Anda di halaman 1dari 88

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN POST OPERASI

APENDIKTOMI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN


MOBILITAS FISIK DI RUANG MELATI
RSUD KOTA KENDARI

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan


Diploma III Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari
Jurusan Keperawatan 2015

OLEH :

IRSAN PRAYOGU
NIM. P00320015023

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2018

1
2
3
RIWAYAT HIDUP

A. IDENTITAS PENULIS

1. Nama : IRSAN PRAYOGU


2. Tempat / Tanggal Lahir : Wonggeduku, 16 Agustus 1997
3. Jenis Kelamin : Laki-Laki
4. Agama : Islam
5. Suku/ Kebangsaan : Tolaki/ Indonesia
6. Alamat : BTN Kendari Permai Blok C Kel. PAdaleu
7. No. Telpon : 0822-9675-6535

B. PENDIDIKAN
1. SD : SDN Otele Tamat Tahun 2009
2. SMP : SMP Negeri 1 Lasolo Tamat 2012
3. SMA : SMA Negeri 1 Lasolo Tamat 2015
4. Diploma : Sejak 2015 berkuliah di Poltekkes Kendari

4
HALAMAN MOTTO

Memulai dengan penuh keyakinan

Menjalankan dengan penuh keikhlasan

Menyelesaikan dengan penuh kebahagiaan

Tetap jadi diri sendiri di dunia yang tanpa henti hentinya

berusaha mengubahmu adalah pencapaian yang terhebat.

PENULIS

5
ABSTRAK

IRSAN PRAYOGU. NIM. P00320015023 ”Asuhan Keperawatan Pada Pasien


Post Operasi Apendiktomi Dalam Pemenuhan Kebutuhan Mobilitas Fisik Di
Ruang Melati RSUD Kota Kendari Tahun 2018”. Pembimbing I : Indriono Hadi,
S.Kep, Ns, M.Kes dan Pembimbing II : Fitri Wijayanti, S.Kep, Ns, M.Kep
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing
(apendiks). Tindakan pengobatan terhadap apendisitis dapat dilakukan dengan
cara operasi. Operasi apendiks dilakukan dengan cara apendiktomy yang
merupakan suatu tindakan pembedahan membuang apendiks. Salah satu faktor
yang mempengaruhi proses penyembuhan luka akibat operasi pembuangan
apendiks (apendektomi) adalah kurangnya/ tidak melakukan mobilisasi dini.
Mobilisasi merupakan faktor yang utama dalam mempercepat pemulihan dan
mencegah terjadinya komplikasi pasca bedah. Tujuan studi kasus ini adalah untuk
mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien post operasi apendiktomi dalam
pemenuhan kebutuhan mobilitas fisik di Ruang Melati RSUD Kota Kendari
Tahun 2018. Desain penelitian ini studi kasus, responden yaitu pasien post operasi
apendiktomi yang mengalami masalah dalam pemenuhan kebutuhan mobilitas
fisik. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara, observasi dan
dokumentasi, dengan menggunakan format asuhan keperawatan. Hasil pengkajian
yang didapatkan dari pasien post operasi apendiktomi masalah keperawatan yang
muncul adalah hambatan mobilitas fisik. Intervensi yang dilakukan selama 3 hari
perawatan. Hasil evaluasi pada pasien post operasi apendiktomi yang didapatkan
masalah hambatan mobilitas fisik dapat teratasi. Pada pasien post operasi
apendiktomi dengan masalah hambatan mobilitas fisik diri hendaknya sering
berlatih sehingga dapat mengurangi resiko karena tirah baring lama seperti
terjadinya dekubitus, kekakuan atau penegangan otot-otot di seluruh tubuh,
gangguan sirkulasi darah, gangguan pernapasan dan gangguan peristaltik maupun
berkemih.

Kata Kunci : Asuhan Keperawatan, Pemenuhan Kebutuhan Mobilitas Fisik, Post


Operasi Apendiktomi

6
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat Karunia-

Nya jualah, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini tepat

pada waktunya yang merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan

pendidikan di Poltekkes Kemenkes Kendari, dengan Judul : “Asuhan

Keperawatan Pada Pasien Post Operasi Apendiktomi Dalam Pemenuhan

Kebutuhan Mobilitas Fisik Di Ruang Melati RSUD Kota Kendari Tahun

2018”

Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah

membantu dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, secara khusus penulis

ucapakan terima kasih kepada bapak Indriono Hadi, S.Kep, Ns, M.Kes selaku

pembimbing I dan ibu Fitri Wijayanti, S.Kep, Ns, M.Kep selaku pembimbing II

yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis.

Pada kesempatan ini pula, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang

terhormat :

1. Askrening, SKM, M.Kes, selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Kendari.

2. Indriono Hadi, S.Kep, Ns. M.Kes, selaku Ketua Jurusan Keperawatan

Poltekkes Kemenkes Kendari..

3. Bapak Akhmad, SST, M.Kes, ibu Hj. Nurjannah, B.Sc, S.Pd, M.Kep dan

bapak Sahmad, S.Kep, Ns, M.Kep, selaku penguji I, II dan III yang telah

meluangkan waktunya untuk memberikan ujian kepada penulis demi

penyempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.

7
4. Seluruh dosen dan staf pengajar Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan

Keperawatan yang telah banyak membantu dan memberikan ilmu

pengetahuan maupun motivasi selama mengikuti pendidikan di Poltekkes

Kemenkes Kendari.

5. Dr. Ir. Sukanto Toding, MSP, MA, selaku Kepala Badan Penelitian dan

Pengembangan Provinsi Sulawesi Tenggara.

6. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari.

7. Teristimewa kepada ayahanda dan ibunda tersayang yang telah mengasuh,

membesarkan dengan cinta dan penuh kasih sayang, serta memberikan

dorongan moril, material dan spiritual, serta saudara-saudaraku, terimakasih

atas pengertiannya selama ini.

8. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan

Keperawatan angkatan 2015.

Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari

kesempurnaan, baik isi, bahasa, maupun materi. Oleh karena itu, dengan segala

kerendahan hati penulis menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun.

Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan kepada semua pihak yang telah

memberikan sumbangan kepada penulis, semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat

bermanfaat kepada kita semua. Amien

Kendari, Agustus 2018

Penulis

8
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i


HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................. ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................ iii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... iv
HALAMAN MOTTO ........................................................................................... v
INTISARI .............................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR........................................................................................... vii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 5
C. Tujuan Studi Kasus ........................................................................ 5
D. Manfaat Studi Kasus ....................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Konsep Dasar Apendisitis ............................................................... 8
B. Konsep Dasar Mobilissasi............................................................... 17
C. Asuhan Keperawatan dalam Pemenuhan Kebutuhan Mobilitas
Fisik................................................................................................. 19

BAB III METODE STUDI KASUS


A. Rancangan Studi Kasus................................................................... 28
B. Subjek Studi Kasus ......................................................................... 28
C. Fokus Studi Kasus........................................................................... 29
D. Definisi Operasional Studi Kasus ................................................... 29
E. Lokasi dan Waktu Studi Kasus ....................................................... 30
F. Metode Pengumpulan Data ............................................................. 30
G. Instrumen Studi Kasus .................................................................... 31
H. Analisa Data dan Penyajian Data.................................................... 31
I. Etika Studi Kasus ............................................................................ 32

BAB IV HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Studi Kasus ............................................................................ 34
B. Pembahasan..................................................................................... 44

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan ..................................................................................... 51
B. Saran................................................................................................ 52

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

9
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1 Lembar Permohonan Menjadi Responden


2 Surat Pernyataan Menjadi Rsponden
3 Asuhan Keperawatan
4 Surat Izin Pengambilan Data Awal dari Poltekkes Kendari
5 Surat Keterangan Bebas Administrasi
6 Surat Keterangan Bebas Pustaka
7 Surat Usulan Ijin Penelitian dari Jurusan
8 Surat Izin Penelitian dari Poltekkes Kendari
9 Surat Izin Penelitian dari Badan LITBANG Provinsi Sulawesi
Tenggara
10 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
11 Dokumentasi Penelitian

10
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saluran pencernaan merupakan saluran yang berfungsi menerima

makanan yang masuk dan mempersiapkan untuk diserap oleh tubuh.

Makanan yang masuk ke dalam tubuh dimetabolisme dan akan menghasilkan

energi bagi tubuh, memperbaiki jaringan yang rusak, membentuk enzim serta

hormon. Apabila saluran pencernaan mengalami gangguan maka akan

berakibat pada tubuh, salah satunya pada organ apendiks (Sjamsuhidajat &

De Jong, 2011).

Apendiks atau yang disebut juga dengan umbai cacing merupakan

bagian dari organ pencernaan yang sampai saat ini belum diketahui

fungsinya. Meskipun demikian tidak sedikit kasus kesehatan yang disebabkan

karena apendiks. Jika apendisitis tidak ditangani dengan segera bisa

berdampak lebih buruk (Sjamsuhidajat & De Jong, 2011).

Apendisitis atau infeksi apendiks adalah penyakit yang jarang mereda

dengan cepat, tetapi penyakit ini tidak dapat diramalkan dan mempunyai

kecenderungan menjadi progresif dan mengalami perforasi. Karena perforasi

jarang terjadi dalam 8 jam pertama, observasi aman untuk dilakukan dalam

masa tersebut. Tanda-tanda terjadinya perforasi meliputi meningkatnya nyeri,

spasme otot dinding perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis

umum atau abses yang terlokalisasi, ileus, demam, malaise, dan leukositosis

semakin jelas. Bila perforasi dengan peritonitis umum atau pembentukan

11
abses telah terjadi sejak pasien pertama kali datang, diagnosis dapat

ditegakkan dengan pasti (Mansjoer, 2012)

Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah

operasi untuk menutup asal perforasi. sedangkan jika terbentuk abses

apendiks akan teraba massa di kuadran kanan bawah yang cenderung

menggelembung ke arah rektum atau alat kelamin. Dampak lain yang dapat

terjadi berupa abses subfrenikus dan fokal sepsis intraabdominal lain.

Obstruksi intestinal juga dapat terjadi akibat perlengketan (Mansjoer, 2012).

Tindakan pengobatan terhadap apendisitis dapat dilakukan dengan cara

operasi. Operasi apendiks dilakukan dengan cara apendiktomy yang

merupakan suatu tindakan pembedahan membuang apendiks. Adapun respon

yang timbul setelah tindakan apendiktomy untuk mengambil umbai cacing

yang terinfeksi ini adalah nyeri. Nyeri menandakan bahwa terjadi kerusakan

jaringan dan nyeri bersifat subjektif pada masing-masing individu (Wijaya &

Putri, 2013).

Angka kejadian Apendisitis di negara maju lebih tinggi daripada di

negara berkembang. Namun, pada akhir-akhir ini kejadiannya menurun. Hal

ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat pada

diit harian (Sjamsuhidajat & De Jong, 2011). Angka kejadian apendisitis di

dunia mencapai 321 juta kasus tiap tahun. Statistik menunjukan bahwa setiap

tahun apendisitis menyerang 10 juta penduduk Indonesia. Morbiditas angka

apendisitis di Indonesia mencapai 95 per 1000 penduduk dan angka ini

merupakan tertinggi di antara negara-negara di Assosiation South East Asia

Nation (ASEAN) (Setyaningrum, 2013).

12
Survei di 12 provinsi di Indonesia tahun 2008 menunjukan jumlah

penduduk apendisitis yang dirawat di rumah sakit sebanyak 3.251 kasus.

