Anda di halaman 1dari 50

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit jantung yang dibawa sejak
lahir, ditandai dengan kelainan pada struktur atau fungsi sirkulasi jantung yang
terjadi akibat gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase
awal perkembangan janin. Penyakit jantung bawaan terjadi pada 0,5-0,8% bayi
lahir hidup. Etiologi sebagian besar PJB masih belum jelas, namun dipengaruhi
oleh berbagai faktor predisposisi genetik dan pengaruh lingkungan. Secara garis
besar, PJB dapat dibagi menjadi dua, yaitu PJB sianotik dan PJB non-sianotik.
Pada PJB non-sianotik, kelainan yang paling sering terjadi adalah kelainan yang
menimbulkan beban volume berlebih dan pirau kiri ke kanan, salah satunya
adalah defek septum atrium (Helmy.M, 2012).
Penyakit jantung bawaan terjadi pada 8 bayi dari setiap 1000 kelahiran.
Penyakit jantung bawaan yang paling sering terjadi ialah defek septum ventrikel
dengan 4482 kejadian pada setiap 1 juta kelahiran diikuti defek septum atrium
dengan 1043 kejadian pada setiap 1 juta kelahiran dan stenosis pulmoner dengan
836 kejadian pada setiap satu juta kelahiran. Defek septum atrium merupakan
penyakit jantung bawaan yang paling banyak didiagnosis pada orang dewasa
dikarenakan jarangnya kejadian menutup secara spontan. Dari penelitian berbasis
populasi yang dilakukan Quebec pada tahun 2010 didapatkan prevalensi penyakit
jantung bawaan pada orang dewasa (>= 18 tahun) ialah 6,1 per 1000 (Helmy.M,
2012).
Atrial Septal Defect (ASD) adalah penyakit jantung kongenital asianotik
yang paling sering ditemukan pada pasien dewasa dengan insidensi 10% dari
defek jantung kongenital asianotik pada dewasa (terjadi pada 0,8% bayi lahir).
Terdapat 4 tipe yang berbeda dari ASD, yaitu ostium sekundum (85%), ostium
primum (10%), sinus venosus (5%), dan defek sinus coronarius (jarang). Pada
hampir semua pasien dengan ASD lahir < 3 mm akan menutup spontan dalam 18
bulan setelah lahir, namun pada pasien dengan defek 3-8 mm, hanya 80% yang
2

menutup spontan. Defek yang kecil (< 5 mm) dihubungkan dengan shunt yang
kecil dan tanpa konsekuensi hemodinamik. Defek 20 mm dihubungkan dengan
shunt luas dan menyebabkan efek hemodinamik yang nyata (Baskoro.R, 2016).
Insidensi individu remaja dan dewasa dengan penyakit jantung bawaan
(PJB) terus meningkat setiap tahun. Pasien PJB dapat bertahan hidup dan
menjalani kehidupan remaja hingga dewasa yang kini dikenal dengan Grown Up
Congenital Heart Disease (GUCH) dan Adult Congenital Heart Disease (ACHD).
Pada populasi Inggris didapatkan kurang lebih 150.000 pasien ACHD, sedangkan
di Amerika Serikat mencapai 1.000.000 pasien.Pada negara berkembang sebagai
contoh Mesir, didapatkan jumlah kasus PJB baru sekitar 15.200 pasien per tahun
dan 70% di antaranya mencapai usia remaja hingga dewasa. Hal tersebut
dikarenakan oleh faktor ketidak pedulian terhadap penyakit, sosial ekonomi, dan
hasil dari tindakan intervensi (Naysilla.A.M, 2017).
Masalah kesehatan dengan gangguan sistem kardiovaskuler termasuk
didalammya gagal jantung kongestif masih menduduki peringkat yang tinggi.
American Heart Association (AHA) melaporkan di Amerika Serikat
setidaknya 5 juta orang menderita gagal jantung dan sekitar 550.000 kasus baru
setiap tahunnya. Di Indonesia, di ruang rawat jalan dan inap Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM) Jakarta pada 2006 lalu didapati 3,23 % kasus gagal
jantung. Risiko kematian akibat gagal jantung berkisar antara 5–10% pertahun
pada gagal jantung ringan dan meningkat menjadi 30–40% pada gagal jantung
berat. Dari hasil pencatatan dan pelaporan rumah sakit didapatkan case fatality
rate (CFR) tertinggi terjadi pada gagal jantung yaitu sebesar 13,42% (Lestari.W,
2013).
Mortalitas dan morbiditas gagal jantung kongestif berkisar antara 30-
40% yang dirawat di rumah sakit untuk setiap tahunnya. Rata-rata mortalitas
pasien dengan gagal jantung pada tahun 1971 adalah 60% pada laki-laki dan
45% pada wanita. Pada tahun 1991 penyebab paling banyak kematian pada
gagal jantung kongestif adalah gagal jantung yang bersifat progresif, dan
sekitar 45% meninggal mendadak. Berdasarkan hasil audit yang dilakukan
antara tahun 1992-1993, pada 4606 pasien gagal jantung yang dirawat di
3

rumah sakit diketahui bahwa rata-rata mortalitas total adalah 19%, dengan
30% meninggal karena penyebab non kardiak (Majid.A,2010).
Data yang diperoleh dari WHO (2012) menunjukkan bahwa pada tahun
2008 terdapat 57 juta kematian oleh semua jenis penyakit dan 36 juta atau sekitar
63 % di antaranya disebabkan oleh Non Comunicable Disease (NCD) dan 17 juta
atau sekitar 48 % dari total kematian disebabkan oleh penyakit Kardiovaskular.
Prevalensi Gagal Jantung di Amerika pada tahun 2008 yaitu sekitar 5,7 juta untuk
semua tingkat usia. Selanjutnya terjadi peningkatan menjadi 6,6 juta jiwa pasien
menderita Gagal Jantung pada tahun 2010 dan diperkirakan akan bertambah
sebanyak 3,3 juta jiwa pada tahun 2030 atau sekitar 2,3 % dari tahun 2010
(Kusuma.W. et al, 2016).
Dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Kementrian Kesehatan
Indonesia tahun 2007 yaitu terdapat 7,2% penduduk Indonesia menderita Penyakit
Jantung. Sedangkan angka mortalitasnya sebanyak 31,9% disebabkan oleh
Penyakit Kardioserebrovaskular yaitu Penyakit Jantung, Stroke, dan Pembuluh
darah perifer. Data rekam medis RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya pada
tahun 2014 terdapat jumlah kasus CHF sebesar 608 kasus dari 10 besar kasus
penyakit kardiovaskular, kemudian pada 2015 terdapat 555 kasus CHF. CHF ini
merupakan penyakit urutan pertama pada kasus kardiovaskular di RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya (Rekam Medis RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya) (Kusuma.W. et al, 2016).
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Jantung

Sistem kardiovaskuler terdiri dari jantung dan pembuluh darah yang


terdiri dari arteri yang mengalirkan darah dari jantung, dan vena yang
mengalirkan darah menuju jantung. Jantung manusia berbentuk seperti
kerucut dan berukuran sebesar kepalan tangan, terletak di rongga dada
sebelah kiri dan memiliki dua atrium dan dua ventrikel. Jantung terbungkus
oleh suatu selaput yang disebut perikardium. Jantung berfungsi untuk
mempertahankan aliran darah dengan bantuan sejumlah katup. Untuk
menjamin kelangsungan sirkulasi, jantung berkontraksi secara periodik. Otot
jantung berkontraksi terus menerus tanpa mengalami kelelahan. Kontraksi
jantung manusia merupakan kontraksi miogenik, yaitu kontraksi yang
diawali kekuatan rangsang dari otot jantung itu sendiri (Lestari.W, 2013).

Gambar 1 Anatomi Jantung


5

Jantung adalah sebuah organ berotot dengan empat ruangan yang terletak
di rongga dada dibawah perlindungan tulang iga, sedikit ke sebelah kiri sternum.
Ukuran jantung lebih kurang sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kira-
kira 250-300 gram. Jantung mempunyai empat ruang yaitu atrium kanan, atrium
kiri, ventrikel kanan, dan ventrikel kiri. Diantara kedua atrium dibatasi oleh
septum interatrial, yang terletak pada bagian postero-inferior dinding medial
atrium kanan, sedangkan kedua ventrikel dibatasi oleh septum interventrikuler.
Secara horizontal atrium kanan dihubungkan dengan ventrikel kanan oleh katup
trikuspid dan atrium kiri berhubungan dengan ventrikel kiri lewat katup bikuspid
atau yang sering disebut dengan katup mitral.
Atrium adalah ruangan sebelah atas jantung dan berdinding tipis,
sedangkan ventrikel adalah ruangan sebelah bawah jantung dan mempunyai
dinding lebih tebal karena harus memompa darah ke seluruh tubuh. Atrium kanan
berfungsi sebagai penampung darah rendah oksigen dari seluruh tubuh. Atrium
kiri berfungsi menerima darah yang kaya oksigen dari paru-paru dan mengalirkan
darah tersebut ke paru-paru. Ventrikel kanan berfungsi menerima darah dari
atrium kanan dan memompakannya ke paru-paru. ventrikel kiri berfungsi untuk
memompakan darah yang kaya oksigen keseluruh tubuh.
Jantung dibungkus oleh jaringan ikat tebal yang disebut perikardium.
Pericardium yang meliputi jantung terdiri dari 2 lapisan yaitu pericardium
viceralis dan pericardium parietalis. Lapisan epikardium melapisi seluruh bagian
jantung hingga pangkal aorta dan arteri pulmonalis di bagian atas untuk kemudian
melipat keluar menjadi perikardium parietalis. Kedua lapisan perikardium yang
saling berkelanjutan ini membentuk suatu ruangan yang berisi cairan, disebut
sebagai cairan perikardium yang memudahkan pergerakan jantung saat terjadi
proses pemompaan darah. Adanya perikardium dengan perlekatannya pada
ligamentum-ligamentum juga berfungsi memfiksasi organ jantung di dalam
rongga dada. Jantung sendiri terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan terluar
epikardium (selaput pembungkus), lapisan tengah miokardium (otot-otot jantung)
dan endokardium (jaringan endotel).
6

