Anda di halaman 1dari 28

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA
3.1.

Anatomi dan Fisiologi Apendiks Vermiformis


Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira
kira 10 cm (kisaran 3 15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya
sempit di bagian proksimal dan melebar dibagian distal. Namun demikian,
pada bayi apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan
menyempit ke arah ujungnya.

Gambar 1. Apendiks vermicularis


Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu
memungkinkan apendiks bergerak, dan ruang geraknya bergantung pada
panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apendiks
terletak retroperitoneal, yaitu dibelakang sekum, dibelakang kolon
asendens, atau di tepi lateral kolon asendens.

Gambar 2. Variasi lokasi Apendiks vermicularis


Appendiks dipersarafi oleh parasimpatis dan simpatis. Persarafan
parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri
mesenterika superior dan arteri appendikularis, sedangkan persarafan
simpatis berasal dari nervus thorakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral
pada appendisitis bermula di sekitar umbilicus.
Pendarahan appendiks berasal dari arteri Appendikularis, cabang
dari a.Ileocecalis, cabang dari a. Mesenterica superior. A. Appendikularis
merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena
trombosis pada infeksi, appendiks akan mengalami gangren.

Apendiks menghasilkan lendir sebanyak 1 2 mL per hari. Lendir


itu normalnya dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke

sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan


pada pathogenesis apendisitis.1
Awalnya, Apendiks dianggap tidak memiliki fungsi. Namun akhirakhir ini, Apendiks dikatakan sebagai organ imunologi yang secara aktif
mensekresikan Imunoglobulin terutama

Imunoglobulin A (IgA).

Walaupun Apendiks merupakan komponen integral dari sistem Gut


Associated Lymphoid Tissue (GALT), fungsinya tidak penting dan
Appendectomy tidak akan menjadi suatu predisposisi sepsis atau penyakit
imunodefisiensi lainnya.
3.2.

Appendicular Infiltrat

3.2.1. Definisi
Apendisitis adalah proses peradangan pada apendiks. Appendicular
infiltrate adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat
dibatasi oleh omentum dan usususus dan peritoneum disekitarnya
sehingga membentuk massa (appendiceal mass). Appendicular infiltrat
adalah Appendicular infiltrat adalah infiltrat/massa yang terbentuk akibat
mikro atau makro perforasi dari Appendix yang meradang yang kemudian
ditutupi oleh omentum, usus halus atau usus besar. Umumnya massa
Appendix terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak
terjadi peritonitis umum. Massa Appendix lebih sering dijumpai pada
pasien berumur lima tahun atau lebih karena daya tahan tubuh telah
berkembang dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal
untuk membungkus proses radang.2
3.2.2. Epidemiologi
Insiden apendisitis akut di negara maju lebih tinggi dari pada
negara berkembang. Namun, dalam tigaempat dasawarsa terakhir
kejadian menurun secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh
meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari hari.
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak
kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidens tertinggi pada kelompok
umur 20 30 tahun, setelah itu menurun. Insiden pada lelaki dan

10

perempuan umumnya sebanding kecuali pada umur 20 30 tahun, ketika


insidens pada lelaki lebih tinggi.
Massa apendiks lebih sering dijumpai pada pasien berumur lima
tahun atau lebih; daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan
omentum telah cukup panjang dan tebal untuk membungkus proses
radang.
3.2.3. Etiologi
Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis. Fekalit
merupakan penyebab tersering dari obstruksi apendiks. Penyebab lainnya
adalah hipertrofi jaringan limfoid, sisa barium dari pemeriksaan roentgen,
diet rendah serat, dan cacing usus termasuk ascaris. Trauma tumpul atau
trauma karena colonoscopy dapat mencetuskan inflamasi pada apendiks.
Post operasi apendisitis juga dapat menjadi penyebab akibat adanya
trauma atau stasis fekal.3,4 Frekuensi obstruksi meningkat dengan
memberatnya proses inflamasi. Fekalit ditemukan pada 40% dari kasus
apendisitis akut, sekitar 65% merupakan apendisitis gangrenous tanpa
rupture dan sekitar 90% kasus apendisitis gangrenous dengan ruptur.3
Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan apendisitis adalah
erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. Histolytica. Penelitian
epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat
dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan
meningkatkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan
fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon
biasa. Semuanya akan mempermudah terjadinya apendisits akut.5
Obstruksi
Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada apendisitis akut.
Fecalith merupakan penyebab umum obstruksi apendiks, yaitu sekitar 20%
pada anak dengan apendisitis akut dan 30-40% pada anak dengan perforasi
apendiks. Penyebab yang lebih jarang adalah hiperplasia jaringan limfoid
di sub mukosa apendiks, barium yang mengering pada pemeriksaan sinar
X, biji-bijian, gallstone, cacing usus terutama Oxyuris vermicularis.6,7

