Perempuan
:-
b. Keluhan Utama
Ny. A datang ke IGD dengan keluhan nyeri perut sekitar pusar sampai bagian
kanan bawah
c. Riwayat penyakit
1) Riwayat penyakit sekarang
a) Klien masuk IGD pada tanggal 3 November 2014
b) Klien mengatakan nyeri seperti ditusuk tusuk dan meningkat ketika
bergerak atau berjalan
d. Riwayat penyakit dahulu
Perlu dikaji lebih lanjut mengenai apakah klien memiliki riwayat penyakit yang
serius.
e. Riwayat penyakit keluarga
Perlu dikaji lebih lanjut mengenai keluarga klien apakah memiliki penyakit
keturunan.
Genogram
Ket:
= Laki-laki meninggal
= Wanita meninggal
= Laki-laki
= Wanita
= Klien
: Perlu dikaji pada klien apendisitis akut biasanya skala nyeri pada
pasien ulkus peptikum bervariasi pada rentang 7-9 (nyeri berat sampai nyeri
tak tertahankan)
2) Pola oksigenasi
Saat dikaji : Napas klien cepat dan dangkal dengan RR 24x/menit, klien
terlihat pucat dan berkeringat dingin
3) Pola nutrisi
Saat dikaji
4) Pola eliminasi
Saat dikaji
sehari-hari / malaise.
6) Pola istirahat tidur
Saat dikaji
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Klien mengeluh nyeri perut sekitar pusar sampai bagian kanan bawah sejak
dua hari yang lalu dan bertambah parah mulai semalam. Klien terlihat
gelisah, menahan nyeri dan memegang perutnya. Klien juga terlihat
berkeringat dingin dan pucat serta mengeluh mual dan muntah
2) Kesadaran
Tanggal/jam Tingkat
Respon
Respon
Respon
pengkajian
mata
motorik
verbal
kesadaran
Nilai GCS
/11.00 WIB
3) TTV
Tanggal/waktu
TD
pengkajian
3 Nov 2014 / 112/68
11.00 WIB
mmHg
HR
RR
114
x/menit
24 x/menit
Suhu
0
38,8 C
Capillary
refill
-
5) Jantung
Tanggal
3 November 2014
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Pekak
Auskultasi
6) Paru
Tanggal
Inspeksi
3 November 2014
Paru-paru simetris, sesak napas (+), Napas cepat
(+)
Palpasi
Tidak terkaji
Perkusi
Auskultasi
7) Abdomen
16
Tanggal
3 November 2014
Datar, tidak terdapat lesi, tidak terdapat
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
bagian periumbilikal
Perkusi
8) Ekstremitas
Ekstremitas atas
a) Sinistra : edema(-), akral hangat, capillary refill < 2 detik, sianosis(-).
b) Dextra : edema(-), akral hangat, capillary refill < 2 detik, sianosis(-).
Tanggal
Kanan
Baal
Nov Tidak
2014
Nyeri
Edema
Tidak Tidak
dapat
dapat
dikaji
dikaji
Kiri
Lemas
Baal
Nyeri
Edema
lemas
Ada
Tidak
Tidak
Tidak
Ada
dapat
dapat
Ada
dikaji
dikaji
Ada
Ekstremitas bawah
a) Sinistra : edema(-), akral hangat, capillary refill < 2 detik, sianosis(-).
b) Dextra : edema(-), akral hangat, capillary refill < 2 detik, sianosis(-).
