PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
serosa. Lapisan submukosa terdiri dari jaringan ikat longgar dan jaringan elastis
membentuk jaringan saraf, pembuluh darah dan lymphe. Antara Mukosa dan
submukosa terdapat lymphonodes. Mukosa terdiri dari satu lapis epitel kolumnar
dan terdiri dari kantong yang disebut crypta liberkulin.
2.2 DEFINISI
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks versiformis dan merupakan
kegawatdaruratan bedah abdomen yang paling sering ditemukan. Apendiks
disebut juga umbai cacing. Apendisitis akut merupakan peradangan pada apendiks
yang timbul mendadak dan dicetuskan berbagai faktor. Diantaranya hiperplasia
jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris yang dapat
menimbulkan penyumbatan. Dapat terjadi pada semua umur, insidensi tertinggi
pada umur 20-30 tahun, namun jarang dilaporkan terjadi pada anak berusia kurang
dari 1 tahun. Apendisitis akut memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah
komplikasi yang secara umum berbahaya. Jika diagnosis terlambat ditegakkan,
dapat terjadi ruptur pada apendiks sehingga mengakibatkan terjadinya peritonitis
atau terbentuknya abses di sekitar apendiks.
2.3 INSIDENSI
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari
satu tahun jarang dilaporkan. Insiden tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun,
setelah itu menurun. Insidens pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding,
kecuali pada umur 20-30 tahun, insidens pada laki-laki lebih tinggi.
benda asing dalam tubuh (4%) dan cacing askaris serta parasit dapat pula
menyebabkan terjadinya sumbatan.
Appendix yang mengalami obstruksi merupakan tempat yang baik bagi
perkembangbiakan bakteri. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal,
terjadi gangguan aliran limfatik sehingga terjadi oedem yang lebih hebat. Hal-hal
tersebut semakin meningkatan tekanan intraluminal Appendix. Akhirnya,
peningkatan tekanan ini menyebabkan gangguan aliran sistem vaskularisasi
Appendix yang menyebabkan iskhemia jaringan intraluminal Appendix, infark,
dan gangren. Setelah itu, bakteri melakukan invasi ke dinding Appendix; diikuti
demam, takikardia, dan leukositosis akibat pelepasan mediator inflamasi karena
iskhemia jaringan. Ketika eksudat inflamasi yang berasal dari dinding Appendix
berhubungan dengan peritoneum parietale, serabut saraf somatik akan teraktivasi
dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi Appendix, khususnya di titik Mc
Burneys. Jarang terjadi nyeri somatik pada kuadran kanan bawah tanpa didahului
nyeri visceral sebelumnya. Pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal atau di
pelvis, nyeri somatik biasanya tertunda karena eksudat inflamasi tidak mengenai
peritoneum parietale sebelum terjadi perforasi Appendix dan penyebaran infeksi.
Nyeri pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal dapat timbul di punggung atau
pinggang. Appendix yang berlokasi di pelvis, yang terletak dekat ureter atau
pembuluh darah testis dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri
pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter atau Vesica urinaria akibat penyebaran
infeksi Apendisitis dapat menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti
terjadi retensi urine.
2.4.2 Bakteriologi
Flora pada Appendix yang meradang berbeda dengan flora Appendix
normal. Sekitar 60% cairan aspirasi yang didapatkan dari Apendisitis didapatkan
bakteri jenis anaerob, dibandingkan yang didapatkan dari 25% cairan aspirasi
Appendix yang normal. Diduga lumen merupakan sumber organisme yang
menginvasi mukosa ketika pertahanan
tekanan lumen dan iskemik dinding lumen. Flora normal Colon memainkan
peranan penting pada perubahan Apendisitis akut ke Apendisitis gangrenosa dan
Apendisitis perforata.
Apendisitis merupakan infeksi polimikroba, dengan beberapa kasus
didapatkan lebih dari 14 jenis bakteri yang berbeda dikultur pada pasien yang
mengalami perforasi. Flora normal pada Appendix sama dengan bakteri pada
Colon normal. Flora pada Appendix akan tetap konstan seumur hidup kecuali
Porphyomonas gingivalis. Bakteri ini hanya terlihat pada orang dewasa. Bakteri
yang umumnya terdapat di Appendix, Apendisitis akut dan Apendisitis perforasi
adalah Eschericia coli dan Bacteriodes fragilis. Namun berbagai variasi dan
bakteri fakultatif dan anaerob dan Mycobacteria dapat ditemukan.
Bakteri Anaerob
Batang Gram (-)
Eschericia coli
Bacteroides fragilis
Pseudomonas aeruginosa
Bacteroides sp.
Klebsiella sp.
Fusobacterium sp.
Coccus Gr (+)
Streptococcus anginosus
Clostridium sp.
