A. PENGERTIAN
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis,
dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Pada masyarakat
umum,sering juga disebut dengan istilah radang usus buntu. 1,2,3,4
Sedangkan apendiks atau yang sering disebut juga dengan umbai cacing
adalah organ tambahan pada usus buntu. Umbai cacing atau dalam bahasa Inggris,
vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah ujung buntu tabung yang
menyambung dengan caecum. 1,2,3,4
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri.Sebagai faktor pencetus berupa
neoplasma.4,5
1. Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran
Edisi 6. Jakarta : EGC.
2. Putz R Pabst R. Sobotta: Atlas Anatomi Manusia. Jilid 2. Jakarta: EGC;
2010.
3. Guyton, Arthur C. 1996. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit.
Jakarta:EGC (Penerbit Buku Kedokteran).
4. De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.
EGC. Jakarta.
5. Mansjoer Alif. Bedah Digestif. In; Arif Mansjoer, Suprohaita, Wahyu Ika
lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.1
disekitar umbilikus.1
2. Histologi
Banyak ahli anatomis yang berkeyakinan bahwa apendiks merupakan
struktur rudimenter (belum sempurna) pada usus besar dan tidak mempunyai
fungsi pada manusia. Ahli anatomi lainnya cenderung tidak setuju sebab
Appendix vermiformis pada bayi dan anak-anak terbentuk baik dan mempunyai
gambaran histologikal yang dibangun dengan baik sebagai organ lymphoid. Hal
ini diyakini bahwa Appendix vermiformis mempunyai peranan penting dalam
fungsi immune yang sampai sekarang belum ditemukan. Yang jelas bahwa
duktus sekretorius untuk produksi dari enzim pencernaan dan fungsi pencernaan.5
Bagaimanapun, semua setuju bahwa pemotongan Appendix vermiformis
tidak memperlihatkan adanya kehilangan fungsi dari sistem digestive maupun
apendisitis.1
D. ETIOLOGI 9
Appendisitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendiks
sehingga terjadi kongesti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi.
Appendisitis akut dapat disebabkan oleh proses radang bakteria yang dicetuskan
oleh beberapa faktor pencetus diantaranya hiperplasia jaringan limfa, fekalith,
tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat.
Beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang appendiks, diantaranya :
a. Faktor sumbatan
Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang
diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hiperplasia jaringan
limfoid submukosa,35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab
lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing. Obstruksi yang
disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada bermacam-macam apendisitis akut
diantaranya : 40% pada kasus apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus
apendisitis akut gangrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus apendisitis akut
dengan ruptur.
b. Faktor bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada apendisitis akut.
Adanya fekalith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan
memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen
apendiks. Pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara
Bacteriodes fragilis dan E.coli, Splanchicus, Lacto-bacilus, Pseudomonas,
Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah
kuman anaerob sebesar 96% dan aerob <10%.
Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa
appendiks karena parasit seperti E. Histolytica. Ulserasi mukosa merupakan tahap
awal dari kebanyakan penyakit ini. Berbagai spesies bakteri yang dapat diisolasi
pada pasien apendisitis yaitu :
9. Brunicardi C, Anderson DK, Billiar T, Duhn DL, Hunter JG, Mathews JB,
Pallock RC. 2010. The Appendix on Chapter 30 in Schwartz’s Principles
of Surgery 9ed ebook. New York: McGraw-Hills.
E. KLASIFIKASI APENDISITIS9
Ada beberapa jenis apendisitis yang memiliki perubahan yang berbeda
berhubungan dengan apendisitis, sehingga ada perbedaan gejala, pengobatan dan
prognosis. Appendisitis diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Appendisitis akut
a. Appendisitis akut sederhana ( Cataral Appendicitis)
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan
obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi
peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa
appendiks jadi menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri
di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia, dan demam ringan. Pada
appendisitis cataral terjadi leukositosis dan appendiks terlihat normal, hiperemia,
edema, dan tidak ada eksudat serosa.
b. Appendisitis akut purulent (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis.
Keadaan ini memperberat iskemik dan edema pada apendiks. Mikroorganisme
yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan
infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.
Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, heperemia, dan di dalam
lumen terdapat eksudat fibrinopurulen.
Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri
lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif.
Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-
tanda peritonitis umum.
c. Appendisitis akut gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai
terganggu sehingga terjadi infark dan gangren. Selain didapatkan tanda-tanda
supuratif, appendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding appendiks
berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Apada appendisitis akut
gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen.
2. Appendisitis infiltrat
Appendisitis infiltrat adalah proses radang appendiks yang penyebarannya
dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga
membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang
lainnya.
3. Appendisitis abses
Terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya di
fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, sucaecal, dan pelvic.