11

Obstruksi apendiks juga dapat terjadi akibat tumor carcinoid,


khususnya jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih dari 200
tahun, corpus alienum seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan
dalam terjadinya apendisitis. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya
apendisitis adalah trauma, stress psikologis, dan herediter.
Frekuensi obstruksi meningkat sejalan dengan keparahan proses
inflamasi. Fecalith ditemukan pada 40% kasus apendisitis akut sederhana,
sekitar 65% pada kasus apendisitis gangrenosa tanpa perforasi, dan 90%
pada kasus apendisitis akut gangrenosa dengan perforasi.

Gambar 3. Appendicitis (dengan fecalith)

Bakteriologi
Apendisitis merupakan infeksi polimikroba, dengan beberapa
kasus didapatkan lebih dari 14 jenis bakteri yang berbeda dikultur pada
pasien yang mengalami perforasi. Flora normal pada apendiks sama
dengan bakteri pada Colon normal. Flora pada apendiks akan tetap
konstan seumur hidup kecuali Porphyomonas gingivalis. Bakteri ini hanya
terlihat pada orang dewasa. Bakteri yang umumnya terdapat di apendiks,
Apendisitis akut dan Apendisitis perforasi adalah Eschericia coli dan
Bacteriodes fragilis. Namun berbagai variasi dan bakteri fakultatif dan
anaerob dan Mycobacteria dapat ditemukan.

12

Tabel 1. Organisme yang ditemukan pada Apendisitis akut

Bakteri Aerob dan Fakultatif

Bakteri Anaerob

Batang Gram (-)

Batang Gram (-)

Eschericia coli

Bacteroides fragilis

Pseudomonas aeruginosa

Bacteroides sp.

Klebsiella sp.

Fusobacterium sp.

Coccus Gr (+)

Batang Gram (+)

Streptococcus anginosus

Clostridium sp.

Streptococcus sp.

Coccus Gram (+)

Enteococcus sp.

Peptostreptococcus sp.

Peranan lingkungan: diet dan higiene


Di awal tahun 1970an, Burkitt mengemukakan bahwa diet orang
Barat dengan kandungan serat rendah, lebih banyak lemak, dan gula
buatan berhubungan dengan kondisi tertentu pada pencernaan. Apendisitis,
penyakit Divertikel, carcinoma Colorectal lebih sering pada orang dengan
diet seperti di atas dan lebih jarang diantara orang yang memakan
makanan dengan kandungan serta lebih tinggi. Burkitt mengemukakan
bahwa diet rendah serat berperan pada perubahan motilitas, flora normal,
dan keadaan lumen yang mempunyai kecenderungan untuk timbul
fecalith.
3.2.4. Patofisiologi
Apendisitis biasanya

disebabkan oleh penyumbatan lumen

apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur


karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.8
Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada
bagian proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari
13

mukosa apendiks yang distensi. Obstruksi tersebut mneyebabkan mucus


yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus
tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen.
Kapasitas lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar
0,5 dapat meningkatkan tekanan intalumen sekitar 60cmH20. Manusia
merupakan salah satu dari sedikit makhluk hidup yang dapat
mengkompensasi peningkatan sekresi yang cukup tinggi sehingga menjadi
gangrene atau terjadi perforasi.3
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks
mengalami hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan
diapedesis

bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks

bertambah (edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis


pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Pada saat inilah terjadi
apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan
perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat
berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor.8,9
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat.
Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan
bakteri akan menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah.
Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. 8
Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding
apendiks yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan
apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan
terjadi apendisitis perforasi.8
Bila semua proses patofisiologi apendisitis berjalan lambat,
omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga
timbul suatu massa lokal yang disebut Apendikularis infiltrat. Peradangan
apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.8

14

Appendicular infiltrat merupakan tahap patologi Apendisitis yang


dimulai dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam
waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan
membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum,
usus halus, atau Adnexa sehingga terbentuk massa periapendikular.
Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat
mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abscess, Apendisitis akan
sembuh dan massa periappendikular akan menjadi tenang untuk
selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.5
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan
daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi.
Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada
gangguan pembuluh darah.8
Kecepatan terjadinya peristiwa tersebut tergantung pada virulensi
mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks,
omentum, usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti
Vesika urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses
peradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi
perforasi maka akan timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah
selesai tetapi masih belum cukup kuat menahan tahanan atau tegangan
dalam cavum abdominalis, oleh karena itu penderita harus benar-benar
istirahat (bedrest).
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna,
tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan
dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan
berulang diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang
akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.5

