Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyebab tunggal terbesar kematian di negara maju dan di
negara berkembang. Menurut statistik dunia, ada 9.4 juta kematian setiap tahun yang disebabkan oleh
penyakit kardiovaskular dan 45% kematian tersebut disebabkan oleh penyakit jantung
coroner. Davidson Christopher (2003).

Penelitian lain menunjukkan secara global, 1/3 pria dan 1/4 wanita mengalami penyakit jantung
koroner. Ada 3.8 juta pria dan 3.4 juta wanita setiap tahunnya meninggal akibat penyakit jantung
koroner. Risiko penyakit jantung koroner meningkat 50% pada laki-laki dan 33% pada wanita usia 40
tahun (Lennep, 2001). Pada tahun 2009, ada sebanyak 16.419 kematian di antara orang Asia dan
Kepulauan Pasifik karena penyakit kardiovaskular. Dari jumlah tersebut, 7.752 disebabkan oleh PJK.
Menurut data WHO,Department of Measurement and Health Information, angka kematian PJK di Asia
Timur adalah 480 per 100.000 dalam satu tahun. Davidson Christopher (2003).

Hasil Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2013 menunjukkan penyakit jantung koroner berada pada posisi
ketujuh tertinggi PTM (Penyakit Tidak Menular) di Indonesia. Prevalensi penyakit jantung koroner
berdasarkan diagnosis dokter Indonesia sebesar 0.5%, sedangkan berdasarkan gejala (tanpa diagnosis
dokter) sebesar 1.5%. WHO memperkirakan kematian akibat PJK di Indonesia mencapai 17.5% dari total
kematian di Indonesia.

Faktor-faktor risiko yang menyebabkan terjadinya penyakit jantung koroner adalah merokok,
hiperkolesterolemia, hipertensi, diabetes melitus, obesitas, usia, jenis kelamin dan riwayat keluarga. Di
Amerika Serikat, PJK menurun sebanyak lebih dari 50% pada tahun 1968-1996. Penurunan ini
disebabkan karena adanya penurunan faktor risiko dan peningkatan terapi. Studi epidemiologi
menunjukkan adanya manfaat dari intervensi terhadap faktor risiko PJK.

Menurut Krishnan( 2013), terjadi 9.4% kematian akibat hipertensi disertai penyakit jantung koroner
pada tahun 2008 di Amerika. Selain itu, ada penelitian yang membuktikan 50% penyakit jantung koroner
di negara berkembang terjadi disebabkan oleh hipertensi. Ini menunjukkan hipertensi adalah satu faktor
risiko utama terjadinya penyakit jantung coroner.

Menurut WHO dan The International Society of Hypertension, terdapat 600 juta penderita hipertensi di
seluruh dunia dan 300 juta di antaranya meninggal setiap tahun atau sekitar 50% pasien hipertensi
mengalami kematian. Di Amerika Serikat, diperkirakan 1 dari 4 orang dewasa menderita hipertensi. Dari
semua orang yang menghidap hipertensi, hanya 61% yang mendapat pengobatan.
Menurut WHO, prevalensi hipertensi pada tahun 2008 tertinggi adalah di wilayah Afrika (46%) dan
terendah di wilayah Amerika (35%). Sementara kejadian hipertensi di Indonesia sebesar 42,7% pada laki-
laki dan 3 9,2% pada perempuan.

Menurut Riskesdas 2013 Kementerian Kesehatan RI, prevalensi hipertensi di Indonesia pada usia di atas
18 tahun mencapai 29,8%. Prevalensi ini semakin bertambah seiring dengan bertambahnya usia.
Prevalensi hipertensi pada golongan umur 55-64 tahun, 65-74 tahun dan >75 tahun, masing-masing
mencapai 53,7%, 63,5%, dan 67,3%. Statistik menunjukkan prevalensi usia standar hipertensi pada orang
dewasa di Indonesia sebesar 42.7% pada laki-laki dan 39.2% pada wanita.

Hipertensi merupakan faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian PJK. Dalam penelitian
Kuklina (2010), menunjukkan pada 2,587 pasien PJK ada sebesar 286 orang (10,9%) yang mengalami
hipertensi di Amerika.

