Anda di halaman 1dari 11

BIOKIMIA

PEMBUSUKAN RADANG USUS

DISUSUN OLEH KELOMPOK 3 :

Laudiya Sahla Nafianti


Lingga Trianda
Nurdiana Sari
Siti Nurul Hidayati
Wafa Adhani
Yandini Prafitri
Yully Maulana

UNIVERSITAS MUHAMAD HUSNI THAMRIN JAKARTA


FAKULTAS KESEHATAN
S1 KEPERAWATAN
R8 (Semester 2/Tingkat 1)
2015/2016
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur yang sedalam-dalamnya kita curahkan kehadirat Allah


SWT yang telah senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, serta sholawat dan
salam kita curahkan kepada Nabi Muhammad SAW sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan makalah ini yang berjudul : Pembusukan Radang Usus Buntu.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi syarat salah satu
tugas mata kuliah Biokimia.
Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan rasa terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan dan
bimbingan baik berupa moral, spiritual maupun material sehingga makalah ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, saya selaku penulis menyadari dengan sepenuhnya
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna baik dari segi isi maupun cara penulisan.
Oleh karena itu dengan rendah hati dan terbuka, penulis menerima saran dan kritik yang
sifatnya membangun dan bermanfaat untuk lebih baiknya karya ilmiah ini di kemudian
hari.
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak, memberikan informasi bagi teman-teman dan bermanfaat untuk pengembangan
wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Jakarta, 30 Maret 2016

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ 2


DAFTAR ISI .............................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 4
1.2 Tujuan Umum ................................................................................................. 4
1.3 Tujuan Khusus ................................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................... 4
1. Pengertian ......................................................................................................... 5
2. Etiologi ............................................................................................................. 6
3. Klasifikasi .......................................................................................................... 7
4. Manifestasi Klinik ............................................................................................ 8
BAB III PENUTUP ................................................................................................ 10
KESIMPULAN & SARAN ................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 11

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Sistem pencernaan terdiri dari saluran pencernaan ditambah organ-organ
pencernaan tambahan (aksesori). Fungsi utama sistem pencernaan adalah untuk
memindahkan zat gizi atau nutrien, air, dan elektrolit dari makanan yang kita makan ke
dalam lingkungan internal tubuh.
Makanan sebagai sumber ATP untuk menjalankan berbagai aktivitas bergantung
energi, misalnya transportasi aktif, kontraksi, sintesis, dan sekresi. Makanan juga
merupakan makanan sumber bahan untuk perbaikan, pembaruan, dan penambahan
jaringan tubuh.
Sistem pencernaan tidak dapat melaksanakan fungsinya jika dalam keadaan
terganggu.Walaupun sistem pencernaan mempunyai manfaat yang sangat besar dalam
kehidupan kita, akan tetapi tidak jarang juga kelainan pada sistem ini juga dapat
mengakibatkan kematian.
Salah satunya adalah apendisitis, penyakit ini merupakan penyakit bedah mayor
yang paling sering terjadi dan tindakan bedah segera mutlak diperlukan pada apendisitis
akut untuk menghindari komplikasi yang umumnya berbahaya.

1.2 TUJUAN UMUM


Untuk mengetahui informasi informasi tentang penyakit Apendisitis terutama
apendisitis akut dan kronik secara lebih dalam dan untuk mendapatkan gambaran yang
jelas mengenai kasus Apendisitis tersebut agar dapat ditangani dengan baik.

1.3 TUJUAN KHUSUS


Agar setiap orang yang mengalami penyakit Apendisitis akut dan kronik dapat
ditanggulangi secara tepat dan cepat oleh bidan sebelum keadaan tersebut semakin
parah, dengan cara memberi pelayanan dan menerapkan asuhan sesuai dengan penetuan
yang telah ditentukan dan diterapkan.