Jumlah ini meningkat drastis dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu

sebanyak 1.236 orang. Tahun 2009, tercatat 2.159 orang di Jakarta yang

dirawat di rumah sakit akibat apendisitis. Departemen Kesehatan Republik

Indonesia menganggap apendisitis merupakan isu prioritas kesehatan di

tingkat lokal dan nasional karena mempunyai dampak besar pada kesehatan

masyarakat (Setyaningrum, 2013).

Jumlah kasus apendisitis menurut Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara

pada tahun 2017, dilaporkan sebanyak 980 dan 77 diantaranya menyebabkan

kematian. Jumlah penderita apendisitis tertinggi ada di Kota Kendari, yaitu

371 orang (Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara, 2017). Dari data RSUD

Kota Kendari menunjukan penderita apendisitis pada tahun 2015 sebayak 279

orang, diantaranya perempuan sebanyak 171 orang dan laki-laki 108 orang,

kemudian tahun 2016 sebanyak 332 orang, dan pada tahun 2017 menunjukan

sebanyak 371 orang (Rekam Medik dan SIRS RSUD Kota Kendari, 2017).

Salah satu faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka akibat

operasi pembuangan apendiks (apendektomi) adalah kurangnya/ tidak

melakukan mobilisasi dini. Mobilisasi merupakan faktor yang utama dalam

mempercepat pemulihan dan mencegah terjadinya komplikasi pasca bedah.

Mobilisasi sangat penting dalam percepatan hari rawat dan mengurangi resiko

karena tirah baring lama seperti terjadinya dekubitus, kekakuan atau

penegangan otot-otot di seluruh tubuh, gangguan sirkulasi darah, gangguan

pernapasan dan gangguan peristaltik maupun berkemih (Carpenito, 2010).

13
Namun, bila terlalu dini dilakukan dengan teknik yang salah, mobilisasi dapat

mengakibatkan proses penyembuhan luka menjadi tidak efektif. Oleh karena

itulah, mobilisasi harus dilakukan secara teratur dan bertahap, diikuti dengan

latihan Range of Motion (ROM) aktif dan pasif (Roper, 2012).

Keberhasilan mobilisasi dini tidak hanya mempercepat proses

pemulihan luka pasca pembedahan namun juga mempercepat pemulihan

peristaltik usus pada pasien pasca pembedahan (Israfi dalam Akhrita, 2011).

Hal ini telah dibuktikan oleh Wiyono dalam dalam Akhrita (2011) dalam

penelitiannya terhadap pemulihan peristaltik usus pada pasien pasca

pembedahan”. Hasil penelitiannya mengatakan bahwa mobilisasi diperlukan

bagi pasien pasca pembedahan untuk membantu mempercepat pemulihan

usus dan mempercepat penyembuhan luka pasien

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Ruang

Melati RSUD Kota Kendari pada tanggal 20 Maret 2018, peneliti

mendapatkan informasi bahwa dari 5 orang yang baru mengalami operasi

apendisitis mengatakan bahwa mereka sangat takut untuk melakukan

mobilisasi pasca operasi. Hal ini disebabkan karena pasien merasa sangat

kesakitan saat bergerak pasca efek anestesi operasi tersebut hilang.

Disamping itu, pasien juga mengungkapkan kekhawatiran jahitan luka bekas

operasi akan meregang atau terbuka jika mereka melakukan mobilisasi pasca

operasi. Mereka beranggapan mobilisasi dapat menyebabkan terjadinya ruam

atau lecet pada bagian abdomen bagian bawah, kekakuan atau penegangan

otot – otot di seluruh tubuh, pusing dan susah bernafas, juga susah buang air

14
besar maupun berkemih. Hal inilah yang menyebabkan banyak diantara

mereka untuk lebih memilih diam atau tidak bergerak diatas tempat tidur.

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas maka peneliti

tertarik mengangkat kasus tentang “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post

Operasi Apendisitis Dalam Pemenuhan Kebutuhan Mobilitas Fisik di Ruang

Melati RSUD Kota Kendari tahun 2018”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan oleh peneliti diatas,

maka perumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana asuhan

keperawatan pada pasien post operasi apendisitis dalam pemenuhan

kebutuhan mobilitas fisik di Ruang Melati RSUD Kota Kendari tahun 2018?

C. Tujuan Studi Kasus

1. Tujuan Umum

Mengetahui penerapan asuhan keperawatan pada pasien post

operasi apendisitis dalam pemenuhan kebutuhan mobilitas fisik di Ruang

Melati RSUD Kota Kendari tahun 2018.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan hasil pengkajian keperawatan pada pasien post

operasi apendisitis dalam pemenuhan kebutuhan mobilitas fisik di

Ruang Melati RSUD Kota Kendari tahun 2018.

b. Mampu melakukan rumusan diagnosa keperawatan pada pasien post

operasi apendisitis dalam pemenuhan kebutuhan mobilitas fisik di

Ruang Melati RSUD Kota Kendari tahun 2018.

15
c. Mampu melakukan rencana keperawatan pada pasien dengan pasien

post operasi apendisitis dalam pemenuhan kebutuhan mobilitas fisik

di Ruang Melati RSUD Kota Kendari tahun 2018.

d. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada pasien post operasi

apendisitis dalam pemenuhan kebutuhan mobilitas fisik di Ruang

Melati RSUD Kota Kendari tahun 2018.

e. Mampu melakukan evaluasi pada pasien post operasi apendisitis

dalam pemenuhan kebutuhan mobilitas fisik di Ruang Melati RSUD

Kota Kendari tahun 2018.

D. Manfaat Studi Kasus

1. Bagi Perawat

Dapat memberikan masukan bagi pengembangan profesi

keperawatan, baik pada masa pendidikan maupun di tempat pelayanan

kesehatan, dan sebagai masukan untuk menambah bahan informasi, dan

keterampilan bagi profesi keperawatan dalam memberikan asuhan

keperawatan yang optimal kepada klien terutama dengan masalah

penerapan asuhan keperawatan pada pasien post operasi apendisitis

dalam pemenuhan kebutuhan mobilitas fisik.

2. Bagi Masyarakat

Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pemenuhan

kebutuhan mobilitas fisik untuk mengaplikasikan bagaimana cara

melakukan mobilisasi dini.

16
3. Penulis

Sebagai pengembangan kemampuan peneliti dalam melaksanakan

asuhan keperawatan dan menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi

peneliti dalam penerapan asuhan keperawatan pada pasien post operasi

apendisitis dalam pemenuhan kebutuhan mobilitas fisik.

4. Peneliti Selanjutnya

Dapat digunakan sebagai perbandingan dan bahan untuk penelitian

selanjutnya di bidang keperawatan dan dapat menjadi referensi dan

rujukan dalam pembuatan ataupun pengaplikasian asuhan keperawatan

pada pasien post operasi apendisitis dalam pemenuhan kebutuhan

mobilitas fisik.

17
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Apendisitis

1. Pengertian

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau

umbai cacing (apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah

sekum (cecum). Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga

memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang

umumnya berbahaya (Nurarif dan Kusuma, 2015).

Apendisitis merupakan penyebab yang paling umum dari inflamasi

akut kuadran kanan bawah abdomen dan penyebab yang paling umum

dari pembedahan abdomen darurat. Pria lebih banyak terkena daripada

wanita, remaja lebih banyak dari orang dewasa; insiden tertinggi adalah

mereka yang berusia 10 sampai 30 tahun (Baughman dan Hackley,

2016).

2. Klasifikasi

Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), apendisitis diklasifikasikan

menjadi 3 yaitu :

a. Apendisitis akut

Apendisitis akut merupakan infeksi yang disebabkan oleh

bakteria. Dan faktor pencetusnya disebabkan oleh sumbatan lumen

apendiks. Selain itu hyperplasia jaringan limf, fikalit (tinja/batu),

tumor apendiks dan cacing askaris yang dapat menyebabkan

8
sumbatan dan juga erosi mukosa apendiks karena parasite (E.

histolytica).

b. Apendisitis rekurens

Apendisitis rekures yaitu jika ada riwayat nyeri berulang

diperut kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendiktomi.

Kelainan ini terjadi bila serangan yang apendiksitis akut pertama kali

sembuh spontan. Namun apendisitis tidak pernah kembali kebentuk

aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut.

c. Apendisitis kronis

Apendiditis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut

kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara

makroskopik dan mikroskopik (fibrosis menyeluruh di dinding

apendiks, sumbatan parsial atau lumen apendiks, adanya jaringan

parut dan ulkus lama dimukosa dan infiltasi sel inflamasi kronik),

dan keluhan menghilang setelah apendiktomi.

Sedangkan menurut Sjamsuhidayat dan De Jong W (2011),

apendisitis diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :

a. Apendisitis akut

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang

didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan

tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsangan

peritoneum lokal. Gejala apendisitis akut nyeri samar-samar dan

tumpul yang merupakan nyeri visceral didaerah epigastrium disekitar

umbilicus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah.

9
Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan

berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan

lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatic setempat.

b. Apendisitis kronis

Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika

ditemukan adanya riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2

minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan

mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis

menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial maupun total lumen

apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa dan

adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik. Insiden

apendisitis kronik antara 1-5%.

3. Manifestasi klinis

Menurut Baughman dan Hackley (2016), manifestasi klinis

apendisitis meliputi:

a. Nyeri kuadran bawah biasanya disertai dengan demam derajat

rendah, mual dan seringkali muntah.

b. Pada titik McBurney (terletak dipertengahan antara umbilicus dan

spina anterior dari ilium) nyeri tekan setempat karena tekanan dan

sedikit kaku dari bagian bawah otot rektus kanan.

c. Nyeri alih mungkin saja ada, letak apendiks mengakibatkan sejumlah

nyeri tekan, spasm otot, dan konstipasi atau diare kambuhan.

d. Tanda rovsing (dapat diketahui dengan mempalpasi kuadran kanan

bawah, yang menyebabkan nyeri pada kuadran kiri bawah).

10
e. Jika terjadi rupture apendiks, maka nyeri akan menjadi lebih

melebar; terjadi distensi abdomen akibat ileus paralitik dan kondisi

memburuk.

Sedangkan menurut Grace dan Borley (2014), manifestasi klinis

apendisitis meliputi :

a. Nyeri abdomen periumbilikal, mual, muntah

b. Lokalisasi nyeri menuju fosa iliaka kanan.

c. Pereksia ringan.

d. Pasien menjadi kemerahan, takikardi, lidah berselaput, halitosis.

e. Nyeri tekan (biasanya saat lepas) di sepanjang titik McBurney).

f. Nyeri tekan pelvis sisi kanan pada pemeriksaan per rektal.

g. Peritonitis jika apendiks mengalami perforasi.

h. Masa apendiks jika pasien datang terlampat.

4. Anatomi Fisiologi Apendiks

a. Anatomi

Apendiks merupkan organ yang berbentuk tabung dengan

panjang kira-kira 10 cm dan berpangkal pada sekum. Apendiks

pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke

delapan yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada

saatantennal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih

akan menjadi appendiks yang akan berpindah dari medial menuju

katup ileocaecal.

Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal

dan menyempit ke arah ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya

11
insidens apendisitis pada usia tersebut. Appendiks memiliki lumen

sempit di bagian proksimal dan melebar pada bagian distal. Pada

appendiks terdapat tiga tanea coli yang menyatu di persambungan

sekum dan berguna untuk mendeteksi posisi appendiks. Gejala klinik

apendisitis ditentukan oleh letak appendiks. Posisi appendiks

adalah retrocaecal (di belakang sekum) 65,28%, pelvic (panggul)

31,01%, subcaecal (di bawah sekum) 2,26%, preileal (di depan usus

halus) 1%, dan postileal(di belakang usus halus) 0,4%.

b. Fisiologi

Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu

secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir

ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampaknya

berperan pada patogenesis apendisitis. Imunoglobulin sekretoar

yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang

terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk appendiks ialah

imunoglobulin A (Ig-A). Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai

pelindung terhadap infeksi yaitu mengontrol proliferasi bakteri,

netralisasi virus, serta mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen

intestinal lainnya. Namun, pengangkatan appendiks tidak

mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan sedikit

sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh

tubuh.

