Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Apendisitis atau peradangan pada apendiks jarang terjadi pada masa bayi .Sekitar 10
% pasien apendisitis berusia kurang dari 10 tahun atau berusia lebih dari 50 tahun.
Apendisitis akut sendiri sering terjadi dalam usia belasan tahun dan awal 20 –an dengan
penurunan setelah usia 30 tahun (Syamsyu hidayat, 2005). Insiden apendisitis di Negara
maju lebih tinggi daripada di Negara berkembang. Namun, dalm tiga-empat dasawarsa
terakhir kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini di duga disebabkan oleh
meningkatnya penggunaan makanan berserat pada diit harian (Santacroce, 2009). Dari
hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di indonesia, apendisitis akut merupakan
salah satu penyebab dari akut abdomen dan beberapa indikasi untuk dilakukan operasi
kegawatdaruratan abdomen. Insidens apendisitis di Indonesia menempati urutan tertinggi
di antara kasus kegawatan abdomen lainya (Depkes 2008).
Peradangan pada apendiks selain mendapat intervensi farmakologik juga
memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi dan memberikan
implikasi pada perawat dalam bentuk asuhan keperawatan. Berlanjutnya kondisi
apendisitis akan meningkatkan resiko terjadinya perforasi dan pembentukan masa
periapendikular. Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien dengan apendisitis adalah
dengan cara pengangkatan apendiks secara bedah atau sering disebut dengan istilah
apendiktomi .Apabila apendiks pecah sebelum tindakan bedah,maka diperlukan
pemberian antibiotik untuk mengurangi risiko peritonitis dan sepsis. Dalam memberikan
asuhan keperawatan, perawat dituntut untuk dapat selalu teliti dalam menangkap serta
memahami perubahan yang dialami oleh pasien. Seperti pada kasus ini, dimana pasien
dengan apendisitis mengalami perubahan status kesehatan seperti adanya rasa nyeri pada
perut kanan bawah. Proses keperawatan secara unik dapat membantu perawat
mengidentifikasikan diagnosa keperawatan dan berkolaborasi dengan dokter serta tenaga
kesehatan lainnya untuk dapat memaksimalkan pada terapi klinis berdasarkan kondisi dan
respon pasien. Maka dari itu, kali ini penulis tertarik untuk dapat terjun langsung dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan apendisitis sehingga penulis
mengangkat kasus ini.

1
2. Tujuan Penulisan
1. Peserta didik pelatihan mampu menjelaskan keseluruhan konsep dan asuhan
keperawatan pada klien dengan Appendisitis.
2. Peserta didik diharapkan mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien pre,
intra dan post operasi yang akan dilakukan pemberian anestesi.
3. Peserta didik pelatihan diharapakan mampu melakukan perhitungan dan pemberian
terapi cairan pada saat pre, intra dan post operasi.
4. Peserta didik pelatihan diharapkan mampu melakukan perhitungan dosis pembrian
obat-obat anestesi.
5. Peserta didik pelatihan diharapkan mampu melakukan tindakan intubasi dan
memberikan pemeliharaan tindakan anestesi.
6. Peserta didik diharapakan mampu memberikan asuhan keperawatan setelah selesai
operasi dan akhir dari anestesi.
7. Peserta didik pelatihan diharapkan mampu mengembalikan keadaan pasien dalam
keadaan normal ke ruangan perawatan.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

1. Definisi
Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks yang berbentuk cacing dan
berlokasi dekat katup ileosekal, peradangan mungkin disebabkan oleh obstruksi oleh fekalit
(Barbara C. Long, 2008: 228). Apendisitis adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada
kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen
darurat (Smeltxer, 2006). Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena
struktur yang terpuntir, apendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul
dan multiplikasi (Chang, 2010).
Apendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada apendiks, yaitu suatu bagian
seperti kantung non fungsional dan terletak di bagian interior dari sekum (Monika Ester,
S.Kp, 2001 ). Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapat terjadi tanpa
penyebab yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses, akibat terpuntirnya apendiks
atau pembuluh darahnya (Corwin, 2009).

2. Etiologi
Penyebab dari apendisitis adalah adanya obstruksi pada lumen apendikial oleh
apendikolit, hiperplasia folikel limfoid submukosa, fekalit, atau parasit (Katz, 2009). Studi
epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh
dari konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikan tekanan
intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya
pertumbuhan kuman floura kolon biasa.
- Meskipun frekuensinya cukup tinggi, etiologi dari apendisitis masih belum dapat
dipahami sepenuhnya. Namun sebab yang paling mungkin untuk menjelaskan kajadian
ini adalah ( R. Sjamsuhidajat, Wim de jang, 2009 ) :
- Penyumbatan lumen apendiks oleh fekalit ( tinja yang mengeras ).
- Hiperplasia jaringan limfa.
- Infeksi bakteri.
- Tumor apendiks.
- Adanya benda asing seperti cacing ( foreign body ).
- Erosi mukosa apendiks karena parasit.
- Kebiasaan memakan makanan yang rendah serat.
- Konstipasi.

3
3. Anatomi Dan Fisiologi
Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Apendiks merupakan organ
yang berbentuk tabung panjang dan sempit. Panjangnya kira-kira 10cm (kisaran 3-15cm)
dan pada orang dewasa umbai cacing berukuran sekitar 10 cm. Walaupun lokasi apendiks
selalu tetap yaitu berpangkal di sekum, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda-beda, yaitu
di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang pasti tetap terletak di peritoneum (Corwin,
2009).
Apendiks memiliki lumen sempit dibagian proximal dan melebar pada bagian distal.
Saat lahir, apendiks pendek dan melebar dipersambungan dengan sekum. Selama anak-
anak, pertumbuhannya biasanya berotasi ke dalam retrocaecal tapi masih dalam
intraperitoneal. Pada apendiks terdapat 3 tanea coli yang menyatu dipersambungan
caecum dan bisa berguna dalam menandakan tempat untuk mendeteksi apendiks. Posisi
apendiks terbanyak adalah Retrocaecal (74%) lalu menyusul Pelvic (21%), Patileal(5%),
Paracaecal (2%), subcaecal(1,5%) dan preleal (1%).
Apendiks dialiri darah oleh arteri apendicular yang merupakan cabang dari bagian
bawah arteri ileocolica. Arteri apendiks termasuk arteri akhir atau ujung. Apendiks memiliki
lebih dari 6 saluran limfe melintangi mesoapendiks menuju ke nodus limfe ileocaecal.

