Anda di halaman 1dari 26

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis,
dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Pada masyarakat
umum,sering juga disebut dengan istilah radang usus buntu. 1,2,3,4
Sedangkan apendiks atau yang sering disebut juga dengan umbai cacing
adalah organ tambahan pada usus buntu. Umbai cacing atau dalam bahasa Inggris,
vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah ujung buntu tabung yang
menyambung dengan caecum. 1,2,3,4
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri.Sebagai faktor pencetus berupa

penyumbatan pada lumen appendiks, berupa hiperplasia folikel limfoid, fekalith,


benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau

neoplasma.4,5
1. Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran
Edisi 6. Jakarta : EGC.
2. Putz R Pabst R. Sobotta: Atlas Anatomi Manusia. Jilid 2. Jakarta: EGC;
2010.
3. Guyton, Arthur C. 1996. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit.
Jakarta:EGC (Penerbit Buku Kedokteran).
4. De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.
EGC. Jakarta.
5. Mansjoer Alif. Bedah Digestif. In; Arif Mansjoer, Suprohaita, Wahyu Ika

Wardhani, Wiwiek Setiowulan, editors. Kapita Selekta Kedokteran. 3th


ed. Jakarta. Media Aesculapius FKUI; 2000. 307-13.

B. INSIDENSI DAN EPIDEMIOLOGI


Insidens apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara
berkembang, tetapi beberapa tahun terakhir angka kejadiannya menurun
bermakna.Hal ini disebabkan oleh meningkatnyapenggunaan makanan berserat
dalam menu sehari-hari.Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya
pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan.Insidens tertinggi pada
kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun.Insidens pada lelaki dan
perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidens pada
lelaki lebih tinggi. Meskipun jarang, pernah dilaporkan kasus appendiks neonatal
dan prenatal. Pasien dengan usia yang lebih dari 60 tahun dilaporkan sebanyak
50% meninggal akibat apendisitis.6
6. Addiss,D G. The epidemiology of appendicitis and appendectomy in the
United States. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2239906. Accessed in
Juni,23,2013.
C. ANATOMI, FISIOLOGI DAN HISTOLOGI
1. Anatomi
Apendiks atau Appendix vermiformis (dari bahasa latin “worm” = cacing)
merupakan organ berbentuk tabung, penjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15
cm) yang panjangnya melekat pada sekum kurang lebih 2-3 cm di bawah ileocecal
junction di bawah valvula ileocecal, dan berpangkal di sekum (menonjol dari
dinding posterolateral sekum), yaitu pada pertemuan ketiga taenia coli: 1) Taenia

libera, 2) Taenia Colica, 3) Taenia omentum.1.5.7.8 Sekum merupakan bagian


pertama usus besar. Proksimal dimana apendiks melekat pada terminal ileum pada
usus halus berhubungan dengan sekum. Pada hubungan ini valvula ileocecal
mengatur masuknya chyme ke dalam kolon. Apendiks mempunyai mesenterium
sendiri yang disebut sebagai meso-apendiks, yang gambarannya dapat membantu

membedakannya dengan sekum yang tidak mempunyai mesenterium.5


Apendiks lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian
distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada
pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab

rendahnya insiden apendisitis pada usia itu.1


Posisi apendiks terhadap sekum bervariasi, yaitu terdiri atas posisi

retrosekal (65%), antesekal, pelvinal, medial, preileal, postileal, dan lain-lain.1


Pada posisinya yang normal, Appendix vermiformis terletak pada dinding
abdomen di bawah titik Mc Burney. Titik Mc Burney dicari dengan menarik garis
dari spina iliaka superior kanan ke umbilicus. Titik tengah garis ini merupakan
pangkal apendiks.Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan
ini memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada
panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apendiks terletak
retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens atau di tepi

lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.1

Gambar 1. Tipe Lokasi Appendiks vermiformis pada system digestive

Perdarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan cabang


dari a.ileokolika. Arteri apendikuler ini berfungsi untuk menyalurkan darah yang
kaya akan oksigen dan nutrisi ke apendiks. Arteri ini melewati meso-apendiks dan
sampai pada bagian apendiks (terbentang dari mesenterium = meso-apendiks dan
berhubungan dengan apendiks terhadap ileum terminal. Arteri assesorius dapat
dipercabangkan dari a.ileokolika atau arteri sekum posterior yang mensuplai
sebagian terhadap apendiks. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis

pada infeksi, apendiks akan mengalami ganggren.1,5,7,8


Gambar 2. Anatomi Appendiks vermiformis

Persyarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.


