Apendisitis
I.1.1. Anatomi
kurang lebih 6–10 cm dan terletak pada caecum. Organ ini berbentuk tabung
dengan lumen yang sempit pada bagian proksimal dan melebar pada bagian distal,
kapasitas apendiks sendiri kurang lebih 0,1 ml. Organ ini tersusun dari jaringan
limfoid dan merupakan bagian integral dari Gut Associated Lymphoid Tissue
variasi dari lokasi apendiks ini. 65 % dari posisi apendiks terletak intraperitoneal
gejala yang akan muncul saat terjadi peradangan, Beberapa variasi posisi apendiks
1. Retrocaecal (65%)
2. Pelvic
3. Antecaecal
4. Preileal
5. Postileal
Posisi terbanyak adalah retrocaecal, namun demikian posisi apendiks dapat
cabang dari arteri mesenterika superior. Cabang arteri ileokolika ini disebut arteri
appendicularis, dengan aliran venanya berasal dari vena ileocolica dan akan
kolateral sehingga ketika terjadi oklusi apapun penyebabnya, maka mudah terjadi
I.1.2. Fisiologi
adalah suatu struktur kecil, berbentuk seperti tabung yang berkait menempel pada
bagian awal dari sekum. Pangkalnya terletak pada posteromedial caecum. Pada
diameter 0,7 cm. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian
ileocaecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli (taenia libera, taenia
Dinding apendiks terdiri dari jaringan lymphe yang merupakan bagian dari sistem
GALT yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA.
setelah lahir. Jumlahnya meningkat selama pubertas, dan menetap saat dewasa
dan kemudian berkurang mengikuti umur. Setelah usia 60 tahun, tidak ada
jaringan lymphoid lagi di apendiks dan terjadi obliterasi lumen apendiks komplit.
mucosa maskularis. Bagian luar dari submukosa adalah dinding otot yang utama.
Apendiks terbungkus oleh tunika serosa yang terdiri atas vaskularisasi pembuluh
darah besar dan bergabung menjadi satu di mesoappendiks. Jika apendik terletak
Histologis:
peritoneum visceral.
I.2. Apendisitis
vermiformis, dan merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering. Sampai
saat ini belum diketahui secara pasti apa fungsi apendiks sebenarnya. Apendisitis
diinfeksi oleh bakteri. Jika diagnosis lambat ditegakkan, dapat terjadi perforasi
limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat. Ulserasi
mukosa merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini. namun ada beberapa
2008)
(90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh
benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing
akut. Adanya fekalith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk
perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob < 10%.
Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko
lebih tinggi dari negara yang pola makannya banyak serat. Bangsa kulit putih
telah merubah pola makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru Negara
berkembang yang dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke pola makan
I.3. Etiologi
sebagai faktor pencetus. Diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen
apendiks. Ulserasi mukosa merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini.
yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia
asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing.
akut. Adanya fekalith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk
dan memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen
hari.Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko
lebih tinggi dari negara yang pola makannya banyak serat. Bangsa kulit putih
telah merubah pola makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru Negara
berkembang yang dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke pola makan
I.4. Patofisiologi
hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
Penyumbatan limfatik dan vena terjadi kemudian. Bila tidak diberi terapi
biasanya menjadi perforasi atau abses. Namun secara pastinya belum jelas karena
ada appendisitis pasien anak, kurang dapat menjelaskan keluhan sehingga 82%
anak dibawah 5 tahun datang dalam keadaan perforasi dan hampir 100% anak
sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 dapat meningkatkan tekanan intalumen
sekitar 60 cmH20 .
hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri.
Pada saat inilah terjadi Apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi
waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut
obstruksi lumen apendiks oleh kalith atau hiperplasia. Bila kemudian aliran arteri
I.5.1. Anamnesis
apendisitis, yaitu:
a. Gejala klasik
Gejala klasik hanya dijumpai pada 55% kasus, yaitu jika apendiks berada
di anterior. (Lee, 2013) Gejala diawali oleh nyeri perut di periumbilikus yang
memberat dalam 24 jam. Nyeri menjadi lebih tajam dan berpindah ke fosa iliaka
kanan, lalu menetap. Ditemukan juga gejala hilangnya nafsu makan, mual,
muntah, dan konstipasi (Lee, 2013). Berdasarkan sebuah penelitian, muntah dan
demam lebih sering ditemukan pada anak dengan diagnosis apendisitis daripada
b. Gejala atipikal
2013). Nyeri tumpul sering muncul ketika ujung apendiks terletak di retrosekal.