A. Fungsi apendik
Organ apendiks pada awalnya dianggap sebagai organ tambahan yang tidak
mempunyai fungsi. Tetapi saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ
imunologik dan secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobulin (suatu kekebalan
tubuh). Immunoglobulin sekretoal merupakan zat pelindung yang efektif terhadap
infeksi (berperan dalam sistem imun). Dan immunoglobulin yang banyak terdapat di
dalam apendiks adalah Ig-A. Namun demikian, adanya pengangkatan terhadap apendiks
tidak mempengaruhi sistem imun tubuh. Ini dikarenakan jumlah jaringan limfe yang
terdapat pada apendiks kecil sekali bila dibandingkan dengan yang ada pada saluran
cerna lain.
Selain itu, apendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml per hari. Lendir itu secara normal
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum. Adanya hambatan
dalam pengaliran tersebut merupakan salah satu penyebab timbulnya appendisitis.
Fungsi appendiks masih mengalami banyak perdebatan, namun para ahli meyakini
antara lain sebagai berikut :
1. Berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh
Antara lain menghasilkan Immunoglobulin A (IgA) seperti halnya bagian lain
dari usus. IgA merupakan salah satu immunoglobulin (antibodi) yang sangat efektif

4
melindungi tubuh dari infeksi kuman penyakit. Loren G. Martin, professor fisiologi
dari Oklahoma State University, berpendapat bahwa appendiks memiliki fungsi pada
fetus dan dewasa. Telah ditemukan sel endokrinpada appendiks dari fetus umur 11
minggu yang berperanan dalam mekanisme kontrol biologis (homeostasis). Pada
dewasa, Martin berpendapat bahwa appendiks sebagai organ limfatik. Dalam
penelitiannya terbukti appendiks kaya akan sel limfoid, yang menunjukkan bahwa
appendiks mungkin memainkan peranan pada sistem imun. Pada dekade terakhir
para ahli bedah berhenti mengangkat appendiks saat melakukan prosedur
pembedahan lainnya sebagai suatu tindakan pencegahan rutin, pengangkatan
appendiks hanya dilakukan dengan indikasi yang kuat, oleh karena pada kelainan
saluran kencing tertentu yang membutuhkan kemampuan menahan kencing yang
baik (kontinen), apendiks telah terbukti berhasil ditransplantasikan kedalam saluran
kencing yang menghubungkan buli (kandung kencing) dengan perut sehingga
menghasilkan saluran yang kontinen dan dapat mengembalikan fungsional dari buli
(Monika Ester, S.Kp, 2001).

2. Apendiks dianggap sebagai struktur vestigial (sisihan) yang tidak memiliki fungsi
apapun bagi tubuh.
Dalam teori evolusi, Joseph McCabe mengatakan:The vermiform appendage—
in which some recent medical writers have vainly endeavoured to find a utility—is
the shrunken remainder of a large and normal intestine of a remote ancestor. This
interpretation of it would stand even if it were found to have a certain use in the
human body. Vestigial organs are sometimes pressed into a secondary use when
their original function has been lost.
Menurut Darwin, Appendiks dulunya berguna dalam mencerna dedaunan
seperti halnya pada primata. Sejalan dengan waktu, kita memakan lebih sedikit
sayuran dan mulai mengalami evolusi, selama ratusan tahun, organ ini menjadi
semakin kecil untuk memberi ruang bagi perkembangan lambung. appendiks
kemungkinan merupakan organ vestigial dari manusia prasejarahyang mengalami
degradasi dan hampir menghilang dalam evolusinya. Bukti dapat ditemukan pada
hewan herbivora seperti halnya Koala. Sekum dari koala melekat pada perbatasan
antara usus besar dan halus seperti halnya manusia, namun sangat panjang,
memungkinkan baginya untuk menjadi tempat bagi bakteria spesifik untuk
pemecahan selulosa. Sejalan dengan manusia yang semakin banyak memakan
makanan yang mudah dicerna, mereka semakin sedikit memakan tanaman yang
tinggi selulosa sebagai energi. Sekum menjadi semakin tidak berguna bagi

5
pencernaan hal ini menyebabkan sebagian dari sekum semakin mengecil dan
terbentuklah appendiks.
Teori evolusi menjelaskan seleksi natural bagi appendiks yang lebih besar oleh
karena appendiks yang lebih kecil dan tipis akan lebih baik bagi inflamasi dan
penyakit.

3. Menjaga Flora Usus


William Parker, Randy Bollinger, and colleagues at Duke University mengajukan
teori bahwa appendiks menjadi surga bagi bakteri yang berguna, saat penyakit
menghilangkan semua bakteria tersebut dari seluruh usus. Teori ini berdasarkan
pada pemahaman baru bagaimana sistem imun mendukung pertumbuhan dari
bakteri usus yang berguna. Terdapat bukti bahwa appendiks sebagai alat yang
berfungsi dalam memulihkan bakteri yang berguna setelah menderita diare
(Smeltxer, 2006).
Pada akhirnya semua makhluk yang diciptakan Allah adalah dengan maksud
dan tujuan tertentu. Kita harus menghargai setiap spesies dan organ yang ada
padanya sebagai sesuatu yang memiliki fungsi dan kegunaannya masing-masing.