15

3.2.5. Manifestasi Klinis

16

Appendicular infiltrat didahului oleh keluhan appendisitis akut


yang kemudian disertai adanya massa apendikular.
Gejala apendisitis akut umumnya timbul kurang dari 36 jam,
dimulai dengan nyeri perut yang didahului anoreksia. Gejala utama
apendisitis akut adalah nyeri perut. Awalnya, nyeri dirasakan difus terpusat
di epigastrium, lalu menetap, kadang disertai kram yang hilang timbul.
Durasi nyeri berkisar antara 2-12 jam, dengan rata-rata 4-6 jam. Nyeri
yang menetap ini umumnya terlokalisasi di RLQ (Right Lower Quadrant).
Variasi dari lokasi anatomi apendiks berpengaruh terhadap lokasi nyeri,
sebagai contoh; apendiks yang panjang dengan ujungnya yang inflamasi di
LLQ (Left Lower Quadrant) menyebabkan nyeri di daerah tersebut,
apendiks di daerah pelvis menyebabkan nyeri suprapubis, retroileal
apendiks dapat menyebabkan nyeri testicular.
Umumnya, pasien mengalami demam saat terjadi inflamasi
apendiks, biasanya suhu naik hingga 38oC. Tetapi pada keadaan perforasi,
suhu tubuh meningkat hingga > 39oC. Anoreksia hampir selalu menyertai
apendisitis. Pada 75% pasien dijumpai muntah yang umumnya hanya
terjadi satu atau dua kali saja. Muntah disebabkan oleh stimulasi saraf dan
ileus. Umumnya, urutan munculnya gejala apendisitis adalah anoreksia,
diikuti nyeri perut dan muntah. Bila muntah mendahului nyeri perut, maka
diagnosis apendisitis diragukan. Muntah yang timbul sebelum nyeri
abdomen mengarah pada diagnosis gastroenteritis. 3,8,10
Sebagian besar pasien mengalami obstipasi pada awal nyeri perut
dan banyak pasien yang merasa nyeri berkurang setelah buang air besar.
Diare timbul pada beberapa pasien terutama anak-anak. Diare dapat timbul
setelah terjadinya perforasi apendiks.
Gejala apendisitis yang terjadi pada anak dapat bervariasi, mulai
dari yang menunjukkan kesan sakit ringan hingga anak yang tampak lesu,
dehidrasi, nyeri lokal pada perut kanan bawah, bayi yang tampak sepsis.
Pasien dengan peritonitis difus biasanya bernafas mengorok. Pada
beberapa kasus yang meragukan, pasien dapat diobservasi dulu selama 6

17

jam. Pada penderita apendisitis biasanya menunjukkan peningkatan nyeri


dan tanda inflamasi yang khas.
Diagnosis Appendicitis sulit dilakukan pada pasien yang terlalu
muda atau terlalu tua. Pada kedua kelompok tersebut, diagnosis biasanya
sering terlambat sehingga Appendicitisnya telah mengalami perforasi.
Pada awal perjalanan penyakit pada bayi, hanya dijumpai gejala letargi,
irritabilitas, dan anoreksia. Selanjutnya, muncul gejala muntah, demam,
dan nyeri. 1,4
Apendisitis infiltrat didahului oleh keluhan apendisitis akut yang
kemudian disertai adanya massa periapendikular. Gejala klasik Apendicitis
akut biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus
yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri beralih ke
kuadran kanan, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk.
Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu
tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi tetapi kadang-kadang terjadi
diare, mual dan muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada
keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri
abdomen kanan bawah akan semakin progresif.

Tabel 2. Gejala Apendisitis Akut

18

Gejala*

Frekuensi (%)

Nyeri perut

100

Anorexia

100

Mual

90

Muntah

75

Nyeri berpindah

50

Gejala

sisa

klasik

anorexia/mual/muntah

(nyeri

kemudian

periumbilikal
nyeri

berpindah

kemudian
ke

RLQ 50

kemudian demam yang tidak terlalu tinggi)


*-- Onset gejala khas terdapat dalam 24-36 jam

3.2.6. Pemeriksaan Fisik


Anak-anak dengan apendisitis biasanya lebih tenang jika berbaring
dengan gerakan yang minimal. Anak yang menggeliat dan berteriak-teriak,
pada akhirnya jarang didiagnosis sebagai apendisitis, kecuali pada anak
dengan apendisitis letak retrocaecal. Pada apendisitis letak retrocaecal,
terjadi perangsangan ureter sehingga nyeri yang timbul menyerupai nyeri
pada kolik renal.
Penderita apendisitis umumnya lebih menyukai sikap jongkok pada
paha kanan, karena pada sikap itu Caecum tertekan sehingga isi Caecum
berkurang. Hal tersebut akan mengurangi tekanan ke arah apendiks
sehingga nyeri perut berkurang.
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5C. Bila
suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat
perbedaan suhu axillar dan rektal sampai 1C.