12
5. Patofisiologi

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen

apendiks oleh hiperplasia folokel limfoid, fekalit, benda asing, striktutur

karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.

Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa

mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak,

namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga

menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat

tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,

diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi

apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Apabila

sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut

akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan

menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai

peritonium setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan

bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuraktif akut. Apabila

kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks

yang diikuti dengan gengren. Stadium disebut dengan apendisitis

gangrenosa. Bila dinding yang rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis

perforasi. Bila proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang

berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa

lokal yang disebut infiltrat apendikularis. Oleh karena itu tindakan yang

paling tepat adalah apendiktomi, jika tidak dilakukan tindakan segera

13
mungkin maka peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau

menghilang (Mansjoer, 2012)

Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat

atau tersumbat kemungkinan oleh fekolit (massa keras dari faeces) atau

benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal,

menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif,

dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari

abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus (Munir, 2011).

6. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Nuraruf dan Kusuma (2015), pemeriksaan penunjang

apendiks meliputi :

a. Pemeriksaan fisik

1) Inspeksi : akan tampak adanya pembengkakan (swelling)rongga

perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).

2) Palpasi : didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa

nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri(Blumberg

sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendisitis

akut.

3) Dengan tindakan tungkai bawah kanan dan paha diteku

kuat/tungkai di angkat tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di perut

semakin parah (proas sign).

4) Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah

bila pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri

juga.

14
5) Suhu dubur yang lebih tinggi dari suhu ketiak, lebih menunjang

lagi adanya radang usus buntu.

6) Pada apendiks terletak pada retro sekal maka uji psoas akan

positif dan tanda perangsangan peritoneum akan lebih menonjol.

b. Pemeriksaan Laboratorium

Kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga 10.000-

18.000/mm3. Jika peningkatan lebih dari itu, maka kemungkinan

apendiks sudah mengalami perforasi (pecah).

c. Pemeriksaan Radiologi

1) Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit.

2) Ultrasonografi (USG)

3) CT Scan

4) Kausu kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen, USG

abdomen dan apendikogram.

7. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pasca oprasi menurut Mansjoer (2012) :

a. Perforasi apendiks

Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga

bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12

jam pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24

jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan

gambaran klinis yang timbul dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari

38,5 derajat celcius, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut dan

leukositosis. Perforasi dapat menyebabkan peritonitis.

15
b. Peritonitis

Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan

komplikasi berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun

kronis. Bila infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum

menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltic

berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang dan

hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan

sirkulasi dan oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang

semakin hebat, nyeri abdomen, demam dan leukositosis.

c. Abses

Abses merupakan peradangan apendisitis yang berisi pus.

Teraba masa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Masa

ini mula-mula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga

yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila apendisitis gangrene atau

mikroperforasi ditutupi oleh omentum.

8. Penatalaksanaan

Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah

ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan

dilakukan. Analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakan.

Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan

sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.

Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal

dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparaskopi, yang merupakan

metode terbaru yang sangat efektif. Konsep asuhan keperawatan sebelum

16
operasi dilakukan klien perlu dipersiapkan secara fisik maupun psikis,

disamping itu juga klien perlu diberikan pengetahuan tentang peristiwa

yang akan dialami setelah dioperasi dan diberiakan latihan-latihan fisik

(pernafasan dalam, gerakan kaki dan duduk) untuk digunakan dalam

periode post operatif. Hal ini penting oleh karena banyak klien merasa

cemas atau khawatir bila akan dioperasi dan juga terhadap penerimaan

anastesi.

B. Konsep Dasar Mobilisasi

1. Definisi

Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara

bebas dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sehat menuju kemandirian

dan imobilisasi yang mengacu pada ketidakmampuan seseorang untuk

bergerak dengan bebas (Potter & Perry, 2012).

Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara

bebas, mudah, dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan

hidup sehat. Setiap orang butuh untuk bergerak. Kehilangan kemampuan

untuk bergerak menyebabkan ketergantungan dan ini membutuhkan

tindakan keperawatan. Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan

kemandirian diri, meningkatkan kesehatan, memperlambat proses

penyakit khususnya penyakit degeneratif, dan untuk aktualisasi diri,

harga diri dan citra tubuh (Mubarak dan Chayatin, 2010). Sedangkan,

mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam pergerakan fisik secara mandiri

dan terarah pada tubuh atau satu ekstremitas atau lebih (Wilkinson,

2012).

17
2. Jenis mobilisasi

Menurut Hidayat, (2009) jenis mobilisasi di bedakan berdasarkan

kemampuan gerakan yang dilakukan oleh seseorang yaitu:

a. Mobilisasi penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak

secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial

dan menjalankan peran sehari-hari. Mobilisasi penuh ini merupakan

fungsi saraf motorik dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh

area tubuh seseorang.

b. Mobilisasi sebagian merupakan kemampuan seseorang untuk

bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara

bebas karena di pengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik

pada area tubuh.

3. Tujuan mobilisasi dini

Mobilisasi dini bertujuan untuk mengurangi komplikasi pasca

bedah, terutama atelektasis dan pneunomia hipostasis,mempercepat

terjadinya buang air besar dan buang air kecil secara rasa nyeri pasca

operasi. Mobilisasi yang dilakukan untuk meningkatkan ventilasi,

mencegah stastis drah dengan meningkatkan kecepatan sirkulasi pada

ekstremitas dan kecepatan pemulihan pada luka abdomen (Suzanne C,

2010).

4. Latihan rentang gerak (ROM)

Kemampuan sendi untuk melakukan pergerakan pada pasien

berbeda sesuai dengan kondisi kesehatannya. Latihan rentang gerak

merupakan gerakan yang mungkin dilakukan sendi pada salah satu dari

18
tiga potongan tubuh yaitu sagital, frontal, dan trasfersal (Potter dan

Perry, 2012).

Latihan rentang gerak ini dilakukan pada masing-masing

persendian dengan melakukan gerakan yang tidak membahayakan latihan

ROM dapat dilakukan secara aktif dan pasif. Latihan ROM secara pasif

merupakan latihan dimana perawat menggerakan persendian pasien

sesuai dengan rentang geraknnya. Sedangkan latihan ROM secara aktif

adalah ROM yang dilakukan oleh pasien sendiri tanpa bantuan perawat

dan alat bantu. Perbedaan latihan ROM pasif dan aktif bergantung pada

ada tidaknya bantuan yang diberikan perawat pada pasien dalam

melakukan ROM (Asmadi, 2010)

C. Asuhan Keperawatan Dalam Pemenuhan Kebutuhan Mobilitas Fisik

1. Pengkajian Keperawatan

Hidayat (2009) mengatakan bahwa pengkajian pada masalah

pemenuhan kebutuhan mobilitas adalah sebagai berikut:

a. Identitas

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, tanggal atau

jam masuk rumah sakit, nomer register, diagnosa, nama orang tua,

umur, pendidikan, pekerjaan, agama dan suku bangsa.

b. Riwayat penyakit sekarang

Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alasan pasien yang

menyebabkan terjadi keluhan/gangguan dalam mobilitas seperti

adanya nyeri, kelemahan otot, kelelahan, tingkat mobilitas, daerah

terganggunya mobilitas, dan lama terjadinya gangguan mobilitas.

19
c. Riwayat penyakit dahulu

Meliputi penyakit apa yang pernah diderita oleh klien seperti

hipertensi, operasi abdomen yang lalu, apakah klien pernah masuk

rumah sakit, obat-obatan yang pernah digunakan apakah mempunyai

riwayat alergi dan imunisasi apa yang pernah didapatkan.

d. Riwayat keperawatan keluarga

Adalah keluarga yang pernah menderita penyakit diabetes

mellitus, hipertensi, gangguan jiwa atau penyakit kronis lainnya

upaya yang dilakukan dan bagaimana genogramnya.

e. Pola fungsi kesehatan

1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat

Adakah kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan,

alkohol dan kebiasaan olahraga (lama frekuensinya), bagaimana

status ekonomi keluarga kebiasaan merokok dalam

mempengaruhi penyembuhan luka.

2) Pola tidur dan istirahat

Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat

sehingga dapat menggganggu kenyamanan pola tidur klien.

3) Pola aktivitas

Aktivitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak

karena rasa nyeri luka operasi, aktivitas biasanya terbatas karena

harus badrest berapa waktu lama seterlah pembedahan.

20
4) Pola hubungan dan peran.

Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak

bisa melakukan peran baik dalam keluarganya dan dalam

masyarakat. Penderita mengalami emosi yang tidak stabil.

5) Pola sensorik dan kognitif

Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan, peran

serta pendengaran, kemampuan, berfikir, mengingat masa lalu,

orientasi terhadap orang tua, waktu dan tempat.

6) Pola penanggulangan stres

Kebiasaan klien yang digunakan dalam mengatasi

masalah.

7) Pola tata nilai dan kepercayaan

Bagaimana keyakinan klien pada agamanya dan

bagaimana cara klien mendekatkan diri dengan tuhan selama

sakit.

f. Pemerikasan fisik.

1) Status kesehatan umum.

Kesadaran biasanya compos mentis, ekspresi wajah

menahan sakit ada tidaknya kelemahan.

2) Integumen

Ada tidaknya oedema, sianosis, pucat, pemerahan luka

pembedahan pada abdomen sebelah kanan bawah.

21
3) Kepala dan Leher

Ekspresi wajah kesakitan, pada konjungtiva apakah ada

warna pucat.

4) Thorak dan paru

Apakah bentuknya simetris, ada tidaknya sumbatan jalan

nafas, gerakan cuping hidung maupun alat bantu nafas,

frekwensi pernafasan biasanya normal (16-20 kali permenit).

Apakah ada ronchi , whezing, stidor.

5) Abdomen

Pada post operasi biasanya sering terjadi ada tidaknya

pristaltik pada usus ditandai dengan distensi abdomen, tidak

flatus dan mual, apakah bisa kencing spontan atau retensi urine,

distensi supra pubis, periksa apakah menglir lancar, tidak ada

pembuntuan serta terfiksasi dengan baik.

6) Ekstermitas

Apakah ada keterbatasan dalam aktivitas karena adanya

nyeri yang hebat dan apakah ada kelumpuhan atau kekakuan.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang bisa muncul pada klien dengan pasca

operasi apendisitis (Herdman 2012) adalah hambatan mobilitas fisik.

Definisi : keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh atau satu atau lebih

ekstremitas secara mandiri dan terarah.

22
Batasan karakteristik :

a. Penurunan waktu reaksi.

b. Kesulitan membolak-balik posisi.

c. Dispnea setelah beraktivitas.

d. Perubahan cara berjalan.

e. Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar

f. Keterbatasan rentang pergerakan sendi.

g. Pergerakan lambat.

h. Pergerakan tidak terkoordinasi.

Faktor yang berhubungan :

a. Intoleransi aktivitas

b. Ansietas.

c. Kontraktur.

d. Penurunan kekuatan otot.

e. Ketidaknyamanan.

f. Nyeri.

g. Progam pembatasan gerak

3. Intervensi Keperawatan

Berdasarkan diagnosa keperawatan gangguan mobilitas fisik maka

intervensi dari diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah:

Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, terapi restriktif

(Nurarif & Kusuma 2015).

23
Nursing Outcomes Clasification (NOC) :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan

terjadi peningkatan mobilitas fisik sesuai kemampuan, mampu

melakukan mobilisasi di tempat tidur, mampu melakukan aktivitas.