Batas-batas jantung:

 Kanan : vena cava superior (VCS), atrium kanan, vena cava inferior

(VCI)

 Kiri : ujung ventrikel kiri

 Anterior : atrium kanan, ventrikel kanan, sebagian kecil ventrikel kiri

 Posterior : atrium kiri, 4 vena pulmonalis

 Inferior : ventrikel kanan yang terletak hampir horizontal sepanjang

diafragma sampai apeks jantung

 Superior : apendiks atrium kiri

FISIOLOGI JANTUNG
Siklus jantung merupakan kejadian yang terjadi dalam jantung selama
peredaran darah. Gerakan jantung terdiri dari 2 jenis yaitu jantung berkontraksi
dan memompa darah keluar dari jantung (sistolik) dan setiap ruang jantung
mengendur dan terisi darah relaksasi (diastolik). Sistolik merupakan sepertiga dari
siklus jantung. Kontraksi kedua atrium pendek, sedangkan kontraksi ventrikel
lebih lama dan lebih kuat. Daya dorong ventrikel kiri harus lebih kuat karena
harus mendorong darah keseluruh tubuh untuk mempertahankan tekanan darah
sistemik. Ventrikel kanan juga memompakan darah yang sama tapi tugasnya
hanya mengalirkan darah ke sekitar paru-paru ketika tekanannya lebih rendah.
Kedua atrium mengendur dan berkontraksi secara bersamaan, dan kedua ventrikel
juga mengendur dan berkontraksi secara bersamaan.
Arah yang kehabisan oksigen dan mengandung banyak karbondioksida
dari seluruh tubuh mengalir melalui 2 vena terbesar (vena kava) yang menuju ke
7

dalam atrium kanan. Setelah atrium kanan terisi darah, dia akan mendorong darah
ke dalam ventrikel kanan. Darah dari ventrikel kanan akan dipompa melalui katup
pulmoner ke dalam arteri pulmonalis, menuju ke paru-paru. Darah akan mengalir
melalui pembuluh yang sangat kecil (kapiler) yang mengelilingi kantong udara di
paru-paru, menyerap oksigen dan melepaskan karbondioksida yang selanjutnya
dihembuskan.
Darah yang kaya akan oksigen mengalir di dalam vena pulmonalis menuju
ke atrium kiri. Peredaran darah diantara bagian kanan jantung, paru-paru dan
atrium kiri disebut sirkulasi pulmoner. Darah dalam atrium kiri akan didorong ke
dalam ventrikel kiri, yang selanjutnya akan memompa darah yang kaya akan
oksigen ini melewati katup aorta masuk ke dalam aorta (arteri terbesar dalam
tubuh). Darah kaya oksigen ini disediakan untuk seluruh tubuh, kecuali paru-paru.
Sistem peredaran darah adalah suatu sistem organ yang berfungsi
memindahkan zat ke dan dari sel. Sistem ini juga menjaga stabilisasi suhu dan pH
tubuh (bagian dari homeostasis).

Ada tiga jenis sistem peredaran darah:


1. Tanpa sistem peredaran darah
2. Sistem peredaran darah terbuka
3. Sistem peredaran darah tertutup
8

Sistem peredaran darah yang juga merupakan bagian dari kinerja jantung
dan jaringan pembuluh darah (sistem kardiovaskuler) dibentuk. Sistem ini
menjamin kelangsungan hidup organisme, didukung oleh metabolisme setiap sel
dalam tubuh dan mempertahankan sifat kimia dan fisiologis cairan tubuh.
Pertama, darah mengangkut oksigen dari paru-paru ke sel dan karbon dioksida
dalam arah yang berlawanan. Kedua, yang diangkut dari nutrisi yang berasal
pencernaan seperti lemak, gula dan protein dari saluran pencernaan dalam
jaringan masing-masing untuk mengkonsumsi, sesuai dengan kebutuhan mereka,
diproses atau disimpan. Metabolit yang dihasilkan atau produk limbah (seperti
urea atau asam urat) yang kemudian diangkut ke jaringan lain atau organ-organ
ekskresi (ginjal dan usus besar) juga mendistribusikan darah seperti hormon, sel-
sel kekebalan tubuh dan bagian-bagian dari sistem pembekuan dalam tubuh.
Jantung mempunyai keistimewaan dibandingkan organ-organ lain dalam
aktivitasnya, hal ini disebabkan karena didalam otot jantung terdapat peacemaker
(gardu listrik) sehingga jantung dapat berdenyut secara teratur (rhythm) dan
independent tanpa harus menunggu arahan dari otak, dengan kata lain apabila
jantung sehat kita pisahkan dengan tubuh, maka jantung masih bisa berdenyut hal
ini dikarenakan sel-sel pacemaker alami yang secara automatis mengeluarkan
impuls secara teratur.
Adanya jaringan neuromuskular yang membentuk lintasan atau jalan
khusus sebagai kawat penghantar bioelektrik secara normal dimulai dari sino-
atrial node (SA node), atrio-ventrikuler node (AV node) dan bundle of his (berkas
his) purkinje fiber (serabut purkinje) yang selanjutnya akan diteruskan ke sel-sel
otot jantung sehingga menimbulkan kontraktilitas jantung.
9

2.2 Atrial Septal Defect (ASD)

2.2.1 Defenisi Atrial Septal Defect (ASD)

Atrial Septal Defect (ASD) adalah penyakit jantung bawaan berupa lubang
(defek) pada septuminter atrial, akibat kegagalan fusi septuminter atrial semasa
janin (PERKI). ASD menyebabkan pintasan kiri ke kanan intrakardiak dengan
overload volume ventrikular kanan, peningkatan aliran darah pulmonal
(pulmonary blood fl ow/PBF), hipertensi pulmonal, hipertrofi ventrikel kanan dan
terkadang gagal jantung kongestif (congestive heart failure/CHF). Meskipun
hipertensi pulmonal banyak didapatkan namun PVR jarang melebihi 500 dyn s
cm-5. Pada pasien dewasa, gejala yang muncul dapat berupa sesak nafas, aritmia
atrial atau gagal jantung. Namun begitu beberapa individu tetap asimptomatis
sampai terjadi shunt yang berbalik (Baskoro.R).

2.2.1.1 EMBRIOLOGI

Pemisahan atrium kanan dan atrium kiri kira-kira terjadi pada minggu ke
enam kehamilan. Akan terbentuk septum primum dan septum sekundum. Bila
kegagalan terjadi pada pertumbuhan septum primum maka akan terjadi defek
septum atrium primum (dinamakan dengan ASD I) dan bila kegagalan terjadi
pada pertumbuhan septum sekundum akan terjadi defek septum atrium sekundum
(ASD II). Defek sinus venosus biasanya terletak pada muara vena kava superior.
Defek ini hampir selalu disertai dengan tidak normalnya ven pulmonalis dekstra.

Defek sinus koronarius terletak pada muara dari sinus koronarius yang akan
menyebabkan terjadinya hubungan antara dinding atrium dimana pada keadaan
normal seharusnya terpisah antara sinus koronarius dengan atrium kiri. Tipe ini
biasanya disertai dengan adanya aliran pada bagian kiri vena kava superior ke
bagian atap atrium kiri. Menentukan tipe kelainan ASD ini sangat penting, karena
berkaitan dengan teknik operasi yang akan digunakan untuk memperbaiki
kelainan ini.
10

2.2.2 Epidemiologi Atrial Septal Defek

Di antara berbagai kelainan bawaan (congenital anomaly) yang ada,


penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan yang paling sering
ditemukan. Di Amerika Serikat, insidens penyakit jantung bawaan sekitar 8-10
dari 1000 kelahiran hidup, dengan sepertiga di antaranya bermanifestasi sebagai
kondisi kritis pada tahun pertama kehidupan dan 50% dari kegawatan pada bulan
pertama kehidupan berakhir dengan kematian penderita. Di Indonesia, dengan
populasi 200 juta penduduk dan angka kelahiran hidup 2%, diperkirakan terdapat
sekitar 30.000 penderita PJB. Atrial Septal Defect/ASD Insidensnya sekitar 6,7%
dari seluruh PJB pada bayi yang lahir hidup.