Hipertensi yang tidak terkontrol cenderung mengakibatkan komplikasi lain seperti stroke, aterosklerosis,
aneurisma, sindroma metabolik, dan penyakit ginjal. Penyakit jantung koroner juga mempunyai
komplikasi-komplikasi tersendiri seperti aritmia, gagal jantung kongestif, infark miokardial, dan
kematian. Ini berarti pasien penyakit jantung koroner yang disertai dengan hipertensi harus diberi
perhatian yang lebih baik karena, pasien ini mendapatkan komplikasi

Dari kedua penyakit tersebut. Oleh karena itu, peneliti membuat penelitianmengenai berapa besar
jumlah pasien penyakit jantung koroner yang disertai dengan hipertensi dan meneliti karakteristik
hipertensi pada pasien penyakit jantung koroner.

Menurut survei awal yang dilakukan di RSUP Haji Adam Malik, jumlah pasien penyakit jantung koroner
pada tahun 2013 adalah 729 orang. Jumlah pasien penyakit jantung koroner dari September 2013
hingga November 2013 adalah 102 orang pasien.

BAB II

PEMBAHASAN

A.Konsep Dasar Anestesi

Anestesi adalah hilangnya seluruh modalitas dari sensasi yang meliputi sensasi sakit/nyeri,rabaan, suhu,
posisi/proprioseptif, sedangkan analgesia yaitu hilangnya sensasi sakit/nyeri, tetapi modalitas yang lain
masih tetap ada (Pramono, 2015. Dalam anestesi terdapat beberapa jenis anestesi yaitu general
anestesi ,regional,dan lokal anestesi.
Tindakan general anestesi total dengan inhalasi yaitu dengan memberikan kombinasi obat anestesi
inhalasi yang berupa gas atau cairan yang mudah menguap melalui alat /media langsung ke pernapasan
pasien dengan ETT(sungkup muka).

Tindakan Regional Spinal Anestesi adalah Anestesi tulang belakang, juga dikenal sebagai blok tulang
belakang, blok subarachnoid, blok intradural, atau blok intratekal, adalah bentuk anestesi regional
neuraksial. Ini melibatkan injeksi anestesi lokal ke dalam ruang intratekal (ruang subrachnoid) di tulang
belakang lumbar.

Teknik ini biasanya digunakan untuk operasi yang melibatkan perut bagian bawah, panggul, dan
ekstremitas bawah. Suntikan biasanya diberikan melewati dura mater dan di antara vertebra lumbar,
dan penting untuk menempatkan jarum dengan benar untuk menghindari kerusakan pada sumsum
tulang belakang dan untuk mencegah obat mempengaruhi daerah toraks atas dan serviks. Anestesi
tulang belakang sering digunakan untuk operasi ortopedi pada panggul, pinggul, tulang paha, lutut, tibia,
dan pergelangan kaki, serta untuk operasi vaskular pada kaki. Ini juga digunakan untuk beberapa operasi
di atas umbilikus dan untuk analgesia pasca operasi. Teknik ini membutuhkan posisi yang tepat dan
pemahaman tentang anatomi neuraksial. Anestesi tulang belakang adalah metode yang mapan dan
banyak digunakan untuk memberikan anestesi dan analgesia untuk berbagai prosedur bedah

B. Konsep Dasar Penyakit Jantung Koroner

1. Definisi

Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung akibat adanya kelainan pada pembuluh koroner yakni
pembuluh nadi yang mengantarkan darahke aorta ke jaringan yang melindungi rongga-rongga
jantung (Yenrina, Krisnatuti, 1999).

Penyakit jantung koroner dalam suatu keadaan akibat terjadinya penyempitan, penyumbatan atau
kelainan pembuluh nadi koroner. Penyakit jantung koroner diakibatkan oleh penyempitan atau
penyumbatan pembuluh darah koroner. Penyempitan atau penyumbutan ini dapat menghentikan aliran
darah ke otot jantung yang sering ditandai dengan rasa nyeri (Yenrina, Krisnatuti, 1999).

Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung akibat adanya kelainan pada pembuluh koroner yakni
pembuluh nadi yang mengantarkan darahke aorta ke jaringan yang melindungi rongga-rongga jantung
(Kartohoesodo, 1982).

jantung adalah sebuah organ berotot dengan empat ruang yang ruang terletak rongga dada, di bawah
perlindungan tulang iga, sedikit ke sebelah kiri stemum (Elizabeth J.Corwin, 2009, 441).
Penyakit jantung koroner adalah gangguan yang terjadi pada jantung akibat suplai darah ke Jantung
yang melalui arteri koroner terhambat. Kondisi ini terjadi karena arteri koroner (pembuluh darah di
jantung yang berfungsi menyuplai makanan dan oksigen bagi sel-sel jantung) tersumbat atau mengalami
penyempitan karena endapan lemak yang menumpuk di dinding arteri (disebut juga dengan plak).
Proses penumpukan lemak di pembuluh arteri ini disebut aterosklerosis dan bisa terjadi di pembuluh
arteri lainnya, tidak hanya pada arteri koroner. Arteri koroner adalah pembuluh darah di jantung yang
berfungsi menyuplai makanan bagi sel-sel jantung. Davidson Christopher
(2003).

Berkurangnya pasokan darah karena penyempitan arteri koroner menimbulkan rasa nyeri di dada
(gejala ini dikenal dengan istilah angina). Umumnya hal ini terjadi setelah penderita melakukan aktivitas
fisik yang berat atau saat mengalami stress. Bila arteri koroner tersumbat dan darah sama sekali tidak
bisa mengalir ke ja ntung, penderita bisa mengalami serangan jantung, dan ini dapat terjadi kapan saja,
bahkan ketika penderitanya dalam keadaan tidur. Penyakit jantung koroner menyebabkan kemampuan
jantung memompa darah ke seluruh tubuh melemah. Dan jika darah tidak mengalir secara sempurna ke
seluruh tubuh, maka penderitanya akan merasa sangat lelah, sulit bernafas (paru-paru dipenuhi cairan),
dan timbul bengkak-bengkak di kaki dan persendian. Davidson Christopher (2003).

2. Etiologi

Penyebab jantung koroner adalah karena penumpukan zat lemak secara berlebihan di lapisan dinding
nadi pembuluh koroner, yang dipengaruhi oleh pola makan yang kurang sehat. Kecanduan rokok,
hipertensi, kolesterol tinggi juga dapat menjadi penyebab penyakit jantung koroner.4

Salah satu penyebab utamanya adalah aterosklerosis koroner yaitu proses penimbunan lemak dan
jaringan fibrin, gangguan fungsi dan struktur pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya aliran
darah ke miokard.

Aterosklerosis adalah penyakit arteri yang berkembang secara perlahan, dengan penebalan tunika
intima yang terjadi akibat disfungsi endotel, inflamasi vaskular, terbentuknya lipid kolesterol, kalsium,
dan debris seluler pada dinding pembuluh darah. Pembentukan ini akan menghasilkan plak, remodelling
pembuluh darah, obstruksi lumen pembuluh darah akut dan kronik, abnormalitas aliran darah dan
menurunnya suplai oksigen ke organ target.34

Adanya aterosklerosis koroner dimana terjadi kelainan pada intima bermula berupa bercak fibrosa
(fibrous plaque) dan selanjutnya terjadi ulserasi, pendarahan, kalsifikasi dan trombosis. Perjalanan
dalam kejadian aterosklerosis tidak hanya disebabkan oleh faktor tunggal, akan tetapi diberati juga
banyak faktor lain seperti : hipertensi, kadar lipid, rokok, kadar gula darah yang abnormal.

Penyebab jantung koroner adalah karena penumpukan zat lemak secara berlebihan di lapisan dinding
nadi pembuluh koroner, yang dipengaruhi oleh pola makan yang kurang sehat. Kecanduan rokok,
hipertensi, kolesterol tinggi juga dapat menjadi penyebab penyakit jantung koroner.
Makanan mempengaruhi kadar kolesterol total dan karena itu makanan juga mempengaruhi resiko
terjadinya penyakit arteri koroner. Merubah pola makan (dan bila perlu mengkonsumsi obat dari dokter)
bisa menurunkan kadar kolesterol. Menurunkan kadar kolesterol total dan kolesterol LDL bisa
memperlambat atau mencegah berkembangnya penyakit arteri koroner.