4. Appendisitis perforasi
Adalah pecahnya appendiks yang sudah gangren yang menyebabkan pus
masuk kedalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding
appendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik.
5. Appendisitis kronis
Merupakan lanjutan appendisitis akut supuratif sebagai proses radang yang
persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi rendah, khususnya
obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosis appendisitis kronis baru dapat
ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah lebih
dari dua minggu, radang kronik appendiks secara makroskopik dan mikroskopik.
Secara histologi, dinding appendiks menebal, sub mukosa dan muskularis propia
mengalami fibrosis. Terdapat infiltrat sel radang limfosit dan eosinofil pada sub
mukosa, muskularis propia, dan serosa. Pembuluh darah serosa tampak dilatasi.9
F. Patofisiologi Apendisitis10
Sebagian besar appendiks disebabkan oleh sumbatan yang kemudian
diikuti oleh infeksi. Beberapa hal ini dpat menyebabkan sumbatan, yaitu
hiperplasia jaringan limfoid, fekalith, benda asing, striktur, kingking,
perlengketan.
Bila bagian proksimal appendiks tersumbat, terjadi sekresi mukus yang
tertimbun dalam lumen appendiks, sehingga tekanan intra luminer tinggi. Tekanan
ini akan mengganggu aliran limfe sehingga terjadi edema dan terdapat luka pada
mukosa, stadium ini disebut Appendisitis Akut Ringan. Tekanan yang meninggi,
edema dan disertai inflamasi menyebabkan obstruksi aliran vena sehingga
menyebabkan trombosis yang memperberat iskemi dan edema. Pada lumen
appendiks juga terdapat bakteri, sehingga dalam keadaan tersebut suasana lumen
appendiks cocok buat bakteri untuk diapedesis dan invasi ke dinding dan
membelah diri sehingga menimbulkan infeksi dan menghasilkan pus. Stadium ini
disebut.
Appendisitis Akut Purulenta.
Proses tersebut berlangsung terus sehingga pada suatu saat aliran darah arteri
juga terganggu, terutama bagian ante mesenterial yang mempunyai vaskularisasi
minimal, sehingga terjadi infark dan gangren, stadium ini disebut Appendisitis
Gangrenosa. Pada stadium ini sudah terjadi mikroperforasi, karena tekanan
intraluminal yang tinggi ditambah adanya bakteri dan mikroperforasi, mendorong
pus serta produk infeksi mengalir ke rongga abdomen. Stadium ini disebut
Appendisitis Akut Perforasi, dimana menimbulkan peritonitis umum dan abses
sekunder. Tapi proses perjalanan appendisitis tidak mulus seperti tersebut di atas,
karena ada usaha tubuh untuk melokalisir tempat infeksi dengan cara “Walling
Off” oleh omentum, lengkung usus halus, caecum, colon, dan peritoneum
sehingga terjadi gumpalan massa plekmon yang melekat erat. Keadaan ini disebut
Appendisitis Infiltrate.
Appendisitis infiltrate adalah suatu plekmon yang berupa massa yang
membengkak dan terdiri dari appendiks, usus, omentum, dan peritoneum dengan
sedikit atau tanpa pengumpulan pus. Usaha tubuh untuk melokalisir infeksi bisa
sempurna atau tidak sempurna, baik karena infeksi yang berjalan terlalu cepat atau
kondisi penderita yang kurang baik, sehingga appendikular infiltrate dibagi
menjadi dua :
a. Appendikuler infiltrate mobile
b. Appendikuler infiltrate fixed
Perforasi mungkin masih terjadi pada walling off yang sempurna sehingga
akan terbentuk abses primer. Sedangkan pada walling off yang belum sempurna
akan terbentuk abses sekunder yang bisa menyebabkan peritonitis umum.
Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya dan menimbulkan obstruksi. Perlengketan ini dapat menimbulkan
keluhan berulang di perut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat
meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai mengalami eksaserbasi akut.
Appendisitis terjadi dari proses inflamasi ringan hingga perforasi, khas dalam 24-
36 jam setelah munculnya gejala, kemudian diikuti dengan pembentukan abses
setelah 2-3 hari.
10. Kevin P. Lally, Charles S. Cox JR. Dan Richard J. Andrassy. Appendix on
Chapter 47 in Sabiston Textbook of Surgery 17ed ebook. New york:
Saunders; 2004.h 1381-1400
G. Gejala Klinis11,12,13,14
Nyeri/Sakit perut
Ini terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi, dan terjadi
pada seluruh saluran cerna, sehingga nyeri visceral dirasakan pada seluruh
lapangan perut ( tidak pin-point). Mula-mula daerah epigastrium kemudian
menjalar ke Mc Burney. Apabila telah terjadi inflammasi Apabila telah terjadi
inflamasi (>6jam) penderita dapat menunjukkan letak nyeri, karena bersifat
somatic. Perasaan nyeri pada appendicitis biasanya datang secara perlahan dan
makin lama makin hebat.