4. Patofisiologi
Kondisi obstruksi akan meningkatakan tekanan intraluminal dan peningkatan
perkembangan bakteri. Hal lainnya, akan terjadi peningkatan kongesti dan penurunan
perfusi pada dinding apendiks yang berlanjut pada nekrosis dan inflamasi apendiks (Atassi,
2002).
Pasien akan mengalami nyeri pada area periumbilikal. Dengan berlanjutnya proses
inflamasi, maka pembentukan eksudat akan terjadi pada permukaan serosa apendiks.
Ketika eksudat ini berhubungan dengan parietal peritonium, maka intervensi nyeri yang
khas akan rterjadi (Santa Crose, 2009).
Dengan berlanjutnya proses obstruksi, bakteri berproliferasi dan meningkatkan
tekanan intraluminal dan membentuk infiltrat pada mukosa dinding apendiks yang disebut
apendisitis mukosa, dengan manifestasi ketidaknyamanan abdomen. Adanya penurunan
perfusi pada dinding akan mengakibatkan iskemia dan nekrosis disertai peningkatan
tekanan intraluminal yang disebut apendisitis nekrosis, juga akan meningkatkan risiko
perfusi dari apendiks. Proses fagositosis terhadapa respon perlawanan pada bakteri
memberikan manifestasi pembentukan nanah atau push yang terakumulasi pada lumen
apendiks yang disebut apendisitis supuratif.

6
Sebenarnya tubuh juga melakukan usaha pertahanan untuk membatasi proses
peradangan ini dengan menutup apendiks menggunakan omentum dan usus halus
sehingga terbentuk masa periapendikular yang dikenal dengan istilah infiltrat apendiks.
Pola bagian dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami
perforasi. Berlanjutnya kondisi apendisitis akan menyebabkan menigkatnya risiko terjadi
perforasi dan pembentukan masa apendikular. Perforasi dengan cairan inflamasi dan
bakteri masuk ke rongga abdomen lalu memberikan respon inflamasi permukaan
peritonium atau terjadi peritonitis. Manifestasi yang khas adalah nyeri hebat dan tiba-tiba
datang pada abdomen kanan bawah (Tzanakis, 2005).

5. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan standar untuk apendisitis adalah operasi. Pernah dicoba pengobatan
dengan antibiotik, walaupun sembuh namun tingkat kekambuhannya mencapai 35 %.
Pembedahan dapat dilakukan secara terbuka atau semi-tertutup (laparoskopi). Setelah
dilakukan pembedahan atau apendektomi, harus diberikan antibiotika selama 7 – 10 hari.
Pembedahan segera dilakukan, untuk mencegah terjadinya ruptur (pecah), terbentuknya
abses atau peradangan pada selaput rongga perut peritonitis (Brunner dan Sudarth, 2002).
Pada hampir 15% pembedahan apendiks, apendiksnya ditemukan normal. Tetapi
penundaan pembedahan sampai ditemukan penyebab nyeri perutnya, dapat berakibat fatal.
Apendiks yang terinfeksi bisa pecah dalam waktu kurang dari 24 jam setelah gejalanya
timbul. Bahkan meskipun apendisitis bukan penyebabnya, apendiks tetap diangkat. Lalu
dokter bedah akan memeriksa perut dan mencoba menentukan penyebab nyeri yang
sebenarnya.
Pembedahan yang segera dilakukan bisa mengurangi angka kematian pada apendisitis.
Penderita dapat pulang dari rumah sakit dalam waktu 2-3 hari dan penyembuhan biasanya
cepat dan sempurna. Apendiks yang pecah, prognosisnya lebih serius. 50 tahun yang lalu,
kasus yang ruptur sering berakhir fatal. Dengan pemberian antibiotik, angka kematian
mendekati nol.

BAB III
TINJAUAN KASUS

7
FORM PENGKAJIAN PRE ANESTESI
PELATIHAN PENATA ANESTESI ANGKATAN 1 DI RS MITRA PLUMBON

Nama: Moch Hery Tri Febriana

A. Biodata Pasien
Nama : Tn. H
No.RM : A427056
Umur : 52 th
Alamat : Blok Pintu Air, Tegal wirangrong, indramayu
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Petani
Diagnose : Appendicitis
Tindakan : Laparatomy
Nilai ASA :I
Tanggal Masuk RS : 03 Februari 2019
Tanggal Pengkajian : 03 Februari 2019 Jam : 10.00

B.Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Pasien dengan keluhan sakit pada bagian perut kanan bawah, kesakitan sejak 3 hari
yang lalu, pasien sebelumya sering mengeluh di bagian perut kanan bawah dengan
nyeri hilang datang.
2. Keluhan Tambahan
Nyeri dibagian perut kanan bawah, nyeri hilang datang, nyeri saat bergerak. Pasien
pasien takut dengan tindakan operasi
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak ada memiliki riwayat penyakit, darah tinggi, penyakit jantung, paru dan
penyakit diabetes.
4. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan nyeri pada perut sudah dirasakan sejak 3 hari yang lalu, pasien
mengeluh nyeri pada bagian kanan bawah perut, nyeri semangkin berat saat
bergerak, pasien di bawa ke rumah sakit dan di diagnosa apendisitis dan segera di
lakukan operasi.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan dalam keluarga tidak ada riwayat peyakit jantung, paru dan
diabetes.