Menurunkan kadar LDL sangat besar keuntungannya bagi seseorang yang memiliki faktor resiko berikut:

 Merokok sigaret
 Tekanan darah tinggi
 Kegemukan
 Malas berolah raga
 Kadar trigliserida tinggi
 Keturunan
 Steroid pria (androgen).

Penyakit jantung yang diakibatkan oleh penyempitan pembuluh nadi koroner ini disebut penyakit
jantung koroner. Penyempitan dan penyumbatan ini dapat menghentikan aliran darah ke otot jantung
yang sering ditandai dengan rasa nyeri. Dalam kondisi lebih parah kemampuan jantung memompanya
darah dapat hilang. Hal ini akan merusak system golongan irama jantung dan berakibat dengan
kematian (Krisatuti dan Yenrina, 1999).

Salah satu penyakit jantung koroner adalah kebiasaan makanmakanan berlemak tinggi terutama lemak
jenuh. Agar lemak mudah masuk dalam peredarah darah dan diserap tubuh maka lemak harus diubah
oleh enzim lipase menjadi gliserol. Sebagian sisa lemak akan disimpan di hati dan metabolisme menjadi
kolesterol pembentuk asam empedu yang berfungsi sebagai pencerna lemak, berarti semakin meningkat
pula kadar kolesterol dalam darah. Penumpukan tersebut dapat menyebabkan (artherosklerosis) atau
penebalan pada pembuluh nadi koroner (arteri koronoria).

Kondisi ini menyebabkan kelenturan pembuluh nadi menjadi berkurang, serangan jantung koroner akan
lebih mudah terjadi ketika pembuluh nadi mengalami penyumbatan ketika itu pula darah yang
membawa oksigen ke jaringan dinding jantung pun terhenti (Sulistiani, W, 2005).

Penyakit jantung coroner (PJK) ternyata bukan ditimbulkan oleh satu penyebab saja. Hasil
penyelidikan medis mengungkapkan bahwa ada serangkaian keadaan yang memungkinkan Anda
terkena PJK, dan inilah yang dinamakan factor risiko.

3. Patofisiologi

Fase penyakit jantung koroner dapat diketahui berdasarkan hubungan antara gejala klinis dengan
patologi endotelium yangdapat dilihat secara angioskopi. Pada permulaan penyakit akan tampak lapisan
lemak pads permukaan pembuluh darah. Bila lesi melebar akan menyebabkan obstruksi parsial oleh plak
yang permukaannya licin. Bila plakbertambah besar aliran koroner akan berkurang dan menyebabkan
angina stabil. Beberapa plak akan mengalami ulserasi dan menyebabkan kumpulan platelet pada tempat
tersebut. Kumpulan platelet tersebut akan mengakibatkan lepasnya vasokonstriktor koroner secara
periodik dari aliran darah dan menyebabkan angina yang laju (accelerated angina) yaitu bentuk
peralihan dari angina stabil ke angina tak stabil. Bila emboli yang lepas cukup besar akan menyebabkan
kematian yang mendadak.

Kumpulan platelet yang menempel dapat membentuk trombus kecil. Bila trombus cukup besar dan
menyebabkan obstruksi total akan menjadi infark miokard. Setelah terjadi infark, trombus akan lisis oleh
proses endogen. Ulserasi endotelium menyembuh dalam beberapa minggu. Proses penyembuhan
kadang-kadang tidak seluruhnya sempurna, seringkali trombus yang tersisa membentuk sumbatan
dalam pembuluh darah sehingga timbul kembali angina stabil. Plak tersebut dapat ruptur kembali, dan
seterusnya

Jadi mekanisme pencetus yang mengubah status seorang penderita dengan gejala klinis stabil menjadi
gawat seperti infark miokard akut sangat berhubungan erat dengan patogenesis ate rosklerosis, agregasi
platelet,trombosis intra koroner serta vasospasme koroner. Maka bagi penderita penyakit koroner
dengan aliran darah koroner terganggu, penanganan utamanya adalah revaskularisasi dan reperfusi,
baik secara mekanik maupun medikamentosa