Jika ujung apendiks terletak di pelvis, pasien akan mengeluhkan disuria, sering
kandung kemih. Pasien juga dapat mengeluhkan diare atau tenesmus jika ujung
apendiks yang inflamasi dekat dengan rektum (Lee, 2013). Namun, jika ditanya
lebih lanjut, biasanya diare berupa buang air besar yang lunak, sedikit-sedikit,
kurang dari 3 tahun melaporkan bahwa awalnya 57% mengalami salah diagnosis.
perforasi dan/ atau gangren (DynaMed, 2013). Berdasarkan penelitian cohort pada
755 anak, apendisitis pada anak-anak dapat menunjukkan gejala atipikal. Gejala
usia anak. Iritabilitas bisa menjadi satu-satunya tanda apendisitis pada neonatus.
Pada anak yang lebih tua sering terlihat tidak nyaman atau menyendiri, lebih suka
berbaring diam karena iritasi peritoneum. Remaja sering memiliki tanda klasik
(Minkes, 2013). Pada pemeriksaan fisik umum biasanya didapati suhu 38 oC atau
Pada pemeriksaan fisik jantung dan paru dapat ditemukan takikardi dan
muskulus rektus atau oblikus (tanda peritoneal). Pada awal apendisitis, anak
mungkin tidak menunjukkan tanda peritoneal. Sementara, anak yang lebih muda
lebih sering memiliki nyeri abdomen difus dan peritonitis, mungkin karena
kuadran kanan bawah. Dapat teraba massa jika apendiks sudah perforasi (Minkes,
2013). Temuan fisik yang paling spesifik pada apendisitis adalah nyeri lepas, nyeri
pada perkusi, dan tanda peritoneal. Walaupun nyeri abdomen kuadran kanan
bawah ditemukan pada 96% pasien, ini bukan merupakan temuan spesifik.
Kadang-kadang, nyeri abdomen kuadran kiri bawah menjadi keluhan utama pada
nyeri tekan suprapubis. Pada pasien dengan apendiks yang terletak di lateral
sering ditemukan nyeri pada daerah panggul kanan. Pada pasien dengan apendiks
yang terletak di retrosekal bisa tidak ditemukan nyeri tekan sampai apendisitis
setelah dilakukan palpasi atau perkusi pada abdomen bagian kiri) menunjukkan
(Minkes, 2013).
Untuk memeriksa tanda obturator, lakukan fleksi dan internal rotasi pada
peritoneal antara lain dengan memerintahkan pasien sit up di tempat tidur, batuk,
atau posisi berdiri dan jongkok begantian. Akan timbul nyeri yang
inflamasi pada hemiskrotum karena migrasi cairan atau pus dari apendiks yang
pasien dengan gejala klinis yang tidak jelas, serta pemeriksaan pelvis pada
yang terletak di pelvis. Temuan klasik pemeriksaan ini adalah nyeri pada bagian
kanan rektum. Dapat juga untuk memastikan adanya feses yang keras atau massa
inflamasi. (Minkes, 2013) Namun, menurut Craig tidak ada bukti ilmiah bahwa
I.6. Diagnostik
peningkatan tersebut biasanya ringan dan baru jelas terlihat setelah lebih dari 24
neutrofil juga ditemukan yaitu lebih dari 75 % pada 78 % pasien apendisitis akut
(Craig, 2013). Jumlah leukosit kurang dari 10.000/mm 3 dan jumlah neutrofil
kurang dari 7.500/mm3 dapat mengeksklusi apendisitis pada anak (level 2 [mid
infiltrat neutrofil pada lapisan mukosa dan muskularis hingga ke lumen apendiks.
berdilatasi, dan terbentuk eksudat serous. Pada stadium ini, secara mikroskopis
tampak tanda-tanda nekrosis mukosa hingga lapisan luar dinding apendiks dan
bisa ditemukan gangren. Pada stadium ini, secara mikroskopis tampak mikroabses
multipel pada dinding apendiks dan nekrosis berat pada semua lapisan. Pada
bagian tengah apendiks lebih sering mengalami perforasi daripada bagian ujung
apendiks.