mesenterika superior dan a. apendikularis, sedangkan persyarafan simpatis berasal
dari n.torakalis X. oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula

disekitar umbilikus.1
2. Histologi
Banyak ahli anatomis yang berkeyakinan bahwa apendiks merupakan
struktur rudimenter (belum sempurna) pada usus besar dan tidak mempunyai
fungsi pada manusia. Ahli anatomi lainnya cenderung tidak setuju sebab
Appendix vermiformis pada bayi dan anak-anak terbentuk baik dan mempunyai
gambaran histologikal yang dibangun dengan baik sebagai organ lymphoid. Hal
ini diyakini bahwa Appendix vermiformis mempunyai peranan penting dalam
fungsi immune yang sampai sekarang belum ditemukan. Yang jelas bahwa

Appendix vermiformis tidak memperlihatkan fungsi digestive pada manusia.5


Gambar 3. Histologi Appendiks vermiformis

Secara histologi, lapisan dari Appendix vermiformis sesuai dengan lapisan


yang pada usus besar dimana terdiri atas tunika mukosa, lamina propria, tunika
submukosa, dan tunika muskularis. Sama seperti mukosa pada usus besar (sekum/
kolon). Pada lamina propria terlihat penuh diisi oleh jaringan limfatis yang terdiri
atas aggregasi limfosit, scattered limfosit (limfosit yang tersebar-sebar) dan folikel
limfoid sehingga terlihat seolah-olah mengelilingi mukosa secara utuh, pada
beberapa tempat terlihat jaringan limfatis ini menembus muskularis mukosa dan
masuk ke dalam submukosa. Pada tunika submukosa terdiri atas anyaman
penyambung padat dengan sedikit jaringan limfatis, tunika muskularis terdiri dari
lapisan dalam yang serat ototnya berjalan sirkuler dan bagian luar berjalan

longitudinal, pada apendiks tidak dijumpai tenia koli.8


Lumen di luar tunika mukosa, lamina propria, tunika submukosa, tunika
muskularis, dan tunika adventisia, tidak ditemukan adanya glandula digestive atau

duktus sekretorius untuk produksi dari enzim pencernaan dan fungsi pencernaan.5
Bagaimanapun, semua setuju bahwa pemotongan Appendix vermiformis
tidak memperlihatkan adanya kehilangan fungsi dari sistem digestive maupun

sistem imun seseorang.5


3. Fisiologi
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu normalnya
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke dalam sekum. Hambatan
aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis

apendisitis.1

7. Long Sarah Melanie. The Intestine. Daniel Horton-Szar, Paul M Smith,

editors. Gastrointestinal System. 1st ed. USA. Mosby; 2002. 119.


8. Lianury N Robby. Usus Besar. Robby N Lianury. Histologi Sistem
Gastrohepatologi. Makassar. FKUH. 2002. 23

D. ETIOLOGI 9
Appendisitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendiks
sehingga terjadi kongesti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi.
Appendisitis akut dapat disebabkan oleh proses radang bakteria yang dicetuskan
oleh beberapa faktor pencetus diantaranya hiperplasia jaringan limfa, fekalith,
tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat.
Beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang appendiks, diantaranya :
a. Faktor sumbatan
Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang
diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hiperplasia jaringan
limfoid submukosa,35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab
lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing. Obstruksi yang
disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada bermacam-macam apendisitis akut
diantaranya : 40% pada kasus apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus
apendisitis akut gangrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus apendisitis akut
dengan ruptur.
b. Faktor bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada apendisitis akut.
Adanya fekalith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan
memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen
apendiks. Pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara
Bacteriodes fragilis dan E.coli, Splanchicus, Lacto-bacilus, Pseudomonas,
Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah
kuman anaerob sebesar 96% dan aerob <10%.
Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa
appendiks karena parasit seperti E. Histolytica. Ulserasi mukosa merupakan tahap
awal dari kebanyakan penyakit ini. Berbagai spesies bakteri yang dapat diisolasi
pada pasien apendisitis yaitu :

Bakteri aerob fakultatif Bakteri anaerob

 Escherichia coli  Bacteroides fragilis


 Viridans streptococci  Peptostreptococcus micros
 Pesudomonas  Bilophila species
aeruginosa  Lactobacillus species
 Enterococcus