Kriteria Hasil :

a. Klien meningkat dalam aktivitas fisik

b. Klien mengerti tujuan dan penngkatan mobilitas fisik

c. Klien mampu memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan

kekuatan dan kemampuan berpindah

Nursing Interventions Calssification (NIC)

Aktivitas keperawatan

a. Kaji TTV dan derajat mobilisasi

Rasional : Mengetahui tingkat kemampuan pasien dalam melakukan

aktivitas

b. Bantu klien untuk melakukan latihan gerak dimulai dari duduk

Rasional : Meningkatkan mobilisasi secara bertahap

c. Instruksikan klien tidur kembali jika saat duduk terasa nyeri

Rasional : Menghindari terjadinya redresing

d. Anjurkan klien berubah posisi tiap 2 jam sekali,

Rasional : Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernafasan

(dikubitus, pneumonia)

e. Bantu pasien melakukan mobilisasi dini ditempat tidur

24
Rasional : Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal,

memperthankan tonus otot, mempertahankan gerak sendi, mencegah

kontraktur/ atrofi.

4. Implementasi

Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana

tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah

direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat, apakah

rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan oleh pasien saat ini.

Semua tindakan yang telah dilaksanakan beserta respons pasien

didokumentasikan (Prabowo, 2014).

Tindakan keperawatan yang dilakukan selama melakukan asuhan

keperawatan di rumah sakit adalah menganjurkan klien untuk mengubah

posisi tidur yang nyaman tiap 2 jam, dorong klien untuk beraktifitas

secara mandiri, misal mengambil minum, mengambil makan, melibatkan

keluarga dalam aktivitas klien.

5. Evaluasi

Menurut Direja (2011), evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk

menilai efek dari tindakan keperawatan kepada pasien. Evaluasi dapat

dibagi dua yaitu: Evaluasi proses atau formatif yang dilakukan setiap

selesai melaksanakan tindakan, dan evaluasi hasil atau sumatif yang

dilakukan dengan membandingkan antara respons pasien dan tujuan

khusus serta umum yang telah ditentukan. Evaluasi dapat dilakukan

dengan menggunakan pendekatan SOAP, sebagai berikut :

25
a. S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang

telah dilaksanakan dapat di ukur dengan menanyakan kepada

pasien langsung.

b. O : Respon objektif pasien terhadap tinddakan keperawatan yang

telah dilaksanakan. Dapat diukur dengan mengobservasi perilaku

pasien pada saat tindakan dilakukan.

c. A : Analisis ulang atas data subjektif data subjektif dan objektif

untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul

masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah

yang ada .

d. P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada

respon pasien yang terdiri dari tindakan lanjut pasien dan

tindakan lanjut oleh perawat.

Rencana tindakan lanjut dapat berupa:

a. Rencana diteruskan jika masalah tidak berubah

b. Rencana dimodifikasi jika masalah tetap, semua tindakan sudah

dijalankan tetapi hasil belum memuaskan

c. Rencanakan dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan bertolak

belakang dengan masalah yang ada serta diagnosa lama dibatalkan

d. Rencana atau diagnosa selesai jika tujuan sudah tercapai dan yang

diperlukan adalah memelihara dan mempertahankan kondisi yang

baru.

26
Pasien dan keluarga perlu dilibatkan dalam evaluasi agar dapat

melihat perubahan berusaha mempertahankan dan memelihara. Pada

evaluasi sangat diperlukan reinforment untuk menguatkan perubahan

yang positif. Pasien dan keluarga juga dimotivasi untuk melakukan self-

reinforcement (Prabowo, 2014).

27
BAB III

METODE STUDI KASUS

A. Rancangan Studi Kasus

Desain studi kasus yang digunakan adalah deskriptif yang bertujuan

untuk menerangkan atau menggambarkan masalah penelitian yang terjadi

(Hidayat, 2009). Studi kasus ini ditujukan untuk membuat gambaran tentang

studi keadaan secara objektif dan menganalisa lebih mendalam tentang

asuhan keperawatan pada pasien post operasi apendisitis dalam pemenuhan

kebutuhan mobilitas fisik di Ruang Melati RSUD Kota Kendari tahun 2018.

B. Subjek Studi Kasus

Subjek studi kasus ini mengambil subjek satu partisipan yaitu partisipan

yang terdiagnosa post operasi apendisitis yang mengalami masalah dalam

pemenuhan kebutuhan mobilitas fisik. Adapun kriteria sampel dalam

penelitian ini adalah :

1. Kriteria inklusi yaitu karakteristik umum subjek penelitian dari suatu

populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2015).

Kriteria Inklusi :

a. Pasien bersedia menjadi responden

b. Pasien post operasi apendisitis dengan masalah pemenuhan

kebutuhan mobilitas fisik

c. Pasien post operasi apendisitis yang sudah kooperatif dan sudah bisa

berkomunikasi verbal dengan cukup baik

28
d. Pasien post operasi apendisitis dengan masalah pemenuhan

kebutuhan mobilitas fisik yang berada di Ruang Melati RSUD Kota

Kendari

2. Kriteria ekslusi yaitu menghilangkan/mengeluarkan subjek yang

memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam,

2015). Kriteria ekslusi : Pasien yang mengalami cacat fisik yang dapat

mengganggu proses studi kasus.

C. Fokus Studi Kasus

1. Hambatan mobilitas fisik pada pasien post operasi apendisitis

2. Penerapan latihan ROM pada pasien post operasi apendisitis

D. Definisi Operasional Fokus Studi

1. Asuhan keperawatan

Asuhan keperawatan pasien post operasi apendisitis yang mengalami

masalah dalam pemenuhan kebutuhan mobilitas fisik yang meliputi

pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.

2. Pasien apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau

umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut

sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi

yang umumnya berbahaya.

3. Kebutuhan mobilitas fisik adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk

mengatasi keterbatasan dalam pergerakan fisik secara mandiri dan terarah

pada tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.

29
E. Lokasi dan Waktu Studi Kasus

1. Lokasi Studi Kasus

Studi kasus ini telah dilaksanakan di Ruang Melati RSUD Kota

Kendari.

2. Waktu Studi Kasus

Studi kasus ini telah dilaksanakan pada tanggal 23 Juli 2018 -

30 Juli 2018.

F. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara menggabungkan dari

berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Peneliti

menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk

mendapatkan data dari sumber yang sama yaitu dengan menggunakan teknik

observasi partisipatif, wawancara mendalam, dan dokumentasi untuk sumber

data yang sama secara serempak (Sugiyono, 2014).

1. Observasi

Dalam observasi ini, peneliti mengobservasi atau melihat kondisi

dari pasien seperti keadaan umum pasien, ekspresi pasien saat

berkomunikasi dan kegiatan pasien di ruangan.

2. Wawancara

Peneliti melakukan wawancara dengan partisipan menggunakan

format pengkajian yang telah disediakan mulai dari pengkajian identitas

sampai kepada aspek medik.

30
3. Dokumentasi

Peneliti melakukan pendokumentasian tindakan yang telah

dilakukan.

G. Instrumen Studi Kasus

Instrumen studi kasus atau disebut alat pengumpulan data. Dalam

pembuatannya mengacu pada variabel penelitian, definisi operasional dan

skala pengukuran data yang dipilih (Suyanto, 2011).

Instrumen yang digunakan dalam studi kasus ini adalah format asuhan

keperawatan, format skrining dan alat-alat pemeriksaan fisik. Pengumpulan

data dilakukan dengan cara anamnesa, observasi langsung, dan studi

dokumentasi.

g. Format pengkajian keperawatan terdiri dari: identitas pasien, riwayat

penyakit dahulu, riwayat keperawatan keluarga, pola fungsi kesehatan

dan pemerikasan fisik.

h. Format diagnosa keperawatan masalah dalam pemenuhan kebutuhan

mobilitas fisik.

i. Format rencana asuhan keperawatan terdiri dari: diagnosa keperawatan,

intervensi.

j. Format implementasi keperawatan terdiri dari: hari dan tanggal, diagnosa

keperawatan, implementasi keperawatan, dan paraf yang melakukan

implementasi keperawatan.

k. Format evaluasi keperawatan terdiri dari: hari dan tanggal, diagnosa

keperawatan, evaluasi keperawatan, dan paraf yang mengevaluasi

tindakan keperawatan

31
H. Analisa Data dan Penyajian Data

Data yang ditemukan saat pengkajian dikelompokan dan dianalisis

berdasarkan data subjektif dan objektif, sehingga dapat dirumuskan diagnosa

keperawatan, kemudian menyusun rencana keperawatan dan melakukan

implementasi serta evaluasi keperawatan dengan cara dinarasikan. Analisis

selanjutnya membandingkan asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada

pasien dengan teori dan penelitian terdahulu (Nursalam, 2015).

I. Etika Studi Kasus

Sebelum melaksanakan studi kasus, peneliti memandang perlu adanya

rekomendasi pihak institusi pendidikan atau pihak lain dengan mengajukan

permohonan izin kepada instansi tempat pelaksanaan studi kasus, dalam hal

ini RSUD Kota Kendari. Setelah mendapat persetujuan, studi kasus dapat

dilakukan dengan menekankana masalah etika studi kasus yang meliputi :

1. Informed Consent (Lembar persetujuan responden)

Informed Consent diberikan kepada petugas ruangan sebelum

meminta persetujuan responden dengan tujuan supaya subyek

mengetahui maksud dan tujuan serta dampak pengumpulan data, jika

subyek bersedia diteliti maka subyek harus menandatangani lembar

persetujuan tersebut, jika subyek tidak bersedia diteliti maka peneliti

harus tetap menghormati hak klien.

2. Anonymity (Tanpa Nama)

Untuk menjaga kerahasiaan subyek maka tidak dicantumkan

identitas dari subyek dengan tidak mencantumkan nama dalam lembar

pengumpulan data.

32
3. Confidentiality (kerahasian)

Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari subyek dijamin

oleh peneliti. Hanya kelompok data tertentu yang akan disajikan pada

hasil penelitian.

33
BAB IV

HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Studi Kasus

Penelitian ini telah dilaksanakan dari tanggal 23 Juli 2018 s/d

30 Juli 2018 di Ruang Melati RSUD Kota Kendari.

1. Pengkajian

a. Identitas Klien

Hasil pengkajian diperoleh data antara lain, nama klien Nn. M,

usia 14 tahun, beragama Islam, pendidikan terakhir Sekolah

Menengah Pertama (SMP), pekerjaan Pelajar, beralamat di Ds.

Lamoluo Kab. Konawe Kepulauan dirawat di RSUD Kota Kendari

dengan diagnosa medis post operasi appendiktomi, dan nomor

registrasi 16.52.85. Identitas penanggung jawabnya adalah Ny. SN

berusia 34 tahun, pendidikan terakhir Sekolah Menengah Pertama

(SMP), bekerja sebagai ibu rumah tangga, alamat di Ds. Lamoluo

Kab. Konawe Kepulauan, hubungan dengan pasien adalah ibu.

b. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan utama

Klien saat dikaji nyeri pada abdomen kuadran 4, riwayat

penyakit sekarang pasien mengatakan 3 hari yang lalu tanggal

21 Juli 2018, perut bagian kanan bawah terasa nyeri, lalu pasien

membeli obat di warung namun sakitnya tidak berkurang, lalu

pada tanggal 25 Juli 2018 pasien dibawa ke RSUD Kota

Kendari, pasien mengeluh badan lemas, mual, tidak nafsu

34
makan, perut terasa perih dan perut terasa nyeri dengan TTV

TD: 120/70 mmHg, RR:22 x/menit, N:86 x/menit, S: 380C, di

IGD mendapat terapi infus RL 24 tpm, ranitidin 2x1 amp,

antrain 2x1 amp, lalu pasien dibawa ke ruang melati, tanggal 26

Juli 2018 jam 10.00 WIB, pasien mengatakan lemas, pola

makan berkurang, mual-mual, lalu pasien diberi terapi obat

cefotaksin 2x1 amp, metro 3x500 mg, ranitidi 1 amp, antrain 1

amp, infus RL 20 tpm, pada tanggal 26 Juli 2018 pasien di

operasi jam 10.15 WIB selesai jam 11.30 WITA, lalu di bawa ke

ruang melati, pemantauan TTV TD:110/70 mmHg, N:76

x/menit, S: 37,7°C, RR: 20 x/menit, pasien belum sadar penuh,

kemudian pasien sadar jam 13.00 ruang melati, lalu pasien

mendapatkan terapi obat injeksi ranitidin, antrain.