4
BAB II

PEMBAHASAN

APENDISITIS (RADANG USUS BUNTU)

1. PENGERTIAN
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus
ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan
penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup
tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi
hancur.
Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu (apendiks). Merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Usus buntu besarnya kira-kira sejari
kelingking, terhubung pada usus besar yang letaknya berada di perut bagian kanan bawah.
Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung panjang dan sempit.
Panjangnya kira-kira 10cm (kisaran 3-15cm) dan berpangkal di sekum. Apendiks
menghasilkan lendir 1-2ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen
dan selanjutnya dialirkan ke sekum. Adanya hambatan dalam pengaliran tersebut,
tampaknya merupakan salah satu penyebab timbulnya apendisits. Di dalam apendiks juga
terdapat immunoglobulin sekretoal yang merupakan zat pelindung efektif terhadap infeksi
(berperan dalam sistem imun). Dan immunoglobulin yang banyak terdapat di dalam
apendiks adalah IgA. Namun demikian, adanya pengangkatan terhadap apendiks tidak
mempengaruhi sistem imun tubuh. Ini dikarenakan jumlah jaringan limfe yang terdapat
pada apendiks kecil sekali bila dibandingkan dengan yang ada pada saluran cerna lain.
Usus buntu dalam bahasa latin disebut sebagai Appendix vermiformis. Pada
awalnya organ ini dianggap sebagai organ tambahan yang tidak mempunyai fungsi, tetapi
saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan secara aktif
berperan dalam sekresi immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh) dimana memiliki dan
berisi kelenjar limfoid.
Apendisitis dapat menyerang semua umur, baik laki-laki maupun perempuan.
Namun lebih sering menyerang laki-laki berusia 10 -30 tahun.

5
2. ETIOLOGI

Penyakit radang usus buntu ini umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri, namun
faktor pencetusnya ada beberapa kemungkinan yang sampai sekarang belum dapat
diketahui secara pasti. Di antaranya faktor penyumbatan (obstruksi) pada lapisan saluran
(lumen) appendiks oleh timbunan tinja/feces yang keras (fekalit), hyperplasia
(pembesaran) jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, kanker
primer dan struktur.

Diantara beberapa faktor diatas, maka yang paling sering ditemukan dan kuat
dugaannya sebagai penyabab adalah faktor penyumbatan oleh tinja/feces dan hyperplasia
jaringan limfoid. Penyumbatan atau pembesaran inilah yang menjadi media bagi bakteri
untuk berkembang biak. Perlu diketahui bahwa dalam tinja/feces manusia sangat mungkin
sekali telah tercemari oleh bakteri/kuman Escherichia Coli, inilah yang sering kali
mengakibatkan infeksi yang berakibat pada peradangan usus buntu.

Makan cabai bersama bijinya atau jambu klutuk beserta bijinya sering kali tak
tercerna dalam tinja dan menyelinap kesaluran appendiks sebagai benda asing, begitu pula
terjadinya pengerasan tinja/feces (konstipasi) dalam waktu lama sangat mungkin ada
bagiannya yang terselip masuk kesaluran appendiks yang pada akhirnya menjadi media
kuman/bakteri bersarang dan berkembang biak sebagai infeksi yang menimbulkan
peradangan usus buntu tersebut.

Peradangan atau pembengkakaan yang terjadi pada usus buntu menyebabkan aliran
cairan limfe dan darah tidak sempurna pada usus buntu (appendiks) akibat adanya tekanan,
akhirnya usus buntu mengalami kerusakan dan terjadi pembusukan (gangren) karena sudah
tidak mendapatkan makanan lagi. Pembusukan usus buntu ini menghasilkan cairan
bernanah, apabila tidak segera ditangani maka akibatnya usus buntu akan pecah
(perforasi/robek) dan nanah tersebut yang berisi bakteri menyebar ke rongga perut.
Dampaknya adalah infeksi yang semakin meluas, yaitu infeksi dinding rongga perut
(Peritonitis).