Tabel 1. Spesies bakteri yang dapat diisolasi

c. Faktor konstipasi dan pemakaian laksatif


Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya
sumbatan fungsional apendiks dan meningkatkan pertumbuhan kuman flora kolon
biasa sehingga mempermudah timbulnya apendisitis akut. Penggunaan laksatif
yang terus-menerus dan berlebihan memberikan efek merubah suasan flora usus
dan menyebabkan terjadinya hiperesi usus yang merupakan permulaan dari proses
inflamasi. Pemberian laksatif pada penderita apendisitis akan merangsang
peristaltik dan merupakan predisposisi terjadinya perforasi dan peritonitis.
d. Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang herediter dari organ,
appendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang
mudah terjadi appendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan
dalam keluarga terutama denga diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya
fekalith dan mengakibatkan obstruksi lumen.
e. Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makan sehari-hari. Bangsa
kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko lebih tinggi
dari negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat sekarang, kejadiannya
terbalik. Bangsa kulit putih telah merubah pola makan mereka ke pola makan
tinggi serat. Justru negara berkembang, yang dulunya memiliki tinggi serat kini
beralih ke pola makan rendah serat, memiliki resiko appendisitis yang lebih
tinggi.9

9. Brunicardi C, Anderson DK, Billiar T, Duhn DL, Hunter JG, Mathews JB,
Pallock RC. 2010. The Appendix on Chapter 30 in Schwartz’s Principles
of Surgery 9ed ebook. New York: McGraw-Hills.

E. KLASIFIKASI APENDISITIS9
Ada beberapa jenis apendisitis yang memiliki perubahan yang berbeda
berhubungan dengan apendisitis, sehingga ada perbedaan gejala, pengobatan dan
prognosis. Appendisitis diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Appendisitis akut
a. Appendisitis akut sederhana ( Cataral Appendicitis)
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan
obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi
peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa
appendiks jadi menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri
di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia, dan demam ringan. Pada
appendisitis cataral terjadi leukositosis dan appendiks terlihat normal, hiperemia,
edema, dan tidak ada eksudat serosa.
b. Appendisitis akut purulent (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis.
Keadaan ini memperberat iskemik dan edema pada apendiks. Mikroorganisme
yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan
infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.
Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, heperemia, dan di dalam
lumen terdapat eksudat fibrinopurulen.
Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri
lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif.
Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-
tanda peritonitis umum.
c. Appendisitis akut gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai
terganggu sehingga terjadi infark dan gangren. Selain didapatkan tanda-tanda
supuratif, appendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding appendiks
berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Apada appendisitis akut
gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen.
2. Appendisitis infiltrat
Appendisitis infiltrat adalah proses radang appendiks yang penyebarannya
dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga
membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang
lainnya.
3. Appendisitis abses
Terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya di
fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, sucaecal, dan pelvic.
4. Appendisitis perforasi
Adalah pecahnya appendiks yang sudah gangren yang menyebabkan pus
masuk kedalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding
appendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik.
5. Appendisitis kronis
Merupakan lanjutan appendisitis akut supuratif sebagai proses radang yang
persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi rendah, khususnya
obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosis appendisitis kronis baru dapat
ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah lebih
dari dua minggu, radang kronik appendiks secara makroskopik dan mikroskopik.
Secara histologi, dinding appendiks menebal, sub mukosa dan muskularis propia
mengalami fibrosis. Terdapat infiltrat sel radang limfosit dan eosinofil pada sub
mukosa, muskularis propia, dan serosa. Pembuluh darah serosa tampak dilatasi.9

