Anda di halaman 1dari 7

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi
Fistula didefinisikan sebagai hubungan atau saluran abnormal antara dua
permukaan epitel yang berbentuk seperti lorong. Fistula in ano atau sering disebut
fistula ani adalah hubungan antara saluran anorektal dan kulit perianal yang dilapisi
dengan jaringan granulasi.1 Biasanya merupakan tahap lanjut dari abses anorektal,
sehingga fistula ani juga dapat didefinisikan sebagai bentuk kronis dari abses anorektal.
Fistula biasanya bersifat tunggal dan hanya melibatkan bagian muskulus sfingter.3,4
Fistula dapat terletak di subkutis, submukosa, antar sphingter atau menembus
sfingter. Fistula mungkin terletak di anterior, lateral atau posterior. Dan dapat berbentuk
lurus, bengkok, atau mirip seperti sepatu kuda. Pada umumnya sfingter bersifat tunggal,
kadang ditemukan yang kompleks.4
Fistula dengan lubang kripta di sebelah anterior seing berbentuk lurus,
sedangkan fistula dengan lubang yang berasal kripta di sebelah dorsal pada umumnya
bengkok ke depan karena radang dan pus terdorong ke anterior di sekitar oto
puborektalis dan dapat membentuk sebuah lubang perforasi atau lebih di sebelah
anterior.4

Gambar 1. Fistula Ani

1.2 Epidemiologi
Insidensi terjadinya fistula perianal berkisar 1 sampai dengan 3 kasus pada
setiap 10000 orang dan lebih sering terjadi pada laki-laki dengan rentang usia 20-40
tahun. Sekitar 40% pasien dengan abses akan terbentuk fistula. Data yang teratat pada
sebuah klinik diagnostik di Universitas Virginia dari 1000 pasien didapatkan 150 pasien
memiliki kelainan anorectal, 4 dengan abses, dan 8 dengan fistula. Sedangkan data yang
tercatat di rumah sakit Brooklyn dari 77372 pasien terdapat 532 pasien dengan fistula.4-
6

Insidensi terjadinya fistula ani dapat diperkirakan dari jumlah kasus abses
anorectal. Dari data yang di laporkan oleh Ramanujam dari sebuah rumah sakit yang
besar didapatkan insidensi terjadinya fistula sebesar 34%. Hal ini identik dengan
penelitian lain yang dilakukan di Amerika Serikat dan Kanada. Diestemasikan 68000-
96000 kasus terjadi pada setiap tahunnya di Amerika Serikat. Sedangkan di Eropa,
insidensi terjadinya fistula ani bervariasi pada setiap negara dengan kira-kira sebanyak
8,6-10 tiap 100000 orang.6,7

1.3 Etiologi
Mayoritas dari fistula terjadi karena adanya abses, yang dapat pecah secara
spontan atau mungkin membutuhkan tindakan drainase. Sehingga kebanyakan fistel
mempunyai satu muara di kripta di perbatasan anus dan rectum dan lubang lain di
perineum di kulit perianal.Hampir sepertiga kasus abses berujung pada fistula. Abses
yang disebabkan E.Coli dan Bacteroides lebih cenderung mengakibatkan fistula.4,6,8
Inflammatory bowel disease dan Chron’s disease telah diketahui terkait dengan
terjadinya fistula anorektal. Sedangkan Penyebab lain seperti hemoroidektomi,
perforasi benda asing, dan trauma lebih jarang. Namun lebih sering penyebabnya tidak
dapat diketahui.4,6

1.4 Klasifikasi
Berdasarkan hubungannya dengan kompleks sfingter ani, fistula dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Fistula intersphincteric
Berawal dalam ruang diantara M. Sfingter Eksterna dan Interna dan bermuara
berdekatan dengan lubang anus.
2. Fistula transsphincteric
Berawal dalam ruang diantara M. Sfingter Eksterna dan Interna, kemudian
melewati M. Sfingter Eksterna dan bermuara sepanjang setengah inchi di luar
lubang anus.
3. Fistula suprasphincteric
Berawal dari ruang diantara M. Sfingter Eksterna dan Interna dan membelah ke
atas M. Puborektalis lalu turun diantara puborektal dan M. Levator ani lalu muncul
setengah inchi di luar anus.
4. Fistula extrasphincteric
Berawal dari rektum atau colon sigmoid dan memanjang ke bawah, melewati M.
Levator Ani dan berakhir di sekitar anus. Biasanya akibat dari trauma, Chron’s
Disease, PID, dan abses supralevator.3-5

(a.) (b.) (c.) (d.)