Streptococcus sp.
Enteococcus sp.
Peptostreptococcus sp.
2.5 PATOFISIOLOGI
appendisitis.
Penyebaran
transmural
bakterial
menyebabkan
gangrenosa
Vena
intramural
dan
thrombosis
arteri,
10
2.7 DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi.
Anamnesis
peristaltik untuk mengatasi obstruksi yang terjadi pada seluruh saluran cerna,
sehingga nyeri visceral dirasakan pada seluruh perut. Mula-mula daerah
epigastrium kemudian menjalar ke Mc Burney. Apabila telah terjadi inflamasi (> 6
jam) penderita dapat menunjukkan letak nyeri, karena bersifat somatik.
merupakan kelanjutan dari rasa nyeri yang timbul saat permulaan. Keadaan
anoreksia hampir selalu ada pada setiap penderita appendisitis akut, bila hal ini
tidak ada maka diagnosis appendisitis akut perlu dipertanyakan. Gejala disuria
juga timbul apabila peradangan apendiks dekat dengan vesika urinaria.
11
38,50C tetapi bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi.
Pemeriksaan Fisik
Rovsings sign
Jika LLQ ditekan, maka terasa nyeri di RLQ. Hal ini menggambarkan iritasi
peritoneum. Sering positif pada Apendisitis namun tidak spesifik.
Psoas sign
Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut
pasien dan tangan kiri menstabilkan panggulnya. Kemudian tungkai kanan
pasien digerakkan dalam arah anteroposterior. Nyeri pada manuver ini
menggambarkan kekakuan musculus psoas kanan akibat refleks atau iritasi
langsung yang berasal dari peradangan Appendix. Manuver ini tidak
bermanfaat bila telah terjadi rigiditas abdomen.
Obturator sign
Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki
kanan pasien sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian pemeriksa
memposisikan sendi lutut pasien dalam posisi fleksi dan articulatio coxae
dalam posisi endorotasi kemudian eksorotasi. Tes ini positif jika pasien merasa
12
Wahls sign
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri pada saat dilakukan
perkusi di RLQ, dan terdapat penurunan peristaltik di segitiga Scherren pada
auskultasi.
Baldwins test
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri di flank saat
tungkai kanannya ditekuk.
Defence musculare
Defence musculare bersifat lokal sesuai letak Appendix.
Radiologi : terdiri dari pemeriksaan radiologis, ultrasonografi dan CTscan. Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada
13
Rontgen foto polos, tidak spesifik, secara umum tidak cost effective.
Kurang dari 5% pasien akan terlihat adanya gambaran opak fekalith yang
nampak di kuadran kanan bawah abdomen.
USG : pada kasus appendisitis akut akan nampak adanya : adanya struktur
yang aperistaltik, blind-ended, keluar dari dasar caecum. Dinding apendiks
nampak jelas, dapat dibedakan, diameter luar lebih dari 6mm, adanya
gambaran target, adanya appendicolith, adanya timbunan cairan
periappendicular, nampak lemak pericecal echogenic prominent.
CT scan : diameter appendix akan nampak lebih dari 6mm, ada penebalan
dinding appendiks, setelah pemberian kontras akan nampak enhancement
gambaran dinding appendix. CT scan juga dapat menampakkan gambaran
perubahan inflamasi periappendicular, termasuk diantaranya inflammatory
fat stranding, phlegmon, free fluid, free air bubbles, abscess, dan
adenopathy.
Skor Alvarado
14
Semua penderita dengan suspek Apendisitis akut dibuat skor Alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu; skor <6 dan skor >6. Selanjutnya
ditentukan apakah akan dilakukan Appendectomy. Setelah Appendectomy,
dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix dan hasil PA
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu radang akut dan bukan radang akut.
Skor Alvarado untuk membantu menegakkan diagnosis.
Value
1
1
1
Tanda
2
1
1
Lab
2
1
Total poin
10
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor 7-9
Gejala
Gejala Klinik
Adanya migrasi nyeri
Anoreksia
Mual/muntah
Nyeri RLQ
Nyeri lepas
Peningkatan suhu 37,30C
Leukositosis
Shift to the left
Diagnosis Apendisitis sulit dilakukan pada pasien yang terlalu muda atau
terlalu tua. Pada kedua kelompok tersebut, diagnosis biasanya sering terlambat
sehingga Apendisitisnya telah mengalami perforasi. Pada awal perjalanan
penyakit pada bayi, hanya dijumpai gejala letargi, irritabilitas, dan anoreksia.
Selanjutnya, muncul gejala muntah, demam, dan nyeri.
16
2.8.2.Ultrasonografi
Ultrasonografi cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis Apendisitis.