2.2.3 Klasifikasi Atrial Septal Defek

Berdasarkan letak lubang, ASD dibagi dalam tiga tipe :

1) Ostium Secundum
Merupakan tipe ASD yang tersering. Kerusakan yang terjadi terletak pada
bagian tengah septum atrial dan fossa ovalis. Sekitar 8 dari 10 bayi lahir dengan
ASD ostium secundum. Sekitar setengahnya ASD menutup dengan sendirinya.
Keadaan ini jarang terjadi pada kelainan yang besar. Tipe kerusakan ini perlu
dibedakan dengan patent foramen ovale. Foramen ovale normalnya akan menutup
segera setelah kelahiran, namun pada beberapa orang hal ini tidak terjadi hal ini
disebut paten foramen ovale. ASD merupakan defisiensi septum atrial yang sejati.
2) Ostium Primum
Kerusakan terjadi pada bagian bawah septum atrial. Biasanya disertai dengan
berbagai kelainan seperti katup atrioventrikuler dan septum ventrikel bagian atas.
Kerusakan primum jarang terjadi dan tidak menutup dengan sendirinya.
3) Sinus Venosus
Kerusakan terjadi pada bagian atas septum atrial, didekat vena besar (vena cava
superior) membawa darah miskin oksigen ke atrium kanan. Sering disertai dengan
kelainan aliran balik vena pulmonal, dimana vena pulmonal dapat berhubungan
dengan vena cava superior maupun atrium kanan. Defek sekat primum dikenal
11

dengan ASD I, Defek sinus Venosus dan defek sekat sekundum dikenal dengan
ASD II.
2.2.4 Etiologi Atrial Septal Defect
Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor
yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD.
Faktor-faktor tersebut diantaranya :
1) Faktor Prenatal
Ibu menderita infeksi RubellaIbu alkoholisme
Umur ibu lebih dari 40 tahun.
Ibu menderita IDDM (Insulin dependent diabetes melitus)
Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu
2) Faktor genetik
Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB (penyakit jantung bawaan)
Ayah atau ibu menderita PJB (penyakit jantung bawaan)
Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down
Lahir dengan kelainan bawaan lain
3) Gangguan hemodinamik Tekanan diatrium kiri lebih tinggi dari pada tekanan
diatrium kanan sehingga memungkinkan aliran darah dari atrium kiri ke
atrium kanan.
ASD merupakan suatu kelainan jantung bawaan. Dalam keadaan normal,
pada peredaran darah janin terdapat suatu lubang diantara atrium kiri dan kanan
sehingga darah tidak perlu melewati paru-paru. Pada saat bayi lahir, lubang ini
biasanya menutup. Jika lubang ini tetap terbuka, darah terus mengalir dari atrium
kiri ke atrium kanan (shunt), Penyebab dari tidak menutupnya lubang pada septum
atrium ini tidak diketahui.
2.2.5 Manifestasi Klinis Atrial Septal Defect

Sebagian bayi lahir tanpa adanya gejala dan gejala baru tampak pada masa
kanak-kanak. Beberapa bayi lainnya menunjukkan gejala langsung ketika ia lahir
sehingga membutuhkan tindakan segera. Ada pula yang tidak menunjukkan gejala
12

sampai usianya dewasa atau bahkan usia lanjut. Meski begitu, beberapa gejala
khas penyakit atrial septal defect adalah:

 Sesak napas pada saat beraktivitas


 Mudah lelah
 Pembengkakan kaki dan perut
 Sering terjadi infeksi pernapasan pada anak-anak
 Merasakan jantung berdebar (palpitasi) pada orang dewasa

Penderita ASD sebagian besar menunjukkan gejala klinis sebagai berikut:


-Detak jantung berdebar-debar (palpitasi)
-Tidak memiliki nafsu makan yang baik
-Sering mengalami infeksi saluran pernafasan
-Berat badan yang sulit bertambah
Gejala lain yang menyertai keadaan ini adalah :
-Sianosis pada kulit di sekitar mulut atau bibir dan lidah
-Cepat lelah dan berkurangnya tingkat aktivitas
-Demam yang tak dapat dijelaskan penyebabnya
-Respon tehadap nyeri atau rasa sakit yang meningkat
Mild dyspneu pada saat bekerja (dispneu d’effort) dan atau kelelahan ringan
adalah gejala awal yang paling sering ditemui pada hubungan antar atrium. Pada
bayi yang kurang dari 1 tahun jarang sekali memperlihatkan tanda-tanda gagal
jantung kongestif yang mengarah pada defek atrium yang tersembunyi. Gejala
menjadi semakin bertambah dalam waktu 4 sampai 5 dekade. Pada beberapa
pasien yang dengan ASD yang lebar, mungkin dalam 10 atau 7 dekade
sebelumnya telah memperlihatkan gejala dispneu d’effort, kelelahan ringan atau
gagal jantung kongestif yang nyata.

Pada penderita ASD terdapat suara splitting yang menetap pada S2. Tanda ini
adalah khas pada patologis pada ASD dimana pada defek jantung yang tipe lain
tidak menyebabkan suara splitting pada S2 yang menetap.
13

2.2.6 Patofisiologi Atrial Septal Defect


Adanya defek menyebabkan sejumlah darah yang teroksigenisasi (dari vena
pulmonal) mengalir dari atrium kiri ke atrium kanan, menambah jumlah darah
yang masuk ke atrium kanan (venous return). Aliran darah ini tidak deras karena
perbedaan tekanan pada atrium kiri dan kanan tidak begitu besar (tekanan pada
atrium kiri 9-12 mmHg sedangkan pada atrium kanan 8 mmHg). Total darah
tersebut kemudian dipompa oleh ventrikel kanan ke paru. Adanya aliran darah
yang abnormal tersebut menyebabkan penambahan beban pada ventrikel kanan,
arteri pulmonalis, kapiler paru-paru dan atrium kiri. Bila shunt besar, volume
darah yang melalui arteri pulmonalis dapat 3-5 kali lebih banyak dari darah yang
melalui aorta. Dengan bertambahnya volume aliran darah pada ventrikel kanan
dan arteri pulmonalis, maka tekanan nya pun bertambah sehingga tahanan katup
arteri pulmonalis naik, hal ini menyebabkan perbedaan tekanan sekitar 15-25
mmHg yang akhirnya menimbulkan bising sisitolik pada saat auskultasi. Karena
adanya penambahan beban yang terus menerus pada arteri pulmonal, maka
tahanan arteri pulmonal pun meningkat sehingga mengakibatkan terjadinya
kenaikan tekanan ventrikel kanan yang permanen. Dengan adanya hal tersebut
arah shunt pun bisa berubah menjadi dari kanan ke kiri sehingga sirkulasi darah
sistemik rendah oksigen hal ini disebut dengan sindrom Eisen Menger akibat nya
dapat terjadi hipoksemia dan sianosis.
2.2.7 Diagnosis Atrial Septal Defect
Menegakkan diagnosis Atrial Septal Defect menurut PERKI :
 Anamnesis

1. Infeksi saluran nafas berulang


2. Sesak nafas
3. Kesulitan menyusu
4. Gagal tumbuh kembang
5. Cepat capai
14

 Pemeriksaan Fisik
1. Takipnoe
2. Sianosis
3. Auskultasi: splitting BJ II, P2 mengeras, ejection sistolik murmur di sela iga 2
para sternal kiri, mid diastolik murmur di katup tricuspid
4. Hepatomegali

 Foto Thorax AP/PA


Menurut dr RISTA D.SOETIKNO SpRad (K).Mkes :
a. Tanpa hipertensi pulmonal
PA : Jantung membesar ke kiri dengan apex di atas diafragma. Arkus aorta
tampak kecil. Lateral kiri: Tampak ventrikel kanan membesar (Ruang
retrosternal terisi). Tidak tampak pembesaran ventrikel kiri maupun atrium
kiri.
b. Dengan hipertensi pulmonal
PA : Jantung membesar ke kiri dan kanan. Bentuk torak emfisematous (barrel
chest). Lateral kiri: Pembesaran ventrikel kanan yang menempel jauh ke atas
sternum. Tidak tampak pembesaran ventrikel kiri. Atrium kiri normal atau
kadang membesar. Kadang jantung belakang bawah berhimpit dengan
kolumna vertebralis (karena atrium kanan sangat besar dan mendorong
jantung ke belakang).

 EKG 12 lead
 Ekokardiografi: TTE dan TEE pada sebagian kasus
 MRI (pada sebagian kasus)
 Sadap Jantung (pada kasus yang dicurigai Pulmonary Vascular Disease)
2.2.8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang Atrial Septal Defect menurut PERKI :
1. EKG minimal 2 kali
2. Foto Thoraks minimal 2 kali
3. Ekokardiografi untuk diagnosis dan evaluasi postoperatif
4. Sadap jantung pada kasus dengan kecurigaan penyakit vaskular paru
15

5. MSCT/MRI pada kasus APVD supra/Infrakardiak dengan muara PV yang


tidak jelas tervisualisasi dengan pemeriksaan ekokardiografi.
2.2.9 Terapi Atrial Septal Defect

Penutupan ASD dapat dilakukan dengan bedah atau non bedah dengan
pemasangan device (pada ASD sekundum tanpa hipertensi pulmonal, yang
lokasinya memungkinkan).

1. ASD dengan aliran pirau yang kecil Pemantauan klinis dan ekokardiografis.
Bila hasil ekokardiogram meragukan antara kecil dan sedang, dilakukan
pemeriksaan sadap jantung usia 5–8 tahun untuk menentukan flow ratio (FR).
Penutupan ASD dilakukan bila FR >1,5.

2. ASD dengan aliran pirau yang besar.

a. Bayi dengan ASD besar (+ MR berat) dengan GJK: Berikan obat anti gagal
jantung (digitalis, diuretika, vasodilator)

- Bila GJK teratasi: operasi penutupan ASD ditunda sampai usia >1 tahun tanpa
didahului pemeriksaan sadap jantung.

- Bila GJK tidak teratasi: operasi penutupan ASD harus dilakukan lebih dini.

b. Bayi dengan ASD besar tanpa GJK dan tanpa HP Operasi penutupan ASD usia
pra-sekolah (3–4 tahun).

c. Anak / orang dewasa dengan HP. Pada anak/orang dewasa, biasanya gejala
yang timbul adalah akibat HP, pada kondisi seperti ini penutupan ASD harus
segera dilakukan. - Bila secara klinis dan ekokardiografis terlihat aliran pirau
(LtoR) deras, maka penutupan ASD dapat dilakukan tanpa perlu mengukur PARi.

- Bila secara klinis dan ekokardiografis terlihat aliran pirau (LtoR) kurang deras
atau bidirectional (diduga sudah terjadi penyakit vaskuler paru), maka perlu
dilakukan penyadapan jantung untuk menilai reaktifitas vaskuler paru. Kalau
didapat :
16

o PARi <8 U/m² maka risiko operasi penutupan ASD kecil.


o PARi >8 U/m 2 , dengan O2 100% turun <8 U/m² maka operasi penutupan
masih dapat dilakukan tetapi dengan risiko tinggi dengan tanpa membuat
celah seperti FPO pada septum perlu penanganan HP pasca bedah.