2) Riwayat penyakit dahulu,

Klien mengatakan tidak mempuyai riwayat penyakit

seperti DM dan klien mengatakan belum pernah dirawat di

rumah sakit.

3) Riwayat kesehatan keluarga (Genogram)

X X X X

35
Keterangan :

: laki-laki

: perempuan

: pasien

: tinggal dalam satu rumah

X : Meninggal

Riwayat kesehatan keluarga, klien mengatakan bahwa di

dalam keluarganya maupun keluarga klien tidak ada penyakit

keturunan seperti diabetes melitus, jantung, dan hipertensi.

Riwayat kesehatan lingkungan, klien mengatakan lingkungan

rumahnya bersih, terdapat ventilasi, ada tempat pembuangan

sampah, jauh dari sungai atau pabrik.

c. Pola Kebutuhan Dasar

Hasil pengkajian menurut pola gordon, sebagai berikut :

1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan

Klien mengatakan bahwa sehat itu penting dan berharga,

menurut klien sakit merupakan sesuatu yang tidak nyaman,

apabila ada anggota keluarga yang sakit segera diperiksakan ke

puskesmas atau dokter.

2) Pola nutrisi dan metabolisme

Sebelum sakit klien makan 3x sehari dengan nasi, sayur,

lauk, teh atau air putih, klien tidak memiliki keluhan dan makan

satu porsi habis. Selama sakit klien makan 3x sehari dengan

36
makanan yang disediakan rumah sakit nasi lembek, sayur, teh

atau air putih, 1 porsi habis.

3) Pola eliminasi BAB

Baik sebelum sakit maupun selama sakit klien tidak

memiliki keluhan. Klien BAB 1x sehari dengan konsistensi

lunak, bau khas, dan warna kuning kecokelatan. Pada pola

eliminasi BAK, sebelum sakit klien mengatakan BAK 4-6x

sehari ± 150cc sekali BAK dengan warna kuning jernih, bau

amoniak, dan tidak ada keluhan. Selama sakit, klien BAK

1000cc per 24 jam, warna kuning kecoklatan, bau amoniak.

4) Pola aktivitas dan latihan

Sebelum sakit klien mampu melakukan perawatan diri

secara mandiri (score 0). Selama sakit untuk makan atau minum,

berpakaian, mobilitas di tempat tidur, berpindah, toileting,

pasien memerlukan bantuan orang lain (score 2). Sedangkan

untuk ambulasi/ROM tergantung total (score 2).

5) Pola istirahat tidur

Sebelum sakit pasien mengatakan bisa tidur 21.00 WIB

sampai jam 04.30 WIB dan jarang tidur siang. Selama sakit

pasien mengatakan tidak bisa tidur dan tidur sebentar-sebentar

bangun kira-kira 2-3 jam dalam 24 jam, pasien juga mengatakan

suhu dilingkungan ruang panas.

37
6) Pola kognitif – perseptual

Sebelum sakit pasien sadar penuh, penglihatan dan

pendengaran normal tidak menggunakan alat bantu. Selama

sakit pasien sadar penuh penglihatan dan pendengaran normal

tidak menggunakan alat bantu P: pasien mengatakan nyeri

waktu bergerak, Q: nyeri seperti di tusuk-tusuk, R: nyeri pada

bagian post operasi abdomen pada kanan bawah, S: skala nyeri

6, T: nyeri sewaktu-waktu 5 menit.

7) Pola persepsi konsep diri

Gambaran diri klien menerima dengan keadaan sakitnya

saat ini, ideal diri klien ingin segera sembuh dan pulang ke

rumah agar bisa melakukan aktivitasnya kembali, harga diri

klien tidak merasa rendah diri dengan penyakitnya, peran diri

klien seorang ibu rumah tangga, sedangkan identitas diri klien

berjenis kelamin perempuan dengan usia 42 tahun, bekerja

sebagai wira swasta.

8) Pola hubungan peran

Pasien mengatakan sebelum sakit maupun selama sakit

hubungannya dengan keluarga, saudara, tetangga-tetangganya

baik dan tidak ada masalah.

9) Pola seksual reproduksi

Pasien seorang perempuan berusia 14 tahun.

38
10) Pola mekanisme koping

Sebelum sakit pasien mengatakan bila mempunyai

masalah selalu mengatakan kepada keluarga dan

bermusyawarah untuk memecahkan masalah, dan selama sakit

pasien mengatakan saat mengetahui masalah kesehatannya

pasien merundingkan dengan keluarganya untuk segera

melakukan penanganan lebih lanjut

11) Pola nilai dan keyakinan

Pasien beragama Islam selalu menjalankan sholat 5 waktu,

tetapi selama sakit pasien mengatakan hanya bisa berdoa.

d. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan klien dengan kesadaran

composmentis, TD (tekanan darah) 120/70 mmHg, nadi 80x/menit

teraba kuat dan irama teratur, respirasi 15x/menit irama teratur, dan

suhu 36,5°C. Bentuk kepala mesochepal, kulit kepala bersih tidak

ada ketombe. Rambut kuat, hitam. Pada pemeriksaan mata,

didapatkan data mata simetris kanan-kiri, fungsi penglihatan baik,

konjungyiva tidak anemis, dan sklera tidak ikterik. Pada

pemeriksaan hidung, bersih, tidak ada polip, dan tidak terdapat

sekret. Mulut simetris, bersih, dan mukosa bibir lembab. Gigi sejajar

dan bersih tidak ada lubang. Telinga simetris, tidak ada serumen, dan

tidak mengalami gangguan pendengaran. Pada pemeriksaan leher,

tidak terdapat pembesaran tyroid.

39
Pada pemeriksaan fisik paru, didapatkan hasil Inspeksi :

bentuk dada simetris, Palpasi : vocal fremitus kanan dan kiri

sama, Perkusi : sonor, Auskultasi : suara vesikuler dan irama

teratur. Pada pemeriksaan fisik jantung, didapatkan hasil

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak, Palpasi : ictus cordis teraba

kuat di SIC V, Perkusi : pekak, Auskultasi : Bunyi jantung I dan

Bunyi jantung II sama, tidak ada suara tambahan, irama reguler.

Pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan hasil Inspeksi :

terdapat luka post operasi pada kanan bawah kurang lebih 5 cm,

tidak ada tanda infeksi pada luka post operasi, Auskultasi :

bising usus 15x/menit, Perkusi : redup di kuadran 1 dan tympani

di kuadran 2, 3, 4, Palpasi : adanya nyeri tekan skala 6.

Pada pemeriksaan genetalia, didapatkan hasil genetalia

bersih dan tidak ada jejas, pemeriksaan rektum bersih, pada

pemeriksaan ekstremitas bagian atas didapatkan hasil kekuatan

otot tangan kanan dan kiri 5 (bergerak bebas), tangan kiri

mampu bergerak bebas tetapi tangan kanan gerakan terbatas

karena terpasang infus RL 20 tpm, perabaan akral hangat, tidak

ada oedema, dan capilary refill< 2 detik. Pada pemeriksaan

ekstremitas bagian bawah diperoleh hasil kekuatan otot kaki

kanan 5 (mampu bergerak), kekuatan kaki kiri 5 (mampu

bergerak), perabaan akral hangat, tidak ada oedema, dan

capilary refill< 2 detik.

40
e. Pemeriksaan Penunjang

1) Hasil Labolatorium

Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 25 Juli 2018

diperoleh hasil: hemoglobin 13.1 g/dl (nilai normal 12.00-

16.00), hematokrit 39.9% (nilai normal 37.00-47.00), leukosit

6.4 ribu/ul (nilai normal 5-10), trombosit 204 ribu/ul (nilai

normal 150-300), eritrosit 4.35 juta/ul (nilai normal 4.00-

5.00), MPV 5.2 fl (nilai normal 6.5-12.000), LDW 17.0 %

(nilai normal 9.0-17.0), MCV 91.7 fl (nilai normal 82.0-92.0),

MCH 30.1 pg ( nalai naormal 27.0-31.0), MCHC 32.8 g/dl

(nilai normal 32.0-37.0), limfosit 38.0 % (nilai normal 25.0-

40.0), monosit 6.0 % (nilai normal 3.0-9.0), limfosil 2.4

x10^3ul (nilai normal 1.25-40), monosit 0.43 x10^3ul (nilai

normal 0.30-1.00), gran 56.0 % (nilai normal 50.0-7.00), gran

3.6 x10^3ul (nilai normal 2.50-70.0), ROW 12.3 % (nilai

normal 11.5-14.7), CT 03.30 menit (nilai normal 2.8), BT 02.0

menit (nilai normal 1-3), GDS 90 mg/dl (nilai normal 70-150),

creatinin 0.99 mg/dl (nilai normal 0,5-09), ureum 29 mg/dl (nilai

normal 10-50).

2) Pemeriksaan USG

Hasil pemeriksaan USG pada tanggal 25 Juli 2018 kesan:

pada waktu pemeriksaan USG abdomen tampak, MC burney

gambaran proses sedang (appendiksitis sup akut), tidak tampak

tanda-tanda infeltrat, tidak tampak tanda-tanda perfolasi.

41
f. Terapi

Selama dirawat di ruang melati, klien mendapat therapy infus

RL 20 tpm untuk mengembalikan cairan elektrolit, injeksi cefotaxine

10 mg/2 jam untuk anti infeksi, dan injeksi ranitidine 50 mg/12 jam

untuk pengobatan tukak lambung jangka pendek, injeksi antrain 10

mg/8 jam untuk anti nyeri dan demam.

2. Diagnosa Keperawatan

Data subyektif : pasien mengatakan untuk bergerak kesakitan,

untuk membolak-balik posisi. Data obyektif : ambulasi pasien tampak

hanya bisa miring kanan, kiri, ROM ekstremitas bawah gerak terbatas,

berdasarkan penulisan data di atas maka penulis merumuskan masalah

keperawatan yaitu hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan

penurunan kendali otot.

3. Intervensi Keperawatan

Perencanaan dari masalah keperawatan pada tanggal 27 Juli 2018

penulis menyusun suatu intervensi sebagai tindak lanjut pelaksanaan

asuhan keperawatan pada Nn. S dengan diagnosa keperewatan hambatan

mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot, setelah di

lakukan tindakan keperawatan selam 3x24 jam diharapkan klien

mengalami peningkatan gerak dengan kriteria hasil : Klien bisa

melakukan mobilisasi bertahap, dimulai dari duduk. Intervensi yang

dilakukan yaitu : kaji TTV dan derajat mobilisasi, bantu klien untuk

melakukan latihan gerak dimulai dari duduk, instruksikan klien tidur

42
kembali jika saat duduk terasa nyeri, anjurkan klien berubah posisi tiap 2

jam sekali, bantu pasien melakukan mobilisasi dini ditempat tidur

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi hari pertama hari Jumat 27 Juli 2018 pukul 11.15

WITA mengobservasi TTV dan derajat mobilisasi dengan respon

subyektif: pasien mengatakan mau untuk diperiksa, pasien mengatakan

masih sakit untuk bergerak ditempat tidur, respon obyektif: TD: 120/90

mmHg, N: 80x/menit, RR: 22 x/menit, S: 36°C, pasien nampak dibantu

aktivitas oleh keluarganya, derajat mobilisasi 2.