Appendix diidentifikasi/ dikenal sebagai suatu akhiran yang kabur, bagian usus
yang nonperistaltik yang berasal dari Caecum. Dengan penekanan yang maksimal,
Appendix diukur dalam diameter anterior-posterior. Penilaian dikatakan positif
bila tanpa kompresi ukuran anterior-posterior Appendix 6 mm atau lebih.
Ditemukannya appendicolith akan mendukung diagnosis. Gambaran USG dari
Appendix normal, yang dengan tekanan ringan merupakan struktur akhiran
tubuler yang kabur berukuran 5 mm atau kurang, akan menyingkirkan diagnosis
Apendisitis akut. Penilaian dikatakan negatif bila Appendix tidak terlihat dan
tidak tampak adanya cairan atau massa pericaecal. Sewaktu diagnosis Apendisitis
akut tersingkir dengan USG, pengamatan singkat dari organ lain dalam rongga
abdomen harus dilakukan untuk mencari diagnosis lain. Pada wanita-wanita usia
reproduktif, organ-organ panggul harus dilihat baik dengan pemeriksaan
transabdominal maupun endovagina agar dapat menyingkirkan penyakit
ginekologi yang mungkin menyebabkan nyeri akut abdomen. Diagnosis
Apendisitis akut dengan USG telah dilaporkan sensitifitasnya sebesar 78%-96%
17
dan spesifitasnya sebesar 85%-98%. USG sama efektifnya pada anak-anak dan
wanita hamil, walaupun penerapannya terbatas pada kehamilan lanjut.
USG memiliki batasan-batasan tertentu dan hasilnya tergantung pada
pemakai.
Penilaian
positif
palsu
dapat
terjadi
dengan
ditemukannya
18
Scan diperiksa terutama saat dicurigai adanya Abscess appendix untuk melakukan
percutaneous drainage secara tepat.
Diagnosis berdasarkan pemeriksaan barium enema tergantung pada
penemuan yang tidak spesifik akibat dari masa ekstrinsik pada Caecum dan
Appendix yang kosong dan dihubungkan dengan ketepatan yang berkisar antara
50-48 %. Pemeriksaan radiografi dari pasien suspek Apendisitis harus
dipersiapkan untuk pasien yang diagnosisnya diragukan dan tidak boleh ditunda
atau diganti, memerlukan operasi segera saat ada indikasi klinis.
19
Sensitivitas
USG
85%
CT Scan Appendix
90-100%
Spesifitas
92%
95-97%
Penggunaan
Keuntungan
pasien Apendisitis
Aman
pasien Apendisitis
Lebih akurat
Relatif murah
Dapat menyingkirkan
mengidentifikasi
Appendix normal,
wanita
20
Kerugian
anak
Tergantung operator
Mahal
Radiasi ionisasi
Kontras
gas
Nyeri
21
22
23
24
25
Infeksi ini biasanya bilateral tapi bila yang terkena adalah tuba sebelah
kanan dapat menyerupai Apendisitis. Mual dan muntah hampir selalu terjadi
pada pasien Apendisitis. Pada pasien PID hanya sekitar separuhnya.
2.10 KOMPLIKASI
2.7.1. Perforasi
2.7.2. Peritonitis
2.7.3. Appendicular infiltrat
Appendicular infiltrat adalah infiltrat/massa yang terbentuk akibat mikro atau
makro perforasi dari Appendix yang meradang yang kemudian ditutupi oleh
omentum, usus halus atau usus besar. Umumnya massa Appendix terbentuk pada
hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa
Appendix lebih sering dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau lebih karena
daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup
panjang dan tebal untuk membungkus proses radang.
26
2.11 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pasien Apendisitis akut yaitu
1. Pemasangan infus dan pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala
klinis dehidrasi atau septikemia.
2. Puasakan pasien, jangan berikan apapun per oral
3. Pemberian obat-obatan analgetika harus dengan konsultasi ahli bedah.
4. Pemberian antibiotika i.v. pada pasien yang menjalani laparotomi.
5. Pertimbangkan kemungkinan kehamilan ektopik pada wanita usia subur
dan didapatkan beta-hCG positif secara kualitatif.
Bila dilakukan pembedahan, terapi pada pembedahan meliputi; antibiotika
profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai pada kasus akut, digunakan
single dose dipilih antibiotika yang bisa melawan bakteri anaerob.
Oblique
27
Keterangan gambar:
28
Satu incisi kulit yang rapi dibuat dengan perut mata pisau. Incisi
kedua mengenai jaringan subkutan sampai ke fascia M. Obliquus
abdominis externus.
2) Splitting M. Obliquus abdominis internus dari medial atas ke
lateral bawah.
Keterangan gambar:
Dari tepi sarung rektus, fascia tipis M. obliquus internus diincisi
searah dengan seratnya ke arah lateral.
3) Splitting M. transversus abdominis arah horizontal.
Keterangan gambar:
29
Keterangan gambar:
Kasa Laparatomi dipasang pada semua jaringan subkutan yang terpapar.
Peritoneum sering nampak meradang, menggambarkan proses yang ada di
bawahnya. Secuil peritoneum angkat dengan pinset. Yang nampak di sini
ialah pinset jaringan De Bakey. Asisten juga mengangkat dengan cara yang
sama pada sisi di sebelah dokter bedah. Dokter bedah melepaskan pinset,
memasang lagi sampai dia yakin bahwa hanya peritoneum yang diangkat.
30
Keterangan gambar:
Appendix dengan hati-hati diangkat agar mesenteriumnya teregang. Klem
Babcock melingkari appenddix dan satu klem dimasukkan lewat
mesenterium seperti pada gambar. Cara lainnya ialah dengan mengklem
ujung bebas mesenterium di bawah ujung appenddix. Appendix tak boleh
terlalu banyak diraba dan dipegang agar tidak menyebarkan kontaminasi.
6. Appendix di klem pada basis (supaya terbentuk alur sehingga ikatan jadi
lebih kuat karena mukosa terputus sambil membuang fecalith ke arah
Caecum). Klem dipindahkan sedikit ke distal, lalu bekas klem yang
pertama diikat dengan benang yang diabsorbsi (supaya bisa lepas sehingga
tidak terbentuk rongga dan bila terbentuk pus akan masuk ke dalam
Caecum).
31
32
9. Bila no.7 tidak dapat dilakukan, maka Appendix dipotong dulu, baru
dilepaskan dan mesenteriolumnya (retrograde).
33
b. Laparoscopic Appendectomy
Laparoscopy dapat dipakai sebagai sarana diagnosis dan terapeutik untuk
pasien dengan nyeri akut abdomen dan suspek Apendisitis akut. Laparoscopy
sangat berguna untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian
bawah. Dengan menggunakan laparoscope akan mudah membedakan penyakit
akut ginekologi dari Apendisitis akut.
2.13 PROGNOSIS
Mortalitas dari Apendisitis di USA menurun terus dari 9,9% per 100.000
pada tahun 1939 sampai 0,2% per 100.000 pada tahun 1986. Faktor- faktor yang
menyebabkan penurunan secara signifikan insidensi Apendisitis adalah sarana
34
diagnosis dan terapi, antibiotika, cairan i.v., yang semakin baik, ketersediaan
darah dan plasma, serta meningkatnya persentase pasien yang mendapat terapi
tepat sebelum terjadi perforasi.
BAB III
KESIMPULAN
35
36
riwayat Apendisitis akut, pemeriksaan fisik berupa teraba massa yang nyeri tekan
di RLQ. Diagnosis Appendicular infiltrat dapat didiagnosis banding dengan tumor
Caecum, limfoma maligna intra abdomen, Apendisitis tuberkulosa, amoeboma,
Crohns disease, dan juga kelainan ginekolog seperti KET, adneksitis ataupun
torsi kista ovarium.
Terapi Appendicular infiltrat yang terbaik adalah terapi non-operatif
(konservatif) yang diikuti dengan Appendectomy elektif (6-8 minggu kemudian),
tetapi apabila massa tetap dan nyeri perut pasien bertambah berarti sudah terjadi
abses dan massa harus segera dibuka dan dilakukan drainase.
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Lally KP, Cox CS, Andrassy RJ, Appendix. In: Sabiston Texbook of Surgery.
17th edition. Ed:Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL.
Philadelphia: Elsevier Saunders. 2004: 1381-93
2. Jaffe BM, Berger DH. The Appendix. In: Schwartzs Principles of Surgery
Volume 2. 8th edition. Ed: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL,
Hunter JG, Pollock RE. New York: McGraw Hill Companies Inc. 2005:111934
3. Way LW. Appendix. In: Current Surgical Diagnosis & Treatment. 11 edition.
Ed:Way LW. Doherty GM. Boston: McGraw Hill. 2003:668-72
4. Ellis H, Nathanson LK. Appendix and Appendectomy. In : Maingots
Abdominal Operations Vol II. 10th edition. Ed: Zinner Mj, Schwartz SI, Ellis
H, Ashley SW, McFadden DW. Singapore: McGraw Hill Co. 2001: 1191-222
5. Prinz RA, Madura JA. Apendisitis and Appendiceal Abscess. In: Mastery of
Surgery Vol II. 4th edition. Ed: Baker RJ, Fiscer JE. Philadelphia. Lippincott
Williams & Wilkins. 2001: 1466-78
38
6. De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC.
Jakarta.
39