F. Patofisiologi Apendisitis10
Sebagian besar appendiks disebabkan oleh sumbatan yang kemudian
diikuti oleh infeksi. Beberapa hal ini dpat menyebabkan sumbatan, yaitu
hiperplasia jaringan limfoid, fekalith, benda asing, striktur, kingking,
perlengketan.
Bila bagian proksimal appendiks tersumbat, terjadi sekresi mukus yang
tertimbun dalam lumen appendiks, sehingga tekanan intra luminer tinggi. Tekanan
ini akan mengganggu aliran limfe sehingga terjadi edema dan terdapat luka pada
mukosa, stadium ini disebut Appendisitis Akut Ringan. Tekanan yang meninggi,
edema dan disertai inflamasi menyebabkan obstruksi aliran vena sehingga
menyebabkan trombosis yang memperberat iskemi dan edema. Pada lumen
appendiks juga terdapat bakteri, sehingga dalam keadaan tersebut suasana lumen
appendiks cocok buat bakteri untuk diapedesis dan invasi ke dinding dan
membelah diri sehingga menimbulkan infeksi dan menghasilkan pus. Stadium ini
disebut.
Appendisitis Akut Purulenta.
Proses tersebut berlangsung terus sehingga pada suatu saat aliran darah arteri
juga terganggu, terutama bagian ante mesenterial yang mempunyai vaskularisasi
minimal, sehingga terjadi infark dan gangren, stadium ini disebut Appendisitis
Gangrenosa. Pada stadium ini sudah terjadi mikroperforasi, karena tekanan
intraluminal yang tinggi ditambah adanya bakteri dan mikroperforasi, mendorong
pus serta produk infeksi mengalir ke rongga abdomen. Stadium ini disebut
Appendisitis Akut Perforasi, dimana menimbulkan peritonitis umum dan abses
sekunder. Tapi proses perjalanan appendisitis tidak mulus seperti tersebut di atas,
karena ada usaha tubuh untuk melokalisir tempat infeksi dengan cara “Walling
Off” oleh omentum, lengkung usus halus, caecum, colon, dan peritoneum
sehingga terjadi gumpalan massa plekmon yang melekat erat. Keadaan ini disebut
Appendisitis Infiltrate.
Appendisitis infiltrate adalah suatu plekmon yang berupa massa yang
membengkak dan terdiri dari appendiks, usus, omentum, dan peritoneum dengan
sedikit atau tanpa pengumpulan pus. Usaha tubuh untuk melokalisir infeksi bisa
sempurna atau tidak sempurna, baik karena infeksi yang berjalan terlalu cepat atau
kondisi penderita yang kurang baik, sehingga appendikular infiltrate dibagi
menjadi dua :
a. Appendikuler infiltrate mobile
b. Appendikuler infiltrate fixed
Perforasi mungkin masih terjadi pada walling off yang sempurna sehingga
akan terbentuk abses primer. Sedangkan pada walling off yang belum sempurna
akan terbentuk abses sekunder yang bisa menyebabkan peritonitis umum.
Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya dan menimbulkan obstruksi. Perlengketan ini dapat menimbulkan
keluhan berulang di perut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat
meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai mengalami eksaserbasi akut.
Appendisitis terjadi dari proses inflamasi ringan hingga perforasi, khas dalam 24-
36 jam setelah munculnya gejala, kemudian diikuti dengan pembentukan abses
setelah 2-3 hari.

Gambar 4 (a). Patofisiologi Appendisitis


Gambar 6 (b). Patofisiologi Appendisitis

10. Kevin P. Lally, Charles S. Cox JR. Dan Richard J. Andrassy. Appendix on
Chapter 47 in Sabiston Textbook of Surgery 17ed ebook. New york:
Saunders; 2004.h 1381-1400
G. Gejala Klinis11,12,13,14
Nyeri/Sakit perut
Ini terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi, dan terjadi
pada seluruh saluran cerna, sehingga nyeri visceral dirasakan pada seluruh
lapangan perut ( tidak pin-point). Mula-mula daerah epigastrium kemudian
menjalar ke Mc Burney. Apabila telah terjadi inflammasi Apabila telah terjadi
inflamasi (>6jam) penderita dapat menunjukkan letak nyeri, karena bersifat
somatic. Perasaan nyeri pada appendicitis biasanya datang secara perlahan dan
makin lama makin hebat.
Nyeri abdomen yang ditimbulkan oleh karena adanya kontraksi appendix,
distensi dari lumen appendix ataupun karena tarikan dinding appendx yang
mengalami peradangan. Pada mulanya terjadi nyeri visceral, yaitu nyeri yang
bersifat hilang timbul seperti kolik yang dirasakan didaerah umbilicus dengan
sifat nyeri ringan sampai berat.
Hal tersebut timbul oleh karena appendix dan usus halus mempunyai
persarafan yang sama, maka nyeri visceral itu akan mula-mula dirasai di daerah
epigastrium dan periumbilikal. Secara klasik, nyeri di daerah epigastrium akan
terjadi beberapa jam (4-6jam) seterusnya akan menetap di kuadran kanan bawah
dan pada keadaan tersebut sudah terjadi nyeri somatk yang berarti sudah terjadi
rangsangan pada peritoneum parietal dengan sifat nyeri yang lebih tajam,
terlokalisir serta nyeri akan lebih hebat bila batuk ataupun berjalan kaki.
Muntah (rangsangan visceral), akibat aktivasi nervus vagus
Anoreksia, nausea dan vomitus yang timbul beberapa jam sesudahnya,
merupakan kelanjutan dari rasa nyeri yang timbul saat permulaan. Keadaan
anoreksia hamper selalu ada pada setiap penderita appendicitis akut, Bila hal in
tidak ada maka diagnosis appendicitis akut perlu dipertanyakan. Hampir 75%
penderita disertai dengan vomtus, namun jarang berlanjut menjadi berat dan
kebanyakan vomitus hanya sekali atau dua kali. Gejala disuria juga timbul apabila
peradangan appendix dekat dengan vesika urinaria.
Obstipasi
Penderita appendicitis akut juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya
rasa nyeri dan beberapa penderita mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya
pada letak appendix pelvikal yang merangsang daerah rektum.
Demam(infeksi akut)
Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,5-
38,50C.Tetapi bla suhu lebih tnggi, diduga telah terjadi perforasi.
Variasi lokasi anatomi appendix akan menjelaskan keluhan nyeri somatic
yang beragam. Sebagai contoh appendix yang panjang dengan ujung yang
mengalami inflamasi di kuadran kiri bawah akan menyebabkan nyeri didaerah
tersebut, appendix retrosekal akan menyebabkan nyeri flank atau punggung,
appendix pelvikal akan menyebabkan nyeri pada supra pubik dan appendix
retroileal bias menyebabkan nyeri testicular, mungkin karena iritasi pada arter
spermatika dan ureter.11,12,13,14