Pemeriksaan Fisik
 Kepala : lonjong, simetris, kulit kepala bersih, rambut utuh.
Mata : conjungtiva anemis, sclera tidak iterik, pupil isokor kiri kanan.
Hidung : tidak ada kelainan
Telinga : simetris kiri kanan, tidak ada gangguan
8
Mulut : bibir tidak ada sianosis, tidak ada gigi palsu
Tenggorokan : Tidak ada gangguan.
Leher : simetris, tidak ada gangguan.
 Thorak : tidak ada jejas pada dada, ictus kordis terlhat, kontraksi dada
mengembang saat inspirasi ekspirasi, dada simetris kiri kanan, auskultsi
terdengar vesicular pada area lapang paru, tidak ada suara napas tambahan
wheezing.
 Abdomen : Simetris, tidak ditemukan jejas pada area abdomen, perut
tampak membesar, terdengar bising usus 12 x menit, nyeri tekan pada
bagian kanan bawah abdomen
 Genitalia : tidak ada cidera pada genital, terpasang DC, urine +,
 Ektremitas : tidak ada kelainan pada bgian ekstremitas bawah maupun atas

 Tanda-tanda vital :
 Keadaan umum : baik, kooperatif
 Kesadaran : composmentis GCS : E 4 M 6 V 5
 Tanda Vital : Tek. Darah : 105/72 mmHg
 Nadi : 82x/menit, reguler, adekuat
 Pernapasan : 20x/menit
 Suhu : 36,5 º C
 BB : 50 kg

 Pemeriksaan fisik focus


Pada abdomen tampak membesar, tidak ada benjolan dan masa, nyeri tekan terutama
pada bagian kanan bawah abdomen, bising usus terdengar 12 x/menit.

C. Data psikologis
Pasien mengatakan khawatir dengan penyakitnya dan merasa takut dengan tindakan
operasi.

D. Data sosial
Pasien mengatakan berhubungan baik dengan keluarga, maupun tetangganya semua baik
baik saja

E. Data Kultural
Pasien mengatakan dia asli orang indramayu, berbahasa jawa dia ikuti sejak dulu secara
turun temurun, tidak menutup kemungkina dia juga mengatakan bisa bahasa indonesia
walaupun capur bahasa jawa.

F. Data Spiritual
Pasien mengatakan dia beragama islam, untuk ibadah rutin ia melaksanakan solat lima
waktu secara rutin, sekarang pasien tampak cemas dengan keadaan penyakitnya sekarang.

9
Pasien menyerahkan segala sesuatu kepada Tuhan dan berharap cepat sembuh. Karena
pasien mempercayai bahwa sakitnya merupakan cobaan dan teguran dari Tuhan.

G. Pemerisaaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium

Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan Interpretasi
HEMATOLOGI
RUTIN
Hemoglobin 10,4 g/dl 13.5 – 17.5 Normal
Hematokrit 30,3 % 33 – 45 Normal
Leukosit 6.63 Ribu/Ul 4.5 – 11.0 Tinggi
Trombosit 316 Ribu/Ul 150 – 450 Normal
Eritrosit 458 Juta/Ul 4.50 – 5.90 Normal
HEMOSTASIS
CT 4 menit 2-6 Normal
BT 2 menit 1-3 Normal
INR 1.210
KIMIA KLINIK
ELEKTROLIT
Natrium darah 138 Mmol/L 136 – 145 Normal
Kalium darah 3.2 Mmol/L 3.3 – 5.1 Rendah
Chlorida darah 82 Mmol/L 58 – 100 Tinggi
HbSAg Rapid 0,01 S//CO Negativ < 0.13 Normal
Hiv Non reaktif Non reaktif

2. Radiologi
Foto thorak : Corakan bronkosvaskular normal, sinus costophreni cus lanci,
diafragma licin, cor CTR < 0,5, sitema tulang infact.
3. USG : Kesan ; Chronic constipation disertal localized peritonitis di abdomen bawah –
ec appendicitis.

LAPORAN INTRA ANESTESI


PENATALAKSANA ANESTESI PADA Tn. H

10
A. Persiapan anestesi :

1. Mesin anestesi :
a. Gas terdiri dari Oksigen dan Nitro Oxide
b. Gas Volotile terdiri dari Sevofluren dan Isofluren
2. Monitor TTV dan EKG
3. STATICS :
a. Laringoskop no blade 3 dan stetoskop
b. Tube ( Selang endotrakeal tube) ETT kin kin no 7.5 Cup +
c. Air way ( Gudel / Mayo ) ukuran medium no 4
d. Tape ( Plester )
e. Introducer ( mandrein, stilet )
f. Conector
g. Suction
4. Persiapan obat anestesi
a. Premedikasi :
- Midazolam 0,05 mg/Kg BB = 0,05 x 50 kg = 2,5 mg
b. Induksi :
- Propofol 2 mg/kg BB = 2 x 50 kg = 100 mg
- Atracurium 0,5 mg/kgBB = 0,5 x 50 = 25 mg
- Fentanyl 1- 2 mcg/KgBB = 1 x 50 kg = 50 mcg, 2 x 65 kg = 100 mcg

B. Penatalaksanaan Anestesi
1. Ruang persiapan
Pasien masuk ke kamar persiapan pada pukul 10.00 WIB, pasien langsung diganti baju
operasi, infus terpasang pada tangan kiri dengan iv line ukuran 18 dan lancar. Selama di
ruang persiapan pasien kooperatif dengan tingkat kesadaran compos mentis GCS 15.
Sebelum tindakan anestesi diperlukan pengecekan surat izin anestesi (SIA) dan surat izin
operasi (SIO) terlebih dahulu.

Tanda –tanda vital pasien :


Tekanan darah : 105/72 mm/Hg
Nadi : 82 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Saturasi : 98 %
Berat badan : 50 Kg

2. Ruang operasi
Pre Operasi
a. Pasien masuk ke kamar operasi pada pukul 10.10 wib, Pasien di baringkan dengan
posisi supine di meja operasi dan atur kecepatan infus.
b. Nyalakan monitor dan mesin anestesi
c. Pasien dilakukan pemasangan monitor tanda-tanda vital, saturasi
oksigen, precordial.