Bila dengan O2 100% ternyata PARi >8 U/m 2 , maka operasi penutupan ASD
tidak dianjurkan lagi.

d.Anak atau orang dewasa tanpa HP. Bila tidak ada tanda-tanda HP, operasi
penutupan ASD dilakukan secara elektif, pada usia pra–sekolah (3–4 tahun).
Penutupan ASD sekundum dilakukan dengan operasi atau intervensi non bedah
dengan device tanpa didahului pemeriksaan sadap jantung.

2.2.9 Edukasi

1. Edukasi tentang ASD dan penyulitnya seperti Regurgitasi Mitral, HP


2. Edukasi pemeriksaan penunjang yang diperlukan
3. Edukasi rencana terapi dan edukasi obat-obatan
4. Edukasi tindakan / intervensi non bedah
5. Edukasi tindakan / intervensi bedah dan penyulit yang bisa terjadi.
6. Edukasioral hygiene untuk menghindari kejadian Endokarditis Infektif.

2.3 Congestive Heart Failure

2.3.1 Defenisi Congestive Heart Failure

Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dimana seorang


pasien harus memiliki tampilan berupa: Gejala gagal jantung (nafas pendek yang
tipikal saat istrahat atau saat melakukan aktifitas disertai / tidak kelelahan); tanda
retensi cairan (kongesti paru atau edema pergelangan kaki); adanya bukti objektif
dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istrahat (PERKI, 2015).

Congestive Heart Failure (CHF) adalah ketidakmampuan jantung


memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan
tubuh yang disebabkan kelainan sekunder dari abnormalitas struktur jantung dan
17

atau fungsi (yang diwariskan atau didapat) yang merusak kemampuan ventrikel
kiri untuk mengisi atau mengeluarkan darah (W.K.Maulidita, 2015).

Congestive Heart Failure (CHF) merupakan suatu keadaan patologis di


mana kelainan fungsi jantung menyebabkan kegagalan jantung memompa darah
untuk memenuhi kebutuhan jaringan, atau hanya dapat memenuhi kebutuhan
jaringan dengan meningkatkan tekanan pengisian (Arneliwati, et al, 2015).

2.3.2 Klasifikasi Congestive Heart Failure

Klasifikasi berdasarkan kelainan struktural Klasifikasi berdasarkan kapsitas fungsional


jantung (NYHA)
Stadium A Kelas I
Memiliki risiko tinggi untuk Tidak terdapat batasan dalam
berkembang menjadi gagal jantung. melakukan aktifitas fisik. Aktifitas fisik
Tidak terdapat gangguan struktural atau sehari-hari tidak menimbulkan
fungsional jantung, tidak terdapat tanda kelelahan, palpitasi atau sesak nafas
atau gejala
Stadium B Kelas II
Telah terbentuk penyakit struktur Terdapat batasan aktifitas ringan. Tidak
jantung yang berhubungan dengan terdapat keluhan saat istrahat, namun
perkembangan gagal jantung, tidak aktifitas fisik sehari-hari menimbulkan
terdapat tanda atau gejala kelelahan, palpitasi atau sesak nafas
Stadium C Kelas III
Gagal jantung yang simtomatik Terdapat batasan aktifitas bermakna.
berhubungan dengan penyakit Tidak terdapat keluhan saat istrahat,
struktural jantung yang mendasari tetapi aktfitas fisik ringan menyebabkan
kelelahan, palpitasi atau sesak
Stadium D Kelas IV
Penyakit jantung struktural lanjut serta Tidak dapat melakukan aktifitasfisik
gejala gagal jantung yang sangat tanpa keluhan. Terdapat gejala saat
bermakna saat istrahat walaupun sudah istrahat. Keluhan meningkat saat
18

mendapat terapi medis maksimal melakukan aktifitas


(refrakter)
Tabel 1 Klasifikasi CHF

2.3.3 Etiologi Congestive Heart Failure

Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :

1) Kelainan otot jantung


Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan
menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab
kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan
penyakit degeneratif atau inflamasi.
2) Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke
otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat).
Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya
gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif,
berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara langsung
merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
3) Hipertensi sistemik atau pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung
4) Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun
5) Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya,
yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat
mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katup
semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade,
19

perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV), peningkatan


mendadak afterload
6) Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal: demam),
hipoksia dan anemia diperlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi
kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan
suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan
abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung

2.3.4 Tanda dan Gejala

Gejala khas gagal jantung : Sesak nafas saat istrahat atau aktifitas, kelelahan,
edema tungkai
DAN Tanda khas Gagal Jantung : Takikardia, takipnu, ronki paru, efusi pleura,
peningkatan tekanan vena jugularis, edema perifer, hepatomegali.
DAN Tanda objektf gangguan struktur atau fungsional jantung saat istrahat,
kardiomegali, suara jantung ke tiga, murmur jantung, abnormalitas dalam
gambaran ekokardiografi, kenaikan konsentrasi peptida natriuretik
Tabel 2 Gejala dan Tanda Khas CHF

Tanda Gejala
Mayor Mayor
- Sesak nafas - Peningkatan JVP
- Ortopneu - Refluks hepatojugular
- Paroxysmal nocturnal dyspnoe - Suara jantung S3 (gallop)
- Toleransi aktifitas yang berkurang - Apex jantung bergeser ke lateral
- Cepat lelah -Bising jantung
- Begkak di pergelangan kaki
Minor Minor
- Batuk di malam / dini hari - Edema perifer
- Mengi - Krepitasi pulmonal
20

- Berat badan bertambah > 2 kg/minggu - Sura pekak di basal paru pada perkusi
- Berat badan turun (gagal jantung - Takikardia
stadium lanjut) - Nadi ireguler
- Perasaan kembung/ begah - Nafas cepat
- Nafsu makan menurun - Heaptomegali
- Perasaan bingung (terutama pasien - Asites
usia lanjut) - Kaheksia
- Depresi
- Berdebar
- Pingsan
Tabel 3 Manifestasi Klinis CHF

2.3.5 Algoritma Diagnosis Congestive Heart Failure

Algoritma diagnosis gagal jantung atau disfungsi ventrikel kiri. Penilaian


klinis yang teliti diperlukan untuk mengetahui penyebab gagal jantung, karena
meskipun terapi gagal jantung umumnya sama bagi sebagain besar pasien, namun
keadaan tertentu memerlukan terapi spesifik dan mungkin penyebab dapat
dikoreksi

 Tehnik Diagnostik

Uji diagnostik biasanya paling sensitif pada pasien gagal jantung dengan
fraksi ejeksi rendah.Uji diagnostik sering kurang sensitf pada pasien gagal jantung
dengan fraksi ejeksi normal. Ekokardiografi merupakan metode yang paling
berguna dalam melakukan evaluasi disfungsi sistolik dan diastolik.
21

Gambar 2 Skema Diagnostik

- Elektrokardiogram (EKG)

Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua pasien diduga gagal


jantung.Abnormalitas EKG sering dijumpai pada gagal jantung. Abnormalitas
EKG memiliki nilai prediktif yang kecil dalam mendiagnosis gagal jantung, jika
EKG normal, diagnosis gagal jantung khususnya dengan disfungsi sistolik sangat
kecil (< 10%).

- Foto Toraks

Merupakan komponen penting dalam diagnosis gagal jantung. Rontgen toraks


dapat mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura dan dapat mendeteksi
penyakit atau infeksi paru yang menyebabkan atau memperberat sesak nafas
Kardiomegali dapat tidak ditemukan pada gagal jantung akut dan kronik.
22

Abnormalitas Penyebab Implikasi klinis

Sinus takikardia Gagal jantung Penilaian klinis


dekompensasi, anemia, Pemeriksaan laboratorium

demam, hipertroidisme
Sinus Bradikardia Obat penyekat β, anti aritmia, Evaluasi terapi obat
hipotiroidisme, sindroma sinus Pemeriksaan laboratorium
sakit
Atrial takikardia / Hipertiroidisme, infeksi, gagal Perlambat konduksi AV,
futer / fbrilasi jantung dekompensasi, konversi medik,
infark miokard elektroversi, ablasi
kateter, antikoagulasi
Aritmia ventrikel Iskemia, infark, Pemeriksaan laboratorium,
kardiomiopati, miokardits, tes latihan beban,
hipokalemia, pemeriksaan
hipomagnesemia, overdosis perfusi, angiografi
digitalis koroner, ICD
Iskemia / Infark Penyakit jantung Ekokardiografi, troponin,
Koroner Angiografiikoroner,
revaskularisasi

Gelombang Q Infark, kardiomiopati hipertrofi, Ekokardiografi, angiografii


LBBB, pre- exitasi koroner
Hipertrofi Hipertensi, penyakit katup Ekokardiografi, doppler
ventrikel kiri aorta,
kardiomiopati hipertrofi
Blok Infark miokard, Evaluasi penggunaan
Atrioventrikular Intoksikasi obat, obat,
miokarditis, sarkoidosis, pacu jantung, penyakit
Penyakit Lyme sistemik
Mikrovoltase Obesitas, emfisema, Ekokardiograf,
efusi perikard, rontgen toraks
amiloidosis
Durasi QRS > 0,12 Disinkroni elektrik dan mekanik Ekokardiograf, CRT-
23

detik dengan P, CRT-D


morfologi LBBB
LBBB = Lef Bundle Branch Block; ICD = Implantable Cardioverter
Defbrillator
CRT-P = Cardiac Resynchronizaton Therapy-PACEImaker; CRT-D = Cardiac
Resynchronizaton Therapy-Defbrillator
Tabel 4Abnormalitas EKG yang umum ditemukan pada gagal jantung
Abnormalitas Penyebab Implikasi klinis
Kardiomegali Dilatasi ventrikel kiri, Ekokardiograf, Doppler
ventrikel kanan, atria,
efusi perikard
Hipertrofi ventrikel Hipertensi, stenosis Ekokardiografi, Doppler
aorta,
kardiomiopati
hipertrofi
Tampak paru normal Bukan kongesti paru Nilai ulang diagnosis
Kongesti vena paru Peningkatan tekanan Mendukung diagnosis
pengisian gagal jantung kiri
ventrikel kiri
Edema intersital Peningkatan tekanan Mendukung diagnosis
pengisian gagal jantung kiri
ventrikel kiri
Efusi pleura Gagal jantung dengan Pikirkan etologi non-
peningkatan tekanan kardiak (jika efusi banyak)
pengisian jika efusi
bilateral
Infeksi paru, pasca
bedah/ keganasan
Garis Kerley B Peningkatan tekanan Mitral stenosis/gagal
Limfatik jantung kronik
Area paru hiperlusen Emboli paru Pemeriksaan CT,
atau Spirometri,
emfsema Ekokardiografi
24