11. Erik, Prabowo. 2009. http://www.bedah.info/bedah_digestif/usus_buntu_


_apendiks_tercipta_bagi_ahli_bedah/ (diunduh tangal 15 Desember
2016)
12. Craig Sandy, Lober Williams 20011. Appendicitis, Acute. Diakses dari
www.emedicine.com, tanggal (diunduh tangal 15 Desember 2016)
13. Grace, Borley, At a Glance ILMU BEDAH. Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit
Erlangga. 2011
14. Tjandra JJ, Clunie GJA, Kaye AH, Smith JA. Textbook of Surgery. .
Blackwell Publishing; 2011.
H. Diagnosis Apendisitis9
a. Anamnesis
Untuk menegakkan diagnosis pada apendisitis didasarkan atas anamnesis
ditambah dengan pemeriksaan laboratorium sarta pemeriksaan penunjang lainnya.
Gejala appendisitis ditegakkan dengan anamnesis, ada 4 hal penting yaitu :
o Nyeri mula – mula di epigastrium ( nyeri visceral ) yang beberapa waktu
kemudian menjalar ke perut kanan bawah.
o Muntah oleh karena nyeri visceral
o Demam
o Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita
nampak sakit, menghindarkan pergerakan pada daerah perut.

b. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan memegang
perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran
spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi.
Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses appendikuler.
2) Auskultasi
Peristaltik usus sering normal. Peristaltic dapat hilang pada ileus paralitik karena
peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata.
3) Palpasi
Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda peritonitis
lokal yaitu:
o Nyeri tekan (+) Mc. Burney
Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran bawah atau titik Mc Burney dan
ini merupakan tanda kunci diagnosis.
o Nyeri lepas (+)karena rangsangan peritoneum
Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah rasa nyeri yang hebat (dapat
dengan melihat mimik wajah) di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-
tiba dilepaskan, setelah sebelumnya dilakukan penekanan yang perlahan dan
dalam dititik Mc Burney.
o Defens muskuler(+) karena rangsangan M.Rektus Abdominis
Defens muskuler adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal.Pada appendiks letak
retroperitoneal, defans muscular mungkin tidak ada, yang ada nyeri pinggang.
Pemeriksaan Rectal Toucher
Akan didapatkan nyeri pada jam 9-12. Pada apendisitis pelvika akan didapatkan
nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur.
4) Perkusi : nyeri ketuk (+)
c. Pemeriksaan khusus/tanda khusus
 Rovsing sign
Penekanan perut kiri bawah terjadi nyeri perut kanan bawah, karena tekanan
merangsang peristaltic dan udara usus, sehingga menggerakkan peritoneum
sekitar appendix yang meradang (somatic pain)
 Blumberg sign
Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada kuadran kiri bawah atau kolateral
dari yang sakit kemudian dilepaskan tiba-tiba, akan terasa nyeri pada kuadran
kanan bawah karena iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan.
 Psoas sign
Dilakukan dengan rangsangan muskulus psoas. Ada 2 cara memeriksa:
1. Aktif : Pasien telentang, tungkai kanan lurus ditahan pemeriksa, pasien
memfleksikan articulation coxae kanan, psoas sign (+) bila terasa nyeri perut
kanan bawah.
2. Pasif: Pasien miring kekiri, paha kanan dihiperekstensikan pemeriksa,
psoas sign (+) bila terasa nyeri perut kanan bawah.
Gambar 6. Cara melakukan Psoas Sign

 Obturator sign
Dilakukan dengan menyuruh pasien tidur telentang, lalu dilakukan gerakan
fleksi dan endorotasi sendi panggul atau articulation coxae. Obturator sign (+) bila
terasa nyeri di perut kanan bawah.

Gambar 8. Cara melakukan Obturator Sign


d. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
o Pemeriksaan darah : pada laboratorium darah terdapat leukositosi
ringan ( 10.000 – 18.000/mm3) yang didominasi >75% oleh sel Polimorfonuklear
(PMN), netrofil (shift to the left) dimana terjadi pada 90% pasien. Hal ini
biasanya terdapat pada pasien dengan akut appendisitis dan apendisitis tanpa
komplikasi. Sedangkan leukosit >18.000/mm3meningkatkan kemungkinan
terjadinya perforasi apendiks dengan atau tanpa abses.
o Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit, dan
bakteri dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan
diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai
gejala klinis yang hampir sama dengan appendisitis.
o Pemeriksaan laboratorium lain yang mendukung diagnosa
appendisitis adalah C- reaktif protein. CRP merupakan reaktan fase akut terhadap
infeksi bakteria yang dibentuk di hepar. Kadar serum mulai meningkat pada 6-12
jam setelah inflamasi jaringan. Tetapi pada umumnya, pemeriksaan ini jarang
digunakan karena tidak spesifik. Spesifitasnya hanya mencapai 50-87% dan hasil
dari CRP tidak dapat membedakan tipe dari infeksi bakteri.
2) Foto polos abdomen
Radiologi polos tidak spesifik, umunya tidak efektif untuk biaya, dan dapat
menyesatkan dalam stuasi tertentu. Dalam <5%, suatu fekalith buram mungkin
tidak terlihat di kuadran kanan bawah. Foto polos abdomen dapat digunakan
untuk menyingkirkan diagnosis banding. Pada appendisitis akut dapat terlihat
abnormal “gas pattern” dari usus, tapi hal ini tidak spesifik. Ditemukan fekalith
dapat mendukung diagnosis. Dapat ditemukan pula adanya local air fluid level,
peningkatan densitas jaringan lunak pada kuadran kanan bawah, perubahan
bayangan psoas line, dan free air (jarang) bila terjadi perforasi. Foto polos
umumnya tidak dianjurkan kecuali kondisi tertentu misalnya perforasi, obstruksi
usus, saluran kemih kalkulus. Walaupun demikian, foto polos abdomen bukanlah
sesuatu yang rutin atau harus dikerjakan dalam mengevaluasi pasien dengan nyeri
abdomen yang akut.
3) USG
Merupakan pemeriksaan yang akurat untuk menentukan diagnosis
appendisitis. Tekniknya tidak mahal, dapat dilakukan dengan cepat, tidak invasif,
tidak membutuhkan kontras dan dapat digunakan pada pasien yang sedang hamil
karena tidak mengganggu paparan radiasi. Secara sonografi, appendiks
diidentifikasikan sebagai “blind end”, tanpa peristaltik usus. Kriteria sonografi
untuk mendiagnosis appendisitis akut adalah adanya noncompressible appendiks
sebesar 6 mm atau lebih pada diameter anteroposterior, adanya appendicolith,
interupsi pada kontinuitas lapisan submukosa, dan cairan atau massa
periappendiceal. Temuan perforasi appendisitis termasuk cairan pericecal
loculated, phlegmon (sebuah definisi penyakit lapisan struktur dinding appendiks)
atau abses, lemak pericecal menonjol, dan kehilangan keliling dari layer
submukosa.
False (+) dapat ditemukan pada adanya dilatasi tuba falopii dan pada
pasien yang obese hasilnya bisa tidak akurat, divertikulum Meckel, divertikulitis
cecal, penyakit radang usus, penyakit radang panggul, dan endometriosis.
Sedangkan false (-) didapatkan pada appendiks.
4) Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon
melalui anus. Barium enema merupakan kontra indikasi pada suspek appendisitis
akut sebab pada apendisitis akut ada kemungkinan sudah terjadi mikroperforasi
sehingga kontras dapat masuk ke intraabdomen menyebabkan penyebaran kuman
ke intraabdomen. Barium enema indikasi untuk apendisitis kronik. Apendikogram
dilakukan dengan cara pemberian kontras BaSO4 serbuk halus yang diencerkan
dengan perbandingan 1 : 3 secara peroral dan diminum sebelum kurang lebih 8 –
10 jam untuk anak – anak atau 10 – 12 jam untuk dewasa. Pemeriksaan ini
dikatakan positif bila menunjukkan appendiks yang non-filling dengan indentasi
dari caecum menunjukkan adanya appendisitis kronis. Hal ini menunjukkan
adanya inflamasi pericaecal. False negative (partial filling) didapatkan pada 10%
kasus. Barium enema ini sudah tidak lagi digunakan secara rutin dalam
mengevaluasi pasien yang dicurigai menderita appendisitis akut.
5) CT Scan
Sangat berguna pada pasien yang dicurigai mengalami proses inflamasi
pada abdomen dan adanya gejala tidak khas untuk appendisitis. Appendiks normal
akan terlihat struktur tubular tipis pada kuadran kanan bawah yang dapat menjadi
opak dengan kontras. Appendicolith terlihat sebagai kalsifikasi homogenus
berbentuk cincin (halo sign), dan terlihat pada 25% populasi. (7)
Appendisitis akut dapat didiagnosa berdasarkan CT-Scan apabila
didapatkan appendiks yang abnormal dengan inflamasi pada periappendiceal.
Appendiks dikatakan abnormal apabila terdistensi atau menebal dan membesar
>5-7 mm. Sedangkan yang termasuk inflamasi periappendiceal antara lain adalah
abses, kumpulan cairan, edema, dan phlegmon. Inflamasi periappendiceal atau
edem terlihat sebagai perkapuran dari lemak mesenterium (“dirty fat”), penebalan
fascia lokalis, dan peningkatan densitas jaringan lunak pada kuadran kanan
bawah. CT-Scan khususnya digunakan pada pasien yang mengalami penanganan
gejala klinis yang telat (48-72 jam) sehingga dapat berkembang menjadi
phlegmon atau abses. Fekalith dapat dengan mudah terlihat, tetapi adanya fekalith
bukan patognomonik adanya appendisitis. Temuan penting adalah arrowhead
sign yang disebabkan penebalan dari caecum. (6)
Kekurangan dari CT-Scan termasuk mungkin iodinasi-kontras-media
alergi, ketidaknyamanan pasien dari pemberian media kontras (terutama jika
media kontras rektal digunakan), paparan radiasi pengion, biaya dan tidak dapat
digunakan untuk wanita hamil. (6)

e. Scoring Appendisitis
Skor Alvarado(9)
Semua penderita dengan suspek appendisitis akut dibuat skor alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu : skor <6 dan skor >6. Selanjutnya
dilakukan apendiktomi, setelah operasi dilakukan pemeriksaan PA terhadap
jaringan apendiks dan hasilnya diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu :
radang akut dan bukan radang akut.
Keterangan Alvarado score :
 Interpretasi dari Modified Alvarado Score :
1–4 sangat mungkin bukan appendisitis akut
5–7 sangat mungkin appendisitis akut
8 – 10 pasti appendisitis akut
 Penanganan berdasarkan skor Alvarado :
1–4 : observasi
5–7 : antibiotik
8 – 10 : operasi dini

Ohmann Score.U (9)


Sign/Symptom Value
Pain on compression in the lower right quadrant 4,5
Rebound pain 2,5
Absence of urinary symptoms 2,0
Continuous pain 2,0
White blood cell count > 10000/mIL 1,5
Age under 50 years 1,5
Migration of pain to the right lower quadrant 1,0
Involuntary muscular tension (defense) 1,0
Low : < 5, Moderate : 6 – 11, High : 12 – 13
Skoring appendisitis pada anak – anak(9)
Yang sering digunakan adalah Samuel Score. Sistem penilaian ini
meliputi 9 variabel untuk menilai appendisitis akut :
No Kriteria Skoring
1. Gender
1) Laki-laki 2
2) Perempuan 0
2. Intensitas Nyeri
1) Berat 2
2) Sedang 0
3. Perpindahan nyeri
1) Ya 4
2) Tidak 0
4. Nyeri perut kuadran kanan bawah
1) Ya 4
2) Tidak 0
5. Muntah
1) Ya 2
2) Tidak 0
6. Suhu badan
1) 37,50C 3
2) <37,50C 0
7. Guarding
1) Ya 2
2) Tidak 0
8. Bising Usus
1) Absent/meningkat 4
2) Normal 0
9. Rebound tenderness
1) Ya 7
2) Tidak 0
 Appendisitis akut mempunyai nilai 0 sampai nilai maksimal 32. Dan
nilai ini digunakan untuk mendiagnosa ada atu tidaknya appendisitis
akut.
 Nilai batas untuk appendisitis akut adalah >21 kemungkinan besar
appendisitis akut.
 Jika nilai <15, kemungkinan untuk appendisitis akut adalah rendah.