11
d. Menunggu intruksi dan lapor kepada konsulen dan operator bila
sudah siap.
e. Menganjurkan pasien untuk berdoa
f. Kemudian dilakuka induksi pada jam 10.15 wib dengan obat :
- fentanyl 100 mcg IV
- Propofol 100 mg IV
- Atracurium 25 mg IV
- Isofluren 2 MAC ( sesuai kebutuhan pasien)
g. Reflek bulu mata hilang, terjadi penurunan pernapasan dan
dilakukan baging dengan jaw trust dan chin lift.
h. Pelaksanaan intubasi dilakukan pada jam 10.20 wib dengan
prosedur :
- Posisikan kepala pasien dengan ektensi
- Buka mulut pasien dengan cross finger pegang laringoskop dengan tangan kiri
kemudian masukan kedalam mulut kemudian menyingkirkan lidah ke kiri pasien
dengan posisi laringoskop membuka rongga mulut
- Cari epiglottis, tempatkan ujug bilah laringoskop di valekula.
- Angkat epiglottis denga elevasi laringoskop ke atas ( jangan menekan gigi) untuk
melihat plica vocalis.
- Bila sudah terlihat ambil selang ETT yang sudah terpasang stilet dengan tangan
kanan,
- Masukan ETT dari sisi mulut kanan, sampai masuk ke saluran trakea dengan
ukuran batas mulut minimal 20 cm.
- lepaskan stilet dari ETT, isi balon sebanyak 10 cc udara kemudian hubungkan
dengan konektor kuregatet mesin anestesi.
- Tes kedalam ETT dengan stetoskope pada daerah apex kanan dan kiri untu
memastikan ETT benar-benar masuk kedalam trakea dan mengecek kesimbangan
pengembangan antara paru-paru kanan dan kiri.
- Stelah ETT sudah dipastikan dalam keadaan seimbang maka dilakukan fiksasi
dengan menggukan plester agar tidak terjadi perubahan letak posisi ETT. Jam
10.23 pasien terhubung ke ventilator.
- Jam 10.40 di mulai tindakan operasi
i. Perhitungan respirasi selama operasi.
Perhitungan rencana pemberian ventilasi :
1. Tidal Volume
Tidal Volume = BB (Kg) x Konstanta (6-10)
= 50 x 8
= 400 ml
2. Minute Volume
Minute Volume = Tidal volume x Respirasi rate ( 12-16 x/menit)
= 400 x 12/menit
= 4800 ml = 4,8 L/menit
3. Menggunkan teknik ventilator IPPV ( )
TV RR PEEP I:E
400 12 4 Ratio
ml X/menit 1:2

12
Intra Operasi
Pasein sudah terintubasi dengan ETT non kin kin no 7.5 cup +, mayo ukuran medium
no 4 pada jam 10.23 dan terhubung ke ventilator mesin anestesi.
1. Monitoring Intake dan output cairan
1. Perhitungan cairan pasien selama operasi :
BB : 50 kg
Jenis Operasi :Sedang
Puasa : 8 jam
2. Kebutuhan cairan mentenance untuk pasien BB 50 Kg
Rumus 4 2 1
Kebutuhana caira maintenance :
4 x 10 = 40
2 x 10 = 20
1 x 30 = 30
Jumah = 90 ml/jam
3. Kebutuhan cairan selama puasa
Maintenace x lama puasa
90 ml/jam x 8 jam = 720 cc
4. Insensible Water Lose (IWL)
Stres Operasi : Ringan = 2 – 4 ml, sedang = 4 -6 ml, berat = 6 – 8 ml
IWL = Stress operasi x BB (Kg) pasien
= 6 x 60 kg
= 360 ml
5. Estimated Blood Volume
EBV laki-laki dewasa 70 cc/kgbb
EBV perempuan dewasa 65 cc/kgbb
= ( 70 x 50 kg )
= 3500 cc
6. Estimated bood lose
EBL (15 %, 30 %, > 40 % )
Ringan = 15 % x 3500 cc = 525 cc
Sedng = 15 % x 3500 cc = 1050 cc
Berat = 20 % x 3500 cc = 1400 cc
7. Jumlah pendarahan 1 jam pertama :
Suction = 50 cc
Kasa ( 1 kasa = 10 cc) = 50 cc
Perdarahan di ganti dengan cairan kristaloid dengan perbandingan 1:3 =
100 cc darah : 300 cc Cairan kristaloid
Jumlah pendarahan 1 jam Kedua :
Suction = 50 cc
Kasa ( 1 kasa = 10 cc) = 30 cc
Perdarahan di ganti dengan cairan kristaloid dengan perbandingan 1:3 =
80 cc darah : 240 cc Cairan kristaloid
8. Kebutuhan cairan selama operasi
Rumus : Puasa + Maintenance + IWL + Perdarahan = ml

13
Jam 1 = ½ Puasa + Maintenance + IWL + Perdarahan = ml
½ 720 + 90 + 360 + 300 = 1110 cc
Jam 2 = ¼ Puasa + Maintenance + IWL + Perdarahan = ml
¼ 720 + 90 + 360 + 240 = 870 cc
9. Total cairan yang keluar
Darah = 180 cc
Urine = 150 cc
10. Cairan yang sudah diberikan (Kristaloid)
Pre operasi = 500 cc
Intra operasi 1 jam pertama = 1110 cc
Intra operasi 1 jam kedua = 870 cc
Total = 2480 cc
11. Jumlah tetesan / menit 1 jam pertama = 1110 x 20 tetes/ menit
60 menit
= 370 tetes/menit
Jumlah tetesan / menit 1 jam Kedua = 870 x 20 tetes/ menit
60 menit
= 290 tetes/menit

1. Pengakhiran anestesi
Operasi selesai pada pukul 12.40 wib pasien dilakukan spontanisasi pada
pernapasan dengan baging ( axis) tanpa menggunakan ventilator dan di berikan
terapi injeksi neostigmine 0,5 mg + sulfat atropine 0.25 mg untuk
menghilangkan efek dari obat relaksan (atrakurium). Pasien bernapas spontan
dengan adekuat dengan tanda bisa menelan, pasien sadar penuh, mampu
bernps bila di perintah, kekuatan otot sudah pulih, tensi normal, saturasi normal
dan tidak ada distensi lambung. Pasien dilakukan ekstubasi pada jam 12.55 wib.