Implementasi hari kedua hari Sabtu, 28 Juli 2018 pukul 11.15

WITA membantu klien untuk melakukan latihan gerak dimulai dari

duduk dengan respon subyektif: pasien bersedia untuk mencoba duduk,

respon obyektif: pasien nampak bisa duduk, tetapi sambil menahan nyeri.

Pukul 12.00 WITA menginstruksikan klien tidur kembali jika saat duduk

terasa nyeri dengan respon subyektif: pasien mengatakan masih terasa

nyeri, respon obyektif : pasien nampak tidur kembali. Pukul 12.30 WITA

anjurkan klien berubah posisi tiap 2 jam sekali, respon subyektif:

keluarga bersedia membantu pasien berubah posisi tiap 2 jam sekali,

respon obyektif : pasien berubah posisi setelah 2 jam sekali

Implementasi hari ke tiga pada hari Minggu, 29 Juli 2018 pukul

11.15 WITA membantu pasien melakukan mobilisasi dini ditempat tidur

dengan respon subyektif: pasien bersedia dibantu untuk melakukan

mobilisasi ditempat tidur, respon obyektif: pasien sudah bisa duduk

sendiri ditempat tidur.

43
5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan hari Jumat, 27 Juli 2018 pukul 15.00 WITA

diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan

penurunan kendali otot di lakukan evaluasi dengan metode SOAP, pasien

mengatakan masih sakit untuk bergerak ditempat tidur, pasien nampak

dibantu aktivitas oleh keluarganya, derajat mobilisasi 2, masalah belum

teratasi, planning lamjutkan intervensi.

Evaluasi keperawatan hari Sabtu, 28 Juli 2018 pukul 13.35 WITA

diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan

penurunan kendali otot di lakukan evaluasi dengan metode SOAP, pasien

bersedia untuk mencoba duduk, pasien mengatakan masih terasa nyeri,

pasien nampak bisa duduk, tetapi sambil menahan nyeri, pasien nampak

tidur kembali, pasien berubah posisi setelah 2 jam sekali, masalah teratasi

sebagian, planning lanjutkan intervensi

Evaluasi keperwatan hari minggu 29 Juli 2018 pukul 13.45 WITA

diagnosa hambatan mobilitas fisik berhungan dengan penurunan kendali

otot dilakukan evalusi dengan metode SOAP, pasien bersedia dibantu

untuk melakukan mobilisasi ditempat tidur, klien sudah bisa duduk

sendiri ditempat tidur, masalah teratasi, intervensi dihentikan.

B. Pembahasan

1. Pengkajian

Pengkajian adalah proses pengumpulan data secara sistematis yang

bertujuan untuk menentukan status kesehatan dan fungsional pada saat

44
ini dan waktu sebelumnya, serta untuk menentukan pola respons klien

saat ini dan waktu sebelumnya (Carpenito, 2005).

Pada tahap ini penulis menggunakan metode wawancara kepada

keluarga dan pasien, metode observasi, metode studi dokumentasi yang

mana penulis mengambil data dari catatan medis pasien. Dimana catatan

medis tersebut berisi tentang riwayat kesehatan pasien, program terapi,

dan data penunjang lainnya yang berhubungan dengan perkembangan

kesehatan pasien. Pasien masuk rumah sakit pada tanggal 25 Juli 2018

jam 08.30 WITA dibawa oleh keluarga dengan keluhan badan lemas,

mual, tidak nafsu makan, perut terasa penuh dan terasa nyeri, saat di IGD

dilakukan pemeriksaan TTV dengan TD 120/70 mmHg, RR 15x/menit,

N 80 x/menit, S 37,7 °C, dilakukan pemasangan infus RL 20 tmp, terapi

injeksi ranitidin 30mg/8 jam, antrain 30mg/8 jam. Pada jam 10.00 WITA

pasien dipindahkan keruang operasi. Pada tanggal 26 Juli 2018 jam 11.00

WITA, mahasiswa melakukan pengkajian pada pasien dengan keluhan

pasien mengatakan lemas, nyeri pada luka operasi appendiktomi,

dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital TD 110/70 mmHg, N 76

x/menit, RR 20 x/menit, S 37,6°C.

Pada pengkajian riwayat kesehatan keluarga tidak ada penyakit

keturunan atau menukar seperti hipertensi, asma, diabetes melitus,

jantung. Penulis melakukan pengkajian pola kesehatan fungsional 11

fungsi gordon.Pengkajian yang penulis uraikan pola istirahat tidur pasien

mengatakan tidak bisa tidur, tidurpun terbangun terus karena nyeri pada

luka post appendiktomidi kuadran 4. Keluarga juga mengatakan baru

45
pertama kali ini pasien menjalani operasi. Wajah pasien tampak lemas,

tampak sayu, pasien tampak meringis kesehatan menahan sakit.

Pengkajian pola aktivitas dan latihan didapatkan hasil aktivitas

pasien seperti makan, minum, berpakain, mobilitas ditempat tidur,

dibantu oleh kelurga, sekor aktifitas keluarga 2, sedangkan untuk

toileting pasien terpasang dengan selang urine.

Pola kognitif perceptual yang penulis uraikan yaitu (PQRST). P

(Provocate) yang berarti penyebab atau stimulus-stimulus nyeri, Q

(Quality) yang berarti kualitas nyeri yang dirasakan, R (Region) yang

berarti lokasi nyeri, S (Severe) yang berarti tingkat keparahan nyeri, T

(Time) yang berarti awitan, durasi dan rangkaian nyeri (Prasetya, 2010).

P (provocate) klien merasa nyeri pada perut kanan bawah. Klien

mengatakan nyeri karena post appendiktomi, Q (quality) nyeri terasa

seperti tertusuk benda tajam, R (regional) luka dibagian abdomen kanan

bawah,S (skala) dengan skala nyeri 6, T (Time) nyeri muncul selama 5

menit setiap ada gerakan.

Hasil pemeriksaan USG pada tanggal 25 Juli 2018 pada waktu

pemeriksaan USG abdomen tampak, MC burney gambar proses sedang

(appendiksitis sup akut), tidak tampak tanda-tanda inflaret, tidak tampak

tanda-tanda perfolasi.

2. Perumusan masalah

Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis tentang respons

individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan yang

aktual dan potensial, atau proses kehidupan (Potter dan Perry, 2005).

46
Diagnosa keperawatan : hambatan mobilitas fisik berhubungan

dengan penurunan kendali otot. Hambatan mobilitas fisik adalah

keterbatas pada pergerakan fisik tubuh atau satu atau lebih akstremitas

secara mandiri dengan terarah (Herman, 2012).

Batasan karakteristik hambatan mobilitas fisik menurut (Herman,

2012) yaitu perilaku meliputi : kesulitan membolak-balik posisi,

keterbatasan rentang gerak sendi, keterbatasan kemampuan untuk

melakukan keterampilan motorik kasar.

Penulis mencantumkan diagnosa hambatan mobilitas fisik

berhubungan dengan penurunan kendali otot dengan alasan mengacu

pada pengkajian yaitu data subyektif pasien mengatakan sulit untuk

bergerak, sulit untuk memposisikan miring kanan, miring kiri, data

obyektif pasien tampak lemas, sulit untuk bergerak, aktivitas dan latian

dibantu oleh keluraga. Penulis mengangkat diagnosa keperawatan

hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot

karena antara teori dan data pengkajian yang ditemukan penulis telah

sesuai, sehingga diagnosa tersebut sudah tepat untuk diangkat diagnosa.

Penulis mengangkat diagnosa keperawatan hambatan mobilitas

fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot, sebagai priotitas

diagnosa ketiga karena mengacu pada teori Abraham maslow, yang

menyatakan bahwa kebutuhan dasar manusia yang utama adalah

kebutuhan fisiologis yang meliputi kebutuhan oksigen dan pertukaran

gas, kebutuhan cairan dan elektrolit, kebutuhan makanan, kebutuhan

47
eliminasi uirine dan alve, kebutuhan istirahat dan tidur, kebutuhan

aktivitas, kebutuhan kesehatan temperatur tubuh, dan kebutuhan seksual.

Berdasarkan diagnosa yang sudah diangkat penulis tidak

mengalami hambatan dalam melakukan pengkajian pada pasien.

3. Intervensi

Perencanaan adalah pengembangan strategi desain untuk

mencegah, mengurangi, dan mengatasi masalh-masalah yang telah

diidentifikasi dalam diagnosis keperawatan. Desain perencanaan

menggambarkan sejauh mana perawat mampu menetapkan cara

menyelesaikan masalah dengan efektif dan efisien, menurut (Nikmatur

rohmah & Saiful walid, 2012).

Intervensi atau rencana yang akan dilakukan oleh penulis

disesuaikan dengan kondisi pasien dan fasilitas yang ada, sehingga

rencan tindakan dapat dilaksanakan dengan SMART, spesifik,

Measurable, Acceptance, Rasional dan Timing (Nikmatur rohmah &

Saiful walid, 2012).

Pembahasan dari intervensi yang meliputi tujuan, kriteria hasil dan

tindakan yaitu pada diagnosa keperawatan : Hambatan mobilitas fisik

berhubungan dengan kendali otot. Pada kasus Nn. S penulis melakukan

rencana tindakan selama 3x24 jam diharapkan pasien mampu melakukan

aktifitas dan latian secara mandiri dengan kriteria hasil pasien mampu

memenuhi kebutuhan secara mandiri, pasien mampi melakukan aktifitas

dan latihan secara mandiri (Hermand, 2012).

48
Intervensi yang dilakukan adalah kaji TTV dan derajat mobilisasi,

bantu klien untuk melakukan latihan gerak dimulai dari duduk,

instruksikan klien tidur kembali jika saat duduk terasa nyeri, anjurkan

klien berubah posisi tiap 2 jam sekali, bantu pasien melakukan mobilisasi

dini ditempat tidur (Hermand, 2012)

4. Implementasi

Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencari tujuan

yang telah di tetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi

pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan

sesudah pelaksana tindakan, serta menilai data yang baru, menurut

(Nikmatur Rohmah & Saiful Walid, 2012). Hambatan mobilitas fisik

berhubungan dengan penurunan kendali otot

Tindakan keperawatan yang dilakukan yaitu mengajarkan

mobilisasi dini ROM dan miring kanan, miring kiri untuk

mengembalikan fungsi-fungsi otot dan meningkatkan kekuatan otot.

Latihan rentang gerak merupakan gerakan yang mungkin dilakukan sendi

pada salah satu dari tiga potongan tubuh yaitu, sagital, frontal, dan

transversal (Potter dan Perry, 2006).

Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis selama melakukan

asuhan keperawatan di rumah sakit adalah kaji TTV dan derajat

mobilisasi, bantu klien untuk melakukan latihan gerak dimulai dari

duduk, instruksikan klien tidur kembali jika saat duduk terasa nyeri,

anjurkan klien berubah posisi tiap 2 jam sekali, bantu pasien melakukan

mobilisasi dini ditempat tidur. Kekuatan dari implementasi ini adalah

49
klien kooperatif pada saat dilakukan tindakan keperawatan sehingga

tindakan dapat dilakukan dengan lancar. Kelemahan dari implementasi

ini adalah klian masih takuttakut apabila dilatih mobilitas dan kadang

mengeluh sakit sehingga dalam melakukan latihan harus pelan-pelan.