Infeksi paru Pneumonia sekunder Tatalaksana kedua


akibat penyakit:
kongesti paru gagal jantung dan
infeksi paru
Infltrat paru Penyakit sistemik Pemeriksaan diagnostik
lanjutan
Tabel 5 Abnormalitas fototoraks yang umum ditemukan pada gagal
jantung
- Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung adalah darah
perifer lengkap (hemo-globin, leukosit, trombosit), elektrolit, kreatinin, laju
filtrasi glomerulus (GFR), glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis. Pemeriksaan
tambahan laindipertimbangkan sesuai tampilan klinis. Gangguan hematologis
atau elektrolit yang bermakna jarang dijumpai pada pasien dengan gejala ringan
sampai sedang yang belum diterapi, meskipun anemia ringan, hiponatremia,
hiperkalemia dan penurunan fungsi ginjal sering dijumpai terutama pada pasien
dengan terapi menggunakan diuretik dan/atau ACEI (Angiotensin Converting
Enzime Inhibitor), ARB (Angiotensin Receptor Blocker), atau antagonis
aldosterone.

- Peptida Natriuretik

Terdapat bukti - bukti yang mendukung penggunaan kadar plasma


peptidanatriuretik untuk diagnosis, membuat keputusan merawat atau
memulangkan pasien, dan mengidentifikasi pasien pasien yang berisiko
mengalami dekompensasi. Konsentrasi peptida natriuretik yang normal sebelum
pasien diobati mempunyai nilai prediktif negatif yang tinggi dan membuat
kemungkinan gagal jantung sebagai penyebab gejalagejala yang dikeluhkan
pasien menjadi sangat kecil. Kadar peptida natriuretik yang tetap tinggi walaupun
terapi optimal mengindikasikan prognosis buruk.Kadar peptidanatriuretik
meningkat sebagai respon peningkatan tekanan dinding ventrikel. Peptida
25

natriuretik mempunyai waktu paruh yang panjang, penurunan tiba-tiba tekanan


dinding ventrikel tidak langsung menurunkan kadar peptida natriuretik.

- Troponin I atau T

Pemeriksaan troponin dilakukan pada penderita gagal jantung jika gambaran


klinisnya disertai dugaan sindroma koroner akut. Peningkatan ringan kadar
troponin kardiak sering pada gagal jantung berat atau selama episode
dekompensasi gagal jantung pada penderita tanpa iskemia miokard.

- Ekokardiografi

Istilah ekokardiograf digunakan untuk semua teknik pencitraan ultrasound


jantung termasuk pulsed and continuous wave Doppler, colour Doppler dan
tissue Doppler imaging (TDI). Konfirmasi diagnosis gagal jantung dan/atau
disfungsi jantung dengan pemeriksaan ekokardiografi adalah keharusan dan
dilakukan secepatnya pada pasien dengan dugaan gagal jantung. Pengukuran
fungsi ventrikel untuk membedakan antara pasien disfungsi sistolik dengan
pasien dengan fungsi sistolik normal adalah fraksi ejeksi ventrikel kiri (normal >
45 - 50%).

Diagnosis gagal jantung dengan fraksi ejeksi normal (HFPEF/ heart failure with
preserved ejection fraction) Ekokardiografi mempunyai peran penting dalam
mendiagnosis gagal jantung dengan fraksi ejeksi normal. Diagnosis harus
memenuhi tiga kriteria:

1. Terdapat tanda dan/atau gejala gagal jantung

2. Fungsi sistolik ventrikel kiri normal atau hanya sedikit terganggu (fraksi ejeksi
> 45 - 50%)

3. Terdapat bukti disfungsi diastolik (relaksasi ventrikel kiri abnormal / kekakuan


diastolik)

- Ekokardiografi transesofagus
26

Direkomendasikan pada pasien dengan ekokardiografi transtorakal tidak adekuat


(obesitas, pasien dengan ventlator), pasien dengan kelainan katup, pasien
endokardits, penyakit jantung bawaan atau untuk mengeksklusi trombus di left
atrial appendagepada pasien fibrilasi atrial

- Ekokardiografi beban

Ekokardiografi beban (dobutamin atau latihan) digunakan untuk mendeteksi


disfungsi ventrikel yang disebabkan oleh iskemia dan menilai viabilitas miokard
pada keadaan hipokinesis atau akinesis berat

Pengukuran Abnormalitas Implikasi klinis


Fraksi ejeksi Menurun (< 40 %) Disfungsi sistolik
ventrikel kiri
Fungsi ventrikel kiri, Akinesis, hipokinesis, Infark/iskemia miokard,
global dan fokal diskinesis kardiomiopati, miokardits
Diameter akhir Meningkat (> 55 mm) Volume berlebih, sangat
diastolik mungkin gagal jantung
(End-diastolik
diameter = EDD)
Diameter akhir Meningkat (> 45 mm) Volume berlebih, sangat
sistolik mungkin disfungsi sistolik
(End-systolic
diameter = ESD)
Fractonal shortening Menurun (< 25%) Disfungsi sistolik
Ukuran atrium kiri Meningkat (> 40 mm) Peningkatan tekanan
pengisian, disfungsi katup
mitral, fibrilasi
atrial
Ketebalan ventrikel kiri Hipertrofi (> 11-12 mm) Hipertensi, stenosis aorta,
kardiomiopati hipertrofi
Struktur dan fungsi Stenosis atau Mungkin penyebab
katup regurgitasi katup (terutama primer atau sebagai
stenosis aorta komplikasi gagal
27

Tabel 6 Abnormalitas ekokardiografk yang sering dijumpai pada gagal


jantung
2.2.6 Penatalaksanaan

2.2.6.1 Non Farmakologi

- MANAJEMEN PERAWATAN MANDIRI

Manajemen perawatan mandiri mempunyai peran dalam keberhasilan pengobatan


gagal jantung dan dapat memberi dampak bermakna perbaikan gejala gagal
jantung, kapasitas fungsional, kualitas hidup, morbiditas dan prognosis.
Manajemen perawatan mandiri dapat didefnisikan sebagai tindakan-tindakan
yang bertujuan untuk menjaga stabilitas fisik, menghindari perilaku yang dapat
memperburuk kondisi dan mendeteksi gejala awal perburukan gagal jantung.

-Ketaatan pasien berobat

Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas dan kualitas hidup


pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20 - 60% pasien yang taat pada terapi
farmakologi maupun non-farmakologi

-Pemantauan berat badan mandiri

Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika terdapat kenaikan berat
badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikan dosis diuretik atas
pertmbangan dokter.

-Asupan cairan

Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama pada pasien dengan


gejala berat yang disertai hiponatremia. Restriksi cairan rutin pada semua pasien
dengan gejala ringan sampai sedang tidak memberikan keuntungan klinis.

-Pengurangan berat badan


28

Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan gagal
jantung dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal jantung, mengurangi
gejala dan meningkatkan kualitas hidup.

-Kehilangan berat badan tanpa rencana

Malnutrisi klinis atau subklinis umum dijumpai pada gagal jantung


berat.Kaheksia jantung (cardiac cachexia) merupakan prediktor penurunan angka
kelangsungan hidup.Jika selama 6 bulan terakhir berat badan > 6 % dari berat
badan stabil sebelumnya tanpa disertai retensi cairan, pasien didefinisikan
sebagai kaheksia. Status nutrisi pasien harus dihitung dengan hati-hati.

-Latihan fisik

Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung kronik stabil.
Program latihan fisik memberikan efek yang sama baik dikerjakan di rumah sakit
atau di rumah.

2.2.6.2 Farmakologi

-TUJUAN TATA LAKSANA GAGAL JANTUNG

Tujuan diagnosis dan terapi gagal jantung yaitu untuk mengurangi morbiditas dan
mortalitas. Tindakan preventif dan pencegahan perburukan penyakit jantung tetap
merupakan bagian penting dalam tata laksana penyakit jantung.menyajikan
strategi pengobatan mengunakan obat dan alat pada pasien gagal jantung
simtomatik dan disfungsi sistolik. Sangatlah penting untuk mendeteksi dan
mempertimbangkan pengobatan terhadap kormorbid kardiovaskular dan non
kardiovaskular yang sering dijumpai.