C. Post Operasi (Ruang pemulihan )


Pasien keluar dari kamar oparasi menuju ruang pemulihan pada jam 13.10 wib. Pada saat
masu ke ruang pemulihan pasien masih terpantau. Tanda tanda vital pasien TD 103/70
mmHg, Nadi 68 x/menit. Cairan di ganti dengan Rl, injeksi intravena ketorolac 30 mg,
ondansentron 4 mg dan oksigen nasal kanul diberikan 2 liter/menit.

14
Alderete Score
Waktu
Skor
TD Pra Anestesi : / mmHg
5” 15” 30” 45” 60” 90” 120” Keluar

2 2 2 2 2
TD+/-20 mHg dari normal
Siskulasi 1 1 1 1
TD+/20-50 mHg dari normal
TD+/ > 50 mHg dari normal 0

Sadar penuh 2 2 2 2 2 2 2

Kesadaran Respon terhadap panggilan 1 1

Tidak ada respon 0

SPO2> 92% (dengan udara bebas) 2 2 2 2 2 2 2 2

SPO2> 90% (dengan suplemen 1


Oksigenasi oksigen)

SPO2< 90% (dengan suplemen 0


oksigen

Bisa tarik nafas dalam dan batuk 2


2 2 2 2 2
bebas
Pernafasan
Dispneu atau limitasi bernafas 1 1 1

Apneu/ tidak bernafas 0

Menggerakkan 4 ekstremitas 2 2 2 2 2 2 2 2

Menggerakkan 2 ekstremitas 1
Aktifitas
Tidak mampu menggerakkan 0
ekstremitas

TOTAL 7 8 9 10 10 10 10

Pasien bisa dipindah ke bangsal jika skor minimal 8

Masuk RR : jam 13.10


Keluar RR : jam 15.10
Pindah ke Ruangan : Perawatan bedah
Instruksi : observasi TTV Puasa sampai bising usus + Pemberian pemberian
analgetik Tramadol dalam caran RL 20 Tetes / menit

D. Analisa Keperawatan Post Anestesi


15
Symptom /Sign Etiologi Problem
Ds : Agen cedera fisik (Trauma) Nyeri akut
P: Klien mengatakan nyeri
pada bagian perut kanan
bawah. Nyeri semangkin
sakit apa bila bergerak
pada bagian perut
Q: Klien mengatakan nyeri
seperti tertusuk- tusuk
R: Klien mengatakan nyeri di
bagian kuadran kanan
bawah perut
S: Klien menunjukkan nyeri
dengan skala 8
T: Klien mengatakan nyeri
hilang timbul dan tidak
menentu

DO :
- Klien tampak meringis
kesakitan dan memegangi
daerah perut yang sakit pada
bagian kanan bawah.
- Hasil tanda-tanda vital:
TD : 105/72 mmHg,
Nadi : 82 x/menit, regular
RR : 20x/menit, irama
normal
Suhu : 36.50C.
Ds : Tindakan operasi Ansietas
Klien mengatakan merasa
khawatir dan takut akan
dilakukan tindakan operasi
yang akan di jalaninya.

Do:
Klien tampak gelisah,
berkeringat dan mulut kering,
tidak tenang, klien tampak
pucat dan muka tegang.
Hasil tanda-tanda vital:
TD : 128/80 mmHg,
Nadi : 105x/menit, regular
RR : 22x/menit
Suhu : 36,80C
DS: - Obtruksi jalan napas : mukus Bersihan jalan napas

16
DO : tidak efektif
- Terdapat banyak mucus pada
rongga mulut.
- Terdengar suara stidor
TTV :
TD : 134 / 87 mmHg
Nadi : 96 x/menit
Respiasi : 24 x / menit
Suhu : 36,40C

E. Diagnosa keperawatan Pre Anestesi


1. Nyeri behubungan dengan agen cidera fisik
2. Ansietas berhubungan dengan tindakan operasi
F. Diagnosa keperawatan Intra Anestesi
-
G. Diagnosa keperawatan Post Anestesi
1. Bersihan Jalan napas berhubungan dengan obtruksi jalan napas : mukus.

H. Intervensi eperawatan Post Anestesi

NO DIAGNOSA TUJUAN / NOC INTERVENSI/NIC KET


Pre anestesi
1. Nyeri b/d Harapan nyeri 1. Lakukan pengkajian 1. Menent
cidera fisik berkurang nyeri komprehensif ukan
dengan kriteria yang meliputi lokasi, Intervensi yang
hasil: karakteristik, onset sesuai dan
 Melaporkan atau durasi, keefektifan terapi
nyeri frekusensi, kualitas, 2. Mengi
 Melaporkan intensitas atau dentifikasi
panjangnya beratnya nyeri dan ketidaknyamanan
episode nyeri faktor pencetus 4. Menurunkan
 Ekspresi nyeri 2. Observasi adanya Nyeri
wajah petunjuk nonverbal 5. Mencegah nyeri
mengenai muncul kembali
ketidaknyamanan 4. Meningkatkan
3. Dukung istirahat atau relaksasi dan
tidur yang adekuat memfokuskan
4. Berikan informasi perhatian
mengenai nyeri, 5. Keluarga
seperti penyebab dapat
nyeri, berapa lama memahami
nyeri di rasakan dan kebutuhan klien
antisipasi dari 6. Mengurangi
ketidaknyamanan Nyeri
akibat prosedur
5. Ajarkan penggunaaan
teknik
nonfarmakologi
(misalnya relaksasi,
terapi musik, aplikasi
panas atau dingin
dan pijatan,bimbingan
antisipatif)

17
6. Kolaborasi pemberian
analgetik.