19

Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung


sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Appendicitis
infiltrat atau adanya Appendicular abscess terlihat dengan adanya
penonjolan di perut kanan bawah.5
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka
kanan, bisa disertai nyeri lepas. Defence muscular menunjukkan adanya
rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini
merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan
dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing. Pada
Appendicitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk
menentukan adanya rasa nyeri.5
Jika sudah terbentuk abscess yaitu bila ada omentum atau usus lain
yang dengan cepat membendung daerah apendiks maka selain ada nyeri
pada fossa iliaka kanan selama 3-4 hari (waktu yang dibutuhkan untuk
pembentukan abscess) juga pada palpasi akan teraba massa yang fixed
dengan nyeri tekan dan tepi atas massa dapat diraba. Jika apendiks
intrapelvinal maka massa dapat diraba pada RT (Rectal Toucher) sebagai
massa yang hangat.
Peristaltik usus sering normal, peristaltik dapat hilang karena ileus
paralitik pada peritonitis generalisata akibat Apendisitis perforata.
Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa
dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada Apendisitis pelvika.5
Pada Apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka
kunci diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur.
Colok dubur pada anak tidak dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas dan uji
obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui
letak Appendix. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan m. psoas lewat
hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila apendiks yang meradang menempel di
m.psoas, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji obturator
digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan
m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Dengan

20

gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang, pada
apendisitis pelvika akan menimbulkan nyeri.5 Secara klinis, dikenal
beberapa manuver diagnostik:

Rovsings sign
Jika LLQ (Left Lower Quadrant) ditekan, maka terasa nyeri di RLQ
(Right Lower Quadrant). Hal ini menggambarkan iritasi peritoneum.

Sering positif pada apendisitis namun tidak spesifik.


Psoas sign
Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang
lutut pasien dan tangan kiri menstabilkan panggulnya. Kemudian
tungkai kanan pasien digerakkan dalam arah anteroposterior. Nyeri
pada manuver ini menggambarkan kekakuan musculus psoas kanan
akibat refleks atau iritasi langsung yang berasal dari peradangan
apendiks. Manuver ini tidak bermanfaat bila telah terjadi rigiditas

abdomen.
Obturator sign
Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak
kaki kanan pasien sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian
pemeriksa memposisikan sendi lutut pasien dalam posisi fleksi dan
articulatio coxae dalam posisi endorotasi kemudian eksorotasi. Tes ini
positif jika pasien merasa nyeri di hipogastrium saat eksorotasi. Nyeri
pada manuver ini menunjukkan adanya perforasi Apendiks, abscess
lokal, iritasi M. Obturatorius oleh apendisitis letak retrocaecal, atau
adanya hernia obturatoria.11

Gambar 4. Cara melakukan Obturator sign

21

Blumbergs sign (nyeri lepas kontralateral)


Pemeriksa menekan di LLQ (Left Lower Quadrant) kemudian
melepaskannya. Manuver ini dikatakan positif bila pada saat

dilepaskan, pasien merasakan nyeri di RLQ (Right Lower Quadrant).


Wahls sign
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri pada saat
dilakukan perkusi di RLQ (Right Lower Quadrant), dan terdapat

penurunan peristaltik di segitiga Scherren pada auskultasi.


Baldwins test
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri di flank
saat tungkai kanannya ditekuk.
Defence musculare
Defence musculare bersifat lokal sesuai letak apendiks.

Nyeri pada daerah cavum Douglasi


Nyeri pada daerah cavum Douglasi terjadi bila sudah ada abscess di

cavum Douglasi atau Apendisitis letak pelvis.


Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher pada saat penekanan di sisi

lateral
Dunphys sign (nyeri ketika batuk)

3.2.7. Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium
Leukositosis ringan berkisar antara 10.000-18.000/ mm 3, biasanya
didapatkan pada keadaan akut, apendisitis tanpa komplikasi dan sering
disertai predominan polimorfonuklear sedang. Jika hitung jenis sel darah
putih normal tidak ditemukan shift to the left pergeseran ke kiri, diagnosis
apendisitis akut harus dipertimbangkan. Jarang hitung jenis sel darah putih
lebih dari 18.000/ mm3 pada apendisitis tanpa komplikasi. Hitung jenis sel
darah putih di atas jumlah tersebut meningkatkan kemungkinan terjadinya
perforasi apendiks dengan atau tanpa abscess.