Temuan apendiks normal pada saat operasi membutuhkan pemeriksaan
Klasifikasi Histopatologi:
Klasifikasi apendisitis pada anak secara umum yang sampai saat ini
dari Robbins Cotran, klasifikasi ini berdasarkan pada temuan gejala klinis dan
peritoneal. Pada stadium ini mungkin bisa tampak jelas adanya proses walling
muskularis
gangren). Pada stadium ini sudah terjadi adanya mikroperforasi, kenaikan cairan
daerah nekrotik
apendiks
yang rupture biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrosekal,
subsekal atau seluruh rongga pelvis bahkan mungkin seluruh rongga abdomen.
panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya
pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh
darah.
usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti vesika urinaria,
uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila
proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul
peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup
kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu
bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan
kronik).
didefenisikan sebagai appendisitis gangren dan atau perforasi. Perbedaan ini tidak
jelas dan hanya perbedaan yang relevan secara klinik dari appendisitis sederhana
dikatan komplikata adalah apendisitis perforasi dan gangren. Maka dari itu,
komplikata.
2.7. Tatalaksana
Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan yang paling tepat dilakukan pada
mengatakan untuk mencoba terapi konservatif pada kasus yang diduga bukan
apendisitis akibat obstruksi apendiks. Terapi konservatif ini biasa dipilih pada
yang baik, namun 15% menunjukkan angka kejadian apendisitis berulang dalam 1
tahun.
Selain itu, terapi yang penting lainnya adalah pemberian cairan intravena
yang cukup, pemasangan kateter urin bila perlu, pemberian antipiretik, dan terapi
simptomatis lainnya.
Apendektomi dilakukan dengan anestesi umum, pada posisi supine. Ada berbagai
macam insisi yang dapat dilakukan pada apendektomi terbuka dan masing-masing
2013):
Insisi oblique muscle splitting (McArthur-McBurney)
Insisi Gridion
nyeri post operatif yang lebih ringan dan pulih dalam waktu yang lebih singkat
laparoskopi juga memiliki angka kejadian infeksi pada luka operasi yang lebih
kecil, namun angka kejadian sepsis pascaoperasi lebih tinggi untuk kasus
2015)
jika dilakukan operasi maka akan sangat sulit menemukan apendiks dan mungkin
perkembangan massa setiap hari (lebih mudah dengan membuat marka pada
scan kontras. Jika terdapat abses, maka evakuasi dapat dilakukan dengan bantuan
radiologi. Suhu dan denyut nadi pasien juga dipantau per 4 jam, dan
mempertahankan keseimbangan cairan. Perbaikan klinis biasanya sudah dapat
maka dianjurkan untuk dilakukan apendektomi dalam 2-4 bulan setelah gejala
2.8. Komplikasi
Komplikasi yang tersering adalah perforasi, baik itu pada apendiks yang bebas
maupun pada apendiks yang telah menjadi massa flegmon yang terdiri atas
adanya demam tinggi, nyeri makin hebat pada perut, perut menjadi lebih tegang
dan kembung, serta nyeri tekan dan defans muskulare yang terjadi di seluruh
lapisan perut. Abses rongga peritoneum dapat terjadi jika pus yang menyebar
terlokalisasi di satu tempat, paling sering di subdiafragma dan pelvis. Adanya
(Sjamsuhidayat, 2010).
Adapun komplikasi post operatif yang dapat terjadi adalah infeksi pada
luka operasi, abses intraabdomen, ileus paralitik, fistula fekal dan ileus obstruktif
peningkatan tersebut biasanya ringan dan baru jelas terlihat setelah lebih dari 24
neutrofil juga ditemukan yaitu lebih dari 75 % pada 78 % pasien apendisitis akut
(Craig, 2013). Jumlah leukosit kurang dari 10.000/mm 3 dan jumlah neutrofil
kurang dari 7.500/mm3 dapat mengeksklusi apendisitis pada anak (level 2 [mid