2 Ansietas b/d Kontrol Diri 1. Bina hubungan 1. Mempermudahi


tindakan Terhadap saling percaya ntervensi
operasi Ketakutan 2. Kaji tanda verbal 2. Mengidentifikas i
kriteria hasil: dan nonverbal derajat kecemasan
 Memantau kecemasan 3. Untuk mengurangi
intensitas 3. Instruksikan kecemasan
ketakutan Menggunakan 4. Agar klien merasa
 Menghilangk teknik relaksasi lebih nyaman dan
an penyebab 4. Jelaskan prosedur aman
ketakutan dan sensasi yang di
 Mencari rasakan selama
informasi prosedur di lakukan
untuk
mengurangi
nyeri
 Menghindari
sumber
ketakutan
jika
memungkinan
Menggunakn
strategi koping
yang efektif

Post anestesi
1 Bersihan jalan - respirasi status 1. Auskultasi suara 1. Mengetahui adanya
napas b/d : ventilasi napas sebelum dan sumbaan pada jalan
obtruksi jalan - Air way sesudah di sucton napas.
patency 2. Berikan oksigen 2. Untuk memenuhi
napas : mukus
Krteria Hasil : denganmengunakan kebutuhan oksigen
1. Memdemont nasal kanul dalam tubuh
rasika batuk 3. Anjukan pasien untuk 3. Memaksimalkan
efektif dan napas dalam setelah ventilasi yang masuk
suara napas ETT di kelukan 4. Memaksimalkan
yang bersih, 4. Buka jalan napas ventilasi udara yang
mampu degan teknik chin lift masuk
mengekuark atau jaw trush bila 5. Memaksimalkan
an sputum perlu. ventilasi udara yang
dan mampu 5. Posisikan pasien untuk masuk
bernapas memaksimalkan 6. Mecegah tertutup
dengan ventilasi jalan napas oleh
mudah. 6. Pasang mayo bila lidah
2. Menunjukan perlu. 7. Mengetahu
jalan napas 7. Monitor status kebutuhan oksigen
yang paten oksigen dan sturasi dalam tubuh
dengan
pernapasan
dalam dan
normal

18
3. Mampu
mengidentifik
asi dan
memcegah
factor yng
dapat
menghambat
jalan napas.

J. Implementasi keperawatan

No. Dx Tgl/Jam Implementasi Respon


Pre anestesi
1. Mengkajian nyeri 1. Untuk mengetahui
komprehensif yang meliputi pencetus dari nyeri yang
lokasi, karakteristik, onset di timbulkan
atau durasi, frekusensi, 2. Mengetahui adanya dari
kualitas, intensitas atau efek nyeri yang di
beratnya nyeri dan faktor timbulkan
pencetus 3. Menurunkan tingkat dari
2. Mengobservasi adanya nyeri
petunjuk nonverbal 4. Memberikan informasi
mengenai ketidaknyamanan mengenai nyeri, seperti
3. Mendukung istirahat atau penyebab nyeri, berapa
tidur yang adekuat lama nyeri di rasakan
03/02/2019
4. Memberikan informasi dan antisipasi dari
1
mengenai nyeri, seperti ketidaknyamanan akibat
Jam 10. 00
penyebab nyeri, berapa lama prosedur
nyeri di rasakan dan 5. Membantu mengalihkan
antisipasi dari rasa nyeri
ketidaknyamanan akibat 6. Memberikan therapy
prosedur analgetik sesuai intruksi
5. Mengajarkan penggunaaan dokter
teknik nonfarmakologi
(relaksasi,)
6. Melakukan kolaborasi dengan
dokter anestesi untuk
pemberian analgetik :
- Ketorolac 30 mg IV
1. Membina hubungan saling 1. Mendekatkan diri untuk
percaya membina kepercayaan
2. Mengkaji tanda verbal dan 2. Untuk meihat tanda dari
03/02/2019 nonverbal kecemasan kecemasan pada wajah
2 3. Mendorong verbalisasi klien
Jam 10. 05 perasaan, persepsi dan 3. Mendorong verbalisasi
ketakuta perasaan, persepsi dan
4. Menganjurkan menggunakan ketakutan
teknik relaksasi 4. Untuk mengalihkan
perhatianpasien
Post anestesi
1 04/02/2019 1. Mengauskultasi suara napas 1. Auskultasi suara napas

19
sebelum dan sesudah di sebelum dan sesudah di
Jam 13.15 sucton sucton
2. Memberikan oksigen dengan 2. Memerikan oksigen
mengunakan nasal kanul dengan mengunakan
3. Menganjukan pasien untuk nasal kanul
napas dalam setelah ETT di 3. Menganjukan pasien
keluakan untuk napas dalam
4. Membuka jalan napas degan setelah ETT di kelukan
teknik chin lift atau jaw trush 4. Membuka jalan napas
bila perlu. lebih terbuka
5. Memasang mayo bila perlu. 5. Membebaskan hambatan
6. Mengeluarkan secret atau pada jalan napas
batuk dengan suction 6. Mengeluarkan secret
7. Memonitor status oksigen dan atau batuk dengan
sturasi dengan pemberian suction
oksigen 3 liter dan saturasi 99 7. Monitor status oksigen
% dan sturasi

EVALUASI PASIEN DI RUANG PEMULUHAN (RR)


(SOAP)

20
Nama Pasien : Tn. H
No. Med. Rec. : A427056

No. Dx Tgl / Jam SOAP Paraf


1 03/02/2019 S : P: Klien mengatakan nyeri saat di tekan atau di
raba.
Jam 10. 10 Q: Klien mengatakan nyeri seperti tertusuk-tusuk
R: Klien mengatakan nyeri di bagian bawah kanan
perut
S: Klien menunjukkan nyeri dengan skala 6
T: Klien mengatakan nyeri hilang bila tidak di
ganggu dengan sentuhan
O:
Klien masih tampak kesakitan saat di tekan dearah
kanan bawah perut
Hasil tanda-tanda vital:
TD : 125 / 76 mmHg,
Nadi : 85 x/ menit, regular
RR : 22 x/ menit, irama
normal
Suhu : 36.6 0C.