1. Prognosis Menurunkan mortalitas


2. Morbiditas Meringankan gejala dan tanda
Memperbaiki kualitas hidup
Menghilangkan edema dan retensi cairan
Meningkatkan kapasitas aktifitas fisik
29

Mengurangi kelelahan dan sesak nafas


Mengurangi kebutuhan rawat inap
Menyediakan perawatan akhir hayat

3. Pencegahan Timbulnya kerusakan miokard


Perburukan kerusakan miokard
Remodelling miokard
Timbul kembali gejala dan akumulasi cairan
Rawat inap
Tabel 8 Tujuan pengobatan gagal jantung kronik
1. ANGIOTENSIN-CONVERTING ENZYME INHIBITORS (ACEI)
Kecuali kontraindikasi, ACEI harus diberikan pada semua pasien gagal jantung
simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %.ACEI memperbaiki fungsi
ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit
karenaperburukan gagal jantung, dan meningkatkan angka kelangsungan
hidup. ACEI kadang-kadang menyebabkan perburukanfungsi ginjal,
hiperkalemia, hipotensi simtomatik, batuk dan angioedema (jarang), oleh sebab
itu ACEIhanya diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal adekuat dan kadar
kalium normal.
1. Indikasi pemberian ACEI
 Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %, dengan atau tanpa gejala
2. Kontraindikasi pemberian ACEI
 Riwayat angioedema
 Stenosis renal bilateral
 Kadar kalium serum > 5,0 mmol/L
 Serum kreatinin > 2,5 mg/dL
 Stenosis aorta berat

Cara pemberian ACEI pada gagal jantung (Tabel 9)

1. Inisiasi pemberian ACEI


 Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit
 Periksa kembali fungsi ginjal dan serum elektrolit 1 - 2 minggu setelah terapi
30

ACEI
2. Naikan dosis secara titrasi
3. Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 - 4 minggu.
 Jangan naikan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau hiperkalemia.
Dosis titrasi dapat dinaikan lebih cepat saat dirawat di rumah sakit
 Jika tidak ada masalah diatas, dosis dititrasi naik sampai dosis target
atau dosis maksimal yang dapat di toleransi. Periksa fungsi ginjal dan serum
elektrolit 3 dan 6 bulan setelah mencapai dosis target atau yang dapat
ditoleransi dan selanjutnya tiap 6 bulan sekali

2. PENYEKAT β

Kecuali kontraindikasi, penyekat β harus diberikan pada semua pasien


gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %. Penyekat β
memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan
rumah sakit karena perburukan gagal jantung, dan meningkatkan
kelangsungan hidup

Indikasi pemberian penyekat β

 Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %


 Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA)
 ACEI / ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah diberikan
 Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak ada
kebutuhan inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat)

Kontraindikasi pemberian penyekat β

 Asma
 Blok AV (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit (tanpa pacu
jantung permanen), sinus bradikardia (nadi < 50 x/menit)
Cara pemberian penyekat β pada gagal jantung (Tabel 9)

 Inisiasi pemberian penyekat β


31

 Penyekat β dapat dimulai sebelum pulang dari rumah sakit pada pasien
dekompensasi secara hati-hati. Dosis awal lihat
Naikan dosis secara titrasi
 Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 - 4 minggu. Jangan
naikan dosis jika terjadi perburukan gagal jantung, hipotensi simtomatik atau
bradikardi (nadi < 50 x/menit)
Jika tidak ada masalah diatas, gandakan dosis penyekat β sampai dosis target
atau dosis maksimal yang dapat di toleransi

Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian penyekat β:

 Hipotensi simtomatik
 Perburukan gagal jantung
 Bradikardia
3. ANTAGONIS ALDOSTERON

Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis aldosteron dosis


kecil harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi ≤ 35 % dan
gagal jantung simtomatik berat (kelas fungsional III - IV NYHA) tanpa
hiperkalemia dan gangguan fungsi ginjal berat. Antagonis aldosteron
mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung dan
meningkatkan kelangsungan hidup.
Indikasi pemberian antagonis aldosteron

 Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %


 Gejala sedang sampai berat (kelas fungsional III- IV NYHA)
 Dosis optimal penyekat β dan ACEI atau ARB (tetapi tidak ACEI dan
ARB)
Kontraindikasi pemberian antagonis aldosteron

 Konsentrasi serum kalium > 5,0 mmol/L


 Serum kreatinin> 2,5 mg/dL
 Bersamaan dengan diuretik hemat kalium atau suplemen kalium
 Kombinasi ACEI dan ARB
32

Cara pemberian spironolakton (atau eplerenon) pada gagal jantung


Inisiasi pemberian spironolakton
 Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit.
 Naikan dosis secara titrasi
 Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 4 - 8 minggu. Jangan
naikan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau hiperkalemia.
 Periksa kembali fungsi ginjal dan serum elektrolit 1 dan 4 minggu setelah
menaikan dosis

 Jika tidak ada masalah diatas, dosis dititrasi naik sampai dosis target
atau dosis maksimal yang dapat di toleransi (Tabel 11)

Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian


spironolakton:
 Hiperkalemia
 Perburukan fungsi ginjal
 Nyeri dan/atau pembesaran payudara
Tabel 9 Rekomendasi terapi farmakologis untuk semua pasien gagal jantung
sistolik simtomatik (NYHA fc II-IV)
1. Pemberian ACEI direkomendasikan, bagi semua pasien dengan
EF ≤ 40%, untuk menurunkan risiko hospitalisasi akibat gagal jantung
dan kematian dini
2. Pemberian penyekat β, setelah pemberian ACEI atau ARB pada semua
pasien dengan EF ≤ 40% untuk menurunkan risiko
hosipitalisasi akibat gagal jantung dan kematian prematur
3. MRA direkomendasikan bagi semua pasien dengan gejala gagal
jantung yang persisten dan EF≤ 35, walaupun sudah diberikan dengan
ACEI dan penyekat β
33

Tabel 10 Rekomendasi terapi farmakologis lain dengan keuntungan yang


kurang pasti pada pasien gagal jantung dengan NYHA fc II – IV
ARB
 Direkomendasikan untuk menurunkan risiko hosiptalisasi gagal
jantung dan kematian prematur pada pasien dengan EF ≤ 40% dan pada
pasien yang intoleran terhadap ACEI (pasien tetap harus mendapat
penyekat beta dan MRA)
Ivabradine
 Pemberiannya harus dipertimbangkan untuk menurunkan risiko
hospitalisasi pada pasien dengan EF ≤ 35%, laju nadi ≥ 70 x/menit, dan
dengan gejala yang persisten ( NYHA II-IV), walaupun sudah
mendapat terapi optimal penyekat beta, ACEI dan MRA
 Pemberiannya dapat dipertimbangkan untuk menurunkan risiko
hospitalisasi pada pasien dengan irama sinus, EF≤35% dan laju nadi ≥
70 x/menit, yang intoleran terhadap penyekat beta, tetapi
pasien harus mendapat ACEI (ARB) dan MRA
Digoxin
 Pemberiannya dapat dipertimbangkan untuk menurunkan risiko
hospitalisasi pada pasien dengan EF ≤ 45% yang intoleran terhadap
penyekat beta (ivabradine adalah pilihan lain badi pasien dengan laju
nadi > 70x/ menit). Pasien juga harus mendapat ACEI (ARB) dan
MRA
 Pemberiannya dapat dipertimbangkan untuk menurunkan risiko
hospitalisasi pada pasien dengan EF ≤ 45% dan gejala yang persisten
(NYHA II-IV) walaupun sudah mendapat terapi optimal ACEI (ARB),
penyekat beta dan MRA
H-ISDN
 Pemberiannya dapat dipertimbangkan sebagai pengganti ACEI atau
ARB, bila intoleran, untuk menurunkan risiko hospitalisasi dan
kematian premature pada pasien dengan EF ≤ 45% dengan dilatasi
ventrikel kiri ( atau EF ≤ 35% ). Pasien juga harus mendapat penyekat
beta dan MRA
 Pemberiannya dapat dipertimbangkan untuk menurunkan risiko
34

hospitalisasi dan kematian premature pada EF≤45 % dengan dilatasi


ventrikel kiri (EF≤35%) dan gejala yang persisten (NYHA II-IV)
dengan terapi optimal ACEI (ARB), penyekat beta dan MRA
4. ANGIOTENSIN RECEPTOR BLOCKERS (ARB)
Kecuali kontraindikasi, ARB direkomendasikan pada pasien gagal
jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % yang tetap simtomatik
walaupun sudah diberikan ACEI dan penyekat β dosis optimal, kecuali juga
mendapat antagonis aldosteron. Terapi dengan ARB memperbaiki fungsi
ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi angka perawatan rumah sakit karena
perburukan gagal jantung ARB direkomedasikan sebagai alternatif pada pasien
intoleran ACEI. Pada pasien ini, ARB mengurangi angka kematian karena
penyebab kardiovaskular.
Indikasi pemberian ARB
 Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
 Sebagai pilihan alternatif pada pasien dengan gejala ringan sampai berat
(kelas fungsional II - IV NYHA) yang intoleran ACEI

 ARB dapat menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, dan


hipotensi simtomatik sama sepert ACEI, tetapi ARB tidak menyebabkan batuk
Kontraindikasi pemberian ARB
 Sama seperti ACEI, kecuali angioedema
 Pasien yang diterapi ACEI dan antagonis aldosteron bersamaan
 Monitor fungsi ginjal dan serum elektrolit serial ketika ARB digunakan
bersama ACEI
Cara pemberian ARB pada gagal jantung
Inisiasi pemberian ARB
 Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit.
 Dosis awal lihat Tabel 11 Naikan
dosis secara titrasi
 Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 - 4 minggu.
Jangan naikan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau
35

hiperkalemia
 Jika tidak ada masalah diatas, dosis dititrasi naik sampai dosis
target atau dosis maksimal yang dapat ditoleransi (Tabel 11)
 Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit 3 dan 6 bulan setelah
mencapai dosis target atau yang dapat ditoleransi dan selanjutnya tiap
6 bulan sekali
Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian ARB:
 Sama sepertiACEI, kecuali ARB tidak menyebabkan batuk
5. HYDRALAZINE DAN ISOSORBIDE DINITRATE (H-ISDN)

Pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %,


kombinasi H-ISDN digunakan sebagai alternatif jika pasien intoleran
terhadap ACEI dan ARB.
Dosis awal (mg) Dosis target (mg)
ACEI
Captopril 6,25 (3 x/hari) 50 - 100 (3 x/hari)
Enalapril 2,5(2 x/hari) 10 - 20 (2 x/har)
Lisinopril 2,5 - 5 (1 x/hari) 20 - 40(1 x/hari)
Ramipril 2,5 (1 x/hari) 5 (2 x/hari)
Perindopril 2 (1 x/hari) 8 (1 x/hari)
ARB
Candesartan 4 / 8 (1 x/hari) 32 (1 x/hari)
Valsartan 40 (2 x/hari) 160 (2 x/hari)