Tanggal
Kanan
Baal
Edema
Lemas
Baal
Nyeri
Edema
lemas
Tidak
Tidak
Ada
Tidak
Tidak
Tidak
Ada
dapat
dapat
Ada
dapat
dapat
Ada
dikaji
dikaji
dikaji
dikaji
Nov Tidak
2014
Kiri
Nyeri
h. Pemeriksaan Penunjang
Tidak terkaji
Perlu dikaji lebih lanjut dengan pemeriksaan penunjang yaitu :
a. Uji psoas dan uji obturator untuk mengetahui letak apendiks yang meradang
b. Laboratorium untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan serum, jumlah
leukosit dan neutrofil
c. Radiologi. Pemeriksaan CT Scan untuk mengetahui bagian menyilang dengan
apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta
Data Fokus
3 DS :
- klien mengeluh nyeri
November 2014
perut sekitar pusar
pukul
11.00
sampai bagian kanan
WIB
bawah sejak 2 hari
yang
lalu
bertambah
Etiologi
Proses
Masalah
Nyeri
peradangan
pada appendiks
dan
parah
mulai semalam
pasien mengatakan
menignkat
Pasien
terlihat
menahan
dan
nyeri
memegang
perutnya
Pasien
gelisah
Suhu badan klien
38,8o C
Tekanan
klien
terlihat
darah
112/68
mmHg
Nadi klien 114
x/menit
Frekuensi
nafas
24 x/menit
2
Senin,
3 DS : tidak terkaji
DO :
November 2014
Proses
inflamasi
Hipertermi
pukul
WIB
Senin,
11.00
38,8o C
Tekanan darah klien
112/68 mmHg
Nadi
klien
x/menit
Frekuensi nafas 24
114
x/menit
3 DS : pasien mengeluh Pengeluaran
gelisah
Pasien berkeringat
dingin
cairan
Resiko
yang kekurangan
berlebihan
volume cairan
Proses
Ansietas
penyakit
C. PATHWAYS PASIEN
Batu,
tumor,
cacing/parasit
lain,
infeksi virus
Obstruksi
appendiks
lumen
Konstipasi
Mukosa terbendung
Sumbatan fungsional
appendiks
dan
pertumbuhan kuman
kolon
limfe
ulserasi
Appendiksitis
Lumen appendiks
Meradang
Proses penyakit
Nyeri
Peningkatan
peristaltik mendadak
Peradangan
jaringan
Mual muntah
Kerusakan
suhu
inflamasi
Resiko kekurangan
volume cairan
pada
kontrol
terhadap
Inflamasi
Kurang
pengetahuan
Ansietas
Febris
Hipertermi
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada appendiks
2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
3. Resiko Kekurangan volume cairan berhubungan dengan Pengeluaran cairan yang
berlebihan
4. Ansietas berhubungan dengan proses penyakit
Diagnosa
Keperawatan
3 Nyeri
dilakukan
Intervensi
tindakan
November
berhubungan
2014
rasa
pada
kriteria hasil :
appendiks
nyeri
berkurang
dengan
dengan tehnik
farmakologi
dan
karakteristik nyeri
2. Jelaskan
pada
pasien
Rasionalisasi
non
untuk
37o C
Tekanan darah klien 120/80
mmHg
Nadi klien 60-100 x/menit
Frekuensi
nafas
16-24
x/menit
tentang
penyebab nyeri
3. Ajarkan
tehnik
nafas dalam
merupakan
indikator
secara
dini
untuk
dapat
yang
tepat
dapat
menurunkan
tingkat
4. Berikan
aktifitas
hiburan
(ngobrol
dengan
anggota
keluarga)
5. Observasi
relaksasi
dan
dapat
meningkatkan
kemampuan koping
5. Deteksi dini terhadap perkembangan kesehatan pasien
tanda-
tanda vital
6. Kolaborasi dengan
tim medis dalam
pemberian
Senin,
3 Hipertermi
Setelah
dilakukan
tindakan
analgetik
1. Beri
kompres
November
berhubungan
2014
hangat
2. Berikan
atau
anjurkan
kriteria hasil:
untuk
minum
cc/hari
37o C
Tekanan darah klien 120/80
mmHg
Nadi klien 60-100 x/menit
Frekuensi
nafas
16-24
x/menit
pasien
banyak
1500-200
perlahan
tampa
menyebabkan
hipotermi/mengigil.
2. Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat
evaporasi
3. Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah
3. Anjurkan
pasien
untuk
menggunakan
pakaian yang tipis
mudah
menyerap
keringat
4. Observasi
intake
tanda-tanda
secara
cairan
Senin,
3 Resiko
Setelah
dilakukan
tindakan
November
Kekurangan
2014
1. Monitor
tanda-
tanda vital
2. Kaji
volume intravaskuler
membrane
berhubungan
dengan
Pengeluaran
cairan
berlebihan
yang
kapiler
3. Awasi
masukan
urine/konsentrasi,
berat jenis
pecah-pecah
6. Selang NG biasanya dimasukkan pada pra ooperasi dan
4. Auskultasi
usus,
bising
catat
kelancaran
flatus,
gerakan usus
berekasi
terhadap
infeksi
dengan
5. Berikan perawatan
mulut
sering
dengan
perhatian
khusus
pada
perlindungan bibir
6. Pertahankan
penghisapan usus
menurunkan
mengakibatkan
volume
sirkulasi
hipovoleia.
