Disusun oleh:
2010701069
BAB I
TINJAUAN TEORITIS
Klasifikasi
Menurut Mardalena (2017 :150), menjelaskan klasifikasi apendisitis
menjadi dua, yaitu :
1. Appendisitis akut
Peradangan pada apendiks dengan gejala khas yang memberikan tanda
setempat. Gejala apendisistis akut antara lain nyeri samar dan tumpul
yang merupakan nyeri visceral di daerah epigastrium disekitar
umbilicus. Keluhan ini disertai rasa mual, muntah dan penurunan nafsu
makan.
2. Appendisitis kronis
Diagnosis apendisitis kronis baru bisa ditegakkan jika ditemukan tiga
hal yaitu, pertama, pasien memiliki riwayat nyeri pada kuadran kanan
bawah abdomen selama paling sedikit 3 minggu tanpa alternatif
diagnosis lain. Kedua, setelah dilakukan apendiktomi, gejala yang
dialami pasien akan hilang. Ketiga, secara histopatologik gejala
dibuktikan sebagai akibat dari inflamasi kronis yang aktif atau fibrosis
pada apendiks.
2. Etiologi
Etiologi appendicitis yaitu inflamasi akut pada apendiks :
1. ulserasi pada mukosa oleh parasit E.histolytica
2. obstruksi pada colon oleh fecalit (faeses yang keras)
3. pemberian barium
4. berbagai macam penyakit cacing
5. tumor atau benda asing ( biji bijian )
6. striktur karena fibrosis pada dinding usus
7. Berbagai spesies bakteri yang dapat diisolasi pada pasien
appendicitis yaitu : Bakteri aerob fakultatif Bakteri anaerob
Escherichia coli Viridans streptococci Pseudomonas aeruginosa
Enterococcus Bacteroides fragilis Peptostreptococcus micros
Bilophila species Lactobacillus species.
(Dermawan & Rahayuningsih, 2010).
3. Patofisiologi
Mardalena (2017:149-150), apendisitis umumnya terjadi karena
infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya,diantaranya
adalah obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Kondisi obstruksi akan
meningkatkan tekanan intraluminal dan peningkatan perkembangan bakteri.
Hal lain akan terjadi peningkatan kongesti dan penurunan perfusi pada dinding
apendiks yang berlanjut pada nekrosis dan inflamasi apendiks.
Pada fase ini, pasien akan mengalamai nyeri pada area periumbikal. Dengan
berlanjutnya proses inflamasi, maka pembentukan eksudat akan terjadi pada
permukaan serosa apendiks.
Dengan berlanjutnya proses obstruksi, bakteri akan berproliferasi dan
meningkatkan tekanan intraluminal dan membentuk infiltrat pada mukosa,
dengan manifestasi ketidaknyamanan abdomen. Adanya penurunan perfusi
pada dinding akan menimbulkan iskemia dan nekrosis disertai peningkatan
tekanan intraluminal yang disebut apendistis nekrosis, juga akan beresiko
meningkatkan perforasi dari apendiks (Muttaqin & Sari, 2011:500).
Secara sistematis patofisiologis apendisitis digambarkan dalam pathway
apendisitis seperti pada gambar 2.1.
Gejala utama pada penyakit usus buntu adalah nyeri pada perut. Nyeri ini
disebut kolik abdomen. Rasa nyeri tersebut dapat berawal dari pusar, lalu
bergerak ke bagian kanan bawah perut. Namun, posisi nyeri dapat berbeda-
beda, tergantung usia dan posisi dari usus buntu itu sendiri. Dalam waktu
beberapa jam, rasa nyeri dapat bertambah parah, terutama saat kita bergerak,
menarik napas dalam, batuk, atau bersin. Selain itu, rasa nyeri ini juga bisa
muncul secara mendadak, bahkan saat penderita sedang tidur. Bila radang
usus buntu terjadi saat hamil, rasa nyeri bisa muncul pada perut bagian atas,
karena posisi usus buntu menjadi lebih tinggi saat hamil.
Gejala nyeri perut tersebut dapat disertai gejala lain, di antaranya:
1. Kehilangan nafsu makan
2. Perut kembung
3. Tidak bisa buang gas (kentut)
4. Mual
5. Konstipasi atau diare
6. Demam
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif, Amin H., Kusuma H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jilid 3. Jogjakarta : Mediaction.
B. KONSEP TEORI ASKEP
4. Intervensi keperawatan