Antagonis aldosteron
Eplerenon 25 (1 x/hari) 50 (1 x/hari)
Spironolakton 25 (1 x/hari) 25 - 50 (1 x/hari)

Penyekat β
Bisoprolol 1,25 (1 x/hari) 10 (1 x/hari)
Carvedilol 3,125 (2 x/hari) 25 - 50 (2 x/hari)
Metoprolol 12,5 / 25 (1 x/hari) 200 (1 x/hari)

Tabel 11 Dosis obat yang umumnya dipakai pada gagal jantung


36

Indikasi pemberian kombinasi H-ISDN


 Pengganti ACEI dan ARB dimana keduanya tidak dapat ditoleransi
 Sebagai terapi tambahan ACEI jika ARB atau antagonis aldosteron tidak
dapat ditoleransi
 Jika gejala pasien menetap walaupun sudah diterapi dengan ACEI,
penyekat β dan ARB atau antagonis aldosteron
Kontraindikasi pemberian kombinasi H-ISDN
 Hipotensi simtomatik
 Sindroma lupus
 Gagal ginjal berat

Indikasi pemberian kombinasi H-ISDN


 Pengganti ACEI dan ARB dimana keduanya tidak dapat ditoleransi
 Sebagai terapi tambahan ACEI jika ARB atau antagonis
aldosteron tidak dapat ditoleransi
 Jika gejala pasien menetap walaupun sudah diterapi dengan ACEI,
penyekat β dan ARB atau antagonis aldosteron
Kontraindikasi pemberian kombinasi H-ISDN
 Hipotensi simtomatik
 Sindroma lupus
 Gagal ginjal berat
Cara pemberian kombinasi H-ISDN pada gagal jantung (Tabel 10)
Inisiasi pemberian kombinasi H-ISDN
 Dosis awal: hydralazine 12,5 mg dan ISDN 10 mg, 2 - 3 x/hari
 Naikan dosis secara titrasi
 Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 - 4 minggu.
 Jangan naikan dosis jika terjadi hipotensi simtomatik
 Jika toleransi baik, dosis dititrasi naik sampai dosis target (hydralazine
50 mg dan ISDN 20 mg, 3-4 x/hari)
Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian kombinasi H-
ISDN:
 Hipotensi simtomatik
 Nyeri sendi atau nyeri otot
37

6. DIGOKSIN
Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat digunakan
untuk memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun obat lain (seperti
penyekat beta) lebih diutamakan. Pada pasien gagal jantung simtomatik, fraksi
ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % dengan irama sinus, digoksin dapat
mengurangi gejala, menurunkan angka perawatan rumah sakit karena
perburukan gagal jantung,tetapi tidak mempunyai efek terhadap
angkakelangsungan hidup (kelas rekomendasi IIa, tingkatan bukti B)

INDIKASI
Fibrilasi atrial
 dengan irama ventrikular saat istrahat > 80 x/menit atau saat
aktifitas> 110 - 120 x/menit
Irama sinus
 Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
 Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II-IV NYHA)
 Dosis optimalACEI dan/atau ARB, penyekat β dan antagonis
aldosteron jika ada indikasi.
KONTRAINDIKASI
 Blok AV derajat 2 dan 3 (tanpa pacu jantung tetap); hat-hat jika
pasien diduga sindroma sinus sakit
 Sindroma pre-eksitasi
 Riwayat intoleransi digoksin

Tabel 12 Indikasi dan kontraondikasi pemberian digoksin

Cara pemberian digoksin pada gagal jantung


Inisiasi pemberian digoksin
 Dosis awal: 0,25 mg, 1 x/hari pada pasien dengan fungsi ginjal normal.
Pada pasien usia lanjut dan gangguan fungsi ginjal dosis diturunkan
menjadi 0,125 atau 0,0625 mg, 1 x/hari
 Periksa kadar digoksin dalam plasma segera saat terapi kronik. Kadar terapi
digoksin harus antara 0,6 - 1,2 ng/mL
38

 Beberapa obat dapat menaikan kadar digoksin dalam darah (amiodaron,


diltiazem, verapamil, kuinidin)
Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian digoksin:
 Blok sinoatrial dan blok AV
 Aritmia atrial dan ventrikular, terutama pada pasien hipokalemia
 Tanda keracunan digoksin: mual, muntah, anoreksia dan gangguan melihat
warna

7. DIURETIK
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis
atau gejala kongesti (kelas rekomendasi I, tingkatan bukit B).Tujuan dari
pemberian diuretik adalah untuk mencapai status euvolemia (kering dan
hangat) dengan dosis yang serendah mungkin, yaitu harus diatur sesuai
kebutuhan pasien, untuk menghindari dehidrasi atau reistensi.

Cara pemberian diuretik pada gagal jantung


 Pada saat inisiasi pemberian diuretik periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit
 Dianjurkan untuk memberikan diuretik pada saat perut kosong
 Sebagain besar pasien mendapat terapi diuretik loop dibandingkan tiazid
karena efisiensi diuresis dan natriuresis lebih tinggi pada diuretik loop.
Kombinasi keduanya dapat diberikan untuk mengatasi keadaan edema yang
resisten
39

Tabel 13 Dosis diuretik yang biasa digunakan pada pasien gagal jantung
Diuretik Dosis awal (mg) Dosis (mg)
harian
Diuretik Loop
Furosemide 20 – 40 40 – 240
Bumetanide 0.5 – 1.0 1 –5
Torasemide 5 – 10 10 – 20
Tiazide
Hidrochlortiazide 25 12.5 – 100
Metolazone 2.5 2.5 – 10
Indapamide 2.5 2.5 – 5
Diuretik hemat kalium
Spironolakton (+ACEI/ARB) 12.5 – (+ACEI/ARB) 50
25
(- ACEI/ARB) 50 (- ACEI/ARB) 100 – 200

Dosis diuretik (Tabel 13)


 Mulai dengan dosis kecil dan tingkatkan sampai perbaikan gejala dan
tanda kongesti
 Dosis harus disesuaikan, terutama setelah tercapai berat badan
kering (tanpa retensi cairan),untuk mencegah risiko gangguan ginjal
dan dehidrasi. Tujuan terapi adalah mempertahankan berat badan
kering dengan dosis diuretik minimal
 Pada pasien rawat jalan, edukasi diberikan agar pasien dapat
mengatur dosis diuretik sesuai kebutuhan berdasarkan pengukuran
berat badan harian dan tanda-tanda klinis dari retensi cairan
 Pengelolaan pasien resistendiuretik terdapat pada Tabel 14
40

Tabel 14 Pertimbangan praktis terapi gagal jantung dengan diuretik loop


Masalah Saran tindakan
Hipokalemia/ hipomagnesia  Tingakatkan dosis ACEI/ ARB
 Tambahkan antagonis aldosteron
 Suplemen kalium dan atau magnesium ,
hanya bila benar- benar diperlukan,
misalnya
aritmia dll
Hiponatremia simtomatik  Restriksi cairan
 Stop diuretik tiazide/ ganti diuretik
loop, jika memungkinkan
 Turunkan dosis/ stop diuretik loop, jika
memungkinkan
 Pemberian inotropik intra vena
 Pertimbangkan ultrafiltrasi
Hiperurisemia simtomatik  Pertimbangkan allupurinol
 Bila simtom sangat hebat, gunakan
kolkisin
 Hindari pemberian NSAID
Hipovolemia/ dehidrasi  Nilai status volume
 Pertimbangkan pengurangan dosis
diuretic
Respon tidak adekuat  Periksa kepatuhan/ asupan cariran
 Tingkatkan dosis diuretik
 Kombinasikan diuretik loop dengan
diuretik jenis lain dengan aldosteron dan
atau diuretik tiazid
 Ingatkan pasien untuk meminum diuretik
loop saat lambung kosong
 Pertimbangkan pemberian diuretik loop
intra vena
 Pertimbangkan untuk
pemberian dopamine dengan dosis renal.
41

Gangguan fungsi ginjal  Periksa apakah pasien hipovolemia/


(peningkatan yang berlebihan dehidrasi
dari urea/ kretinin) atau  Hentikan penggunaan obat nefrotosik
penurunan GFR lain (NSAID, dll)
 Tunda antagonis aldoteron
 Jika pasien menggunakan uretik, stop atau
tunda diuretik tiazid
 Turunkan penurunan dosis ACEI, bila
memungkinkan
 Pertimbangkan untuk pemberian
dopamine dengan dosis renal.