Gambar 2. Klasifikasi Fistula Ani (a. Fistula intersphincteric; b. Fistula


transsphincteric; c. Fistula suprasphincteric; d. Fistula extrasphincteric)

1.5 Tata laksana


Penanganan fistula ani terus berkembang di setiap tahun. Tujuan terapi dari
fistula ani adalah eradikasi sepsis tanpa menyebabkan inkonstinensia. Terapi dari
fistula tergantung dari jenis fistulanya sendiri.8
Simple intersphincteric fistula sering diterapi dengan fistulotomy kuretase, dan
penyembuhan sekunder. Pada fistula transsphinteric terapi tergantung dari lokasi
kompleks sphincter yang terkena. Bila fistula kurang dari 30% otot sphincter yang
terkena dapat dilakukan sphincterotomy tanpa menimbulkan inkonstinensia yang
berarti. Bila fistulanya high transsphincteric dapat dilakukan dengan pemasangan seton.
Pada fistula suprasphenteric biasanya diterapi juga dengan pemasangan seton.Pada
fistula extrasphincteric terapi tergantung dari anatomi dari fistula, biasanya bila fistula
diluar sphincter dibuka dan di drainase.4,9
Dengan berjalannya waktu prosedur-prosedur non-cutting terus berkembang.
Dalam penanganan fistula ani dianjurkan sedapat mungkin dilakukan fistulotomy yang
merupakan gold standard, dimana fistel dibuka dari lubang asalnya sampai ke lubang
kulit. Luka dibiarkan terbuka sehingga menyembuh mulai dari dasar per sekundam
intentionem. Luka biasanya akan sembuh dalam waktu agak singkat. Terkadang
dibutuhkan operasi dua tahap untuk menghindari terpotongnya sfingter anus.
Penggunaan seton yang meningkat menandakan meningkatnya operasi yang dilakukan
secara bertahap. Seton sering dignakan sebagai drainase pada prosedur spincter-
sparing.4,10
Beberapa tindakan pembedahan yang digunakan dalam penanganan fistula
ani:3,4,11-13
1. Fistulotomi
Fistulotomi merupakan standar penanganan pada fistel ani. Fistel di insisi dari
lubang asalnya sampai ke lubang kulit, dibiarkan terbuka, sembuh per sekundam
intentionem. Fistulotomi biasanya merupakan prosedur satu tahap tetapi dalam
prosedur kompleks dapat digunakan sebagai prosedur bertahap dengan seton
adjuvan atau terapi lem. Dianjurkan sedapat mungkin dilakukan fistulotomi.
2. Fistulektomi
Jaringan granulasi harus di eksisi keseluruhannya untuk menyembuhkan fistula.
Terapi terbaik pada fistula ani adalah membiarkannya terbuka.
3. Seton
Benang atau karet diikatkan malalui saluran fistula. Terdapat dua macam seton:
 Cutting seton, dimana benang Seton ditarik secara gradual untuk
memotong otot sphincter secara bertahap dan lokasi jalur fistula digantikan
oleh garis tipis fibrosis.
 Loose seton, dimana benang Seton ditinggalkan supaya terbentuk
granulasi dan benang akan ditolak oleh tubuh dan terlepas sendiri setelah
beberapa bulan. Loose seton digunakan untuk penanganan paliasi jangka
panjang untuk menghindari infeksi dan eksaserbasi yang menyakitkan
dengan membangun drainase yang efektif. Biasa menjadi bagian dari
fistulotomy yang bertahap.

Beberapa modalitas baru pada penanganan fistula ani:12


1. Fibrin glue
Fibrin glue adalah campuran ion fibrinogen, trombin dan kalsium yang bila
digabungkan membentuk bekuan yang larut karena pembelahan fibrinogen
menjadi fibrin. Gumpalan ini menyegel saluran fistula dalam 30-60 detik. Antara
hari 7 dan 14 saluran tersebut diganti oleh kolagen yang disintesis. Tingkat
keberhasilan prosedur ini berkisar antara 31-85%.12
2. Fibrin plug
Sejak diperkenalkan pertama kali pada tahun 2006 oleh Robb dkk, Fibrin Plug
mencapai tinkat keberhasilan dari 14% hingga 87%. Sumbatan terbuat dari
submucosa usus kecil berbentuk kerucut yang dapat meningkatkan stabilitas
mekanik sehingga menghindari dislodgement selama penegangan.12
3. Adipose derived stem cells
Adipose derived stem cells telah digunakan dalam penanganan fistula anal
kompleks. Dibandingkan dengan lem fibrin, adipose derived stem cells memiliki
tingkat keberhasilan yang lebih tinggi.12
4. Advancement flap
Merupakan prosedur yang dapat melindungi sphincter. Dengan tingkat bervariasi
dari 77 sampai dengan 100%. Advancement flap tingkat kekambuhan sebesar
23%.12
5. Ligation of the inter sphincter fistula (LIFT procedure)
Memeiliki tingkat keberhasilan sektar 58 % dan pertama diperkenalkan oleh
Rojanasakul di Thailand.12