Solusi untuk mengatasi kelemahan implementasi adalah memotifasi klien

untuk berlatih mobilisasi.

Mobilisasi dini bertujuan untuk mengurangi komplikasi pasca

bedah, terutama atelektasis dan pneumoniahipostasis, mempercepat

terjadinya buang air besar dan buang air kecil secara rasa nyeri pasca

operasi (E. Oswari, 2005). Mobilisasi yang dilakukan untuk

meningkatkan ventilasi, mencegah stasis darah dengan meningkatkan

kecepatan sirkulasi pada ekstremitas dan kecepatan pemulihan pada luka

abdomen (Suzanne, 2005).Untuk diagnosa ketiga ini sudah sesuai dengan

perencanaan.

5. Evaluasi

Evaluasi yang di lakukan oleh penulis di sesuaikan dengan kondisi

pasien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan dapat

dilaksanakan dengan SOAP (subyective, obyective, analisa, planning).

(Dermawan, 2012). Berdasarkan jurnal penelitian Nainggolan (2013)

didapatkan hasil bahwa ada pengaruh pemberian mobilisasi dini untuk

mempersingkat waktu penyembuhan pasca operasi appendiktomi. Dari

hasil evaluasi penulis terlihat kasus Nn. S setelah diberikan mobilisasi

dini intesitas luka sudah kering tidak ada kemerahan tidak ada pus,

jahitan terlihat bagus.

50
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkah hasil studi kasus dan pembahasan, maka dapat di tarik

kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengkajian

Hasil pengkajian keluhan utama pasien mengatakan nyeri pada

perut kanan bawah karena luka post operasi appendiktomi. Pasien juga

mengatakan tidak dapat tidur, pasien merasa lemas dan sulit untuk

menggerakan badan karena luka terasa nyeri.

2. Diagnosa keperawatan

Hasil perumusan diagnosa keperawatan pada Nn. S adalah

hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kendali otot.

3. Intervensi keperawatan

Perencanaan untuk diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan

dengan penurunan kendali otot, dilakukan tindakan 3x24 jam adalah

mengkaji kemampuan pasien dalam aktivitas, ajarkan mobilisasi pada

pasien dengan rom aktif dan tirah baring, berikan edukasi pada pasien

tentang pentingnya mobilisasi dan kolaborasi dengan dokter dengan tim

medis.

4. Implementasi keperawatan

Impementasi yang dilakukan penulis pada hambatan mobilitas fisik

berhubungan dengan penurunan kendali otot meliputi kaji TTV dan

derajat mobilisasi, bantu klien untuk melakukan latihan gerak dimulai

51
dari duduk, instruksikan klien tidur kembali jika saat duduk terasa nyeri,

anjurkan klien berubah posisi tiap 2 jam sekali, bantu pasien melakukan

mobilisasi dini ditempat tidur.

5. Evaluasi keperawatan

Hasil evaluasi pada hari terakhir, pada diagnosa hambatan

mobilitas fisik klien sudah bisa duduk sendiri ditempat tidur, masalah

teratasi, intervensi dihentikan

6. Analisa

Pemberian mobilisasi dini pada Nn. S dengan post operasi

apendiktomi selama 3 hari pengelolaan efektif karena pasien mampu

duduk tidak ada tanda-tanda infeksi pada luka sehingga dapat

disimpulkan pemberian mobilisasi dini mempercepat penyembuhan luka

sudah sesuai dengan jurnal utama.

B. Saran

1. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan

yang baik serta menyediakan fasilitas atau sarana dan prasarana yang

memadai untuk penyembuhan pasien, khususnya pasien dengan post

operasi appendiktomi.

2. Bagi Institusi pendidikan

Diharapkan institusi mampu meningkatkan mutu pendidikan

sehingga menghasilkan perawat yang profesional dan inovatif, terutama

dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan post operasi

appendiktomi.

52
3. Bagi Profesi Keperawatan

Diharapkan para perawat memiliki keterampilan dan tanggung

jawab yang baik dalam memberikan asuhan keperawatan, serta mampu

menjalin kerjasama dengan tim kesehatan lain dan keluarga pasien dalam

membantu proses penyembuhan pasienkhususnya pada pasien post

operasi appendiktomi

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan bagi peneliti lain yang akan melanjutkan dapat

menjadikan hasil penelitian ini sebagai data dan informasi dasar untuk

melaksanakan penelitian lanjut.

53
DAFTAR PUSTAKA

Akhrita. (2011). Pengaruh Mobilisasi Dini terhadap Pemulihan Kandung Kemih


Pasca Pembedahan Anastesi Spinal. Jurnal.

Asmadi. (2010). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC

Baughman, D. & Hackley, J. (2016). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Carpenito. (2010). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Alih Bahasa Yasmi Asih,
Edisi ke -10. Jakarta : EGC.

Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara. (2017). Data Apendisitis. Kendari

Direja, Ade Herman Surya. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa,
Yogyakarta : Nuha Medika

Grace, P. & Borley, N. (2014). Ilmu Bedah. Jakarta : Penerbit Erlangga

Herdman, T Heather. (2012). Nanda International Diagnosa keperawatan


Definisi dan Klasifikasi. Jakarta : EGC

Hidayat, Alimul. (2009). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta :


Salemba Medika.

Mansjoer. (2012). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapus.

Mubarak, W.I. & Chayatin Nurul. (2010). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia
Teori dan Aplikasi dalam Praktik. Jakarta: penerbit Buku Kedokteran EGC.

Munir. (2011). Apendisitis. http://kti-munir.blogspot.com/2011/03/apendisitis.


html), diperoleh tanggal 20 Maret 2018.

Nurarif, A. & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & Nanda. Yogyakarta : Mediaction.

Poltekkes Kendari. (2018). Pedoman Penulisan Skripsi. Kendari.

Potter, P.A, & Perry, A.G. (2012). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta:
EGC.

Prabowo, Eko. (2014). Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta : Nuha Medika.

Roper, N. (2012). Prinsip-Prinsip Keperawatan. Yogyakarta : Yayasan Essentia


Medika.
RSUD Kota Kendari. (2017). Profil Data Kunjungan Apendisitis. Kendari

Setyaningrum, Wahyu Adi. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan


Post Operasi Apendiktomi Hari Ke-1 Di Ruang Dahlia RSUD Banyudono.
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Jurnal.

Sjamushidajat, R. dan De Jong W. (2011). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Suyanto. (2011). Metodologi dan Aplikasi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta:


Nuha Medika.

Suzanne, C. (2010). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 2,


Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika

Wilkinson, M. Judith. (2012). Nursing Diagnosa Handbook With NIC


Interquentions and NOC Outcomec. 7. Ed. Jakarta : EGC
Lampiran 1

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada :
Yth. Saudara Responden
Di-
Tempat

Sehubungan dengan penyelesaian tugas akhir di Program Studi D III


Keperawatan Poltekkes Kemenkes Kendari, maka saya:

Nama : IRSAN PRAYOGU


NIM : P00312015023

Sebagai Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Kendari Program Studi D III


Keperawatan, Akan melakukan penelitian dengan judul “Asuhan Keperawatan
Pada Pasien Post Operasi Apendisitis Dalam Pemenuhan Kebutuhan
Mobilitas Fisik di Ruang Melati RSUD Kota Kendari tahun 2018”.
Sehubungan dengan hal itu, saya mohon kesediaan saudara untuk berkenan
menjadi subyek penelitian. Identitas dan informasi yang berkaitan dengan saudara
dirahasiakan oleh peneliti. Atas partisipasi dan dukungannya disampaikan terima
kasih.

Kendari, Juni 2018

Hormat Saya,

IRSAN PRAYOGU
Lampiran 2

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN


(INFORMED CONCENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, tidak keberatan untuk menjadi
responden dalam penelitian ini yang dilakukan oleh Mahasiswa Poltekkes
Kemenkes Kendari Program Studi D III Keperawatan, dengan judul “Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Post Operasi Apendisitis Dalam Pemenuhan
Kebutuhan Mobilitas Fisik di Ruang Melati RSUD Kota Kendari tahun
2018”.
Demikian pernyataan ini, secara sadar dan suka rela serta tidak ada unsur
paksaan dari pihak manapun, semoga dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Kendari, Juli 2018

Responden
Lampiran 3

FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Biodata
a. Identitas Pasien
Nama lengkap : Nn. M
Jenis kelamin :P
Umur : 14 Tahun
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Ds. Lamoluo Kab. Konawe Kepulauan
Tanggal Masuk RS : 25 Juli 2018
No. Registrasi : 16.52.85
Ruangan : Melati
Golongan darah :O
Tanggal pengkajian : 26 Juli 2018
Tanggal operasi : 26 Juli 2018
Diagnosa Medis : Post Operasi Appendiktomi

b. Identitas Penanggung
Nama lengkap : Ny. SN
Jenis kelamin :P
Umur : 34 Tahun
Pekerjaan : IRT
Hubungan dengan klien : Ibu Kandung
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien mengeluh badan lemas, mual, tidak nafsu makan, perut terasa
perih dan perut terasa nyeri
b. Riwayat kesehatan sekarang
 Waktu terjadinya sakit
Riwayat penyakit sekarang pasien mengatakan 3 hari yang lalu
tanggal 21 Juli 2018
 Proses terjadinya sakit
Perut bagian kanan bawah terasa nyeri,
 Upaya yang telah di lakukan
Lalu pasien membeli obat di warung namun sakitnya tidak
berkurang
c. Riwayat kesehatan dahulu
 Penyakit dahulu
Klien mengatakan tidak mempuyai riwayat penyakit seperti DM dan
klien mengatakan belum pernah dirawat di rumah sakit
d. Riwayat kesehatan keluarga
Klien mengatakan bahwa di dalam keluarganya maupun keluarga klien
tidak ada penyakit keturunan seperti diabetes melitus, jantung, dan
hipertensi. Riwayat kesehatan lingkungan, klien mengatakan lingkungan
rumahnya bersih, terdapat ventilasi, ada tempat pembuangan sampah,
jauh dari sungai atau pabrik
e. Genogram

X X X X
Keterangan :
: Laki-Laki
: Perempuan
: Pasien
: Tinggal dalam satu rumah
X : Meninggal

3. Pola Kebutuhan Dasar ( Data Bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)


a. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan
Klien mengatakan bahwa sehat itu penting dan berharga, menurut klien
sakit merupakan sesuatu yang tidak nyaman, apabila ada anggota
keluarga yang sakit segera diperiksakan ke puskesmas atau dokter
b. Pola Nutrisi-Metabolik
 Sebelum sakit :
Klien makan 3x sehari dengan nasi, sayur, lauk, teh atau air putih,
klien tidak memiliki keluhan dan makan satu porsi habis
 Saat sakit :
Klien makan 3x sehari dengan makanan yang disediakan rumah
sakit nasi lembek, sayur, teh atau air putih, 1 porsi habis
c. Pola Eliminasi
1) BAB
 Sebelum sakit : klien tidak memiliki keluhan
 Saat sakit : klien tidak memiliki keluhan
2) BAK
 Sebelum sakit :
Klien mengatakan BAK 4-6x sehari ± 150cc sekali BAK dengan
warna kuning jernih, bau amoniak, dan tidak ada keluhan
 Saat sakit :
Klien BAK 1000cc per 24 jam, warna kuning kecoklatan, bau
amoniak
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Aktivitas
Kemampuan
0 1 2 3 4
Perawatan Diri
Makan dan
minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Berpindah
Ket : 0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu
orang lain dan alat, 4: tergantung total