22

CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu reaktan fase akut yang


disintesis oleh hati sebagai respon terhadap infeksi bakteri. Jumlah dalam
serum mulai meningkat antara 6-12 jam inflamasi jaringan.
Kombinasi 3 tes yaitu adanya peningkatan CRP 8 mcg/mL,
hitung leukosit 11000, dan persentase neutrofil 75% memiliki
sensitivitas 86%, dan spesifisitas 90.7%.
Pemeriksaan urine bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis
infeksi dari saluran kemih. Walaupun dapat ditemukan beberapa leukosit
atau eritrosit dari iritasi Urethra atau Vesica urinaria seperti yang
diakibatkan oleh inflamasi Appendix, pada Apendisitis akut dalam sample
urine catheter tidak akan ditemukan bakteriuria.
Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis
apendisitis. apendiks diidentifikasi atau dikenal sebagai suatu akhiran yang
kabur, bagian usus yang nonperistaltik yang berasal dari caecum. Dengan
penekanan yang maksimal, apendiks diukur dalam diameter anteriorposterior. Penilaian dikatakan positif bila tanpa kompresi ukuran anteriorposterior apendiks 6 mm atau lebih. Ditemukannya appendicolith akan
mendukung diagnosis. Gambaran USG dari apendiks normal, yang dengan
tekanan ringan merupakan struktur akhiran tubuler yang kabur berukuran
5 mm atau kurang, akan menyingkirkan diagnosis apendisitis akut.
Penilaian dikatakan negatif bila apendiks tidak terlihat dan tidak tampak
adanya cairan atau massa pericaecal. Sewaktu diagnosis apendisitis akut
tersingkir dengan USG, pengamatan singkat dari organ lain dalam rongga
abdomen harus dilakukan untuk mencari diagnosis lain. Pada wanitawanita usia reproduktif, organ-organ panggul harus dilihat baik dengan
pemeriksaan

transabdominal

maupun

endovagina

agar

dapat

menyingkirkan penyakit ginekologi yang mungkin menyebabkan nyeri


akut abdomen. Diagnosis apendisitis akut dengan USG telah dilaporkan
sensitifitasnya sebesar 78%-96% dan spesifitasnya sebesar 85%-98%.

23

USG sama efektifnya pada anak-anak dan wanita hamil, walaupun


penerapannya terbatas pada kehamilan lanjut.10
USG memiliki batasan-batasan tertentu dan hasilnya tergantung
pada pemakai. Penilaian positif palsu dapat terjadi dengan ditemukannya
periappendicitis dari peradangan sekitarnya, dilatasi Tuba fallopi, benda
asing (inspissated stool) yang dapat menyerupai appendicolith, dan pasien
obesitas apendiks mungkin tidak tertekan karena proses inflamasi apendiks
yang akut melainkan karena terlalu banyak lemak. USG negatif palsu
dapat terjadi bila apendisitis terbatas hanya pada ujung apendiks, letak
retrocaecal, apendiks dinilai membesar dan dikelirukan oleh usus kecil,
atau bila apendiks mengalami perforasi oleh karena tekanan.

Gambar 5. Ultrasonogram pada potongan longitudinal Apendisitis

Pemeriksaan radiologi
Foto polos abdomen jarang membantu diagnosis apendisitis akut,
tetapi dapat sangat bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis banding.
Pada pasien apendisitis akut, kadang dapat terlihat gambaran abnormal
udara dalam usus, hal ini merupakan temuan yang tidak spesifik. Adanya
fecalith jarang terlihat pada foto polos, tapi bila ditemukan sangat
mendukung diagnosis. Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anakanak.

24

Tandatanda

peritonitis

kuadran

kanan

bawah.

Gambaran

perselubungan, mungkin terlihat ileal atau caecal ileus (gambaran garis


permukaan caianudara di sekum atau ileum).
Foto polos pada apendisitis perforasi:
a. Gambaran perselubungan lebih jelas dan dapat tidak terbatas di
kuadran kanan bawah.
b. Penebalan dinding usus disekitar letak apendiks, seperti sekum dan
ileum.
c. Garis lemak pra peritoneal menghilang.
d. Skoliosis ke kanan
e. Tanda tanda obstruksi usus seperti garis garis permukaan cairan
akibat paralisis usus usus lokal di daerah proses infeksi.
Gambaran tersebut diatas seperti gambaran peritonitis pada
umumnya, artinya dapat disebabkan oleh bermacam macam kausa.12
Foto thorax kadang disarankan untuk menyingkirkan adanya nyeri
alih dari proses pneumoni lobus kanan bawah.
Teknik radiografi tambahan meliputi CT Scan, barium enema, dan
radioisotop leukosit. Meskipun CT Scan telah dilaporkan sama atau lebih
akurat daripada USG, tapi jauh lebih mahal. Karena alasan biaya dan efek
radiasinya, CT Scan diperiksa terutama saat dicurigai adanya Abscess
apendiks untuk melakukan percutaneous drainage secara tepat.
Diagnosis berdasarkan pemeriksaan barium enema tergantung pada
penemuan yang tidak spesifik akibat dari masa ekstrinsik pada caecum dan
apendiks yang kosong dan dihubungkan dengan ketepatan yang berkisar
antara 50-48 %. Pemeriksaan radiografi dari pasien suspek appendisitis
harus dipersiapkan untuk pasien yang diagnosisnya diragukan dan tidak
boleh ditunda atau diganti, memerlukan operasi segera saat ada indikasi
klinis.1,7,10