darah
Dehidrasi
yang
dapat
7. Kolaborasi
pemberian
Senin,
3 Ansietas
Setelah
dilakukan
asuhan
November
berhubungan
2014
cairan
IV dan elektrolit
1. Evaluasi
tingkat
ansietas,
verbal
cata
dan
non
verbal pasien
2. Jelaskan
dan
persiapkan
untuk
sebelum dilakukan
3. Jadwalkan istirahat
dan
periode
menghentikan tidur
4. Anjurkan keluarga
untuk
pasien
meringankan
ansietas
terutama
ketika
tindakan prosedur
adekuat
menemani
3. Membatasi
kelemahan,
menghemat
energi
dan
BAB IV
EBP (EVIDENCE BASED PRACTICE)
A. Judul jurnal
Pengaruh Teknik Hipnoterapi terhadap Nyeri Klien Post Appendictomy di Ruang Gawat
Inap Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi
B. Keefektifan intervensi dalam jurnal
Hasil penelitian pada jurnal tersebut menunjukkan bahwa terdapat pengaruh hipnoterapi
terhadap nyeri post operasi appendictomy dengan p value = 0,000
C. Proses fisiologis
Hipnoterapi adalah metode untuk menghilangkan nyeri dengan cara mengalihkan
perhatian klien dengan sugesti yang diberikan sehingga klien akan lupa terhadap nyeri
yang dialami. Menurut Smeltzer dan Bare (2002), hipnoterapi dapat menurunkan
persepsi nyeri pada seseorang dengan menstimulasi nyeri yang ditransmisikan ke otak.
Teknik hipnoterapi dapat mengatasi nyeri berdasarkan teori bahwa aktifitas retikuler
menghambat stimulasi nyeri, jika seseorang menerima input sensori yang berlebihan
dapat menyebabkan terhambatnya impuls nyeri ke otak (Tamsuri, 2006 dalam Dewi,
2013).
D. Prosedur
Nyeri yang timbul akibat post operasi appendictomy timbul saat anastesi hilang dan
pasien sulit melakukan mobilisasi. Pelaksanaan hipnoterapi dilakukan oleh hipnoterapis.
Sebelum dilakukan hipnoterapi, dilakukan persiapan dan penjelasan kepada klien.
Hipnoterapi dilakukan selama 30-60 menit agar dapat memberikan efek terapeutik.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Apendisitis merupakan peradangan pada Apendiks yang berbahaya jika tidak
ditangani dengan segera di mana terjadi infeksi berat yang bisa menyebabkan pecahnya
lumen usus (Williams & Wilkins, 2011 dalam Meliala, 2011). Apendisitis dapat terjadi
pada semua usia. Meskipun bisa terjadi pada semua usia, lebih sering terjadi antara usia 10
dan 30 tahun (Brunner&Suddarths, 2008). Angka kejadian apendisitis cukup tinggi di
dunia. Menurut Lubis (2008), setiap tahun apendisitis menyerang 10 juta penduduk
Indonesia dan saat ini morbiditas angka apendisitis di Indonesia mencapai 95 per 1000
penduduk dan angka ini merupakan tertinggi di antara negara-negara di Association of
South East Asia Nation (ASEAN) (Indri, 2014).
B. Saran
Sebagai perawat gawat darurat tentunya kita harus memiliki keterampilan yang
komprehensif dalam menangani pasien. Perawat juga dituntut untuk memiliki critical
thinking yang tinggi dalam menangani pasien yang sangat kompleks permasalahannya.
Selain itu, tindakan yang diberikan dalam penatalaksanaan pun harus sesuai dengan
Evidence Based Practice yang terbaru.
DAFTAR PUSTAKA
Apendisitis. Diakses dari http://repository.usu.ac.id pada tanggal 03 November 2014 pukul
14.28 WIB
Apendisitis.http://digilib.unimus.ac.id pada tanggal 03 November 2014 pukul 14.34 WIB
Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah : Buku Saku untuk Brunner dan
Suddarth. Jakarta : EGC
Budhi Arifin Noor, Dion Ade Putra,. Dkk. 2011. Penatalaksanaan Apendisiti.Departemen
Ilmu Bedah FKUI/RSCM Jakarta. Diakses dari http://generalsurgery-fkui.blogspot.com
pada tanggal 03 November 2014 pukul 15.47 WIB
Brunner&Suddarths. 2008. Textbook of Medical-Surgical Nursing Twelve Edition. Lippincott
Williams & Wilkins
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Edisi 8 Volume 2. Jakarta : EGC
CA, Meliala. 2011 Universitas Sumatera Utara diunduh dari repository.usu.ac.id pada 5
November 2014 pukul 00.15 WIB
digilib.unimus.ac.id diunduh pada 3 November 2014 pukul 09.14 WIB
Indri, Ummami Vanesa, Darwin Karim, Veny Elita. 2014. Hubungan Antara Nyeri,
Kecemasan dan Lingkungan dengan Kualitas Tidur pada Pasien Post Operasi
Apendisitis Volume 1 Nomor 2 JOM PSIK Universitas Riau diunduh dari
download.portalgaruda.org pada 5 November pukul 01.00 WIB
MN Hasya, 2012 diunduh dari repository.usu.ac.id pada 3 November 2014 pukul 08.30 WIB
Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologis untuk Pemula. Jakarta : EGC
Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. IOWA
Intervention Project. Mosby.
Mc Closkey, C.J., et all. 2002. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
IOWA Intervention Project. Mosby.
NANDA. 2012. Diagnosa Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi.