Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

APENDISITIS

DOKTER INTERNSHIP PERIODE VI TAHUN 2019


RS dr. Zubir Mahmud
2020
1

BAB 1
PENDAHULUAN

Apendisitis merupakan peradangan akut pada apendiks vermiformis.


Apendiks vermiformis memiliki panjang yang bervariasi dari 7 sampai 15 cm dan
merupakan penyebab tersering nyeri abdomen akut dan memerlukan tindakan
bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya, sedangkan
batasan apendisitis akut adalah apendisitis yang terjadi secara akut yang
memerlukan intervensi bedah, biasanya memiliki durasi tidak lebih dari 48 jam,
ditandai dengan nyeri abdomen kuadran kanan bawah dengan nyeri tekan lokal
dan nyeri alih, nyeri otot yang ada diatasnya, dan hiperestesia kulit. Penyakit ini
dapat terjadi pada semua umur, tetapi umumnya terjadi pada dewasa dan remaja
muda, yaitu pada umur 10-30 tahun dan insiden tertinggi pada kelompok umur
20-30 tahun. Apendisitis akut sama-sama dapat terjadi pada laki-laki maupun
perempuan, tetapi insidensi pada laki-laki umumnya lebih banyak dari perempuan
terutama pada usia 20-30 tahun. Apendisitis akut merupakan salah satu kasus
tersering dalam bidang bedah abdomen.
Menurut WHO (World Health Organization), insidensi apendisitis di Asia
pada tahun 2004 adalah 4,8% penduduk dari total populasi. Menurut Departemen
Kesehatan RI di Indonesia pada tahun 2006, apendisitis menduduki urutan
keempat penyakit terbanyak setelah dispepsia, gastritis, dan duodenitis dengan
jumlah pasien rawat inap sebanyak 28.040. Selain itu, pada tahun 2008, insidensi
apendisitis di Indonesia menempati urutan tertinggi di antar kasus kegawatan
abdomen lainnya.
Dalam mendiagnosis apendisitis, sering terjadi kesulitan dikarenakan
adanya beberapa pasien yang menunjukkan gejala dan tanda yang tidak khas,
sehingga dapat menyebabkan kesalahan dalam mendiagnosis dan meningkatkan
terjadinya perforasi dan angka morbiditas sehingga dapat memperburuk prognosis
dari penyakit itu sendiri. Dalam mendiagnosis apendisitis, anamnesis dan
pemeriksaan memegang peranan utama dengan akurasi 76-80%, tetapi dalam
2

mencegah pasien agar tidak terjadi perforasi tidaklah cukup hanya dengan
anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Dalam menegakkan diagnosis pada pasien dengan gejala yang tidak khas,
dokter perlu melakukan pemeriksaan penunjang, salah satunya adalah
pemeriksaan hitung jumlah leukosit. Jumlah leukosit pada apendisitis akut
umumnya meningkat yaitu sekitar 10.000-18.000μl. Pada umumnya, jumlah
leukosit lebih dari 18.000μl menunjukkan telah terjadi perforasi dan peritonitis.
3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi


Anatomi Kolon

Usus besar atau kolon yang panjangnya kira-kira satu setengah meter
adalah sambungan dari usus halus dan mulai di katup ileokolik atau ileosekal,
yaitu tempat sisa makanan lewat, dimana normalnya katup ini tertutup dan akan
terbuka untuk merespon gelombang peristaltik dan menyebabkan defekasi atau
pembuangan. Usus besar terdiri atas empat lapisan dinding yang sama seperti usus
halus. Serabut longitudinal pada dinding berotot tersusun dalam tiga jalur yang
memberi rupa berkerut-kerut dan berlubang-lubang.
Dinding mukosa lebih halus dari yang ada pada usus halus dan tidak
memiliki vili. Didalamnya terdapat kelenjar serupa kelenjar tubuler dalam usus
dan dilapisi oleh epitelium silinder yang memuat sela cangkir.
4

Usus besar terdiri dari :


1. Sekum
Sekum adalah kantung tertutup yang menggantung dibawah area katup ileosekal.
Apendiks vermiformis merupakan suatu tabung buntu yang sempit, berisi jaringan
limfoid, menonjol dari ujung sekum.
2. Kolon
Kolon adalah bagian usus besar, mulai dari sekum sampai rektum. Kolon memiliki
tiga bagian, yaitu :
a. Kolon asenden
Merentang dari sekum sampai ke tepi bawah hati sebelah kanan dan
membalik secara horizontal pada fleksura hepatika.
b. Kolon transversum
Merentang menyilang abdomen dibawah hati dan lambung sampai ke tepi
lateral ginjal kiri, tempatnya memutar kebawah pada fleksura splenik
c. Kolon desenden
Merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen dan menjadi kolon sigmoid
berbentuk S yang bermuara di rektum.
3. Rektum
Rektum adalah bagian saluran pencernaan selanjutnya dengan panjang 12 sampai
13 cm. Rektum berakhir pada saluran anal dan membuka ke eksterior di anus.

Anatomi Apendiks
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm
(kisaran 3-15), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal
dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk
kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini
mungkin menjadi sebab rendahnya insidens apendisitis pada usia itu.
Secara histologi, struktur apendiks sama dengan usus besar. Kelenjar
submukosa dan mukosa dipisahkan dari lamina muskularis. Diantaranya berjalan
pembuluh darah dan kelenjar limfe. Bagian paling luar apendiks ditutupi oleh
lamina serosa yang berjalan pembuluh darah besar yang berlanjut ke dalam
5

mesoapendiks. Bila letak apendiks retrosekal, maka tidak tertutup oleh peritoneum
viserale.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti
a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal
dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di
sekitar umbilikus.
Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri
tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi,
apendiks akan mengalami gangren.

Fisiologi Apendiks
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya
dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Lendir dalam
apendiks bersifat basa mengandung amilase dan musin. Immunoglobulin
sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang
terdapat disepanjang saluran cerna termasuk apendiks ialah IgA.
Immunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai perlindungan terhadap
infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem
imun tubuh karena jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika dibandingkan
dengan jumlahnya disaluran cerna dan diseluruh tubuh.
Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur kedalam
sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya cenderung kecil,
maka apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap
infeksi.

2.2 Apendisitis
2.2.1 Definisi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis.
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada
kuadran kanan bawah rongga abdomen, penyebab paling umum untuk
bedah abdomen darurat.
6

Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing.


Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus
memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang
terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi dikarenakan
oleh peritonitis dan syok ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur.
2.2.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat setiap tahunnya terdapat 250.000 kasus
apendisitis. Insiden apendisitis paling tinggi pada usia 10-30 tahun, dan
jarang ditemukan pada anak usia kurang dari 2 tahun. Setelah usia 30
tahun insiden apendisitis menurun, tapi apendisitis bisa terjadi pada
setiap umur individu. Pada remaja dan dewasa muda rasio perbandingan
antara laki-laki dan perempuan sekitar 3 : 2. Setelah usia 25 tahun,
rasionya menurun sampai pada usia pertengahan 30 tahun menjadi
seimbang antara laki-laki dan perempuan.
Sekitar 20-30% kasus apendisitis perforasi terjadi di Afrika,
sedangkan di Amerika sebanyak 38,7% insidensi apendisitis perforasi
terjadi pada laki-laki dan 23,5% pada wanita.
2.2.3 Etiologi
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal berperan
sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor
yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan
limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula
menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan
apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.
histolytica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan
makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya
apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang
berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan
mempermudah timbulnya apendisitis akut.
7

2.2.4 Patofisiologi
Apendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang
disebabkan oleh feses yang terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai
dengan pengamatan epidemiologi bahwa apendisitis berhubungan dengan
asupan serat dalam makanan yang rendah.
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen
apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur
karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak,
namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat
tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi
apendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat.
Hal tersebut akan menyebkan obstruksi vena, edema bertambah, dan
bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan
mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah
kanan bawah. Keadaan ini disebut apendisitis supuratif akut. Bila
kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi
apendisitis perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa
lokal yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan pada apendiks
tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, kerena
omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, maka dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh
yang masih kurang sehingga memudahkan terjadinya perforasi.
8

Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena telah ada
gangguan pembuluh darah.
Apendiks vermiformis yang pernah meradang tidak akan sembuh
sempurna tetapi membentuk jaringan parut yang melengket dengan
jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan
berulang di perut kanan bawah. Sehingga suatu saat, organ ini dapat
mengalami peradangan akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi
akut.
2.2.5 Manifestasi Klinis
Nyeri perut adalah gejala utama dari apendisitis. Perlu diingat
bahwa nyeri perut bisa terjadi akibat penyakit – penyakit dari hampir
semua organ tubuh. Tidak ada yang sederhana maupun begitu sulit untuk
mendiagnosis apendistis. Gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar-
samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium
sekitar umbilikus. Nyeri perut ini sering disertai mual serta satu atau
lebih episode muntah dengan rasa sakit, dan setelah beberapa jam, nyeri
akan beralih ke perut kanan bawah pada titik McBurney. Umumnya
nafsu makan akan menurun. Rasa sakit menjadi terus menerus dan lebih
tajam serta lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik
setempat, akibatnya pasien menemukan gerakan tidak nyaman dan ingin
berbaring diam, dan sering dengan kaki tertekuk. Kadang tidak ada nyeri
epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa
memerlukan obat pencahar. Hal ini sangat berbahaya karena dapat
mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat rangsangan
peritoneum, biasanya penderita mengeluh sakit perut bila berjalan atau
batuk.
2.2.6 Pemeriksaan Fisik
Temuan fisik ditentukan terutama oleh posisi anatomis apendiks
vermiformis yang mengalami inflamasi, serta organ yang telah
mengalami ruptur ketika pasien pertama kali diperiksa. Tanda vital
seperti peningkatan suhu jarang >1oC (1.8oF) dan denyut nadi normal
9

atau sedikit meningkat. Apabila terjadi perubahan yang signifikan dari


biasanya menunjukkan bahwa komplikasi atau perforasi telah terjadi atau
diagnosis lain harus dipertimbangkan. Perforasi apendiks vermikularis
akan menyebabkan peritonitis purulenta yang di tandai dengan demam
tinggi, nyeri makin hebat berupa nyeri tekan dan defans muskuler yang
meliputi seluruh perut, disertai pungtum maksimum di regio iliaka kanan,
dan perut menjadi tegang dan kembung. Peristalsis usus dapat menurun
sampai menghilang akibat adanya ileus paralitik.
Pasien dengan apendisitis biasanya berbaring dengan terlentang,
karena gerakan apa saja dapat meningkatkan rasa sakit. Jika diminta
untuk menggerakkan paha terutama paha kanan pasien akan melakukan
dengan perlahan-lahan dan hati-hati.
Jika dilakukan palpasi akan didapatkan nyeri yang terbatas pada
regio iliaka kanan, biasanya di sertai nyeri lepas. Defans muskuler
menunjukkan adanya rangsangan parietal. Tanda rovsing adalah apabila
melakukan penekanan pada perut kiri bawah maka akan dirasakan nyeri
pada perut kanan bawah. Peristalsis usus sering didapatkan normal tetapi
dapat menghilang akibat adanya ileus paralitik yang disebabkan oleh
apendisitis perforata.
Uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih
ditujukan untuk mengetahui letak apendiks vermiformis. Cara melakukan
uji psoas yaitu dengan rangsangan otot psoas melalui hiperekstensi sendi
panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha
kanan ditahan. Tindakan ini akan menimbulkan nyeri bila apendiks
vermiformis yang meradang menempel di otot psoas mayor. Pada
pemeriksaan uji obturator untuk melihat bilamana apendiks vermiformis
yang meradang bersentuhan dengan otot obturator internus. Ketika
peradangan apendiks vermiformis telah mencapai panggul, nyeri perut
kemungkinan tidak ditemukan sama sekali, yaitu misalnya pada
apendisitis pelvika. Sehingga dibutuhkan pemeriksaan colok dubur.
Dengan melakukan pemeriksaan colok dubur nyeri akan dirasakan pada
10

daerah lokal suprapubik dan rektum. Tanda – tanda iritasi lokal otot
pelvis juga dapat dirasakan penderita.
2.2.7 Diagnosis
Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut.
Ini terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi
pada seluruh saluran cerna, sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh
perut. Muntah atau rangsangan viseral akibat aktivasi n.vagus. Obstipasi
karena penderita takut untuk mengejan. Panas akibat infeksi akut jika
timbul komplikasi. Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi,
antara 37,5-38,5 oC. Tetapi jika suhu lebih tinggi, diduga sudah terjadi
perforasi.
Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi, penderita berjalan
membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit, kembung bila
terjadi perforasi, dan penonjolan perut bagian kanan bawah terlihat pada
apendikuler abses.
Pada palpasi, abdomen biasanya tampak datar atau sedikit
kembung. Palpasi dinding abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan
sedikit tekanan, dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi nyeri. Status
lokalis abdomen kuadran kanan bawah:
• Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan
kuadran kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda
kunci diagnosis.
• Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness
(nyeri lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah
saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan
penekanan perlahan dan dalam di titik Mc. Burney.
• Defens muskuler (+) karena rangsangan m. Rektus abdominis.
Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.
• Rovsing sign (+). Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran
kanan bawah apabila dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri
11

bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan
karena iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan.
• Psoas sign (+). Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan
muskulus psoas oleh peradangan yang terjadi pada apendiks.
• Obturator sign (+). Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila
panggul dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam
dan luar secara pasif, hal tersebut menunjukkan peradangan apendiks
terletak pada daerah hipogastrium.

Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok. Auskultasi akan terdapat


peristaltik normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena
peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata. Auskultasi tidak
banyak membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi kalau
sudah terjadi peritonitis maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus. Pada
pemeriksaan colok dubur (Rectal Toucher) akan terdapat nyeri pada jam
9-12.
Selain itu, untuk mendiagnosis apendisitis juga dapat digunakan skor
Alvarado
Skor
Migrasi nyeri dari abdomen sentral ke fossa iliaka kanan 1
Anoreksia 1
Mual atau Muntah 1
Nyeri di fossa iliaka kanan 2
Nyeri lepas 1
Peningkatan temperatur (>37,5oC) 1
Peningkatan jumlah leukosit ≥ 10 x 109/L 2
Neutrofilia dari ≥ 75% 1
Pasien dengan skor awal ≤ 4 sangat tidak mungkin menderita apendisitis
dan tidak memerlukan perawatan di rumah sakit kecuali gejalanya
memburuk.
12

2.2.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium
Leukosit Darah
Pemeriksaan laboratorium rutin sangat membantu dalam
mendiagnosis apendisitis akut, terutama untuk mengesampingkan
diagnosis lain. Pemeriksaan laboratorium yang rutin dilakukan adalah
jumlah leukosit darah. Jumlah leukosit darah biasanya meningkat pada
kasus apendisitis. Hitung jumlah leukosit darah merupakan pemeriksaan
yang mudah dilakukan dan memiliki standar pemeriksaan terbaik. Pada
kebanyakan kasus terdapat leukositosis, terlebih pada kasus dengan
komplikasi berupa perforasi. Penelitian yang dilakukan oleh Guraya SY
menyatakan bahwa peningkatan jumlah leukosit darah yang tinggi
merupakan indikator yang dapat menentukan derajat keparahan
apendisitis. Tetapi, penyakit inflamasi pelvik terutama pada wanita akan
memberikan gambaran laboratorium yang terkadang sulit dibedakan
dengan apendisitis akut.
Terjadinya apendisitis akut dan adanya perubahan dinding
apendiks vermiformis secara signifikan berhubungan dengan
meningkatnya jumlah leukosit darah. Temuan ini menunjukkan bahwa
peningkatan jumlah leukosit berhubungan dengan peradangan mural dari
apendiks vermiformis, yang merupakan tanda khas pada apendisitis
secara dini.
Beberapa penulis menekankan bahwa leukosit darah polimorfik
merupakan fitur penting dalam mendiagnosis apendisitis akut.
Leukositosis ringan, mulai dari 10.000 - 18.000 sel/mm3, biasanya
terdapat pada pasien apendisitis akut. Namun, peningkatan jumlah
leukosit darah berbeda pada setiap pasien apendisitis. Beberapa pustaka
lain menyebutkan bahwa leukosit darah yang meningkat >12.000
sel/mm3 pada sekitar tiga-perempat dari pasien dengan apendisitis akut.
Apabila jumlah leukosit darah meningkat >18.000 sel/mm3 menyebabkan
kemungkinan terjadinya komplikasi berupa perforasi.
13

Urinalisis
Sekitar 10% pasien dengan nyeri perut memiliki penyakit saluran
kemih. Pemeriksaan laboratorium urin dapat mengkonfirmasi atau
menyingkirkan penyebab urologi yang menyebabkan nyeri perut.
Meskipun proses inflamasi apendisitis akut dapat menyebabkan piuria,
hematuria, atau bakteriuria sebanyak 40% pasien, jumlah eritrosit pada
urinalisis yang melebihi 30 sel per lapangan pandang atau jumlah
leukosit yang melebihi 20 sel per lapangan pandang menunjukkan
terdapatnya gangguan saluran kemih.

Radiografi Konvensional
Pada foto polos abdomen, meskipun sering digunakan sebagai
bagian dari pemeriksaan umum pada pasien dengan abdomen akut,
jarang membantu dalam mendiagnosis apendisitis akut. Pasien dengan
apendisitis akut, sering terdapat gambaran gas usus abnormal yang non
spesifik. Pemeriksaan tambahan radiografi lainnya yaitu pemeriksaan
barium enema dan scan leukosit berlabel radioaktif.
Jika barium enema mengisi pada apendiks vermiformis, diagnosis
apendisitis ditiadakan.

Ultrasonografi
Ultrasonografi berguna dalam memberikan diferensiasi penyebab
nyeri abdomen akut ginekologi, misalnya dalam mendeteksi massa
ovarium. Ultrasonografi juga dapat membantu dalam mendiagnosis
apendisitis perforasi dengan adanya abses. Apendisitis akut ditandai
dengan: (1) adanya perbedaan densitas pada lapisan apendiks
vermiformis / hilangnya lapisan normal (target sign); (2) penebalan
dinding apendiks vermiformis; (3) hilangnya kompresibilitas dari
apendiks vermiformis ; (4) peningkatan ekogenitas lemak sekitar (5)
adanya penimbunan cairan.
14

Keadaan apendisitis dengan perforasi ditandai dengan (1) tebal


dinding apendiks vermiformis yang asimetris ; (2) cairan bebas
intraperitonial, dan (3) abses tunggal atau multipel.
2.2.9 Diagnosa Banding
Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan
sebagai diagnosis banding, seperti:
 Gastroenteritis
o Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa
sakit. Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas.
Hiperperistaltis sering ditemukan. Panas dan leukositosis kurang
menonjol dibandingkan dengan apendisitis akut.
 Peritonitis
o Peritonitis adalah peradangan pada lapisan tipis dinding dalam
perut (peritoneum), yang berfungsi melindungi di dalam rongga
perut tetapi gejala dari peritonitis memiliki kesamaan den
appendicitis dimana gejala nya berupa demam, nyeri perut yang
semakin terasa bila di sentuh atau digerakan, perut kembung, mual,
muntah dan nafsu makan menurun.
 Demam Dengue
o Dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini
didapatkan hasil tes positif untuk Rumpel Leede, trombositopenia,
dan hematokrit meningkat.
 Kelainan ovulasi
o Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri
perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi.
 Infeksi panggul
o Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut.
Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut
bagian bawah perut lebih difus.
 Kehamilan di luar kandungan
15

o Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang


tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar
rahim dengan pendarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus
di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik.
 Kista ovarium terpuntir
o Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba
massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vaginal,
atau colok rektal.
 Endometriosis ovarium eksterna
o Endometrium di luar rahim akan memberikan keluhan nyeri di
tempat endometriosis berada, dan darah menstruasi terkumpul di
tempat itu karena tidak ada jalan keluar.
 Urolitiasis pielum/ ureter kanan
o Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal
kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering
ditemukan.
 Penyakit saluran cerna lainnya
o Penyakit lain yang perlu diperhatikan adalah peradangan di perut,
seperti divertikulitis Meckel, perforasi tukak duodenum atau
lambung, kolesistitis akut, pankreatitis, divertikulitis kolon,
obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam tifoid abdominalis,
karsinoid, dan mukokel apendiks.
2.2.10 Penatalaksanaan
Pembedahan di indikasikan bila diagnosa apendisitis telah
ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk
membatasi aktivitas fisik sampai pembedahan dilakukan. Analgetik dapat
diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendiktomi (pembedahan untuk
mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan
resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum
umum atau spinal, secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi yang
16

merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Bila apendiktomi terbuka,


insisi Mc.Burney banyak dipilih oleh para ahli bedah.
Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan
observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa
dilakukan bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila terdapat
laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan
dapat segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak.
2.2.11 Komplikasi
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang
dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi
adalah 10% sampai 32%. Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan lansia.
Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala
mencakup demam dengan suhu 37,7oC atau lebih tinggi, penampilan
toksik, dan nyeri atau nyeri tekan abdomen yang kontinu.
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik
berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah
mengalami perdindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas
kumpulan apendiks, sekum, dan letak usus halus.
Komplikasi usus buntu juga dapat meliputi infeksi luka,
perlengketan, obstruksi usus, abses abdomen/pelvis, dan jarang sekali
dapat menimbulkan kematian.
Selain itu, terdapat komplikasi akibat tidakan operatif. Kebanyakan
komplikasi yang mengikuti apendisektomi adalah komplikasi prosedur
intra-abdomen dan ditemukan di tempat-tempat yang sesuai, seperti:
infeksi luka, abses residual, sumbatan usus akut, ileus paralitik, fistula
tinja eksternal, fistula tinja internal, dan perdarahan dari mesenterium
apendiks.
2.2.12 Prognosis
Kebanyakan pasien setelah operasi appendektomi sembuh spontan
tanpa penyulit, namun komplikasi dapat terjadi apabila pengobatan
tertunda atau telah terjadi peritonitis/peradangan di dalam rongga perut.
17

Cepat dan lambatnya penyembuhan setelah operasi usus buntu


tergantung dari usia pasien, kondisi, keadaan umum pasien, penyakit
penyerta misalnya diabetes mellitus, komplikasi dan keadaan lainya yang
biasanya sembuh antara 10 sampai 28 hari.
Alasan adanya kemungkinan ancaman jiwa dikarenakan peritonitis
di dalam rongga perut ini menyebabkan operasi usus buntu
akut/emergensi perlu dilakukan secepatnya. Kematian pasien dan
komplikasi hebat jarang terjadi karena usus buntu akut. Namun hal ini
bisa terjadi bila peritonitis dibiarkan dan tidak diobati secara benar.
18

BAB 3
STATUS ORANG SAKIT DAN FOLLOW UP

IDENTITAS PASIEN

Nama : Fatimah

Umur : 66 tahun

Alamat : Bukit Raya, Darul Aman

Agama : Islam

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Petani

Rekam Medik : 046135

MRS : 20 Januari 2020, Pukul : 13.30 WIB

ANAMNESIS

Keluhan Utama : Nyeri Perut Kanan Bawah

Riwayat Perjalanan Penyakit :

Hal ini sudah dialami pasien sejak 2 hari dan semakin memberat dalam 1 hari ini.
Awal nya nyeri ulu hati 2 hari lalu, seperti tertusuk-tusuk, hilang timbul hingga menjalar ke
perut kanan bawah. Mual di jumpai, muntah di jumpai dengan frekuensi muntah 5x sehari.,
isi makanan. Penurun nafsu makan dijumpai. Tubuh merasa lemas dijumpai. Demam tidak
dijumpai. BAK (+) Normal, BAB (+) Normal.

RPT : DM (-), HT (-)

RPO : (-)

RPK : (-)

RIWAYAT ALERGI : (-)


19

STATUS PRESENS

Sensorium : Compos Mentis

Tekan Darah : 120/80 mmHg

Nadi : 96x/i

Pernafasan : 18x/i

Suhu : 38oC

PEMERIKSAAN FISIK

Kepala

Mata : Pupil Isokor Ѳ 3mm/3mm, Refleks Cahaya (+/+),


Konjungtiva Palpebra inferior pucat (-/-), Skela Ikterik
(-/-)

Telinga, Hidung, Mulut : Dalam Batas Normal

Leher : Dalam Batas Normal

Thoraks :

Inspeksi : Simetris Fusiformis

Palpasi : Stem fremitus Kiri=Kanan, Kesan Normal

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : Suara Pernafasan Vesikuler di seluruh lapangan paru, suara


tambahan (-)

Abdomen

Inspeksi : Simetris

Palpasi : Soepel, Nyeri Tekan (+) McBurney, Blumberg Sign (+),


Rovsing Sign (+), Rebound tende Sign (+), Rebound
tendeness(+), Defans Muscular (-), Psoas Sign (-), Obturator (-).

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Peristaltik (+) Normal

Ekstremitas : Dalam Batas Normal

Genitalia : Tidak Dilakukan Pemeriksaan


20

Diagnosa Sementara

Kolik Abdomen ec dd/1. Appendisitis Abscess Perforasi

2. Gastritis Akut

3. Peritonitis

Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 20/01/2020 (Pre-op)

Pemeriksaan Hasil Rujukan

Darah Lengkap

Hemoglobil 12g/dL 12-16

Hematokrit 32.5% 36-47

Eritrosit 4.03juta/uL 3.90-5.60

Leukosit 20.10ribu/uL 4.0-11.00

Trombosit 271ribu/ uL 150-436

Hitung Laju Leukosit

Neutrofil 89.5% 50.0-70.0

Limfosit 5.6% 20.0-40.0

Monosit 4.3% 2.0-8.0

Eosinofil 0.0% 0.0-5.0

Basofil 0.6% 0.0-1.0

Follow Up

Tanggal S O A P R
20/01/20  Nyeri perut  TD  Appedisitis  Bed rest  Konsul
kanan stabil Abscess  IVFD RL Bedah
bawah  Sens : Perforasi 20gtt/i  Rencan
 Mual(+), CM  Injeksi a
Muntah (+)  Lab : ceftriaxone Operas
Kesan 1gr/12jam i
append skintest Appen
isitis  Injeksi disitis
absces ranitidin 1amp/ Besok
21

s 12jam pagi
perfora  Injeksi tanggal
si keterolak 21/01/2
1amp/ 0
8jam
 Injeksi
Novalgin
1amp/
8jam
 Injeksi
ondancentron/8
jam
 Metronidazole
drip 1fls/8jam
21/01/20  Nyeri Perut  Abdo  Appendisit  Informconsent  dr.R
kanan men is Abscess kepasien saat Eko
bawah (+) Disten Perforasi + ini tidak bisa sp.B
si Peritonitis dilakukan
 Defan operasi dan
s pembedahan
musk terhadap
ular keadaan
(+) umum pasien
 Rawat ICU
 Inj OMZ
vial/12jam
 IVDF
Aminofluid
1fls/hari
 IVDF Asering
30gtt/i
 Pasang NGT
terbuka
 Pasang
kateter
 IVFD
Klinimix
1fls/hari
22/01/20  Nyeri Perut  Abdo  Appedisitis  IVFD Asering  dr.
kanan men Abscess 30gtt/i sp.B
bawah (+) Disten Perforasi+  IVFD
 Kembung si (+) Peritonitis Aminofluid
(+)  Perist 1Fls/hari
 Muntah (+) altik  IVFD
 Flatus (-) (-) Clinimix
 BAB(-) 1fls/hari
 Injeksi
Novalgin
1amp/8jam
22

 Injeksi
ranitidin
1amp/12jam
 Vioxy 1x1
 Onoiwa 1x1
 Rencana
Operasi hari
pukul 12.00
 Injeksi vit K
1Amp/hari
 Injeksi
neurobion
1amp/hari
23/01/20  Nyeri perut  Abdo  Peritonits  Terapi  dr. R
(+) mulai minal intraabdom teruskan Eko
berkurang Disten inal  Lab sp.B
 Distensi (- si (+)  Injeksi
), muntah  Perist keterolac
(-), altik 1amp/8jam
 flatus (-), (+)  Injeksi
 BAB (-), lemah novalgin aff
 Urin  Injeksi
500cc omeprazole/1
/hari 2jam
 NGT  Hb : 5.6
hijau  Tranfusi PRC
(+) 4bag
10cc/  (2bag/hari)
hari  Preload
NACL 0.9%
100CC
transfusi
 Injeksi kalnex
1amp/6jam
24/01/20  Nyeri perut  Abdo  Diffuse  IVFD Asering  dr.sp.
(+) mulai minal Peritonitis +DS % 20 B
menghilan disten intraabdom 30gtt/i
g si inal +  IVFD
 Demam (-)  Soepe PSMBA Aminofluid
l 1Fls/hari
 Perist  IVFD
altik Clinimix 1
(+) Fls/hari
 NGT  Metronidazole
hijau Dripp
semua 500mg/8jam
 OUP  Inj ceftriaxone
bagus 1gr/12jam
 TD  Inj keterolac
23

stabil 1amp/8jam
 Inj ranitidin
1mp/12jam
 Inj OMZ
1vial/12jam
 Inj neurobion
1amp/hari
 Inj vit k
1gr/hari
 Inj kalnex
1amp/12jam
 Transfusi
PRC 4bag
(2bag/hari)
 Besok GV

25/01/20  Perut  TD :  Post  Konsul


Kembung 124/75 Operasi dokter  dr. sp.B
(+) mmHg hari ke 3 Spesialis
 Distensi (+) ec Bedah
 Flatus (+) Diffuse  IVFD cor
 OUP Peritoniti RL 1Fls
500CC s selanjutny
warna a Asering
merah teh +DS%
 NGT : 20gtt/i
Warna  Masih
Keruh puasa
 Besok
pantau
kembali
 Transfusi
PRC 2bag
26/01/20  Perut  TD :  Post  Konsul dr.
Kembung (- 124/80 Operasi R Eko  dr. sp.B
) mmHg hari ke 4 sp.B
 Distensi (-) ec  Asering+
 Flatus (+) Diffuse DS%
 OUP Peritoniti 20gtt/i
500CC s  Masih
warna puasa
kuning  Transfusi
 NGT : PRC 2bag
Warna  Pantau Hb
Keruh
jernih
27/01/20  Perut  TD :  Diffuse  Terapi  dr. sp.B
Kembung (- 120/80 Peritoniti Lanjut kan
24

) mmHg s  Kateter
 Distensi (-) Aff
 Flatus (+)  NGT Aff
 OUP  Pindah
500CC ruangan
Warna
Jernih
 Warna
Jernih
28/01/20  Nyeri Perut  HD  Post  Ciprofloxa  Pulang
(-) Stabil Appende cin  Kontrol
 Perut  Sensori ctomy 3x500mg poli
kembung (-) um : H-6  Paracetam bedah
 Flatus (+) Compo ol
s 3x500mg
Mentis  Omeprazo
 TD : le 2x20mg
120/80
mmHg
25

BAB 4
DISKUSI

TEORI KASUS
Epidemiologi :
Pada remaja dan dewasa muda rasio perbandingan Seorang pasien perempuan dengan
antara laki-laki dan perempuan sekitar 3 : 2. Setelah usia 66 tahun.
usia 25 tahun, rasionya menurun sampai pada usia
pertengahan 30 tahun menjadi seimbang antara laki-
laki dan perempuan.
Diagnosis :
-Pada anamnesis dapat ditemukan :
1. Nyeri perut adalah gejala utama dari 1. Keluhan utama pasien nyeri
apendisitis. perut.
2. Gejala klasik nyeri viseral samar-samar dan 2. Berawal dari epigastrium,
tumpul di daerah epigastrium sekitar semakin menjalar ke perut kanan
umbilikus. bawah.
3. Nyeri perut disertai mual serta satu atau 3. Mual dijumpai, muntah dijumpai.
lebih episode muntah dengan rasa sakit, dan 4. Nafsu makan menurun.
setelah beberapa jam, nyeri akan beralih ke
perut kanan bawah pada titik McBurney.
4. Nafsu makan akan menurun.
Diagnosis :
-Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan :
1. Blumberg sign (+) 1. Blumberg sign (+)
2. Rovsing sign (+) 2. Rovsing sign (+)
3. Rebound tenderness (+) 3. Rebound tenderness (+)
4. Psoas sign (+) 4. Psoas sign (-)
5. Obturator sign (+) 5. Obturator sign (-)
6. Defans muscular (+) untuk peritonitis 6. Defans muscular (-)

Diagnosis :
-Pemeriksaan penunjang :
26

1. Laboratorium : Jumlah Leukosit darah 1. Lab : Leukosit Meningkat


meningkat pada kasus appendicitis 2. CT-Scan lower abdomen:
2. USG: pembesaran ukuran appendix ukuran appendix membesar.
3. X-ray polos abdomen: terdapat gas berlebih Kesan: appendisitis akut.
di titik McBurney
4. CT-Scan lower abdomen: pembesaran
ukuran appendix (dapat dipertimbangkan
dilakukan jika diagnosis kurang jelas)
Penatalaksanaan :
- Pembedahan di indikasikan bila diagnosa Pada pasien telah dilakukan
apendisitis telah ditegakkan. pemberian analgetik, cairan IV, dan
- Antibiotik dan cairan IV diberikan serta pasien apendektomi.
diminta untuk membatasi aktivitas fisik sampai
pembedahan dilakukan.
- Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa
ditegakkan.
- Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat
apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk
menurunkan resiko perforasi.
27

BAB 5
KESIMPULAN

Seorang pasien perempuan, usia 66 tahun, datang dengan keluhan nyeri perut kanan
bawah sejak 12 jam lalu. Telah dilakukan tatalaksana medikamentosa (caira, analgetik,
antibiotik) serta operasi apendektomi segera di RS dr. Zubir Mahmud. Saat ini telah pulang
setelah 8 hari rawatan.
28

DAFTAR PUSTAKA

1. Apendisitis. 2011. Available from: https://Repository.usu.ac.id


2. Apendisitis. Available from: https://digilib.unimus.ac.id
3. Sibuea, Siti. 2011. Anatomi apendiks vermiformis. Available from:
https://eprints.undip.ac.id
4. Wiyono, Mellisa Handoko. 2011. Aplikasi Skor Alvarado pada Penatalaksanaan
Apendisitis. Available from: htpps://download.portalgaruda.org
5. Eylin. 2009. Apendisitis. Available from: htpps://lib.ui.ac.id

Anda mungkin juga menyukai