I. Diagnosis Banding15
Diagnosis appendisitis memiliki kemiripan dengan diagnosa penyakit
lainnya, karena itulah pada sekitar 15-20% kasus terjadi kesalahan diagnosis
klinis. Penyakit yang memiliki gejala mirip antara lain: 3,4,5.6,7,9
 Gastroenteritis
Terjadi mual, muntah, diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan dan
terbatas tegas. Hiperperistaltis sering ditemukan. Panas dan leukosit kurang
menonjol dibandingkan apendisitis akut. laboratorium biasanya normal karena
hitung normal.
 Infeksi Panggul
Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu
biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah lebih
difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin.
Pada gadis dapat dilakukan pemeriksaan melalui dubur jika perlu untuk diagnosis
banding. Rasa nyeri pada pemeriksaan melalui vagina jika uterus diayunkan.
 Batu Ureter
Jika diperkirakan mengendap dekat apendiks, ini menyerupai apendisitis
retrocecal. Nyeri menjalar ke labia, scrotum, atau penis, hematuria dan / atau
demam atau leukosotosis membatu. Pielography biasanya untuk mengkofirmasi
diagnosa.15

15. Schwartz. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Jakarta : EGC 2010.

J. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan apendisitis akut meliputi terapi medis dan
terapi bedah. Terapi medis terutama diberikan pada pasien yang tidak mempunyai
akses ke pelayanan bedah, dimana pada pasien diberikan antibiotik. Namun
sebuah penelitian prospektif menemukan bahwa dapat terjadi apendisitis rekuren
dalam beberapa bulan kemudian pada pasien yang diberi terapi medis saja. Selain
itu terapi medis juga berguna pada pasien apendisitis yang mempunyai risiko
4,5.6,7,10
operasi yang tinggi .
Apendiktomi terbuka merupakan operasi klasik pengangkatan apendiks.
Mencakup Mc Burney, Rocke-Davis atau Fowler-Weir insisi. Dilakukan diseksi
melalui oblique eksterna, oblique interna dan transversal untuk membuat suatu
muscle spreading atau muscle splitting, setelah masuk ke peritoneum apendiks
dikeluarkan ke lapangan operasi, diklem, diligasi dan dipotong. Mukosa yang
terkena dicauter untuk mengurangi perdarahan, beberapa orang melakukan inversi
pada ujungnya, kemudian sekum dikembalikan ke dalam perut dan insisi ditutup. 4-
9

Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah
appendektomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan
appendektomi sambil memberikan antibiotic dapat mengakibatkan abses
perforasi. Insidens appendix normal yang dilakukan pembedahan sekitar 20%.
Pada appendicitis akut tanpa komplikasi tidak banyak masalah. 4-9

Gambar 3. Tehnik operasi apendisitis.


Laparoskopik apendiktomi mulai diperkenalkan pada tahun 1987, dan
telah sukses dilakukan pada 90-94% kasus apendisitis dan 90% kasus apendisitis
perforasi. Saat ini laparoskopik apendiktomi lebih disukai. 4-9

K. KOMPLIKASI
Apendisitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan, tetapi
penyakit ini tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecendrungan untuk menjadi
progresif dan perforasi.3 Komplikasi apendisitis yang paling sering adalah ruptur.
Ruptur terjadi apabila apendisitis tidak didiagnosa dan ditangani dengan cepat dan
tepat. Mereka yang beresiko tinggi mengalami ruptur apendiks adalah bayi, anak-
anak, dan mereka yang lebih tua. Ruptur ini dapat berkembang menjadi abses dan
peritonitis. Peritonitis merupakan infeksi yang sangat berbahaya, dimana terjadi
perforasi sehingga bakteri dan bagian lainnya bocor ke dalam rongga perut. Pada
beberapa pasien peritonitis ini menyebabkan kegagalan organ dan terjadi

kematian.2

L. Prognosis
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan
morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan
morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi yaitu peritonitis. Serangan
berulang dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat. Terminology apendisitis

kronik sebenarnya tidak ada.3.12 Waktu penyembuhan bergantung pada usia,


kondisi pasien, keadaan gizi, komplikasi dan berbagai kondisi lainnya (konsumsi
alkohol), tetapi biasanya penyembuhannya berlangsung antara 10-28 hari. Untuk
anak-anak yang usianya lebih muda (sekitar 10 tahun) penyembuhan berlangsung
kira-kira 3 minggu. Seorang dokter menganjurkan agar pasien tidak

mengkonsumsi alkohol setelahnya.12

Anda mungkin juga menyukai