Nyeri abdomen yang ditimbulkan oleh karena adanya kontraksi appendix,
distensi dari lumen appendix ataupun karena tarikan dinding appendx yang
mengalami peradangan. Pada mulanya terjadi nyeri visceral, yaitu nyeri yang
bersifat hilang timbul seperti kolik yang dirasakan didaerah umbilicus dengan
sifat nyeri ringan sampai berat.
Hal tersebut timbul oleh karena appendix dan usus halus mempunyai
persarafan yang sama, maka nyeri visceral itu akan mula-mula dirasai di daerah
epigastrium dan periumbilikal. Secara klasik, nyeri di daerah epigastrium akan
terjadi beberapa jam (4-6jam) seterusnya akan menetap di kuadran kanan bawah
dan pada keadaan tersebut sudah terjadi nyeri somatk yang berarti sudah terjadi
rangsangan pada peritoneum parietal dengan sifat nyeri yang lebih tajam,
terlokalisir serta nyeri akan lebih hebat bila batuk ataupun berjalan kaki.
Muntah (rangsangan visceral), akibat aktivasi nervus vagus
Anoreksia, nausea dan vomitus yang timbul beberapa jam sesudahnya,
merupakan kelanjutan dari rasa nyeri yang timbul saat permulaan. Keadaan
anoreksia hamper selalu ada pada setiap penderita appendicitis akut, Bila hal in
tidak ada maka diagnosis appendicitis akut perlu dipertanyakan. Hampir 75%
penderita disertai dengan vomtus, namun jarang berlanjut menjadi berat dan
kebanyakan vomitus hanya sekali atau dua kali. Gejala disuria juga timbul apabila
peradangan appendix dekat dengan vesika urinaria.
Obstipasi
Penderita appendicitis akut juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya
rasa nyeri dan beberapa penderita mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya
pada letak appendix pelvikal yang merangsang daerah rektum.
Demam(infeksi akut)
Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,5-
38,50C.Tetapi bla suhu lebih tnggi, diduga telah terjadi perforasi.
Variasi lokasi anatomi appendix akan menjelaskan keluhan nyeri somatic
yang beragam. Sebagai contoh appendix yang panjang dengan ujung yang
mengalami inflamasi di kuadran kiri bawah akan menyebabkan nyeri didaerah
tersebut, appendix retrosekal akan menyebabkan nyeri flank atau punggung,
appendix pelvikal akan menyebabkan nyeri pada supra pubik dan appendix
retroileal bias menyebabkan nyeri testicular, mungkin karena iritasi pada arter
spermatika dan ureter.11,12,13,14
b. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan memegang
perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran
spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi.
Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses appendikuler.
2) Auskultasi
Peristaltik usus sering normal. Peristaltic dapat hilang pada ileus paralitik karena
peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata.
3) Palpasi
Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda peritonitis
lokal yaitu:
o Nyeri tekan (+) Mc. Burney
Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran bawah atau titik Mc Burney dan
ini merupakan tanda kunci diagnosis.
o Nyeri lepas (+)karena rangsangan peritoneum
Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah rasa nyeri yang hebat (dapat
dengan melihat mimik wajah) di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-
tiba dilepaskan, setelah sebelumnya dilakukan penekanan yang perlahan dan
dalam dititik Mc Burney.
o Defens muskuler(+) karena rangsangan M.Rektus Abdominis
Defens muskuler adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal.Pada appendiks letak
retroperitoneal, defans muscular mungkin tidak ada, yang ada nyeri pinggang.
Pemeriksaan Rectal Toucher
Akan didapatkan nyeri pada jam 9-12. Pada apendisitis pelvika akan didapatkan
nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur.
4) Perkusi : nyeri ketuk (+)
c. Pemeriksaan khusus/tanda khusus
Rovsing sign
Penekanan perut kiri bawah terjadi nyeri perut kanan bawah, karena tekanan
merangsang peristaltic dan udara usus, sehingga menggerakkan peritoneum
sekitar appendix yang meradang (somatic pain)
Blumberg sign
Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada kuadran kiri bawah atau kolateral
dari yang sakit kemudian dilepaskan tiba-tiba, akan terasa nyeri pada kuadran
kanan bawah karena iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan.
Psoas sign
Dilakukan dengan rangsangan muskulus psoas. Ada 2 cara memeriksa:
1. Aktif : Pasien telentang, tungkai kanan lurus ditahan pemeriksa, pasien
memfleksikan articulation coxae kanan, psoas sign (+) bila terasa nyeri perut
kanan bawah.