25

Gambar 6. Gambaran CT Scan abdomen: Penebalan Apendiks (panah) dengan


appendicolith

Laparoscopy
Laparoscopy adalah Suatu tindakan dengan menggunakan kamera
fiberoptic

yang

dimasukan

dalam

abdomen,

apendiks

dapat

divisualisasikan secara langsung. Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh


anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan
peradangan pada apendiks maka pada saat itu juga dapat langsung
dilakukan pengangkatan apendiks.
Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi adalah standar emas (gold standard)
untuk diagnosis apendisitis akut. Ada beberapa perbedaan pendapat
mengenai gambaran histopatologi apendisitis akut. Perbedaan ini
didasarkan pada kenyataan bahwa belum adanya kriteria gambaran
histopatologi apendisitis akut secara universal dan tidak ada gambaran
histopatologi apendisitis akut pada orang yang tidak dilakukan operasi.

3.2.8. Skor Alvarado


Semua penderita dengan suspek apendisitis akut dibuat skor
Alvarado dan diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu; skor <6 dan skor
>6. Selanjutnya ditentukan apakah akan dilakukan Appendectomy. Setelah
Appendectomy, dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan apendiks dan
hasil PA diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu radang akut dan bukan
radang akut.
Tabel 3. Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis.

Gejala Klinik

26

Value

Gejala

Adanya migrasi nyeri

Anoreksia

Mual/muntah

Nyeri RLQ

Nyeri lepas

Febris

Leukositosis

Shift to the left

Tanda

Lab

Total poin

10

Keterangan:
0-4 : kemungkinan Appendicitis kecil
5-6 : bukan diagnosis Appendicitis
7-8 : kemungkinan besar Appendicitis
9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor
>6 maka tindakan bedah sebaiknya dilakukan.
3.2.9. Diagnosis dan Diagnosis Banding
Riwayat klasik apendisitis akut, yang diikuti dengan adanya massa
yang nyeri di region iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan
diagnosis ke massa atau abses apendikuler. Penegakan diagnosis didukung
dengan pemeriksaan fisik maupun penunjang. Kadang keadaan ini sulit
dibedakan dengan karsinoma sekum, penyakit Crohn, amuboma dan
Lymphoma maligna intra abdomen. Perlu juga disingkirkan kemungkinan
aktinomikosis intestinal, enteritis tuberkulosa, dan kelainan ginekolog
seperti Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), Adneksitis dan Kista
Ovarium terpuntir . Kunci diagnosis biasanya terletak pada anamnesis
yang khas.5
27

Tumor caecum, biasanya terjadi pada orang tua dengan tanda


keadaan umum jelek, anemia dan turunnya berat badan. Hal ini perlu
dipastikan dengan colon in loop dan benzidin test. Pada anak-anak tumor
caecum yang sering adalah sarcoma dari kelenjar mesenterium. Pada
apendisitis tuberkulosa, klinisnya antara lain keluhan nyeri yang tidak
begitu hebat disebelah kanan perut, dengan atau tanpa muntah dan waktu
serangan dapat timbul panas badan, leukositosis sedang, biasanya terdapat
nyeri tekan dan rigiditas pada kuadran lateral bawah kanan, kadangkadang teraba massa.
Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif ditandai
dengan:
a. keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi;
b. pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas
terdapat tanda-tanda peritonitis;
c. laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat
pergeseran ke kiri.
Massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda dengan
ditandai dengan:
a. keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh
tidak tinggi lagi;
b. pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda
peritonitis dan hanya teraba massa dengan batas jelas dengan nyeri
tekan ringan;
c. laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.2
Diagnosis banding dari apendisitis akut pada dasarnya adalah
diagnosis dari akut abdomen. Hal ini karena manifestasi klinik yang tidak
spesifik untuk suatu penyakit tetapi spesifik untuk suatu gangguan
fisiologi atau gangguan fungsi. Jadi pada dasarnya gambaran klinis yang
identik dapat diperoleh dari berbagai proses akut di dalam atau di sekitar
cavum peritoneum yang mengakibatkan perubahan yang sama seperti
apendisitis akut.