1.6 Komplikasi
Komplikasi dari fistula ani biasanya terjadi setelah dilakukannya tindakan
pembedaha. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada fistula ani:14
1. Infeksi
Semua tindakan pembedahan dapat menyebabkan infeksi ketika sayatan dibuat,
termasuk juga prosedur fistulektomi. Infeksi pada saluran fistula dapat menyebar
ke seluruh tubuh dan menyebabkan infeksi sistemik. Pemberian profilaksis
antibiotik direkomendasikan untuk mencegah terjadinya infeksi.14
2. Inkontinensia
Tindakan pembedahan pada fistula dapat berpotensi merusak sfingter anal.
Menyebabkan fungsi sfingter dalam mengotrol pergerakan usu menjadi terganggu.
Karena hilangnya kemampuan sfingter anal, tubuh kehilangan kendali dalam
mengendalikan proses defekasi sehingga menyebankan inkontinensia
Resiko terjadinya inkontinesia tergantung pada posisi fistula dan jenis tindakan
yang digunakan. Resiko tertinggi ada pada Teknik seton (17%) diikuti dengan
teknik Advancement Flap (6-7%).14
3. Rekurensi
Pada beberapa pasien, fistula dapat kambuh kembali setelah operasi. Diperkirakan
dengan tingkat kekambuhan sekitar 7-21% tergantung pada jenis fistula, dan
prosedur pembedahan. Fibrin Glue, misalnya, memiliki tingkat rekurensi yang
tinggi.14

1.7 Prognosis
Fistel dapat kambuh bila lubang dalam tidak turut dibuka atau dikeluarkan,
cabang fistel tidak turut di buka, atau kulit sudah menutup luka sebelum jaringan
granulasi mencapai permukaan.4

DAFTAR PUSTAKA

1. Stooker J. Perianal Fistula. Dalam: Gastrointestinal Imaging. New York: Oxford. 2015. h.
274-279.
2. Simpson JA. Management of anal fistula. BMJ. 2012; 345: e6705.
3. Schwartz, Shires, Spencer. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah Edisi 6. Jakarta :EGC.2000.
4. Riwanto I, Wartatmo H, Labeda I, Tjambolang T. Usus Halus, Apendiks, Kolon, dan
Anorektum. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 4. Jakarta: EGC. 2017. h. 753-820
5. Sabiston D, Oswari J.Buku Ajar Bedah. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.1994.
6. Nelson RL, Abcarian H. Epidemiology, Incidence and Prevalence of Fistula in Ano.
Dalam: Abcarian H. (eds) Anal Fistula. New York: Springer. 2014.
7. Kontovounisios C, Tekkis P, Tan E, Rasheed S, Darzi A, exner SD. Adoption and success
rates of perineal procedures for fistula‐in‐ano: a systematic review. Colorectal Disease.
2016; 18(5): 441–458.
8. Sheikh P. Controversies in Fistula in Ano. Indian J Surg. 2012; 74(3): 217–220.
9. Ky AJ, Steinhagen E. Anal Fistula. Dalam: Corman’s Colon and Rectal Surgery Edisi ke-6.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2013. h. 384-427
10. Bluemetti J, Abcarian A, Quinteros F, Chaudhry V, Prasad L, Abracian H. Evolution of
Treatment of Fistula in Ano. Worl j Surg. 2012; 36: 1162-1167.
11. Grace P, Borley N. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi ketiga.Jakarta : Erlangga.2006.
12. Akhtar M. Fistula in Ano – An Overview. JIMSA. 2012; 25(1): 53-55.
13. Nugent K. The anus and anal canal. Dalam: Baileys & Love’s Short Practice of Surgery
Edisi ke-27. Florida: CRC Press. 2017. h.1339-1373.
14. Smith Y. Anal Fistula Complication [internet]. Diakses pada tanggal 16 Mei 2019. Dapat
diakses di https://www.news-medical.net/health/Anal-Fistula-Complications.aspx

Anda mungkin juga menyukai