2. Pasif: Pasien miring kekiri, paha kanan dihiperekstensikan pemeriksa,
psoas sign (+) bila terasa nyeri perut kanan bawah.
Gambar 6. Cara melakukan Psoas Sign
Obturator sign
Dilakukan dengan menyuruh pasien tidur telentang, lalu dilakukan gerakan
fleksi dan endorotasi sendi panggul atau articulation coxae. Obturator sign (+) bila
terasa nyeri di perut kanan bawah.
e. Scoring Appendisitis
Skor Alvarado(9)
Semua penderita dengan suspek appendisitis akut dibuat skor alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu : skor <6 dan skor >6. Selanjutnya
dilakukan apendiktomi, setelah operasi dilakukan pemeriksaan PA terhadap
jaringan apendiks dan hasilnya diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu :
radang akut dan bukan radang akut.
Keterangan Alvarado score :
Interpretasi dari Modified Alvarado Score :
1–4 sangat mungkin bukan appendisitis akut
5–7 sangat mungkin appendisitis akut
8 – 10 pasti appendisitis akut
Penanganan berdasarkan skor Alvarado :
1–4 : observasi
5–7 : antibiotik
8 – 10 : operasi dini
I. Diagnosis Banding15
Diagnosis appendisitis memiliki kemiripan dengan diagnosa penyakit
lainnya, karena itulah pada sekitar 15-20% kasus terjadi kesalahan diagnosis
klinis. Penyakit yang memiliki gejala mirip antara lain: 3,4,5.6,7,9
Gastroenteritis
Terjadi mual, muntah, diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan dan
terbatas tegas. Hiperperistaltis sering ditemukan. Panas dan leukosit kurang
menonjol dibandingkan apendisitis akut. laboratorium biasanya normal karena
hitung normal.
Infeksi Panggul
Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu
biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah lebih
difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin.
Pada gadis dapat dilakukan pemeriksaan melalui dubur jika perlu untuk diagnosis
banding. Rasa nyeri pada pemeriksaan melalui vagina jika uterus diayunkan.
Batu Ureter
Jika diperkirakan mengendap dekat apendiks, ini menyerupai apendisitis
retrocecal. Nyeri menjalar ke labia, scrotum, atau penis, hematuria dan / atau
demam atau leukosotosis membatu. Pielography biasanya untuk mengkofirmasi
diagnosa.15
J. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan apendisitis akut meliputi terapi medis dan
terapi bedah. Terapi medis terutama diberikan pada pasien yang tidak mempunyai
akses ke pelayanan bedah, dimana pada pasien diberikan antibiotik. Namun
sebuah penelitian prospektif menemukan bahwa dapat terjadi apendisitis rekuren
dalam beberapa bulan kemudian pada pasien yang diberi terapi medis saja. Selain
itu terapi medis juga berguna pada pasien apendisitis yang mempunyai risiko
4,5.6,7,10
operasi yang tinggi .
Apendiktomi terbuka merupakan operasi klasik pengangkatan apendiks.
Mencakup Mc Burney, Rocke-Davis atau Fowler-Weir insisi. Dilakukan diseksi
melalui oblique eksterna, oblique interna dan transversal untuk membuat suatu
muscle spreading atau muscle splitting, setelah masuk ke peritoneum apendiks
dikeluarkan ke lapangan operasi, diklem, diligasi dan dipotong. Mukosa yang
terkena dicauter untuk mengurangi perdarahan, beberapa orang melakukan inversi
pada ujungnya, kemudian sekum dikembalikan ke dalam perut dan insisi ditutup. 4-
9
Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah
appendektomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan
appendektomi sambil memberikan antibiotic dapat mengakibatkan abses
perforasi. Insidens appendix normal yang dilakukan pembedahan sekitar 20%.
Pada appendicitis akut tanpa komplikasi tidak banyak masalah. 4-9
K. KOMPLIKASI
Apendisitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan, tetapi
penyakit ini tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecendrungan untuk menjadi
progresif dan perforasi.3 Komplikasi apendisitis yang paling sering adalah ruptur.
Ruptur terjadi apabila apendisitis tidak didiagnosa dan ditangani dengan cepat dan
tepat. Mereka yang beresiko tinggi mengalami ruptur apendiks adalah bayi, anak-
anak, dan mereka yang lebih tua. Ruptur ini dapat berkembang menjadi abses dan
peritonitis. Peritonitis merupakan infeksi yang sangat berbahaya, dimana terjadi
perforasi sehingga bakteri dan bagian lainnya bocor ke dalam rongga perut. Pada
beberapa pasien peritonitis ini menyebabkan kegagalan organ dan terjadi
kematian.2
L. Prognosis
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan
morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan
morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi yaitu peritonitis. Serangan
berulang dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat. Terminology apendisitis