8. TERAPI FARKAMOLOGIS PADA GAGAL JANTUNG DENGAN EF


NORMAL ( GAGAL JANTUNG DIASTOLIK )
Sampai saat ini belum ada terapi yang terbukti secara khusus, dapat
menurunkanmortalitas dan morbiditas pada pasien dengan gagal jantung
diastolik. Diuretik digunakan untuk mengatasi retensi garam dan cairan serta
mengatasi keluhan sesak nafas. Terapi iskemia miokard dan hipertensi yang
adekuat sangat penting dalam penting dalam tatalaksana kelainan ini,
termasuk tatalaksana pengaturan laju nadi, terutam pada pasien dengan
fibrilasi atrial.
Semua obat yang tidak dianjurkan pemberiannya ataupun yang harus
dihindari pada pasien dengan gagal jantung sistolik, juga berlaku pada gagal
jantung diastolik, terkecuali CCB dihidropiridin, karena mempunyai efek
kontrol laju nadi.
42

LAPORAN KASUS
STATUS ORANG SAKIT

Anamnesa pribadi
Nama : Ny. Zesicha Sasadilla
Umur : 23 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Kawin : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Asrama, Helvetia Medan
Suku : Jawa
Anamnesa penyakit
Keluhan Utama : Sering Mudah Lelah
Telaah : Pasien datang ke Rumah Sakit Putri Hijau Medan dengan
keluhan sering mudah lelah saat beraktifitas ringan
ataupun berat yang sudah dirasakan sejak 14 tahun yang
lalu. Keluhan memberat sejak OS hamil dan usia
kehamilan nya bertambah. Kadang kadang OS merasa
jantung nya berdebar.Keluarga OS tidak ada yang
memiliki keluhan seperti ini. OS sudah pernah berobat
sebelumnya tetapi belum mendapat tindakan apapun.
Buang air kecil : Normal
Buang air besar : Normal
Riwayat penyakit terdahulu : ASD
Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada
Riwayat alergi : Tidak ada

Anamnesa organ
1. Cor
- Dyspnoe d’effort : Tidak Cyanosis : Tidak
- Dyspnoe d’repos : Tidak Angina pectoris : Tidak
- Oedema : Tidak Palpitasi cordis : Tidak
- Nycturia : Tidak Asma cardial :Tidak
2. Tractus respiratorius
- Batuk : Tidak
- Berdahak : Tidak
- Haemaptoe : Tidak
-Sakit dada waktu bernafas: Tidak
43

3. Darah
- Sakit dimulut dan lidah : tidak - Muka pucat : tidak
- Mata berkunang- kunang : tidak - Bengkak : tidak
- Pembengkakan kelenjar : tidak - Penyakit darah : tidak
- Merah di kulit : tidak - Pendarahan sub kutan: tidak
Anamnesa penyakit terdahulu :
- ASD
Anamnesa family
- Penyakit – penyakit family : tidak ada
- Penyakit seperti orang sakit : tidak ada
Status present
- Sensorium : compos mentis
- Tekanan Darah : 120/80 mmHg
- Temperatur : 36.9 ˚c
- Pernafasan : 22 x/ menit
- Nadi : 80 x/menit
PEMERIKSAAN FISIK
1. Thorax depan
Inspeksi :
- Bentuk : fusiformis - Venektasi : tidak
- Simetris/asimetris : simetris ka = ki - Pembengkakan : tidak
- Bendungan vena : tidak - Vulsasi verbal : tidak
- Ketinggalan bernafas: tidak - Mammae : normal
Palpasi :
- Nyeri tekan : tidak - Iktus : tidak teraba
- Fremitus suara : Stem fremitus ka=ki a. Lokalisasi : -
- Fremissement :tidak b. Kuat angkat :-
c. Melebar :-
d. Iktus Negatif :-
Perkusi
- Suara perkusi paru : Sonor kedua lapang paru
a. Relatif : ICS V dextra
b. Absolut : ICS VI dextra
-Batas jantung : a. atas : ICS II linea parastrenalis sinistra
b. kanan : ICS IV linea parasternalis dextra
c. kiri : ICS V 2 cm ke medial linea midclavicula sinista
Auskultasi
Paru –paru
- Suara Pernafasan : vesikuler
- Suara Tambahan : tidak ditemukan
44

a. Ronchi basah : tidak


b. Ronchi kering : tidak
c. Krepitasi : tidak
d. Gesek Pleura : tidak
Cor
- Heart rate : 80x/menit
- Suara katup : Mur mur (+) katup Pulmonal
- Suara tambahan : tidak ada

4. Pemeriksaan Laboratorium Rutin


Darah

Darah Rutin
Hb 11,68gr/dL 12 – 16 g/dl
Ht 34,7% 40 – 54 %
Eritrosit 4,5mm3 4,5 – 6,5
Leukosit 16.130 mm3 4.000 – 11.000
Trombosit 268.300 /µl 150.000 – 450.000
Hitung Jenis
Eosinofil 2% 1–3
Basofil 0% 0–1
N. stab 0% 2–6
N. seg 89 % 53 – 75
Limfosit 7,70% 20 – 45
Monosit 2.03% 4–8
Laju Endap Darah 11 mm/jam 0 - 20
FUNGSI GINJAL
Ureum 39 mg/dL 20 – 40
Kreatinin 0,8 mg/dL 0,6 – 1,1
Asam urat 4.9 mg/dL 3,4-7,0
ELEKTROLIT
Natrium 137 mEq/L 135-155
Kalium 4.2 mEq/L 3.5-5.5
Klorida 112 mEq/L 98-106
45

9. ECHO

Kesan :
- Atrial sinus tertutup
- AV-VA Concordance
- Katup normal
- Dijumpai defek LGS L↔R
EKG
46
47

10. Resume
Anamnesa
Keluhan Utama : Sering Mudah Lelah
Telaah : Pasien datang ke Rumah Sakit Putri Hijau Medan dengan
keluhan sering mudah lelah saat beraktifitas ringan
ataupun berat yang sudah dirasakan sejak 14 tahun yang
lalu. Keluhan memberat sejak OS hamil dan usia
kehamilan nya bertambah. Kadang kadang OS merasa
jantung nya berdebar.Keluarga OS tidak ada yang
memiliki keluhan seperti ini. OS sudah pernah berobat
sebelumnya tetapi belum mendapat tindakan apapun.
11. Status Praesent :
Keadaan umum Keadaan penyakit
Sens : compos mentis Anemia : tidak
TD : 170/100 mmHg Ikterus : tidak
Nadi : 90x/menit Sianosis : tidak
Nafas : 22x/menit Dyspnoe : tidak
Suhu : 36,9˚c Edema : tidak
Eritema : tidak
Turgor : baik
Gerakan aktif : ya
Sikap paksa : tidak

Differensial diagnosa ( diagnosa banding )


1. ASD
2. Stenosis Pulmonal
3. Bising Fungsional
Diagnosa sementara : ASD (Atrium Septal Defect)
Terapi
1. Aktifitas : tirah baring
2. Medikamentosa :
- IVFDRL 20 gtt/i
- inj Furosemid 1amp/hr
- inj Ketorolac 30mg / 8 jam
- inj Ranitidin 1 amp / 8 jam
48

ASD (Atrium Septal Defect)


DISKUSI KASUS
Teori Kasus
Anamnesis Anamnesis
 Infeksi Saluran Nafas berulang  Sesak nafas (+)
 Sesak Nafas  Mudah lelah (+)
 Kesulitan Menyusu
 Gagal tumbuh kembang
 Mudah lelah
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik
• Keadaan Umum • Keadaan Umum
Sensorium :compos mentis Sensorium : Compos Mentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg Tekanan Darah : 20/80 mmHg
Heart Rate : 60-100 x/menit Heart Rate : 80x/menit
Respirasi : 18-24 x/menit Respirasi : 22x/menit
Temperature : 36,5-37,5 °C Temperature : 36,9°C

 Hematologi  Hematologi
Hemoglobin = 12-16 g/dL, Hemoglobin = 11,68 g/dL,
Hitung Leukosit = 4.000-11.000/ul, Hitung Leukosit = 16.130/ul,
Hematokrit = 36-47% Hematokrit = 34,7%
Trombosit = 150.00-450.00 /uL Trombosit = 268.300 /uL
Limfosit = 20-45% Limfosit : 7.70
Monosit = 4-8% Monosit : 2.03
LED = 0-20% LED = 11 mm/jm
 Kimia Klinik  Kimia Klinik

 Fungsi Ginjal  Fungsi Ginjal


Ureum = 20-140 mg/dL Ureum = 39 mg/dL
Kreatinin = 0,6-1,1 mg/dL Kreatinin = 0,8 mg/dL
 Elektrolit  Elektrolit
Natrium = 135-155 mEq/L Natrium = 137 mEq/L
Kalium = 1,5-5,5 mEq/L Kalium = 4,2 mEq/L
Chlorida = 98- 106 mEq/L Chlorida = 112 mEq/L
Diagnosa Banding Diagnosa Banding
ASD ASD
CHF CF
Stenosis pulmonal Stenosis pulmonal
Diagnosa Diagnosa
ASD ASD
49

PENATALAKSANAAN PENATALAKSANAAN
1. Pembedahan - IVFDRL 20 gtt/i
2. Terapi Intervensi Non Bedah - inj Furosemid 1amp/hr
- inj Ketorolac 30mg / 8 jam
- inj Ranitidin 1 amp / 8 jam
50

DAFTAR PUSTAKA

Baskoro.R, 2016. “Penanganan Perioperatif Pasien dengan Atrial Septal


Defect”. Konsultan Fellow Anasthesi Kardiovaskular
Rumah Sakit Jantumg dan Pembuluh Darah Harapan kita
Jakarta.

Kusuma.W et al, 2016. “Hubungan Tingkat Stress dengan kualitas tidur pasien
Congestive Heart Failure (CHF) di ruang ICCU DR Dorris
Sylvanus Palangkaraya”

Naysilla.AM, “ Komplikasi pada pasien Atrial Septal Defect Dewasa dengan


survivalitas alami”. Dokter Umum RSUD Bridgjen . H.
Hasan Basry, Kalimantan Selatan, Indonesia.

Majid,A. 2010. “Analisis Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian


Rawat Inap Ulang Pasien gagal Jantung Di Rumah Sakit
Yogyakarta Tahin 2010”. Universitas Indonesia.

Lestari.W, 2013. “Tatalaksana Nutrisi Pada Gagal Jantung Kongestive”.


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2013.

Perhimpunan Dokter Spesialis KardioVaskular Indonesia tahun 2015.


“Pedoman Tata Laksana Gagal Jantung”.

Soekarno.DR. “Gambaran Foto Thorax Pada Congenital Heart Disease”

WK.Maulidawati, 2015. “Gambaran Karakteristik pasien CHF di Instalasi


Rawat Jalan RSUD Tugurejo Semarang”.

Anda mungkin juga menyukai