A : masalah nyeri
P : - masalah nyeri belum teratasi
- Lanjutkan intervensi

2 03/02/2019 S : - Klien mengatakan cemas berkurang


- klien mengatakan ketakutan operasi
Jam 10. 15 berkurang setelah di jelaskan tindakan
pembedahan dan pembiusan.
- Klien mengatakan merasa ngantuk setelah di
lakukan pemberian obat

O : - Klien tampak mulai tenang saat menjelang


Operasi
- Klien tampak mengantuk, gelisah berkurang
setelah pemberian midazolam 2 mg IV
TTV : TD : 120/78 mmHg
N : 82 x/menit
RR: 19 x/ menit
Suhu : 36,6oC
A : Cemas
P : - Cemas pasien mulai teratasi
- lanjutan intervensi

21
3 03/02/2019 S:-
O : -Terdapat banyak mucus pada rongga mulut
Jam 13. 15 pada saat ektubasi dan setelah di ektubasi.
- pasien sudah bernapas spontan.
- Terdengar suara stidor pada rongga mulut.
- setalah dilakukan suction, ektubasi dilakukan
napas pasien mengalami kesulitan bernapas.
- Refplek menelan masih sangat lemah
TTV :
TD : 134 / 87 mmHg
Nadi : 96 x/menit
Respiasi : 21 x / menit
Suhu : 36,40C

A : Bersihan jalan napas tidak efektif


P :- masalah teratasi sebagian
- lanjutkan intervensi

CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTERGRASI (CPPT)

REVIEW &
VERIFIKASI

22
DPJP
(Tulis nama,
beri paraf,
Tgl/Jam PROFESIONAL HASIL ASESMEN PENATALAKSANAAN INTRUKSI PPA tgl, jam)
PEMBERI PASIEN TERMASUK PASCA DPJP harus
ASUHAN BEDAH membaca /
mereview
seluruh
rencana
asuhan
03/02/201 S : pasien mengatakan nyeri
9 pada perut bagian kanan
bawah
Jam 10. 10 O : pasien tampak kesakitan bila
ditekan pada perut
Hasil tanda-tanda vital:
TD : 125 / 76 mmHg,
Nadi : 85 x/ menit, regular
RR : 22 x/ menit, irama
normal
Suhu : 36.6 0C.

A : masalah nyeri
P : - masalah nyeri belum teratasi
- Lanjutkan intervensi

S : - Klien mengatakan cemas


berkurang
03/02/201 - Klien mengatakan merasa
9 ngantuk setelah di lakukan
pemberian obat
Jam 10. 15 O : - Klien tampak mulai tenang
saat menjelang Operasi
- Klien tampak mengantuk,
gelisah berkurang setelah
pemberian midazolam 2 mg
IV
TTV : TD : 120/78 mmHg
N : 82 x/menit
RR: 19 x/ menit
Suhu : 36,6oC
A : Cemas
P : - Cemas pasien mulai teratasi
- lanjutan intervensi
BAB IV
PENUTUP

23
A. KESIMPULAN
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur yang
terpuntir, apendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan
multiplikasi. Penyebab dari apendisitis adalah adanya obstruksi pada lumen apendikial
oleh apendikolit, hiperplasia folikel limfoid submukosa, fekalit, atau parasit. Gejala
apendisitis adalah nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus dengan keluhan
mual dan muntah. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah. Nyeri
kemudian dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga disebut nyeri somatik.
Komplikasi apendisitis adalah perforasi, peritonitis, abses apendiks.

B. SARAN
Dengan dibuatnya makalah ini, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi
peserta pelatihan anestes dan dapat menambah pengetahuan tentang asuhan
keperawatan anestesi pada appendisitis. Semoga kita juga dapat mencegah terjadinya
apendisitis, dengan cara diet tinggi serat.

BAB V
DAFTAR PUSTAKA

24
Atassi, 2002. Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.
Barbara C. Long, 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.
Brunner dan Sudarth. 2002. Keperwatan Medikal Bedah. Vol. 3. Edisi ke III. EGC : Jakarta
Chang, 2010. Patofisiologi Konsep  Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. EGC : Jakarta
Corwin, 2009. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteran, EGC : Jakarta
Depkes. 2008. Indonesia Sehat 2008, Visi Baru, Misi Kebijakan dan Strategi Pembangunan
kesehatan, Jakarta.
Monika Ester, S.Kp, 2001. Asuhan Keperwatan intervensi dan implemtasi. Salemba medika.
Yogyakarta
Katz, 2009. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA Intervention Project,
Mosby.
R. Sjamsuhidajat, Wim de jang. 2009. Buku Ajar Keperawatan Anatomi dan patofisilogi tubuh
manusia. Yogyakarta : Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C. 2006. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Volume 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC : Jakarta
Syamsyul hidayat, 2005. Buku Ajar Penyakit dalam dan Klinis. Edisisi ke II . EGC : Jakarta :
Santa crose,2009. ). Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta : Media Aesculapius FKUI

25

Anda mungkin juga menyukai