2) Latihan
 Sebelum sakit :
Klien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri (score
0).
 Saat sakit :
Klien untuk makan atau minum, berpakaian, mobilitas di tempat
tidur, berpindah, toileting, pasien memerlukan bantuan orang
lain (score 2), untuk ambulasi/ROM tergantung total (score 4).
e. Pola kognitif dan Persepsi
 Sebelum sakit :
Pasien sadar penuh, penglihatan dan pendengaran normal tidak
menggunakan alat bantu
 Saat sakit :
Pasien sadar penuh penglihatan dan pendengaran normal tidak
menggunakan alat bantu
P: Pasien mengatakan nyeri waktu bergerak,
Q: Nyeri seperti di tusuk-tusuk,
R: Nyeri pada bagian post operasi abdomen pada kanan bawah,
S: Skala nyeri 6,
T: Nyeri sewaktu-waktu 5 menit.
f. Pola Persepsi-Konsep diri
Gambaran diri klien menerima dengan keadaan sakitnya saat ini, ideal
diri klien ingin segera sembuh dan pulang ke rumah agar bisa
melakukan aktivitasnya kembali, harga diri klien tidak merasa rendah
diri dengan penyakitnya, peran diri klien seorang pelajar, sedangkan
identitas diri klien berjenis kelamin perempuan dengan usia 14 tahun.
g. Pola Tidur dan Istirahat
 Sebelum sakit :
Pasien mengatakan bisa tidur 21.00 WIB sampai jam 04.30 WIB dan
jarang tidur siang
 Saat sakit :
Pasien mengatakan tidak bisa tidur dan tidur sebentar-sebentar
bangun kira-kira 2-3 jam dalam 24 jam, pasien juga mengatakan
suhu dilingkungan ruang panas
h. Pola Peran-Hubungan
Pasien mengatakan sebelum sakit maupun selama sakit hubungannya
dengan keluarga, saudara, tetangga-tetangganya baik dan tidak ada
masalah
i. Pola Seksual-Reproduksi
Pasien berusia 14 tahun
j. Pola Toleransi Stress-Koping
 Sebelum sakit :
Pasien mengatakan bila mempunyai masalah selalu mengatakan
kepada keluarga dan bermusyawarah untuk memecahkan masalah
 Saat sakit :
Pasien mengatakan saat mengetahui masalah kesehatannya pasien
merundingkan dengan keluarganya untuk segera melakukan
penanganan lebih lanjut
k. Pola Nilai-Kepercayaan
Pasien beragama Islam selalu menjalankan sholat 5 waktu, tetapi selama
sakit pasien mengatakan hanya bisa berdoa.
4. Pengkajian Fisik
a. Keadaan umum : kesadaran composmentis
b. Tanda-tanda Vital :
Nadi = 80x/menit
Suhu = 36,5°C
TD = 120/70 mmHg
RR = 15x/menit
c. Keadaan fisik
1) Kepala dan leher
 Kepala : Bentuk kepala mesochepal, kulit kepala bersih tidak
ada ketombe. Rambut kuat, hitam.
 Mata : Pada pemeriksaan mata, didapatkan data mata simetris
kanan-kiri, fungsi penglihatan baik, konjungyiva tidak anemis,
dan sklera tidak ikterik.
 Hidung : Pada pemeriksaan hidung, bersih, tidak ada polip, dan
tidak terdapat sekret.
 Mulut : Mulut simetris, bersih, dan mukosa bibir lembab. Gigi
sejajar dan bersih tidak ada lubang.
 Telinga : Telinga simetris, tidak ada serumen, dan tidak
mengalami gangguan pendengaran.
 Leher : Pada pemeriksaan leher, tidak terdapat pembesaran
tyroid.
2) Dada :
a) Paru
 Inspeksi : bentuk dada simetris,
 Palpasi : vocal fremitus kanan dan kiri sama,
 Perkusi : sonor,
 Auskultasi : suara vesikuler dan irama teratur
b) Jantung
 Inspeksi : ictus cordis tidak tampak,
 Palpasi : ictus cordis teraba kuat di SIC V,
 Perkusi : pekak,
 Auskultasi : Bunyi jantung I dan Bunyi jantung II sama,
tidak ada suara tambahan, irama reguler.
3) Abdomen
 Inspeksi : terdapat luka post operasi pada kanan bawah
kurang lebih 5 cm, tidak ada tanda infeksi pada luka post
operasi,
 Auskultasi : bising usus 15x/menit,
 Perkusi : redup di kuadran 1 dan tympani di kuadran 2, 3, 4,
 Palpasi : adanya nyeri tekan skala 6.
4) Ekstremitas :
a) Pemeriksaan ekstremitas bagian atas didapatkan hasil kekuatan
otot tangan kanan dan kiri 5 (bergerak bebas), tangan kiri
mampu bergerak bebas tetapi tangan kanan gerakan terbatas
karena terpasang infus RL 20 tpm, perabaan akral hangat, tidak
ada oedema, dan capilary refill< 2 detik.
b) Pada pemeriksaan ekstremitas bagian bawah diperoleh hasil
kekuatan otot kaki kanan 5 (mampu bergerak), kekuatan kaki
kiri 5 (mampu bergerak), perabaan akral hangat, tidak ada
oedema, dan capilary refill< 2 detik.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Data laboratorium yang berhubungan
 Hemoglobin 13.1 g/dl (nilai normal 12.00-16.00),
 Hematokrit 39.9% (nilai normal 37.00-47.00),
 leukosit 6.4 ribu/ul (nilai normal 5-10),
 Trombosit 204 ribu/ul (nilai normal 150-300),
 Eritrosit 4.35 juta/ul (nilai normal 4.00-5.00),
 Mpv 5.2 fl (nilai normal 6.5-12.000),
 Ldw 17.0 % (nilai normal 9.0-17.0),
 Mcv 91.7 fl (nilai normal 82.0-92.0),
 Mch 30.1 pg (nilai naormal 27.0-31.0),
 Mchc 32.8 g/dl (nilai normal 32.0-37.0),
 Limfosit 38.0 % (nilai normal 25.0-40.0),
 Monosit 6.0 % (nilai normal 3.0-9.0),
 Limfosil 2.4 x10^3ul (nilai normal 1.25-40),
 Monosit 0.43 x10^3ul (nilai normal 0.30-1.00),
 Gran 56.0 % (nilai normal 50.0-7.00),
 Gran 3.6 x10^3ul (nilai normal 2.50-70.0),
 Row 12.3 % (nilai normal 11.5-14.7),
 Ct 03.30 menit (nilai normal 2.8),
 Bt 02.0 menit (nilai normal 1-3),
 Gds 90 mg/dl (nilai normal 70-150),
 Creatinin 0.99 mg/dl (nilai normal 0,5-09),
 Ureum 29 mg/dl (nilai normal 10-50).
b. Pemeriksaan penunjang diagnostic lain
Pemeriksaan USG abdomen tampak, MC burney gambaran proses
sedang (appendiksitis sup akut), tidak tampak tanda-tanda infeltrat, tidak
tampak tanda-tanda perfolasi.
6. Penatalaksanaan(Terapi/ Pengobatan)
Selama di rawat di ruang melati mendapatkan therapy infus RL 20 tpm untuk
mengembalikan cairan elektrolit, injeksi cefotaxim 100 mg antibiotik,
ranitidin 50 mg untuk mual muntah, antrain metamizole untuk anti nyeri dan
demam
7. Analisa Data
No Data Masalah Etiologi
1 Ds: Hambatan Penurunan kendali
 Pasien mengatakan sakit mobilitas fisik otot
saat bergerak
 Pasien mengatakan untuk
membolak-balik posisi
Do :
 Ambulasi pasien tampak
hanya bisa miring kanan,
kiri
 ROM ekstremitas bawah
gerak terbatas

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot
INTERVENSI KEPERAWATAN
Tanggal No. Dx NOC/ Tujuan NIC/ Intervensi Paraf
27 Juli 2018 1 Setelah di lakukan tindakan 1. Kaji TTV dan derajat mobilisasi
keperawatan selam 3x24 jam di Rasional : Mengetahui tingkat kemampuan pasien dalam
harapkan pasien mampu melakukan melakukan aktivitas
aktivitas dan latihan secara mandiri 2. Bantu klien untuk melakukan latihan gerak dimulai dari
dengan duduk
Kriteria hasil : Rasional : Meningkatkan mobilisasi secara bertahap
 Pasien mampu memenuhi 3. Instruksikan klien tidur kembali jika saat duduk terasa nyeri
kebutuhan secara mandiri, Rasional : Menghindari terjadinya redresing
 Pasien mampu melakukan 4. Anjurkan klien berubah posisi tiap 2 jam sekali,
aktivitas dan latihan secara Rasional : Menurunkan insiden komplikasi kulit dan
mandiri pernafasan (dikubitus, pneumonia)
5. Bantu pasien melakukan mobilisasi dini ditempat tidur
Rasional : Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal,
memperthankan tonus otot, mempertahankan gerak sendi,
mencegah kontraktur/ atrofi.
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Tanggal No. Dx Jam Implementasi Paraf
27 Juli 2018 1 11.15 Wita 1. Mengkaji TTV dan derajat mobilisasi
Hasil :
Ds :
 Pasien mengatakan mau untuk diperiksa,
 pasien mengatakan masih sakit untuk bergerak ditempat tidur
Do :
 TD: 120/90 mmhg, N: 80x/menit, RR: 22 x/menit, S: 36°C
 Pasien nampak dibantu aktivitas oleh keluarganya,
 Derajat mobilisasi 2
28 Juli 2018 1 11.15 Wita 2. Membantu klien untuk melakukan latihan gerak dimulai dari duduk
Hasil :
Ds :
 Pasien bersedia untuk mencoba duduk
Do :
 Pasien nampak bisa duduk, tetapi sambil menahan nyeri
12.00 Wita 3. Menginstruksikan klien tidur kembali jika saat duduk terasa nyeri
Hasil :
Ds :
 Pasien mengatakan masih terasa nyeri
Do :
 Pasien nampak tidur kembali
12.30 Wita 4. Menganjurkan klien berubah posisi tiap 2 jam sekali
Hasil :
Ds :
 Keluarga bersedia membantu pasien berubah posisi tiap 2 jam
sekali
Do :
 Pasien berubah posisi setelah 2 jam sekali
29 Juli 2018 1 11.15 Wita 5. Membantu pasien melakukan mobilisasi dini ditempat tidur
Hasil :
Ds :
 Pasien bersedia dibantu untuk melakukan mobilisasi ditempat
tidur
Do :
 Pasien sudah bisa duduk sendiri ditempat tidur
EVALUASI KEPERAWATAN
Hari/
Jam No. Dx Catatan Perkembangan Paraf
Tanggal
27 Juli 2018 15.00 Wita 1 S : Pasien mengatakan masih sakit untuk bergerak ditempat
tidur
O : - Pasien nampak dibantu aktivitas oleh keluarganya,
- Derajat mobilisasi 2
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
28 Juli 2018 13.35 Wita 1 S : pasien mengatakan sudah mampu melakukan latihan
walaupun belum maksimal
O : pasien tampak bisa melakukan aktivitas tapibelum
maksimal, seperti duduk
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi, kaji kemampuan pasien, anjurkan
mobilisasi pada pasien ROM aktif dan tirah baring miring
kanan miring kiri, kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat (cefotaxim 1000mg/12 jam)

29 Juli 2018 13.45 Wita 1 S : pasien mengatakan sudah bisa duduk dan berdiri serta
berjalan berlahan-lahan
O : pasien tampak mampu melakukan aktivitas yang ringan
A : masalah teratasi
P : hentikan intervensi
Lampiran 11

DOKUMENTASI PENELITIAN

Gambar 1. Peneliti melakukan pemeriksaan fisik Nn. M

Anda mungkin juga menyukai