28

Ada beberapa keadaan yang merupakan kontraindikasi operasi,


namun pada umumnya proses-proses penyakit yang diagnosisnya sering
dikacaukan oleh Apendisitis sebagian besar juga merupakan masalah
pembedahan atau tidak akan menjadi lebih buruk dengan pembedahan.
Diagnosis banding Apendisitis tergantung dari 3 faktor utama:
lokasi anatomi dari inflamasi Apendiks, tingkatan dari proses dari yang
simple sampai yang perforasi, serta umur dan jenis kelamin pasien.
1. Crohn disease
Teraba massa pada perut kanan bawah disertai nyeri dikarenakan
terdapat inflamasi usus halus, nyeri menetap, terlokalisir. Terdapat
diare, LED meningkat, terdapat anemia ringan. Pemeriksaan USG.
terdapat ulkus aptosa.
2. Tumor sekum
Berat badan menurun, anoreksia, anemia, malaise, perubahan buang
air besar (konstipasi atau diare), perubahan diameter feses (berawarna
merah, kehitaman, bercampur lendir), timbul rasa nyeri, mual,
muntah, massa pada kuadran kanan bawah
3. Torsi kista ovarium
Timbul nyeri mendadak dengan intensitas tinggi dan teraba massa
dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, vaginal toucher, atau
rectal toucher. Tidak terdapat demam. Pemeriksaan USG dapat
memastikan diagnosis.
4. Amebiasis intestinal
Teraba massa biasanya pada sigmoid atau sekum. BAB berdarah,
nyeri terlokalisir,
3.2.10. Penatalaksanaan
Terapi Appendikular infiltrat pada anak-anak, kebanyakan adalah
konservatif yaitu dengan observasi ketat dan antibiotik, dengan cairan
intravena, dan pemasangan NGT (Naso Gastric Tube) bila diperlukan.
Konservatif berlangsung selama 6 hari di rumah sakit, lalu direncanakan
untuk dilakukan appendectomy elektif setelah 4-6 minggu kemudian untuk
mencegah kemungkinan risiko rekurensi dan perforasi yang lebih luas.

29

Dari hasil penelitian komplikasi setelah operasi dengan penanganan


konservatif terlebih dahulu lebih sedikit bila dibandingkan dengan terapi
pembedahan segera seperti cedera pada ileum (Ileal injury), abses
intrabdominal, infeksi karena luka saat operasi. Sehingga terapi nonoperatif pada appendicular infiltrat yang diikuti dengan appendectomy
elektif merupakan metode yang aman dan efektif. Terapi tersebut sama
dengan pada orang dewasa yaitu dengan konservatif terlebih dahulu yang
diikuti dengan appendectomy elektif. Hal ini dikarenakan untuk mencegah
komplikasi post operasi dan risiko dari prosedur pembedahan yang besar
(extensive).
Pada anak-anak, jika secara konservatif tidak membaik atau
berkembang menjadi abscess, dianjurkan untuk operasi secepatnya. Pada
penderita dewasa, appendectomy direncanakan pada apendikular infiltrat
tanpa pus yang telah ditenangkan. Sebelumnya pasien diberikan antibiotik
kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah
keadaan tenang, yaitu

sekitar 6-8 minggu

kemudian

dilakukan

appendectomy.
Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks menjadi
dilindungi oleh omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula,
massa yang terbentuk tersusun atas campuran membingungkan bangunanbangunan ini dan jaringan granulasi dan biasanya dapat segera dirasakan
secara klinis. Jika peradangan pada apendiks tidak dapat mengatasi
rintangan-rintangan sehingga penderita terus mengalami peritonitis umum,
massa tadi menjadi terisi nanah, semula dalam jumlah sedikit, tetapi segera
menjadi abses yang jelas batasnya.
Urut-urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah.
Masalah ini adalah bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli
bedah akan mengoperasi untuk membuang apendiks yang mungkin
gangrene dari dalam massa perlekatan ringan yang longgar dan sangat
berbahaya, dan bilamana karena massa ini telah menjadi lebih terfiksasi

30

dan vascular, sehingga membuat operasi berbahaya maka harus menunggu


pembentukan abses yang dapat mudah didrainase.
Massa apendiks terjadi bila terjadi apendisitis gangrenosa atau
mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus
halus. Pada massa periapendikular yang pendidingannya belum sempurna,
dapat terjadi penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi
diikuti peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa
periapendikular yang masih bebas disarankan segera dioperasi untuk
mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi lebih mudah. Pada anak,
dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa
dengan massa periapendikular yang terpancang dengan pendindingan
sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil
diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah
tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan leukosit normal,
penderita boleh pulang dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan
kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil
mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini
ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri,
dan teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit.
Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya
dilakukan tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan,
karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum.
Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat
penyulit infeksi luka lebih tinggi daripada pembedahan pada apendisitis
sederhana tanpa perforasi.
Pada periapendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut,
tindakan bedah apabila dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih
banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu
minggu sejak serangan sakit perut. Pembedahan dilakukan segera bila
dalam perawatan terjadi abses dengan atau pun tanpa peritonitis umum.