6
3. KLASIFIKASI
Apendisitis terbagi 2 yaitu :

a) Apendisitis Akut
Apendisitis akut adalah peradangan usus buntu mendadak. Pada kondisi ini gejala
yang ditimbulkan tubuh akan panas tinggi, mual muntah, nyeri perut kanan bawah,
berjalan sakit sehingga agak terbongkok, namun tidak semua orang akan menunjukkan
gejala seperti ini, bisa juga hanya bersifat meriang atau mual muntah saja. Gejala klasik
pada apendiks akut adalah nyeri atau rasa tidak enak di sekitar umbilikus berlangsung
antara 1-2 hari, dalam beberapa jam nyeri bergeser ke kuadran kanan bawah (titik Mc
Burney) dengan disertai mual, anoreksia dan muntah (Lindseth, 2006).
Pada pemeriksaan akan ditemukan pasien mengalami demam ringan dengan suhu
antara 37,5-38,5C dan leukositosis sedang, bila suhu lebih tinggi kemungkinan besar telah
terjadi perforasi (Lindseth, 2006;Pieter (ed), 2005). Pada inspeksi perut tidak didapatkan
gambaran yang khas.

b) Apendisitis kronik
Apendisitis kronik adalah peradangan usus buntu yang sudah menahun. Pada
keadaan ini gejala yang timbul sedikit mirip dengan sakit maag dimana terjadi nyeri samar
(tumpul) di daerah sekitar pusar dan terkadang timbul demam. Seringkali disertai dengan
rasa mual, bahkan kadang muntah, kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan
bawah dengan tanda-tanda yang khas yaitu nyeri pada titik Mc Burney.
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat:
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopik dan mikroskopik, dan keluhan menghilang setelah apendektomi. Kriteria
mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan
parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan
infiltrasi sel inflamasi kronik.

7
4. MANIFESTASI KLINIK
Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual, muntah
dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di
perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Setelah beberapa
jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter
menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan,
nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8 Celsius.

1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal


Yaitu di belakang sekum (terlindungoleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah
tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah
perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas
dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi otot-otot yang
menegang dari dorsal.

2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis


a) Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul gejala
dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis meningkat, pengosongan
rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare).
b) Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi
peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya.

Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan
diagnosis, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada waktunya, sehingga
biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi. Berikut beberapa keadaan dimana
gejala apendisitis tidak jelas dan tidak khas, yaitu :

Pada anak-anak

Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan. Seringkali anak tidak
bisa menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam kemudian akan terjadi muntah- muntah
dan anak menjadi lemah dan letargik. Karena ketidakjelasan gejala ini, sering apendisitis

8
diketahui setelah perforasi. Begitupun pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui
setelah terjadi perforasi.

Pada orang tua berusia lanjut


Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari separuh penderita
baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi.

Pada wanita
Gejala apendisitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan yang gejalanya serupa
dengan apendisitis, yaitu mulai dari alat genital (proses ovulasi, menstruasi), radang
panggul, atau penyakit kandungan lainnya. Pada wanita hamil dengan usia kehamilan
trimester I, gejala apendisitis berupa nyeri perut, mual, dan muntah, dikacaukan dengan
gejala serupa yang biasa timbul pada kehamilan usia ini. Sedangkan pada kehamilan
lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral, sehingga keluhan tidak dirasakan di
perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan.

9
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu (apendiks). Merupakan penyebab


abdomen akut yang paling sering. Usus buntu besarnya kira-kira sejari kelingking,
terhubung pada usus besar yang letaknya berada di perut bagian kanan bawah. Penyakit
radang usus buntu ini umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri.

B. SARAN

Seorang keperawatan maupun dokter seharusnya memiliki kemampuan untuk


mempengaruhi seorang pasien untuk menjalani sebuah metode terapi agar tidak terjadi
keterlambatan pengobatan sehingga komplikasi penyakit lebih berat dapat dihindari.
keperawatan juga harus melakukan tindakan segera untuk mencegah hal-hal yang tidak
diinginkan sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Heller Luz. 1991. Gawat Darurat Ginekologi Dan Obstetri. Penerbit EGC. Jakarta
Anderson Price Sylvia,dkk. 1991. Patofisiologi Edisi 2 Bagian 4. Penerbit EGC. Jakarta
Scott, James R. 2002. Buku saku Obstetri dan Ginekologi. Penerbit Widya Medika. Jakarta.
Saifuddin, Abdul Bari, dkk. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta
Saifuddin, Abdul Bari, dkk. 2004. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal. Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.

11

Anda mungkin juga menyukai