4. Manifestasi Klinis

 Sesak napas mulai dengan napas yang terasa pendek sewaktu melakukan aktivitas
yang cukup berat, yang biasanya tak menimbulkan keluhan. Makin lama sesak makin
bertambah, sekalipun melakukan aktivitas ringan.
 Klaudikasio intermiten, suatu perasaan nyeri dan keram di ekstremitas bawah, terjadi
selama atau setelah olah raga, Peka terhadap rasa dingin
 Perubahan warna kulit.
 Nyeri dada kiri seperti ditusuk-tusuk atau diiris-iris menjalar ke lengan kiri.
 Keringat dingin dan berdebar-debar
 Dada rasa tertekan seperti ditindih benda berat, leher rasa tercekik.
 Denyut jantung lebih cepat
 Mual dan muntah
 kelemahan yang luar biasa

5. Pemeriksaan penunjang
1. Echocardiografi Diagnosis untuk penyakit jantung koroner dapat dilakukan dengan pemeriksaan
fisik, anamnesis. Pemeriksaan USG jantung dapat dilakukan dengan ekokardiografi. Sistem
ekokardiografi dapat menampilkan, menganalisa dan menangkap hati secara penuh dalam satu
detak jantung.
2. CT Scan, Perkembangan teknologi telah menciptakan alat baru yaitu Computed tomography (CT)
yang sudah lama berperan penting dalam mendeteksi dini penyakit selama bertahun-tahun.
Semakin berkembangnya teknologi, sehingga dapat menciptakan generasi baru dengan CT
scanner yang dapat melakukan CT angiografi koroner (CTA) dengan mengurangi dosis radiasi
pada pemeriksaan klinis secara rutin.
3. Pemeriksaan Laboratorium. Selain dengan CT juga dapat menggunakan tes in vitro di
laboratorium, melalui penggunaan biomarker baru yang tarutama dalam perawatan darurat
dapat mempengaruhi dan mendukung keputusan klinis. Pada gagal jantung penggunaan
natriuretik beredar-peptida B (BNP) sangat relevan, karena tingkat biomarker ini adalah
indikator yang baik untuk mengetahui sejauh mana fungsi jantung terganggu. BNP digunakan
baik untuk diagnosis awal dan untuk pemantauan terapi. Pada beberapa pasien, serangan
jantung menjadi penyebab langsung insufisiensi jantung, sehingga deteksi cepat dari infark
miokard sangat penting dalam mencegah bertambah parahnya kerusakan miokard dan
kegagalan jantung selanjutnya
4. Pemeriksaan Apo B dan hs — CRP Kolesterol tinggi bukan satu — satunya penyebab PIK. Kadar
lemak yang tinggi memang merupakan salah satu faktor risiko PJK, namun dalam kenyataannya
ternyata cukup banyak kasus PJK meski kadar lemak normal. Fakta yang terjadi adalah 1 dari 3
kasus serangan jantung terjadi pada orang dengan kadar kolesterol normal. Mengetahui kadar
kolesterol konvensional (Kolesterol Total, Kolesterol LDL — direk, Kolesterol HOL, Trigliserida)
tetap diperlukan, namun ada pemeriksaan lain yang dapat melengkapi penilaian risiko PJK yaitu
Apo B dan hs-CRP. Apo B8 bermanfaat untuk meningkatkan prediksi risiko PJK, karena semakin
tinggi kadar Apo B, semakin tinggi kemungkinan terjadinya risiko penyumbatan pembuluh
darah, walaupun kadar LDL normal. Hs-CRP bermanfaat untuk meningkatkan prediksi terjadinya
penyakit jantung karena proses aterosklerosis (penyumbatan dan pengerasan pembuluh darah)
yang juga ditandai dengan adanya proses peradangan. Pemeriksaan hs-CRP ini bermanfaat
untuk menentukan risiko kardiovaskular pada individu sehat.
6. Penatalaksanaan

Dengan Obat-obatan :

 Aspilet / antiplatelet
 Nitrat
 Beta-bloker A
 ce-Inhibitor
 Antagonis kalsium
 Statin

Dengan Tindakan :

 Angioplasti dengan balon dan stent (PTCA)


 Operasi pintas koroner (CABG)

7. Komplikasi

 Serangan jantung yang mengancam jiwa menyebabkan infark myocardium (kematian otot
jantung) karena persediaan darah tidak cukup.
 Angina pectoris yang tidak stabil, syok dan aritmia
 Gagal jantung kongestif
 Tekanan Darah Tinggi (hipertensi)
 Diabetes

Anda mungkin juga menyukai