31

Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada


anak kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif
tidak membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi
secepatnya.
Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular infiltrat
maka luka operasi ditutup lagi, apendiks dibiarkan saja. Terapi konservatif
pada periapendikular infiltrat:
1. Total bed rest
2. Diet lunak bubur saring
3. Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang
aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang,
yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan apendiktomi. Kalau
sudah terjadi abses, dianjurkan drainase saja dan apendiktomi
dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada
keluhan atau gejala apapun, dan pemeriksaan

jasmani

dan

laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses, dapat


dipertimbangkan membatalkan tindakan bedah.
Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan
nadi. Biasanya 48 jam gejala akan mereda. Bila gejala menghebat,
tandanya terjadi perforasi maka harus dipertimbangkan appendectomy.
Batas dari massa hendaknya diberi tanda (demografi) setiap hari.
Biasanya pada hari ke5-7 massa mulai mengecil dan terlokalisir. Bila
massa tidak juga mengecil, tandanya telah terbentuk abses dan massa
harus segera dibuka dan didrainase.
Caranya dengan membuat insisi pada dinding perut sebelah lateral
dimana nyeri tekan adalah maksimum (incisi grid iron). Abses dicapai
secara ekstraperitoneal, bila apendiks mudah diam.
Lebih baik diambil karena apendik ini akan menjadi sumber
infeksi. Bila apendiks sukar dilepas, maka apendiks dapat dipertahankan
karena jika dipaksakan akan ruptur dan infeksi dapat menyebar. Abses
didrainase dengan selang yang berdiameter besar, dan dikeluarkan lewat
samping perut. Pipa drainase didiamkan selama 72 jam, bila pus sudah
32

kurang dari 100 cc/hari, drai dapat diputar dan ditarik sedikit demi sedikit
sepanjang 1 inci tiap hari. Antibiotik sistemik dilanjutkan sampai minimal
5 hari post operasi. Untuk mengecek pengecilan abses tiap hari penderita
di RT.
Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu
tentang:
LED
Jumlah leukosit
Massa
Appendicular infiltrat dianggap tenang apabila:
1. Anamesa : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen.

2. Pemeriksaan fisik :

Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan


suhu tubuh (diukur rectal dan aksiler).

Tanda-tanda apendisitis sudah tidak terdapat.

Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa


tetap ada tetapi lebih kecil dibanding semula.
3. Laboratorium : LED kurang dari 20/jam, Leukosit normal
Kebijakan untuk operasi appendicular infiltrat:
Bila LED telah menurun kurang dari 40/jam
Tidak didapatkan leukositosis
Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa sudah
tidak mengecil lagi.
Bila LED tetap tinggi, maka perlu diperiksa:
Apakah penderita sudah bed rest total
Pemakaian antibiotik penderita
Kemungkinan adanya sebab lain.
Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau
tidak

ada perbaikan, operasi tetap

dilakukan.

Bila

ada massa

periapendikular yang fixed, ini berarti sudah terjadi abses dan terapi adalah
drainase.
Pembedahannya adalah dengan appendectomy, yang dapat dicapai
melalui insisi Mc Burney. Tindakan pembedahan pada kasus apendisitis

33

akut dengan penyulit peritonitis berupa appendectomy yang dicapai


melalui laparotomy.
3.2.11. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik
berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah
mengalami pendindingan berupa massa yang terdiri atas kumpulan
apendiks, sekum, dan lekuk usus halus.
Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu
peritonitis generalisata. Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah :
Nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen

menyeluruh
Suhu tubuh naik tinggi sekali.
Nadi semakin cepat.
Defance Muskular yang menyeluruh
Bising usus berkurang
Perut distended
Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya:
1. Pelvic Abscess
2. Subphrenic absess
3. Intra peritoneal abses lokal.
Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri

masuk kerongga abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ dan


kematian.
3.2.12. Prognosis
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan tingkat mortalitas
dan morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan
meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan
berulang dapat terjadi bila appendiks tidak diangkat.

34

35

Anda mungkin juga menyukai